pmdd-asal
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 pmdd-asal
1/6
BAB I
PENDAHULUAN
Emotional and physical symptoms are common during the premenstrual phase of the
menstrual cycle. Premenstrual syndrome includes a constellation of mild-to-moderateemotional and physical symptoms, which typically do not interfere with patients usuallevel of functioning. As many as 75 percent of women of reproductive age report havingpremenstrual symptoms at some time during their lives.1
Premenstrual dysphoric disorderis a severe form of premenstrual syndrome that affects 3 to 8 percent of women ofreproductive age. Premenstrual symptoms usually begin when women are in their early20s, but women often do not seek medical treatment for up to 10 years. Thus, manywomen initially present for treatment in their mid-to-late 30s, with a long-standing historyof premenstrual symptoms that may have progressively worsened. Clinical experiencesuggests that premenstrual symptoms continue through menopause. It is oftendifficult to distinguish perimenopausal symptoms from premenstrual dysphoric disorder
in women in their late 30s and early 40s.
-
7/30/2019 pmdd-asal
2/6
BAB II
FISIOLOGI HAID
-
7/30/2019 pmdd-asal
3/6
BAB III
PREMENSTRUAL SYNDROME
-
7/30/2019 pmdd-asal
4/6
BAB IV
PREMENSTRUAL DYSPHORIC DISORDER (PMDD)
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Patofisiologi
D. Penatalaksanaan
-
7/30/2019 pmdd-asal
5/6
EPIDEMIOLOGI DAN KLASIFIKASI PMDD
70 hingga 90 % wanita usia reproduktif memiliki gejala fisik atau mental pada masa
premenstruasi, misalnya pada fase luteal dari siklus haidnya. Sekitar 20-40% wanitadalam menstruasi memiliki gejala premenstrual syndrome (PMS) dan mengalami
gejala fase luteal yang sama jumlah yag lebih kecil, hingga 8%, mengalami gejala
yang lebih berat, yang menyebabkan kondisi distress atau gangguan fugsional dan
dianggap sebagai sindroma disforik premenstruasi (PMDD)
(10,11,13,14,23,38,39,42). Walaupun PMDD, seperti PMS termasuk gejala fisik,
termasuk perburuka mood yang mengganggu kualitas hidup seorang wanita. Beban
penyakit dari PMDD adalah akibat beratnya gejala fase luteal, kronisitas kelainan ini,
dan gangguan pada pekerjaan, hubungan sosial dan aktivitas.
Selama beberapa dekade terakhir konsep diagnostik sangat luas dari gangguan
premenstrual yaitu PMS dan PMDD telah digunakan pada berbagai penelitian klinis,
dan menghasilkan berbagai kriteria diagnostik dan sangat heterogen pada populasi
penelitian. Penelitian terkini makin memperbaiki pengetahuan terhadap diagnosis,
frekuensi, mekanisme patofisiologi, dan pilihan terapi pada PMDD.
Kriteria Diagnostik
Di dalam ICD-10 sindrome yang disebut premenstrual tension syndrome pada
bagian Ginekologi. Setidaknya terdapat satu gejala dari batasan gejala fisik dan
emosional yang luas tanpa spesifikasi dari severitas. Kriteria ini tidak menolong dari
segi definisi untuk populasi penelitian dalam suatu penelitian klinis
Pada tahun 1987, DSM-III memasukkan kriteria late luteal phase dysphoric disorder
(LLPDD). Dalam DSM-IV, istila ini dirubah dari LLPDD menjadi PMDD, dengan
kriteria yang hampir sama dengan LLPDD. Pada DSM-IV memasukkan PMDD
sebagai suatu contoh dari bentuk gangguan depresif yang tidak spesifik
Walaupun gejala gejala tidak khas, pembatasan gejala-gejala pada fase lutel dari
siklus haid dan kemunculannya secara siklik dianggap sebagai patognomonik suatu
PMDD.
ACOG merekomendasikan kriteria untuk mendifinisikan PMS sedang sampai berat.
Kriteria termasuk terdapat setidaknya gejala psikologi atau fisik yang menyebabkangangguan bermakna (dialami pada wanita 5 haru sebelum hait dan berkurang dalam
-
7/30/2019 pmdd-asal
6/6
4 5 onset haid tanpa adanya rekurensi sampi setidaknya hari ke 13 siklus haid, pada
lebih kurang tiga siklus berturut-turut) dan dikonfirmasi dengan penilaian rata-rata
dari pengamatan prospektif.
Sebagai kesimpulan, populasi penelitian yang paling homogen yang dapat
digunakan adalah dengan kriteria diagnostik DSM-IV dan populasi ini harus
digunakan untuk penelitian klinik pada PMDD. (12,20).
Patofisiologi PMDD
Patofisiologi dari PMDD tidak diketahui secara pasti dan jelas. Etiologi dieprkirakan
multifaktorial. Data penelitian telah menunjukkan ketidaknormalan dari aksis
hipotalamus-hipofise-ovarium dan sistem serotonergik otak pada populasi pasien ini
(16, 26).
Pola gejala berkaitan dengan siklus menstruasi dengan gejala yang tercetus pada
periode haid sedang berlangsung (fase luteal), gejala berkurang selama aliran haid,
dan periode bebas gejala pada fase folikular dari siklus haid. Disamping beberapa
usaha untuk mengidentifikai gangguan endokrin pada pasien-pasien dengan PMDD,
sangat sedikit didapatkan temuan endokrin yang konsisten. Sepertinya siklusovulatoar merupakan suatu prerequisite untuk berkembangnya kearah PMDD.
Namun demikian, bukti menunjukkan bahwa wanita yang mengalami ovulasi dengan
atau tanpa PMDD tidak berbeda pada kadar steroid gonad (40). Selama siklus
anovulatoar, siklus dari gejala menghilag dan gejala tidak ada setelah menopause,
selama kehamilan atau etelah ovariectomy bilateral.
Diduga terdapat komponen genetik pada eksistensi dan severitas gejala
premenstruasi, pada wanita-wanita dengan ibu yang mengalami gejalapremenstruasi lebih cenederung berkembang menjadi PMS dibandingkan denga
wanita dengan ibu yang tidak menderita gejala premenstruasi, angka kesesuaian
yang lebih tinggi ditemukan pada kembar monozigot dibandingkan dengan kembar
dizigot