plagiat merupakan tindakan tidak terpuji · pdf fileartemia akan tetapi belum ada laporan...
TRANSCRIPT
BRINE SHRIMP LETHALITY TEST FRAKSI EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN TEMBELEKAN (Lantana camara L.) BESERTA PROFIL
KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
R. Hendra Krismawan NIM : 018114123
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
'NNE SHE]'IP LETITALIT| TA'I TRAKST E(SflIAK ETAIIOL DAUN
TUMBUEAN TEMBELEKAN (Zzztdu eM, L. ) DESDRTA PROFIL
KROMAIOGRATI LAPTS IIPIsIryA
NM:018114123
Vu.tbr Sri Eralitri MSi- Apl.
Vo[!tr-s DwirtDrk , M.Si
r-eea,....?:.:.?.:...91....
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P.ng€.t! SkriFi
DX]NESITI]IMP IEIIL&T! TEST TRAI(SI AICIIFDAUN TT'MBI'SANTE|IIBELEKAX {r8&a@fud L }EES9RTA IROFIL
XROI&IIOORAFI LAI|S TTPI!|NYA
Oleh:R.EodEKnlfu$u
NIM:o lE l l4 l23
DiFrbr.nro! ilt ird.pu Prnt ir P.lsrji SlFildlFddn!f.rutui
Udv.dlt ! S.td. DL.r.Fd.t lesi ! ?0 A8o.tu.2007
Yrlgiu &i qdiili, Msi, A![.
Yot,B [rsi!h*., nt Si,
P.rfth P.r4rji: ,."-"1 ,'&t. Yusri@&i t&nili M.si., Apt ---:./i.**
2. Yolsd llsilltu}r, I,t si. nl I
3.cki'linePd@utt,lvtsi,Ad- ......9..1.....
4 Em Tri Wuhlddi, ll'l-Si- APi r(*gt!,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN MASLIAN KARYA
sat€ notlt l(e ddgln sesuggulnya baltra shipsi yec saya tulis ini tidak
ncmui k rya arau bagid karya orug lai4 ksuali yas telan disbu{(d dalm
kltipd dd dand lurtal@ sebagrin@ laya,loya t{ya ilniaL
-4=
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Daun tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, salah satunya untuk mengobati pembengkakan/tumor, sebagai antiseptik dan antitoksik. Telah diketahui bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan memiliki efek toksik terhadap larva artemia akan tetapi belum ada laporan ilmiah mengenai efek paling toksik dari fraksi ekstrak etanol. Untuk mengetahui fraksi paling toksik tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST), yang dinyatakan dengan nilai Lethal Concentration 50 (LC50).
Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan posttest only control group design. Penelitian dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol dari daun tumbuhan tembelekan yang dibuat fraksi. Fraksi diperoleh dengan metode Vaccum Coloumn Chromatography (VCC). Hasil fraksinasi diperoleh 3 fraksi yaitu F2, F3, dan F4 yang kemudian diuji dengan metode BST. Sampel uji dan kontrol dibuat seri konsentrasi yaitu F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3 (5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml, dan F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. Kontrol menggunakan air laut buatan, replikasi sebanyak 5 kali. Jumlah larva Artemia salina Leach yang mati pada tiap konsentrasi dihitung setelah 24 jam perlakuan. Nilai LC50 dihitung dengan analisis probit. Fraksi dikatakan toksik apabila harga LC50 ≤ 1000 μg/ml. Dari fraksi yang paling toksik dilakukan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengetahui profil bercak yang terkandung di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan nilai LC50 dari F2 sebesar 508 μg/ml, F3 sebesar 23 μg/ml, dan F4 sebesar 101 μg/ml sehingga dapat dinyatakan bahwa F3 bersifat paling toksik. Gambaran profil bercak dari fraksi yang paling toksik dengan KLT menunjukkan bahwa bercak yang diduga menyebabkan kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengan Rf sebesar 0,3.
Kata kunci : Daun tumbuhan tembelekan (Lantana camara L. ), Vaccum
Coloumn Chromatography (VCC), Fraksi toksik, Brine Shrimp Lethality Test (BST), LC50.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
People often use Tembelekan leaf (Lantana camara L) as the traditional
medicine to cure tumor, as antiseptic and also as an antitoxin. It has been known that the ethanol extract and chloroform extract of Lantana camara L has toxin effect to artemia larva but there is no scientific report about the most toxicity of fraction etanol extract. To know the toxicibility of that fraction, the research using Brine Shrimp Lethality Test (BST) method which was determined with LC50.
This research was a pure experiment by applying the posttest only control group design and the etanol extract of tembelekan leaf -that was made into fraction- was used. To get the fraction, the Vaccum Coloumn Chromatography method that was applied. Three fractions to test by using BST method- those are F2, F3, F4 , were gotten. The test and control sample were formed as concentration series-those were F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3 (5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml and F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. The control used the water with 5 replicate. The number of the dead Artemia Salina Leach on every concentration was counted after 24 hours. The percentage of LC50 was counted by using the probit analysis. Fraction was determined as toxin if the percentage of LC50 was ≤ 1000 μg/ml. To know the contents of the spotted profile, a thin layer chromatography was done to the most toxic fraction.
The result of the research showed that the LC50 percentage of F2 was 508 μg/ml, F3 was 23 μg/ml, and F4 was 101 μg/ml. So it could be said that F3 was the most toxic fraction. The description of spotted profile of the most toxic fraction by using a Thin Layer Chromatography showed that the spot that was estimated as the causing the artemia dead is terpenoid and had Rf of 0,3 Key words: Lantana camara L, Vaccum Coloumn Chromatography (VCC), Brine
Shrimp Lethality Test (BST), LC50, toxic fraction.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas setiap anugerah Tuhan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Brine Shrimp Lethality Test Fraksi
Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L. ) Beserta
Profil Kromatografi Lapis Tipisnya”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing pertama yang selalu
memberi dukungan, pengetahuan, kritik dan saran yang luar biasa dan selalu
sabar pada penulis.
3. Bpk. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Pembimbing kedua yang
banyak memberi dukungan, pengetahuan, masukan dan saran yang berharga.
4. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas masukan-masukan
dan saran yang berharga.
5. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas masukan-masukan
dan saran yang berharga.
6. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. Terima kasih atas diskusi, masukan
dan saran yang diberikan
7. Bapak, Ibu, juga Mas Andre dan adikku Siska terima kasih atas kepercayaan,
dukungan serta doa yang diberikan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
8. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andre selaku staf laboratorium.
Terima kasih atas bantuan, “guyonan” dan saran yang diberikan..
9. Team Proyek Tembelekan : Lia KKT, Novi dan Apri. Terima kasih atas
kerjasama dan bantuan serta semangat yang diberikan.
10. Rekan-rekan angkatan 2001 : Rudi Kembongce, Deny, Rima, Endah Sari,
Mario Cahyo, Delila, Wiwin, Mirah, Ade, Theo, Freddy, Prastowo, Prasojo,
Gita, Awan, Maya, Himawan, Lita, Lisa, Themy, Dio, Dewi, serta khususnya
kelompok E. Terima kasih atas semuanya.
11. Wiwid Lecek serta teman-teman Kost : Andi, Tumbur, Dian, Koeprit, Pak
Min, Tommy. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan pinjaman printer.
12. Mas Bondan, Mbak Dama, Mita serta Mbak Mimin sekeluarga. Terimakasih
atas pinjaman camera juga support yang diberikan.
13. Martina Herliana Wati. Terima kasih untuk diskusi, support, bantuan, dan
kasih sayang yang pernah diberikan. Terimakasih juga telah menyalakan
kembali semangat yang hampir padam. Thank’s.
14. Rekan-rekan angkatan 2003 : Marga (thank’s), Rosa, Devi, Titin, Mitea,
Vitea, Rani, Lintang, Yohana, Nella, Doni, Wati, Hengky, Vera, Ari, Eta,
Galeh. Terima kasih atas diskusi, bantuan, dan kebersamaannya.
15. Rekan-rekan angkatan 2002 : Eddy (thank’s), Kobo, Heri, Nowo, Firman,
Bowo, Peter, Elni, Vicky, TeGe, Puri. Terima kasih atas kebersamaan, canda
tawa, “sindiran” dan diskusi yang diberikan.
16. Ibu Retno dan Bpk. Bagus Wahyuono atas pengertian dan dukungan yang
diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam kesempatan ini, tak lupa penulis memohon maaf kepada semua
pihak atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh
karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik
yang membangun.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….……. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA….………………………………………. v
INTISARI………………………………………………………………………… vi
ABSTRACT ………………………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR ….…………...…………………………………………… viii
DAFTAR ISI..……………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. xv
DAFTAR GAMBAR...…………………………….…………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….…….. xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………………..… xx
BAB I. PENGANTAR……………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
1. Perumusan masalah................................................................................ 3
2. Keaslian penelitian................................................................................. 3
3. Manfaat penelitian.................................................................................. 4
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………………. 5
A. Tembelekan................................................................................................... 5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
1. Keterangan botani ................................................................................. 5
2. Nama daerah.......................................................................................... 5
3. Deskripsi tanaman.................................................................................. 5
4. Kandungan kimia................................................................................... 6
5. Kegunaan............................................................................................... 6
6. Penelitian dengan BST........................................................................... 6
B. Terpenoid...................................................................................................... 7
C. Artemia......................................................................................................... 8
1. Lingkungan hidup artemia..................................................................... 9
2. Penggunaan artemia pada metode BST................................................. 10
D. Uji Toksisitas Akut....................................................................................... 13
E. Kanker........................................................................................................... 14
F. Penyarian....................................................................................................... 15
G. Kromatografi Vakum kolom......................................................................... 16
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 17
I. Keterangan Empiris........................................................................................ 19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian................................................................... 20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional............................................... 20
1. Variabel penelitian................................................................................. 20
2. Definisi Operasional.............................................................................. 21
C. Bahan dan Alat Penelitian............................................................................. 22
1. Bahan penelitian....................................................................................... 22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2. Alat penelitian.......................................................................................... 23
D. Tata Cara Penelitian...................................................................................... 24
1. Determinasi tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L.) ................. 24
2. Pengumpulan bahan............................................................................... 24
3. Penyiapan bahan.................................................................................... 24
4. Maserasi................................................................................................. 24
5. Fraksinasi............................................................................................... 25
6. Pembuatan air laut buatan...................................................................... 27
7. Penetasan telur artemia.......................................................................... 27
8. Pembuatan larutan sampel..................................................................... 28
9. Uji toksisitas akut dengan BST............................................................. 30
10. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan............................... 30
11. Analisis hasil.......................................................................................... 31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................... 32
A. Determinasi Tanaman................................................................................... 32
B. Pengumpulan Bahan ..................................................................................... 32
C. Maserasi Daun Tumbuhan Tembelekan........................................................ 33
D. Fraksinasi Ekstrak etanol hasil maserasi…………………….…………...... 35
E. Pembuatan Air Laut Buatan (ALB) ............................................................. 44
F. Penetasan Telur Artemia............................................................................... 44
G. Uji Toksisitas dengan Metode BST.............................................................. 46
H. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan....................................... 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 65
A. Kesimpulan................................................................................................... 65
B. Saran.............................................................................................................. 65
C. Keterbatasan Penelitian................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 66
LAMPIRAN............................................................................................................ 69
BIOGRAFI PENULIS............................................................................................. 94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I Seri konsentrasi larutan sampel daun tumbuhan tembelekan... 29
Tabel II Penggabungan hasil fraksinasi menjadi 5 fraksi berdasarkan
data gambar 6……………………………………………… 43
Tabel III Persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi
ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan.............................. 50
Tabel IV Data kromatogram tiga fraksi toksik....................................... 57
Tabel V Data kromatogram gambar 15.................................................. 62
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Hal.
Gambar 1. Struktur pentasiklik triterpenoid (Kaufman, Cseke,
Warbers, Duke, Brielmann, 1988)…………………………
7
Gambar 2. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak
93:7…………………………………………………………
36
Gambar 3. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak
90:10..………………………………………………………
38
Gambar 4. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak
85:15..………………………………………………………
39
Gambar 5. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak
80:20..………………………………………………………
40
Gambar 6. Kromatogram 12 fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan
tembelekan hasil fraksinasi dengan jarak pengembangan 15
cm…………………………………………………………..
42
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F2........ 51
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F3…… 52
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F4........ 52
Gambar 10. Kromatogram tiga fraksi toksik daun tumbuhan
tembelekan………………………………………………….
56
Gambar 11. Potongan atas gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun
tumbuhan tembelekan............................................................
58
Gambar 12 Potongan bawah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik
daun tumbuhan tembelekan...................................................
59
Gambar 13. Potongan tengah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik
daun tumbuhan tembelekan.………………………………..
60
Gambar 14. Foto kromatogram kontrol KLTP. (A) deteksi UV 365 nm,
(B) deteksi vanilin-asam sulfat..............................................
61
Gambar 15. Foto kromatogram KLTP bercak Rf 0,3 dari fraksi
toksik..................................................................................... 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tumbuhan tembelekan............ 69
Lampiran 2. Foto tumbuhan tembelekan................................................... 70
Lampiran 3. Foto bunga tumbuhan tembelekan........................................ 70
Lampiran 4. Foto buah tumbuhan tembelekan.......................................... 71
Lampiran 5. Foto aquarium untuk uji BST................................................ 71
Lampiran 6. Foto rangkaian alat Vaccum Coloumn Chromatography
(VCC)……………………………………………………… 72
Lampiran 7. Foto hasil fraksinasi Vaccum Coloumn Chromatography… 72
Lampiran 8. Data fraksinasi dan penggabungan fraksi…………………. 73
Lampiran 9. Data orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi yang
akan digunakan dalam pengujian serta data kematian
setelah perlakuan...................................................................
74
Lampiran 10. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan
menggunakan analisis probit terhadap F2 daun tumbuhan
tembelekan............................................................................ 83
Lampiran 11. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan
menggunakan analisis probit terhadap F3 daun tumbuhan
tembelekan............................................................................
86
Lampiran 12. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan
menggunakan analisis probit terhadap F4 daun tumbuhan
tembelekan.............................................................................
89
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
Lampiran 13. Data kromatogram dari 3 fraksi toksik.................................. 92
Lampiran 14. Data kromatogram KLTPreparatif dari bercak Rf 0,3 pada
F3............................................................................................
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
1. ALB = Air Laut Buatan
2. CaCl2 = kalsium klorida
3. cm = centi meter
4. g = gram
5. KCl = kalium klorida
6. KLT = Kromatografi Lapis Tipis
7. LC50 = Median Lethal Concentration
8. m = meter
9. mg = miligram
10. MgCl2 = magnesium klorida
11. MgSO4 = magnesium sulfat
12. ml = mililiter
13. mm = milimeter
14. NaCl = natrium klorida
15. NaHCO3 = natrium hidrokarbonat
16. nm = nanometer
17. UV = ultraviolet
18. oC = derajat celcius
19. l = liter
20. % = prosen/persen
21. μg/ml = microgram per mililiter
22. μl = microliter
23. μg = microgram
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Alam Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang layak diteliti
dan dikembangkan potensinya sebagai sumber obat. Salah satunya adalah
tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) yang secara luas sudah digunakan
oleh masyarakat untuk menghilangkan pembengkakan/tumor, rematik, tetanus,
malaria, sebagai antiseptik, antitoksik, dan perangsang muntah (Rana, Prasad, and
Blazquez, 2005).
Daun tumbuhan tembelekan mengandung senyawa golongan terpenoid
diantaranya 1-triacontanol, α-pinene, cadidene, cadinol, camerene, β-
caryophyllen, cineole, citral, dipentene, eugenol, furfural, γ-terpinene, geraniol,
icterogenin, isocamarene, lantadene A, lantadene B, lantanic acid, lantanine,
lantanolic acid, linalool, methyl-3-oxo-ursolate, p-cymene, phellandral,
phellandrene, phellandrone, dan terpineol.(Duke, 2001).
Penelitian dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) yang
dilakukan oleh Sugianti (2007) menggunakan ekstrak etanol daun tumbuhan
tembelekan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
bersifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 60,4 μg/ml. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk fraksi dari ekstrak etanol tumbuhan tembelekan dengan harapan
dapat diketahui suatu fraksi yang memberikan efek paling toksik sehingga dapat
dilakukan penelitian yang mengarah ke pengisolasian suatu senyawa murni.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Metode fraksinasi yang digunakan adalah Vaccum Coloumn Chromatography
(VCC) karena dapat memisahkan suatu senyawa dengan cepat. Metode VCC
termasuk pemisahan senyawa secara preparatif yang dilakukan dalam suatu kolom
dan diaktifkan dengan vakum. Proses eluasi yang terjadi berdasarkan gradien
kepolaran fase gerak (Coll & Bowden, 1986).
Metode BST adalah suatu metode yang cukup praktis, murah, sederhana,
cepat tapi tidak mengesampingkan keakuratannya untuk skrining awal tanaman
berpotensi antikanker dengan menggunakan hewan uji larva Artemia salina Leach.
Prinsip metode ini adalah uji toksisitas akut terhadap artemia dengan penentuan
nilai LC50 setelah perlakuan 24 jam (Meyer, Ferrigni, Putnam, Jacobsen, Nichols,
and McLaughlin, 1982). Artemia digunakan sebagai hewan uji karena artemia
memiliki kesamaan tanggapan dengan mammalia, misalnya tipe DNA-dependent
RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mammalia dan
organisme ini memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+ dependend ATPase,
sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut
dapat terdeteksi (Solis, Wright, Anderson, Gupta, and Phillipson, 1993).
Metode BST tidak spesifik terhadap antikanker dan sebagian aksi
fisiologis, namun metode ini dapat memonitor kemungkinan adanya efek
sitotoksik tanpa perlu menghabiskan waktu dan biaya penelitian dibandingkan
dengan pengujian sitotoksisitas umum, misalnya dengan menggunakan biakan sel
kanker. Penelitian yang dilakukan Meyer et al., (1982) dan Solis et al., (1993)
menunjukkan bahwa senyawa yang bersifat sitotoksik akan bersifat toksik bila
diuji dengan metode BST. Namun senyawa yang bersifat toksik pada uji BST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
belum tentu bersifat sitotoksik, sehingga perlu dilakukan uji tingkat lanjut dengan
menggunakan biakan sel kanker. Suatu larutan memiliki nilai LC50 < 1000 μg/ml
maka larutan tersebut memiliki efek toksik yang besar yang nantinya diharapkan
memiliki efek sitotoksik, yang merupakan syarat utama untuk aktivitas antikanker.
Dengan demikian, diharapkan metode BST dapat digunakan sebagai langkah awal
untuk menemukan senyawa-senyawa yang memiliki efek sitotoksik.
1. Perumusan masalah
a. Fraksi manakah dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang
paling toksik terhadap larva artemia yang ditunjukkan dengan nilai LC50
paling kecil?
b. Bagaimanakah profil KLT fraksi paling toksik ekstrak etanol daun
tumbuhan tembelekan?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan daun tumbuhan
tembelekan antara lain isolasi dan identifikasi komponen kimia daun tembelekan
asal Tamalanrea Ujung Pandang oleh Aida (1990); penelitian farmakognosi dan
kandungan kimia dari daun Lantana camara oleh Soelastru (1986); pemeriksaan
flavonoid dan verbaskosid daun Lantana camara L. oleh Asterina (1994); uji
potensi antibakteri ekstrak etanol daun tembelekan terhadap Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218 oleh Asteria (2006).
Brine Shrimp Lethality test (BST) ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
(Lantana camara L.) beserta profil kromatografi lapis tipisnya oleh Sugiyanti
(2007). Tetapi sejauh penelusuran pustaka, belum pernah dilakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengenai toksisitas akut fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
terhadap larva artemia.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
bagi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi mengenai besarnya
toksisitas fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap
larva artemia sehingga dapat dilakukan isolasi untuk mendapatkan
senyawa yang berpotensi untuk pengobatan kanker.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kemungkinan pengobatan alternatif penyakit kanker
menggunakan daun tumbuhan tembelekan.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang paling
toksik terhadap larva artemia yang ditunjukkan dengan nilai LC50 paling kecil.
2. Mengetahui profil KLT dari fraksi paling toksik ekstrak etanol daun tumbuhan
tembelekan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tembelekan
1. Keterangan botani
Tembelekan (Lantana camara L.) termasuk dalam familia
Verbenaceae. Tembelekan mempunyai sinonim: L. aculeata L., L. antillana
Rafin, L. mutabilis Salisb., L. polyacanthus SCH., L. scabrida Soland, L.
viburnoides Blanco (Dalimartha, 2002)
2. Nama daerah
Sumatra : Bunga pagar, kayu singapore, tahi ayam (Melayu)
Sunda : Kembang satek, saliyara, saliyere, tahi ayam, t. Kotok,
cente.
Jawa : Kembang telek, Oblo, puyengan, pucengan, tembelek,
tembelekan, teterapan, waung, weliran.
Madura : Kamanco, mainco, tamanjho.
(Dalimartha, 2002).
3. Deskripsi tumbuhan
Tembelekan berupa perdu bercabang banyak, tinggi 0,5-5 m. Batang
segi empat, batang muda penuh rambut, kelenjar kecil dan selalu dengan duri
tempel. Daun bertangkai sangat panjang, bulat telur dengan pangkal tumpul, dan
ujung runcing, bergigi, bergerigi, dari sisi atas berbulu kasar, dari sisi bawah
berbulu jarang, (5-8) kali (3,5-5) cm. Bentuk bunga bulir pendek di ketiak,
tunggal bertangkai. Daun pelindung bulat telur jorong, panjang ± 0,5 cm. Kelopak
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
berbentuk tabung lonceng, berlekuk tidak dalam, tinggi ± 2 mm. Tabung mahkota
membengkok, panjang ± 1 cm, tepian bertaju 4-5, taju tidak sama besarnya,
orange, merah muda, merah atau putih, sering bergantian warna. Benangsari
empat, yang panjang dua. Buah batu saling berdekatan, bentuk bulat telur, berinti
satu. Tumbuhan hias atau pagar, berasal dari Amerika Tropis, sebagian besar liar,
tumbuh pada ketinggian 1-700 m di atas permukaan laut, tumbuh di daerah yang
cerah matahari sampai cukup teduh. (Van Steenis, 1975).
4. Kandungan kimia
Daun tembelekan mengandung 1-triacontanol, aldehid, α-pinene,
amylase, cadidene, cadinol, camerene, β-caryophyllen, katalase, cineole, citral,
dipentene, eugenol, furfural, γ-terpinene, geraniol, glukosidase, icterogenin,
invertase, isocamarene, lantadene A, lantadene B, lantanic acid, lantanine,
lantanolic acid, linalool, lipase, methyl-3-oxo-ursolate, oksidase, p-cymene,
phellandral, phellandrene, phellandrone, sodium, tannase, tannin, dan terpineol
(Duke, 1999)
5. Khasiat dan kegunaan
Daun tembelekan berkhasiat untuk mengatasi sakit kulit, gatal-gatal,
bisul, luka, batuk, dan perangsang muntah sedangkan akar tembelekan untuk
mengatasi influenza, TBC kelenjar, rematik, keputihan, memar, bengkak, kencing
nanah, gondongan, dan asma (Dalimartha, 2002).
6. Penelitian dengan BST
Penelitian dengan BST diketahui ekstrak etanol daun tumbuhan
tembelekan bersifat toksik terhadap larva artemia. Ekstrak etanol daun tumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
tembelekan mempunyai nilai LC50 sebesar 60,4 μg/ml terhadap larva artemia.
Dugaan senyawa yang berperan dalam kematian larva artemia adalah pentasiklik
triterpenoid dan flavonoid (Sugiyanti, 2007).
B. TERPENOID
Terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa mulai dari komponen minyak
atsiri yaitu monoterpenoid dan sesquiterpenoid yang mudah menguap sampai ke
senyawa yang tidak mudah menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta
pigmen karotenoid (C40) (Harborne, 1984). Triterpen tersebar luas dalam damar
gabus, dan kutin tumbuhan (Robinson, 1991). Triterpen di alam dapat berbentuk
ester atau glikosida dan kemungkinan berstruktur alifatik, tetrasiklik atau
pentasiklik. Triterpen saponin biasanya dalam bentuk pentasiklik (Evans and
Trease, 2002). Triterpen alkohol terdapat bebas dan juga sebagai glikosida.
(Robinson, 1999).
HO
Gambar 1. Struktur pentasiklik triterpenoid (Kaufman, Cseke , Warbers,
Duke, Brielmann, 1988)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Pentasiklik triterpenoid dapat menghambat kerja enzim topoisomerase
I dan II serta menghambat RNA polymerase sehingga mengakibatkan kematian sel
(Lee, Fang, Wang, Li, Cook, 1991). Untuk mendeteksi adanya triterpenoid salah
satunya dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis. Metode ini dapat
menggunakan fase diam silika gel dan dengan memakai pengembang seperti
heksan, etil asetat (1:1); kloroform, metanol (10:1); atau toluene : etil asetat
(93:7). Sebagai deteksi dapat digunakan penyemprotan dengan vanilin-asam sulfat
pekat, diteruskan dengan pemanasan pada 100°C - 105°C sampai pembentukan
warna sempurna (Harborne, 1984). Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan
warna abu-abu, merah violet , atau ungu (Wagner, Brady, and Zgainski, 1984).
C. Artemia
Artemia termasuk dalam familia Artemidae, genus Artemia, spesies
Artemia salina Leach (Mudjiman, 1989). Istilah untuk telur artemia yang benar
adalah siste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan
kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna
untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar
ultraviolet dan mempermudah pengapungan. Sehingga sangat tahan terhadap
keadaan lingkungan yang buruk (Mudjiman, 1989).
Apabila telur artemia direndam dalam air laut bersuhu 25o C, maka
akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Setelah menetas, dari dalam cangkang
keluarlah burayak atau larva/nauplius. Burayak yang baru saja menetas masih
dalam tingkatan instar I. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu mereka masih belum perlu
makan.
Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar
II. Pada tingkatan instar II, larva sudah mulai mempunyai mulut, saluran
pencernaan dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan.
Bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis.
Pengumpulan makanannya mereka lakukan dengan menggerak-gerakkan antena II
nya. Selain untuk mengumpulkan makanan, antena II tersebut juga berguna untuk
bergerak.
1. Lingkungan hidup artemia
Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6o C atau
lebih dari 35o C, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat
hidup. Dengan demikian pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu
antara 25-30o C (Mudjiman, 1989).
Daya tahan artemia terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia
dalam air ternyata juga sangat tinggi. Apabila kandungan ion natrium
dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut alami adalah 28, maka artemia
masih dapat bertahan pada perbandingan antara 8-173 (Mudjiman, 1989).
Perkembangan artemia yang baik membutuhkan kadar garam yang
tinggi sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya sudah tidak dapat
hidup lagi, sehingga artemia akan dapat aman tanpa gangguan. Untuk
pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pada suatu batas tertentu. Batas ini berlainan untuk setiap jenis artemia
(Mudjiman,1989).
Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar
oksigennya rendah maupun yang mengalami kejenuhan oksigen. Pengaruh pH
terhadap kehidupan artemia muda dan dewasa belum jelas namun berpengaruh
terhadap penetasan telur. Apabila pH untuk penetasan kurang dari 8, maka
efisiensi penetasan akan menurun (Mudjiman, 1989).
2. Penggunaan artemia pada metode BST
Artemia adalah hewan coba yang digunakan untuk praskrining
aktivitas antikanker di National Cancer Institude (NCI), Amerika Serikat (Meyer
et al., 1982). Metode ini sering digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa
aktif yang terdapat di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak
memerlukan kondisi aseptis), dan dapat dipercaya (Meyer et al., 1982). Artemia
secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu
tanaman. Lebih dari itu, uji larva udang ini juga dapat digunakan untuk skrining
awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor karena
uji ini seringkali mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai
antitumor (Anderson, Goets, and Mc Laughin, 1991).
Penggunaan artemia ini memang tidak spesifik untuk antitumor
maupun fisiologis aktif tertentu, namun beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan terhadap beberapa bahan, baik
berupa ekstrak tanaman, atas aksinya sebagai antitumor secara lebih cepat
dibandingkan dengan prosedur pemeriksaan sitotoksisitas yang umum, misalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dengan biakan sel tumor (Meyer et al., 1982). Melihat adanya potensi sebagai
antitumor tersebut, maka penelitian lanjutan dapat dilakukan, yaitu dengan
mengisolasi senyawa berkhasiat yang terdapat didalam ekstrak disertai dengan
monitoring aktivitasnya dengan uji larva udang atau metode yang lebih spesifik
sebagai antitumor (Mayer et al., 1982).
Penggunaan hewan uji artemia dimaksudkan bahwa artemia memiliki
kesamaan tanggapan dengan mammalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA
polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mammalia dan organisme
ini memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+ dependend ATPase. Pengujian dengan
artemia terhadap tingkat ketoksikan senyawa kimia, antara lain adalah pengujian
pestisida, mikotoksin, anestetika, dan lain-lain (Meyer et al., 1982).
Artemia dapat digunakan sebagai hewan uji karena artemia memiliki
kesamaan tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA
polymerases yang terdapat pada artemia serupa dengan yang terdapat pada
mamalia dan organisme ini juga memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+
dependent ATPase (Solis et al., 1992).
DNA-dependent RNA polymerases merupakan DNA yang
mengarahkan proses transkripsi RNA yang bergantung pada RNA polymerases.
Enzim ini membuka pilinan kedua untai DNA sehingga terpisah dan
mengkaitkannya bersama-sama nukleotida RNA pada saat nukleotida-nukleotida
ini membentuk pasangan-basa di sepanjang cetakan DNA. Eukariotik mempunyai
3 macam RNA polymerases yaitu mRNA (messenger RNA) yang merupakan
pembawa kode genetik dari DNA ke ribosom, tRNA (transfer RNA) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
berfungsi untuk menterjemahkan kodon dan mengikat asam amino yang akan
disusun menjadi protein dan mengangkutnya ke ribosom, serta rRNA (ribosomal
RNA) yang bersama dengan protein membentuk ribosom. Jika RNA polymerases
tersebut dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat
terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein merupakan komponen
utama semua sel. Protein berfungsi sebagai unsur struktural, hormon,
imunoglobulin, serta terlibat dalam kegiatan transport oksigen, kontraksi otot, dan
lainnya (Nuswantari, 1998). Tidak terbentuknya protein dapat mengganggu
metabolisme sel, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel.
Enzim Na+ K+ ATPase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis
ATP menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan 3 Na+ dari sel
dan mengambil 2 K+ ke dalam, tiap sel bagi tiap mol ATP dihidrolisis. Na+ K+
ATPase ditemukan dalam semua bagian tubuh. Aktivitas enzim ini dihambat oleh
ouabaine. Adanya ouabaine menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K+ tetap
terjaga (homeostasis). Selain itu, sekarang ini ouabaine juga digunakan untuk
terapi payah jantung. Di dalam jantung, Na+ K+ ATPase secara tak langsung
mempengaruhi transport Ca2+ karena Na+ ekstrasel akan ditukar dengan Ca2+
intrasel. Jika kerja Na+ K+ ATPase dihambat, maka lebih sedikit Ca2+ intrasel
dikeluarkan dan Ca2+ intrasel meningkat, sehingga memudahkan kontraksi otot
jantung (Ganong, 1995).
Suatu senyawa yang mempunyai aktivitas mengganggu kerja salah
satu enzim ini pada artemia dan menyebabkan kematian artemia, maka senyawa
tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian sel mamalia. Metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BST dengan hewan uji artemia tidak dapat digunakan untuk pengujian senyawa
yang dalam mengganggu kerja salah satu enzim tersebut memerlukan aktivasi
dalam sel mamalia, seperti 6-mercaptopurine yang harus dimetabolisme terlebih
dahulu dalam sel mamalia. Sehingga jika senyawa 6-mercaptopurine diujikan
pada artemia, maka akan memberikan LC50 yang lebih besar dari 1000 (bersifat
tidak toksik pada artemia) (Solis et al.,1992)
Tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan
melihat harga LC50. Analisis data dilakukan dengan analisis probit untuk
menghitung LC50. Dari persentase data kematian larva artemia dikonversikan
probit untuk menghitung harga LC50. Apabila harga LC50 ≤ 1000 μg/ml maka
dikatakan toksik. Apabila pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga
LC50 ≤ 1000 μg/ml dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker menggunakan
biakan sel kanker. Dengan cara ini akan menghemat waktu dan biaya penelitian
(Meyer et al., 1982). Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji adalah
kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu relatif singkat, dan konsentrasi kecil
sudah dapat menimbulkan aktivitas biologi (Meyer et al., 1982).
D. Toksisitas Akut
Pada prinsipnya metode BST merupakan uji toksisitas akut yang
dilakukan dengan menghitung jumlah kematian Artemia salina Leach untuk
menentukan besarnya efek toksik.
Toksisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk
menimbulkan kerusakan (Katzung, 1987). Uji toksisitas akut merupakan uji
dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat atau uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji
tertentu dan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Maksud dari toksisitas akut
yaitu untuk menentukan suatu gejala dan tingkat kematian hewan uji akibat
pemberian senyawa tersebut. Pengamatan aktivitas biologi uji toksisitas akut
berupa pengamatan gejala klinik, kematian hewan uji atau pengamatan
histopatologi organ (Loomis, 1978).
Uji toksisitas akut dilakukan untuk mempersempit kisaran dosis dan
terakhir dilakukan uji toksisitas akut untuk mendapatkan presentase kematian.
Data yang diperoleh dari uji toksisitas akut dapat berupa data kuantitatif yang
dinyatakan dengan LD50 (median lethal dose) atau LC50 (median lethal
concentration). Harga LD50 dan LC50 suatu senyawa harus dilaporkan sesuai
dengan lamanya pengamatan. Bilamana lama pengamatan tidak ditunjukkan,
dianggap bahwa pengamatan dilakukan selama 24 jam (Loomis, 1978).
Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas
biologis suatu senyawa pada artemia adalah kematian. Keuntungan penggunaan
artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu relatif
singkat, dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologis (Meyer
et al., 1982).
E. Kanker
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali.
Sel-sel kanker akan terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan,
dan tidak lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Jika pertumbuhan ini tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
cepat dihentikan dan diobati maka sel kanker akan terus berkembang. Sel kanker
akan tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive), lalu membuat anak
sebar (metastasis) ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru di tempat lain
sampai akhirnya menyebabkan kematian penderita. Pembentukan kanker dapat
dirangsang oleh karsinogen seperti senyawa kimia, faktor fisika (radiasi bom atom
dan radioterapi agresif), virus (virus hepatitis B dan C), dan hormon (Dalimartha,
2003).
F. Penyarian
Pemilihan penyari dalam penyarian merupakan hal yang harus
dipertimbangkan. Cairan penyari untuk ekstrak sebaiknya sesuai dengan zat aktif
yang berkhasiat, dalam arti dapat memisahkan zat aktif tersebut dari senyawa
lainnya dalam bahan sehingga ekstrak mengandung sebagian besar senyawa aktif
berkhasiat yang diinginkan (Anonim, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim,
1979).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam penyari. Penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Zat aktif akan larut karena adanya beda konsentrasi antara larutan di dalam
dan di luar sel. Larutan yang lebih pekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di
luar sel (Anonim, 1986 ).
G. Kromatografi Kolom Vakum
Kromatografi kolom vakum adalah suatu bentuk fraksinasi kolom yang
terutama bermanfaat untuk fraksinasi secara kasar dengan cepat. Metode ini
merupakan modifikasi kromatografi kinerja tinggi, sehingga dapat diperoleh
resolusi atau pemisahan senyawa yang lebih baik. Cara ini mengacu pemisahan
terpen dan campuran lipid. Kelebihan metode ini antara lain: tekniknya sederhana,
waktunya cepat, fase diam dan fase gerak yang digunakan relatif sedikit. Selain
itu, pemilihan sistem pelarut dapat dilakukan dengan sistem yang sederhana dan
murah yaitu Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Cara ini melibatkan elusi
berdasarkan tingkat kepolaran fase gerak dan kolom diperbolehkan mengering
setelah masing-masing fraksi dikumpulkan. Sampel yang digunakan tidak kurang
dari 1 gram dan hanya 10-15 ml fraksi yang bisa dikumpulkan dari masing-
masing polaritas. Fase diam yang biasa digunakan adalah silika gel dan diisikan
ke dalam kolom dengan tinggi tidak lebih dari 5 cm (coll & bowden, 1986).
Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar
diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang
kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penyerap lalu di vakumkan lagi.
Kolom di hisap sampai kering dan siap dipakai. Cuplikan, dilarutkan dalam
pelarut yang cocok, dimasukkan langsung di bagian atas kolom dan dihisap
perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom, dielusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya
rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan (Hostettman & Marston, 1986)
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) ialah metode pemisahan fisikokimia.
Lapisan yang memisahkan terdiri dari bahan berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok
(Stahl, 1985).
Kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan, dan
kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping
silika, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca
atau penyangga lain. Kecepatan KLT yang lebih besar disebabkan oleh sifat
penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat dan merupakan keuntungan
bila digunakan untuk menelaah senyawa labil. Kepekaan KLT sedemikian rupa,
sehingga bila diperlukan dapat dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit
dari ukuran µg (Harborne, 1987)
Fase diam (lapisan penjerap) dibuat dari salah satu penjerap yang
khusus digunakan untuk KLT. Penjerap yang umum digunakan ialah silika gel,
aluminium oksida, kieselgur, selulosa, dan lain-lain. Untuk analisis, tebal
penyerap 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm (Stahl, 1985).
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa
pelarut, bergerak di dalam fase diam yang merupakan lapisan berpori, yang
dipengaruhi oleh gaya kapiler (Stahl, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Deteksi senyawa pada pelat KLT biasanya dilakukan dengan
penyemprotan (Harborne, 1987). Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa
yang menunjukkan penyerapan di daerah UV dengan panjang gelombang 254 nm
(gelombang pendek) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi
UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (365 nm) (Stahl, 1985).
Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dapat
digunakan untuk identifikasi senyawa yang dianalisa.
Rf = awaltitikdaridepangarisJarak
awaltitikdaribercakpusattitikJarak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
I. KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data empiris tentang
toksisitas fraksi paling toksik ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap
larva artemia dengan metode BST yang dinyatakan dalam LC50 serta untuk
memperoleh profil kromatografi lapis tipis fraksi paling toksik daun tumbuhan
tembelekan.
Data empiris yang diperoleh melalui uji toksisitas fraksi daun
tumbuhan tembelekan ini memungkinkan untuk dilakukan eksplorasi guna
mendapatkan senyawa antikanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis eksperimental murni dengan rancangan
Posttest Only Control Group Design.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Jenis fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang
diujikan pada metode BST.
b. Variabel tergantung
Nilai LC50 dari tiap fraksi setelah diuji dengan metode BST.
c. Variabel pengacau terkendali
1) Lingkungan tempat percobaan: sinar lampu 5 watt, suhu penetasan
25o -30o C, serta pH air laut buatan antara 7-8 dengan kadar garam 5
permil.
2) Hewan uji: Umur larva artemia adalah 48 jam.
3) Tanaman: spesies atau varietas tumbuhan tembelekan.
4) Air laut buatan : merupakan campuran dari 5 gram natrium klorida
(NaCl), 1,3 g magnesium sulfat (MgSO4), 1 g magnesium klorida
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
(MgCl2), 0,3 g kalsium klorida (CaCl2), 0,2 g kalium klorida (KCl),
dan 2 g natrium hidrokarbonat (NaHCO3) dalam 1 liter aquades.
2. Definisi operasional
a. Daun tumbuhan tembelekan yang digunakan adalah daun yang masih
muda, merupakan daun ke-3 sampai 4 dari ujung tangkai, dipetik pada saat
tumbuhan sedang berbunga.
b. LC50 (lethal concentration-50) merupakan kadar senyawa uji yang mampu
mengakibatkan terbunuhnya separuh (50%) jumlah hewan uji dan
ditentukan setelah 24 jam perlakuan
c. Ekstrak etanol yang digunakan untuk proses fraksinasi merupakan ekstrak
etanol kering yang telah diketahui toksisitasnya terhadap larva artemia.
d. Fraksi merupakan hasil dari pemisahan ekstrak etanol dengan metode
Vaccum Coloumn Chromatography (VCC) yang belum diketahui LC50-
nya.
e. Fraksi toksik adalah fraksi yang diperoleh dari fraksinasi ekstrak etanol
kering dengan metode VCC menggunakan fase gerak toluen-etil asetat
(85:15 v/v) serta fase diam Silika gel GF 254, yang memiliki LC50 ≤ 1000
μg/ml dalam metode BST.
f. Fraksi paling toksik adalah fraksi yang memiliki harga LC50 paling kecil
dari semua fraksi uji dalam kisaran ≤ 1000 μg/ml dalam metode BST.
g. Hewan Uji adalah larva artemia yang telah berumur 48 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
a. Bahan utama
Daun tumbuhan tembelekan diperoleh pada bulan Agustus 2006
dari tumbuhan tembelekan di belakang RSJ Grahasia, Pakem, Sleman,
Yogyakarta.
b. Bahan untuk penyarian
Bahan yang digunakan untuk penyarian berderajat pro analysis
(p.a.), kecuali bila disebutkan lain. Bahan tersebut adalah aquades (yang
diambil dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta).
c. Bahan untuk BST
1) Telur artemia Viper (Jeannie Hoo., LTD, China)
2) Air laut buatan dengan kadar garam 5 per mil
3) Fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan,
4) Ragi Saccharomyces cerevisae.
d. Bahan untuk air laut buatan
Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan
berderajat teknis. Bahan-bahan terdiri dari natrium klorida, magnesium
sulfat, magnesium klorida, kalsium klorida, kalium klorida, natrium
hidrokarbonat, aquadest, dan aquadest bebas CO2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
e. Bahan untuk KLT
Lempeng KLT dengan fase diam silika gel GF254 (MERCK),
larutan pengembang toluen, etilasetat, pereaksi semprot vanillin-asam
sulfat, ekstrak etanol dan fraksi aktif tumbuhan tembelekan.
f. Bahan untuk Fraksinasi
Fase diam silika gel GF 254 (E.merck), fase gerak Toluen, Etil
asetat, ekstrak etanol tumbuhan tembelekan.
2. Alat penelitian
a. Alat untuk penyarian
Gelas ukur (Pyrex), waterbath (Memmert), Erlenmeyer (Pyrex),
neraca analitik (Mettler Toledo AB 204), vaccum rotary evaporator (Janke
& Kunkel), batang pengaduk, sendok, cawan porselen.
b. Alat untuk uji BST
Flakon, bak penetasan artemia (lokal), mikropipet (Socorex ISBA
S.A), lampu 5 watt (dop), aerator (Niko Nk 1200), pipet tetes, neraca
analitik (Mettler Toledo AB 204), Vortex (Dijkstra).
c. Alat untuk KLT
Pipa kapiler 5 µl, bejana kromatografi, alat semprot, kertas saring,
plat kaca, lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm.
d. Alat untuk Fraksinasi
Pipa kolom, vaccum hose Buchner, Beaker glass, gelas ukur, corong,
cawan porselen, sinteredglass.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tumbuhan tembelekan
Determinasi tumbuhan bertujuan untuk memastikan bahwa tumbuhan
yang digunakan adalah Lantana camara L.. Determinasi tumbuhan dilakukan di
Laboratorium Kebun Obat, Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dengan
menggunakan buku acuan menurut Becker and Backhuizen vol. I (1963) dan Vol
II (1965). Hasil determinasi tumbuhan berupa nama jenis (species) tumbuhan
yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Pengumpulan bahan
Daun tumbuhan tembelekan diambil saat tumbuhan sedang berbunga
dan berbuah pada bulan Agustus 2006 di belakang RSJ Grahasia, Pakem, Sleman,
Yogyakarta.
3. Penyiapan bahan
Daun tumbuhan tembelekan yang sudah diambil dicuci dengan air bersih
yang mengalir, kemudian diangin-anginkan. Apabila sudah bersih daun tumbuhan
tembelekan dikeringkan dibawah sinar matahari secara tidak langsung dengan
ditutupi kain hitam. Daun dapat diasumsikan kering apabila daun diremas dapat
hancur. Setelah kering dipotong kecil-kecil dan diserbuk.
4. Maserasi
Serbuk daun tumbuhan tembelekan ditimbang sebanyak 30 g,
dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan pelarut etanol pro analysis
(p.a) sebanyak 225 ml. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, lalu diletakkan
pada mesin pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm) selama 24 jam lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
larutan disaring dengan kertas saring. Maserat ditampung dan disimpan pada suhu
kamar sedangkan ampasnya dimaserasi lagi dengan 225 ml etanol p.a.
menggunakan shaker 130 rpm selama 24 jam, lalu disaring dan maserat
ditampung untuk digabungkan dengan maserat hasil maserasi 24 jam pertama.
Maserat yang terkumpul lalu dipekatkan dengan vaccum rotary
evaporator sampai kental (volume kira-kira 1/3 nya). Setelah itu, dengan
menggunakan cawan porselen yang sudah ditimbang terlebih dahulu, ekstrak
diuapkan di atas waterbath dengan suhu 50°C dan dengan kipas angin sampai
didapatkan ekstrak kering.
5. Fraksinasi
Sebelumnya dilakukan KLT orientasi/panduan untuk fraksinasi. Hal ini
dilakukan untuk optimasi pemilihan fase gerak pada proses fraksinasi. Fase diam
yang digunakan adalah silika gel GF 254 dan fase gerak yang digunakan adalah
campuran toluen-etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v.
a. Pembuatan kolom fase diam
Serbuk silica gel dimasukkan ke dalam kolom sampai setinggi ± 5 cm,
dituang ke dalam beaker glass 200 ml, ditambahkan fase gerak sampai terendam
lalu diaduk hingga menjadi bubur homogen. Kolom dipasang di atas vaccum hose
buchner, beakerglass 100 ml diletakkan ke dalamnya, pompa vakum
dihubungkan. Bubur dituangkan ke dalam kolom, kemudian dihisap sampai tidak
ada tetesan, larutan disingkirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
b. Persiapan sampel
Ekstrak kental ditimbang 0,5 – 1 g dengan cawan porselen, ditambahkan
silica gel sesedikit mungkin, diaduk hingga menjadi serbuk kering. Serbuk sampel
dituang ke atas fase diam sampai rata. Sedikit serbuk silica gel ditaburkan di atas
serbuk sampel, ditutup dengan kertas saring sesuai dengan diameter kolom untuk
menjaga agar ekstrak tidak bergeser ketika dituangi fase gerak.
c. Proses Fraksinasi
Beaker gelas kosong ditempatkan pada posisi penampungan, fase gerak
pertama sebanyak 50 ml dituangkan secara hati-hati pada kolom, hisap dengan
pompa vakum sampai tidak menetes. Beaker gelas yang berisi larutan sampel
dipindahkan dan disimpan, diberi label no 1. Beaker gelas diganti dengan yang
baru, fase gerak kedua dituang sebanyak 50 ml ke dalam kolom secara hati-hati,
hisap dengan pompa vakum sampai tidak menetes. Pindahkan dan simpan beaker
gelas yang berisi larutan sampel, beri label no 2. Cara yang sama dilakukan untuk
sampel no 3 dan selanjutnya. Proses fraksinasi dihentikan ketika profil bercak
pada KLT fraksi sudah sesuai dengan profil bercak pada KLT orientasi.
d. Uji KLT fraksinasi
Sampel yang diperoleh kemudian dikentalkan sampai sekitar ± 30 ml,
ditotolkan 5 µl pada lempeng KLT (fase diam silica gel GF 254), dielusi pada fase
gerak toluene-etil asetat (85:15). Deteksi dengan dilihat pada UV 254 nm dan 365
nm serta dengan vanillin-asam sulfat. Kromatogram didokumentasikan. Fraksi
dengan kesamaan bercak dijadikan satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
6. Pembuatan air laut buatan
Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan
berkadar garam 5 per mil adalah 5 gram natrium klorida (NaCl), 1,3 g magnesium
sulfat (MgSO4), 1 g magnesium klorida (MgCl2), 0,3 g kalsium klorida (CaCl2),
0,2 g kalium klorida (KCl), dan 2 g natrium hidrokarbonat (NaHCO3) dicampur
dalam 1 liter aquades. Bahan-bahan sebagian dilarutkan dalam sebagian aquadest
dalam labu takar satu liter. Khusus untuk magnesium sulfat dilarutkan dalam air
panas, sedangkan natrium hidrokarbonat dilarutkan dengan air bebas CO2.
Kemudian ditambah aquadest sampai volume tepat 1 liter. Air laut buatan
berkadar garam 5 per mil dan pH antara 7,3 – 8,4 (Mudjiman, 1989).
7. Penetasan telur artemia
Artemia ditetaskan dari telurnya dengan media air laut buatan berkadar
5 permil. Telur artemia ditetaskan dalam aquarium yang disekat menjadi dua
bagian, bagian terang dan bagian gelap, dengan sekat berlubang. Bagian gelap
merupakan tempat telur artemia ditaburkan. Telur menetas setelah kira-kira 24-36
jam kemudian menjadi nauplius (Mudjiman, 1989). Nauplius yang aktif akan
bergerak menuju tempat yang terang melalui lubang pada sekat. Setelah 48 jam,
nauplius diambil dari bagian yang terang menggunakan pipet dan digunakan
sebagai hewan uji (Meyer et al., 1982).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
8. Pembuatan larutan sampel
a. Pembuatan larutan A dan B ( larutan stok )
1) F2
Larutan A dengan konsentrasi 10 mg/ml (10 μg/μl) dibuat
dengan menimbang 100,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. Larutan B dengan
konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml.
2) F3
Larutan A dengan konsentrasi 10 mg/ml atau 10 μg/μl dibuat
dengan menimbang 50,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 5,0 ml. Larutan B dengan
konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. Larutan C dengan
konsentrasi 0,5 μg/μl dibuat dengan mengambil 0,5 ml dari larutan A
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml.
3) F4
Larutan A dengan konsentrasi 10 mg/ml atau 10 μg/μl dibuat
dengan menimbang 50,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 5,0 ml. Larutan B dengan
konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A
kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
b. Pembuatan larutan sampel
Dari larutan stok tersebut dibuat seri konsentrasi untuk tiap fraksi (cara
memperoleh konsentrasi lihat pada Lampiran 9).
1) F2 : (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml.
2) F3 : ( 5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml.
3) F4 : (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml.
Tabel I. Seri konsentrasi larutan sampel daun tumbuhan tembelekan
Konsentrasi larutan
stok
Volume larutan stok
yang diambil
Volume air laut buatan
yang ditambahkan
Konsentrasi larutan sampel yang diujikan
(C1) (V1) (V2) (C2)
Sampel
(μg/ml) (ml) (ml) (μg/ml) 0,50 5 100 1000 0,890 5 178 0,160 5 316,84 0,280 5 563,97
F2
10000
0,50 5 1003,87 500 0,050 5 5
0,050 5 10,5 0,110 5 22,05 0,220 5 43,3
F31000
0,490 5 97,2 0,050 5 10 0,160 5 32 1000
0,510 5 102,4 0,160 5 327,7
F4
10000 0,520 5 1048,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
9. Uji toksisitas akut dengan BST
Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan larva artemia yang
berumur 48 jam (Meyer et al., 1982). Sepuluh ekor larva artemia yang berumur 48
jam diambil, dimasukkan ke dalam flakon yang telah berisi sampel dengan
konsentrasi tertentu, air laut buatan sebanyak 3 ml dan 1 tetes ragi (3mg/5ml)
sebagai makanan yang kemudian divortek. Air laut buatan ditambahkan sampai 5
ml. Setiap pengujian selalu disertai dengan kontrol dan masing-masing
konsentrasi dibuat dalam 5 kali replikasi. Flakon dijaga agar selalu mendapat
penerangan. Setelah 24 jam, jumlah larva artemia yang mati dihitung untuk
mengetahui nilai probit dan dianalisis untuk mengetahui harga LC50 (Meyer et al.,
1982).
10. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
Uji dengan KLT ini bertujuan untuk mengetahui profil bercak dari fraksi
yang terdapat dalam fraksi daun tumbuhan tembelekan. Ekstrak kental fraksi daun
tumbuhan tembelekan dilarutkan dengan etanol dan ditotolkan pada lempeng
KLT. Lempeng KLT dimasukkan dalam bejana yang berisi fase gerak yang telah
jenuh lalu dielusi sampai jarak rambat 15 cm, kemudian diangkat dan dikeringkan.
Setelah itu elusi yang terjadi diamati dengan melihat bercak yang timbul.
Pengamatan bercak dilakukan dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254
nm dan 365 nm serta dengan pereaksi semprot.
Identifikasi triterpenoid, sistem KLT yang digunakan adalah sebagai berikut :
fase diam : silika gel GF 254 (MERCK)
fase gerak : toluen:etil asetat (85:15 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
deteksi : visibel, UV 254 nm dan UV 365 nm, dan vanillin asam sulfat
(pemanasan 100-110 °C, 10 menit)
11. Analisis hasil
Data persentase kematian larva artemia yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis probit SPSS untuk menghitung harga LC50. Dalam
perhitungan analisis probit secara manual, konsentrasi ditransformasikan menjadi
log konsentrasi (sebagai nilai x) dan % kematian ditransformasikan menjadi nilai
probit (sebagai nilai y). Setelah didapatkan persamaan garis data di atas, dicari
nilai LC50 dengan menghitung nilai x pada y=5. Setelah itu, nilai x di anti-log kan
untuk mendapatkan konsentrasi dimana dapat membunuh 50% hewan uji.
Jika pada kontrol ada artemia yang mati, maka persen kematian
ditentukan dengan rumus Abbot :
kontrol padakematian % - 100kontrol padakematian % - perlakuan padakematian % KEMATIAN % =
(Kumar, Prasad, and Singh, 2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang
akan digunakan dalam penelitian. Determinasi tumbuhan dilakukan secara
makroskopis dengan melihat ciri-ciri morfologi tumbuhan secara keseluruhan
mulai dari daun, bunga, batang kemudian dibandingkan dengan determinasi
tumbuhan yang terdapat dalam buku acuan menurut Backer and Bakhuizen Van
den Brink (1963 & 1965).
Berdasarkan determinasi tumbuhan yang telah dilakukan (lampiran 1),
diperoleh kesimpulan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah benar-benar
tumbuhan Lantana camara L.
B. Pengumpulan Bahan
Daun tumbuhan tembelekan diperoleh dari tumbuhan tembelekan yang
tumbuh di belakang RSJ Grahasia, Pakem. Lokasi tumbuh diusahakan sama untuk
menghindari variasi kandungan kimia yang terlalu besar karena perbedaan kondisi
lingkungan. Pemilihan daun ke-4 sampai ke-5 dari ujung tangkai bertujuan agar
daun yang digunakan memiliki umur yang relatif sama sehingga kadar senyawa
aktifnya tidak berbeda secara bermakna (Anonim, 1985). Daun diambil dalam
keadaan tumbuhan sedang berbunga karena pada saat itu kandungan kimia
mencapai kadar optimum sehingga senyawa aktif yang terbentuk juga dalam
keadaan optimal (Anonim, 1985).
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga tidak
ditumbuhi jamur, mempermudah pembuatan serbuk, dan menjamin agar
kualitasnya tetap baik sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Reaksi enzimatis serta perubahan kimiawi juga dapat diminimalkan, sehingga
senyawa aktif yang terkandung dalam daun tumbuhan tembelekan tidak hilang
terurai (Anonim, 1986).
Pembuatan serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan yang kontak
dengan cairan penyari sehingga kandungan kimia yang terlarut dalam proses
penyarian lebih banyak dan penyarian dapat berlangsung lebih sempurna
(Anonim, 1986).
C. Maserasi Daun Tumbuhan Tembelekan
Maserasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan merendam
serbuk sampel dalam cairan penyari. Penyarian merupakan peristiwa perpindahan
massa zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari
sehingga di dalam cairan penyari terdapat zat aktif. Penyarian dengan cara
maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar
serbuk sampel sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya
perbedaan konsentrasi yang sebesar-besarnya antara larutan dalam sel dengan
larutan diluar sel. Makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar pula daya
dorong untuk memindahkan massa dari dalam sel ke dalam cairan penyari
(Anonim, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Maserasi kinetika adalah maserasi dengan menggunakan mesin shaker
yang berputar terus menerus dilakukan 6 sampai 24 jam (Anonim, 1986). Dalam
penelitian ini digunakan 30 gram serbuk daun tembelekan dan 225 ml etanol p.a.
yang dimasukkan dalam Erlenmeyer yang ditutup dengan aluminium foil. Hal ini
bertujuan agar larutan penyari (etanol p.a.) tidak menguap terlebih dahulu,
sehingga penyarian dapat maksimal.
Pada penelitian didapatkan maserat sebanyak 450 ml. Untuk
mendapatkan ekstrak etanol kering maka etanol diuapkan menggunakan vaccum
rotary evaporator hingga kental (± 100 ml), kemudian dipekatkan lagi di
waterbath dengan suhu tidak lebih 60° C menggunakan cawan. Vaccum rotary
evaporator digunakan karena dengan alat ini dapat diketahui dan diatur tekanan
alat (175 mmHg pada 40o C untuk etanol), sebab pada tekanan sebesar itu dapat
menurunkan titik didih dari etanol yang nantinya akan mempercepat penguapan
etanol tanpa membutuhkan pemberian panas tinggi. Selain itu, dengan
menggunakan alat ini dapat meningkatkan efisiensi biaya penelitian karena etanol
yang menguap dapat diperoleh kembali dalam suatu wadah penampung pada
rangkaian alat.
Pengeringan maserat didapatkan 2,27 gram ekstrak etanol kering. Cawan
porselen yang berisi ekstrak etanol kemudian ditutup dengan aluminium foil lalu
dimasukkan dalam eksikator. Dalam eksikator tidak ada air dan udara yang
masuk, karena dalam eksikator terdapat kapur tohor yang dapat menyerap air di
udara, yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan senyawa dalam ekstrak
tersebut atau dapat merusak senyawa oleh adanya bakteri atau cendawan.. Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
itu, dapat juga menarik sisa air yang mungkin masih tertinggal dalam ekstrak
karena proses pengeringan yang kurang sempurna.
D. Fraksinasi Ekstrak Etanol Hasil Maserasi
Kromatografi kolom vakum adalah suatu bentuk kolom yang terutama
bermanfaat untuk fraksinasi secara kasar dengan cepat. Fraksinasi ini tidak dapat
mengisolasi dalam bentuk suatu senyawa tunggal namun hanya mengisolasi
berdasarkan polaritas senyawa pada fase gerak. Senyawa ataupun golongan
senyawa yang diperoleh bisa lebih dari satu. Penggunaan vakum akan
mempercepat proses pengeluasian karena selain adanya gaya gravitasi juga
terdapat perbedaan tekanan pada kolom.
Ekstrak etanol dari tumbuhan tembelekan yang didapat dari metode
maserasi kemudian di fraksinasi dengan kromatografi kolom vakum. Sebelum di
fraksinasi dilakukan tahap KLT orientasi berdasarkan pemisahan senyawa
terpenoid. Hal ini didasarkan pada kandungan senyawa golongan terpenoid yang
terdapat di daun tumbuhan tembelekan. Fase gerak yang digunakan pada KLT
adalah toluen-etil asetat dengan perbandingan 93 banding 7 (v/v) dan fase diam
yang digunakan adalah silika gel. Toluen merupakan pelarut yang relatif non-
polar memiliki indeks polaritas 2,4 P’ dan etil-asetat merupakan pelarut yang
relatif lebih polar daripada toluen memiliki indeks polaritas 4,4 P’ (Skoog, 1985).
Campuran kedua fase gerak didapatkan indeks polaritas sebesar 2,54 P’. Silika gel
merupakan bahan penjerab yang polar. Hal ini dikarenakan adanya atom oksigen
yang polar dan adanya gugus hidroksi pada permukaannya (Gritter dkk, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Hasilnya pemisahan belum cukup optimal karena pada profil bercak KLT masih
terdapat beberapa bercak yang bertumpuk pada daerah awal jarak pengeluasian
(awal penotolon) yang menunjukkan bahwa beberapa bercak bersifat lebih polar
sehingga lebih berinteraksi kuat dengan fase diamnya (Gambar 2)..
Gambar 2. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 93:7, jarak pengembangan 15 cm.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (93:7 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
( Dari kiri ke kanan merupakan urutan bercak penotolan dari 1 kali penotolan sampai n kali penotolan.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Bercak yang menumpuk akan mempengaruhi hasil dari proses fraksinasi
yang diharapkan akan diperoleh fraksi dengan profil bercak yang jelas serta
terpisah menurut kepolarannya. Modifikasi fase gerak diperlukan untuk bisa
mengeluasi bercak yang bertumpuk hingga bercak terpisah dan juga untuk
mendapatkan kerapatan jarak antar bercak yang teratur. Melihat sifat bercak yang
polar maka modifikasi fase gerak dibuat menjadi lebih polar daripada sebelumnya
yang non polar. Fase gerak non polar, dalam hal ini toluen, dikurangi
konsentrasinya dan fase gerak yang lebih polar, etil asetat, konsentrasinya
ditambah. Perbandingan fase gerak dibuat toluen (90) : etil asetat (10), indeks
polaritas campuran 2,6 P’.
Setelah dilakukan proses eluasi, hasil pemisahan dengan perbandingan
ini masih belum memuaskan karena masih terdapat bercak yang menumpuk dan
kerapatan jarak antar bercak masih belum merata (Gambar 3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gambar 3. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 90:10, jarak pengembangan 15 cm.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (90:10 v/v)
Deteksi : Sinar UV 365 nm
Modifikasi selanjutnya dirubah pada perbandingan toluen (85) : etil
asetat (15), indeks polaritas campuran fase gerak 2,7 P’. Pemisahan becak sudah
baik karena bercak sudah tidak menumpuk dan diperoleh kerapatan jarak antar
bercak yang hampir merata(Gambar 4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Gambar 4. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 85:15, jarak pengembangan 15 cm..
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
Hasil dengan perbandingan 85:15 sudah baik, namun dirasa masih perlu
dilakukan modifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
Perbandingan selanjutnya yang digunakan adalah toluen (80) banding etil asetat
(20). indeks polaritas campuran fase gerak 2,8 P’. Hasilnya kerapatan jarak antar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
bercak sudah merata dan namun terdapat bercak yang menumpuk pada posisi
akhir jarak pengeluasian(Gambar 5).
Gambar 5. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 80:20, jarak pengembangan 15 cm.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (80:20 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Melihat profil dari ke empat KLT orientasi di atas maka diputuskan
untuk memakai fase gerak toluen-etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v.
Setelah diperoleh sistem pemisahan dari KLT orientasi, kemudian
diaplikasikan ke metode Vaccum Coloumn Chromatography (VCC) atau disebut
juga Kromatografi Kolom Vakum. Volume fase gerak yang digunakan untuk
setiap kali fraksinasi sebanyak 50 ml karena diharapkan dapat mengeluasi bercak
berdasarkan urutan kepolarannya. Pada perbandingan fase gerak 85:15, indeks
polaritas campuran dari kedua senyawa tersebut adalah 2,7 P’ yang masuk dalam
kategori fase gerak yang relatif non-polar. Bercak/senyawa yang bersifat non
polar akan terfraksinasi terlebih dahulu. Berturut-turut selanjutnya akan
didapatkan bercak/senyawa yang cenderung lebih polar. Senyawa-senyawa yang
non-polar akan berinteraksi dengan fase gerak yang non-polar sehingga lebih
cepat tereluasi sedangkan senyawa yang relatif lebih polar akan berinteraksi
dengan fase diam sehingga waktu eluasinya lebih lama.
Fase diam yang digunakan adalah silika gel yang dibuat menjadi bubur
dengan pelarut fase gerak yang akan digunakan. Pembuatan bubur ini bertujuan
untuk memudahkan dalam pemasukan ke dalam kolom serta untuk menghindari
terjadinya rongga udara pada kolom yang dapat mengganggu dalam proses
fraksinasi. Penghisapan pelarut bubur dalam kolom dimaksudkan untuk lebih
memampatkan fase diam sehingga diperoleh kerapatan fase diam yang kompak
dan merata.
Fraksinasi dengan menggunakan kromatografi vakum-cair didapatkan 12
fraksi hasil (Gambar 6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 6. Kromatogram 12 fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan hasil fraksinasi dengan jarak pengembangan 15 cm.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
Proses fraksinasi dapat dihentikan karena sudah didapatkan profil bercak
yang sesuai dengan KLT orientasi. Pada fraksi no 1 didapatkan profil bercak yang
berwarna hijau pada UV 365 nm. Profil bercak ini sudah sesuai dengan profil
bercak pada KLT orientasi yang tereluasi pertama kali yang juga memberikan
warna hijau pada UV 365 nm. Akhir pengeluasian pada profil bercak KLT
orientasi juga ditandai dengan bercak yang berwarna hijau pada UV 365 nm dan
bercak ini sudah diperoleh profil bercaknya mulai dari fraksi no 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Fraksi-fraksi yang mempunyai kesamaan bercak kemudian digabung.
Selain itu penggabungan bercak juga didasarkan pada bercak yang dominan pada
fraksi. Bercak dominan adalah bercak yang mempunyai area relatif lebih lebar dan
terlihat lebih tebal. Fraksi yang mempunyai kesamaan bercak yaitu pada fraksi no
8 sampai 12 yang kemudian digabung menjadi satu. Profil bercak pada fraksi no 3
sampai 7 mempunyai profil yang hampir sama dalam rentang panjang bercak
pengeluasiannya. Namun, profil bercak pada fraksi no 4 sampai 7 lebih dominan
pada bercak bagian bawah pengeluasian (polar) sehingga fraksi no 4 sampai 7
digabung menjadi satu. Fraksi no 1 sampai 3 tidak digabung karena mempunyai
karakteristik bercak dominan yang berbeda. Penggabungan ini bertujuan untuk
mendapatkan profil fraksi dari yang nonpolar sampai ke fraksi yang polar. Selain
itu untuk mendapatkan profil dari fraksi yang memiliki efek toksik pada larva
artemia.
Tabel II. Penggabungan hasil fraksinasi menjadi 5 fraksi berdasarkan data gambar 6
Penggabungan Fraksi
no nama dan berat fraksi gabungan 1 F1 berat 40 mg 2 F2 berat 150 mg 3 F3 berat 60 mg
4 sampai 7 F4 berat 150 mg 8 sampai 12 F5 berat 20 mg
Hasil penggabungan didapatkan lima fraksi yaitu F1, F2, F3, F4, F5. Tabel
penggabungan fraksi menunjukkan berat dari fraksi gabungan. Berat fraksi yang
besar ditunjukkan pada F2 dan F4. Lima fraksi gabungan tersebut, tiga fraksi yang
diujikan dengan metode BST yaitu F2, F3, F4. Pengujian dengan metode BST tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
melibatkan F1 karena profil bercak KLT pada F1 sudah terwakili pada F2. Pada F5
tidak diuji karena profil nya sudah terwakili pada F4.
E. Pembuatan Air Laut Buatan (ALB)
Komposisi bahan pembuat ALB terdiri dari natrium klorida, magnesium
sulfat, magnesium klorida, kalsium klorida, kalium klorida, natrium
hidrokarbonat, dan aquadest. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan air
laut alami sehingga lingkungan hidupnya hampir sama. Natrium hidrokarbonat
dilarutkan dengan menggunakan air bebas karbondioksida untuk mempertahankan
sifat kebasaan atau agar pH tetap dipertahankan. Pemecahan cangkang siste
dibantu oleh kegiatan enzim penetasan yang membutuhkan pH lebih dari 8 (antara
8-9), sehingga pH sangat berpengaruh terhadap penetasan siste.
ALB memiliki kadar garam 5 permil yang artinya dalam 1 ml aquadest
mengandung 5 mg Natrium klorida. Menurut Mudjiman (1989), peningkatan
kadar garam yang mendadak dari 5 permil menjadi 35 permil tidak akan
mempengaruhi kehidupan artemia, sebab mereka mempunyai toleransi yang tinggi
terhadap perubahan kadar garam. Bahkan lebih dari 35 permil, misalnya sampai
140 permil. Hal ini disebabkan artemia mempunyai kelenjar garam, yang dapat
mengatur penyesuaian diri terhadap perubahan kadar garam.
F. Penetasan Telur Artemia
Siste yang kering memiliki kadar air kurang dari 10% berisi embrio
dalam keadaan diapauze (metabolisme terhenti sementara). Perendaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dilakukan agar siste menyerap sejumlah air yang digunakan untuk mengaktifkan
metabolismenya. Air tawar digunakan dalam merendam siste karena proses
penyerapan air ke dalam siste berlangsung secara hiperosmotik (tekanan osmose
di dalam siste lebih tinggi dibandingkan tekanan osmose diluar siste).
Siste dimasukkan pada media ALB berkadar 5 per mil dengan pH 8.
Untuk pertumbuhan siste diperlukan ALB dengan kadar garam rendah, karena jika
kadar garam terlalu tinggi maka siste tidak akan menetas karena tekanan osmose
di luar siste lebih tinggi sehingga siste tidak dapat menyerap air yang cukup untuk
proses metabolismenya. Suhu juga berpengaruh untuk pertumbuhan artemia yang
baik. Suhu yang baik berkisar antara 25oC – 30oC sehingga penelitian dilakukan
dalam suhu kamar. Selain kadar garam dan pengaruh suhu, kadar oksigen juga
sangat menentukan proses penetasan siste. Untuk memenuhi kebutuhan akan
oksigen terlarut sekitar 3mg/l maka selama penetasan media diberi udara (aerasi)
dengan menggunakan aerator, gelembung udara juga berfungsi untuk mengaduk
siste secara merata agar siste tidak mengendap di dasar. Siste yang mengendap
akan kekurangan oksigen dan tidak menetas. Untuk merangsang penetasan, media
penetasan perlu disinari dengan lampu 5 watt yang diatur sedemikian rupa
sehingga tidak terlalu panas. Pemisahan cangkang telur dan larva dapat dipercepat
dengan memanfaatkan sifat artemia yang tertarik pada cahaya (fototaksis positif).
Wadah penetasan dibagi dalam dua kompartemen yaitu kompartemen gelap
dengan cara ditutup kaca hitam dan kompartemen terang dengan cahaya lampu.
Larva terseleksi akan bergerak dari kompartemen gelap ke kompartemen terang
melalui celah, sedangkan larva yang tidak cukup kuat dan aktivitasnya kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
baik tidak dapat menuju kompartemen terang. Antara kedua kompartemen
tersebut diberi sekat dengan lebar celah kira-kira 1 cm.
Setelah larva menetas, maka larva dipindahkan ke dalam wadah
penetasan yang berisi ALB yang berkadar garam 5 permil dengan kondisi sama.
Pengambilan larva dilakukan dengan menggunakan pipet tetes. Pemindahan larva
ke dalam satu tempat tersebut bertujuan agar umur larva yang akan digunakan
pada saat penelitian sama. Umur larva yang berbeda akan memberikan hasil yang
berbeda. Larva artemia yang digunakan untuk uji yaitu larva yang berumur 48 jam
setelah menetas. Larva yang berumur 48 jam dalam keadaan paling peka karena
dinding selnya masih lunak sehingga hanya diperlukan konsentrasi sampel yang
kecil untuk menimbulkan efek yang diamati.
G. Uji Toksisitas dengan Metode BST
Uji toksisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BST
(Brine Shrimp Lethality Test). Metode BST merupakan skrining awal untuk
mengetahui toksisitas suatu senyawa. Karena itu uji toksisitas akut yang dilakukan
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik fraksi ekstrak etanol
daun tumbuhan tembelekan. Uji toksistas akut dengan metode BST ini
menggunakan larva artemia sebagai organisme uji. Toksisitas akut dapat
ditentukan dengan melihat nilai LC50nya, jika harga LC50 lebih kecil dari 1000
μg/ml dikatakan toksik, sebaliknya jika harga LC50 lebih besar dari 1000 μg/ml
dikatakan tidak toksik. Tingkat ketoksikan tersebut akan memberikan makna
terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor (Meyer et al., 982). Larva artemia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
sangat mungkin digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memiliki aktivitas
biologis terhadap mamalia (misalnya senyawa yang memiliki aktivitas
sitotoksisitas) karena memiliki kesamaan dengan sistem enzim pada mamalia.
Beberapa sistem tersebut antara lain tipe DNA-dependent RNA polimerase, dan
ouabaine sensitive Na+ and K+ dependent ATPase (Solis et al., 1993), sehingga
jika suatu senyawa antikanker berefek toksik terhadap larva artemia maka
senyawa antikanker tersebut dapat digunakan pada mamalia.
Penelitian ini menggunakan larva artemia yang berumur 48 jam. Tzong
& Jiann (1987) mengungkapkan bahwa pada umur ini sifat selnya masih lunak
dan peka sehingga hanya dibutuhkan konsentrasi sampel yang kecil untuk
menimbulkan efek toksik yang diinginkan pada percobaan. Sifat sel yang masih
lunak pada kulit artemia diasumsikan sebagai membran semipermiabel pada sel
mamalia. Sampel yang diujikan diharapkan masuk ke dalam tubuh artemia
melalui difusi pasif karena perbedaan gradien kadar yang kemudian diharapkan
sampel tersebut memberikan efek toksik pada artemia. Membran semi permiabel
terdiri atas lapisan lipid-air-lipid maka senyawa yang bersifat nonpolar (terpenoid)
akan lebih mudah masuk ke dalam sel.
Sampel tiap fraksi dilarutkan dalam etanol, dengan mikropipet larutan
sampel diambil dan dimasukkan ke dalam flakon sesuai konsentrasi yang
digunakan. Sebelum dibuat seri konsentrasi, masing-masing sampel fraksi
dilakukan orientasi kadar terlebih dahulu yaitu 10, 100, 1000 μg/ml (Meyer et al.,
1982). Dalam pembuatan seri konsentrasi, dibuat konsentrasi tinggi yang dapat
membunuh semua atau hampir semua hewan uji, dan konsentrasi rendah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
hanya mematikan kurang dari separuh hewan uji. Setelah pengujian dengan kadar
orientasi, didapatkan jumlah larva yang mati, yang kemudian digunakan untuk
menghitung persentase kematian larva tersebut (lampiran 9). Dari data persentase
kematian ini diambil konsentrasi yang memberikan harga persentase kematian
larva antara 20%-80% sebagai konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi.
Digunakan persentase kematian larva antara 20%-80% karena dengan persentase
kematian tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier, sehingga LC50
yang didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil yang
sebenarnya. Selanjutnya untuk mendapatkan lima seri konsentrasi dengan
kelipatan yang sama, yang merupakan syarat probit dapat dihitung dengan rumus
F (lampiran 9). Seri konsentrasi didapatkan dari orientasi kadar dengan masing-
masing konsentrasi fraksi yaitu F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3
( 5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml, F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml.
Pelarut diuapkan pada suhu kamar dengan cara diangin-anginkan
sampai tidak berbau lagi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah efek yang tidak
dikehendaki dari pelarut. Jadi diharapkan kematian larva yang timbul hanya
disebabkan oleh sampel yang dimasukkan. Karena itu dalam penelitian ini
diperlukan kontrol negatif. Kontrol dibuat dengan cara yang sama, tetapi hanya
menggunakan pelarut sampel fraksi saja. Kontrol dipakai untuk mengkoreksi
kemungkinan timbulnya efek pelarut yang tidak dikehendaki yaitu penguapan
belum sempurna dan faktor-faktor lain dari pelarut yang berpengaruh. Apabila
dalam pengamatan terhadap kontrol ditemukan larva artemia yang mati, maka
persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot’s.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Setelah flakon diisi sampel dan dikeringkan, ditambahkan + 3 ml ALB
dan satu tetes ragi sebagai makanan yang kemudian divortex untuk mencampur
sampel dengan ALB, sehingga sampel uji akan terdistribusi merata dalam ALB.
Dari flakon-flakon tersebut masing-masing secara acak dimasukkan larva artemia
sebanyak 10 ekor menggunakan pipet tetes dengan latar belakang terang
(Mudjiman, 1991). Setelah itu ditambahkan 2 ml ALB ke dalam flakon sehingga
didapatkan volume ALB di dalam flakon sebesar 5 ml. Meyer et al., (1982)
memaparkan konsentrasi ragi yang digunakan adalah 3 mg ragi dalam 5 ml ALB.
Dengan makanan tersebut maka dapat dicegah kemungkinan larva artemia mati
karena kekurangan makanan. Artemia merupakan filter feeder (penyaring
makanan) dan menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa
membedakan antara makanan dan bukan makanan maka pemberian makanan
perlu diukur konsentrasinya untuk menghindari terjadinya penumpukan makanan
dalam flakon. Apabila jumlah makanan yang diberikan berlebihan maka jumlah
yang ditelan juga lebih banyak. Hal tersebut dapat menyebabkan sisa makanan
yang belum dicerna dengan sempurna akan didesak oleh makanan baru yang terus
menerus masuk dalam jumlah banyak, sehingga makanan tersebut keluar lagi
dalam keadaan belum tercerna dengan baik (Mudjiman, 1991).
Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Setelah perhitungan
didapatkan % kematian pada masing-masing konsentrasi perlakuan dan kontrol.
Kontrol digunakan untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh
pengaruh fraksi daun tumbuhan tembelekan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Tabel III. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi
ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
fraksi 2 fraksi 3 fraksi 4
Konsentrasi
( µg/ml)
Persentase kematian
(%)
Konsentrasi( µg/ml)
Persentase kematian
(%)
Konsentrasi ( µg/ml)
Persentase kematian
(%)
100 20 5 17,39 10 25
178 33,33 10,5 34,78 32 40
316,84 39,13 22,05 47,83 102,4 51,06
563,97 53,33 43,3 61,70 327,7 57,77
1003,87 62,22 97,2 81,25 1048,6 76,59
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis probit
untuk menentukan nilai LC50. Pada analisis probit, konsentrasi sampel
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sebagai variabel tetap (nilai x)
sedangkan nilai probit dari persentase kematian ditetapkan menjadi variabel
tergantung (nilai y). Dari data tersebut diperoleh persamaan garis regresi linier.
Data dianalisis dengan analisis probit menggunakan program SPSS
10.00. Untuk F2, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan
garis linier adalah y = 1,11990x – 3,02990. Diperoleh suatu tabel yang
mencantumkan nilai LC50 yang dihasilkan yaitu 508 μg/ml dengan kisaran batas
bawah sebesar 399 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 698 μg/ml (lampiran 10).
Untuk F3, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis
linier adalah y = 1,34949x – 1,84601. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan
nilai LC50 yang dihasilkan yaitu 23 μg/ml dengan kisaran batas bawah sebesar 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 29 μg/ml (lampiran 11). Untuk F4, setelah
dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y =
0,63690x – 1,27778. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai LC50 yang
dihasilkan yaitu 101 μg/ml dengan kisaran batas bawah sebesar 66 μg/ml dan
kisaran batas atas sebesar 155 μg/ml (lampiran 12). Kurva hubungan antara nilai
probit dengan log konsentrasi tiap fraksi dapat dilihat pada gambar 7 untuk F2,
gambar 8 untuk F3, gambar 9 untuk F4.
Berdasarkan kurva yang dihasilkan, maka terdapat korelasi yang
diharapkan antara konsentrasi dengan respon. Semakin besar konsentrasi yang
diberikan maka banyaknya hewan uji yang mati pun semakin banyak. Hal tersebut
nampak dari nilai probit yang meningkat seiring meningkatnya log konsentrasi
serta nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r = 0,99227 untuk F2; r = 0,99624
untuk F3; r = 0,98666 untuk F4).
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,23,02,82,62,42,22,01,8
Prob
it
,4
,2
0,0
-,2
-,4
-,6
-,8
-1,0 Rsq = 0,9846
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Probit Transformed Responses
Log of KONS
2,01,81,61,41,21,0,8,6
Prob
it
1,0
,5
0,0
-,5
-1,0 Rsq = 0,9925
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F3
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,53,02,52,01,51,0,5
Prob
it
,8
,6
,4
,2
0,0
-,2
-,4
-,6
-,8 Rsq = 0,9735
Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F4
Konsentrasi fraksi daun tumbuhan tembelekan dimana dapat membunuh
50% hewan uji (LC50) juga dapat diketahui dengan menggunakan kurva di atas,
yaitu dengan menarik garis lurus pada probit 0,0 ke arah kanan sampai pada garis,
lalu ditarik garis ke arah bawah, sehingga didapatkan log konsentrasi yang
kemudian dapat diketahui konsentrasi dari fraksi aktif. Gambar di atas juga dapat
digunakan untuk menentukan nilai Rsq yang merupakan koefisien determinasi
yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Setelah dilakukan analisis, untuk F2
didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9846 yang berarti bahwa persentase sumbangan X
yaitu konsentrasi F2 daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon
(jumlah kematian artemia) sebesar 98,46%. Untuk F3 didapatkan nilai Rsq sebesar
0,9925 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F3 daun
tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon (jumlah kematian artemia)
sebesar 99,25%. Sedangkan untuk F4 didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9735 yang
berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F4 daun tumbuhan
tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon (jumlah kematian artemia) sebesar
97,35%.
Nilai Rsq juga dapat untuk menghitung nilai R yaitu akar dari Rsq. Nilai
R didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,9923 untuk F2 sedangkan untuk F3
sebesar 0,9962 dan untuk F4 sebesar 0,9867. Nilai R merupakan koefisien korelasi
dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan antara
X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95% pada derajad bebas 3
dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian lebih
besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang linier
antara konsentrasi dengan nilai probit. Meningkatnya konsentrasi diikuti dengan
meningkatnya nilai probit (respon).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fraksi mempunyai nilai
LC50 < 1000 μg/ml, yang berarti bahwa semua fraksi tersebut bersifat toksik.
Untuk F3, mempunyai nilai LC50 yang paling kecil yaitu 23 μg/ml. Semakin besar
nilai LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
LC50 berarti toksisitasnya semakin besar. Merujuk hasil tersebut maka fraksi yang
memiliki efek toksik paling besar adalah F3, sehingga kemungkinan besar F3
memiliki aktivitas sitotoksik paling besar.
Setelah diperoleh fraksi paling toksik, maka dilakukan pengamatan
profil bercak tsb dengan KLT. Profil yang diperoleh berupa Rf dan warna bercak
yang terbentuk setelah disemprot pereaksi vanilin-asam sulfat.
H. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
Uji KLT dilakukan pada fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
terhadap larva artemia dengan tujuan untuk mengetahui profil bercak yang
terdapat dalam fraksi tersebut. Fraksi daun tumbuhan tembelekan yang dilihat
profilnya adalah F2, F3, F4.
Uji KLT ini dilakukan dengan fase diam dan fase gerak yang sesuai
sehingga akan memberikan bercak yang akan dideteksi dengan sinar tampak, sinar
UV dan pereaksi-pereaksi semprot yang spesifik. Untuk senyawa terpenoid
digunakan deteksi dengan vanilin-asam sulfat. Daun tumbuhan tembelekan
mengandung senyawa golongan terpenoid. Salah satu senyawa utama yang
terdapat pada tumbuhan tembelekan adalah Lantadene. Lantadene termasuk dalam
golongan pentasiklik triterpene (Duke, 2001).
Fraksi yang akan ditotolkan dilarutkan dalam etanol. Larutan fraksi
tersebut kemudian ditotolkan pada fase diam yang akan digunakan. Sebenarnya
banyaknya totolan tergantung penampakannya di sinar UV 254 nm dan sinar UV
365 nm, artinya totolan dihentikan jika bercaknya sudah terlihat jelas di bawah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
sinar UV 254 nm dan sinar UV 365 nm. Namun KLT yang dilakukan dalam
penelitian ini merupakan KLT semikuantitatif karena penotolan dilakukan dengan
mengetahui jumlah larutan dan konsentrasi sampel yang ditotolkan. Larutan yang
ditotolkan merupakan larutan A yang mempunyai konsentrasi 10 μg/μl, ditotolkan
sebanyak 3 totolan dengan menggunakan pipet 5 μl, sehingga dalam tiap kali
totolan ditotolkan 150 μg fraksi. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan
perlakuan terhadap semua fraksi toksik yang selanjutnya digunakan untuk
menduga konsentrasi bercak senyawa yang kemungkinan memiliki peran besar
terhadap kematian larva artemia. Asumsi bercak senyawa yang memiliki
konsentrasi tinggi dapat ditunjukkan dengan ketebalan dan lebar bercak serta
intensitas warna pada plat KLT. Semakin tebal dan semakin lebar bercak serta
semakin jelas intensitas warna yang terjadi menandakan bahwa pada bercak
tersebut mempunyai massa senyawa yang besar. Profil bercak dari tiap fraksi
toksik dapat dilihat pada gambar 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Gambar 10. Kromatogram tiga fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Pada F2, bercak yang memiliki ketebalan dan lebar yang besar
ditunjukkan pada bercak nomor 6 (Rf 0,55) dan 8 (Rf 0,85). Pada F3 ditunjukkan
pada bercak nomor 2 (Rf 0,3) sedangkan pada F4 ditunjukkan pada bercak nomor
1 (Rf 0,14) (Lampiran 13). Melihat hal ini dapat dikatakan bercak-bercak pada
tiap fraksi tersebut memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan bercak
yang lain dalam KLT atau dapat dikatakan bercak tersebut merupakan bercak
dominan. Apabila melihat kepolarannya, maka berdasarkan dari sistem KLT yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
digunakan pada F1 terdapat senyawa-senyawa yang relatif non polar sedangkan
pada F3 terdapat senyawa-senyawa semi non polar dan pada F4 terdapat senyawa-
senyawa yang relatif lebih polar.
Tabel IV. Data kromatogram tiga fraksi toksik deteksi senyawa uji bercak no Rf
Vanilin-as.sulfat 1 0,30 ungu 2 0,39 hijau kuning 3 0,43 hijau 4 0,47 ungu 5 0,51 hijau kuning 6 0,55 hijau tua 7 0,64 ungu
Fraksi 2
8 0,85 ungu 1 0,25 ungu biru 2 0,30 ungu hijau 3 0,39 hijau kuning 4 0,43 hijau 5 0,47 ungu 6 0,51 hijau kuning
Fraksi 3
7 0,55 hijau tua 1 0,14 ungu 2 0,20 ungu biru 3 0,25 ungu biru 4 0,30 ungu
Fraksi 4
5 0,51 hijau kuning
Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan warna abu-abu, merah
violet atau ungu (Wagner, Brady, and Zgainski, 1984). Profil ketiga fraksi
terdapat bercak yang mempunyai warna ungu atau keunguan. Pada F2 bercak
nomor 1 (Rf 0,3), 4 (Rf 0,47), 7 (Rf 0, 64), 8 (0,85); kemudian pada F3 bercak
nomor 1 (Rf 0,25), 2 (Rf 0,3), 5 (Rf 0,47); dan pada F4 bercak nomor 1 (Rf 0,14),
2 (Rf 0,20), 3 (Rf 0,25), 4 (Rf 0,3) mengandung warna ungu. Melihat profil dari
ketiga fraksi diduga semua fraksi mengandung senyawa terpenoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Fakta menunjukkan F2 memiliki LC50 sebesar 508 μg/ml, F3 memiliki
LC50 sebesar 23 μg/ml, dan F4 memiliki LC50 sebesar 101 μg/ml. Berturut-turut,
fraksi yang memiliki aktivitas paling toksik terhadap artemia adalah F3 kemudian
F4 dan terakhir F2. Fakta pada kromatogram (Gambar 11) menunjukkan sebagian
besar profil bercak pada F3 juga terdapat pada F2.
Gambar 11. Potongan atas gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Bercak nomor 2,3,4,5,6 pada F2 memiliki kesamaan bercak dengan F3 pada bercak
nomor 3,4,5,6,7 (Gambar 11). Merujuk pada data bahwa LC50 dari F2 lebih besar
daripada F3 maka dapat dikatakan bahwa bercak pada F3 yang memiliki kesamaan
bercak dengan F2 kemungkinan bukan yang menyebabkan kematian larva artemia.
Bercak-bercak tersebut kemungkinan bukan yang memberikan efek yang paling
toksik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Data pada F4 menunjukkan terdapat bercak nomor 3 yang mempunyai
kesamaan bercak dengan bercak nomor 1 pada F3 (gambar 12). Data juga
menunjukkan nilai LC50 pada F4 juga lebih besar daripada nilai LC50 pada F3.
Gambar 12. Potongan bawah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Efek toksik dari F4 lebih kecil daripada F3 maka dapat dikatakan bahwa
bercak nomor 1, 2, 3 yang terdapat pada F4 dan bercak nomor 1 pada F3
kemungkinan tidak menyebabkan kematian pada larva artemia.
Terdapat profil bercak yang mempunyai kesamaan pada ketiga fraksi
toksik yaitu bercak nomor 1 pada F2, bercak nomor 2 pada F3, dan bercak nomor 4
pada F4 yang sama-sama mempunyai Rf 0,3 (Gambar 13). Dugaan bercak yang
berperan dalam membunuh Artemia mengarah kepada bercak dengan Rf 0,3
tersebut. Profil bercak dapat dilihat bahwa bercak tersebut pada F3 sangat tebal,
kemudian pada F4 agak tebal, dan pada F2 tipis. Dugaan didasarkan pada
konsentrasi bercak dimana pada bercak F3 terlihat sangat tebal yang artinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
mempunyai konsentrasi lebih tinggi sehingga dapat membunuh larva artemia lebih
banyak dibandingkan F2 dan F4.
Gambar 13. Potongan tengah gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Penelitian ini memang belum bisa membuktikan dengan pasti bahwa profil bercak
dengan Rf 0,3 tersebut merupakan bercak yang menyebabkan kematian larva
artemia.
Profil bercak KLT yang diduga menyebabkan larva artemia pada F3
terlihat menumpuk (Gambar 13). Dapat dilihat bercak terdiri dari 2 warna yaitu
warna ungu (bercak atas) dan warna hijau (bercak bawah). Untuk memperoleh
profil bercak yang lebih jelas maka dilakukan pemisahan dengan Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Penggunaan KLTP dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mengisolasi dan memperoleh bercak yang menumpuk. Bercak
yang telah diperoleh tersebut kemudian dieluasi dengan sistem KLT yang berbeda
dengan maksud agar didapatkan suatu profil bercak yang jelas. Untuk kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
bahwa bercak yang diperoleh merupakan bercak yang diinginkan maka dilakukan
eluasi dengan sistem KLT yang sama dengan sistem KLT profil fraksi. Fase gerak
toluen etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v. Ternyata bercak yang diperoleh
terkontaminasi dengan bercak nomor 1 dari F3. Data yang diperoleh menunjukkan
pada KLT kontrol terdapat 3 bercak, bercak nomor 1 terpisah sedangkan bercak
nomor 2 dan 3 menumpuk (Gambar 14) .
Gambar 14. Foto kromatogram kontrol KLTP. (A) deteksi UV 365 nm, (B)
deteksi vanilin-asam sulfat.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Sistem KLTP yang digunakan dirubah pada perbandingan fase
geraknya yang sebelumnya 85:15 v/v menjadi 97:3 v/v. Fase gerak yang
digunakan menjadi bersifat lebih non-polar sehingga bercak nomor 3 akan
mempunyai nilai Rf yang lebih besar dibandingkan bercak yang bernomor 2.
Gambar 15. Foto kromatogram KLTP bercak Rf 0,3 dari fraksi toksik.
Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (93:7 v/v) Deteksi : (kiri) UV 365 nm, (kanan) vanilin-asam sulfat
Tabel V. Data kromatogram gambar 15 deteksi Senyawa
uji bercak
no
Rf Vanilin-as.sulfat
Bercak 1 0,07 ungu RF 0,3 2 0,09 hijau
dari 3 0,14 ungu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Terbukti bercak nomor 3 KLTP mempunyai Rf 0,14 sedangkan bercak
nomor 2 mempunyai Rf 0,09 (gambar 15). Hal ini disebabkan bercak nomor 3
mempunyai sifat relatif lebih non-polar dibanding dengan bercak nomor 2.
Deteksi warna dengan menggunakan pereaksi vanillin-asam sulfat
menunjukkan bercak nomor 3 pada KLTP berwarna ungu. Dugaan senyawa
mengarah pada golongan terpenoid. Bercak yang diduga menyebabkan kematian
larva artemia salah satunya diduga merupakan golongan terpenoid
Senyawa terpenoid yang diduga menyebabkan kematian sel dalam daun
tumbuhan tembelekan adalah pentasiklik triterpenoid. Mekanisme senyawa
tersebut dalam membunuh sel belum diketahui secara rinci dan mendetail. Namun
telah diketahui bahwa pentasiklik triterpenoid dapat menghambat enzim
topoisomerase I dan II (Lee et al., 1991). Topoisomerase merupakan enzim yang
memegang peranan penting dalam transkripsi dan replikasi DNA. Beberapa fungsi
enzim ini adalah untuk menguraikan untaian DNA dan untuk memasangkan DNA
dengan pasangannya selama replikasi. Mekanisme kerja pentasiklik triterpenoid
dalam menghambat replikasi DNA belum dapat dijelaskan secara lebih terperinci
dan pasti, namun setidaknya dapat melalui dua cara yaitu dengan berikatan
dengan DNA menggantikan kedudukan enzim topoisomerase, sehingga DNA
tidak dapat bereplikasi atau dapat juga dengan berikatan dengan topoisomerase
sehingga topoisomerase tidak dapat berikatan dengan DNA dan DNA tidak dapat
bereplikasi. Jika DNA tidak terbentuk maka sel-sel tersebut akan mati. Selain itu,
senyawa ini juga dapat menghambat enzim yang mengkatalis sintesis RNA, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
menghambat RNA polymerase. Jika enzim ini dihambat, DNA dan protein juga
tidak akan terbentuk sehingga menyebabkan kematian sel.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, F3 merupakan fraksi yang
paling toksik. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian
larva artemia adalah golongan terpenoid dengan Rf 0,3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Fraksi 2 (LC50 508 μg/ml), fraksi 3 (LC50 23 μg/ml) dan fraksi 4 (LC50 101
μg/ml); fraksi 3 yang paling toksik.
2. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian larva artemia
adalah golongan terpenoid dengn Rf sebesar 0,3.
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut yang harus dilakukan adalah isolasi bercak dengan Rf 0,3
dari fraksi toksik pada penelitian ini untuk membuktikan dugaan bahwa bercak
tersebut sungguh memberikan efek toksik pada larva artemia.
2. Penelitian berikutnya yang harus dilakukan adalah identifikasi senyawa yang
bertanggungjawab terhadap kematian artemia.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Proses fraksinasi dalam penelitian ini dihentikan saat sudah diperoleh fraksinat
yang sesuai dengan profil KLT orientasi. Seharusnya, proses fraksinasi dilakukan
sampai semua senyawa habis terfraksinasi.
2. Pengujian fraksi tidak dilakukan semua. Seharusnya, semua fraksi diujikan
semua.
3. Ekstraksi dan fraksinasi hanya dilakukan satu kali. Seharusnya, dilakukan
replikasi.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Aida, 1990, Usaha Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Daun Tembelekan asal
Tamalanrea Ujung Pandang, Skripsi Anderson, J.E., Goets, C.M., and Mc Laughin, J.L., 1991, A Blind Comparison of
simple Benzh-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescreens, Phytochemical Analysis, Volume 2, 107-111
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 4-5,16-20, Depkes RI, Jakarta Asteria, W.I.S., 2006, Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Tembelekan
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.
Asterina, R., 1994, Pemeriksaan Flavonoid dan Verbakosid Daun Tembelekan,
Skripsi, ITB, Bandung Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, Vol I hal 3-6, 29-
34, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, Vol II hal 594-
597, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Coll, J.C., Bowden, B.F., 1986, The Application of Vaccum Liquid Chromatography
to the Separation of Terpene Mixtures, 934-936, James Cook University of North Queensland, Queensland, Australia.
Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid I, 154-157, Trubus
Agriwidya, Ungaran Dalimartha, S., 2002, Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker, 1-4, Penebar
Swadaya, Jakarta Donatus, I.A., 1990, Toksikologi Pangan, edisi I, 247-248, PAU Pangan dan Gizi
UGM, Yogyakarta Duke, J.A., 2001, Handbook of Phytochemical constituent of Gras Herbs and Other
Economic Plants, CRC Press, 325, London, USA. Duke, J.A., 1992, Handbook of phytochemical constituents of GRAS herbs and other
economic plants. Boca Raton, FL. CRC Press. http://www.ars-grin.gov/duke, diakses pada tanggal 2 februari 2007
Evans, WC., Trease, 2002, Pharmacognosy 15th edition, 113-114,394-406, W.B.
Saunders, New York
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Gritter, R.Y., Babbit, J.M., and Schwartng, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi,
edisi II, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 107-115, Penerbit ITB, Bandung.
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, EM., 2004, Fundamental of
Pharmacognosy and Phytotherapy, 75-77,85-89, Churchil Livingstone, Philadelphia
Hembing, W., 2000, Ensiklopedi Milenium Tumbuhan Berkhasiat Indonesia, 159-
163, Prestasi Insan Indonesia, Jakarta Katzung, B.G., 1987, Basic and Clinical Pharmakology, 3rd Edition, Diterjemahkan
oleh Petrus Andrianto, 858, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Loomis,T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, diterjemahkan oleh Imono
Argo Donatus, 228-233, IKIP Semarang, Semarang Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid , diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 20-34, Penerbit ITB, Bandung Meyer B.N., Ferrigni N.R., Putnama J.E., Jacobsen L.B., Nichols D.E., and
McLaughlin J.L., 1982, Brine Shrimp: A convenient General Bioassay for Active Plant Constituents, Planta Medica, 45,31-34
Mudjiman, A., 1989, Udang Renik Air Asin (Artemia salina), 15-18, Penerbit
Bhatara Karya Aksara, Jakarta Mudjiman, A., 1991, Makanan Ikan, 72-88, Penebar Swadaya, Jakarta Mursyidi, A.,1990, Analisis Metabolit Sekunder, 171-175, UGM Press,Yogyakarta Nafrialdi & Gan, 1995, Antikanker cit Ganiswara, Farmakologi dan Terapi, 686,
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Negara, A., 2003, Penggunaan Analisis Probit untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan
Populasi Spodoptera Exigua terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta, 4, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah
Peter J.H. and Amala R., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts, 39,118-119, Thomson , London. Rana, V.S., Prasad, D., Blazquez, M.A., 2005, Chemical Composition of the Leaf Oil
of Lantana camara, http://www.findarticles.com/p/articles/mi_qa409/is_200503/ai_n13505544. Diakses pada 20 Februari 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Robbers, JE., Speedie, MK., Tyler, VE., 1996, Pharmacognosy &
Pharmacognotechnology, 89-90, 138-170, Lea&Febiger, USA Robinson T., 1991, The Organic Constituent of Higher Plants, diterjemahkan oleh
Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 115, ITB Press, Bandung Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, 4th revised edition, 22, Kristianstads
Boktryckeri AB, Kristianstad, Sweden. Sharma O.M.P., Sharma P.D., 1989, Natural products of the Lantana plant- the
present and prospects, Journal of Scientific Industrial Research 48:471-478 Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrument Analysis, 3rd Edition, 802, Saunders
College Publishing. Soelastru, 1986, Penelitian Farmakognosi dan Kandungan Kimia dari daun Lantana
camara , Skripsi, FF Unair, Surabaya Solis P.N., Wright, C.W., Anderson M.M., Gupta M.F., Philipson J.D., 1993, A
Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina (Brine Shrimp), Planta Medica, 59,250-252
Stahl, 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, diterjemahkan oleh
Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB Press, Bandung Sugianti, N., 2007, Brine Shrimp Lethality Test Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan
Tembelekan (Lantana camara L) Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya., Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.
Tyler,VE., Brady, LR., Robbers, JE., 1988, Pharmacognosy 9th edition ,443-444,
Lea&Febiger, Philadelphia Tzong, S,C., and Jiann, C.C., 1987, Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the
Tiger Prawn, Pneus Monodon, in Aqua Culture, volume 66, 247-253, Elsevier Sciens Publisher B. V., Amsterdam.
Wagner, H., Brady, S., dan Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analysis A Thin Layer
Chromatography Atlas, 164, 226, Springer-Verlag, Berlin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tumbuhan tembelekan
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 2. Foto tumbuhan tembelekan
Lampiran 3. Foto bunga tumbuhan tembelekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 4. Foto buah tumbuhan tembelekan
Lampiran 5. Foto aquarium untuk uji BST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 6. Foto rangkaian alat Vaccum Coloumn Chromatography (VCC)
Lampiran 7. Foto hasil fraksinasi Vaccum Coloumn Chromatography
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Lampiran 8. Data fraksinasi dan penggabungan fraksi
FRAKSINASI
Sampel ekstrak etanol kering berat sampel 1 gram sistem fraksinasi Vaccum Coloumn chromatografy (VCC)
fase diam silika gel GF 254
fase gerak toluen-etil asetat (85:15) v/v volume tiap fraksi 50 ml
12 buah fraksi No 1 No 2 No 3 No 4 No 5 No 6 No 7 No 8 No 9 No 10 No 11
Fraksi yang diperoleh
No 12
Penggabungan fraksi
no nama dan berat fraksi hasil
1 fraksi 1 berat 40 mg 2 fraksi 2 berat 150 mg 3 fraksi 3 berat 60 mg 4 sampai 7 fraksi 4 berat 150 mg 8 sampai 12 fraksi 5 berat 20 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lampiran 9. Data orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi yang akan
digunakan dalam pengujian serta data kematian setelah
perlakuan
BERAT FRAKSI
1. Fraksi 2 (F2) Berat yang diperoleh : 100 mg dilarutkan dalam 10 ml etanol PA.
Konsentrasi :mlmg
10100 = 10 mg/ml
2. Fraksi 3 (F3) Berat yang diperoleh : 50 mg dilarutkan dalam 5 ml etanol PA.
Konsentrasi :mlmg
550 = 10 mg/ml
3. Fraksi 4 (F4) : Berat yang diperoleh : 100 mg dilarutkan dalam 10 ml etanol PA.
Konsentrasi :mlmg
10100 = 10 mg/ml
PENGAMBILAN DOSIS ORIENTASI
A. Konsentrasi larutan stok 1. Lart. A = 10 mg/ml
2. Lart. B = 1 ml lart. A dalam 10 ml pelarut
→ C1 x V1 = C2 x V2 → 10mg/ml x 1 ml = C2 x 10 ml → C2 = 1 mg/ml
3. Lart. C = 0,5 ml lart. A dalam 10 ml pelarut → C1 x V1 = C2 x V2
→ 10mg/ml x 0,5 ml = C2 x 10ml → C2 = 0,5 mg/ml
B. Perhitungan dosis orientasi
1. fraksi 2 10 µg/ml = 0,01 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml → C1 = 0,05 ml 50 µl dari stok lart. B ⇒ 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. B ⇒ 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. A ⇒ 2. fraksi 3 5 µg/ml = 0,005 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 0,5 mg/ml x C1 = 0,005 mg/ml x 5ml → C1 = 0,05 ml 50 µl dari stok lart. C ⇒ 10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 50 µl dari stok lart. B ⇒ 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. B ⇒ 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. A ⇒ 3. fraksi 4 10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 50 µl dari stok lart. B ⇒ 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. B ⇒ 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml → C1 = 0,5 ml 500 µl dari stok lart. A ⇒
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
DATA ORIENTASI KONTROL F2
10 µg
100 µg
1000 µg
10 µg
100 µg
1000 µg
0 0 0 2 2 7 0 0 0 1 4 6 0 1 0 2 3 7 0 3,33 0 16,67 30 66,67 KONTROL F3
5 µg
10 µg
100 µg
1000 µg
5 µg
10 µg
100 µg
1000 µg
0 0 0 1 3 6 7 10 1 0 2 2 2 8 10 9 1 1 0 0 2 6 9 9 6,67 3,33 6,67 10 23,33 66,67 86,67 93,33
KONTROL F4
10 µg
100 µg
1000 µg
10 µg
100 µg
1000 µg
0 0 0 3 7 8 0 0 0 1 4 8 0 1 0 2 5 7 0 3,33 0 20 53,3 76,67
% rata-rata= 105
xjumlah
% KEMATIAN ORIENTASI A). Fraksi 2
10 µg = 0100067,16
−− x 100% = 16,67 %
100 µg = 33,310033,330
−− x 100 % = 27,59 %
1000 µg = 0100067,66
−− x 100 % = 66,67 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
B). Fraksi 3
5 µg = 67,610067,633,23
−− x 100 % = 17,85 %
10 µg = 33,310033,367,66
−− x 100 % = 65,52 %
100 µg = 67,610067,667,86
−− x 100 % = 85,72 %
1000 µg = 101001033,93
−− x 100 % = 92,59 %
C). Fraksi 4
10 µg = 0100020−− x 100 % = 20 %
100 µg = 33,310033,333,53
−− x 100 % = 51,7 %
1000 µg = 0100067,76
−− x 100 % = 76,67 %
PERHITUNGAN DOSIS PERLAKUAN
F = 1−nSDLD ket: F= faktor pengali
n= jumlah seri konsentrasi yang diinginkan LD = konsentrasi terbesar
SD = konsentrasi terkecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1). PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 2
a). F = 1−nSDLD ⇒ 15
1001000
− = 1,78
5 seri konsentrasi :
1. 100 µg/ml 2. 100 x 1,78 = 178 µg/ml 3. 178 x 1,78 = 316,84 µg/ml 4. 316,84 x 1,78 = 563,97 µg/ml 5. 563,97 x 1,78 = 1003,87 µg/ml b). Perhitungan dosis
• 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml
→ C1 = 0,5 ml 500 µl dari lart. B ⇒ • 178 µg/ml = 0,178 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,178 mg/ml x 5ml → C1 = 0,89 ml 890 µl dari lart. B ⇒ • 316,84 µg/ml = 0,31684 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 0,31684 mg/ml x 5ml → C1 = 0,158 ml ⇒ ≈ 160 µl dari lart. A • 563,97 µg/ml = 0,56397 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 0,56397 mg/ml x 5ml → C1 = 0,282 ml ⇒ ≈ 280 µl l dari lart. A • 1003,87 µg/ml = 1,00387 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 1,00387 mg/ml x 5ml → C1 = 0,502 ml ⇒ ≈ 500 µl dari lart. A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
DATA PERLAKUAN F 2
KONTROL F2 100 µg
178 µg
316,84 µg
563,97 µg
1003,87 µg
100 µg
178 µg
316,84 µg
563,97 µg
1003,87 µg
1 2 1 1 1 3 3 5 8 8 1 1 0 1 1 2 3 4 5 5 0 1 1 1 0 4 5 4 6 6 2 0 2 0 2 3 7 3 6 7 1 1 0 2 1 2 2 6 4 7
10 10 8 10 10 28 40 44 58 66 % KEMATIAN FRAKSI 2
100 µg = 101001028−− x 100% = 20 %
178 µg = 101001040−− x 100 % = 33,33 %
316 µg = 8100844−− x 100 % = 39,13 %
564 µg = 101001058−− x 100 % = 53,33 %
1000 µg = 101001066−− x 100 % = 62,22 %
2). PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 3
a). F = 1−nSDLD ⇒ 15
5100
− = 2,1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
5 seri konsentrasi : 1. 5 µg/ml 2. 5 x 2,1 = 10,5 µg/ml 3. 10,5 x 2,1 = 22,05 µg/ml 4. 22,05 x 2,1 = 43,305 µg/ml 5. 43,305 x 2,1 = 97,24 µg/ml b). Perhitungan dosis
• 5 µg/ml = 0,005 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 0,5 mg/ml x C1 = 0,005 mg/ml x 5ml
→ C1 = 0,05 ml 50 µl dari lart. C ⇒ • 10,5 µg/ml = 0,0105 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,0105 mg/ml x 5ml → C1 = 0,052 ml ⇒ ≈50 µl dari lart. B • 22,05 µg/ml = 0,02205 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,02205 mg/ml x 5ml → C1 = 0,11025 ⇒ ≈ 110 µl dari lart. B • 43,305 µg/ml = 0,043305 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,043305 mg/ml x 5ml → C1 = 0,2165 ml ⇒ ≈ 220 µl l dari lart. B • 97,24 µg/ml = 0,09724 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,09724 mg/ml x 5ml → C1 = 0,4862 ml ⇒ ≈ 490 µl dari lart. B
DATA PERLAKUAN F 3
KONTROL F 3 5
µg 10,5 µg
22,5 µg
43,3 µg
97,2 µg
5 µg
10,5 µg
22,5 µg
43,3 µg
97,2 µg
2 1 1 0 1 2 4 4 4 8 0 0 1 2 0 2 4 4 8 9 1 1 0 0 0 3 3 6 7 8 0 1 1 0 0 2 5 5 7 7 1 0 1 1 1 3 3 7 6 9 8 6 8 6 4 24 38 52 64 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
% KEMATIAN FRAKSI 3
5 µg = 8100824−− x 100 % = 17,39%
10,5 µg = 6100638−− x 100 % = 34,78 %
22,05 µg = 8100852−− x 100 % = 47,83 %
43,3 µg = 6100664−− x 100 % = 61,70 %
97,2 µg = 4100482−− x 100 % = 81,25 %
3). PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 4
a). F = 1−nSDLD ⇒ 15
101000
− = 3,2
5 seri konsentrasi :
1. 10 µg/ml 2. 10 x 3,2 = 32 µg/ml 3. 32 x 3,2 = 102,4 µg/ml 4. 102,4 x 3,2 = 327,7 µg/ml 5. 327,7 x 3,2 = 1048,6 µg/ml b). Perhitungan dosis
• 10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml
→ C1 = 0,05 ml 50 µl dari lart. B ⇒ • 32 µg/ml = 0,032 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,032 mg/ml x 5ml → C1 = 0,16 ml 160 µl dari lart. B ⇒ • 102,4 µg/ml = 0,1024 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1024 mg/ml x 5ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
→ C1 = 0,51 ml 510 µl dari lart. B ⇒ • 327,7 µg/ml = 0,3277 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 0,3277 mg/ml x 5ml → C1 = 0,16 ml 160 µl dari lart. A ⇒ • 1048,6µg/ml = 1 mg/ml
C1 x V1 = C2 x V2 → 10 mg/ml x C1 = 1,0486 mg/ml x 5ml → C1 = 0,524 ml ⇒ ≈520 µl dari lart. A
DATA PERLAKUAN F 4 KONTROL F 4
10 µg
32 µg
102,4 µg
327,7 µg
1048,6 µg
10 µg
32 µg
102,4 µg
327,7 µg
1048,6 µg
1 0 1 0 0 3 5 6 8 9 0 2 0 2 1 2 4 6 5 7 0 2 1 2 2 4 5 5 8 8 1 0 1 0 0 2 6 4 6 8 0 1 0 1 0 3 3 6 4 7 4 10 6 10 6 28 46 54 62 78
% KEMATIAN FRAKSI 4
10 µg = 4100428−− x 100% = 25 %
32 µg = 101001046−− x 100 % = 40 %
102,4 µg = 6100654−− x 100 % = 51,06 %
327,7 µg = 101001062−− x 100 % = 57,77 %
1048,6 µg = 6100678−− x 100 % = 76,59 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 10. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap F2 daun tumbuhan tembelekan
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. KONS 1,11990 ,16802 6,66510 Intercept Standard Error Intercept/S.E. -3,02990 ,42808 -7,07782 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = ,729 DF = 3 P = ,866 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Observed and Expected Frequencies Number of Observed Expected KONS Subjects Responses Responses Residual Prob 2,00 100,0 20,0 21,474 -1,474 ,21474 2,25 100,0 33,3 30,515 2,815 ,30515
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
2,50 100,0 39,1 40,935 -1,805 ,40935 2,75 100,0 53,3 52,043 1,287 ,52043 3,00 100,0 62,2 62,994 -,774 ,62994 Confidence Limits for Effective KONS 95% Confidence Limits Prob KONS Lower Upper ,01 4,24838 ,67488 11,70242 ,02 7,44111 1,48836 18,10125 ,03 10,61881 2,45707 23,88445 ,04 13,87566 3,58130 29,43359 ,05 17,24866 4,86423 34,89511 ,06 20,75827 6,31090 40,34484 ,07 24,41842 7,92760 45,82924 ,08 28,24006 9,72167 51,38016 ,09 32,23267 11,70124 57,02149 ,10 36,40502 13,87523 62,77244 ,15 60,26100 28,02001 93,69788 ,20 89,94797 48,73443 129,48109 ,25 126,83213 77,81420 172,07340 ,30 172,68299 117,25765 224,41164 ,35 229,84724 168,79946 291,54615 ,40 301,49716 233,11870 382,38422 ,45 392,01130 309,78184 511,25535 ,50 507,58207 399,23794 698,42726 ,55 657,22483 504,81006 972,48778 ,60 854,53395 632,89168 1378,15961 ,65 1120,91646 793,30296 1991,53777 ,70 1491,97997 1001,34820 2950,76273 ,75 2031,34297 1282,76383 4526,75190 ,80 2864,31761 1685,40670 7310,70188 ,85 4275,39448 2311,41645 12812,37862 ,90 7077,03474 3431,64855 26013,21887 ,91 7993,11950 3774,35033 30874,03136 ,92 9123,19431 4185,16679 37192,64813 ,93 10551,03266 4688,22604 45647,07516 ,94 12411,41903 5321,30854 57386,33170 ,95 14936,78912 6147,60444 74511,13332 ,96 18567,73696 7282,74137 101280,82796 ,97 24262,57179 8967,81912 147736,03817 ,98 34623,82590 11823,32912 244089,47877 ,99 60644,13527 18271,08957 538810,87067
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,23,02,82,62,42,22,01,8
Prob
it
,4
,2
0,0
-,2
-,4
-,6
-,8
-1,0 Rsq = 0,9846
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 11 . Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan
analisis probit terhadap F3 daun tumbuhan tembelekan * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. Parameter estimates converged after 11 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. KONS 1,34949 ,14003 9,63719 Intercept Standard Error Intercept/S.E. -1,84601 ,19742 -9,35050 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = ,828 DF = 3 P = ,843 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Observed and Expected Frequencies Number of Observed Expected KONS Subjects Responses Responses Residual Prob ,70 100,0 17,4 18,333 -,943 ,18333
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
1,02 100,0 34,8 31,992 2,788 ,31992 1,34 100,0 47,8 48,680 -,850 ,48680 1,64 100,0 61,7 64,153 -2,453 ,64153 1,99 100,0 81,3 79,859 1,391 ,79859 Confidence Limits for Effective KONS 95% Confidence Limits Prob KONS Lower Upper ,01 ,44061 ,15827 ,87508 ,02 ,70155 ,28286 1,29214 ,03 ,94237 ,40867 1,65540 ,04 1,17661 ,53882 1,99516 ,05 1,40947 ,67454 2,32289 ,06 1,64365 ,81651 2,64446 ,07 1,88077 ,96520 2,96337 ,08 2,12198 1,12099 3,28196 ,09 2,36810 1,28420 3,60190 ,10 2,61982 1,45516 3,92448 ,15 3,98023 2,43670 5,60842 ,20 5,54967 3,65892 7,47249 ,25 7,38100 5,16708 9,59303 ,30 9,53529 7,01360 12,05858 ,35 12,08913 9,25760 14,98836 ,40 15,14222 11,96356 18,55327 ,45 18,82813 15,20189 23,00295 ,50 23,33053 19,05781 28,69976 ,55 28,90959 23,65514 36,16566 ,60 35,94674 29,19468 46,16558 ,65 45,02505 36,00599 59,87919 ,70 57,08410 44,62969 79,25785 ,75 73,74526 55,98492 107,80294 ,80 98,08027 71,76345 152,46879 ,85 136,75433 95,50670 229,20646 ,90 207,76780 136,36724 384,14871 ,91 229,85244 148,55696 435,35550 ,92 256,51270 163,01462 498,81877 ,93 289,40986 180,51394 579,41505 ,94 331,16229 202,25467 685,02705 ,95 386,18186 230,22167 829,32041 ,96 462,61072 268,00126 1038,35764 ,97 577,60083 322,95908 1369,24272 ,98 775,87351 413,68929 1978,51693 ,99 1235,35521 610,74341 3536,62361
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Probit Transformed Responses
Log of KONS
2,01,81,61,41,21,0,8,6
Prob
it
1,0
,5
0,0
-,5
-1,0 Rsq = 0,9925
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 12. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap F4 daun tumbuhan tembelekan
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. KONS ,63690 ,08387 7,59380 Intercept Standard Error Intercept/S.E. -1,27778 ,17825 -7,16866 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 1,740 DF = 3 P = ,628 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Observed and Expected Frequencies Number of Observed Expected KONS Subjects Responses Responses Residual Prob 1,00 100,0 25,0 26,080 -1,080 ,26080
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
1,51 100,0 40,0 37,481 2,519 ,37481 2,01 100,0 51,1 50,103 ,957 ,50103 2,52 100,0 57,8 62,715 -4,945 ,62715 3,02 100,0 76,6 74,087 2,503 ,74087 Confidence Limits for Effective KONS 95% Confidence Limits Prob KONS Lower Upper ,01 ,02258 ,00116 ,13194 ,02 ,06049 ,00436 ,29024 ,03 ,11303 ,01010 ,47898 ,04 ,18092 ,01897 ,69853 ,05 ,26525 ,03167 ,94984 ,06 ,36736 ,04897 1,23421 ,07 ,48877 ,07175 1,55324 ,08 ,63116 ,10098 1,90879 ,09 ,79639 ,13775 2,30293 ,10 ,98647 ,18328 2,73795 ,15 2,39300 ,59605 5,62245 ,20 4,83971 1,51344 10,01522 ,25 8,85592 3,34433 16,54259 ,30 15,23667 6,75825 26,18365 ,35 25,19188 12,81689 40,55033 ,40 40,59503 23,12430 62,47576 ,45 64,40997 39,93524 97,27524 ,50 101,45066 66,19380 155,34914 ,55 159,79258 105,81414 257,24682 ,60 253,53441 164,88203 443,91391 ,65 408,55375 254,17206 800,47469 ,70 675,49128 393,77546 1517,53738 ,75 1162,18671 623,41688 3065,91974 ,80 2126,62153 1029,89034 6773,84996 ,85 4300,96714 1834,74152 17197,53074 ,90 10433,44847 3767,99324 55923,18195 ,91 12923,60429 4479,82269 74408,36965 ,92 16306,75240 5404,91614 101502,40898 ,93 21057,39309 6642,23442 142848,43285 ,94 28016,61618 8359,32021 209287,34296 ,95 38801,71888 10862,12187 323637,73663 ,96 56887,81071 14770,06500 540315,96276 ,97 91054,61611 21540,60958 1015075,32469 ,98 170161,10189 35548,15513 2348657,67534 ,99 455900,23354 78201,32164 8821418,52454
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,53,02,52,01,51,0,5
Prob
it,8
,6
,4
,2
0,0
-,2
-,4
-,6
-,8 Rsq = 0,9735
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 13. Data kromatogram dari 3 fraksi toksik
Deteksi warna senyawa uji
bercak no Rf visibel Rf UV 254 Rf UV
365 Rf Vanilin-as.sulfat
1 0,39 kuning hijau 0,39 kuning
hijau 0,30 merah muda 0,30 ungu
2 0,43 hijau 0,43hijau coklat muda
0,39 merah 0,39 hijau kuning
3 0,51 Hijau kuning 0,51 hijau
kuning 0,43 merah hijau 0,43 hijau
4 0,55 Hijau tua 0,55 hijau
kecoklatan 0,51 merah gelap 0,47 ungu
5 0,85 kuning 0,85 kuning 0,55 merah muda 0,51 hijau
kuning 6 0,85 hijau 0,55 hijau tua 7 0,64 ungu
Fraksi 2
8 0,85 ungu
1 0,30 hijau tua 0,30 coklat
gelap 0,20 merah muda 0,25 ungu biru
2 0,39 kuning hijau 0,39 hijau
kuning 0,30 merah muda 0,30 ungu
hijau
3 0,43 hijau 0,43coklat muda terang
0,39 merah 0,39 hijau kuning
4 0,51 kuning hijau 0,51 hijau
kuning 0,43 merah hijau 0,43 hijau
5 0,55 hijau 0,55hijau coklat muda
0,51 merah gelap 0,47 ungu
6 0,55 merah muda 0,51 hijau
kuning
Fraksi 3
7 0,55 hijau tua
1 0,10 kuning 0,10 kuning hijau 0,10 hijau
gelap 0,14 ungu
2 0,20 kuning hijau 0,20 hijau
coklat 0,20 merah muda 0,20 ungu biru
3 0,30 hijau tua 0,24 ungu 0,30 merah
muda 0,25 ungu biru
4 0,51 hijau kuning 0,30 hijau
kuning 0,51 merah gelap 0,30 ungu
5 0,39 hijau kuning 0,55 merah
muda 0,51 hijau kuning
Fraksi 4
6 0,51 hijau kuning
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lampiran 14. Data kromatogram KLTPreparatif dari bercak Rf 0,3 pada F3
Deteksi warna Senyawa
uji bercak
no Rf visibel Rf UV
254 Rf UV 365 Rf Vanilin-as.sulfat
1 0,14 hijau 0,14 hijau 0,07 merah muda 0,07 ungu
2 0,09 merah muda 0,09 hijau
Bercak RF 0,3
dari F3
3 0,14 merah
muda 0,14 ungu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Robertus Hendra Krismawan merupakan anak
kedua dari pasangan Y. Suwondo dan Th.
Sutirah. Dilahirkan di Ngawi pada tanggal 23
April 1981. Menempuh pendidikan di SD
Negeri Tambakromo 2 Geneng pada tahun
1988-1994, dilanjutkan ke SLTP Negeri 2
Ngawi tahun 1994-1997.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMFK Bina Farma, Madiun
tahun 1997-2000 dan melanjutkan jenjang S1 di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2001-2007. Sebelum melanjutkan kuliah,
penulis pernah bekerja di Century Health Care, Jakarta sebagai asisten apoteker
pada tahun 2000-2001. Selama kuliah, penulis bekerja pada Apotik Amalia dari
tahun 2005-sekarang. Penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa kegiatan
organisasi di kampus dan juga aktif mengikuti kegiatan sosial di Pos Kesehatan
Kotabaru.
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI