plural is me

27
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Pluralisme Agama dan Budaya” dengan tepat waktu. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengkaji dan memperdalam pengetahuan kita tentang kemajemukan dan keberagaman agama, sebab-sebab munculnya pluralisme agama, dan beberapa bentuk pluralisme agama islam di Indonesia, termasuk di dalamnya organisasi Islam yang ikut mewarnai kemajemukan agama Islam di Indonesia. Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Suyadi yang telah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengkaji materi ini. Semoga kesediaan tersebut mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Terimakasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Jikalau di dalam makalah ini terdapat kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Sebaliknya, jika terdapat kekurangan dan

Upload: putrarkn

Post on 28-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gg

TRANSCRIPT

Page 1: Plural is Me

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah

melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Pluralisme

Agama dan Budaya” dengan tepat waktu.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengkaji dan memperdalam pengetahuan kita

tentang kemajemukan dan keberagaman agama, sebab-sebab munculnya pluralisme agama, dan

beberapa bentuk pluralisme agama islam di Indonesia, termasuk di dalamnya organisasi Islam

yang ikut mewarnai kemajemukan agama Islam di Indonesia.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Suyadi yang telah memberikan kesempatan bagi

kami untuk mengkaji materi ini. Semoga kesediaan tersebut mendapat berkah dan balasan yang

berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Terimakasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak

yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sangat

diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Jikalau di dalam makalah ini terdapat

kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Sebaliknya, jika

terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan, semua itu karena kekurangan dan keterbatasan

kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.

Yogyakarta, 23 Februari 2013

Penyusun

Page 2: Plural is Me

PLURALISME

Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa

kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain.

Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.

Pluralisme adalah dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial

yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu

pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.

Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan

keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis,

kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar

Istilah pluralisme merupakan sebuah istilah yang banyak didengar dewasa ini. Banyak ilmuwan

dan Pemikir yang membahas dan memasarkan istilah ini kepada masyarakat. Menurut mereka

paham ini sangat cocok di kembangkan di Indonesia, dikarenakan kondisi masyarakatnya yang

plural (sangat beragam dalam segala hal terutama agamanya). Menurut Adnin Armas, Paham

ini mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Kebenaran adalah milik bersama. Dalam

setiap agama terdapat kebenaran. Banyak jalan menuju kebenaran. Oleh sebab itu, Islam

bukanlah satu-satunya jalan yang sah menuju kepada kebenaran.

Karena bukan Islam jalan satu-satunya kebenaran, maka paham ini menjamin apapun

agamanya pasti akan membawanya menuju Tuhan yang berakhir mendapatkan syurganya.

Yang menyebabkan seseorang masuk syurga bukan apa agamanya tapi apa kebaikan yang telah

dia perbuat. Semakin banyak seseorang berbuat baik maka akan semakin besar peluang dia

mendapatkan syurga, tak peduli apapun agamanya. Diantara orang yang mempunyai pemikiran

seperti itu adalah Prof. Dr. Munir Mulkhan, dia menyatakan : “Jika semua agama memang

benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri, terdiri banyak pintu

dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap Agama memasuki kamar surganya. Syarat

memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan

Page 3: Plural is Me

dan ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari

sini kerjasama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.

Sementara itu MUI mempunyai pendapat lain mengenai paham ini. Melalui fatwanya yang

dikeluarkan dalam MUNAS ke 7 tahun 2005, MUI telah dengan tegas menyatakan bahwa

Pluralisme merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan melarang

kepada segenap umat Islam untuk mengikuti apalagi mengamalkan paham ini. Argumentasi

MUI melarang paham ini adalah ayat-ayat al Qur’an, seperti “barang siapa yang mencari agama

selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia diakhirat

termasuk orang-orang yang merugi” . Dan “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah

hanyalah Islam”. Dan “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”.

Selain ayat al Qur’an argumentasi lainnya adalah Hadits Rosulullah saw. Imam Muslim (w 262

H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan hadits Rosulullah saw : “Demi zat yang

menguasai jiwa Muhamad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar

tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang

aku bawa, kecuali ia mati akan menjadi penghuni neraka.”. Begitu juga Nabi mengirimkan surat-

surat Dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain kaisar Heraklius, Raja Romawi yang

beragama Nasrani, al-najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang

beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam (Hadits Riwayat Ibnu

Sa’ad dalam al-Thabaqat al-Kubra dan imam al Bukhari dalam Shahih al Bukhari).

PLURALISME AGAMA

Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan

penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-

lainan pula:

Page 4: Plural is Me

Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-

satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun

dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar. Sebagai

penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim

kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih.

Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.

Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk

mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar

agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama. Dan sebagai sinonim untuk

toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai

pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.

Pandangan Islam Terhadap Pluralisme

Hubungan islam dan pluralisme memiliki dasar argumentasi yang kuat. Menurut Nurcholish

Majid hal itu berangkat dari semangat humanitas dan universalitas Islam. Yang dimaksud

dengan semangat humanitas adalah Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah) atau dengan

kata lain cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita manusia pada umumnya. Dan misi Nabi

Muhammad adalah untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, jadi bukan semata-mata

untuk menguntungkan komunitas islam saja. Sedangkan pengertian universalitas islam dapat

dilacak dari term al-islam yang berarti sikap pasrah pada Tuhan . dengan pengertian tersebut,

semua agama yang benar pasti bersifat al-islam. Tafsir al-islam seperti ini bermuara pada

konsep kesatuan kenabian dan kerasulan, yang kemusiaan dalam urutannya membawa kepada

konsep kesatuan umat yang beriman.

Islam secara tegas memandang pliralisme sebagai suatu keniscayaan dan bahkan secara positif

menyikapinya. Bukti normatif lain yang ditunjukan Nurcholish adalah terdapatnya gagasan ahl

al-kitab dalam al-quran, yaitu konsep

Page 5: Plural is Me

Pandangan Pluralisme menurut Islam.

Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah

mutlak untuk dijalankan(Pluralitas). Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama

adalah sama (pluralisme), artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah

Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentang paham pluralisme dalam

agama Islam. Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan

oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah

dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya

diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan

sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.

Di Indonesia, salah satu kelompok Islam yang mendukung pluralisme agama adalah Jaringan

Islam Liberal. Di halaman utama situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan

Penyayang, Tuhan segala agama."

Hakikat Pluralisme

Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama,

kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada sebuah

keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu

munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta

penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan

mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap

agamanya yang paling benar.

Inilah hakikat ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di Dunia Islam melalui

berbagai cara dan media. Dari ide ini kemudian muncul gagasan lain yang menjadi ikutannya

seperti dialog lintas agama, doa bersama dan lain sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme

Page 6: Plural is Me

didukung oleh kebijakan Pemerintah yang harus mengacu pada HAM dan asas demokrasi.

Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga negara untuk beragama, pindah

agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru.

Di Balik Gagasan Pluralisme

Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah

faktor. Dua di antaranya adalah: Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama

bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan

keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan.

Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya

kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut mereka,

diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi

memicu konflik.

Kedua, faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di

dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia,

pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang

digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.

Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, faktor pertama bolehlah diakui sebagai alasan awal

munculnya gagasan pluralisme agama. Namun selanjutnya, faktor dominan yang memicu

maraknya isu pluralisme agama adalah niat Barat untuk makin mengokohkan dominasi

Kapitalismenya, khususnya atas Dunia Islam.

Page 7: Plural is Me

Pluralisme Basis Relativisme

Kebenaran dogma menjadi salah satu perbincangan dalam masalah pluralisme agama. Truth

claim terhadap dogma agama yang dipeluk para penganut agama-agama seakan mengusik

kaum pluralis, sehingga kaum pluralis menganjurkan kepada pemeluk agama untuk menganut

paham ini. Tetapi kaum pluralis sendiri memaknai pluralisme masih dalam perdebatan.

Pluralisme yang ada di Indonesia memiliki beberapa tipe, pada satu sisi mengandung nilai-nilai

toleransi, pada sisi yang lain mengandung nilai relativisme bahkan, sampai pada tingkat

nihilisme. Doktrin relativisme beramula dari Protagoras sorang sofis yang berprinsip bahwa

manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Doktrin relativisme

hanya mengandalkan akal manusia maknanya agama hanyalah tradisi. Agama tidak layak

dijadikan patokan/standarisasi nilai-nilai kebenaran yang absolute. Kaum relativis berkeyakinan

yang absolute hanya Tuhan, jadi kebenaran agama hasil tafsiran manusia adalah relative dan

tidak absolut.

Agama (Tuhan) memiliki keabsolutan kebenaran dan dan jika agama memasuki akal manusia,

maka wahyu tersebut akan menjadi pemikiran keagamaan, maka pemikiran tersebut

(representasi manusia tentang agama) adalah relatif sebab manusia sifatnya relatif.

"Disamping itu, ternyata kita juga menyaksikan bagaimana penafsiran atas sebuah agama

(baca: Islam) sendiri tidaklah tunggal. Dengan demikian upaya mempersamakan dan

mempersatukan dibawah payung (satu tafsir) agama menjadi kontradiktif. Pada gilirannya

agama kemudian menjadi sangat relatif ketika dijelmakan dalam praktik kehidupan sehari-hari."

Padahal dalam agama Islam keabsolutan itu bisa sampai tingkat manusia, sebab manusia di

bekali wahyu, akal, rasul atau khabar shadiq. Dan akidah adalah bagian dari khabar shadiq yang

diriwayatkan rasulullah kepada sahabat-sahabatnya dan turun kepada ulama-ulama. Bisa kita

bayangkan jika di dunia ini semua relatif, maka hadis nabi yang menganjurkan untuk mencegah

kemungkaran tidak akan berlaku lagi, sebab semua relatif, baik dan buruk standarnya akal

manusia.

Page 8: Plural is Me

Pluralisme berkaitan erat dengan relativisme kebenaran, sedangkan relativisme memandang,

bahwa semua keyakinan keagamaan, idiologi, dan pemikiran filosofis, sama-sama mengandung

kebenaran dan memiliki posisi yang sederajat. Jadi tidak ada kebenaran yang mutlak yang dapat

ditemukan dalam suatu agama karena memiliki kapasitas yang sama.

Pluralis-relativisme adalah gagasan yang menekankan, bahwa perbedaan dan kemajemukan

adalah prinsip yang tertinggi. Pemahaman pluralisme mengharuskan manusia menghormati

semua bentuk keanekaragaman dan perbedaan, dengan menerima hal tersebut adalah bentuk

dari menerima realitas yang sebenarnya. Dalam sikap seorang pluralis bukan hanya berhenti

pada pluralitas, tetapi menurut Nurcholish Madjid dalam buku Islam Doktrin dan Peradaban

menyatakan bahwa sikap menerima pluralitas dengan sikap menerima pluralisme.

"….kemajemukan atau pluralitas umat manusia adalah kenyataan yang telah menjadi kehendak

Tuhan. Jika dalam Kitab Suci disebutkan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku agar mereka saling mengenal dan menghargai-(Q., 49:13), maka pluralitas itu

meningkat menjadi pluralisme, yaitu suatu system nilai yang memandang secara positif-opimis

terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan itu...."

Maka dalam konteks ini Nurcholish Madjid mengajak umat Islam menerapkan prinsip kenisbian

kedalam. Prinsip untuk melepas klaim kemutlakan kebenaran, sehingga persaudaraan dapat

dibangun antar umat manusia. Melalui semangat persaudaraan diharapkan dapat mengubah

perbedaan-perbedaan sehingga dapat menjadi sumber positif dalam berlomba-lomba menuju

kebaikan. Kemudian, melalui persaudaraan sikap saling menghormati akan tumbuh sehingga

menghargai perbedaan antar umat dalam kehidupan masyarakat akan terwujud, sebab

perbedaan antar umat beragama adalah hanya terletak pada ritual keagamaan dalam

mengekspresikan patuh dan tunduk kepada Allah Yang Maha Pencipta.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP

Muhammadiyah, menyatakan, ”sekali pemahaman akan wahyu memasuki akal manusia, siapa

pun manusia itu, ia akan memasuki wilayah kenisbian. Tidak boleh diklaim sebagai suatu

kebenaran. Akal manusia tidak akan sampai mengetahui hakekat kebenaran. Sehingga,

konsekwensinya juga tidak bisa mengetahui hakekat kebatilan. Akhirnya tidak boleh

Page 9: Plural is Me

mengatakan bahwa apa yang diyakini oleh seseorang benar atau batil. Begitu juga keyakinan

Ahmadiyah tidak bisa dikatakan sesat atau batil.

Menurut Syamsul Hidayat Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, pernyataan Ahmad

Syafii Maarif akan sangat menyiksa manusia dan menjadikan kekacauan kehidupan manusia,

sebab tidak ada kejelasan antara benar dan salah, ma`ruf dan mungkar, tauhid dan syirik,

kesesatan dan petunjuk. Padahal banyak ayat-ayat al-Quran dan al-Sunnah yang menjelasankan

tentang kriteria al-Haq dan al-Bathil, tauhid dan syirik, baik dan buruk. Kemudian Syamsul

Hidayat mengatakan Kesadaran akan relativitas akal, justru agar akal tunduk kepada mutlak

kebenaran wahyu yang disajikan secara jelas oleh Al-Quran dan Sunnah kepada akal manusia.

Artinya relativitas akal tetap disertai dengan kapasitas untuk mencapai kebenaran dan

kebatilan secara pasti, serta tunduk kepada ketentuan wahyu. Jika umat Islam sudah tidak lagi

percaya kepada kriteria tauhid, syirik, atau umat agama yang lain tidak percaya terhadap baik,

buruk, benar salah, petunjuk dan kesesatan dan lain sebagainya yang disebutkan dalam al-

Quran dan al-Sunnah atau dalam agama selain Islam di kitabnya masing-masing yang dianggap

menjadi panduan ajaran agama, padahal dua kitab al-Quran dan al-Sunnah sebagai pedoman

umat Islam, kemudian tidak dianggap benar, kalau begitu apalagi yang bisa dijadikan

pedoman?

Kaum pluralis yakin bahwa agama-agama adalah bentuk jalan menuju Tuhan. Menurut Budhy

Munawar Rachman, jalan menuju Tuhan itu adalah satu, tetapi jalurnya banyak, atau jalur

menuju keselamatan adalah memang banyak dan Tuhan memanivestasikan dalam bentuk yang

beraneka ragam dan bukan hanya pada satu jalan. Beliau juga mengutip ayat al Quran surat Al-

Hujurat [49]:10. menurut beliau ayat ini menerangkan tentang perintah Allah untuk saling

kompromi, saling take and give, dan tak ada yang boleh mengklaim sebagai yang paling benar.

Pluralisme, masih menurut Budhy Munawar Rachman, tidak dapat dipahami hanya dengan

mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam tetapi pluralisme harus disikapi

dengan teologia religionum (teologi agama-agama) dengan tujuan memasuki dialog

antaragama. Kemudian Budhy Munawar Rachman dalam bukunya Islam Pluralis Wacana

Page 10: Plural is Me

Kesetaraan Kaum Beriman menjelaskan, bahwa pendekatan terhadap agama-agama adalah

melalui tiga jalur yaitu dengan sikap eksklusif, inklusif dan paralelis.

Argumentasi pluralisme memakai Al-Hujurat [49]:10 untuk persatuan persaudaraan lintas

agama adalah penafsiran yang penuh hawa nafsu. Padahal dalam Ali `imran ayat 19 sangat

jelas, bahwa jalan menuju Allah hanyalah Islam. Bagi yang tidak melaksanakan keislaman

berarti kafir. Islam secara teologis bersifat eksklusif sedangkan dalam bermuamalat,

bersosialisasi dengan masyarakat adalah inklusif. Tidak ada larangan untuk menjalin hubungan

dengan masyarakat selama tidak merugikan. Sebab nabi juga bersosialisasi dengan masyarakat

non muslim.

Makna pluralis dan pluralisme kaum pluralis selalu meyamakan. Senada pengkaburan tersebut

Alwi Shihab juga berpendapat, Berbicara pluralisme artinya bukan satu, tetapi plural, banyak.

Dan banyak itu artinya berbeda, karena tidak ada yang sama. Maka kita harus bisa menghargai

pendapat orang lain, kemudian juga beliau berpendapat bahwa pluralisme itu respect terhadap

pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak kelompok yang berbeda dengan kita tapi

yang seharusnya adalah saling interaksi dengan baik saling menghormati khususnya idiologi

agar terciptanya afinitas (daya gabung/hubungan erat)[xvi] akan tetapi kalimat ini sangat

kontradiksi dengan kalimat berikutnya. Alwi Shihab diakhir tulisannya menulis. "....nilai-nilai

pluralisme dalam Islam itu sangat kental, maka kita harus mengembangkan nilai-nili pluralisme

ini untuk menghormati pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat

kita...."sebetulnya pada kalimat "maka kita harus mengembangkan nilai-nilai pluralisme" adalah

merupakan kalimat untuk memaksakan pendapatnya kepada orang lain. Kemudian juga Alwi

Shihab juga menulis "Mari kita kembangkan budaya ini, dan saya kira dari dulu dan akan

berlanjut terus, bahwa salah satu nilai penting dalam NU adalah inklusifisme" kalimat ini

sebenarnya bentuk kalimat yang tidak toleran terhadap orang-orang yang mempertahankan

eksklusifisme, padahal dalam Islam tidak terdapat istilah tersebut. Teology Islam adalah

eksklusif sekaligus inklusif dalam kehidupan sosial.

Page 11: Plural is Me

2. Pluralisme Berbasis Nihilisme

Tipe pluralisme basis nihilisme adalah bahwa jika semua agama adalah sama benar maka logika

terbaliknya adalah tidak ada kebenaran dalam semua agama. Sehingga Ludwig Feuerbach

menunjukkan esensi agama terletak pada manusia sehingga Feuerbach memaknai agama

hanyalah gambaran akan keinginan manusia yang tak terbatas, yang dibentuk oleh manusia

tentang dirinya sendiri dan tidak lebih dari proyeksi hakikat manusia.

Agama itu hanya merupakan perwujudan cita- cita: “Ilusi religius yang terdiri dari suatu objek

bersifat imanen pada pikiran kita menjadi lahiriah, mewujudkannya, mempersonifikasikannya.

”Atribut- atribut Ilahi merupakan perwujudan dari predikat- predikat manusiawi, yang tidak

sesuai dengan individu manusia sebagai individu, Allah yang kekal, itulah akal budi manusia

dengan coraknya yang bersifat mutlak yang sekali lagi merupakan hasil proyeksi manusia.

Agama merupakan kesadaran yang tidak terhingga.

Jadi Tuhan tidak lebih daripada manusia: dengan kata lain, ia adalah proyeksi luar dari hakikat

batin manusia sendiri. Bisa juga dikatakan bahwa Tuhan ada dalam tiap manusia, dan manusia

adalah bentuk luar dari Tuhan. Tuhan bukan lagi Zat Yang Mahakuasa tapi merupakan akal

kolektif manusia. Sarana komunikasi Tuhan bukan memlalui wahyu melainkan dalam bahasa

nasional. Manusia tidak butuh dengan Tuhan (Zat Yang Mahakuasa) sebab manusia dapat

menyelesaikan masalah dunia tanpa dengan Tuhan. Jika demikian berarti manusia tidak butuh

agama, sebab manusia adalah proyeksi atau gambaran Tuhan itu sendiri. Jika manusia adalah

Tuhan apa fungsi agama bagi manusia? Sehingga demikian manusia tidak butuh agama. Dan

agama-agama yang ada hanyalah aturan-aturan yang tidak bermakna.

Selain Feuerbach dengan ateisme antropologisnya maka Karl Marx dengan ateisme sosio-politis

bahwa agama itu candu bagi masyarakat (religion is the opium of the people). Pendapat Marx

ini adalah menerangkan bahwa dengan adanya agama maka struktur masyarakat tidak sehat.

Agama menurut Marx adalah hanya khayalan membuat manusia terlena. Agama bagaikan

Page 12: Plural is Me

eskapisme untuk keluar dari dunia nyata ke dunia khayalan. Agama singkatnya adalah sesuatu

yang tidak riil.

Pada tipe ini menyatakan bahwa, kebenaran sejatinya tidak ada, sebab dari pemahaman

tentang kebenaran adalah sama benarnya. Karena kebenaran sama benarnya atau bisa jadi

semua kebenaran adalah sama salahnya, itu berarti kebenaran itu tidak ada. Selain itu juga

kaum pluralis menganggap bahwa toleransi jika tidak dibarengi dengan sikap pluralisme itu

bukanlah sikap toleransi sejati. Seorang pluralis sejati memaknai pluralisme dengan kesamaan

dan kesetaraan dalam segala hal, termasuk beragama. Setiap pemeluk agama harus

memandang sama pada semua agama dan pemeluknya. Kaum pluralis juga beranggapan bahwa

umat beragama jika tidak mengaplikasikan pluralisme dalam keagamaanya berarti toleran atau

intoleran terhadap pemeluk agama yang lain.

Kaum pluralis juga berusaha untuk menghilangkan otoritatif teolog, ulama dan lain sebagainya,

sebab mereka beranggapan akal kolektif manusia yang berhak untuk memaknai sesuatu. Hal ini

sesuai dengan pendapat Musdah Mulia disaat di wawancarai oleh Najwa Shihab di Metro TV 21

April 2010. Menurut Musdah Mulia bahwa yang berhak menafsirkan dan mendefinisikan agama

adalah elemen masyarakat dan kesepakatan bersama, kemudian juga Musdah beranggapan

bahwa Islam harus sesuai dengan Pacasila, UUD 1945, Prinsip NKRI dan prinsip-prinsip Bhinneka

Tunggal Ika sebab Islam berada di Indonesia. Dari ungkapan beliau ini jelas bahwa nilai-nilai

agama direduksi menjadi nilai kebangsaan, nilai-nilai agama diganti dengan kesepakatan

bersama.

3. Pluralisme Basis Theosofis

Theosofis merupakan organisasi aliran kebatinan, wadah studi, dan pemahaman mengenai

kebijaksanaan Ilahi yang tersirat di alam raya ini. Menurut Artawijaya yang menulis Gerakan

Page 13: Plural is Me

Theosofi di Indonesia, bahwa antara Freemasonry dan theosofi adalah satu tujuan dan hanya

beda nama. Inti ajaran dari theosofi adalah agama apapun selama menjunjung tinggi

kemanusiaan dan menebarkan kebajikan adalah pada hakekatnya sama. Tidak ada yang lebih

tinggi kedudukannya dari pada kebenaran. Inilah ajaran teosofi dalam memandang agama.

Bahkan dalam lambang theosofi terdapat motto organisasi yang berbunyi, "There is no Relegion

Higher Than Truth", atau dalam bahasa sangsekerta, "Satyan Nasti Paroh Darma" yang berarti

"Tidak ada agama yang lebih tinggi daripada Kebenaran" dari motto organisasi ini bermakna

masing-masing agama tidak bisa mengklaim bahwa agamanyalah yang mutlak benar (absolute

truth claims). Karena menurut mereka kebenaran tidak berbentuk tunggal dan kebenaran

terdapat dalam agama-agama selama menjalankan kebaikan dan kebenaran. Dan inilah yang

menjadi dasar para penggiat pluralisme agama di Indonesia. menurut kaum theosof bahwa

setiap kehidupan dan makhluk di alam ini ada zat Tuhan yang menyatu serta alam dan seisinya

bukanlah diciptkan melaikan terpancar dari zat Tuhan. Jadi dari tiap individu manusia memiliki

zat Tuhan yang bersemayam dalam hati dan jantung manusia.

Gerakan theosofi yang dirumuskan Dr. Anie Besant salah satunya adalah Membentuk suatu inti

persaudaraan universal kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan ras (bangsa), kepercayaan,

jenis kelamin, kasta atau warna kulit. Kata-kata ini seakan indah tetapi memiliki tujuan yang

berbeda. Padahal dalam Islam persaudaraan berdasarkan keimanan dan ditegaskan kembali

dalam QS Al-Mujadalah: 22.

Diantara sarjana Muslim Indonesia yang terpengaruh dengan ide-ide Theosofi adalah

Komarudin Hidayat. Disalah satu karyanya beliau menulis:

"Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-

masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkus yang berbeda-beda. Karena perbedaan

bungkus inilah maka kesulitan, kesalahpahaman dan perselisihan antar pemeluk agama

seringkali muncul ke permukaan. Pada tahap ini, agama muncul dengan ragam wajah dan

ragam bahasa sementara kita cenderung melihat perbedaannya ketimbang persamaanya."

Page 14: Plural is Me

Jika dicermati kalimat diatas, bahwa Komaruddin Hidayat meyakini bahwa kebenaran dapat

ditemukan pada setiap agama. Keberagaman agama-agama hanyalah bentuk bungkus, kulit luar

dan tradisi yang berbeda dari tiap agama-agama, akan tetapi isi ajaran agama adalah sama.

Kemudian masih dalam buku yang sama, Komaruddin mengatakan, "secara empiris adalah

suatu kemustahilan jika kita mengidealisasikan munculnya kebenaran tunggal yang tampil

dengan format dan bungkus tunggal, lalu di tangkap oleh manusia dengan pemahaman serta

keyakinan yang seragam dan tunggal pula." Di sinilah Komaruddin menyangsikan akan adanya

sebuak kebenaran dalam bentuk tunggal. Keberagaman tersebut merupakan kebenaran. Dan

kebenaran terdapat pada tiap-tiap sesuatu yang tidak tunggal. Dan ini berarti beliau meragukan

kebenaran agama Islam dan kesempurnaan ajaran.

Selain Komaruddin Hidayat adalah Zuhairi Misrawi Intelektual Muda NU dan Ketua Moderate

Muslim Society. Dalam tulisannya di Kompas mengatakan.

Pluralisme pertama-tama dimulai dari kesadaran tentang pentingnya perbedaan dan

keragaman. Sebab perbedaan merupakan fitrah yang harus dirayakan dan dirangkai menjadi

kekuatan untuk membangun harmoni. Adapun anggapan bahwa pluralisme akan menjadi

sinkretisme merupakan pandangan yang cenderung mengada-ada. Faktanya, pluralisme dan

sinkretisme sangat tidak identik.

Disini Zuhairi Misrawi mengajak untuk sadar terhadap perbedaan dan keragaman merupakan

fitrah manusia. Disinilah kerancuannya, yaitu Zuhairi sendiri tidak sadar bahwa, yang menjadi

fitrah adalah pluralitas bukan pluralisme. Disinilah terjadi pengkaburan makna antara

pluralisme dan pluralitas. Kemudian Zuhairi juga menulis.Fatwa keagamaan berupa penyesatan

dan pengharaman terhadap kelompok minoritas dalam intra-agama sepanjang tahun 2009 juga

menjadi tantangan serius. Fatwa tersebut dapat digunakan untuk melakukan tindakan hukum

yang dapat dianggap sebagai diskriminasi dan kriminalisasi terhadap kelompok minoritas.

Fatwa tersebut kerap kali dijadikan sebagai landasan untuk melarang kegiatan dan

memejahijaukan mereka dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 dan

KUHP Pasal 156a tentang penodaan agama. Di samping itu, kelompok minoritas harus

Page 15: Plural is Me

mendapatkan perlakukan tidak manusiawi oleh sekelompok masyarakat yang tidak

beridentitas, baik penyerangan maupun pengusiran.

Disini tampak jelas bahwa Zuhairi menolak fatwa MUI terhadap Ahmadiyah, Lia Eden atau

aliran-aliran sesat yang lainnya, bahkan Zuhairi mendukung keberadaannya. Sebab pemikiran

Zuhairi lahir dari keyakinannya bahwa tidak ada truth claim. Masing-masing orang bebas

mengekpresikan keyakinannya dalam beragama. Setiap individu memiliki pendapat akan

kebenaran. Hal ini searah dengan ajaran theosofi yang mengajarkan bahwa manusia sejati

adalah kebenaran dan kebenaran menurut theosofi tidak dapat dimonopoli. Setiap orang

mempunyai kebenaran dan kenyataan sendiri.

4. Pluralisme Bukan Toleransi

Jika pluralisme ini dianggap sebagai cara bertoleransi terhadap penganut agama lain, maka

Diana L. Eck membantah pendapat tersebut dalam tulisannya What is Pluralisme," Nieman

Reports God in the Newsroom Issue" bahwa pluralisme tidak hanya bermakna toleransi, tetapi

merupakan pencarian secara aktif guna memahami aneka perbedaan (the encounter of

commitments) alias mengharapkan kesamaan dalam agama-agama. Hal ini juga senada dengan

Syafi`i Anwar, Direktur International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) mengatakan bahwa

"Pluralisme itu mengakui keberagamaan orang lain, tanpa harus setuju. Selain itu, yang

terpenting, bukan sekadar menjadi toleran, melainkan menghormati ajaran agama orang lain.

Dan sadar betul bahwa keberagamaan orang lain itu bagian yang sangat fundamental dan

inheren dengan hak asasi manusia," selain itu juga masih menurut Syafi`i Anwar, Konsep

pluralisme yang tidak sekadar toleransi, tetapi lebih menuju kepada penghormatan (respect)

kepada yang lain (the others),

Dalam konsep Islam mengakui perbedaan dan identitas agama-agama, tetapi tidak sampai pada

tingkat pembenaran terhadap teologinya. Islam tetap mengakui kesalahan teologi agama yang

lain bahkan sampai tingkat mengoreksi, tetapi Islam juga tidak memaksakan mereka untuk

untuk masuk Islam. Islam juga membiarkan agama selain Islam untuk melaksanakan ritual

Page 16: Plural is Me

agamanya, selama tidak mengganggu agama Islam. Ini berarti Islam tidak mentolerir persamaan

agama (lakum dinukum wa liyadin).

Page 17: Plural is Me

KESIMPULAN

Islam tidak memandang pluralitas sebagai sebuah perpecahan yang membawa kepada

bencana. Islam memandang pluralitas sebagai rahmat yang Allah turunkan kepada makhluk-

Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi dinamis dan tidak stagnan karena terdapat

kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup

menjadi tidak membosankan karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.

Pandangan islam yang lebih luwes dalam memaknai pluralitas menjadikan warna-warni dalam

khasanah keilmuan islam.Nurcholis majid selaku tokoh yang sangat konsisten dalam pluralitas

mencoba mengaplikasikan suatu paham dimaa dia menganggap bahwa tidak perlu di indonesia

ini di berlakukan syariat islam karena Pancasila pun sudah memiliki nafas islam.

Dari sisi perkembangan dan perluasan, ekonomi harus tetap ada pada beberapa kelompok

kekuatan ekonomi yang terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah disinggung

seperti dalam masalah-masalah diatas, pluralisme berusaha menyamakan permasalahan agama

dengan perkara-perkara politik, ekonomi dan partai. Sehingga dari situ mereka berkesimpulan

bahwa dalam segala aspek sosial diperlukan pluralitas, oleh karenanya hal itu harus

dimunculkan dan dikembangkan.

Page 18: Plural is Me

ANALISIS

Menurut kami Pluralisme, sebagaimana dalam berbagai fenomena dan pemikiran

memiliki sifat antara komoderatan dan keadilan, keseimbangan dan juga mempunyai sisi yang

ekstrim, baik sisi yang melebih-lebihkan pluralitas atau sisi yang mengurang-ngurangkan

pluralitas. Sifat keadilan dan keseimbangannya lah yang dapat memelihara hubungan antara

kemajemukan, perbedaan, dan pluralitas itu sendiri. Sementara itu perpecahan dan kekacauan

ditimbulkan oleh sikap ekstrim memusuhi yang tidak mengakui dan memiliki faktor pemersatu.

Indoesia sebagai negara yang majemuk,yang sangat beragam di segala aspek

kehidupan.Adanya sikap toleransi dan sikap saling menghormati dalam kehidupan masyarakat

sangat di perlukan,sebagai lem perekat dari unsur-unsur pluralisme.Pada dasarnya pluralitas

terdapat disegala aspek kehidupan,sama halnyadalam pluralitas dalam islam.pluralitas dalam

islam disadari atau tidak itu merupakan khasanah pengetahuan dalam islam, asal tidak ada

“klaim kebenaran”yang dapat memperuncing perbedaan antar golongan.

Page 19: Plural is Me

SARAN

Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan

penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain

pula.

Al-Qur’an dalam memberikan pendidikan kesadaran terhadap pluralisme agama

terhadap umat manusia diantaranya tampak dari sikap-sikapnya sebagai berikut:

1. Mengakui eksistensi agama lain.

2. Memberi hak untuk hidup berdampingan saling menghormati pemeluk agama lain.

3. Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain.

4. Tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain.

5. Mengakui tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah

berlomba-lomba dalam kebajikan.