planocosmo_persepsi aktor

14
Persepsi Aktor Mengenai Pengembangan Prasarana Angkutan Barang Regional Tujuan Ekspor Menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Miming Miharja 1 Sri Oka Rachmadita 2 1 Dosen Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung 2 Peneliti Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok ITB Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek IX-A. Jl Ganesha No. 10 Bandung 40132 Email: [email protected] Abstrak Kesepakatan antar aktor sangat dibutuhkan dalam mengaplikasikan perencanaan agar tidak berujung konflik. Perdebatan dalam pembangunan Jalan Tol Aloha Perak di Surabaya merupakan salah satu contoh konflik kebijakan dalam pengembangan prasarana angkutan barang regional yang menghubungkan hinterland dan pelabuhan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi aktor mengenai penyediaan prasarana angkutan barang regional tujuan ekspor menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode Dynamic Actor Network Analysis untuk memetakan persepsi aktor mengenai penyediaan prasarana angkutan barang regional. Pengambilan sampel dalam penentuan aktor-aktor yang terkait dengan studi ini dilakukan secara snowballing dengan limitasi. Hasil temuan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tindakan, serta alasan yang mendasari tindakan dalam mencapai tujuan kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan.Hasil studi ini merekomendasikan kesepakatan dan komunikasi antar aktor dalam menetapkan kebijakan untuk menuju tujuan bersama. Kata kunci : persepsi aktor, dynamic actor network analysis, prasarana angkutan barang regional. Pendahuluan Kesepakatan antar aktor dalam penyediaan prasarana transportasi sangat dibutuhkan. Hal ini mengingat rencana yang dihasilkan dari dalam organisasi dan hampir semua usulan perencanaan yang dilaksanakan dengan melalui atau dikendalikan oleh organisasi. Oleh karena itu, organisasi atau aktor menjadi sangat penting dalam perencanaan (Minnery, 1985). Menurut Fisher & Ury (1983), agar suatu rencana dapat diimplementasikan, maka diperlukan kesepakatan antar aktor untuk memperkecil konflik yang merugikan. Sebenarnya Pemerintah Kota Surabaya sudah berupaya menyediakan prasarana angkutan barang regional. Hal ini ditunjukkan dengan konsistennya Pemerintah Kota Surabaya pada rencana pembangunan jalan lingkar yang sudah direncanakan sejak tahun 1978 dalam Masterplan Surabaya 2000. Jalan lingkar tersebut terintegrasi dengan Jembatan Suramadu, Rencana Pelabuhan Tanjung Bumi, dan Pelabuhan Petikemas Tanjung Bulupandan Kabupaten Bangkalan. Pelabuhan Tanjung Bumi dan Tanjung Bulupandan akan dibangun untuk mengantisipasi padatnya Pelabuhan Tanjung Perak dan akan dioperasikan tahun 2020 (Kementerian Perhubungan, Mei 2011). Rencana tersebut termuat dalam RTRW Provinsi Jawa Timur 2009-2029 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1 mengenai Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Metropolitan Area.

Upload: sri-oka-rachmadita

Post on 06-Jul-2015

312 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Planocosmo_persepsi aktor

Persepsi Aktor Mengenai Pengembangan Prasarana Angkutan Barang Regional Tujuan Ekspor Menuju Pelabuhan Tanjung Perak

Surabaya

Miming Miharja 1 Sri Oka Rachmadita 2

1 Dosen Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung 2Peneliti Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok ITB

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung

Gedung Labtek IX-A. Jl Ganesha No. 10 Bandung 40132 Email: [email protected]

Abstrak

Kesepakatan antar aktor sangat dibutuhkan dalam mengaplikasikan perencanaan agar tidak berujung konflik. Perdebatan dalam pembangunan Jalan Tol Aloha Perak di Surabaya merupakan salah satu contoh konflik kebijakan dalam pengembangan prasarana angkutan barang regional yang menghubungkan hinterland dan pelabuhan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi aktor mengenai penyediaan prasarana angkutan barang regional tujuan ekspor menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Penelitian ini menggunakan metode Dynamic Actor Network Analysis untuk memetakan persepsi aktor mengenai penyediaan prasarana angkutan barang regional. Pengambilan sampel dalam penentuan aktor-aktor yang terkait dengan studi ini dilakukan secara snowballing dengan limitasi.

Hasil temuan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tindakan, serta alasan yang mendasari tindakan dalam mencapai tujuan kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan.Hasil studi ini merekomendasikan kesepakatan dan komunikasi antar aktor dalam menetapkan kebijakan untuk menuju tujuan bersama.

Kata kunci : persepsi aktor, dynamic actor network analysis, prasarana angkutan barang

regional. Pendahuluan

Kesepakatan antar aktor dalam penyediaan prasarana transportasi sangat dibutuhkan. Hal ini mengingat rencana yang dihasilkan dari dalam organisasi dan hampir semua usulan perencanaan yang dilaksanakan dengan melalui atau dikendalikan oleh organisasi. Oleh karena itu, organisasi atau aktor menjadi sangat penting dalam perencanaan (Minnery, 1985). Menurut Fisher & Ury (1983), agar suatu rencana dapat diimplementasikan, maka diperlukan kesepakatan antar aktor untuk memperkecil konflik yang merugikan.

Sebenarnya Pemerintah Kota Surabaya sudah berupaya menyediakan prasarana angkutan barang regional. Hal ini ditunjukkan dengan konsistennya Pemerintah Kota Surabaya pada rencana pembangunan jalan lingkar yang sudah direncanakan sejak tahun 1978 dalam Masterplan Surabaya 2000. Jalan lingkar tersebut terintegrasi dengan Jembatan Suramadu, Rencana Pelabuhan Tanjung Bumi, dan Pelabuhan Petikemas Tanjung Bulupandan Kabupaten Bangkalan. Pelabuhan Tanjung Bumi dan Tanjung Bulupandan akan dibangun untuk mengantisipasi padatnya Pelabuhan Tanjung Perak dan akan dioperasikan tahun 2020 (Kementerian Perhubungan, Mei 2011). Rencana tersebut termuat dalam RTRW Provinsi Jawa Timur 2009-2029 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1 mengenai Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Metropolitan Area.

Page 2: Planocosmo_persepsi aktor

2 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Timur merencanakan pembangunan jalan tol tengah kota yang tertuang dalam RTRW Provinsi Jawa Timur tahun 2009 – 2029 hasil revisi. Jalan Tol Tengah Kota atau Jalan Tol Aloha – Wonokromo – Perak direncanakan menghubungkan Pelabuhan Tanjung Perak dengan sisi luar selatan Kota Surabaya. Jalan tol tengah kota tersebut dianggap masih relevan, karena sebenarnya Pelabuhan Tanjung Perak masih dalam satu sistem dengan Pelabuhan Tanjung Bumi yaitu sebagai Pelabuhan Internasional (RTRWN 2008). Selain itu pengembangan terminal multi purpose ke arah Teluk Lamong sekitar 50 Ha pada tahun 2013 oleh Pelindo III juga akan semakin menambah kapasitas layanan Pelabuhan Tanjung Perak. Pengembangan terminal tersebut dimaksudkan untuk mengatasi peningkatan arus barang dari hinterland menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Jalan Tol Tengah Kota Surabaya dengan biaya investasi sekitar 12 sampai 70 milyar/kilometer ini seharusnya sudah pada tahap pembebasan lahan tahun 2007. Kebutuhan luas lahan yang dibebaskan untuk pembangunan infrastruktur ini adalah 630.264 km2 (BPJT, 2006). Namun terdapat conflict of interest antara pemerintah kota provinsi dalam pembangunan Jalan Tol Tengah Kota.

Gambar 1. Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Mertopolitan Area

(Sumber: RTRW Provinsi Jawa Timur 2009-2029)

Pemerintah kota menolak rencana pembangunan jalan tol tengah kota dikarenakan sudah mempunyai rencana pengembangan jalan lingkar yang terintegrasi dengan pelabuhan baru yang akan dikembangkan. Dalam era otonomi daerah, pengadaan lahan untuk pembangunan infrastruktur nasional seperti jalan tol dibebankan pada pemerintah pusat atas ijin pemerintah daerah. Oleh karena itu, pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol tengah kota belum dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan tindakan antara pemerintah kota dan pemerintah provinsi yang didasari oleh perbedaan kerangka pikir dari masing-masing aktor tersebut. Sementara tujuan dari tindakan tersebut sama, yaitu kelancaran arus pengangkutan barang. Oleh karena itu diperlukan studi yang

Page 3: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 3

bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi aktor yang terlibat dalam pengembangan prasarana angkutan barang regional tujuan ekspor menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Kajian Pustaka

DANA (Dynamic Actor Network Analysis) merupakan konsep model dengan menggunakan pendekatan persepsi aktor dan keterkaitan diantaranya dalam bentuk yang cocok untuk penelitian, analisis dan perancangan. Pengertian network dalam DANA didapat dari asumsi adanya hubungan antar aktor. Network juga mengindikasikan adanya posisi dan pengaruh suatu aktor terhadap aktor lain (Bots, 2000). DANA berguna untuk menggambarkan diagram perspektif dari masing-masing aktor, dan untuk menganalisis interaksi diantaranya. Definisi untuk masing-masing simbol dalam peta persepsi adalah sebagai berikut:

1. Factor, simbol elips menggambarkan faktor penting untuk masing-masing aktor.

2. Prospect, simbol elips putih dengan tanda plus/minus ( ) menggambarkan faktor eksternal. Tanda plus/minus ( ) menggambarkan uncertainty.

3. Goals, elips berwarna ( ) menggambarkan tujuan aktor. Segitiga ( ) menggambarkan nilai utilitas yang dicapai atau menunjukkan bahwa aktor menginginkan peningkatan dalam faktor ini.

4. Action, simbol kotak ( ) menggambarkan tindakan dari suatu aktor untuk mempengaruhi beberapa faktor. Nama aktor tersebut akan masuk pada simbol kotak. Aktor tersebut kemungkinan juga dimasukkan dalam beberapa tindakan dari aktor lain di diagram perspektif. Tanda plus/minus ( ) juga dimasukkan dalam kotak untuk mendeskripsikan multiplier

dari tindakan.

5. Link, panah ( ) menggambarkan hubungan antara dua simbol. Jika sebuah faktor atau tindakan mempengaruhi faktor lain, sebuah panah akan digambarkan dari faktor yang berpengaruh. Tanda positif dalam panah ( ) menggambarkan jenis dari pengaruh atau multiplier, baik pengaruh kecil searah ( ), pengaruh medium uncertainty , maupun pengaruh besar . Begitu pula sebaliknya untuk tanda minus.

Kelemahan penggunakan DANA ada pada bounded rationality yang diakibatkan oleh keterbatasan informasi yang dimiliki, keterbatasan kognitif dari pikiran narasumber, dan keterbatasan waktu dalam membuat keputusan. Bias berpotensi terjadi karena aktor yang diwawancara bisa saja memberikan pendapat individu (bukan instansi). Pembahasan

Persepsi aktor-aktor yang terkait dapat disintesis berdasarkan tujuan, tindakan (terkait prasarana), dan alasan yang mendasari tindakan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Berikut ini merupakan beberapa temuan secara umum.

• Terdapat perbedaan tujuan yang ingin dicapai antara organisasi user dan operator dengan pemerintah (kota, provinsi, maupun pusat), dimana kedua aktor tersebut memiliki tujuan profit.

• Terdapat perbedaan tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan menurut masing-masing kelompok aktor.

Page 4: Planocosmo_persepsi aktor

4 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

• Terdapat perbedaan alasan untuk masing-masing tindakan antara lain: a. Alasan yang melatarbelakangi tindakan pengembangan jalan rel baik berupa

pengembangan double track, maupun berupa pembangunan dry port adalah biaya dan waktu.

b. Alasan yang melatarbelakangi tindakan pengembangan jalan tol adalah waktu dan kapasitas.

c. Alasan yang melatarbelakangi sinergitas jalan tol dan rel adalah waktu, biaya, fleksibilitas, dan kapasitas.

d. Alasan yang melatarbelakangi tindakan pembangunan jalan lingkar adalah kapasitas.

Tabel 1. Sintesis Persepsi Aktor

(Sumber: Hasil Sintesis) Temuan secara umum tersebut dijelaskan pada peta persepsi aktor yang paling

berpengaruh pada tiap kelompok berikut ini.

Kelompok Tujuan Tindakan Alasan Pemerintah Pusat

Penyediaan Prasarana Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah

Sinergitas Jalan Tol dan Jalan Rel

Biaya Tarif Waktu Kapasitas Fleksibilitas

Pembangunan Dry Port Biaya Tarif Waktu Fleksibilitas

Pengembangan Double Track

Waktu

Pemerintah Provinsi

Penyediaan Prasarana Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah

Reduksi Kemacetan

Pembangunan Dry Port Waktu Kapasitas Biaya

Pembangunan jalan tol Kapasitas Pembangunan Pelabuhan Pengumpan

Biaya

Pemerintah Kota

Penyediaan Prasarana Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah

Reduksi kemacetan

Pembangunan Jalan Lingkar

Waktu Kapasitas

Pembangunan Dry Port Waktu Sinergitas jalan tol dan jalan rel

Fleksibilitas Biaya Waktu Kapasitas

Organisasi User

Penyediaan Prasarana Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah

Profit Reduksi kemacetan

Pembangunan Dry Port Biaya Tarif Waktu Kapasitas

Pembangunan jalan tol Waktu Kapasitas

Pembangunan Jalan Lingkar

Kapasitas

Operator Penyediaan Prasarana Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah

Profit

Pembangunan Dry Port Waktu Kapasitas Investasi Biaya Tarif

Page 5: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 5

a. Kelompok Pemerintah Pusat Berdasarkan 3 peta persepsi di bawah ini, terlihat bahwa Pemerintah Pusat yang

diwakili oleh BPJT, Ditjen Binamarga PU, dan Ditjen KA Kemenhub memiliki tujuan yang sama, yaitu Penyediaan Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah. Sedangkan tindakan yang dilakukan setiap instansi untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Namun terdapat benang merahnya, yaitu: dukungan terhadap kebijakan sinergitas jalan tol dan jalan rel didasari oleh alasan biaya, tarif, waktu, kapasitas, dan fleksibilitas; pembangunan dry port didasari oleh alasan biaya, tarif, waktu, dan fleksibilitas; sedangkan pengembangan double track didasari oleh alasan waktu.

Gambar 2. Persepsi Badan Pengatur Jalan Tol

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Menurut BPJT, faktor yang merupakan permasalahan dalam kelancaran pengangkutan barang ekspor dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya adalah faktor waktu (At3) dan biaya total (F1). Faktor waktu (At3) disebabkan oleh faktor fleksibilitas (At7), sedangkan faktor biaya (F1) disebabkan oleh faktor tarif (At1). BPJT berpengaruh terhadap tarif (At1), seperti dengan mengusulkan tarif awal jalan tol (A13). Sementara itu, pengadaan investasi jalan tol (A2) yang dilakukan oleh BPJT dapat mempengaruhi waktu. Pemeriksaan laporan bulanan (A5), penetapan Standard Pelayanan Minimum (A28) yang dilakukan oleh BPJT merupakan bagian dari pengawasan management system jalan tol (At6) (lihat Gambar2).

BiayaTotal

FleksibilitasBPJT

ManagementSystemBPJT

MelakukanPengadaan

Investasi Jalan TolBPJT

MemeriksaLaporan Bulanan

BPJT

Mengesahkan Tarif JalanTol

Ditjen Binamarga PU

Mengusulkan TarifAwal Jalan Tol

BPJT

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

StandardPelayanan Minimum

BPJT

StudiKelayakan

BPJT

TarifBPJT

WaktuBPJT

G1

A5

A28

A13

A27 A2

F1 At6

At3

At1

A12

At7 meningkatkan

meningkatkan

menurunkan

menurunkan

menurunkan mempersingkat

mempersingkat

meningkatkan

meningkatkan meningkatkan

meningkatkan

Page 6: Planocosmo_persepsi aktor

6 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

Gambar 3 Persepsi Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan

(Sumber:Hasil Analisis, 2011)

Menurut persepsi Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan mengenai kelancaran pengangkutan barang dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya dipengaruhi oleh faktor management system (operasional) (F11), fleksibilitas (F5), dan teknologi (F9). Kedua faktor tersebut menyebabkan permasalahan dari sisi waktu (F10) dan biaya total (F1). Selama ini, biaya total pengangkutan barang melalui jalan rel dinilai tidak dapat bersaing dengan pengangkutan melalui jalan tol maupun jalan raya. Hal ini dikarenakan pengangkutan melalui jalan rel di Indonesia masih belum terintegrasi sehingga ada biaya tambahan atau double handling. Selain itu, pengangkutan barang melalui jalan rel masih dikenakan bea cukai. Jika terdapat equal treatment dari pemerintah pada pengangkutan barang melalui jalan rel dan jalan tol maupun jalan raya, maka pengangkutan melalui jalan rel dapat bersaing.

Permasalahan tersebut dinilai dapat diatasi dengan adanya kebijakan double track (A11), dry port (A1a), dan penetapan pedoman penyelenggaraan perkeretaapian (A7). Selain itu, untuk membenahi management system (F11) dari operator pengangkutan barang, Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan melakukan sertifikasi (A9). Kebijakan lain yang disebutkan berpengaruh dalam upaya penyediaan prasaran angkutan barang yang menunjang pengembangan wilayah adalah penetapan Masterplan Percepatan Pengembangan Pengembangan Pembangunan Ekonomi Indonesia oleh Kementerian Koordinator Bidang Perkonomian (A6). Dalam kebijakan tersebut disebutkan adanya integrasi antar moda yang mengubungkan kawasan industri dengan pelabuhan.

BeaCukai

BiayaTotal

Energi

Fleksibilitas

ManagementSystem

Membangun Dry PortDitjen KA, Kemenhub

Menetapkan MasterplanPercepatan Pengembangan

Pembangunan EkonomiIndonesia

Menko Perekonomian

Menetapkan PedomanPenyelenggaraanPerkeretaapian

Ditjen KA, Kemenhub

Mengadakan SertifikasiDitjen KA, Kemenhub

Mengeluarkan SK TarifDitjen KA, Kemenhub

Mengembangkan DoubleTrack

Ditjen KA, Kemenhub

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

TarifDitjen KA, Kemenhub

Teknologi

Waktu

Culturalmeningkatkan

meningkatkan

mengurangi

meningkatkan

meningkatkan standar kualitas

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

mempersingkat

mempersingkat mengurangi

mengurangi

meningkatkan mengurangi

meningkatkan

meningkatkan

F9

F11

F5

F10

F1

F4

At1d

A10

A9 A1a

G1

A11

A6 A7

Page 7: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 7

Gambar 4 Persepsi Ditjen Binamarga PU

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Faktor yang mempengaruhi kelancaran arus barang berdasarkan persepsi Binamarga PU, adalah kapasitas atau volume barang prasarana (At4f), fleksibilitas (F5), biaya total (F1), teknologi (F9), dan waktu (F10). Menurut instansi ini, prasarana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah (G1) adalah yang saling terintegrasi, mampu mengimbangi peningkatan volume barang sebagai akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi (Tahun 2011 pertumbuhan ekonomi sekitar 6%), dan meminimasi biaya pengangkutan.

b. Kelompok Pemerintah Provinsi Berdasarkan 2 peta persepsi di bawah ini, terlihat bahwa Pemerintah Provinsi yang

diwakili oleh Bappeda Jatim, Dinas Binamarga PU Jatim, dan Dishub Jatim memiliki tujuan yang sama, yaitu Penyediaan Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah dan reduksi kemacetan (Dinas Binamarga PU). Sedangkan tindakan yang dilakukan setiap instansi untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Namun dapat disintesis, yaitu: pembangunan dry port didasari alasan waktu, kapasitas, dan biaya; pembangunan jalan tol didasari alasan kapasitas; dan pembangunan pelabuhan pengumpang didasari alasan biaya.

Badan Perencanaan Pembangunan Prov.Jawa Timur (Bappeda Jatim) memiliki persepsi yang hampir sama dengan BPJT. Dalam RTRW Prov.Jatim yang disusun disebutkan pengembangan jaringan jalan tol, termasuk Jalan Tol Aloha-Perak yang merupakan bagian dari rencana pengembangan jaringan jalan tol di Jawa Timur. Meskipun jaringan jalan tol tersebut sudah termuat dalam RTRW Jatim, tetapi Bappeda Jatim tidak mempunyai kekuasaan saat implementasi rencana tersebut. Hal ini dikarenakan yang memiliki kewenangan atas penggunaan lahan di Kota Surabaya adalah Pemerintah Kota Surabaya.

BiayaTotal

Fleksibilitas

Kapasitas/ Volume BarangDitjen Binamarga PU

Menetapkan PedomanTeknis dan StandardPelayanan Minimum

Ditjen Binamarga PU

Mengesahkan Tarif JalanTol

Ditjen Binamarga PUMenyediakan Lahanuntuk Pengembangan

InfrastrukturBappeda Jatim

Menyusun RTRWProvinsi Jatim

Bappeda Jatim

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

Rapat Koordinasi untukMenghasilkan Keputusan

BersamaMenko Perekonomian

Rencana Umum JaringanJalan Nasional

Ditjen Binamarga PU

Sinergitas Jalan Tol danJalan Rel

Ditjen Binamarga PU

TarifDitjen Binamarga PU

Teknologi

Waktu

membahas

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan meningkatkan

mengurangi

mempersingkat

meningkatkan

mempersingkat juga membahas

membahas menunjang

menambah

menambah

F9

F10

F1

At1c

F5

A12

A24 A23

A25

A8

G1 At4f

meningkatkan

Page 8: Planocosmo_persepsi aktor

8 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

Gambar 5 Persepsi Bappeda Jatim

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Faktor yang menjadi issu permasalahan menurut Bappeda Jatim adalah faktor waktu

(F10). Sedangkan, yang menjadi faktor penyebab timbulnya permasalahan adalah kapasitas/volume barang (At4a). Selama ini kapasitas prasarana yang ada dinilai masih kurang seimbang dengan volume barang yang harus didistribusikan. Dalam upaya mencapai tujuan penyediaan prasarana angkutan barang yang menunjang pengembangan wilayah (G1), Bappeda Jatim memiliki rencana pengembangan prasarana angkutan barang berupa rencana pembangunan jaringan jalan tol (A20a), pembangunan pelabuhan pengumpan (A19) dan pembangunan dry port (A18b). Ketiga tindakan tersebut tertuang dalam RTRW Provinsi Jawa Timur (A17).

Dinas Binamarga PU Jatim berpendapat bahwa faktor yang menjadi issu permasalahan adalah biaya total pengangkutan (F1), sedangkan faktor yang menjadi penyebab permasalahan adalah kapasitas atau volume barang prasarana angkutan barang (At4d). Teknologi (F9) dianggap mempengaruhi keandalan sistem (F7) pada arah positif.

BiayaTotal

DampakLingkungan

Energi

Kapasitas/ VolumeBarang

Bappeda Jatim

MelakukanPengadaan

Investasi Jalan TolBPJT

Menyusun RTRWProvinsi Jatim

Bappeda Jatim

MerencanakanPembangunan Dry

PortBappeda Jatim

MerencanakanPembangunan Dry PortPU Binamarga Jatim

MerencanakanPembangunan

Pelabuhan PengumpanBappeda Jatim

Merencanakan/ MengusulkanJaringan Jalan TolBappeda Jatim

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

Waktu

F1

F10

A19

A18b A17

A20a A18a

A2

At4a

F3

F4

G1

mempersingkat

meningkatkan

memperkuat

menurunkan

menurunkan

mendukung

meningkatkan meningkatkan

mempersingkat

kecil

Mengurangi konsumsi

meningkatkan

mengurangi

Page 9: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 9

Gambar 6 Persepsi Dinas Binamarga PU Jatim

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Sementara itu, keandalan sistem mempengaruhi waktu (F10) secara negatif. Artinya, semakin andal suatu sistem pengelolaan prasarana angkutan barang akan mampu mengurangi total waktu yang dibutuhkan. Kebijakan Binamarga PU Jatim sesuai dengan kapasitasnya, yaitu merencanakan/mengusulkan jaringan jalan tol (A20b). Selain kebijakan yang dilakukan Binamarga PU Jatim, disebutkan pula kebijakan lembaga lain yang berkaitan dengan kelancaran pengangkutan barang, seperti sinergitas jalan tol dan jalan rel yang diusulkan oleh Ditjen Binamarga PU (A25) dan pengadaan investasi jalan tol yang dilakukan oleh BPJT (A2). Adapun tujuan yang ingin dicapai Dinas Binamarga PU Jatim adalah penyediaan prasarana angkutan barang yang menunjang pengembangan wilayah dan reduksi kemacetan.

c. Kelompok Pemerintah Kota Persepsi kelompok Pemerintah Kota diwakili oleh instansi Bappeko Surabaya dan Dinas

Perhubungan Kota Surabaya. Berdasarkan 2 peta persepsi di bawah ini, terlihat bahwa kedua aktor tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu Penyediaan Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah dan reduksi kemacetan (Dinas Perhubungan Kota Surabaya). Sedangkan tindakan yang dilakukan setiap instansi untuk mencapai tujuan tersebut terdapat perbedaan. Namun dapat disimpulkan: pembangunan jalan lingkar didasari oleh alasan waktu dan kapasitas; pembangunan dry port didasari oleh alasan waktu; sedangkan sinergitas jalan tol dan jalan rel didasari oleh alasan fleksibilitas, biaya, waktu, dan kapasitas.

Persepsi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya berbeda dengan aktor lain dari segi tindakan yang dianggap sesuai dalam menyelesaikan permasalahan penyediaan prasarana angkutan barang. Dalam hal ini, Bappeko Surabaya berpendapat bahwa pengembangan jaringan jalan tol justru akan semakin menambah kemacetan. Selain itu, jalan tol akan menggusur banyak permukiman penduduk.

Berdasarkan gambar di bawah ini, diketahui bahwa Bappeko Surabaya menganggap solusi bagi penyediaan prasarana angkutan barang yang menunjang pengembangan wilayah adalah dengan pembangunan jalan lingkar (A21). Hal ini mengingat jalan lingkat merupakan jalan arteri primer yang sudah direncanakan sejak lama, yaitu semenjak dalam

BiayaTotal

Kapasitas/ VolumeBarang

PU Binamarga Jatim

KeandalanSistem

MelakukanPengadaan

Investasi Jalan TolBPJT

Merencanakan/ MengusulkanJaringan Jalan Tol

PU Binamarga Jatim

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

ReduksiKemacetan

Sinergitas Jalan Tol danJalan Rel

Ditjen Binamarga PU

Teknologi

Waktu

meningkatkan

meningkatkan

mempersingkat

meningkatkan

mengurangi

mengurangi

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

mempersingkat

F9

F7

F10

At4d

mempersingkat

F1

G2

G1

A2

A20b

A25

Page 10: Planocosmo_persepsi aktor

10 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

Masterplan Surabaya 2000 pada tahun 1978. Dengan tidak dibangunnya jalan tol tengah kota (A20b dan A2) dan hanya mengandalkan jalan lingkar, maka diperkirakan akan dapat menambah kapasitas arus barang yang dapat didistribusikan (At4b) dan mereduksi kemacetan (F2). Adanya reduksi kemacetan akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan dari hinterland ke pelabuhan (F10).

Gambar 7 Persepsi Bappeko Surabaya

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Dinas Perhubungan Kota Surabaya (Dishub Surabaya) memiliki persepsi yang berbeda dari Bappeko Surabaya mengenai penyediaan prasarana angkutan barang yang menunjang pengembangan wilayah (G1) dan reduksi kemacetan (G2). Jika Bappeko Surabaya mengandalkan jaringan jalan lingkar untuk kelancaran pengangkutan barang, maka Dishub Surabaya mendukung adanya sinergitas jalan tol dan rel (A25) serta pembangunan dry port (A1a). Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan oleh Dishub Surabaya adalah melakukan pengawasan muatan kendaraan (A29) dan melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam bidang sarana dan prasarana (A30a).

Gambar 8 Persepsi Dinas Perhubungan Kota Surabaya

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Kapasitas/ VolumeBarang

Bappeko Surabaya

KeandalanSistem

MelakukanPengadaan

Investasi Jalan TolBPJT

Merencanakan/ MengusulkanJaringan Jalan TolBappeda Jatim

Merencanakan/ MengusulkanJaringan Jalan Tol

PU Binamarga JatimPembangunan Jalan

LingkarBappeko Surabaya

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

ReduksiKemacetan

Waktu

Menyusun RTRW KotaBappeko Surabaya

BiayaTotal

Fleksibilitas

Kapasitas/ VolumeBarang

Dishub Surabaya

KeandalanSistem

KeselamatanDishub Surabaya

KetepatanWaktu

MelaksanakanKoordinasi dan

KerjasamaDishub Surabaya

MelakukanPengawasan Muatan

KendaraanDishub Surabaya

Membangun Dry PortDitjen KA, Kemenhub

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

ReduksiKemacetan

Sinergitas Jalan Tol danJalan Rel

Ditjen Binamarga PU

Teknologi

Waktu

A21

F7

A20

A2

F10

F2

At4b

A22

G1

A20b

meningkatkan mempersingkat

mempersingkat mengurangi

meningkatkan

mengurangi

mengurangi

meliputi meningkatkan

A30a

F10

F1

F5 A

1a

G1 G2

F8

F7

At2

F9

At4e

A25 A29

juga membahas

membahas

mempersingkat

mengurangi

meningkatkan

mempersingkat

uncertainty melimitasi meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan mengurangi

meningkatkan

meningkatkan

Page 11: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 11

Adapun faktor yang dianggap issu permasalahan adalah waktu (F10), sedangkan yang dianggap sebagai faktor penyebab permasalahan utama adalah kapasitas atau volume barang prasarana angkutan barang (At4e). Kapasitas tersebut dipengaruhi oleh teknologi (F9) dan keandalan sistem (F7). Keandalan sistem meliputi ketepatan waktu (F8) dan keselamatan (At2). Ketepatan waktu (F8) berkorelasi dengan waktu (F10). Sementara itu, biaya total (F1) dipengaruhi oleh fleksibilitas (F5). Hal ini dikarenakan dengan adanya karakteristik fleksibilitas, maka angkutan barang dapat melayani dari pintu ke pintu dan mengurangi biaya (menghindari double handling).

d. Kelompok Organisasi User Berdasarkan 3 peta persepsi di bawah ini, terlihat bahwa Organisasi User yang diwakili

oleh Organda DPC Jatim, ALFI dan APINDO yang memiliki tujuan yang sama, yaitu Penyediaan Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah, reduksi kemacetan, dan profit. Sedangkan tindakan yang dilakukan setiap instansi untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Namun terdapat benang merahnya, yaitu: pembangunan dry port didasari oleh alasan biaya, tarif, waktu, dan kapasitas; pembangunan jalan tol didasari oleh alasan waktu dan kapasitas; sedangkan pembangunan jalan tol didasari alasan kapasitas.

Organda DPC Jawa Timur menjadi wadah pengusaha jasa angkutan. Berdasarkan interest pengusaha jasa angkutan yang melalui jalan, maka Organda DPC Jawa Timur mendukung adanya penyediaan prasarana jaringan jalan apapun yang dapat memperlancar pengangkutan barang dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak (G1). Dengan demikian, Organda DPC Jawa Timur mendukung pembangunan jalan lingkar yang merupakan kebijakan Bappeko Surabaya (A21) dan pembangunan jaringan jalan tol yang merupakan kebijakan Bappeda Jawa Timur dan BPJT (A20a, A2).

Gambar 9 Persepsi Organda DPC Jawa Timur

(Sumber:Hasil Analisis, 2011)

Faktor yang menjadi issu permasalah menurut Organda DPC Jawa Timur adalah faktor waktu (F10) dan biaya total (F1). Biaya total tersebut dalam satuan tiap jarak tempuh. Sementara itu faktor yang menjadi penyebab permasalahan adalah kapasitas atau volume barang prasarana angkutan barang (F6). Organda DPC Surabaya mempunyai pengaruh untuk mempengaruhi faktor-faktor tersebut berdasarkan kapasitas yang dimiliki. Upaya tersebut antara lain membuat kesepakatan bersama (A4) dalam penetapan tarif baru pengangkutan barang (At1e).

BiayaTotal Demorage dan

Closing TimePT.Pelindo II I

Kapasitas/ VolumeBarang

MelakukanPengadaan

Investasi Jalan TolBPJT

Membuat KesepakatanBersama

ORGANDA DPC JATIM

Merencanakan/ MengusulkanJaringan Jalan TolBappeda Jatim

Pembangunan JalanLingkar

Bappeko Surabaya

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

TarifORGANDA DPC JATIM

Waktu

A2

A31 A

21

A4

A20a

At1e

F1

G1

F10

F6 uncertainty meningkatkan

meningkatkan

menghambat

mempersingkat

mempersingkat

meningkatkan

meningkatkan

mempersingkat meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

Page 12: Planocosmo_persepsi aktor

12 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

ALFI mempunyai pendapat bahwa faktor yang menjadi faktor penyebab timbulnya permasalahan dalam kelancaran pengangkutan barang ekspor dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya adalah faktor waktu (F1). Sementara itu, kapasitas/volume barang (At4) merupakan faktor penyebab permasalahan kelancaran pengangkutan barang ekspor dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya. ALFI merekomendasikan pembangunan dry port (A1) untuk mereduksi kemacetan lalu lintas. Pembenahan strategi operasi (A26) dari internal masing-masing perusahan khususnya dan ALFI sebagai wadah perusahaan forwarder umumnya dipercaya akan menurunkan biaya total (At5) dan meningkatkan profit (G3).

Gambar 10 Persepsi Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Menurut APINDO, faktor Biaya Total (At5) dan Waktu (F1) menjadi faktor yang menjadi faktor permasalahan dalam kelancaran pengangkutan barang ekspor dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya. Faktor penyebab timbulnya permasalahan tersebut adalah faktor kapasitas/volume barang (F6).

Gambar 11 Persepsi APINDO

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

e. Kelompok Operator Persepsi kelompok Operator diwakili oleh instansi PT.Pelindo III dan PT.KAI Daop VIII.

Berdasarkan 2 peta persepsi di bawah ini, terlihat bahwa kedua aktor tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu Penyediaan Angkutan Barang yang Menunjang Pengembangan Wilayah dan profit. Sedangkan tindakan yang dilakukan setiap instansi untuk mencapai tujuan tersebut terdapat perbedaan. Namun dapat disimpulkan keduanya merekomendasikan pembangunan dry port didasari oleh alasan waktu; sedangkan

Biaya TotalALFI

Kapasitas/ VolumeBarang

Membangun Dry PortDitjen KA, Kemenhub

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

Profit

ReduksiKemacetan

StrategiOperasiALFI

TarifBPJT

Waktu

Biaya TotalAPINDO

Kapasitas/ VolumeBarang

Membangun Dry PortDitjen KA, Kemenhub

Memberikan potongan hargaORGANDA DPC JATIM

Memberikanpotongan harga

PT.KAI Daop VIII

ProfitReduksi

Kemacetan

Waktu

mempersingkat

F1 G1

G2

G3

At 5

At 1 At 4

A1

A26

meningkatkan

menurunkan meningkatkan meningkatkan

mempersingkat

meningkatkan

meningkatkan

mempersingkat

meningkatkan

menurunkan

meningkatkan

F1

At5

F6

A1

A3

A3

G2 G3

mempersingkat

meningkatkan meningkatkan

meningkatkan

menurunkan

meningkatkan meningkatkan

menurunkan

menurunkan

Page 13: Planocosmo_persepsi aktor

Miming Miharja, Sri Oka Rachmadita 13

sinergitas jalan tol dan jalan rel didasari oleh alasan waktu, kapasitas, investasi, biaya, dan tarif.

Gambar 12 Persepsi PT.Pelindo III

(Sumber: Hasil Analisis, 2011)

Berdasarkan persepsi PT Pelindo III, faktor biaya (F1) menjadi faktor permasalahan dalam kelancaran pengangkutan barang ekspor dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya. Hal ini dilihat dari jumlah link masuk ke suatu faktor terbanyak. Sementara itu, faktor waktu (F2) menjadi faktor penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Hal ini dilihat dari jumlah link keluar suatu faktor terbanyak. Atribut investasi (At8) dipersepsikan dapat mengurangi biaya (F1). Adapun solusi yang direkomendasikan PT.Pelindo III adalah konsep dry port (A1).

PT Kereta Api Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh Subbid. Pengangkutan Barang PT.KAI Daop VIII, sebagai operator angkutan barang melalui jalan rel. Secara sistem mempunyai kapasitas dalam menyebabkan perubahan biaya total pengangkutan barang melalui jalan rel (F1). Menurut Sub Bidang Pengangkutan Barang PT.KAI Daop VIII, faktor yang menjadi issu permasalahan pengangkutan barang dari hinterland ke Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya adalah faktor biaya (F1) dan waktu (At3b). Sedangkan faktor penyebab permasalahannya adalah investasi (At8a) dan kapasitas atau volume pengangkutan (At4g).

Gambar 13 Persepsi PT.KAI Daop VIII

(Sumber:Hasil Analisis, 2011)

Senada dengan pendapat Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, permasalahan tersebut dinilai dapat diatasi dengan adanya kebijakan double track (A11), dry port, dan sepur simpang (A16). Sementara itu, terkait dengan misinya, PT.KAI melakukan usulan tarif (A14), studi kelayakan pembukaan rute baru (A27a), dan potongan

BiayaTotal

Demorage danClosing Time

PT.Pelindo III

InvestasiPT.Pelindo III

Membangun DryPort

PT.Pelindo I II

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

Waktu

BeaCukai

BiayaTotal

InvestasiPT.KAI Daop VI II

Kapasitas/ VolumeBarang

PT .KAI Daop VII I

Membangun Dry PortDitjen KA, Kemenhub

Memberikanpotongan harga

PT .KAI Daop VIII

Mengeluarkan SK TarifDitjen KA, Kemenhub

Mengembangkan DoubleTrack

Ditjen KA, Kemenhub

Mengusulkan TarifKereta Api

PT .KAI Daop VIII

Menyediakan SepurSimpang

Ditjen KA, Kemenhub

Penyediaan PrasaranaAngkutan Barang yang

MenunjangPengembangan Wilayah

Profit

Studi KelayakanPT.KAI Daop VI II

TarifPT .KAI Daop VIII

WaktuPT.KAI Daop VI II

F2 F1 At 8

A1b

A31

G1

menurunkan mempersingkat

menurunkan mempersingkat perlu ditambah menurunkan

meningkatkan

meningkatkan

meningkatkan

membuka meningkatkan meningkatkan

mengurangi mengurangi

mengurangi

meningkatkan

mempersingkat meningkatkan

A3b

A16

A10 A14 A1a A11 A27a

G1

G3

At8a

F1

At3b At1b At4g

Page 14: Planocosmo_persepsi aktor

14 Seminar Nasional PlanoCosmo 2012

harga (A3b). Tindakan–tindakan tersebut memiliki tujuan profit dan dimaksudkan menunjang pengembangan wilayah. Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil studi yang telah disampaikan, maka didapatkan kesimpulan bahwa persepsi aktor yang terlibat dalam pengembangan prasarana angkutan barang regional tujuan ekspor menuju Pelabuhan Tanjung Perak secara eksplisit memiliki perbedaan tujuan, tindakan, dan alasan yang mendasari masing-masing tindakan. Dengan demikian direkomendasikan kepada aktor-aktor yang berkepentingan untuk melakukan kesepakatan dan komunikasi antar aktor dalam menetapkan kebijakan untuk menuju tujuan bersama. Sementara itu, studi mengenai hubungan antar aktor direkomendasikan untuk studi lanjutan.

Daftar Pustaka Bappeprov Jatim. 2005. Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Timur hasil revisi 2009-

2029. Bots, P.W.G., J.R. Van Duin, M.J.W. Van Twist. 2000. Designing a Power Tool for Policy

Analysts: Dynamic Actor Network Analysis. Proceedings of the 32nd Hawaii International Conference on System Sciences. Los Alamitos, CA: IEEE Press.

BPJT. 2006. FS Jalan Tol Aloha-Perak. Fisher, R.,& Ury, W. 1983. Getting to Yes. Negotiating Agreement Without Giving In.

Middlesex,England: Penguin Books Ltd. Kementerian Perhubungan. 2010. Menhub: Pelabuhan Socah di bangun untuk kurangi

kepadatan Tanjung Perak. Pusat Komunikasi Publik, 16 Agustus. Keputusan Menteri PU 295/PRT/M/2005 tentang Tugas,Pokok, dan Fungsi BPJT. Keputusan Menteri PU No. 369/KPTS/M/2005 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan

Nasional. Minnery, J. R. 1985. Conflict Management Urban Planning. Vermont USA: Gower Publishing

Company. Peraturan Menteri PU No.11 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Jalan Tol. Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.