plagiat merupakan tindakan tidak terpujirepository.usd.ac.id/11362/1/134114012_full.pdf · dalam...
TRANSCRIPT
i
KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Tugas Akhir
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Beto Adhi Nugroho
NIM: 134114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
MEI 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Tugas Akhir
KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Oleh
Beto Adhi Nugroho
NIM: 134114012
Telah disetujui oleh
Pembimbing I
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. tanggal 31 Mei 2017
Pembimbing II
Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. tanggal 2 Juni 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Tugas Akhir
KRITIK DAN TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Beto Adhi Nugroho
134114012
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 15 Juni 2017
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ………………….
Sekretaris Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ………………….
Anggota Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ………………….
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. ………………….
Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ………………….
Yogyakarta, 30 Juni 2017
Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Mei 2015
Beto Adhi Nugroho
134114012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Beto Adhi Nugroho
NIM : 134114012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KRITIK DAN
TINDAK TUTUR MENGKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI
KONSER beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya
di internet atau media yang lain untuk kepentinganakademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 29 Mei 2017
Yang menyatakan,
Beto Adhi Nugroho
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir
yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu Iwan Fals
Versi Konser” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sastra pada Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
menerima keluh kesah penulis dan memberi solusi yang baik bagi
penulis.
2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang
selalu sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sastra Indonesia, Drs. B.
Rahmanto, M.Hum., S. E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M. S., (Alm.) Drs. Herry Antono,
M.Hum., yang telah memberikan ilmu serta pengalamannya selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
penulis menjalani studi di Prodi Sastra Indonesia, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
4. Dosen sejarah, khususnya Bapak Heri Priyatmoko, M. A., dan Dr.
Yerry Wirawan yang sudah memberikan informasi mengenai konteks
sejarah dalam penelitian ini.
5. Segenap karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, yang selalu membantu proses kelancaran
perkuliahan.
6. Segenap karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang dengan ramah melayani dan menyediakan buku yang
diperlukan sebagai sumber pustaka.
7. Keluarga tercinta, Bapak FX. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, Febrian
Cahyadi, dan Anastasia Beta yang selalu mendoakan serta sabar dan
memberi semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Stefanus Kendra Dwi Nugraha, S.S. yang telah berbagi cerita sehingga
penulis memilih topik ini dan menyelesaikannya.
9. Fepitha Viadolorosa yang selalu sabar dan mendoakan serta
menyemangati penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman-teman Prodi Sastra Indonesia (Rendra, Galang, Makmur, Cicik,
Icak, Apin, Ana, There, Paula, Galih, dll.) dan teman-teman
seperjuangan di Jogja (Andrian dan George).
11. Teman-teman UKF Basket Sastra
12. Teman-teman UKM Band Sexen Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
Akhirnya dengan penuh kesadaran, penulis menyadari segala kekurangan
yang ada dalam skripsi ini. Segala bentuk kesalahan dan kekurangan yang ada
dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Untuk itu, demi perbaikan
tugas akhir ini, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan
senang hati.
Yogyakarta, 29 Mei 2017
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga
Bapak Fx. Soemanto, Ibu Yulia Lucia, adik saya terkasih Anastasia Beta, serta
kakak saya tersayang Febrian Cahyadi, S.Kom.
Tidak lupa pula saya persembahkan untuk kekasih saya Fepitha Viadolorosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
HALAMAN MOTO
“Bukan semua indah pada waktunya namun, semua indah tergantung cara
menikmatinya”
“Hiduplah seperti kamu tidak akan bangun esok hari”
“Dream on, dream until your dreams come true”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Abstrak
Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu
Iwan Fals Versi Konser”. Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra
Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Penelitian yang berjudul “Kritik dan Tindak Tutur Mengkritik dalam Tiga Lagu
Iwan Fals Versi Konser” ini bertujuan untuk (a) menguraikan hal-hal apa saja yang
dikritik Iwan Fals melalui tiga lirik lagunya versi konser serta (b) mendeskripsikan
bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan Iwan Fals dalam tiga lirik lagunya
versi konser. Data penelitian ini adalah tiga lagu Iwan Fals versi konser yang diciptakan
tahun 1978, yakni “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah
PSK”. Ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar yaitu hukum, ekonomi, dan
sosial. Berdasarkan hal itu, dalam satu lagu karya Iwan Fals dapat dijumpai berbagai
macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik
dilakukan berdasarkan setiap lagu.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode
simak dilakukan dengan cara mendengarkan, mengamati, dan menyimak langsung
penggunaan bahasa lirik lagu sebagai bahan penelitian. Wujud penyimakan ketiga lirik
lagu tersebut berupa kata, frasa, maupun kalimat yang bermuatan kritik. Selanjutnya,
dengan teknik catat, peneliti mengklasifikasikan data berupa hal-hal yang dikritik dan
berbagai macam perwujudan tindak tuturnya. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan dua sub-jenis metode padan, yaitu metode padan referensial dan metode
padan pragmatis. Metode padan referensial digunakan untuk mendeskripsikan hal-hal
yang dikritik pada setiap lagunya. Metode padan pragmatis berfungsi untuk menentukan
perwujudan tindak tutur atas hal-hal yang sudah dikritik sebelumnya.
Hasil penelitian ini adalah hal-hal yang dikritik Iwan Fals masa Orde Baru, yaitu
(a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya penegakan hukum, (c) pencitraan
pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e) intimidasi oleh pemerintah, (f)
penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga, (h) prostitusi, (i) kesenjangan ekonomi,
dan (j) kebohongan. Tindak tutur dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu tindak
tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak
literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Selain itu, penelitian ini juga
menemukan 8 (delapan) variasi tindak tutur langsung tidak literal, 5 (lima) variasi tindak
tutur langsung literal, 3 (tiga) variasi tindak tutur tidak langsung tidak literal, dan 2 (dua)
variasi tindak tutur tidak langsung literal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
Abstract
Nugroho, Beto Adhi. 2017. “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals’
Concert Version Songs”. Thesis. Yogyakarta. Indonesian Letter Study
Program. Faculty of Letter. Sanata Dharma University.
This research entitled “Critisism and Speech Act Critics on Three of Iwan Fals‟
Concert Version Songs” is aimed to (a) explain what have been criticized by Iwan Fals
through his three songs lyric concert version and (b) describe how speech act critics
actualized by Iwan Fals in his three songs lyric concert version. Data of this research are
three songs of Iwan Fals‟ concert version which are composed in 1978, namely
“Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, and “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Those three
songs adopt three major theme namely law, Economic and social. Based on those things,
some kinds of critics can be found in one of Iwan Fals‟ song. Therefore, the discussion of
things that are criticized is done on each song.
Data gathering is done by simak method dan catat technique. Simak method is
done by listening, observing and directly scrutinizing the language of song lyric as the
research instrument. Words, phrase and sentence that are containing critics are scrutinized
in those three songs. Next, by catat technique, the researcher clarifies the data with things
that are criticized and some kinds of his speech act actualization. Data analysis is done by
using two sub-kind padan methods, namely referential padan and pragmatic padan
method. Referential padan method is used to describe things that are critized in each
songs. Pragmatic padan method is used to determine the actualization of speech act on
things that have been already criticized before.
The findings of the research are things that are critized by Iwan Fals in New
Order time which are (a) the injustice of law implementation, (b) the weakness of law
maintanance, (c) the image projection of government, (d) pressure by the government, (e)
intimidation by the government, (f) the missused of authority, (g) the expensive price, (h)
prostitution, (i) economic gap and (j) lie. Then, speech acts is categorized in four kinds,
namely direct literal speech act, indirect literal speech act, direct nonliteral speech act,
and indirect nonliteral speech act. Besides, this research also produced 8 (eight) variation
of direct nonliteral speech act, 5 (five) variation of direct literal speech act, 3 (three)
variation of indirect nonliteral speech act, 2 (two) variation of indirect literal speech act.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ ix
HALAMAN MOTO ............................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
ABSTRACT ............................................................................................................ xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8
1.6 Landasan Teori ....................................................................................... 11
1.6.1 Kritik ............................................................................................. 11
1.6.2 Topik Wacana ................................................................................ 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1.6.3 Fungsi Lagu atau Musik ................................................................ 13
1.6.4 Pragmatik ....................................................................................... 15
1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-Jenis Tindak Tutur .................................. 16
1.6.5.1 Tindak Tutur ...................................................................... 16
1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur .................................................... 19
1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan
Tindak Tutur Tidak Langsung ............................ 19
1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan
Tindak Tutur Tidak Literal ................................. 20
1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur ............................. 20
1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal ........................... 21
1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ................ 21
1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ................ 21
1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ...... 21
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ................................................................ 22
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................ 22
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ................................................. 23
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................................... 24
1.8 Sistematika Penyajian ............................................................................. 25
BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ....................... 26
2.1 Pengantar ................................................................................................ 26
2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Demokrasi Nasi ............................... 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Semar Mendem ............................... 31
2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu Kisah Sapi Malam/Kisah PSK ........ 36
2.5 Tabel Rekapitulasi .................................................................................. 39
BAB III TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER ...................... 43
3.1 Pengantar ................................................................................................ 43
3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum ............... 44
3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum
Secara Langsung Literal ................................................................ 44
3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum
Secara Tidak Langsung Literal ...................................................... 45
3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum ....................... 46
3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah ................................... 47
3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah .............................. 49
3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah............................ 50
3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan .......................... 50
3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga ............................................ 51
3.8.1 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga
Secara Langsung Literal ................................................................ 52
3.8.2 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga
Secara Langsung Tidak Literal ...................................................... 52
3.8.3 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga
Secara Tidak Langsung Tidak Literal ........................................... 53
3.9 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi ........................................................ 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
3.9.1 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi
Secara Tidak Langsung Literal ...................................................... 54
3.9.2 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi
Secara Langsung Tidak Literal ...................................................... 55
3.10 Tindak Tutur Mengkritik Kesenjangan Ekonomi .................................. 56
3.11 Tindak Tutur Mengkritik Kebohongan .................................................. 57
3.12 Rekapitulasi ............................................................................................ 58
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 61
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 61
4.2 Saran ....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64
DAFTAR SUMBER DATA DAN LAMPIRAN .................................................. 67
BIOGRAFI ............................................................................................................ 70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyanyi solo terkenal yang tetap berkarya sampai saat ini
adalah Iwan Fals. Penyanyi yang bernama asli Virgiawan Listanto ini lahir di
Jakarta tanggal 3 September 1961. Iwan Fals sering membawakan lagu yang ber-
genre balada, pop, rock, dan country. Sampai saat ini Iwan Fals sudah menjadi
legenda hidup musik di Indonesia. Karya-karya Iwan Fals cenderung mengangkat
kehidupan sosial Indonesia. Kritik atas perilaku seseorang, empati bagi kelompok
marginal, dan bencana besar yang melanda Indonesia ataupun dunia juga
mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya (https://id.wikipedia.org/wiki/
Iwan_Fals).
Karisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum
'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang
tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan
mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan
Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan OI. Yayasan ini mewadahi
aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat
ditemui di setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara
(Ibid.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan
dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat
memancing kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu
yang bertema kritikan terhadap pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa
dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang
memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-
lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas (bandingkan https://id.
wikipedia.org/ wiki/Iwan_Fals).
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat
diputar di stasiun radio 8EH Institut Teknologi Bandug. Iwan Fals juga pernah
menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang
mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan
alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa
konser musiknya pada tahun 1980-an juga sempat disabotase dengan cara
memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena
Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu. Pada bulan
April tahun 1984, Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat
ditahan dan diinterogasi selama dua minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu
Demokrasi Nasi, Pola Sederha, dan Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru
(bandingkan https://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Fals).
Sebagai salah satu legenda musik Indonesia, Iwan Fals sudah banyak
mengeluarkan album dan single sejak tahun 1974 sampai sekarang. Akan tetapi,
ada beberapa lagu yang memiliki keunikan. Salah satu keunikannya adalah tindak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tutur yang mengkritik fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia pada Orde
Baru. Berikut akan disajikan contoh-contoh penggalan lirik lagu Iwan Fals versi
konser.
(1) Anak seorang menteri membuat onar lagi. Menembak sampai mati
kok gak ada sanksi?
(Iwan Fals,”Demokrasi Nasi”,1978)
(2) Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan. Kau
menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan
untuk bahan obrolan buat isi koran.
(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)
(3) Mengapa semua harga naik edan edanan ?
Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan.
(Iwan Fals,”Semar Mendem”,1978)
(4) Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota
Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.
(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)
Penelitian ini mengambil tiga lagu yang diciptakan oleh Iwan Fals karena
ketiga lagu tersebut mengangkat tiga tema besar pada masa pemerintahan Orde
Baru, yaitu (a) hukum, (b) ekonomi, dan (c) sosial. Ketiga lagu yang menjadi data
adalah lagu-lagu versi konser Iwan Fals yang diciptakan pada tahun 1978. Ketiga
lagu tersebut adalah (i) ”Demokrasi Nasi”, (ii) “Semar Mendem”, dan (iii) “Kisah
Sapi Malam/Kisah PSK”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Penelitian ini akan membahas tentang hal-hal yang dikritik dan tindak
tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan
“Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals. Berikut ini merupakan contoh
hal-hal yang dikritik oleh Iwan Fals dalam karyanya:
(5) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada
Semar harga barang turun dia sikat.
(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
(6) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi
harga makanan.
(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
Pada contoh (5), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan,
wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar
dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama
Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung
merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu
Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam
tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti
„merampas atau menyerobot habis-habisan‟.
Sementara itu, contoh (6) menunjukan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat
semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik
ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil
karena ketakutan dsb‟.
Pada permasalahan kedua, akan dideskripsikan empat macam interseksi
tindak tutur mengkritik dalam lagu-lagu Iwan Fals. Berikut merupakan contoh
tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals:
(7) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya
demokrasi.
(Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)
(8) Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang
diantar Mercy.
(Iwan Fals, “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”,1978)
Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah
secara „langsung literal‟ (LL). Contoh (7) merupakan tindak tutur mengkritik
ketidakadilan pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan
langsung karena contoh (7) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik
sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (7) disebut literal
karena makna kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur
yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada contoh (7) digunakan
frasa tak sesuai yang bermakna „tidak selaras‟ untuk mengungkapkan
ketidakadilan pelaksanaan hukum.
Contoh (8) merupakan tindak tutur mengkritik kebohongan secara
langsung literal (LL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (8) disebut literal
karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud
penuturnya yaitu mengkritik kebohongan. Contoh (8) menggunakan kata lembur
untuk mengkritik kebohongan. Menurut KBBI Edisi V, kata lembur berarti
„pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ Tuturan kerja lembur bilang
pada bapak kyai mengandung kritik kebohongan karena dari keseluruhan lagu
tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.
Alasan peneliti memilih topik hal-hal yang dikritik dan tindak tutur
mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah
Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals adalah sebagai berikut. Pertama, Iwan
Fals merupakan legenda hidup dalam bidang musik di Indonesia dan karya-
karyanya merepresentasikan apa yang terjadi pada masanya. Kedua, banyak
masyarakat yang tidak tahu bahwa ada karya-karya Iwan Fals yang hanya
dibawakan saat konser karena tidak boleh dikomersialkan. Ketiga, penelitian
linguistik tentang bahasa, khususnya tindak tutur dalam lirik lagu masih jarang
dan kurang mendapat perhatian. Ketiga hal itu melatari penulis untuk meneliti hal-
hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”,
“Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa saja hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi konser?
1.2.2 Bagaimana tindak tutur mengkritik yang diwujudkan dalam tiga lagu Iwan
Fals versi konser?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan hal-hal yang dikritik dalam tiga lagu Iwan Fals versi
konser.
1.3.2 Mendeskripsikan perwujudan tindak tutur mengkritik dalam tiga lagu Iwan
Fals versi konser.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi hal-hal yang dikritik dan tindak tutur
mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah
Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals. Hasil penelitian ini memiliki manfaat
teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan
terhadap teori wacana khususnya tentang isi dan jenis tindak tutur. Sementara itu,
manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk membantu interpretasi terhadap
lirik lagu bagi pendengar serta untuk menciptakan lagu yang bertema kritik bagi
pencipta lagu.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian tentang lirik lagu Iwan Fals pernah di teliti oleh
Soemanang (2013), Mahrofah (2012), Aisah (2010), Puspitasari (2010),
Sembiring (2013), dan Rachmawati (2014).
Soemanang (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Struktur
Lagu “Puing” Karya Iwan Fals” mengatakan bahwa syair lagu tersebut bercerita
tentang perang yang mengakibatkan gedung-gedung menjadi puing yang
berserakan. Lagu ini menggunakan bentuk tiga bagian, A,A',B,B,C,A,A', dengan
Birama ¾ serta nada dasar Em = la. Sebagian besar melodi dalam biramanya
menggunakan interval perfect unison yang bisa mengakibatkan kebosanan pada
penghayat. Akan tetapi, lagu ini sangat unik karena Lagu “Puing” karya Iwan Fals
dalam Album Mata Dewa terdiri dari 263 bar yang terdiri atas 176 bar syair yang
dinyayikan, 26 bar syair yang dinyanyikan dengan pengulangan, serta 71 iringan
tanpa nyanyian dengan bahasa kritik yang mudah dipahami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Dalam skripsi yang berjudul “Unsur Kesastraan Lirik Lagu-lagu dalam
Album Manusia Setengah Dewa Karya Iwan Fals”, Mahrofah (2012) mengatakan
unsur-unsur yang terdapat dalam lirik lagu merupakan unsur-unsur pembangun
dalam lirik lagu itu sendiri. Unsur satu dengan unsur yang lain saling berkaitan
untuk membangun sebuah maksud yang ingin disampaikan kepada para
pendengar. Unsur yang terdapat dalam lirik lagu mampu menimbulkan efek
keindahan, efek emotif serta menambah kepuitisan terhadap lirik lagu itu sendiri.
Aisah (2010) dalam penelitian tesisnya yang berjudul ”Metafora dalam
Lagu Iwan Fals yang Bertemakan Kritik Sosial” menemukan ranah sumber
binatang yang paling dominan digunakan di dalam lirik lagu Iwan Fals. Jenis
majas yang terdapat di dalam lagu yang paling sering digunakan pencipta lagu
untuk menyampaikan kritik sosial adalah jenis majas perbandingan langsung atau
metafora dan perumpamaan atau simile. Jenis ungkapan metaforis berdasarkan
teori Lakoff dan Johnson (1980) yang paling dominan terdapat dalam lagu adalah
jenis metafora struktural dan ontologis.
Puspitasari (2010) melakukan penelitian yang berjudul tentang Kritik
Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Besar
dan Kecil” karya Iwan Fals). Metode penelitian ini menggunakan teori semiotik
dari Ferdinand de Saussure dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam skripsi
tersebut ditemukan bahwa kritik sosial yang tersirat dalam lagu “Besar dan
Kecil” adalah ketidakadilan pemerintah Orde Baru, khususnya ketika pemilu yang
membuat raykat tidak dapat menikmati asas demokrasi yang dianut Negara
Indonesia dan dasar Negara yaitu Pancasila.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Sembiring (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Representasi
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis
Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals yang Berjudul „Ujung Aspal Pondok Gede‟)”
mengatakan lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede memiliki makna yang kompleks
yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, moral, dan hak
asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal
Pondok Gede saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Setelah mengetahui
seluruh makna yang terkandung, timbul representasi kehidupan masyarakat
Indonesia dari makna lirik lagu tersebut. Penelitian ini menggunakan
menggunakan analisis Roland Barthes yang berfokus pada penggalian makna
menggunakan signifikasi dua tahap, pada tahap signifikasi pertama menggunakan
denotasi, dan pada tahap kedua menggunakan konotasi dan mitos.
Sementara itu, Rachmawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul
“Konteks dan Inferensi Lirik Lagu Iwan Fals : Tinjauan Analisis Wacana” sampai
pada dua simpulan, pertama konteks yang membangun lirik lagu Iwan Fals yang
mengandung kritik sosial adalah konteks fisik, konteks epistemis, konteks sosial,
prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip penafsiran
temporal, dan prinsip analogi. Data yang memenuhi tujuh konteks tersebut adalah
lirik lagu “Ambulance Zig-Zag”, ”Jangan Bicara”, ”Kontrasmu Bisu”, “Siang
Seberang Istana”, “Sumbang”, “Doa Pengobral Dosa”, “Ethiophia”, “Guru Oemar
Bakri”, “Sarjana Muda”, “Sore Tugu Pancoran”, “Teman Kawanku Punya
Teman”, “Kota, Kupaksa Untuk Melangkah”, “Tak Biru Lagi Lautku”, dan
“Ujung Aspal Pondok Gede”. Kedua, aspek Inferensi terdapat dalam 18 lagu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Iwan Fals yang mengandung kritik sosial yaitu ”Ambulance Zig-Zag”, “Galang
Rambu Anarki”, “Jangan Bicara”, “Kontrasmu Bisu”, “Siang Seberang Istana”,
“Tikus-Tikus Kantor”, “Doa Pengobral Dosa”, “Ethiophia”, “Guru Oemar Bakri”,
“Sarjana Muda”, “Sore Tugu Pancoran”, “Teman Kawanku Punya Teman”,
“Kota”, “Kupaksa Untuk Melangkah”, “Opiniku”, “Tak Biru Lagi Lautku”, dan
“Ujung Aspal Pondok Gede”.
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian
mengenai lagu-lagu Iwan Fals sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian
terhadap lirik lagu ditinjau dari segi pragmatik masih jarang dilakukan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengkajian tentang hal-hal yang dikritik dan
tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals versi konser tahun 1978-2000
belum pernah dilakukan.
1.6 Landasan Teori
Dalam bagian ini, akan dijabarkan tentang kritik, topik wacana, fungsi
lagu atau musik, pragmatik, dan tindak tutur berserta jenis-jenis tindak tutur.
1.6.1 Kritik
Menurut KBBI Edisi V, kata kritik berarti kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil
karya, pendapat, dan sebagainya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.6.2 Topik Wacana
Penelitian ini akan membahas kritik apa saja yang terdapat pada lirik lagu
Iwan Fals. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal-hal yang di kritik dalam lirik
lagu Iwan Fals, topik harus diketahui terlebih dahulu. Hal tersebut akan
menunjukkan kritik yang ada dalam lirik lagu dan merupakan sebuah topik dalam
lirik lagu.
Baryadi (2002; 54) mengatakan topik (topic) adalah perihal yang
dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana
dan topik menyebabkan lahirnya wacana. Wacana berfungsi dalam proses
komunikasi verbal karena wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung sesuatu yang dibicarakan.
Dalam proses komunikasi, topik dalam wacana memiliki kedudukan yang
sangat penting. Kedudukan yang sangat penting ini bersangkutan dengan
perannya dalam memperlancar proses komunikasi. Perannya secara potensial dan
dalam permukaan tampak baik bagi pembicara ataupun penulis (pembuat wacana)
maupun bagi pendengar ataupun pembaca (penerima wacana). Pagi pembuat
wacana, topik merupakan informasi embrional dan informasi inti yang menjadi
pangkal inspirasi untuk mengungkapkannya secara verbal dalam struktur lahir
yang berupa jenis wacana tertentu. Bagi penerima wacana, topik adalah sesuatu
yang dicari, diinterpretasikan, dan dipahami serta ditanggapi. Topik menjadi arah
utama seseorang untuk memahami wacana (Baryadi, 2002: 55).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Van Dijk memilah wacana menjadi tiga bagian yang saling mendukung
yaitu (i) bagian makro, (ii) bagian superstruktur, dan (iii) bagian mikro. Bagian
makro merupakan makna global dari suatu wacana. Bagian superstruktur
merupakan kerangka suatu wacana. Bagian mikro merupakan makna wacana yang
dapat dipahami dari penggunaan kata, kalimat, dan sebagainya (Baryadi, 2002:
15).
1.6.3 Fungsi Lagu atau Musik
Banoe (2003 : 288) mengatakan bahwa musik berasal dari kata muse yaitu
salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu; dewa
seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa musik
merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam
pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia. Sementara itu,
Jamalus (1988: 1) mengatakan musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi
dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan
bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi,
Sylado (1983: 12) mengatakan bahwa musik adalah waktu yang memang untuk
didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan
ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa
akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya (www.kajianteori.com).
Merriam (via Nugraha, 2015: 11-14) dalam bukunya The Anthropology of
Music menyatakan ada 10 fungsi musik. Pertama, fungsi pengungkapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
emosional yang berarti musik sebagai suatu media bagi seseorang untuk
mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain, pemusik
mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui musik. Kedua, fungsi
penghayatan estetis yang berarti musik merupakan karya seni. Suatu karya dapat
dikatakan karya seni jika memiliki unsur estetika atau keindahan didalamnya.
Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi
ataupun dinamikanya. Ketiga, fungsi hiburan yang berarti musik memiliki fungsi
hiburan mengacu pada pengertian sebuah musik mengandung unsur-unsur
menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.
Keempat, fungsi komunikasi yang berarti musik memiliki fungsi
komunikasi berarti bahwa sebuah musik yang berlaku disuatu daerah kebudayaan
mengandung isyarat-isyarat tertentu yang hanya diketahui oleh masyarakat
pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui teks atau didengar
melalui melodi musik tersebut. Kelima, fungsi perlambangan yang berarti musik
memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-
aspek musik tersebut, misalnya tempo. Jika tempo musik itu lambat, kebanyakan
teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan sehingga musik itu
melambangkan kesedihan. Keenam, fungsi reaksi jasmani yang berarti jika sebuah
musik dimainkan, musik tersebut dapat merangsang sel-sel saraf manusia
sehingga tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya
cepat maka gerakan kita juga cepat dan sebaliknya.
Ketujuh, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial yang berarti musik
sebagai media pengajaran akan norma-norma atau peraturan-peraturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Penyampaian kebanyakan melalui tek-teks nyanyian yang berisi aturan-aturan.
Kedelapan, fungsi pengesahan lembaga sosial yang berarti musik memiliki
peranan yang sangat penting dalam suatu upacara. Musik menjadi bagian yang
penting dalam suatu upacara dan bukan hanya sekedar pengiring. Kesembilan,
fungsi kesinambungan budaya yang berarti musik berisi tentang ajaran-ajaran
untuk meneruskan sistem-sistem dalam kebudayaan kepada generasi berikutnya.
Kesepuluh, fungsi pengintegrasian masyarakat yang berarti musik yang
dimainkan secara bersama-sama secara tidak langsung akan menimbulkan rasa
kebersamaan antara sesama pemainnya ataupun penikmatnya. Oleh karena itu,
musik memiliki fungsi pengintegrasian masyarakat.
1.6.4 Pragmatik
Kasher (1998) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari
bahasa yang digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan kedalam
konteks (Putrayasa 2014: 1). Leech menyebutkan pragmatik adalah studi tentang
makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Makna
memiliki hubungan dengan penutur dan pemakai bahasa (Leech, 1993: 8).
Stalnaker (1972) (dikutip Nadar, 2009) mengatakan bahwa pragmatik adalah
kajian antara lain mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan
aspek-aspek struktur wacana. Sementara itu, Parker (dalam Rahardi, 2009)
mendefinisikan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal. Maksudnya adalah bagaimana satuan lingual tertentu
dapat digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya (Putrayasa, 2014: 1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Di sisi lain, Yule (1996) membagi definisi pragmatik ke dalam empat
ruang lingkup. Pertama, pragmatik didefinisikan sebagai studi tentang makna
yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Kedua, pragmatik
adalah studi tentang makna konteksual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang
bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.
Sementara itu, definisi keempat pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari
jarak hubungan (Putrayasa, 2014: 1).
Berbagai pengertian di atas menyimpulkan bahwa pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari segala bentuk tuturan yang maknanya
terikat oleh konteks. Konteks menjadi hal yang penting dan berpengaruh pada
perbuatan mitra tutur terhadap tuturan.
1.6.5 Tindak Tutur dan Jenis-jenis Tindak Tutur
Tindak tutur dan jenis-jenis tindak tutur akan dijelaskan sebagai berikut.
1.6.5.1 Tindak Tutur
Dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words, J.L. Austin
memaparkan teori tindak tutur (speech act). Austin (1962: 98-99) menjelaskan
bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan suatu hal, dia juga melakukan
sesuatu. Austin (1962) mengemukakan bahwa setiap tuturan mengandung tiga
jenis tindakan, yaitu tindak lokusioner (locusionary act), tindak ilokusioner
(ilocusionary act), dan tindak perlokusioner (perlocusionary act) (bdk. Baryadi,
2015: 81-83). Setelah itu, teori tindak tutur diteruskan oleh Searle dalam bukunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Dalam
buku tersebut, Searle (1969: 23-24) juga mengemukakan hal yang sama. Tindak
lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan disebut sebagai the act
of saying something. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi
untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan
untuk melakukan sesuatu dan disebut sebagai the act of doing something. Tindak
tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
memperngaruhi lawan tutur dan disebut sebagai the act of affecting someone (bdk.
Wijana, 1996:17-20).
Leech (1983: 104) dalam bukunya Principles of Pragmatics mengatakan
bahwa, situasi yang berbeda menuntut adanya jenis-jenis derajat sopan santun
yang berbeda pula. Pada tingkatan yang paling umum, fungsi- fungsi ilokusi
diklasifikasikan menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi
tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan
terhormat. Keempat jenis ilokusi tersebut ialah ilokusi kompetitif (competitive),
ilokusi konvivial (convivial), ilokusi kolaboratif (collaborative), dan ilokusi
konfliktif (conflictive). Ilokusi dikatakan berjenis kompetitif jika tujuan ilokusi
bersaing dengan tujuan sosial; misalnya: memerintah, meminta, menuntut, atau
mengemis. Ilokusi dikatakan berjenis konvivial jika tujuan ilokusi sejalan dengan
tujuan sosial; misalnya: menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa,
mengucapkan terima kasih, atau mengucapkan selamat. Ilokusi dikatakan berjenis
kolaboratif jika tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya:
menyatakan, melapor, mengajarkan, atau mengumumkan. Ilokusi dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
berjenis konfliktif jika tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya:
mengancam, menuduh, menyumpahi, atau memarahi.
Leech (1983: 105) mengatakan keempat jenis ilokusi tersebut dibedakan
berdasarkan kesopanan. Pada ilokusi berjenis kompetitif, kesopanan bersifat
negatif karena tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertata krama.
Sebaliknya, pada ilokusi berjenis konvivial, kesopanan bersifat positif karena
pada dasarnya memang bersifat tata krama. Pada ilokusi berjenis kolaboratif tidak
melibatkan kesopanan karena pada jenis ilokusi ini kesopanan memang tidak
relevan. Sementara itu, pada ilokusi berjenis konfliktif, kesopanan tidak ada sama
sekali sebab ilokusi ini memang bertujuan menimbulkan kemarahan atau
ketakutan.
Kridalaksana (1993) mengatakan tindak tutur adalah pengujaran kalimat
untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar.
Sementara itu, Hudson (dikutip Alwasilah, 1993) mengatakan tindak tutur adalah
ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial. Oleh karena itu, tindak
tutur dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada
mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu (Putrayasa, 2014: 85. 86).
Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan
ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dalam tindak tutur, terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh penutur kepada
mitra tutur dalam rangka menyampaikan komunikasi (Ibid.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
1.6.5.2 Jenis-jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 29-30) mengatakan tindak tutur dapat dibedakan menjadi
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung serta tindak tutur literal dan
tindak tutur tidak literal. Berikut akan didefinisikan kedua jenis tindak tutur
tersebut.
1.6.5.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung
Menurut Wijana (1996: 30-31), secara formal, berdasarkan modusnya,
kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif),
dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional, kalimat berita digunakan
untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya digunakan untuk
menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,
permintaan, atau permohonan. Jika kalimat berita difungsikan secara
konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan
kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb., tindak tutur yang
terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). Sementara itu, untuk
berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau
kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal
ini terjadi akan terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).
Wijana (1996: 32) menunjukan perbedaan tuturan langsung dan tidak
langsung melalui bagan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Tabel 1: Skema Penggunaan Modus
Modus
Tindak Tutur
Langsung Tidak Langsung
Berita Memberitahukan Menyuruh
Tanya Bertanya Menyuruh
Perintah Memerintah -
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat berita dapat
digunakan untuk untuk memberitakan ataupun menyuruh, demikian pula kalimat
tanya yang dapat digunakan untuk bertanya dan juga menyuruh. Walaupun
demikian, kalimat perintah hanya dapat digunakan untuk memerintah.
1.6.5.2.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
Wijana (1996: 32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act)
adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata penyusunnya.
Sementara itu, tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur
yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata
yang menyusunnya.
1.6.5.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 33-36) mengatakan bila tindak tutur langsung dan tindak
tutur tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal
dan tindak tutur tidak literal, akan didapatkan tindak tutur-tindak tutur sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1.6.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal (LL)
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan
modus tuturan dan makna yang sama sesuai dengan maksud pengutaraannya.
1.6.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TLL)
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan
dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi
makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan
penutur.
1.6.5.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (LTL)
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang
menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
1.6.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TLTL)
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan
maksud yang hendak diutarakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap yaitu: (a) pengumpulan data, (b)
analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis data. Berikut pemaparan tentang
metode dan teknik penelitian yang akan dilakukan.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dikritik dan tindak tutur
mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi” (1978), “Semar Mendem” (1978),
dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” (1978) karya Iwan Fals. Objek penelitian itu
terdapat dalam data berupa tuturan pada tiga lagu tersebut.
Data dalam penelitian dikumpulkan menggunakan metode simak. Menurut
Sudaryanto (1993: 133), metode simak adalah metode yang digunakan untuk
menyimak penggunaan bahasa yang dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian
ini, penyimakan dilakukan terhadap lirik-lirik lagu Iwan Fals yang berupa wacana
tulis sebagai objek penelitian.
Tahap selanjutnya, penelitian ini menggunakan teknik catat. Teknik catat
dilakukan dengan mencatat data-data dalam lirik lagu Iwan Fals yang berisi hal-
hal yang dikritik dan tindak tutur mengkritik serta diklasifikasikan berdasarkan
jenisnya. Data-data tersebut ditulis pada buku ataupun diketik pada komputer
guna memudahkan pengerjaan penelitian ini serta mencari referen bahasa (segala
sesuatu diluar bahasa) pada internet sebagai data pendukung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang akan digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah
metode padan. Menurut Sudaryanto (2015: 15), metode padan merupakan metode
analisis data yang alat penentunya terletak di luar, terlepas, dan tidak menjadi
bagian dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian ini akan menggunakan metode
padan referensial untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dikritik dalam lirik lagu
“Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”.
Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa
referen bahasa. Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur di luar bahasa yang
ditunjuk oleh satuan kebahasaan (Kesuma, 2007: 48). Berikut ini contoh
penerapan metode padan referensial:
(9) Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang.
(Iwan Fals, “Semar Mendem”,1978)
Pada contoh (9), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga
barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget. Menurut
KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam
hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan
antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan pertanyaan-
pertanyaan seputar harga bahan pokok.
Selain metode padan referensial, peneliti juga menggunakan metode padan
pragmatik untuk mengetahui tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu “Demokrasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau
mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicara ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,
2007: 49). Berikut ini merupakan contoh penerapan metode padan pragmatis:
(10) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak.
(Iwan Fals, “Demokrasi Nasi”,1978)
Contoh (10) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh
pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan
kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan
maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk
menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang
sama dengan maksud penuturnya.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil penelitian selanjutnya disajikan dengan metode informal dan metode
formal. Menurut Sudaryanto (1993: 145), metode informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa sedangkan metode formal dalam penelitian ini disajikan
menggunakan tabel-tabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian,
serta sistematika penyajian. Bab II berisi klasifikasi tentang hal-hal yang dikritik
dalam lirik lagu Iwan Fals dan dipaparkan dalam bentuk uraian ataupun deskripsi.
Bab III berisi tentang uraian tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals.
Dalam bab ini, tindak tutur mengkritik dalam lirik lagu Iwan Fals akan
dideskripsikan kedalam empat jenis tindak tutur yaitu, tindak tutur langsung
literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan
tindak tutur tidak langsung tidak literal. Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Pada
bab ini, hasil penelitian yang telah dilakukan akan disimpulkan. Hal tersebut
bertujuan untuk membentuk suatu kesimpulan yang mewakili seluruh isi
penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB II
HAL-HAL YANG DIKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
2.1 Pengantar
Bab ini membahas tentang hal-hal yang dikritik dalam tiga lirik lagu Iwan
Fals versi konser. Ketiga lirik lagu tersebut ialah “Demokrasi Nasi”, “Semar
Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Lirik-lirik lagu tersebut memiliki
tema besar yang berbeda-beda yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Ketiga lirik lagu
tersebut mengkritik pemerintahan pada Orde Baru. Hal itu dibuktikan oleh tahun
terciptanya lagu tersebut yaitu tahun 1978. Walaupun lagu-lagu tersebut
diciptakan tahun 1978, konteks dalam lagu tersebut banyak terjadi sebelum tahun
1978 sehingga lagu tersebut mengangkat kejadian yang pernah terjadi selama
Orde Baru. Dalam satu lagu karya Iwan Fals, dapat dijumpai berbagai macam
muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik
dilakukan berdasarkan setiap lagu.
2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu hukum. Kritik
yang disampaikan dalam lagu ini ada dua, yaitu ketidakadilan pelaksanaan hukum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan
pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel.
Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi”
No.
Data
Lirik Lagu Hal yang Dikririk
11
Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa
manusia.
Kisah ini memang sudah lama tapi benar
terjadi.
Anak seorang menteri membuat onar lagi,
menembak sampai mati, kok nggak ada
sangsi?
Tentu tak sesuai dengan undang-undang di
negeri ini yang katanya demokrasi.
Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka
curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti
nyata
Mengapa?
Mengapa?
Ketidakadilan
Pelaksanaan Hukum
12 Undang-undang tampaknya sakit perut.
Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk
Indonesia yang kita cinta mungkin terkena
wabah kolera.
Undang-undang tampaknya sedang sakit
jiwa.
Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk
Indonesia mungkin terkena wabah selesma
Lemahnya Penegakan
Hukum
Konteks dari lagu ini terjadi pada Orde Baru tahun 1970 tepatnya pada
tanggal 6 Oktober di Bandung pada saat pertandingan sepak bola antara pihak
AKABRI Kepolisian dengan mahasiswa ITB yang berakhir ricuh. Peristiwa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad.
Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun
menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor
Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus
dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu
saja, lalu ditaruh di gudang (https://id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad)
(Bandingkan pula Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu).
Peristiwa itu diusut bahkan sampai kepada proses peradilan di Mahkamah
Militer. Para mahasiswa menduga bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Nugroho
Djajusman yang merupakan putera seorang Jenderal Polisi, yaitu Jenderal
Djajusman. Akan tetapi, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dalam
kasus tersebut (http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/6-oktober-1970-luka-perta-
ma-dalam.html) (Bandingkan Kompasiana.com/Ingat Jendral, Hari ini 42 Tahun
yang Lalu). Untuk menutup kasus tersebut, dicarilah kambing hitam yaitu seorang
anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman. Pada saat anggota
Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena
menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela
oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah.
Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan
vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian
Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai
menjalani hukuman, Djani Maman Surjaman kembali berdinas pada kesatuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II (https://
id.wikipedia.org/wiki/Rene_Louis_Conrad).
Pada contoh (11) berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.
Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar
lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna
„terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh
tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang
Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah
Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak
bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota
Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan.
Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang
katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada
tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik
ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu
pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟.
Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan
kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara
tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk
penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata
mereka dalam tuturan tersebut merujuk pada orang biasa yang berarti rakyat. Pada
Orde Baru, rakyat yang menentang pemerintahan ataupun yang sekedar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan
subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi
pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang
dipimpinan Muchtar Lubis (https://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-
kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru).
Sementara itu, contoh (12) mengkritik tentang lemahnya penegakan
hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya
sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta
mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit
perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan
personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat
menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa
tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori
dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta
mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori
untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya
penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut
KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan
muntah-muntah, dapat menular disebabkan oleh basil, kuman‟.
Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan
kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan
dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Dalam tuturan
Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa terdapat frasa kunci, yaitu sakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang
disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata
sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori
dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin
terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk
mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak
takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti
„sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.
2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu ekonomi. Kritik
yang disampaikan dalam lagu ini ada lima, yaitu pencitraan pemerintah, tekanan
oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan
mahalnya harga. Berikut ini akan disajikan kritik pencitraan pemerintah, tekanan
oleh pemerintah, intimidasi oleh pemerintah, penyalahgunaan kekuasaan, dan
mahalnya harga dalam bentuk tabel.
Tabel 3: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Semar Mendem”
No.
Data
Lirik Lagu Hal yang Dikritik
13 Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria
gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar
dikawal ratusan kamera para wartawan untuk
bahan obrolan buat isi koran.
Pencitraan
Pemerintah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
14 Gemetar para pedagang waktu melihat Semar
datang mengoreksi harga makanan.
Mengoreksi harga makanan
Tekanan oleh
Pemerintah
15 Langsung harga turun sekejap karena takut
Semar menindak.
Intimidasi oleh
penguasa
16 Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah
kebetulan, mumpung ada Semar harga barang
turun dia sikat.
Penyalahgunaan
Kekuasaan
17 Setelah Semar selesai mengoreksi harga
makanan, terpampang dalam surat kabar.
Dengan resmi dia umumkan, harga sembilan
bahan pokok tiada perubahan.
Pencitraan
Pemerintah
18 Ketika ku belanja di pasar, kaget melihat harga
barang.
Lalu kuhampiri seorang pedagang dan
kutanyakan, berapa harga daging ?, berapa sayur
mayur?, berapa gula kopi?, berapa bawang
putih?, berapa cabe merah?
Mengapa semua harga naik edan edanan?
Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan.
“Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para
pedagang.
“Bila adik mau belanja lebih murah
Pergi saja sana ke Semar ubanan
Pergi saja sana ke Semar ubanan”.
Mahalnya harga
Konteks dalam lagu ini adalah ketidakstabilan ekonomi yang terjadi di
Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh lirik dalam lagu ini yang mengkritik
tentang harga bahan pokok yang mahal. Pada tahun 1973/1974, indeks biaya
hidup mengalami kenaikan tertinggi selama pelaksanaan Repelita I. Dalam tahun
tersebut, kenaikan angka indeks tercatat sebesar 47,4%. Kenaikan angka indeks
tersebut terutama disebabkan oleh naiknya indeks sektor makanan, sektor
perumahan, sektor pakaian dan sektor lain-lain ma-sing-masing sebesar 52,4%%,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
32,2%, 55,3% dan 43,4% (www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/
9885/1802).
Pada Repelita II, kenaikan harga barang berhasil ditekan dan terus
menurun namun, kembali meningkat walaupun jumlahnya kecil. Dalam tahun
1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan angka indeks biaya hidup
baru mencapai 9,5%. Selama semester pertama tahun 1977/1978 indeks biaya
hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%.
Kenaikan ter tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal
mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi men¬jelang
Hari Raya Lebaran. Hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat,
tetapi harga beras menurun 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami
kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/1978 (www.bappenas.go.id
/index.php/download_file/view/ 9885/1802).
Contoh (13) berisi kritik tentang pencitraan penguasa. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria
gendut ubanan, kau menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para
wartawan untuk bahan obrolan buat isi koran. Kritik pencitraan pemerintah
ditunjukkan oleh frasa kunci dikawal ratusan kamera yang berarti „diliput oleh
ratusan wartawan‟. Tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yaitu seorang
pria gendut ubanan yang mengacu pada Soeharto. Tuturan tersebut bermakna
„Soeharto datang ke pasar dan diliput oleh ratusan wartawan hanya untuk
dijadikan bahan omong kosong pada koran‟. Menurut KBBI Edisi V, kata obrolan
berarti „percakapan ringan dan santai; omong kosong‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Pada contoh (14), berisi muatan kritik tekanan oleh pemerintah. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Gemetar para pedagang waktu melihat
semar datang mengoreksi harga makanan. Dalam tuturan tersebut, kritik
ditunjukkan oleh kata kunci gemetar. Menurut KBBI Edisi V, kata gemetar
berarti „bergetar anggota badan karena ketakutan (kedinginan dsb); menggigil
karena ketakutan dsb‟.
Contoh (15) berisi muatan kritik tentang intimidasi oleh penguasa. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Langsung harga turun sekejap karena takut
semar menindak. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci takut.
Menurut KBBI Edisi V, kata takut berarti „merasa gentar (ngeri) menghadapi
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana‟.
Pada contoh (16), ditemukan muatan kritik penyalahgunaan kekuasaan.
Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Ibu pejabat yang ikut rombongan,
wah kebetulan, mumpung ada semar harga barang turun dia sikat. Nama semar
dalam tuturan tersebut menggunakan kiasan metafora yang merujuk pada nama
Soeharto. Tuturan tersebut bermakna „Ibu pejabat yang ikut rombongan langsung
merampas atau menyerobot habis-habisan barang dengan harga murah sewaktu
Soeharto mengkoreksi harga barang‟. Menurut KBBI Edisi V, kata sikat dalam
tuturan ini merupakan verba dan seharusnya menjadi kata menyikat yang berarti
„merampas atau menyerobot habis-habisan‟.
Contoh (17) berisi muatan kritik pencitraan pemerintah. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan,
terpampang dalam surat kabar, dengan resmi dia umumkan, harga sembilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
bahan pokok tiada perubahan. Tuturan tersebut bermakna „Soeharto
mengumumkan tidak ada kenaikan harga bahan pokok hanya dalam surat kabar
karena diliput oleh ratusan wartawan, sedangkan kenyataan di pasar, harga bahan
pokok tetap tinggi‟.
Pada contoh (18), ditemukan kritik tentang mahalnya harga. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga
barang. Dalam tuturan tersebut, kritik ditunjukkan oleh kata kunci kaget. Menurut
KBBI Edisi V, kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟. Dalam
hal ini, kaget berisi muatan kritik mahalnya harga karena adanya ketidakselarasan
antara surat kabar dan kenyataan yang ada sehingga dilontarkan pertanyaan-
pertanyaan seputar harga bahan pokok.
Kritik tentang mahalnya harga juga terdapat dalam tuturan kunci Mengapa
semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar umumkan. Pada tuturan
tersebut terdapat kata kunci edan-edanan. Menurut KBBI Edisi V, kata edan-
edanan berarti „gila-gilaan‟. Tuturan tersebut bermakna „harga bahan pokok naik
besar-besaran dan tidak sesuai dengan berita di koran‟.
Selain itu, kritik tentang mahalnya harga juga dibuktikan oleh tuturan
kunci “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang. “Bila adik mau
belanja lebih murah, pergi saja sana ke Semar ubanan". Tuturan tersebut
bermakna „harga bahan pokok di pasar tetap mahal‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2.4 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”
Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 (https://id.wikipedia.org/
wiki/Iwan_Fals). Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu sosial. Kritik yang
disampaikan dalam lagu ini ada tiga, yaitu prostitusi, kesenjangan ekonomi, dan
kebohongan. Berikut ini akan disajikan kritik prostitusi, kesenjangan ekonomi,
dan kebohongan dalam bentuk tabel.
Tabel 4: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Kisah Sapi Malam /Kisah
PSK”
No.
Data
Lirik Lagu Hal yang Dikritik
19
Hei sapi malam siapa engkau ini?
Pinggul digoyang punya kota Karawang, mata
jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.
Prostitusi
20 Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai
Mercy biru, Bemo butut tak laku.
Kesenjangan
Ekonomi
21 Soal materi atau cuma hobi?
Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka
pucat pasi jalan sruduk kanan kiri mirip orang
mabuk terasi.
Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai
Mercy biru, Bemo butut tak laku.
Ayahmu nona seorang kyai.
Ibumu nona pun guru ngaji.
Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?
Soal materi atau cuma hobi?
Bila pulang kandang hari sudah pagi, muka
pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang
mabuk terasi.
Prostitusi
22 Kerja lembur, bilang pada bapak kyai
Pergi pake Damri, pulang diantar Mercy.
Mercy punya Pak Kusnadi
Kebohongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Konteks lagu ini adalah seorang gadis yang kecanduan prostitusi di
Kerawang. Hal tersebut dibuktikan dari lirik lagu itu sendiri seperti tidak
menghiraukan ayah dan ibunya yang merupakan tokoh agama. Di Kerawang,
tempat prostitusi bernama Seer sudah ada sejak tahun 1970-an (http://www.
karawanginfo.com/?p=9226). Hal tersebut mendukung konteks lagu ini karena
lagu ini diciptakan tahun 1978 dan membuktikan bahwa kegiatan prostitusi sudah
ada di Kerawang sekitar tahun tersebut.
Contoh (19) berisi kritik tentang prostitusi. Hal itu dibuktikan oleh tuturan
kunci Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota Karawang.
Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit. Kritik tentang prostitusi
dibuktikan oleh penggunaan idiom sapi malam. Idiom sapi malam belum terdapat
dalam kamus idiom namun, idiom kupu-kupu malam sudah terdapat dalam kamus
idiom (Bandingkan Abdul Chaer 1984: 94). Kritik terhadap prostitusi yang
melibatkan idiom sapi malam akan dibuktikan menggunakan teori semiotika
Roland Barthes tentang makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif
dari sapi malam adalah sapi yang ada pada malam hari, sedangkan makna
konotatif dari sapi malam adalah pekerja seks komersial. Hal ini terbukti dari
kalimat hei sapi malam siapa engkau ini. Kata engkau pada kalimat tersebut
menunjuk kepada seseorang yaitu sapi malam.
Pada contoh (20), terdapat muatan kritik kesenjangan ekonomi. Hal
tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Kau tertawa genit. Tampak si om buncit
pakai Mercy biru, Bemo butut tak laku. Tuturan tersebut bermakna „PSK ini lebih
memilih orang yang bermobil Mercy daripada orang yang menaiki Bemo‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Tuturan tersebut menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi yang ditandai oleh
perbandingan antara kendaraan mercy biru dan bemo butut.
Contoh (21) berisi kritik tentang prostitusi. Hal tersebut dibuktikan oleh
tuturan kunci Soal materi atau cuma hobi? Bila pulang kandang hari sudah pagi.
Muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi. Tuturan
tersebut mengandung kritik prostitusi karena bermakna „seseorang pulang pagi
dengan terburu-buru hingga tidak memperhatikan sekelilingnya karena bekerja
sebagai PSK yang disebabkan masalah ekonomi atau hanya untuk menjalankan
hobinya‟.
Kritik prostitusi juga terdapat dalam tuturan kunci Ayahmu nona seorang
Kyai. Ibumu nona pun guru ngaji. Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?
Kritik tentang prostitusi dibuktikan oleh kata kunci dosa. Menurut KBBI Edisi V,
kata dosa berarti „perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama‟. Tuturan
tersebut bermakna „seseorang yang memiliki latar belakang keluarga yang agamis
juga dapat terjerat oleh prostitusi‟.
Pada contoh (22) terdapat kritik tentang kebohongan. Hal tersebut
dibuktikan oleh tuturan kunci Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake
Damri, pulang diantar Mercy. Menurut KBBI Edisi V, lembur berarti „pekerjaan
dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ dan kata dinas berarti „bagian kantor
pemerintahan yang mengurus pekerjaan tertentu‟. Berdasarkan pengertian
tersebut, tuturan kerja lembur bilang pada bapak kyai terbukti mengandung kritik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
kebohongan karena dari keseluruhan lagu tidak menceritakan adanya pekerjaan
kantor atau pekerjaan pemerintahan.
2.5 Tabel Rekapitulasi
Dari ke tiga lagu yang dikaji, ditemukan sepuluh hal yang di kritik, yaitu
(a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya penegakan hukum, (c)
pencitraan pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e) intimidasi oleh
pemerintah, (f) penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga, (h) prostitusi, (i)
kesenjangan ekonomi, dan (j) kebohongan. Berdasarkan temuan pada butir 2.2
s.d. 2.4, dapat dibuat tabel rekapitulasi tentang hal-hal yang dikritik dalam lirik
lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”
karya Iwan Fals sebagai berikut.
Tabel 5: Hal-hal yang Dikritik dalam Lirik Lagu “Demokrasi Nasi”,
“Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam” Karya Iwan
Fals
Judul Lagu Tema
Besar
Hal yang Dikritik Contoh Tuturan
1. Demokrasi Nasi Hukum 1. Ketidakadilan
Pelaksanaan
Hukum
Anak seorang menteri
membuat onar lagi,
menembak sampai
mati, kok gak ada
sanksi?
Tentu tak sesuai
dengan undang-
undang di negeri ini
yang katanya
demokrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Lain lagi dengan
orang biasa, bila
mereka curiga,
langsung masuk
penjara tanpa bukti
nyata.
2. Lemahnya
Penegakan
Hukum
Undang-Undang
tampaknya sakit
perut. Tuan tolong
panggilkan dokter
ahli untuk Indonesia
yang kita cinta
mungkin terkena
wabah kolera.
Undang-undang
tampaknya sedang
sakit jiwa. Tuan
tolong panggilkan
dokter ahli untuk
Indonesia mungkin
terkena wabah
selesma.
2. Semar Mendem Ekonomi 3. Pencitraan
Pemerintah
Dengan langkah tegap
berjalan, seorang pria
gendut ubanan. Kau
menyusuri lorong
pasar dikawal ratusan
kamera para
wartawan untuk
bahan obrolan buat isi
koran.
Setelah Semar selesai
mengoreksi harga
makanan, terpampang
dalam surat kabar.
Dengan resmi dia
umumkan, harga
sembilan bahan
pokok tiada
perubahan.
4. Tekanan oleh
Pemerintah
Gemetar para
pedagang waktu
melihat semar datang
mengoreksi harga
makanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
5. Intimidasi oleh
Pemerintah
Langsung harga turun
sekejap karena takut
semar menindak.
6. Penyalahgunaan
Kekuasaan
Ibu pejabat yang ikut
rombongan,
wah kebetulan,
mumpung ada semar
harga barang turun
dia sikat.
7. Mahalnya Harga Ketika ku belanja di
pasar kaget melihat
harga barang.
Mengapa semua
harga naik edan-
edanan? Tak cocok
waktu Semar
umumkan.
“Baik adik akan saya
tunjukkan” Kata para
pedagang. “Bila adik
mau belanja lebih
murah, pergi saja sana
ke Semar ubanan"
3 Kisah Sapi
Malam/Kisah
PSK
Sosial 8. Prostitusi Hei sapi malam siapa
engkau ini? Pinggul
digoyang punya kota
Karawang. Mata
jelalatan cari cukong
buncit bermata sipit.
Soal materi atau cuma
hobi? Bila pulang
kandang hari sudah
pagi. Muka pucat pasi
jalan sruduk kanan
kiri mirip orang
mabuk terasi.
Ayahmu nona
seorang kyai. Ibumu
nona pun guru ngaji.
Mengapa kau jalani
hidup penuh dosa ini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
9. Kesenjangan
Ekonomi
Kau tertawa genit.
Tampak si om buncit
pakai Mercy biru,
Bemo butut tak laku.
10. Kebohongan Kerja lembur, bilang
pada bapak Kyai.
Pergi pake Damri
pulang diantar Mercy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
BAB III
TINDAK TUTUR MENGKRITIK
DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER
3.1 Pengantar
Menurut Wijana (1996: 33) tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak
tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, serta tindak tutur literal dan tindak
tutur tidak literal. Bila tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung
diinterseksikan dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, akan
didapatkan empat interseksi tindak tutur, yaitu (a) tindak tutur langsung literal
(LL), (b) tindak tutur tidak langsung literal (TLL), (c) tindak tutur langsung tidak
literal (LTL), dan (d) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL).
Tindak tutur langsung literal (LL) adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus tuturan dan makna yang sama sesuai dengan maksud
pengutaraannya. Tindak tutur tidak langsung literal (TLL) adalah tindak tutur
yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa
yang dimaksudkan penutur. Tindak tutur langsung tidak literal (LTL) adalah
tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud
tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama
dengan maksud penuturnya. Tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat
yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (Bandingkan Wijana
dan Rohmadi, 2011: 31).
Bab ini membahas interseksi berbagai jenis tindak tutur mengkritik dalam
lirik lagu Iwan Fals versi konser yang berjudul “Demokrasi Nasi”, “Semar
Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK”. Interseksi berbagai jenis tindak
tutur mengkritik didasarkan oleh hal-hal yang dikritik dalam lagu-lagu tersebut,
yakni kritik tentang (a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya
penegakan hukum, (c) pencitraan pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e)
intimidasi oleh pemerintah, (f) penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga,
(h) prostitusi, (i) kesenjangan ekonomi, dan (j) kebohongan.
3.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum
Untuk mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum, Iwan Fals
menggunakan dua tindak tutur, yaitu (a) tindak tutur langsung literal (LL) dan (b)
tindak tutur tidak langsung literal (TLL).
3.2.1 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara
Langsung Literal (LL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan
hukum secara langsung literal (LL).
(23) Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya
demokrasi.
(24) Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk
penjara tanpa bukti nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Contoh (23) dan (24) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan
pelaksanaan hukum secara langsung literal (LL). Dikatakan langsung karena
contoh (23) dan (24) menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga
modusnya sama dengan maksud tuturannya.
Contoh (23) dan (24) disebut literal karena makna kata-kata penyusunnya
sesuai dengan yang dimaksudkan penutur yaitu mengkritik ketidakadilan
pelaksanaan hukum. Pada contoh (23) digunakan frasa tak sesuai yang bermakna
„tidak selaras‟ untuk mengungkapkan ketidakadilan pelaksanaan hukum. Contoh
(24) menggunakan kalimat deklaratif Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka
curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata yang bermakna „rakyat yang
curiga akan masuk penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka
bersalah‟ untuk menerangkan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum.
3.2.2 Tindak Tutur Mengkritik Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum Secara
Tidak Langsung Literal (TLL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan
hukum secara tidak langsung literal (TLL).
(25) Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati,
kok nggak ada sangsi?
Contoh (25) merupakan tindak tutur mengkritik ketidakadilan pelaksanaan
hukum secara tidak langsung literal (TLL). Dikatakan tidak langsung karena
menggunakan kalimat interogatif yang ditunjukkan oleh frasa nggak ada sanksi
untuk mengkritik ketidakadilan pelaksanaan hukum sehingga modus berbeda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dengan maksud tuturannya. Disebut literal karena memiliki makna yang sama
dengan maksud pengutaraannya, yaitu mengkritik ketidakadilan pelaksanaan
hukum.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (25) menjadi (25a)
seperti di bawah ini.
(25a) Terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak Menteri
yang membuat onar dan membunuh tidak diadili.
3.3 Tindak Tutur Mengkritik Lemahnya Penegakan Hukum
Untuk mengkritik lemahnya penegakan hukum, Iwan Fals hanya
menggunakan tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL). Berikut ini
disajikan tindak tutur mengkritik lemahnya penegakan hukum secara tidak
langsung tidak literal.
(26) Undang-Undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan
dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah
kolera.
(27) Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong
panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah
selesma.
Contoh (26) dan (27) merupakan tindak tutur mengkritik lemahnya
penegakan hukum secara tidak langsung tidak literal (TLTL). Dikatakan tidak
langsung karena menggunakan bahasa kias personifikasi sakit perut dan sakit
jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit berarti „berasa tidak nyaman di tubuh
atau bagian tubuh karena menderita sesuatu‟ untuk menyampaikan kritik sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
modus kalimat dan makna kalimat tidak sesuai dengan maksud yang hendak
diutarakan yaitu mengkritik lemahnya penegakan hukum. Disebut tidak literal
karena menggunakan kiasan allegori dalam tuturan tuan tolong panggilkan dokter
ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera dan tuturan
tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah
selesma untuk mengkritik lemahnya penegakan hukum.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (26) dan (27)
menjadi (26a) dan (27a) seperti di bawah ini.
(26a) Undang-Undang tampaknya melemah, Indonesia membutuhkan
pemimpin baru agar lemahnya penegakan hukum tidak terus terjadi
dan menular ke lembaga lainnya.
(27a) Undang-Undang tampaknya diabaikan, Indonesia membutuhkan
pemimpin baru agar tegas dan tidak takut dalam menegakan
hukum.
3.4 Tindak Tutur Mengkritik Pencitraan Pemerintah
Untuk mengkritik pencitraan pemerintah, Iwan Fals hanya menggunakan
tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan tindak tutur
mengkritik pencitraan pemerintah secara langsung tidak literal (LTL).
(28) Dengan langkah tegap berjalan, seorang pria gendut ubanan, kau
menyusuri lorong pasar dikawal ratusan kamera para wartawan
untuk bahan obrolan buat isi koran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
(29) Setelah Semar selesai mengoreksi harga makanan, terpampang
dalam surat kabar, dengan resmi dia umumkan, harga sembilan
bahan pokok tiada perubahan.
Contoh (28) merupakan tindak tutur mengkritik pencitraan penguasa
secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena contoh tersebut
menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai
dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena kata-kata penyusunnya
memiliki makna yang berbeda dengan maksud penuturnya yaitu untuk mengkritik
pencitraan pemerintah. Contoh (28) dikatakan tidak literal karena menggunakan
frasa pria gendut ubanan untuk menyebut Soeharto.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (28) menjadi (28a)
seperti di bawah ini.
(28a) Dengan langkah tegap berjalan, Soeharto menyusuri lorong pasar
dikawal ratusan kamera para wartawan untuk bahan obrolan buat
isi koran.
Contoh (29) merupakan tindak tutur mengkritik pencitraan penguasa
secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan
kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan
maksud tuturan. Disebut tidak literal karena kata-kata penyusunnya tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh (29) dikatakan
tidak literal karena menggunakan kata semar untuk menyebut Soeharto.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (29) menjadi (29a)
seperti di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(29a) Untuk menyenangkan hati rakyat, secara resmi Soeharto meng-
umumkan bahwa harga sembilan bahan pokok tidak berubah.
3.5 Tindak Tutur Mengkritik Tekanan oleh Pemerintah
Untuk mengkritik tekanan oleh pemerintah, Iwan Fals hanya
menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan
tindak tutur mengkritik tekanan oleh pemerintah secara langsung tidak literal
(LTL).
(30) Gemetar para pedagang waktu melihat semar datang mengoreksi
harga makanan.
Contoh (30) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh
pemerintah secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena
menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai
dengan maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar
untuk menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna
yang sama dengan maksud penuturnya.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (30) menjadi (30a)
seperti di bawah ini.
(30a) Gemetar para pedagang waktu melihat Soeharto datang mengoreksi
harga makanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
3.6 Tindak Tutur Mengkritik Intimidasi oleh Pemerintah
Untuk mengkritik intimidasi oleh pemerintah, Iwan Fals hanya
menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan
tindak tutur mengkritik intimidasi oleh pemerintah secara langsung tidak literal
(LTL).
(31) Langsung harga turun sekejap karena takut semar menindak.
Contoh (31) menggunakan tindak tutur mengkritik tekanan oleh
pemerintah secara langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan
kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan
maksud tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan kata Semar untuk
menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang
sama dengan maksud penuturnya.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (31) menjadi (31a)
seperti di bawah ini.
(31a) Langsung harga turun sekejap karena takut Soeharto menindak.
3.7 Tindak Tutur Mengkritik Penyalahgunaan Kekuasaan
Untuk mengkritik intimidasi oleh pemerintah, Iwan Fals hanya
menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Berikut ini disajikan
tindak tutur mengkritik penyalahgunaan kekuasaan secara langsung tidak literal
(LTL).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(32) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada
semar harga barang turun dia sikat.
Contoh (32) menggunakan tindak tutur mengkritik penyalahgunaan
kekuasaan secara langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena contoh
tersebut menggunakan kalimat deklaratif untuk mengkritik sehingga modus
kalimat sesuai dengan maksud tuturan. Contoh (32) disebut tidak literal karena
menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto dan menggunakan kata
kiasan sikat sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang sama
dengan maksud penuturnya. Menurut KBBI Edisi V, kata kiasan sikat berarti „(ki)
merampas atau menyerobot habis-habisan‟.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (32) menjadi (32a)
seperti di bawah ini.
(32a) Ibu pejabat yang ikut rombongan, wah kebetulan, mumpung ada
Soeharto harga barang turun dia beli habis-habisan.
3.8 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga
Untuk mengkritik mahalnya harga, Iwan Fals menggunakan dua tindak
tutur, yaitu (a) tindak tutur langsung literal (LL), (b) tindak tutur langsung tidak
literal (LTL), dan (c) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TLTL).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
3.8.1 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Literal
(LL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara
langsung literal (LL).
(33) Ketika ku belanja di pasar kaget melihat harga barang.
Contoh (33) menggunakan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara
langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif
untuk menyampaikan kritik. Contoh (33) disebut literal karena modus tuturan dan
makna kata-katanya sesuai dengan maksud pengutaraannya yaitu mengkritik
mahalnya harga yang ditunjukkan oleh kata kaget. Menurut KBBI Edisi V, kata
kaget memiliki arti „terperanjat; terkejut (karena heran)‟.
3.8.2 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Langsung Tidak
Literal (LTL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara
langsung tidak literal (LTL).
(34) “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang. “Bila adik
mau belanja lebih murah, pergi saja sana ke Semar ubanan".
Contoh (34) menggunakan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara
langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
deklaratif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud
tuturan. Disebut tidak literal karena menggunakan frasa Semar ubanan untuk
menyebut Soeharto sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang
sama dengan maksud penuturnya.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (34) menjadi (34a)
seperti di bawah ini.
(34a) “Baik adik akan saya tunjukkan” Kata para pedagang. “Bila adik
mau belanja lebih murah, pergi saja sana ke tempat Soeharto".
3.8.3 Tindak Tutur Mengkritik Mahalnya Harga Secara Tidak Langsung
Tidak Literal (TLTL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara tidak
langsung tidak literal (TLTL).
(35) Mengapa semua harga naik edan-edanan? Tak cocok waktu Semar
umumkan.
Contoh (35) menggunakan tindak tutur mengkritik mahalnya harga secara
tidak langsung tidak literal (TLTL). Dikatakan tidak langsung karena
menggunakan kalimat interogatif untuk mengkritik sehingga modus kalimat tidak
sesuai dengan maksud tuturan. Contoh (35) disebut tidak literal karena
menggunakan kata Semar untuk menyebut Soeharto sehingga kata-kata
penyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (35) menjadi (35a)
seperti di bawah ini.
(35a) Semua harga barang naik gila-gilaan. Tak sama dengan yang
diumumkan Soeharto.
3.9 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi
Untuk mengkritik prostitusi, Iwan Fals menggunakan dua tindak tutur,
yaitu (a) tindak tutur tidak langsung literal (TLL) dan (b) tindak tutur langsung
tidak literal (LTL).
3.9.1 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi Secara Tidak Langsung Literal
(TLL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik prostitusi secara tidak
langsung literal (TLL).
(36) Ayahmu nona seorang Kyai. Ibumu nona pun guru ngaji. Mengapa
kau jalani hidup penuh dosa ini?
Contoh (36) menggunakan tindak tutur mengkritik prostitusi secara tidak
langsung literal (TLL). Dikatakan tidak langsung karena menggunakan kalimat
interogatif untuk mengkritik prostitusi sehingga modus kalimat tidak sesuai
dengan maksud pengutaraannya. Contoh (36) disebut literal karena menggunakan
kata dosa. Menurut KBBI Edisi V, kata dosa berarti „perbuatan yang melanggar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
hukum Tuhan atau agama‟ sehingga kata-kata penyusunnya sesuai dengan yang
dimaksudkan penutur.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (36) menjadi (36a)
seperti di bawah ini.
(36a) Ayahmu nona seorang Kyai, ibumu nona pun guru ngaji, tetapi kau
menjadi PSK.
3.9.2 Tindak Tutur Mengkritik Prostitusi Secara Langsung Tidak Literal
(LTL)
Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik prostitusi secara langsung
tidak literal (LTL).
(37) Hei sapi malam siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota
Karawang. Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit.
(38) Soal materi atau cuma hobi? Bila pulang kandang hari sudah pagi.
Muka pucat pasi jalan seruduk kanan kiri mirip orang mabuk terasi.
Contoh (37) menggunakan tindak tutur mengkritik prostitusi secara
langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat
interogatif untuk mengkritik sehingga modus kalimat sesuai dengan maksud
tuturan. Contoh (37) disebut tidak literal karena menggunakan idiom sapi malam
yang bermakna „pekerja seks komersial‟ sehingga kata-kata penyusunnya tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (37) menjadi (37a)
seperti di bawah ini.
(37a) Hei PSK, siapa engkau ini? Pinggul digoyang punya kota
Karawang, mata jelalatang cari cukong buncit bermata sipit.
Contoh (38) menggunakan tindak tutur mengkritik prostitusi secara
langsung tidak literal (LTL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat
interogatif untuk mengkritik prostitusi sehingga modus kalimat sesuai dengan
maksud tuturan. Contoh (38) disebut tidak literal karena menggunakan kata kiasan
kandang. Menurut KBBI Edisi V, kata kandang berarti „(ki) tempat tinggal;
kampung; negeri‟ sehingga kata-kata penyusunnya tidak memiliki makna yang
sama dengan maksud penuturnya.
Jika dikemukakan secara langsung literal (LL), contoh (538) menjadi (38a)
seperti di bawah ini.
(38a) Menjadi PSK karena materi atau hobi? Jika pulang ke rumah hari
sudah pagi, muka pucat pasi seruduk kanan kiri mirip orang mabuk
terasi.
3.10 Tindak Tutur Mengkritik Kesenjangan Ekonomi
Untuk mengkritik kesenjangan ekonomi, Iwan Fals hanya menggunakan
tindak tutur langsung tidak literal (LL). Berikut ini disajikan tindak tutur
mengkritik kesenjangan ekonomi secara langsung tidak literal (LL).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(39) Kau tertawa genit. Tampak si om buncit pakai Mercy biru, Bemo
butut tak laku.
Contoh (39) merupakan tindak tutur mengkritik kesenjangan ekonomi
secara langsung literal (LL). Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat
deklaratif sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Disebut literal
karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud
penuturnya. Contoh (39) menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi yang
ditandai oleh perbandingan kendaraan antara mobil Mercy biru dan Bemo butut.
3.11 Tindak Tutur Mengkritik Kebohongan
Untuk mengkritik kebohongan, Iwan Fals hanya menggunakan tindak tutur
langsung literal (LL). Berikut ini disajikan tindak tutur mengkritik kebohongan
secara langsung literal (LL).
(40) Kerja lembur, bilang pada bapak Kyai. Pergi pake Damri, pulang
diantar Mercy.
Contoh (40) merupakan tindak tutur mengkritik kebohongan secara
langsung literal. Dikatakan langsung karena menggunakan kalimat deklaratif
sehingga modusnya sama dengan maksud tuturannya. Contoh (40) disebut literal
karena kata-kata penyusunnya memiliki makna yang sama dengan maksud
penuturnya yaitu mengkritik kebohongan. Contoh (40) menggunakan kata lembur
untuk mengkritik kebohongan. Menurut KBBI Edisi V, kata lembur berarti
„pekerjaan dinas yang dikerjakan di luar jam dinas‟ Tuturan kerja lembur bilang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pada bapak kyai mengandung kritik kebohongan karena dari keseluruhan lagu
tidak menceritakan adanya pekerjaan kantor atau pekerjaan pemerintahan.
3.12 Rekapitulasi
Berdasarkan pembahasan pada butir 3.2 s.d. 3.11, ditemukan ada 10
(sepuluh) hal yang dikritik. Untuk melakukan kritik tersebut, digunakan 8
(delapan) variasi tindak tutur langsung tidak literal (LTL), 5 (lima) variasi tindak
tutur langsung literal (LL), 3 (tiga) variasi tindak tutur tidak langsung tidak literal
(TLTL), dan 2 (dua) variasi tindak tutur tidak langsung literal (TLL). Berdasarkan
hal tersebut, dapat dibuat tabel rekapitulasi tentang tindak tutur mengkritik dalam
lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah
PSK” karya Iwan Fals sebagai berikut.
Tabel 6: Tindak Tutur Mengkritik dalam Lirik Lagu “Demokrasi
Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam” Karya
Iwan Fals
Judul Hal yang
Dikritik
Tuturan Jenis Tindak
Tutur
1. Demokrasi
Nasi
1. Ketidakadilan
Pelaksanaan
Hukum
Anak seorang menteri
membuat onar lagi,
menembak sampai
mati, kok gak ada
sanksi?
Tidak Langsung
Literal
Tentu tak sesuai dengan
undang-undang di
negeri ini yang katanya
demokrasi.
Langsung
Literal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Lain lagi dengan orang
biasa, bila mereka
curiga, langsung masuk
penjara tanpa bukti
nyata.
Langsung
Literal
2. Lemahnya
Penegakan
Hukum
Undang-Undang
tampaknya sakit perut.
Tuan tolong panggilkan
dokter ahli untuk
Indonesia yang kita
cinta mungkin terkena
wabah kolera.
Tidak Langsung
Tidak Literal
Undang-undang
tampaknya sedang sakit
jiwa. Tuan tolong
panggilkan dokter ahli
untuk Indonesia
mungkin terkena wabah
selesma.
Tidak Langsung
Tidak Literal
2. Semar
Mendem
3. Pencitraan
Pemerintah
Dengan langkah tegap
berjalan, seorang pria
gendut ubanan. Kau
menyusuri lorong pasar
dikawal ratusan kamera
para wartawan untuk
bahan obrolan buat isi
koran.
Langsung Tidak
Literal
Setelah Semar selesai
mengoreksi harga
makanan, terpampang
dalam surat kabar.
Dengan resmi dia
umumkan, harga
sembilan bahan pokok
tiada perubahan.
Langsung Tidak
Literal
4. Tekanan Oleh
Pemerintah
Gemetar para pedagang
waktu melihat semar
datang mengoreksi
harga makanan.
Langsung Tidak
Literal
5. Intimidasi oleh
Pemerintah
Langsung harga turun
sekejap karena takut
semar menindak.
Langsung Tidak
Literal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
6. Penyalahguna-
an Kekuasaan
Ibu pejabat yang ikut
rombongan,
wah kebetulan,
mumpung ada semar
harga barang turun dia
sikat.
Langsung Tidak
Literal
7. Mahalnya
Harga
Ketika ku belanja di
pasar kaget melihat
harga barang.
Langsung
Literal
Mengapa semua harga
naik edan-edanan? Tak
cocok waktu Semar
umumkan.
Tidak Langsung
Tidak Literal
“Baik adik akan saya
tunjukkan” Kata para
pedagang. “Bila adik
mau belanja lebih
murah, pergi saja sana
ke Semar ubanan"
Langsung Tidak
Literal
3. Kisah Sapi
Malam/
Kisah PSK
8. Prostitusi Hei sapi malam siapa
engkau ini? Pinggul
digoyang punya kota
Karawang. Mata
jelalatan cari cukong
buncit bermata sipit.
Langsung Tidak
Literal
Soal materi atau cuma
hobi? Bila pulang
kandang hari sudah
pagi. Muka pucat pasi
jalan sruduk kanan kiri
mirip orang mabuk
terasi.
Langsung Tidak
Literal
Ayahmu nona seorang
kyai. Ibumu nona pun
guru ngaji. Mengapa
kau jalani hidup penuh
dosa ini?
Tidak Langsung
Literal
9. Kesenjangan
Ekonomi
Kau tertawa genit.
Tampak si om buncit
pakai Mercy biru,
Bemo butut tak laku.
Langsung
Literal
10. Kebohongan Kerja lembur, bilang
pada bapak Kyai. Pergi
pake Damri pulang
diantar Mercy.
Langsung
Literal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini berdaasarkan dua rumusan masalah. Pertama, apa saja hal-
hal yang dikritik dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan
“Kisah Sapi Malam” karya Iwan Fals? Kedua, bagaimana tindak tutur mengkritik
yang diwujudkan dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan
“Kisah Sapi Malam” karya Iwan Fals? Untuk menjawab rumusan masalah
tersebut, peneliti telah melakukan pembahasan dalam bab II dan bab III.
Pembahasan yang telah dilakukan dalam bab II menghasilkan kesimpulan
bahwa kritik-kritik yang terdapat dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar
Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” karya Iwan Fals diangkat dari
tiga tema besar yang terjadi pada Orde Baru, yaitu (a) hukum, (b) ekonomi, dan
(c) sosial. Berdasarkan tiga tema besar tersebut, ditemukanlah 10 hal yang
dikritik, yaitu (a) ketidakadilan pelaksanaan hukum, (b) lemahnya penegakan
hukum, (c) pencitraan pemerintah, (d) tekanan oleh pemerintah, (e) intimidasi
oleh pemerintah, (f) penyalahgunaan kekuasaan, (g) mahalnya harga, (h)
prostitusi, (i) kesenjangan ekonomi, dan (j) kebohongan.
Sementara itu, pembahasan yang dilakukan pada bab III menghasilkan 8
(delapan) variasi tindak tutur langsung tidak literal (LTL), 5 (lima) variasi tindak
tutur langsung literal (LL), 3 (tiga) variasi tindak tutur tidak langsung tidak literal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(TLTL), dan 2 (dua) variasi tindak tutur tidak langsung literal (TLL). Berdasarkan
temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur mengkritik yang paling
banyak digunakan Iwan Fals dalam lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar
Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah PSK” adalah tindak tutur mengkritik
secara langsung tidak literal (LTL).
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dipahami bahwa ketiga lagu tersebut
tidak boleh dikomersialkan dalam bentuk album dan hanya dibawakan pada saat
konser karena menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL). Kritik yang
disampaikan menggunakan tindak tutur langsung tidak literal (LTL) dalam ketiga
lagu tersebut terkesan menjelekkan dan mengejek pihak yang dikritik sehingga
dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan Orde Baru.
4.2 Saran
Penelitian ini hanya membahas mengenai isi dan jenis tindak tutur dalam
lirik lagu “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi Malam/Kisah
PSK” karya Iwan Fals. Masih ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dari
tiga lagu tersebut, misalnya gaya bahasa, bentuk wacana, dan sebagainya. Selain
ketiga lagu tersebut, masih banyak pula lagu-lagu versi konser Iwan Fals yang
menarik untuk dikaji karena mengkritik pemerintahan Orde Baru, seperti “Siti
Sang Bidadari”, “Anisa”, “Biarkan Indonesia Tanpa Koran”, dan lain-lain.
Peneliti menyadari permasalahan yang dibahas masih memiliki
kekurangan karena keterbatasan waktu, sulitnya menemukan data pendukung
konteks lagu, dan pengetahuan peneliti terhadap lirik lagu tersebut. Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
itu, peneliti berharap bahwa penelitian mengenai hal-hal yang dikritik dan tindak
tutur mengkritik dalam tiga lagu tersebut dapat dilanjutkan karena penelitian
mengenai tindak tutur dalam lirik lagu masih jarang dilakukan.
Selain itu, menarik pula untuk meneliti ketiga lagu tersebut menggunakan
analisis wacana kritis. Oleh karena itu, diharapkan bahwa ada peneliti yang mau
menggunakan analisis wacana kritis terhadap lirik lagu Iwan Fals yang tidak
boleh beredar atau versi konser karena penelitian terhadap lirik lagu menggunakan
analisis wacana kritis masih jarang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, Siti. 2010. “Metafora dalam Lagu Iwan Fals yang Bertemakan
Kritik Sosial”. Tesis di Program Studi Linguistik, Universitas
Indonesia, Depok.
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. London: Oxford
University Press.
Anonim. 2013. “Pengertian Musik Menurut Ahli”. www.kajianteori.com
/2013/02/pengertian-musik-definisi-musik.html
diunduh pada Sabtu, 21 Mei 2016, pukul 13.26 WIB.
Anonim. “6 Oktober 1970: Luka Pertama dalam Hubungan Mahasiswa-
Tentara” http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/6-oktober-1970-luka-
pertama-dalam.html diunduh pada Rabu, 3 Mei 2017 pukul 13.17
WIB.
Anonim. iwanfalsmania.blogspot.co.id diunduh pada Sabtu, 21 Maret 2016
pukul 19.21 WIB.
Anonim. “Perkembangan Harga, Jumlah UangBeredar, Perkreditan Bank
dan Lembaga-Lembaga Keuangan”. www.bappenas.go.id/
index.php/download_file/view/9885/1802 diunduh pada Rabu, 3 Mei
2017 pukul 11.46 WIB.
Anonim. “Peristiwa Tertembaknya Rene Louis Coenraad 6 Oktober 1970”.
http://s-kisah.blogspot.co.id/2011/10/peristiwa-tertembak nya-rene-
louis.html diunduh pada Rabu, 3 Mei 2017 pukul 13.17 WIB.
Anonim. 2017. “Rene Louis Conrad”. https://id.wikipedia.org/wiki/Rene
_Louis_Conrad diunduh pada Rabu, 3 Mei 2017 pukul 11.23 WIB.
Anonim. “Status Quo, Klarifikasi, Kondusif, Modus Operandi, Dan
Provokator”. badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk
_praktis/608 diunduh pada minggu, 19 Maret 2017 pukul 20.42
WIB.
Anonim. “Virgiawan Listanto”. https://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Fals
diunduh pada kamis, 12 Mei 2016 pukul 18.27 WIB.
Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu
Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Baryadi, I. Praptomo. 2015. Teori-Teori Linguistik Pascastruktural
Memasuki Abad Ke-21. Yogyakarta: PT Kanisius.
Chaer, Abdul. 1984. Kamus Idiom Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa
Indah.
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.
Yogyakarta: Carasvatibooks.
Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. USA: Longman Group
Limited.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh
Oka, M.D.D. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mahrofah. 2012. “Unsur Kesastraan Lirik Lagu-lagu dalam Album
Manusia Setengah Dewa karya Iwan Fals”. Skripsi di program Studi
Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Jember, Jember.
Nugraha, Stefanus Kendra. 2015. “Hal-hal yang Dikritik dan Tindak Tutur
Mengkritik dalam 16 Lagu Grup Musik “SLANK”. Skripsi di
program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Puspitasari, Widia Santi. 2010. “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi
Semiotik tentang Pemaknaan Lirik Lagu “Besar dan Kecil” karya
Iwan Fals)”. Skripsi di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”, Surabaya.
Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rachmawati, Previ Windi. 2014. “Konteks dan Inferensi Lirik Lagu Iwan
Fals : Tinjauan Analisis Wacana”. Skripsi di Program Studi Sastra
Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sembiring, Jusia. 2013. “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat
Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik
Lagu Iwan Fals yang Berjudul „Ujung Aspal Pondok Gede‟)”.
Skripsi di Program Studi Ilmu Komunikasi Ekstensi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Soemanang, Muttaqin. 2013. ”Analisis Struktur Lagu “Puing” Karya Iwan
Fals”. Skripsi di Program Studi Pendidikan Seni, Drama, tari, dan
Musik, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sudaryanto, 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta:
Sanata Dharma University Press.
Sugiyono, dkk. (eds.). 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi V
(edisi daring). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutondo, Agus. 2015. “Ingat Jendral, Hari ini 42 tahun yang Lalu”.
www.kompasiana.com/tamanaspirasitumaritis-agussutondo/ingat-
jenderal-hari-ini-42-tahun-yang-lalu_5518215281331101699de7cf
diunduh pada Rabu, 3 Mei 2017 pukul 13.16 WIB.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi
Offset.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana
Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
KarIn, Tim. 2012. “Seer, Lokalisasi PSK Di Pusat Karawang”.
www.karawanginfo.com/?p=9226 diunduh pada 1 Mei 2017 pukul
19.36 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
LAMPIRAN
LIRIK LAGU DAN SUMBER DATA
(Data diambil dari iwanfalsmania.blogspot.co.id)
1. Demokrasi Nasi (1978)
Ada lagi sebuah perkara
Tentang nyawa manusia
Kisah ini memang sudah lama
Tapi benar terjadi
Anak seorang menteri
Membuat onar lagi
Menembak sampai mati
Kok nggak ada sangsi?
Tentu tak sesuai dengan undang-undang
Di negeri ini yang katanya demokrasi
Lain lagi dengan orang biasa
Bila mereka curiga
Langsung masuk penjara
Tanpa bukti nyata
Mengapa?
Mengapa?
Undang-undang tampaknya sakit perut
Tuan tolong panggilkan dokter ahli
Untuk Indonesia yang sisa hidupnya
Mungkin terkena wabah kolera
Undang-undang tampaknya sedang sakit
Tuan tolong panggilkan dokter ahli
Untuk Indonesia
Mungkin terkena wabah selesma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
2. Semar Mendem (1978)
Dengan langkah tegap berjalan
Seorang pria gendut ubanan
Kau menyusuri lorong pasar
Dikawal ratusan kamera para wartawan
Untuk bahan obrolan buat isi koran
Gemetar para pedagang
Waktu melihat Semar datang
Mengoreksi harga makanan
Mengoreksi harga makanan
Langsung harga turun sekejap
Karena takut Semar menindak
Ibu pejabat yang ikut rombongan
Wah kebetulan mumpung ada semar
Harga barang turun dia sikat
Setelah Semar selesai
Mengoreksi harga makanan
Terpampang dalam surat kabar
Dengan resmi dia umumkan
Harga sembilan bahan pokok tiada perubahan
Ketika ku belanja di pasar
Kaget melihat harga barang
Lalu kuhampiri seorang pedagang
Dan kutanyakan
Berapa harga daging ?
Berapa sayur mayur ?
Berapa gula kopi ?
Berapa bawang putih ?
Berapa cabe merah ?
Mengapa semua harga naik edan edanan ?
Tak cocok sama Semar waktu dia umumkan
Baik adik akan saya tunjukkan
Kata para pedagang
Bila adik mau belanja lebih murah
Pergi saja sana ke Semar ubanan
Pergi saja sana ke Semar ubanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
3. Kisah Sapi Malam/Kisah PSK (1978)
Hei sapi malam siapa engkau ini?
Pinggul digoyang punya kota Karawang
Mata jelalatan cari cukong buncit bermata sipit
Kau tertawa genit tampak si om buncit
Pakai Mercy biru bemo butut tak laku
Soal materi atau cuma hobi?
Bila pulang kandang hari sudah pagi
Muka pucat pasi jalan sruduk kanan kiri
Mirip orang mabuk terasi
Kau tertawa genit tampak si om buncit
Pakai mercy biru bemo butut tak laku
Ayahmu nona seorang kyai
Ibumu nona pun guru ngaji
Mengapa kau jalani hidup penuh dosa ini?
Soal materi atau cuma hobi
Bila pulang kandang hari sudah pagi
Muka pucat pasi jalan sruduk kanan kiri
Mirip orang mabuk terasi
Kerja lembur bilang pada bapak kyai
Pergi pake Damri pulang diantar Mercy
Mercy punya pak Kusnadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
BIOGRAFI
Beto Adhi Nugroho atau yang lebih akrab disapa Beto
lahir di Pangkalpinang, 13 Januari 1995. Pria asal Bangka
Belitung ini merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.
Ia memiliki hobi olahraga, bernyanyi, menulis, bermain
game, dan mendengarkan musik. Pada tahun 2007, ia
lulus dari SD ST. Theresia I. Setelah itu, ia melanjutkan
pendidikan ke SMP ST. Theresia dan lulus pada tahun
2010. Setelah lulus SMP, ia melanjutkan sekolah ke SMA Santo Yosef dan
dinyatakan lulus pada tahun 2013.
Setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Sanata
Dharma jurusan Sastra Indonesia. Selama menjadi mahasiswa, ia aktif dalam
kegiatan Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia (HMPS) dan Bengkel
Sastra. Selain itu, ia juga aktif di UKF Basket sastra dan UKM Band SEXEN
Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI