pola interaksi sosial (studi kasus siswa difabel …
TRANSCRIPT
POLA INTERAKSI SOSIAL
(STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU PADA KELAS V
TINGKAT SD DI SLB NEGERI PANTI, KECAMATAN PANTI,
KABUPATEN PASAMAN)
SKRIPSI
“Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana
Sosiologi Agama Strata 1 (S-1)”
Disusun Oleh:
RISKI HAYAT
NIM : 4617 056
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
2021M/1442
i
ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Rizki Hayat
Nim : 4617056
Tempat/tgl lahir : 23 Oktober 1996
Judul Skripsi : Pola Interaksi Sosial (studi kasus siswa difabel tunarungu pada kelas
V tingkat SD di SLB N Panti Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman).
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) saya dengan
judul diatas benar akan karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari skripsi ini
terbukti bukan karya tulis saya sendiri, maka saya bersedia diproses sesuai aturan
yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, 01 November 2021
Rizki Hayat
NIM:4617056
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi mahasiswa S1 SOSIOLOGI AGAMA Fakultas Ushuluddin Adab dan
Dakwah IAIN Bukittinggi atas nama Riski Hayat Nim 4617056 dengan judul” Pola
interaksi sosial (studi kasus siswa difabel tunarungu pada kelas V Tingkat SD di SLB N
Panti Kabupaten Pasaman)” memandang bahwa tugas akhir yang bersangkutan telah
memenuhi persyaratan ilmiah dan dapat di setujui untuk diajukan sidang Ujian Akhir.
Demikian persetujuan ini di berikan untuk dapat digunakan seperlunya.
Bukittinggi, Agustus 2021
Pembimbing
Hardi Putra Wiraman
NIP. 198107102005011005
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang atas dan
Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul” Pola
Interaksi Sosial ( Studi Kasus Siswa Difabel Tunarungu Pada Kelas V Tingkat SD di
SLB N Panti Kabupaten Pasaman ”. sebagai pelengkap syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittingi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan
orag tua yang sudah bersusah payah memberikan pendidikan terbaik untuk penulis,
seterusnya pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan yang terhormat dan rasa
terima kasih:
1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M. Hum, Selaku rektor IAIAN Bukittingi yang telah
memberikan dorongan kepada penulis untuk bisa menyelesaikan tugas kependidikan
sebagai Mahasiswa.
2. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddon, Lc, M. Ag selaku dekan Fakultas Usluhuddin Adab
dan Dakwah yang selalu memberikan dukungan dan motifasi kepada penulis.
3. Ibu Vivi Yulia Nora, M. SI, sebagai Ketua Prodi Sosiologi Agama yang telah
memberikan nasehat- nasehat agar penulis lebih terarah untuk mengambil keputusan.
4. Bapak Drs. Miswar Munir, M.Ag dan Bapak Heru Permana Putra Selaku Penasehat
Akademik yang selalu besrsedia menberikan waktu nya untuk memberikan arahan
dan bimbingan serta nasehat- nasehat selama proses perkuliahn yang telah ditempuh
selama waktu emapat tahun ini.
v
5. Bapak Dr. Hardi Putra Wirman, S.IP, MA selaku dosen pembimbing yang telah
mengorban waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Bapak Akdila Bulanov sebagai dosen motivasi saya sebagai penulis, selama masa
perkuliahan selalu meberikan nasehat dan support ketika saya dihadapakan oleh
permasalahan situasi yang genting bahkan hampir menyerah untuk melanjutkan
perkuliahan ini, beliaw selalu menjadi motivator saya selama kuliah di IAIN
Bukittinggi tampa kata- kata atau motivasi yang beliaw berikan saya tak kan mampu
bertahan sampai hari ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Sosiologi Agama serta staf pegawai Fakultas Usluhuddin
Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi.
8. Paling istimewa yang saya sayangi keluarga besarku Ayahanda Khairunnas dan
Ibunda Nur Asiah, adik kandung dari Ibu saya Rosidah, M. Helmi serta kakak saya
Khairistina adik saya Arifi Abdiyan, Nurul Fatiya dan Davi AL-Hamdi.
9. Sahabat Yoga Eka Saputra yang selalu setia menemani saya dalam keadaan susah
dan senang selama kuliah di IAIN Bukittinggi. Dalam hidup kadang kita dihadap kan
oleh masalah tentunya masalah tersebut tidak selalu berjalan manis, namun dia selalu
menguatkan saya.
10. Teman- teman seperjuangan saya, Yelvika Marzelia, Nola Fatmanita, Ayu Syafitri
dan Yoga Eka Saputa yang selalu mau jadi teman baik, saling membantu dan saya
selalu dan saling memberi motivasi dalam keadaan apapun. Serta teman- teman
sekelas lainya.
11. Teman-teman seperjuangan SA 17, yang selalu menemani hari-hariku selama lebih
kurang empat tahun, susah dan senang kita lalui bersama sampai kita wisuda, teruntuk
teman-teman yang sedang berjuang tetap semangat dan selalu optimis.
vi
12. Kepada seluruh masyarakat dan lingkup Sekolah Tempat penlitian saya, serta bagian
yang ikut andil telah berpastisipsi penuh dalam membantu penulis dalam melakukan
penelitian hingga menjadi sebuah skripsi.
Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan
pengalaman. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Bukittingi, September 2021
Penulis
RISKI HAYAT
Nim. 4617056
vii
ABSTRAK
Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “POLA INTERAKSI SOSIAL
(STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU TINGKAT SDLB KELAS V DI SLB
NEGERI PANTI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN)” karya yang ditulis
Oleh Riski Hayat, Nim 4617056, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
Program Studi Sosiologi Agama Pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Yang melatar belakangi penelitian ini ialah tentang bagaimana setiap anak-anak
termasuk diindonesia mempunyai hak yang sama termasuk juga anak difabel tunarungu
sebagai individu. Kondisi anak difabel ini perlu mendapatkan perlakuan yang khusus yang
bisa memotivasi anak difabel tunarungu dalam mengaktualisasikan dirinya dengan orang
disekitarnya. Begitu juga dengan keluarga tempat pertamakali anak tersebut belajar dan juga
sampai menempuh pendidikan disekolah. Sekolah Luar Biasa menyediakan tempat bagi
mereka yang memiliki hambatan pertumbuhan dalam diri mereka, dalam dunia pendidikan ini
pasti adanya bagaimana anak-anak difabel seperti tunarungu dalam berinteraksi. Penelitian
ini membahas seperti apa pola interaksi sosial siswa difabel tunarungu di Sekolah Luar Biasa
Negeri Panti demi memberikan didikan guna melancarkan kegiatan belajar mengajar. Dari
permasalah itu, penelitian saya ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pola Interaksi
Sosial Difabel Tunarungu pada Tingkat SDLB di SLB N Panti Kabupaten Pasaman.
Penelitian ini juga mengacu kepada jenis penelitian deskriptif kualitatif. Teknik dalam
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan observasi, wawancara
mendalam dan dokumen studi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
observasi dan wawancara mendalam dengan informan, sedangkan data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dengan studi dokumentasi untuk memperoleh data penelitian. Subjek
dalam penelitian ini melalui Guru Pendidik beserta kegiatan siswa difabel tunarungu pada
tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa di SLB N Panti Kabupaten Pasaman. Kerangka dalam
Teori ini menggunakan teori interaksionalisme simbolik dan teori interaksi sosial, untuk
menunjukkan proses dalam berinteraksi dan bagaimana pola interaksi tersebut.
Dalam penelitian ini telah disimpulkan yang pertama, bagaimana pola interaksi Guru
dengan Siswa Difabel Tunarungu dijenjang Sekolah Dasar di SLB N Panti pada Kelas (C)
Tunarungu yang bersifat Asosiatif yang sesuai juga dengan kemampuan siswa masing-
masing. Pola interaksi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan siswa difabel
tunarungu yang memiliki hambatan dalam berinteraksi dan mengenali lingkungannya, dalam
hambatan berinteraksi anak difabel ini tidak juga menjadikan hambatan bagi mereka dalam
belajar dan tetap melaksanakan pola berinteraksi yang dua arah. Kedua, interaksi yang
dilakukan siswa difabel tunarungu saat belajar mengajar sangat beragam, beberapa siswa
dapat melakukan interaksi yang bersifat asosiatif, mereka memiliki cara-cara tersendiri untuk
saling membantu, menemukan atau berinteraksi dengan teman-temannya pada saat proses
belajar mengajar kebanyakan siswa difabel tunarungu tersebut dapat saling berinteraksi.
Kata kunci: Pola Interaksi, Guru dan Siswa Difabel Tunarungu
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 11
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 11
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 12
1.5. Penjelasan Judul ......................................................................................... 12
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................. 13
BAB II KERANGKA TEORI ..................................................................................... 14
2.1. Pengertian Pola Interaksi Sosial ................................................................. 14
2.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial.................................................. 17
2.2.1. Kontak Sosial ....................................................................................... 17
2.2.2. Adanya Komunikasi ............................................................................ 18
2.3. Ciri-ciri Interaksi Sosial .............................................................................. 18
1.1. Faktor-faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial.......................... 19
1.1.1. Imitasi ................................................................................................... 19
1.1.2. Sugesti .................................................................................................. 19
1.1.3. Identifikasi ............................................................................................ 20
1.1.4. Simpati .................................................................................................. 20
1.1.5. Motivasi ................................................................................................ 20
1.1.6. Empati ................................................................................................... 20
2.4. Dasar Pembentukan Interaksi Sosial.......................................................... 21
2.4.1. Faktor Kesamaan Kepentingan. ............................................................. 21
2.4.2. Faktor Kesamaan Keturunan .................................................................. 21
ix
2.4.3. Faktor Kesamaan Daerah Asal ............................................................... 22
2.5. Faktor-faktor penghambat interaksi sosial ................................................ 22
2.5.1. Hambatan ideologis ............................................................................... 22
2.5.2. Stereotip ................................................................................................ 23
2.5.3. Apatis .................................................................................................... 23
2.2. Difabel Tunarungu dan Klasifikasinya ...................................................... 25
2.2.1. Pengertian Difabel Tunarungu ............................................................... 25
3.2.1. Perkembangan Pada Anak Difabel Tunarungu ....................................... 26
4.2.1. Karakteristik Difabel Tunarungu............................................................ 28
2.3. Penelitian Relevan ....................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 32
3.1. Jenis Penelitian ............................................................................................ 32
3.2. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 33
3.3. Informan ...................................................................................................... 33
3.4. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 34
3.5. Teknik Analisis Data ................................................................................... 36
3.6. Teknik Keabsahan Data .............................................................................. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................................... 40
BAB V ......................................................................................................................... 77
PENUTUP ................................................................................................................... 77
5.1. Kesimpulan.................................................................................................. 77
5.2. Kritik dan Saran ......................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 77
LAMPIRAN ................................................................................................................. 80
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Individu Manusia dengan cara berkelompok dilingkungan
masyarakat tidak bisa berpisah. Sebab, di lingkungan kehidupan sehari-
hari setiap orang sudah jelas akan melakukan interaksi sosial dengan
manusia lain dan kelompok masyarakat yang ada di sekitarnya, yang
secara mutlak di sebut juga dengan bermasyarakat. Manusia selalu hidup
berdampingan, bekerjasama dan mereka juga membentuk kelompok-
kelompok sosial. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua
individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau juga
sebaliknya. Dua poin utama dalam melakukan interaksi sosial yaitu,
adanya dua orang individu dan adanya kaitan antara perorangan dan
kelompok.1
Soerjono Soekanto menegaskan, bahwasanya interaksi sosial
merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang mana menyangkut
hubungan antara orang perorangan, dan juga kelompok-kelompok
manusia. Interaksi sosial merupakan kunci semua sendi kehidupan sosial,
karena tanpa adanya interaksi sosial, tidak akan mungkin terjadi adanya
kehidupan secara bersama-sama. Pergaulan hidup baru akan terjadi apabila
1Abu Ahmadi. Psikologi Sosial. Jakarta: Rinneka Cipta. 2002
2
setiap individu atau orang perorangan dalam pergaulannya itu melibatkan
dirinya dalam suatu interaksi sosial.2
Disaat dua orang individu manusia saling berjumpa dan menyapa,
lalu interaksi sosial akan terjadi pada saat itu. Perwujudan dari interaksi ini
adalah kelakuan orang pertama yang memperbaiki, berpengaruh dan
perubahan kelakuan orang kedua dan sebaliknya, seperti dua orang
berjumpa saat di warung atau dijalan, lalu mereka saling berkomunikasi
dengan cara berbicara, menyapa dan berjabat tangan. Bermacam-macam
cara interaksi sosial tentu sudah akrab dialami oleh sebagai individu
manusia pada setiap segi kehidupan, termasuk juga di saat proses belajar
mengajar yang berada dilingkungan sekolah.
Kelompok masyarakat di lingkungan sekolah, terdiri dari peserta
didik dan tenaga pendidikan maka dalam hubungan mereka pasti terjadi
interaksi sosial. Interaksi sosial sudah pasti terjadi diruangan kelas serta
diluar ruangan kelas. Interaksi sosial didalam ruang kelas pasti terjadi
proses belajar mengajar dengan saling berinteraksi. Misalkan, disaat guru
memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswi, mereka saling
berinteraksi antara guru pengajar untuk menanggapi pertanyaan yang
disampaikan guru. Sedangkan interaksi yang terjadi diluar kelas.
Misalkan, terjadi disaat para siswa-siswi tengah bermain bersama
dihalaman sekolah, siswa makan dan berbelanja di kantin, interaksi siswa
dengan guru, dan siswa dengan guru penjaga perpustakaan ketika akan
membaca buku. Interaksi sosial ini terjadi pada umumnya dilingkungan
2Nurani Sayomukti. Soerjono Soekanto: Sosiologi. Pengantar Sosiologi:Dasar-dasar
Analisis, Teori & Pendekatan Menuju Masalah Sosial. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Hal. 315
3
sekolah hingga pada ruang lingkup dunia pendidikan Sekolah Luar Biasa
yang pasti memiliki karakteristik siswa-siswi yang lebih kompleks atau
siswa-siswi yang memiliki hambatan seperti difabel tunarungu.3
Inclusion means full inclusion of chlidren with diverse abilities in
all aspects of schooling that other children are able to access and enjoy.
Dengan kata lain pendidikan inklusi atau juga Sekolah Luar Biasa
diartikan sebagai pendidikan yang diperuntukan bagi anak atau peserta
didik yang memiliki hambatan dalam berinteraksi mendengar dan bicara
yang disebut difabel tunarungu, bagi anak dengan beragam kemampuan,
bakat ataupun karakteristik yang berbeda dengan sekolah lain pada
umumnya, disekolah luar biasa ini peserta didik memiliki hambatan.
Seperti, hambatan pendengaran dan berbicara. dalam segala segi sehingga
mereka dapat belajar bersama dengan nyaman, penuh semangat dan
menyenangkan. Pendidikan Luar Biasa ini membuka peluang bagi sekolah
untuk dapat melayani semua anak sesuai dengan keadaan hambatan fisik
yang dialami anak tersebut dan segala aspek kemampuan yang beragam,
tak terkecuali bagi anak difabel tunarungu. Hal ini di karenakan anak
Difabel Tunarungu juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan layaknya anak-anak normal lainnya mereka berhak untuk
belajar dan hidup bersama saling menunjukkan sikap toleransi dengan
anak normal lainnya.4
3Abu Ahmadi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rinneka Cipta. 2004 4Loreman,T. Deppeler, J. & Harvey, D. Inclusive Education: a Practical Guide to
Supporting Diversity in the classroom. Australia: Allen & Unwin. 2005
4
Siswa Difabel Tunarungu merupakan anak-anak atau peserta didik
yang mempunyai hambatan perkembangan dan hambatan belajar. Seperti,
hambatan saat berbicara dan mendengar. Berbaurnya mereka dengan anak
Difabel tunarungu lainnya yang berada disekolah luar biasa ini, melalui
Sekolah Luar Biasa ini diharapkan dapat membantu perkembangan
mental, emosi, percaya diri dan interaksi sosial sehingga tidak lagi ada
rasa takut, minder ataupun malu atas keterbatasan yang ada pada dirinya.
Hal ini dikarenakan mereka akan tetap hidup ditengah-tengah masyarakat.
Difabel/disabilitas atau disebut juga “different ability” merupakan
salah satu masalah sosial di Negara Indonesia saat ini. Banyaknya
kelompok difabel yang mendapatkan stigma negatif dari lingkungan
bermasyarakat yang membuat kaum ini merasa terdiskriminasi di segala
bidang kehidupan. Menurut konvensi tentang hak-hak penyandang
disabilitas, disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang,
dimana penyandang disabilitas mencakup mereka yang memiliki
keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu
yang panjang. Keadaan ini membuat penyandang disabilitas memiliki
hambatan dalam masyarakat yang berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya, timbulnya disabilitas dapat di latarbelakangi masalah kesehatan
yang timbul sejak lahir, penyakit kronis maupun akut dan cidera yang
diakibatkan oleh kecelakaan, bencana, perang dan sebagainya.5
5Al-hafid, Syamsul Bahri. Pola Komunikasi Antar Pribadi Guru dan Siswa Berkebutuhan
Khusus Dalam Menumbuhkan Kemandirian. (Studi di SLB Tunas Harapan Balai
Kembang Luwu Timur). Ilmu Komunikasi. Fakultas Dakwan dan Komunikasi:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 2018. diunduh
5
Badan pusat statistik (BPS) mengumpulkan data penyandang
disabilitas yang ada di Indonesia. Salah satu cara BPS untuk mendapatkan
informasi dengan melakukan survei Ekonomi (SUSENAS) pada tahun
2018, ada 14,2 % penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas atau
30,38 juta jiwa.6 Dalam sebuah artikel yang saya baca, kementerian sosial
ada data terpadu kesejahteraan sosial pada bulan januari 2020 yang di
gambarkan status sosial ekonomi, kerentanan dan masalah kesejahteraan.
Tetapi data ini terbatas, hanya beru 40% status sosial ekonomi yang
terbawah. Dari data tersebut ada 1,3 juta jiwa penyandang Difabel.
Setiap anak di Indonesia memiliki hak yang sama, begitu juga
dengan anak penyandang difabel. Sebagai individu kondisi anak difabel
perlu mendapatkan perlakuan yang sama terkait dengan hak mereka untuk
mengaktualisasikan diri mereka. Pengakuan Dunia Internasional akan
eksistensi hal tersebut telah di wujudkan dalam bentuk Deklarasi Janewa
pada tahun 1989, tercatat 193 Negara di Dunia, yang termasuk juga
Indonesia yang menandatangani Konvensi Hak Anak (KHA). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No, 10 Tahun 2012 tentang Konvensi
Hak Anak. Beberapa pokok KHA adalah (1) prinsip non diskriminasi pada
anak dengan Ras, Suku dan juga Agama tertentu, prinsip ini juga berlaku
pada anak penyandang Cacat. (2) prinsip yang terbaik bagi anak. (3)
prinsip hak atas Hidup, kelangsungan dan juga perkembangan. (4) prinsip
penghargaan, pendapat atas hak-hak anak.
6 https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-penyandang-disabilitas-di-
indonesia-menurut-kementerian-sosial
6
Dalam deklarasi tersebut, dengan jelas dikatakan bahwa anak-anak
memiliki hak, termasuk juga dengan anak yang berkebutuhan khusus atau
disebut juga dengan difabel. Anak difabel atau juga anak berkebutuhan
khusus (ABK), kini mulai mendapatkan kesetaraan di masyarakat, di
tandai dengan adanya beberapa sekolah yang mau menerima mereka
sebagai siswa-siswi pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah usaha
untuk menumbuh kembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
kegiatan Belajar Mengajar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh semua satuan
dan jenjang pendidikan yang meliputi juga anak pendidikan usia Dini,
pendidikan Dasar, pendidikan Menengah hingga Perguruan Tinggi.
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun
2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, Pasal 127
yang berbunyi, Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dengan proses pembelajaran
dikarenakan kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan juga memiliki
kecerdasan dan bakat yang istimewa.7
Ilmu pendidikan memberikan cahaya bagi setiap insan manusia.
Tanpa adanya ilmu, tidak akan mulai suatu peradaban yang ada di bumi
ini. Banyak hadis mencari ilmu yang bisa dijadikan pegangan bagi setiap
muslim untuk terus belajar dan menuntut ilmu, baik itu yang memiliki
keterbatasan maupun tidak dalam menuntut ilmu. Adapun hadis yang
mewajibkan menuntut ilmu kepada tiap muslim yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dan di Shahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dhaif
7https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Declaration_of_th
e_Rights_of_the_Child&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search
7
yang arti dari kutipan hadis tersebut yaitu: “menuntut ilmu adalah
kewajiban bagi setiap individu muslim”. (HR. Ibnu Majah no.224). Dari
riwayat hadist tersebut sudah dijelaskan bahwa setiap insan manusia
diwajibkan menuntut ilmu.
Pendidikan di Sekolah Luar Biasa membuat lingkungan yang lebih
umum dan luas bagi anak Difabel Tunarungu agar mereka menuntut ilmu
serta dapat berinteraksi sosial. Misalnya, sesama anak penyandang Difabel
Tunarungu, anak Difabel Tunarungu dengan guru pendamping dan Anak
Difabel Tunarungu dengan guru pengajarnya.
Interaksi sosial tersebut tidak mungkin terjadi jika tidak
menggunakan dua syarat. Yaitu, adanya komunikasi dan kontak sosial,
sedangkan upaya untuk mendengar dengan baik merupakan suatu syarat
terjadinya kontak sosial dan komunikasi yang lancar. Dengan demikian
dapat tersirat bahwa anak tunarungu, sebagai salah satu anak Difabel yang
memiliki hambatan mendengar dan berbicara saat berinteraksi sosial,
tetapi cara mereka berinteraksi lebih menggunakan bahasa isyarat, bahasa
tubuh serta menggunakan simbol-simbol yang mereka (difabel Tunarungu)
lihat dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Anak Difabel Tunarungu merupakan anak yang mengalami
hambatan berbicara dan pendengarannya, yang mana anak yang
mengalami kekurangan pendengaran dan kurangnya ucapan berbicara
mereka akan memiliki masalah yang sangat kompleks. Mereka akan
mengalami berbagai hambatan dalam meniti perkembangannya terutama
dalam segi ucapan bahasa dan penyesuaian sosial. Disinilah peran Sekolah
8
Luar Biasa untuk menuntun peserta didik Tunarungu untuk
mengembangkan potensi belajar dan kemampuan interaksi, guna
mengenalkan lingkungan pendidikan serta lingkungan sosialnya, supaya
peserta didik tunarungu lebih percaya diri baik disekolah maupun berada
dilingkungan masyarakat yang akan menjadikan anak difabel tunarungu
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Pada ruang lingkup sosial masyarakat, komunikasi lisan untuk
berinteraksi merupakan bentuk komunikasi yang sering dilakukan oleh
setiap individu manusia. Sementara itu kasus yang dialami anak
tunarungu, komunikasi lisan merupakan hal yang sulit. Dikarenakan
bahwa anak yang mengalami kekurangan pendengaran dan kurangnya
ucapan bahasa menjadi penghambat potensi untuk berkembangnya
interaksi kemampuan berbahasa dan berbicara yang kurang.
Pernyataan diatas memperlihatkan gambaran akan upaya interaksi
secara umum terutama dengan bahasa lisan bagi anak tunarungu masih
penghambat, bahwasanya mereka mempunyai masalah pada menangkap
gelombang suara. Dengan ini menjadi penghambat berkembangnya
interaksi sosial mereka dikarenakan kurangnya pengucapan kalimat
bahasa. Kekurangan akan berbahasa ini tidak dapat membuat mereka
berkomunikasi dengan baik dalam proses interaksi sosialnya yang lebih
menggunakan bahasa isyarat atau bahasa tubuh. Padahal seyogyanya bagi
setiap manusia, tak terkecuali bagi anak tunarungu dan anak difabel
lainnya yang berada di lingkungan sekolah SLB Negeri Panti, interaksi
9
sosial merupakan cara untuk berbaur yang diperlukan bagi kehidupan
manusia dan juga di lingkup masyarakat.8
Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan suatu jalan yang menjawab
berbagai kekurangan yang dimiliki anak atau peserta didik difabel
termasuk anak tunarungu. Sebagaimana penjelasan di atas, Setiap orang
atau anak-anak tunarungu tersebut dapat hidup dan belajar dalam
lingkungan yang sama melalui pendidikan yang menyesuaikan
karakteristiknya. Cara tersebut merupakan cara efektif dan memberikan
keuntungan bagi setiap anak, bagi manusia yang normal cara interaksinya
bisa saling menghargai dengan anak Difabel Tunarungu, Anak normal
dapat belajar lebih menghargai sesama dan mensyukuri apa yang telah ia
miliki. Sedangkan bagi anak tunarungu dan penyandang difabel lainnya,
supaya dapat belajar dengan mandiri dan semangat yang tinggi serta
mereka dapat belajar lebih percaya diri, tidak minder dan terbiasa hidup
ditengah masyarakat umum setelah menempuh pendidikan yang
menyesuaikan karakteristik peserta didik tunarungu, begitu juga dengan
anak normal yang saling menambahkan sikap toleransi. Selain itu, salah
satu keuntungan terbesar adalah dapat memberikan dorongan kemampuan
interaksi sosial anak tunarungu dengan guru pendidik, serta memberikan
pola bagaimana interaksi anak tunarungu belajar disekolah sesama
tunarungu. Dibawah ini dapat dilihat tabel jumlah difabel Tunarungu di
Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman:
8Murni Winarsih. Intervensi Bagi Anak Tunarungu Dalam Memperoleh bahasa. Jakarta:
Depdiknas. 2007
10
Tabel 1.
Daftar Siswa Difabel Tunarungu Tingkat SD di SLB Negeri Panti
Sumber: Profil Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kab. Pasaman
Tahun pembelajaran 2021/2022
Data Siswa Penyandang Difabel Tunarungu Jenjang SD
Kelas V di SLB Negeri Panti
NO Kelas L P Jumlah
1 I - - -
2 II 1 1 2
3 III - 2 2
4 IV 1 1 2
5 V 2 4 6
6 VI - - -
Jumlah keseluruhan 12
Tidak dapat kita pungkiri, setiap individu memiliki perbedaan-
perbedaan kemampuannya tersendiri. Kita juga harus menyadari bahwa
setiap individu yang dinyatakan sehat secara fisik atau medispun juga
masih kita jumpai dengan perbedaan kemampuan. Oleh karena itu, dapat
kita katakan perbedaan kemampuan terdapat pada setiap orang atau
manusia lainnya, baik dia penyandang difabel ataupun anak-anak yang
normal. Pendidikan bagi anak difabel sudah banyak kita jumpai salah
satunya di sekolah yang menangani anak-anak Difabel yaitu, di Sekolah
Luar Biasa Negeri Panti Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman.
Melihat fakta yang sudah kita bahas diatas, peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih mendalam bagaimana pola interaksi yang terjadi pada
saat proses pendidikan dan pembelajaran bagi anak Difabel Tunarungu,
bagaimana guru-guru dalam menerapkan pembelajaran bagi anak
penyandang Difabel Tunarungu di SLB Panti. pada kondisi kemajaun
IPTEK saat sekarang ini, supaya anak difabel Tunarungu mendapatkan
kepercayaannya untuk bersosialisasi ditengah masyarakat dan orang-orang
yang ada dikelilingnya mereka membutuhkan orang-orang yang
11
memahami dan mengerti situasi yang dialaminya untuk berinteraksi
dengan baik.
Berdasarkan uraian tentang pentingnya interaksi sosial bagi
kehidupan manusia termasuk jugaanak-anak difabel tunarungu, serta hasil
observasi kelas, Guru Pendidik disekolah luar biasa. Peneliti memiliki
ketertarikan untuk meneliti lebih dalam, bagaimana pola interaksi sosial
anak Tunarungu yang ada di SLB Negeri Panti. Oleh karenanya peneliti
mengusung judul “Pola Interaksi Sosial (Studi kasus Siswa Penyandang
Difabel Tunarungu pada Kelas V Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti
Kabupaten Pasaman)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasrkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah yaitu:
1.2.1. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan guru saat
melakukan interaksi dalam proses belajar mengajar dengan siswa-
siswi Difabel Tunarungu di SDLB Negeri Panti?
2.2.1. Bagaimana upaya Guru untuk meningkatkan pola interaksi saat
belajar antar sesama siswa-siswi Difabel Tunarungu di SDLB
Negeri Panti?
1.3. Tujuan Penelitian
Seperti yang sudah dijelaskan pada rumusan masalah di atas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1.3.1. Untuk mengetahui seperti apa media pola interaksi saat belajar
disekolah yang dilakukan Guru antara siswa-siswi Difabel
12
Tunarungu pada saat proses belajar mengajar dilakukan di Sekolah
Dasar Luar Biasa Negeri Panti.
2.3.1. Untuk mengetahui seperti apa pola interaksi siswa-siswi difabel
Tunarungu di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti.
3.3.1. Untuk mengetahui pelayanan pembelajaran terhadap Siswa
Tunarungu yang di terapkan di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri
Panti.
1.4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan penjelasan penelitian di atas, maka dapat diambil
manfaat dari penelitian ini yaitu:
1.4.1. Secara Teoritis, penelitian tentang pola interaksi tunarungu ini
memberikan pemahaman ilmu pengetahuan dalam bidang
pendidikan, khususnya dalam bidang interaksi sosial anak Difabel
Tunarungu yang berada pada lingkup sekolah luar biasa tingkat SD
di SLB Negeri Panti, Kec. Panti.
2.4.1. Manfaat Praktis, secara praktis hasil penelitian ini dapat
meningkatkan dan memberikan kontribusi dalam merumuskan
rekomendasi-rekomendasi yang dijadikan solusi untuk penanganan
Difabel Tunarungu dalam dunia pendidikan dan menghasilkan
suasana sosial yang nyaman bagi anak-anak Difabel Tunarungu
yang melanjutkan pendidikan di SDLB Negeri Panti Kec. panti.
1.5. Penjelasan Judul
Agar tidak terjadi kesalah pahaman, maka penulisan akan
menjelaskannya di bawah berikut ini:
13
Pola interaksi sosial : pola interaksi adalah sebagai bentuk atau
sistem hubungan sosial yang menyangkut
hubungan antar individu, individu dengan
kelompok dan kelompok dengan kelompok.
Siswa-siswi Difabel :individu masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi melalui
pembelajaran dan individu tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda dengan kebutuhan
yang khas yang terkait dengan kondisi fisik,
emosional dan mental yang dialami peserta
didik difabel tunarungu.
Pendidikan sekolah :tempat anggota masyarakat untuk
menambah wawasan dirinya, usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran, agar peserta didik
dapat mengembangkan potensi dirinya
kepribadian, kecerdasan, spritual keagamaan
dan akhlak keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat sekitar.
1.6. Sistematika Penulisan
Gambaran keseluruh pembahasan dalam skripsi ini secara umum
dapat peneliti sajikan dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
14
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari: halaman sampul depan, latar
belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penjelasan judul dan sistematika penulisan.
Bab II Kerangka Teori, yang terdiri dari: pola interaksi sosial,
pendidikan, sekolah luar biasa dan anak penyandang disabilitas.
Bab III Metode Penelitian, yang terdiri terdiri dari: jenis penelitian,
lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data dan teknik keabsahan data.
14
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Pola Interaksi Sosial
Di dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), pola yang berarti
bentuk atau sistem, cara atau bentuk yang mana pola dapat dikatakan
contoh atau sebuah cetakan, sedangkan di dalam kamus popular, pola di
artikan sebagai model, contoh atau pedoman (rancangan). Sedangkan
individu merupakan makhluk sosial sehingga tidak bisa hidup sendiri,
maka dari itu manusia hidup secara berkelompok yaitu secara
bermasyarakat.
Dalam bermasyarakat setiap individu memiliki kriteria atau fungsi
yang bermacam-macam, dalam keadaan yang seperti inilah terjadi
interaksi timbal balik antar individu dalam bermasyarakat. Interaksi
merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan individu, ada
dua syarat agar dapat terjadi interaksi yaitu kontak sosial dan komunikasi.9
Sebagai bentuk fenomena ini, penelitian ini mengacu kepada teori
Interaksionalisme Simbolik. Interaksionalisme simbolik pembahasannya
terhadap makna,simbol-simbol yang diperoleh dari proses interaksi atau
hubungan dalam lingkungan bermasyarakat. untuk lebih kita ketahui,
George Herbert Mead10 menjelaskan bahwa dalam melakukan interaksi
Mead membaginya dalam Tiga tahap yaitu:
9 Partanto dan M. Dahlan Al barry. Kamus Ilmiah populer. Surabaya: Arloka. 1994 10Bernard Raho. Teori Sosiologi Modren. Jakarta: (prestasi pustaka, 2007), hal.106
15
2.1.1. Pikiran (Mind)
Menurut Mead, Mind adalah penafsiran terhadap pemikiran
atau akal dan kepribadian dari diri masing-masing individu
tersebut, dengan kata lain ialah proses interaksi manusia
melibatkan mental dan berfikir, lalu menjadikan suatu kondisi
sosial dapat di respon yang menyangkut hubungan dan tanggapan,
misalnya menepuk pundak seseorang, kalau tepukan pundak
kepada seseorang itu memaknai sebagai penyemangat hanya untuk
seseorang yang sedang mempunyai masalah. Tetapi jika tepukan
pundak kepada teman lama yang baru bertemu itu bermakna
sapaan. Atau juga kita berinteraksi dengan anak Difabel Tunarungu
dengan menepuk pundaknya atau tangannya untuk kita
bersosialisasi dan berinteraksi melalui bahasa tubuh atau gestur
tubuh. Seperti, memperagakan tangan melalui angka dan huruf dan
juga menunjuk suatu tempat atau wilayah.
2.1.2. Diri (Self)
Self menurut Mied merupakan sebuah bentuk atau
pembentukan jati diri dalam lingkup masyarakat, menjadikan
dirinya sendiri sebagai objek ataupun subjek yang terus berjalan
dengan hal ini tentu sangat jelas dan penting, karena pembentukan
jadi diri yang terus terjadi saat bersosialisasi, pada proses
pembentukan jati diri ini membutuhkan waktu yang cukup lama
juga. Jika jati diri ini sudah dapat ditemukan maka hal ini akan
(diunduh PDF, 29-03-2021)
16
berpengaruh terhadap pola pikir dalam berinteraksi di lingkungan
masyarkat.
2.1.3. Masyarakat (Society)
Mead menegaskan bahwa masyarakat adalah sekumpulan
dari timbulnya mind dan self itu sendiri, sehingga dengan kata lain
Mead berpendapat bahwa Interaksionalisme Simbolik merupakan
salah satu proses hubungan yang melibatkan individu dan
lingkungan yang terbentuk oleh karakter dari masing-masing
individu itu sendiri.
Menurut Herbert Blummer, bahwasanya interaksi yang terjadi
dilingkungan masyarakat merupakan salah satu bentuk pemaknaan dari
masing-masing individu terhadap individu lainnya melalui simbol-simbol,
tindakan dan respon. Sehingga hal ini juga yang kemudian menjadikan
masyarakat tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi saja melainkan dari sisi
yang lainnya, karena pada dasarnya masyarakat itu Heterogen, sehingga
tidak bisa masyarakat tersebut didefenisikan atas dasar atau asumsi yang
tunggal, hal ini yang berakibat kepada kemajemukan didalam masyarakat
itu sendiri.
Jadi, dasar individu tersebut melakukan hubungan yang juga
terletak pada bagaimana dia menggunakan kemampuan untuk berfikirnya
untuk melakukan interaksi dalam rangka mempelajari simbol-simbol yang
kemudian menjadikan acuan untuk melakukan aksi untuk bersosialisasi,
sehingga hal inilah yang mendasari individu dalam masyarakat bisa
17
berkembang dan menjadikan masyarakat tersebut mempunyai cara yang
khas dan mengerti tentang situasi dalam proses interaksinya.
Dalam kehidupan sosial interaksi merupakan bagian yang penting
agar masyarakat dapat menjalani kehidupan bersama-sama. Interaksi
merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antar perorangan, antara kelompok dengan kelompok maupun antar
perorangan dengan kelompok. Interaksi dapat terjadi antara dua orang atau
lebih saling bertemu dan terjadi kontak atau komunikasi antara kedua
belah pihak. Saat dua orang bertemu, maka interaksi sosial dimulai pada
saat itu, mereka saling menegur berjabat tangan dan saling berbicara. Pola
interaksi dalam penelitian ini berarti bagaimana cara atau pedoman guru
dan siswa penyandang disabilitas dalam melakukan interaksi dilingkungan
sekolah agar dapat terjadinya interaksi yang dua arah untuk mereka
terapkan dengan baik dilingkungannya maupun dilingkup masyarakat
setelah menempuh pendidikan.11
2.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
2.2.1. Kontak Sosial
Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau
lebih, dengan maksud saling mengerti dan tujuan mereka masing-
masing. Kontak sosial berdasarkan caranya dapat juga bersifat
primer dan sekunder. Kontak sosial primer yaitu sifatnya secara
langsung tanpa perantara. Misalnya, berjabat tangan, mengucapkan
salam atau tersenyum kepada orang lain. Sedangkan kontak sosial
11Philipus. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004
18
sekunder yaitu, yang bersifat tidak langsung. Artinya, terjadi
dengan menggunakan perantara. Misalnya, melalui telephone, surat
dan media sosial internet.
2.2.2. Adanya Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan kepada
seseorang sehingga pesan dapat diterima dan juga dipahami.
Syarat-syarat terjadinya komunikasi adalah adanya orang yang
akan diajak komunikasi dan juga pesan yang disampaikan. Dengan
adanya komuikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok
orang dapat diketahui dan dipahami.12
Syarat-syarat terjadinya komunikasi antara lain sebagai berikut:
a) Adanya pengirim.
b) Adanya pihak penerima.
c) Adanya pesan yang berisi maksud yang akan
disampaikan.
d) Adanya tanggapan dari pihak penerima.
2.3. Ciri-ciri Interaksi Sosial
Dalam interaksi sosial, terdapat beberapa ciri-ciri terjadinya suatu
interaksi sosial diantaranya sebagai berikut:
2.3.1. Adanya interaksi sosial yang jumlah pelakunya melebihi satu
orang.
2.3.2. Adanya komunikasi antar individu satu dengan individu yang
lainnya.
12 Sri Sudarmi, W.indriyanto. sosiologi pengantar SMA. Jakarta: Depertemen Pendidikan
Nasional, 2009. Hal. 37
19
2.3.3. Mempunyai maksud dan tujuan yang akan di capai.
2.3.4. Mempengaruhi faktor waktu yang akan menentukan reaksi yang
berlangsung.
2.3.5. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan bahasa
isyarat dan simbol-simbol.
Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi
terletak pada kesadaran yang mengarahkan tindakan kepada orang lain.
Harus ada orientasi timbal balik antara pihak-pihak yang bersangkutan,
tanpa menghiraukan isi perbuatannya, cinta atau membenci, kesetiaan
dan penghianatan atau juga bermaksud melukai atau tolong menolong.
1.1. Faktor-faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial
Secara langsung yang selalu di gaungkan, faktor selalu identik
dengan “penyebab” terjadinya sesuatu dan ini selalu terjadi
dilingkungan sosial. Ada enam faktor yang mendasari terjadinya
interaksi sosial. Diantaranya sebai berikut:
1.1.1. Imitasi
Imitasi merupakan kecendrungan untuk meniru sikap,
tindakan, tingkah laku atau penampilan fisik seseorang. Proses
imitasi pertamanya terjadi dalam lingkungan keluarga.
1.1.2. Sugesti
Sugesti merupakan pemberian pengaruh pandangan
seseorang kepada orang lain yang diterima tanpa berfikir
panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
20
berwibawa dan mempunyai pengaruh besar terhadap
lingkungan sosialnya.
1.1.3. Identifikasi
Identifikasi yaitu cenderung kepada sesuatu keinginan yang
ada pada diri seseorang untuk menjadikannya persamaan
(identik) dengan orang lain yang jadi tiruannya. Identifikasi
merupakan kelanjutan dari proses imitasi dan sugesti yang
sudah diperkuat.
1.1.4. Simpati
Simpati merupakan ketertarikan perasaan kepada seseorang
dan membuat dirinya sudah seperti yang sama dengan keadaan
orang lain. Seperti menyampaikan dukungan keselamatan atau
mendukung pencapaian prestasi yang ia dapatkan.
1.1.5. Motivasi
Motivasi merupakan hal yang menjadi pendorong, atau
stimulasi dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan
sepertihalnya, siswa tunarungu dipuji guru atas juara kelas
yang didapat peserta didik, pujian itu secara tidak langsung
memberikan motivasi untuk memberikan penampilan dan hasil
yang gemilang lagi. Siswa-siswi disekolah yang mendapatkan
juara kelas dan mendapatkan pujian dari Guru pengajarnya.
1.1.6. Empati
Empati merupakan adanya kemampuan dalam diri
seseorang yang menganggap sudah berada dalam situasi
21
seseorang yang merasakan keadaan emosional orang lain.
Misalnya, anda mendengarkan kejadian yang menyedihkan.
2.4. Dasar Pembentukan Interaksi Sosial
2.4.1. Faktor Kesamaan Kepentingan atau kebutuhan
Kepentingan/kebutuhan yang sama menjadikan dorongan
sekumpulan orang untuk mereka membentuk kelompok sosialnya.
Saat sekarang ini seiring dengan arus globalisasi yang semakin
melaju, kebutuhan yang bersifat modren dikalangan masyarakat
semakin banyak kita jumpai. Tidak terkecuali bagi anak-anak
Difabel yang melanjutkan pendidikannya disekolah inklusi.
Misalnya, siswa-siswi di asrama yang berada dilingkungan SLB
Negeri Panti mereka mengerjakan tugas yang diberikan gurunya
sepulang sekolah mereka saling mencari tugas tentang praktek
menunjukkan kosa kata melalui gestur tubuh mereka dengan
menggunakan gadget dan mencari tau di internet seperti youtube
dan google .
2.4.2. Faktor Kesamaan
Terbentuknya kelompok sosial juga bergantung pada
kesamaan diantara anggota atau peserta didik. Pada umumnya,
seseorang memang lebih nyaman melakukan interaksi dengan
orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan disini
meliputi kesamaan latar belakang, minat, kepercayaan, nilai usia
atau karakter-karakter personal lainnya.
22
2.4.3. Faktor Kesamaan Nasib
Dengan adanya kesamaan nasib, maka akan terjadi
pembentukan kelompok sosial, yang mewadahi memberikan tujuan
meningkatkan taraf hidup maupun tempat pendidikannya.
Misalnya sekolah yang memfasilitasi peserta didik di sekolah luar
biasa mereka anak yang mengalami hamba mendengar dan ucapan
bahasa atau disebut juga difabel tunarungu. Adanya perkumpulan
ini didasari oleh kesamaan nasib yang mana mereka membutuhkan
wadah untuk saling berbagi cerita disekolah maupun diluar
sekolah.
Secara umum terdapat dua bentuk interaksi sosial yaitu proses
asosiatif dan proses disosiatif, proses asosiatif yaitu proses yang
bersifat penggabungan antara dua objek atau tanggapan melalui
masing-masing individu. Sedangkan proses disosiatif yaitu proses
sosial yang bersifat perpecahan antara dua objek sebagai akibat
munculnya perbedaan melalui tanggapan indrawi.
2.5. Faktor-faktor penghambat interaksi sosial
2.5.1. Hambatan ideologis
Ideologis merupakan hal yang penting sebagai pegangan hidup
manusia, orang yang memiliki ideologis dan kepercayaan yang tidak
melakukan hubungan sosial dengan kelompok sosial tertentu maka hal
ini akan menjadikan hambatan bagi seseorang.13
13 https://dosensosiologi.com/faktor-hubungan-sosial/
23
2.5.2. Stereotip
Kecurigaan terhadap kelompok masyarakat tertentu membuat
seseorang tidak ingin melakukan interaksi sosial. Apabila kecurigaan
berlebih akan membuat seseorang jauh dari jangkauan masyarakat.
Bahkan ia akan memilih untuk menyendiri dengan keadaan yang
dialaminya.
2.5.3. Apatis
Seseorang yang ada di lingkungan yang tidak memiliki kepedulian
terhadap lingkungan sekitar. Sikap acuh tak acuh membuat orang
tersebut terkucilkan dengan lingkungannya. Hal ini sulit untuk
melakukan hubungan dengan orang yang ada dilingkungannya.
Dalam hal yang lainnya,fenomena yang saya lihat di lingkungan
Sekolah Luar Biasa Negeri Panti, maupun tempat tinggal anak-anak
difabel memiliki hambatan yang sangat serius dan perlu perhatian
Pemerintah daerah, Guru pengajar atau Guru khusus pendamping
Difabel dan masyarakat, seperti halnya yaitu:
a) Guru
Sekarang ini guru pendidik bagi anak berkebutuhan khusus,
masih tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan
kurangnya guru pendamping untuk anak difabel.
b) Siswa
Anak-anak difabel dalam proses belajar mengajar masih
mengalami kesulitan mengikuti materi pembelajaran.
24
c) Pemerintah
Dalam hal ini, masih kurangnya perhatian dan kepedulian
pemerintahan terhadap sekolah inklusif, sekarang ini juga
perombakan kurikulum khusus sekolah inklusif dan model
pembelajaran yang diterapkan masih kurang perhatian, dan
kurangnya tenaga profesional dalam menangani siswa dan
siswi difabel.
d) Masyarakat
Pengetahuan masyarakat masih minim terkait pendidikan
inklusif, pandangan negatif masyarakat terhadap anak difabel
dan kurangnya dukungan masyarakat terkait dalam memahami
dan bersosialisasi dengan anak-anak difabel.
e) Lainnya
Sarana dan Prasarana yang menunjang pendidikan di
sekolah inklusif masih kurang dan masih kurangnya
keterlibatan dari semua pihak (tenaga ahli, sekolah, orang tua,
akademisi, dan pemerintahan) terkait pemberdayaan sekolah
inklusif.
Dari faktor penghambat diatas sudah jelas dilihat bahwa apa yang
dialami oleh anak-anak difabel dalam melakukan interaksi sangat sulit
untuk berbaur dengan orang normal lainnya dan orang normalpun begitu
sulit untuk berinteraksi dengan anak difabel, padahal anak-anak difabel
membutuhkan orang-orang terdekat untuk ia bersosialisasi, sehingga
25
mereka dalam menempuh pendidikanpun harus diberikan pendidikan yang
khsusus supaya mereka rajin dalam mengikuti pembelajaran disekolah dan
supaya mereka mampu menerima perkembangan IPTEK yang semakin
melaju, untuk menunjang interaksi dengan lingkungan sekitanya itupun
mereka kurang percaya diri dan minder.
2.2. Difabel Tunarungu dan Klasifikasinya
2.2.1. Pengertian Difabel Tunarungu
Ada juga yang mendefenisikan dan mengklasifikasikan
penjelasan tentang Difabel Tunarungu, dengan hal ini adanya
pandangan masing-masing tentang pengertian anak tunarungu,
pada hakekatnya memiliki kesamaan, yaitu. Tunarungu merupakan
sesuatu makana dengan merujuk kepada kondisi yang tidak
berfungsinya indra pendengaran secara normal. selain itu, secara
pedagogis tunarungu juga diartikan sebagai kondisi tidak
mampunya seseorang dalam menerima informasi secara lisan, atau
bahasa verbal. Sehingga dalam hal ini membutuhkan pendidikan,
bimbingan dan pelayanan khusus dalam menempuh pendidikannya
disekolah. Pengertian ini memberikan suatu upaya untuk
berkembangnya potensi penyandang difabel tunarungu, melalui
pendidikan khsusus di sekolah luar biasa ini. Dengan demikian
anak tunarungu dapat mengembangkan dirinya secara optimal.
Menurut Mangunsong (2009), anak tunarungu adalah
mereka yang mengalami masalah pada indra pendengarannya yang
26
tidak berfungsi sehingga membutuhkan pendidikan yang
pelayanannya yang khusus.14
3.2.1. Perkembangan Pada Anak Difabel Tunarungu
Anak tunarungu pada hakekatnya sama dengan anak-anak
pada umumnya, mereka juga memiliki kebutuhan dan tugas yang
sama dengan anak-anak yang kita lihat normal. Namun, anak
tunarungu hanya saja memiliki kondisi tidak berfungsinya indra
pendengaran, yang menyebabkan anak tunarungu memiliki
karakteristik yang spesifik.15
Pada perkembangan difabel tunarungu, difabel tunarungu
memiliki pola yang bervariasi, secara lebih rinci, beberapa
perkembangan yang spesifik diantaranya yaitu:
a) Perkembangan bahasa
Secara umum yang kita lihat, perkembangan fisik anak
tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, kecuali indra
pendengaran saja yang mengalami gangguan. Kondisi anak
difabel tunarungu juga mengalami masalah dalam
perkembangan berbahasa pada anak difabel tunarungu,
perkembangan dalam berbahasa anak sangat penting.
Sementara pada anak difabel tunarungu hal ini tidak dapat
mereka lakukan dengan baik.Dalam perkembangan berbahasa
anak difabel perlu bimbingan khusus sesuai dengan derajat
14MM Shinta Pratiwi. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang: Semarang
University Press, 2011, hal. 9 15 Suparno. Pendidikan Anak Tunarungu. UNY: Jurusan pendidikan Luar Biasa. 2001,hal.
8-15
27
ketunarunguan mereka dan kemampuan anak difabel tunarungu
masing-masing.
b) Perkembangan Intelegensi
Pada perkembangan intelegensi ini, perkembangan ini
sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbahasanya anak
difabel tunarungu, perkembangan bahasa pada anak tunarungu
mengakibatkan perkembangan intelegensi mereka terhambat,
bukan kemampuan potensialnya yang rendah. Tetapi,
disebabkan oleh intelegensinya tidak mendapat kesempatan
dalam perkembangan yang optimal
Adanya bimbingan yang teratur, terutama dala pola
berbahasanya anak difabel tunarungu dalam perkembangan
intelegensinya. Selain itu juga kemampuan intelektual anak
difabel tunarungu juga tergantung dalam faktor berbahasa
sesuai dengan derajat ketunaan yang disandangnya untuk
memperoleh berbahasanya anak difabel tunarungu.
c) Perkembangan Emosi dan Sosial
Perkembangan dalam percakapan berbahasanya anak
difabel tunarungu yang mengakibatkan kesulitan dalam
berkomunikasi, yang pada gilirannya akan menjadi
penghambatbagi mereka. Dengan ini, menyebabkan kurang
percaya diri dan merasa asing dari lingkungan masyarakat,
sehingga tampak adanya kekurangan dalam beinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan melihat hal ini akan dapat
28
mempengaruhi kepada perkembangan kepribadian dan emosi
pada anak difabel tunarungu.
4.2.1. Karakteristik Difabel Tunarungu
Beberapa hal yang ada pada karakteristik anak difabel
tunarungu antara lain sebagai berikut:
a) Segi fisik
Dari segi fisik, karakter anak difabel tunarungu terlihat dari
cara berjalannya agak kaku, pernapasannya yang pendek,
gerakan mata yang cepat dan beringas dan gerakan tangan juga
kakinya.
b) Segi bahasa
Dari segi bahasa, anak difabel tunarungu miskin akan kosa
kata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan, sulit memahami
kalimat yang komplek atau kalimat-kalimat yag panjang dan
kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
Dari segi bahasa, anak tunarungu banyak mengalami kelemahan,
mereka melihat kondisi alam ini sesuatu yang sunyi meskipun sebenarnya
pada anak tunarungu ini ada garis khayalan dalam pikirannya, namun
mereka tidak dapat mengungkapkannya, mereka hanya dapat
mengekspresikan bentuk dan manfaatnya saja. Untuk mengetahui
karakteristik dan menganalisis anak difabel tunarungu secara mendalam,
maka dapat dilakukan dengan cara metode penelitian secara mendalam
bagaimana pola interaksi yang didapatkan anak tunarungu untuk
memaksimalkan perkembangan berbahasanya anak tunarungu.
29
Banyak hal yang dapat di peroleh dalam melakuakan pengamatan
dalam lingkungan anak difabel tunarungu, selain perilaku dan kondisi fisik
kita juga bisa melihat mereka dengan karakteristik lainnya. Kondisi anak
difabel tunarungu sangat bervariasi, sehingga dengan dilakukannya
pengamatan dalam pnelitian, dapat diketahui karakteristik dan kebutuhan
belajar anak difabel tunarungu. Hasil ini juga sangat membantu pendidikan
dalam memberikan bimbingan dan pelayanan bagi mereka. Ketepatan
pemberian bimbingan dan pelayanan pendidikan, terutama yang berkenaan
dengan karakteristik individual, memungkinkan anak untuk dapat
berkembang secara optimal sesuai yang di harapkan anak difabel
tunarungu. Pada umumnya anak tunarungu memiliki motivasi belajar yang
sangat tinggi, mereka sangat senang dipuji atas prestasi yang di
dapatkannya.
2.3. Penelitian Relevan
Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Sri Utami tentang
bagaimana cara komunikasi anak atau peserta didik tunarungu di Sekolah
Luar Biasa Negeri Jenangan Ponorogo. Hasil dari penelitian menunjukkan
tentang setiap anak atau peserta didik tunarungu dalam mereka
berkomunikasi dengan bahasa tubuh atau bahasa isyarat. Kecenderungan
bergaul dengan komunitasnya yaitu Tunarungu, tingkat emosional yang
kurang serta pola komunikasi yang sulit di mengerti oleh orang yang
berada lingkungannya. Hal tersebut membuat anak tunarungu terhambat
dalam penyesuaian sosialnya.16
16 https://journal.iain.ponorogo.ac.id/sju/indek/epj.diunduh.pada 04 februari 2021
30
Penelitian selanjutnya juga di tulis oleh: Sifqa Amalia Ramadhanti
yang melakukan penelitian pada tahun 2020, tentang bagaimana interaksi
simbolik dalam komunikasi guru dan murid di Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB-B) Nurasih Jakarta Selatan. Dengan hasil penelitian yang
menunjukkan komunikasi simbolik apa saja cara peserta didik SDLB
melakukan Interaksi sosialnya.17
Tidak dapat kita pungkiri lagi, setiap individu memiliki perbedaan-
perbedaan kemampuannya masing-masing. Kita sebagai individu-individu
yang dinyatakan sehat secara fisik atau masih juga kita jumpai dengan
perbedaan kemampuan dari dalam diri manusia. Oleh karena itu, dapat kita
katakan perbedaan kemampuan terdapat pada semua orang atau manusia
lainnya, baik dia anak penyandang difabel ataupun anak-anak yang
normal. pendidikan khusus bagi anak-anak difabel sudah banyak kita
jumpai salah satu sekolah yang menangani anak-anak difabel yaitu, SLB
Negeri Panti Kab. Pasaman.
Berangkat dari beberapa penelitian yang sudah di lakukan tentang
Interaksi Sosial Siswa-siswi Difabel, penelitian ini berbeda dengan yang
sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Perbedaan penelitian terletak
pada lokasi penelitian. Jika lokasi penelitian yang dilakukan oleh Yanuar
Ummi Solikhatun di SLB Negeri Semarang yang membahas penyesuaian
sosial anak tunarungu dan penelitian juga dilakukan oleh Tutik Faricha di
SLB Negeri Kemala Bhayangkari Gresik yang membahas Siswa-siswi
Difabel agar berinteraksi dengan baik.
17 http://repository.uinjkt.ac.id.diunduh.04 Februari 2021
31
Sedangkan penelitian ini membahas tentang Pola Interaksi Siswa-
siswi Difabel Tunarungu di SDLB Negeri Panti Kab. Pasaman. Dengan
melajunya percepatan arus globalisasi, seperti apa pola interaksi yang
dilakukan anak difabel guna mengahadapi tantangan IPTEK saat sekarang
ini, dan bagaimana mereka dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan
baik dari lingkungan sekitarnya melalui pembelajaran khusus di SLB
Negeri Panti yang Beralamat di kp. Sorik, Jorong Nagari Panti, Kec. Panti,
Kab. Pasaman. Yang difokuskan bagaimana Pola Interaksi Sosial Siswa-
siswi Difabel Tunarungu jenjang SD di SLB Negeri Panti.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.
Dengan cara menggabungkan informasi atau data-data yang aktual dan
terperinci, mengidentifikasikan permasalahan dan memeriksa kondisi atau
fenomena sosial dalam suatu peristiwa. Sesuai dengan defenisi penelitian
kulaitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari informan yang mengerti dan terlibat atau berperan
serta dalam kegiatan penelitian ini.18Penelitian ini menekankan pada data
yang di gali di lapangan dengan menggunakan teknik tertentu kemudian di
ilustrasikan dalam kalimat dengan mengkategorikan yang berdasarkan
karakter tertentu kemudian di ambil kesimpulan.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata yang mengemukakan
penelitian deskriptif kulaitatif merupakan penelitian untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial,
sikap kepercayaan, persepsi dan pemikiran secara individual maupun
kelompok.19 Sedangkan metode kualitatif menurut Bogdan dan Biklen
dalam Emzir, mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
18 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2019, hal, 1-3 19 Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010, hal. 60
33
lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati. Data yang di hasilkan
berupa kata-kata, gambar serta perilaku manusia.20
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat di harapkan mampu
menghasilakan uraian secara mendalam tentang ucapan, tulisan, atau
perilaku yang dapat diamati dari individu maupun kelompok masyarakat.
Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini di
maksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pola interaksi siswa-
siswi penyandang difabel di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dan waktu penelitian yang merupakan penelitian
di laksanakan dan di lakukan dan kapan penelitian ini berakhir. Tempat
dan waktu penelitian bermanfaat untuk membatasi daerah dan waktu dari
fenomena yang di teliti. Penelitian ini di lakukan di lokasi Sekolah Luar
Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman.
3.3. Informan
Informan atau di sebut juga dengan Narasumber yang merupakan
individu pada latar penelitian yang di jadikan sebagai sumber informasi
yang di butuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Dalam hal ini peran
informan adalah lebih aktif, lebih banyak berbicara, dan perannya seperti
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, memperkenalkan atau
menghubungkan peneliti dengan orang lain yang memiliki pengetahuan
20 Emzir. Analisis Data, Metedologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2012
34
tentang hal yang21sama dan juga menyediakan akses dan meningkatkan
pengetahuan peneliti mengenai berbagai hal lokasi penelitian dan
membantu menafsirkan makna pengamatan penelitian.22
Dalam penelitian kualitatif ini, informan sangatlah penting
dikarenakan informan tidak hanya sebagai dasar sumber data dalam
penelitian, namun juga ikut berperan sebagai pelaku yang juga ikut
menentukan berhasil atau tidaknya penelitian tentang informasi dan data
yang diberikannya.
Untuk menentukan penelitian ini, teknik yang digunakan adalah
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel dan sumber data dengan pertimbangan tertentu dan bertujuan juga
memperoleh informasi sebanyak-banyaknya.
Untuk memperoleh informasi yang banyak, peneliti menggunakan
teknik purposive sampling dengan informan sebagai berikut: Guru
pendamping khusus SLB Negeri Panti; Kepala Sekolah SLB Negeri Panti,
orang tua dari anak penyandang disabilitas tersebut dan orang yang ada di
lingkungan masyarakat tempat anak disabilitas tinggal.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi, dan dokumentsi. Berikut akan dijelaskan uraiannya
dari masing-masing teknik pengumpulan data, yaitu:
3.4.1. Wawancara
21Burhan Bugin. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hal.
76 22Ibid, hal.77
35
Wawancara adalah teknik pengunpulan data yang dilakukan
dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak
yang terkait dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan data.23
Menurut Esterberg wawancara merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam penelitian
ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara semi tersrtuktur.
Wawancara semi terstruktur bertujuan untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka.
3.4.2. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang di teliti, observasi menjadi salah satu teknik
pengumpulan data dan jika sesuai dengan tujuan penelitiannya,
direncanakan dan di catat secara sistematis. Observasi bertujuan untuk
mengamati langsung pada tempat penelitian, baik secara terbuka
maupun terselubung. Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis maupun psikologis.24
Observasi dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi non
parsitipatif, dimana peneliti hanya melakukan pengamatan
menggunakan pedoman observasi tanpa melibatkan diri kedalam
fenomena yang ada. Observasi yang dilakukan peneliti yakni melihat
23Nana Sujana. Menyusun Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru, 1992, hal. 216 24Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & Q. Bandung: Alfabeta,
hal. 154
36
kegiatan anak-anak difabel yang ada di Sekolah Luar Biasa Negeri
Panti maupun lingkungan tempat anak difabel tinggal.
3.4.3. Dokumentasi
Dalam metode penelitian kualitatif ini, peneliti merupakan
instrumen yang utama. Dokumentasi merupakan berupa catatan
peristiwa yang sudah berlalu dan tersaji dalam bentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, ada beberapa teknik
pengumpulan data yang dilakukan peneliti, teknik tersebut berupa
dokumen dan foto yang diperlukan, sehubungan dengan aturan-aturan
tertentu yang digunakan untuk menganalisis data.
3.5. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang
dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan hal-hal
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman yaitu:
3.5.1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan diawali dengan melakukan pengamatan di
tempat penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara, observasi dan
37
dokumentasi dengan informan penelitian. Peneliti mencatat data-data
yang diperoleh kedalam catatan lapangan yang berisikan apa yang
didengar, dilihat, dialami, dirasakan, dan temuan tentang apa yang
dijumpai selama penelitian. Yang mana kesemuanya ini merupakan
bahan pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Pengumpulan data
penelitian yang dimaksud adalah hasil dari wawancara, observasi dan
dokumentasi tentang pola interaksi sosial siswa penyandang difabel di
Sekolah Luar Biasa Negeri Panti.
3.5.2. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemulihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang muncul
dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak
pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
menelusur tema dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data
/informasi yang tidak relevan sampai-sampai laporan akhir tersusun
lengkap. Pada saat wawancara, peneliti membuat suatu catatan.
Catatan yang sudah terkumpul, kemudian dipilih catatan yang
dianggap paling relevan.25
3.5.3. Penyajian Data
Penyajian data atau display data adalah pendeskripsian
sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
25Emzir. Metode Penelitian Kualitatif. Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers, 2012
38
data kualitatif ini menjajikan hasil dalam bentuk teks secara naratif,
serta uraian singkat agar mudah dipahami.
Penyajian data diawali dengan memberikan deskripsi hasil
penelitian yang telah diklasifikasikan sebelumnya. Dari data yang telah
disajikan kemudian dibahas dan ditafsirkan berdasarkan teori-teori
yang dipilih oleh peneliti di tempat penelitian untuk memperoleh
gambaran secara jelas.
3.5.4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari analisis data.
Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan
makna data yang telah disajikan. Antara display data dan penarikan
kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang sudah ada. Dalam
pengertian ini, kesimpulan yang di tarik harus bisa menjawab rumusan
masalah yang sudah ditetapkan oleh peneliti pada awal penelitian.
Diawali dengan interpretasi peneliti atas temuan dari wawancara,
hingga dapat menarik kesimpulan.
Dengan ini, penarikan kesimpulan memberikan makna, tafsiran,
argumen penelitian yang sudah terkumpul, disusun kedalam pola-pola
hubungan tertentu yang mudah dipahami dan ditafsirkan. Kemudian
dihubungkan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya
sehingga memudahkan menarik kesimpulan sebagai jawaban benar
atas setiap permasalahan penelitian.
39
3.6. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini sangatlah penting.
Dikarenakan penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran secara
objektif merujuk kepada masalah kualitas data dan ketetapan metode yang
digunakan. Untuk melaksanakan proyek penelitian, kualitas data dan
ketepatan metode sangatlah penting, khususnya dalam penelitian ilmu-
ilmu sosial karena pendekatan filosofis dan metedologis yang berbeda
terhadap studi aktivitas manusia, tehknik pemeriksaan keabsahan data
dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, triangulasi ini
merupakan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dimana
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.26
Teknik triangulasi ada dua jenis, yaitu triangulasi teknik atau
metode dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Sedangkan triangulasi sumber
adalah untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan
teknik yang sama.
Triangulasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah triangulasi sumber. Dengan teknik ini peneliti dapat me-recheck
temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber,
metode, dan teori. Penelti membandingkan sumber data yang diperoleh
daritempatpenelitiannya.
26Emzir. Ibid 78
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Temuan Umum
1. Gambaran Umum Berdirinya Sekolah Luar Biasa (SLB) Tempat
Anak Difabel Melanjutkan Pendidikan di Panti Kabupaten Pasaman.
Sebagaimana yang telah tersurat pada pembukaan Undang-Undang
1945, yang mana mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan
Nasional. Untuk mewujudkan suatu cita-cita akan ditempuh dengan
berbagai usaha, agar mutu Pendidikan dan kesempatan belajar terlaksana
dengan baik. Usaha tersebut, termasuk juga anak-anak Difabel tunarungu.
Pendidikan akan terus berlangsung seumur hidup dan terlaksana pada
keluarga, lingkup sekolah serta lingkup masyarakat. Maka dari itu
pendidikan merupakan kewajiban bersama antara Pemerintahan, keluarga
dan anggota masyarakat.
Sekolah Luar Biasa tingkat SD di SLB N Panti merupakan tempat
bagi anak Difabel agar bisa mendapatkan layanan dasar yang bisa
membantu mendapatkan akses pendidikan untuk melanjutkan Pendidikan,
dengan jenis yang berbeda dan berbeda pula dalam strategi
pembelajarannya serta fasilitas pembelajaran yang dimiliki. Sekolah Luar
Biasa tempat anak difabel melanjutkan pendidikan di Panti Kabupaten
Pasaman pertama kali berdiri masih dalam jenjang Sekolah Dasar (SDLB)
yang berdiri pada tahun 1984, pendirian SDLB diatur dalam Inpres atau
Intruksi Presiden dibawah naungan Bidang Pendidikan Dasar (DIKDAS)
Kabupaten dengan Nama pertama SDLB 44 Murni, dengan Lokasi
41
pertama yang cukup strategis terletak didekat Cagar Alam Rimba Panti
atau yang lebih dikenal Lokasi dekat dengan tempat wisata dikabupaten
Pasaman tersebut.
SDLBN Panti pada saat itu dipimpin oleh Drs. Kodir dan
kebanyakan guru pendidik didatangkan dari jawa yang memiliki tamatan
PLB untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak difabel di SLBN
Panti dan pada saat itu juga semua tenaga pengajar dan pendidik
menyambut gembira setelah dikeluarkan kebijakan Presiden (Inpres) bagi
Anak atau siswa yang mengalami keterbatasan aktifitas baik fisik maupun
mental untuk menempuh pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
mereka masing-masing.
Kemudian pada tahun 2003 gedung SDLB 44 Murni Panti ditukar
guling dan di buat bangunan baru di belakang RS Ibnu Sina Panti, semakin
pesatnya perkembangan SDLB 44 Murni Panti pada tahun 2016 berubah
Sistem Penamaan Tempat Pendidikan Sekolah (Nomenklatur Sekolah)
menjadi SLB Negeri Panti yang semua tingkat pendidikan di mulai dari
SDLB,SMPLB dan SMALB dengan lokasi yang sama di SLB N Panti,
yang sudah diatur oleh pendidikan dan kebudayaan di bawah Naungan
Provinsi Sumatera Barat.
Karena SLB N Panti berada dekat dengan perumahan masyarakat
dan instansi pendidikan lain maka siswa yang ada pada SLB N Panti
berasal dari warga yang ada di sekitaran Sekolah SLB dan ada juga yang
berasal dari Kecamatan lain yang berada di Kabupaten Pasaman bagi anak
Difabel untuk melanjutkan pendidikannya, sehingga kurikulum yang
42
digunakan disesuaikan dengan kondisi anak, sosial, ekonomi dan
budaya.53
Adapun karakteristik atau ciri khas yang dimiliki oleh sekolah
adalah sebagai berikut:
1) Adanya Sk dari Bupati dengan Nomor 36 tahun 2013 tanggal
26 November 2013
2) Adanya dukungan komite sekolah, orang tua dan masyarakat
dalam program pengembangan
3) Tingginya antusias masyarakat untuk memasukkan anaknya
yang difabel ke SLB N Panti
4) Adanya dukungan moral yang tinggi dari masyarakat dan
pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Sumatera Barat
dalam pemberdayaan anak Difabel menempuh Pendidikan
2. Perkembangan SLB N Panti Kabupaten Pasaman.
UU Nomor 18 tahun 2016 juga mengamanatkan kepada
pemerintah untuk menyelenggrakan pendidikan bagi penyandang Difabel.
Disana diungkapkan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan untuk penyandang
Difabel disetiap jalurnya. Untuk memenuhi amanah tersebut, pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan tentang pendidikan bagi penyandang
Difabel sudah diatur oleh Undang-undang tentang sistem pendidikan
dalam pasal 15 dan pasal 32, bahwa pendidikan khusus merupakan
pendidikan untuk peserta didik yang memiliki hambatan perkembangan
53 SLB N Panti
43
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan yang luar biasa yang
diselenggarakan baik pada tingkat Dasar maupun Menengah.54
SLB N Panti berdiri sejak tahun 1984 dengan segala kemampuan
yang dimiliki Guru pengajar dan peserta didik bersama-sama dalam
membangun potensi sekolah dan potensi peserta didik disekolah baik
secara pribadi maupun kelompok dalam lingkungan pendidikan dan
lingkungan sosial SLB. Selama 36 tahun masa berdirinya sudah banyak
prestasi yang sudah didapatkan baik itu secara Akademis maupun Non
Akademis.
Dalam bidang Akademis sendiri lebih banyak diambil alih oleh
Guru pendidik di SDLB N Panti dengan beberapa kali mengikuti
perlombaan Guru berprestasi dan berdedikasi. Seperti yang diungkapkan
Kepala Sekolah SLB N Panti Rasmita “antara lain Juara 1 tingkat
Kabupaten Guru Berprestasi pada Pendidikan SLB yaitu Ibuk Ratnimar,
S.Pd dan Juara 1 tingkat Kabupaten yaitu Kepala Sekolah SLB N Panti
Rasmita, S.Pd pada tahun 2017/2018, sedangkan untuk prestasi Non
Akademik di raih oleh peserta didik yaitu Juara 3 Lomba Catur Tingkat
SDLB dalam Ajang Lomba 02SN pada tingkat Provinsi pada tahun 2016
yaitu dengan nama peserta didik Siti Ayisah.
Kegiatan pembelajaran di Sekolah Luar Biasa bagi siswa Difabel
Tunarungu tidak terlepas dari peran Guru pendidik yang memahami
karakteristik Siswa Tunarungu guna mencapai Pola pembelajaran interaksi
Sosial yang baik bagi siswa Difabel Tunarungu. Guru pengajar Difabel
54https://ham.go.id/2020/03/06/upaya-memenuhi-hak-penyandang-disabilitas/
44
Tunarungu harus memiliki wawasan serta pendidikan yang sesuai di
bidangnya guna memahami konsep dan pola berinteraksi dengan siswa
Difabel Tunarungu serta memberikan perkembangan dalam pembelajaran
berinteraksi yang sesuai tingkat ketunaan Siswa Difabel.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SLB N Panti beserta
Guru pendidik siswa Difabel Tunarungu, meski dalam keadaan Darurat
Pandemi Covid-19 pada sebelum-sebelumnya sudah disampaikan lewat
Via Whatsapp seperti apa ketentuan untuk datang ketempat penelitian dan
diberikan kesempatan langsung kelokasi penelitian di SLB N Panti sesuai
dengan protokol Kesehatan Covid-19 guna melakukan penelitian. Kepala
sekolah SLB N Panti Rasmita, S.Pd menyampaikan:
“sebelum ingin melakukan penelitian di sini (SLB N Panti), harus
mempersiapkan kelengkapan beserta berkas penelitian serta
mematuhi aturan prokes Covid-19 guna melancarkan kegiatan
penelitian selama berada di lokasi SLB N Panti ini”.
walaupun lokasi penelitian di SLB N Panti tidak dikategorikan
Zona yang bahaya pada masa Pandemi Covid-19 namun diharuskan untuk
mematuhi aturan-aturan yang ada Karena proses belajar di sekolah masih
Normal dilaksanakan di SLB N Panti ini, namun jadwal pembelajaran bagi
peserta didik dibatasi seperti pengurangan jadwal pelajaran dan Pekerjaan
Rumah (PR) dari Sekolah selalu diberikan pada peserta didik.55
Untuk mengembangkan potensi Peserta didik, Pihak sekolah SLB
N Panti selalu memberikan cara untuk perkembangan siswa terutama bagi
sisiwa tunarungu sebelum adanya pembatasan karena adanya pandemi
Covid-19. Sebagaimana yang telah di temukan peneliti sebagai berikut:
55 Wawancara, RH dengan Rasmita. 10-04-2021
45
1) Sekolah selalu mengikutsertakan siswa dalam ajang perlombaan
Seni dan Olahraga pada tingkat Kabupaten maupun Provinsi yang
sesuai dengan minat dan bakat dari peserta didik.
2) Setiap hari Jum’at diadakan kegiatan keagamaan.
3) Setiap hari senin diadakan Upacara Bendera
4) Pada akhir tahun pembelajaran sekolah mengadakan studi wisata,
yang memiliki nilai budaya dan juga mengadakan studi banding ke
sekolah SLB lain yang ada di Sumatera Barat.
5) Sekolah melaksanakan tes kecerdasan kepada siswa bekerja sama
dengan tenaga ahli yang sudah berkompeten
6) Sekolah mengembangkan budaya senyum, sapa, salam pada setiap
lingkungan maupun diluar sekolah.
7) Sekolah mengembangkan budaya toleransi.
8) Sekolah selalu memperingati hari besar keagamaan dan hari besar
Nasional.
Dalam memajukan kualitas pendidikan sekolah, maka diperlukan
kerja keras seluruh warga sekolah, kelompok pengembangan sekolah
dibentuk melalui musyawarah. Didalam pembentukan Tim pengembangan
sekolah harus melibatkan berbagai unsur-unsur pendidikan yang terdiri
dari pengawas sekolah, komite sekolah serta guru dan tenaga kependidikan
di sekolah. Untuk bisa mencapai hasil maksimal dalam memajukan dan
mengembangkan sekolah, Tim pengembangan sekolah dibutuhkan dalam
memberikan ide atau gagasan yang bisa membuat sekolah menjadi
46
semakin berkembang kearah yang lebih baik. Adupun Tim Pengembang
SLB N Panti Seperti tabel dibawah ini.
Tabel 1.1
Daftar Nama Tim Pengembangan Sekolah Tingkat Satuan
Pendidikan SLB N Panti Tahun Ajaran 2021/2022
No Nama Jabatan Dalam
Kedinasan Jabatan Dalam TPS
1 Rasmita, S.Pd Kepala Sekolah Ketua
2 Rina Widia Sari, S.Pd Bendahara Anggota Tps Urusan
Kurikulum
3 Hartini Oktaviyani, S.Pd Guru TPS Urusan Sarana Dan
Prasarana
4 Nazarudin Siregar Komite Komite Sekolah
5 Reni Susanti, S.Pd TU Anggota Operator Depodik
6 Esrawati, S.Pd Guru Kesiswaan
Sumber: SLB N Panti
Dengan hal yang bersamaan, setiap Guru harus siap dalam
memberikan materi guna meningkatkan interaksi yang baik kepada peserta
didik Tunarungu sebagai suatu pencapaian untuk perkembangan sekolah
dan proses pembelajaran dikelas tunarungu, metode Buku pegangan dan
Media pembelajaran yang di siapkan guru kepada peserta didik Difabel
Tunarungu di SLB N Panti dapat diambil beberapa diantaranya yaitu:
a) Jumlah dan jenis buku pelajaran/buku penunjang yang digunakan
cukup memadai dan disimpan diperpustakaan.
b) Setiap Guru menggunakan Media Pembelajaran yang sesuai
dengan kondisi ketunaan Difabel di SLB dalam proses belajar
mengajar dengan Peserta didik Difabel Tunarungu.
3. Kriteria Sarana dan Prasarana SLB N Panti.
Sarana dan prasarana di SLB N Panti cukup terbatas, seperti yang
sudah di amati oleh peneliti dan sudah di ungkapkan juga oleh kepala
sekolah SLB N Panti Rasmita, S.Pd menyampaikan:
47
“kurangnya ruang belajar bagi siswa, sehingga siswa sering
digabung ruang kelasnya saat proses pembelajaran dikelas, di
samping itu juga murid tingkat SDLB Tunarungu inikan tidak
banyak seperti sebelumnya hanya beberapa peserta didik saja yang
ada sekarang, pada tahun sebelum-sebelumnya peserta didik di
SLB ini cukup banyak juga karena sudah banyak yang tamat
semakin kesini semakin berkurang, selain itu juga banyak dari
peserta didik yang tidak melanjutkan pendidikannya lagi, apalagi
sekarang pada masa pandemi covid-19.
Namun pada pertengahan ajaran kebanyakan siswa difabel
disini itu masih ada yang mengantar kan dan memasukkan anak
nya yang difabel ke SLB Panti ini, hal seperti inilah yang menjadi
kebiasaan di SLB N Panti ini, mungkin karena ada penghambat
bagi anak difabel tersebut seperti yang sudah disampaikan untuk
mengajak dan memberikan pengetahuan pada siswa difabel
tunarungu ini butuh cara yang ekstra untuk mempengaruhi dan
mengajarkan anak difabel itu untuk lebih percaya diri, kalau sudah
hilang rasa minder dan percaya diri anak difabel tersebut sudah
maksimal disitulah anak atau siswa difabel tersebut semakin
semangat dan tambah rajin dalam belajar maupun rasa ingin tahu
siswa difabel tersebut meningkat”.56
Seperti yang telah peneliti temukan, Prasarana yang dimiliki SLB
N Panti ini teridiri dari 17 Ruangan seperti, 5 Ruang belajar yang dijadikan
untuk Ruang kelas pada SDLB, dan 3 Ruang Kelas dan untuk SMPLB dan
SMALB. Pada ruangan perkantoran terdapat 1 Ruang Guru untuk masing-
masing Guru yang didalamnya terdiri dari Ruang TU dan Ruang Guru
Pengajar, Dan Satu Ruangan Kepala Sekolah. Dilokasi Sekolah Lainnya di
SLB N Panti terdapat 1 perpustakaan, 1 Ruang Keterampilan dan Seni, 2
Ruang Asrama belum ada ruangan tempat belajar, 1 Ruangan Tata Boga, 2
Unit WC Siswa, 2 Unit WC Guru dan 1 Ruangan Gudang, yang dapat di
uaraikan sebagai berikut:
a) Bangunan Utama Terdiri dari:
Ruangan Perkantoran
56 Wawancara, Sarana dan Prasarana. RH dengan Rasmita
48
Ruangan Belajar
Ruangan Perpustakaan
Ruangan Asesmen
Ruangan Tamu
Ruangan UKS
Ruangan Tata Boga
Ruangan Keterampilan/Kesenian
Halaman Upacara Bendera
b) Unit tempat olahraga memanfaatkan halaman Sekolah
c) Tempat parkir
d) Unit Asrama Siswa
e) Tempat Ibadah/Musholla
f) Dapur dan tempat makan
Disamping itu juga, untuk mendorong perkembangan
sekolah tidak lain adalah tempat belajar sarana dan prasarana
lainnya apalagi penjaga sekolah Guru Asrama tidak ada, disini
menjadi permasalahan karena orang tua ragu untuk melepaskan
anak difabelnya hanya kebanyakan peserta didik didaerah
Kecamatan Panti saja yang ada disekolah dan diluar daerah
Kecamatan Panti hanya beberapa peserta didik saja itupun terdapat
pada tingkatan SMPLB dan SMALB. 57
Pada tahun 2020 SLB N Panti ini sudah mengajukan
permohonan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk anggaran tahun
57 Smber SLB N Panti
49
2021 satu Perunit Ruangan untuk masing-masing tingkatan kelas di
SLB N Panti, beserta Perbaikan Asrama yang layak untuk di
tempati peserta didik namun masih belum terlaksana.
4. Identitas Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman
SLB N Panti Kabupaten Pasaman merupakan lembaga dibawah
naungan pendidikan dan kebudayaan pada Sekolah Luar Biasa bagi anak
atau peserta didik difabel yang melanjutkan pendidikannya yang sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki siswa difabel tunarungu.
Dilokasi sekolah yang sama, terdapat didalamnya ada lembaga dan
lembaga pendidikan lain. Diantaranya, ada SDLB, SMPLB dan SMALB.
Adapun Identitas SLB 1 N Panti sebagai berikut:
Nama Sekolah : SLB N 1 Panti
NPSN : 10300856
NSS : 101080204042
Email : [email protected]
Nama Kepala Sekolah : Rasmita, S.Pd
Nama Ketua Tim PTK : Rasmita, S.Pd
Nilai Akreditasi Thn Akhir` : 81 (B) Tahun 2015
Nilai KTSP Thn Lalu : 92 (A) Tahun 2020
Tingkat Satuan Pendidikan : SDLB, SMPLB dan SMALB
Jenis Ketunaan : SDLB : A, B dan C
: SMPLB : A, B dan C
: SMALB : C
5. Visi dan Misi SLB N Panti
Untuk menunjang perkembangan tempat belajar disekolah , Visi
dan Misi dirumuskan berdasarkan masukan dari berbagai pihak warga
sekolah dan pihak yang berkepentingan lainnya di putuskan melalui rapat
dewan pendidik yang di pimpin oleh Kepela Sekolah dengan
memperhatikan masukan dari Komite Sekolah, kemudian di sosialisasikan
kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan ditinjau dan
50
dirumuskan kembalisecara berkala sesuai dengan perkembangan dan
tantangan dilingkup pendidikan dan masyarakat. SLB N Panti memiliki
Visi dan Misi yang sangat diinginkan untuk tercapai yaitu sebagai berikut:
a) Visi SLB N Panti yaitu “terwujudnya pelayanan pendidikan yang
baik bagi peserta didik berkebutuhan khusus agar menjadikan siswa
Religius, disiplin, mandiri dan berprestasi.
b) Misi SLB N Panti yang diwujudkan guna tercapainya suatu
perkembangan di SLB N Panti yaitu:
1) membentuk kepribadian anak yang berbudi pekerti yang
luhur beriman dan bertaqwa,
2) memberikan pelatihan dan keterampilan sebagai bekal
hidup dilingkungan masyarakat
3) mendidik peserta didik dengan memberikan keterampilan
dan pengetahuan menjadikan Lulusan yang terampil dan
berprestasi.
6. Keadaan Guru SLB N Panti tingkat SDLB.
Data keadaan guru yang sudah mendapat Sertifikasi di SLB N
Panti tahun pelajarn 2021/2022.
Tabel 1.2
Guru SLB N Panti Tahun Ajaran 2021/2022
No Nama/Nip Tempat/tgl
lahir pendidikan Sertifikasi
1 Rasmita,
S.Pd/196510281991032005
Simpang duku/28-10-
1965
S 1 PLB 2012
2 Mas
Ida/196402232000032001
Tanjung
aro/23-02-
1964
S 1 PLB 2012
3 Esrawati,
S.Pd/196510182007012002
Pasaman/18-
10-1965 S 1 PLB 2012
4 Ratnimar,
S.Pd/196405062007012002
Koto
rajo/06-05-S 1 PLB 2012
51
1964
5 Rina Widia Sari,
S.Pd/198303102011012008
Mulyorejo/1
0-03-1983 S 1 PLB 2008
Sumber:SLB N Panti
7. Keadaan peserta didik Tingkat SDLB di SLB N Panti Kabupaten
Pasaman.
Siswa-siswi atau peserta didik ialah salah satu dari beberapa faktor
pendidikan. Siswa dan Guru sangat erat hubungannya dalam proses belajar
mengajar, sebagaimana observasi yang telah dilakukan peneliti. Bahwa
keadaan siswa disekolah SLB tingkat sekolah dasar (SDLB) Tunarungu ini
yang memiliki keterbatasan berbicara dan kurangnya pendengaran. Disini,
peran Guru dituntut untuk aktif dalam berinteraksi menyampaikan materi
pelajaran. Berdasarkan data terbaru yang ditemukan, Peserta didik pada
tingkatan sekolah dasar di SLB N Panti tahun ajaran 2021/2022 berjumlah
12 orang yang terdiri dari 8 peserta didik perempuan dan 4 peserta didik
laki-laki. 58
Data terbaru tahun ajaran 2021/2022 masih dalam proses
penerimaan peserta didik baru. Pada kelas I Tunarungu belum ada murid
baru dan kelas VI tunarungu masih belum ada murid. Seperti yang
ditemukan peneliti sebelumnya, bahwa siswa SLB N Panti untuk sekarang
terus mengalami kekurangan peserta didik karena ada yang sudah tamat
dan sebagian murid tidak melanjutkkan pendidikannya lagi. Adapun
perincian jumlah peserta didik (B) Tunarungu sebagai berikut:
58 Sumber SLB N Panti
52
Tabel 1.3
Data jumlah Siswa Tunarungu Tingkat SDLB di SLB N Panti
No
Tunarungu (B)
SD
I II III IV V VI jumlah Total
L P L P L P L P L P L P L P 12
1 B - - 1 1 - 2 1 1 2 4 - - 4 8
Sumber :SLB N Panti
Tabel 1.4
Peserta Didik Tingkat SD di SLB N Panti
No Nama Jenis kelamin Kelas
1 Ehsan Realdi L II
2 Pipi Adriani P II
3 Dian Putri Hamdan P III
4 Rimma Nurliati P III
5 Anwar L IV
6 Wira Santi P IV
7 Ridotul Hidayat L V
8 Habib Alfalah L V
9 Anggina P V
10 Nuradija P V
11 Angraini P V
12 Sahara P V
Sumber: SLB N Panti
8. Struktur Kurikulum SLB N Panti
Kurikulum yang diperuntukan di SDLB telah menerapkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang Secara proposional
kurikulum pada tingkat SDLB menitik beratkan pada program minat, bakat
dan keterampilan. KTSP merupakan kurikulum operasional yang telah
disusun dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari capaian dan tujuan pendidikan pada tingkatan satuan
pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. KTSP terdiri dari kelompok
mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri pada satuan
pendidikan SDLB dan terdapat program khusus, setiap satuan pendidikan
disesuaikan dengan jenis ketunaan peserta didik.
53
KTSP mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB memberikan kesempatan bagi anak-anak difabel guna
mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin untuk
mendapatkan pekerjaan, bersikap mandiri baik itu dilingkungan
masyarakat yang dapat bersaing di Era IPTEK, sebagaimana yang telah
disampaikan menteri BUMN untuk menyediakan tempat bagi penyandang
difabel kedunia kerja, Kurikulum ini memungkinkan siswa difabel
tunarungu dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan minat dan bakat
serta program keterampilan yang dilaksanakan pada tingkat SDLB, beserta
satuan pendidikan ini harus memiliki komposisi perbandingan antara teori
dan praktek cukup proposional. Adapun struktur kurikulum SLB tingkat
SDLB sebagai berikut:
Tabel 1.5
Struktur Kurikulum SLB N Panti Tingkat SDLB
Mata Pelajaran Kelas dan Alokasi Waktu Perminggu
I II III IV V VI
Kelompok A
1 Pendidikan agama dan
budi pekerti 4 4 4 4 4 4
2 Pend Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3 Bahasa Indonesia 4 4 4 3 3 3
4 Matematika 2 2 4 3 3 3
5 IPA - - - 2 2 2
6 IPS - - - 2 2 2
Kelompok B
7 SBK 12 12 12 14 14 14
8 Penjaskes 2 2 2 2 2 2
Kelompok C
9 Program Khusus 4 4 4 4 4 4
Jumlah Waktu Perminggu 30 30 32 36 36 36
Sumber: SLB N Panti
54
4.2. Temuan Khusus
1. Metode Pembelajaran Pola Interaksi Guru dengan Siswa Difabel
Tunarungu di kelas Tingkat SDLB di SLB N Panti Kabupten
Pasaman.
Penyandang Difabel berhak mendapatkan penghormatan atas
integritas mental dan fisik berdasarkan suatu kesamaan dengan orang lain,
yang termasuk juga didalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan dan
pelayanan sosial dalam rangka kemandirian serta keadaan darurat
sekalipun, untuk menjamin pemenuhan hak sebagaimana yang sudah
dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 18 tahun 2016 tentang penyandang
difabel, pemenuhan Hak, Terlaksananya toleransi dan perlindungan.
Dengan adanya Undang-undang tersebut akan memperkuat kesempatan
yang baik bagi penyandang difabel, mulai dari hidup, mendapatkan
pekerjaan pendidikan yang baik dan kemudahan dalam mengakses
perkembangan IPTEK.59
Metode pola interaksi sosial di lembaga pendidikan merupakan
perihal interaksi belajar. Lembaga pendidikan sangat berperan dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah, salah satunya
menciptakan prosedur interaksi belajar, maksudnya adalah interaksi di
lembaga pendidikan tidak hanya semata-mata sesuai dengan apa yang di
harapkan oleh beberapa individu tetapi harus menyesuaikan, didesain dan
merencanakan untuk mencapai suatu tujuan belajar. Selain itu, metode
pola interaksi sosial dalam lembaga pendidikan adalah interaksi yang
59 https://ham.go.id/2020/03/06/upaya-memenuhi-hak-penyandang-disabilitas/
55
berlangsung dalam lembaga pendidikan memberikan peran masing-masing
kepada pelaku interaksi.
Lembaga pendidikan memiliki peran untuk mengarahkan,
mendidik, mengajar dalam proses interaksi sosial yang dilakukan dan
dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan . Yang mana proses
interaksi yang dilakukan dapat melalui metode maupun teknik dalam
upaya untuk mengarahkan para peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran. 60
Penelitian ini difokuskan bagaimana Pola Interaksi siswa difabel
Tunarungu pada tingkat SD di SLB kelas (B) Tunarungu di Sekolah Luar
Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman, siswa dibagi melalui jenis dan
tingkat ketunaan mereka. Seperti, “(A) Tunanetra, (B) Tunarungu dan (C)
Tunagrahita”. Jadi, fokus penelitian pada kelas (B) yang dimaksud yaitu
siswa Tunarungu pada tingkat Sekolah Dasar di SLB N Panti. Kegiatan
pembelajaran bagi siswa Difabel Tunarungu tidak terlepas dari peran Guru
Pendidik yang memahami karakteristik dan pembelajaran pola interaksi
yang baik bagi siswa Difabel Tunarungu.
Setiap Guru Pendidik harus menguasai materi dalam memahami
karakteristik peserta didik Tunarungu. Sebagaimana yang telah di
ungkapkan Ibuk Kepala Sekolah SLB N Panti. Rasmita, S.Pd sebagai
berikut:
“untuk tingkat SDLB pada kelas B ini kan khusus siswa
Tunarungu, karena jumlah peserta didik saat ini terbatas setiap
kelasnya peserta didik digabung menjadi satu kelas dalam
pembelajarannya. Tentunya guru pendidik sudah memahami materi
60 M. Syaghilul Khoir, Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB B FROBEL Montessari.
Jakarta Timur_diunduh_2021. Hal, 71
56
yang dibagikan kepada masing-masing siswa termasuk juga guru,
seperti apa metode pola interaksi yang digunakan Guru saat belajar
dikelas dengan siswa difabel tunarungu. Disamping itu juga guru
pendidik difabel tunarungu memiliki pendidikan dengan Sarjana
tamatan PLB, tentunya mereka sudah menguasai cara dalam
berkomunikasi, berinteraksi sosial dengan siswa difabel
tunarungu”.61
Pernyataan senada juga di sampaikan Guru pendidik Tunarungu
Esrawati, S.Pd sebagai berikut:
“jumlah peserta didik SLB N Panti terbatas dan jumlah tingkat
SDLB tunarungu juga sedikit, sebagian kelas dihuni tidak
mencapai 10 peserta didik untuk satu kelasnya, biasanya 4 sampai
6 siswa, Karena peserta didik tunarungu terbatas sehingga kelas
tunarungu untuk saat ini digabung kelasnya, disana peran guru dan
siswa sangat membantu bagi peserta didik yang lainnya untuk
berbaur, saling berinteraksi yang mana siswa sudah memahami
pembelajaran diberikan arahan pada siswa yang belum memahami,
atau juga baru mengenal lingkungan kelasnya, disanalah peran
siswa yang lebih pintar untuk membantu gurunya dalam
menunjukkan adik kelasnya dalam proses belajar mengajar di
sekolah”.62
Dalam pembelajaran bagi siswa tunarungu yang menekankan pada
kemampuan pola interaksi di SLB N Panti Kabupaten Pasaman,
mempunyai langkah-langkah tertentu agar mendapatkan cara yang
maksimal pada diri siswa tersebut, yang mana berbeda cara pola interaksi
dan komunikasi dalam mengajar dengan anak-anak pada umumnya. Untuk
itu mempunyai cara yang ekstra dalam memberikan pola pada siswa
tunarungu agar memahami lingkungan sosial yang ada disekitarnya.
Berikut penjelasan yang diambil peneliti bagaimana metode pola interaksi
Guru dengan siswa difabel Tunarungu saat proses belajar mengajar di
kelas.
61 Wawancara, kesiapan guru pendidik. RH dengan Rasmita
62 Wawancara, RH dengan Esrawati
57
Pada kelas Tunarungu pada tingkat SDLB atau Sekolah Dasar,
metode yang biasanya dilakukan guru seperti yang di ungkapkan Guru
Pendidik Tunarungu Esrawati, S.Pd sebagai berikut:
“dengan bahasa bibir, Guru menerangkan materi secara perlahan
dan saat itu juga siswa tunarungu bisa melihat dan membaca
ekspresi guru saat interaksi menyampaikan materi sehingga siswa
secara perlahan bisa mengartikan apa yang disampaikan oleh Guru.
Kalau bahasa bibir belum sempurna, gunakan dan selingi bahasa
isyarat, siswa tunarungu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat.
Ada juga pakai media penglihatan, siswa tunarungu boleh
dikatakan normal tidak ada kecatatan materi hanya saja terhambat
pada pendengarannya sehingga sulit untuk menangkap percakapan
seseorang saat berinteraksi. Kita Guru menuliskan rangkuman atau
apa-apa. Dengan media Gambar mereka siswa tunarungu bisa
menjelaskan maksud dari interaksi dengan Gambar yang dibuat
oleh Guru.
Selanjutnya guru juga memberikan metode pembelajaran
dengan media audiovisual. Yaitu dengan memutarkan flim melalui
Laptop Infocus, biasanya Guru memutarkan kisah perjuangan
kemerdekaan mengenalkan siswa siapa Tokoh pejuang
kemerdekaan, memasak, beribadah, belajar dikelas dan lingkungan
sekolah, beserta flim minat bakat dan bidang pada olahraga”.
Kepala Sekolah SLB N Panti juga menjelaskan metode
pembelajaran dikelas saat berinteraksi dengan siswa. Seperti yang di
ungkapkan kepala sekolah SLB N Panti Rasmita, S.Pd sebagai berikut:
“penerapan metode belajar guru dengan siswa tunarungu hampir
sama dengan siswa normal disekolah pada umumnya. Jadi ada
modifikasinya mungkin lebih sedikit pennyampaian materi
dibanding anak normal dan juga seandainya 1 sub pokok
pembahasan di anak normal 1 minggu sudah selesai, tetapi kalau di
anak difabel tunarungu bisa sampai 1 bulan atau 2 minggu baru
selesai jadi disini disesuaikan dengan kebutuhan siswa”.63
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan
metode belajar melalui pola interaksi sosial dengan siswa difabel
tunarungu yang mempunyai kesamaan atau tidak jauh berbeda dengan
63 Wawancara, RH dengan Rasmita
58
sekolah reguler pada umumnya, dan juga kurikulumnya hampir sama tidak
jauh berbeda dengan sekolah lain, akan tetapi kurikulum yang ada di
tingkat SDLB N Panti ini, merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
mengalami keterbatasan bicara dan pendengaran lalu membuat anak
tersebut sulit untuk berbicara atau disebut juga dengan tunarungu dan
kurikulumnya disesuaikan dengan keadaan siswa jadi untuk penyampaian
materi saat metode interaksi guru dengan siswa tunarungu materi yang
disampaikan sedikit dibanding dengan anak normal.
Tentunya juga dalam proses belajar siswa tunarungu ini tidaklah
mudah pasti terdapat kendala atau problematika yang menghambat proses
pembelajaran ini. Adapun kendala yang dihadapi jalannya interaksi saat
proses pembelajaran pada siswa tunarungu, sebagaimana yang di
ungkapkan Esrawati, S.Pd sebagai Guru pendidik Tunarungu yaitu,
“hambatan pertama adalah komunikasi, sebab apa saja transfer
ilmu yang penting adalah melihat, pendengaran. Tentu anak
tunarungu kurang dalam pendengarannya tentu terhambat saat
komunikasi dan berinteraksi yang dilakukan. Selanjutnya siswa
juga sulit dalam belajar sejarah, mereka tidak bisa memahami
secara cepat pembelajaran sejarah, mengungkapkan masa lalu
kejadian masa lampau sehingga guru lebih banyak menggunakan
media gambar, flim tentang mengenali lingkungan baik itu
lingkungan sekolah, sejarah perkembangan dan perjuangan Negara
kepada siswa tunarungu.
Dari keterbatasan yang dimiliki siswa tunarungu tidak
menjadi penghalang bagi siswa untuk rajin belajar sesuai dari guru
yang mengajarkan siswa tunarungu saat berinteraksi seperti apa
metode guru dan guru lainnya untuk dapat menemukan pola
interaksi yang sesuai dengan siswa tunarungu, disini siswa
tunarungu akan cepat memahami dan lebih bersemangat dalam
belajar tidak hanya disekolah namun saat siswa berbaur dengan
temannya diluar sekolah. Hal yang biasa kita lihat dari siswa
tunarungu mereka terlihat minder dan kurang berbaur dengan orang
59
lain, dan setelah belajar disekolah membuat mereka bertambah
percaya diri dan rasa ingin tahu siswa sudah mulai meningkat”.64
Sama dengan jawaban kepala sekolah yang sependapat dengan
Guru Pendidik Tunarungu tentang hambatan yang apa saja yang di hadapi
saat interaksi dengan siswa tunarungu, selama proses belajar mengajar
dikelas Rasmita, S.Pd mengatakan,
“bahwa hambatan pada siswa tunarungu pada umumnya terletak
pada gangguan pendengaran dan kurangnya kata sehingga interaksi
Guru dengan siswa tunarungu dikelas berbeda dengan interaksi
dengan anak yang kita lihat normal pada umumnya dalam segi
metode cara guru berinteraksi dengan siswa”.65
Dari hasil obsevasi yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa
pola interaksi dapat dikategorikan berjalan dengan baik, hal ini dapat
ditunjukkan dengan kegiatan proses belajar mengajar, adanya interaksi
yang aktif antara Guru dan Siswa tunarungu dengan metode yang sesuai
dengan keadaan dan situasi siswa tunarungu.
Pelaksanaan strategi metode belajar, Kreatif, Aktif, Efektif, dan
menyenangkan, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran:
berhubung siswa difabel jumlah siswa terbatas dan jumlah kelas ada yang
kosong satu kelas hanya diisi 1 sampai 4 siswa saja sehingga Guru
menggabungkan siswa kelas II, III, IV, dan V untuk satu ruangan kelas,
untuk kelas I dan VI belum ada peserta didiknya.
Program atau metode pada dasarnya memberikan petunjuk kepada
apa yang akan di ajarkan oleh guru. Yaitu menerapakan hal-hal apa yang
harus dilakukan oleh seorang guru. Metode belajar yang digunakan guru
sangat menentukan kegiatan pembelajaran baik didalam Kelas maupun di
64Wawancara, RH dengan Esrawati
65Wawancara, RH dengan Rasmita
60
luar Kelas, mengingat kondisi siswa pada kelas V SDLB Panti ini adalah
anak tunarungu yang memiliki keterbatasan pendengaran dan keterbatasan
bahasa jadi guru harus memilih metode yang tepat agar tujuan
pembelajaran tersebut bisa dicapai. Dari hasil pengamatan dan observasi
dengan guru Esrawati, S.Pd dapat diketahui bahwa selain metode yang
sudah dijelaskan sebelumnya metode selanjutnya saat pembelajaran
dengan siswa tunarungu yang diamati yaitu:
1) Metode demonstrasi.
Metode ini sengaja dipilih untuk digunakn guru terlebih
dahulu, hal ini dilakukan agar siswa siap dan memahami pelajaran
dalam menggunakan metode demonstrasi, guru mempraktikkan
atau melihatkan suatu cara melakukan hal menunjukkan sesuatu
atau cara kerja misalnya praktik ibadah shalat yang berhubungan
dengan objek gambar tata cara yang berhubungan dengan
pelajaran. Dengan metode demonstrasi ini supaya siswa lebih
mengerti. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Esrawati, S.Pd
“Guru memberikan contoh dimana Guru ibadah melakukan sholat,
sholat berjamaah dan memberikan seperti apa gerakan sholat yang
benar baru siswa akan menirukan atau mempraktikkan kalau ada
yang salah guru akan membenarkan seterusnya guru selalu
mengingatkan kepada peserta didik untuk melaksanakn hari besar
islam selalu melalukan ibadah sesuai dengan anjuran agama yang
sudah dipelajari.
61
Dari pernyataan diatas dapat diketahui, bahwa siswa
tunarungu lebih ditekankan pada praktik, hal-hal positif yang
dilkaukan guru dan teman-temannya akan berpengaruh untuk siswa
tunarungu, karena dengan metode ini siswa lebih cepat mengerti.
2) Metode ceramah
Metode ceramah pada siswa tunarungu merupakan cara
menyajikan pembelajaran melalui penuturan secara lisan, bahasa
tubuh atau penjelasan lansung seperti yang di ungkapkan Esrawati,
S.Pd “selain metode demonstrasi metode ceramah tetap saya
gunakan untuk memperjelas tentang sesuatu hal pada siswa lebih
lanjut dengan tetap menggunakan bahasa isyarat”.
3) Metode tanya jawab
“terkait dengan penggunaan metode guru dikelas juga
menggunakn metode tanya jawab dengan siswa pada awal
pelajaran bagaimana mengetahui kesiapan dari peserta didik dan
juga untuk melatih kecakapan dalam berkomunikasi lalu
mengadakan tanya jawab pada akhir pelajaran sebagai evaluasi
belajar dikelas”.
4) Metode Problem solving (pemecahan masalah)
“saat mengajar dikelas ada juga menggunakan pendekatan
metode probelem solving, jadi dikelas guru membentuk kerja
kelompok kalau siswa menemukan suatu permasalahan pada
materi yang diberikan guru akan menerangkan bagaimana cara
pemecahannya setelah itu didiskusikan bersama”.
62
5) Metode Membaca
Pada metode membaca ini, Guru menuliskan materi kosa
kata yang sudah di tuliskan dipapan tulis. Guru membacakan kosa
kata yang sudah ditulis dan guru memulai membaca kemudian
masing-masing dari siswa membacakan secara berulang sampai
siswa dapat menyebutkannya dengan benar. Membaca ini melatih
siswa tunarungu mengenal huruf dan juga mengembangkan cara
menyebutkan huruf, membaca ini terus dilakukan siswa tunarungu
saat belajar dikelas.
6) Metode Artikulasi
Kegiatan artikulasi ini, digunakan supaya siswa dapat
mengucapkan kata-kata yang muncul dari percakapan dengan guru
dan temannya, kegiatan ini dilakukan beberapa kali sampai siswa
mengucapkan dan sebisa mungkin sampai siswa dapat
mengucapkan kalimat-kalimat yang sudah dijelaskan guru.
Misalnya, jika siswa mengucapkan kata kerja maka siswa disuruh
untuk mengucapkannya bebrapa kali sebisa mungkin dan
memahami arti kata yang siswa ucapkan.
7) Menulis
Menulis di bagi menjadi tiga kegiatan, pertama menulis di
udara, kedua, menulis di papan tulis dan terakhir menulis di buku
dan Kegiatan menulis diudara dilakukan guru dan siswa secara
bersamaan, kegiatan ini dipraktekkan guru beberapa kali sampai
gerakan tangan siswa sudah bisa membentuk tulisan yang
63
dimaksud. Kedua adalah kegiatan menulis di papan tulis, siswa
disuruh untuk memperhatikan ujaran guru yang di ditulis dipapan
tulis, lalu siswa meniru dan ditulis di papan tulis oleh masing-
masing siswa. Ketiga, kegiatan menulis di buku atau buku latihan
tersebut. Guru menuliskan percakapan yang sempurna untuk di
tulis oleh masing-masing siswa. Pada tahap ini masing-masing
siswa di arahkan untuk menulis dengan rapi dan bagus dan tahap
ini juga siswa diarahkan untuk mengenal huruf setelah selesai
menulis buku latihan dikumpulakan siswa untuk di beri penilaian
oleh guru.
Penggunaan metode dalam satuan pembelajaran sangatlah penting,
apalagi dalam mengajar siswa tunarungu. Oleh karena itu guru bekerja
dengan sangat ekstra, dalam menyediakan metode dan media yang
diperlukan saat belajar media metode dan media yang digunakan berupa
gambar dikertas, foto, laptop atau infocus dan benda aslinya yang sudah
dipersiapkan guru atau masing-masing siswa. Seperti gambar buah-
buahan, foto saat belajar dikelas, alat makan, alat transportasi, kalender
mengenalkan tanggal hari, bulan, tahun yang ada di kalender dan lain
sebagainya.
Perkembangan dari pola interaksi siswa tunarungu yang diberikan
guru pendidik merupakan awal dari kesempatan siswa untuk dapat
memahami dan mengungkapkan sesuatu. Dikatakan demikian karena tugas
guru mendidik siswa difabel tunarungu membutuhkan ekstra dan tanggung
jawab besar, mereka harus siap untuk membahas semua peristiwa yang
64
dialami oleh siswa. Baik waktu berada di kelas maupun di luar kelas entah
itu pada waktu istirahat, olahraga demikian juga kalau siswa melihat
temannya sedang ajan, sedang menangis dan lain-lain. Intinya guru
membahaskan apa saja yang dialami oleh siswa. Disini guru memberikan
kepada siswa sikap toleransi, saling memahami antara satu dengan yang
lain tidak boleh membedakan antar golongan disini guru mengajarkan
saling tolong menolong antar satu dengan yang lainnya pada setiap
karakter siswa.
2. Hasil Observasi Pola Interaksi Guru dengan Siswa Difabel
Tunarungu Saat Proses Belajar Dikelas Tunarungu Tingkat SD di
SLB N Panti.
Hasil Observasi pola interaksi Sosial guru saat proses belajar
mengajar dengan siswa tunarungu tingkat sekolah dasar di SLB N Panti
dilakukan di Ruang kelas, karena jumlah siswa tunarungu sedikit sehingga
kelas II, III, IV dan V di gabung menjadi satu ruangan selama
berlangsungnya proses belajar mengajar. Dari beberapa Guru yang ada di
SLB N Panti peneliti hanya mengamati sisswa-siswi tingkat kelas V,
seorang Guru yang telah ditunjuk oleh Kepala Sekolah yang menjadi
Informan Peneliti yaitu ibuk Esrawati, S.Pd. Dapat dideskripsikan sebagai
berikut,
Proses mengajar dikelas dilaksanakan pada 08:10 dan berakhir
pukul 11:10, pembelajaran yang diberikan dibagi dari beberapa kegiatan
yaitu, kegiatan awalan, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal
meliputi: memberi salam dan menyapa siswa, berdoa dan latihan kegiatan
65
suara inti meliputi: percakapan, pengolahan percakapan, membaca, tanya
jawab latihan artikulasi dan menulis. Kegiatan akhir meliputi: perbaikan
dan bimbingan, pemberian PR dan Berdoa.
Metode pembelajaran sudah dipersiapkan ibu Esrawati, S.Pd.
materi atau metode yang diberikan Guru tersebut berupa media gambar.
Media gambar dalam bentuk unsur pendidikan tersebut Berupa gambar
Tumbuh-tumbuhan dan gambar Garuda Pancasila (kewarganegaraan)
untuk peserta didik tunarungu kelas V, dan disitu Guru menjelaskan
kepada peserta didik dikelas.
Peserta didik tunarungu sudah datang sebelum pukul 08:00, maka
sebelum pembelajaran dimulai, masing-masing siswa bersiap-siap untuk
masuk kekelasnya dan mengambil kursi dan diatur sesuai dengan tingkat
kelas pada masing-masing siswa. Kemudian ibu Esrawati mulai mengajar.
Ketika semua peserta didik sudah dikondisikan untuk memuali
pembelajaran, maka ibu Esrawati memulai pembelajaran dengan metode
yang sudah disiapkan, dengan kegiatan awal yaitu dengan memberi salam
lalu dilanjutkan menyapa siswa dengan memulai pertanyaan sederhana.
Contohnya sebagai berikut: “siswa disuruh memperhatikan ujaran guru
lalu menyapa siswa dengan mengucapkan salam, Assalamualaikum pagi
buk Wati” sebelum ibuk nani membalas sapaan tersebut, siswa
menggunakan bahasa isyarat dakam mengucapkan salam dengan gestur
tubuh mereka lalu ibuk wati mengatakan “waalaikumsalam anak-anak
senada dengan yang disamapaikan oleh siswa”.
66
Kegiatan yang kedua adalah berdoa, ibu wati mengatakan marilah
berdoa, setelah ibuk wati mengajak siswa untuk berdoa siswa langsung
mengambil sikap untuk berdoa dan mengucapkan doa secara bersama
antara guru dan siswa ada juga yang bisa mengucapkan dan ada dari siswa
yang meniru.
Kegiatan yang ketiga ialah, ibuk wati mengajak siswa latihan
suara. Latihan suara dilakukan dengan memperhatikan huruf vokal seperti
“aaaaaa...iiiiii....uuuuuuu.....eeeeeeee.....oooooo...” begitu sampai huruf
seterusnya. Ibuk wati selalu memberikan penghargaan dan apresiasi
kepada siswa yang bisa melafalkan suaranya dan terus setiap belajar siswa
selalu dilatih oleh guru untuk melatih vokal suaranya. Tujuannya adalah
untuk memotivasi siswa yang berupa dengan kata-kata pujian misalny:
ibuk wati mengatakan Bagus, hebat. Pulang sekolah harus dibiasakan
melatih vokal suara yaa.. ibuk wati pandai mengajak siswa aktif dalam
belajar dan peserta didik selalu antusias.
Setelah kegiatan awal usai, maka dilanjutkan dengan kegiatan inti
yang terdiri dari beberapa kegiatan antara lain:
1) Percakapan
Percakapan yang terjadi didasari dengan ungkapan spontan
Guru dan siswa. Materi pecakapan diangkat berdasarkan
pengalaman yang dilihat oleh siswa, berdasarkan media gambar
yang sudah disiapkan guru. Pada saat akan memulai percakapan,
ibu Esrawati selaku guru pendidik tunarungu bertanya sekarang
kita belajar tentang apa (dengan menunjuk kearah media gambar
67
yang sudah disiapkan)? Biasanya siswa akan memberi tanggapan
dengan pengalaman yang dialaminya atau menunjuk media yang
disiapkan. Ibu Esrawati menangkap dan membahas ungkapan dari
siswa dan menuliskannya.
Saat proses percakapan, ibu Esrawati agar semua siswa
terlibat dalam percakapan. Masing-masing dari siswa
mengungkapkan pemikirannya secara lisan maupun isyarat
kemudian menuliskannya dengan kalimat lansung. Ibu Esrawti
membahaskan ungkapan pengalaman siswa dengan bahasa yang
sederhana bahasa isyarat dengan cara ibu Esrawati. Ibu Esrawati
membahaskan juga media gambar yang disiapkan, kemudian
diolah dalam bentuk percakapan. Kemudian Ibu Esrawati
meluaskan percakapan, kemudian dalam setiap pembelajaran
dikelas masing-masing siswa mempelajari dua sampai tiga kalimat.
Dalam proses siswa dikondisikan untuk benar-benar
memperhatikan guru. Setelah percekapan disampaikan barulah
ditulis dalam bentuk membaca.
2) Kegiatan Membaca
Ibu Esrawati serta siswa membaca bersama-sama
percakapan yang telah dievaluasikan. Pada saat kegiatan membaca
Ibu Esrawati dan siswa melakukan gerakan dengan memukulkan
tangan diatas paha dengan tujuan siswa harus tahu jedanya pada
saat membaca dalam arti tidak menonton. Mula-mula ibu Esrawati
yang membcakan, kemudian siswa dituntut untuk memperhatikan
68
ujaran dari ibu Esrawati. Ibu Esrawati membaca sebanyak dua kali.
Setelah itu ibu Esrawati dan siswa membaca bersama-sama.
Kegiatan akhir dari kegiatan membaca ini ialah, Ibu
Esrawati membacakan kosa kata baru dan siswa menunjukkan kata
yang diajarkan guru. Lalu di bulatkan kalimat tersebut oleh siswa
dengan spidol. Kemudian dibacakan berulang-ulang oleh siswa
sampai kalimat tersebut di ucapkan dengan maksimal.
3) Kegiatan Tanya Jawab
Pada kegiatan tanya jawab, Ibu Esrawati melakukan tanya
jawab kepada siswa. Tanya jawab yang dilakukan untuk
mengetahui apakah siswa sudah atau belum memahami percakapan
yang sudah dibahaskan bersama-sama, jika siswa belum mengerti
maka guru membantunya dengan menggunakan bahasa isyarat.
Bahasa isyarat dipakai kalau siswa benar-benar kurang memahami.
Jadi isyarat hanya untuk menjelaskan pada bagian yang kurang
jelas bila menggunakan ujaran.
4) Latihan Artikulasi
Setelah kegiatan tanya jawab, dilanjutkan dengan kegiatan
Latihan Artikulasi. Latihan artikulasi ini dilakukan Ibu Esrawati
oleh semua siswa dan juga guru. Kegiatan ini dilakukan beberapa
kali dan sebisa mungkin siswa dapat mengucapkannya, Setelah itu
Ibu Esrawati bertanya kepada siswa apa yang telah mereka
ucapkan. Jika mereka mengucapkan suatu nama benda di gambar,
maka mereka akan menunjukkan jenis benda dari media gambar
69
tersebut. Siswa disuruh untuk mengucapkan kata-kata tersebut
beberapa kali sampai mereka bisa mengucapkan dan memahami
arti kata yang mereka ucapkan.
5) Kegiatan menulis
Setelah selesainya kegiatan artikulasi, Ibu Esrawati
melanjutkan kegiatan menulis. Kegiatan menulis ini dilakukan
supaya siswa bisa berinteraksi sosial dengan maksimal untuk
menuliskan sesuatu yang mereka sampai keorang karena disini
siswa tunarungu terbatas dalam pendengaran dan pengucapan lisan.
Disini guru menuliskan kalimat yang masih berkaitan
dengan dengan percakapan yang bersangkutan lalu siswa diberikan
kesempatan untuk meniru tulisan yang dituliskan guru di buku
tugasnya, kalimat yang ditulis sebanyak lima kalimat atau lebih.
Selama siswa menulis Ibu Esrawati mendampingi siswa supaya
selesai tepat waktu, memperbaiki atau membetulkan tulisan siswa.
Ibu Esrawati tidak memaksa siswa untuk menulis dengan rapi dan
bagus. Pada tahap ini masing-masing siswa diarahkan untuk
mengenal huruf. Tuntutan menulis yang rapi dilakukan dengan
kegiatan belajar yang berbeda pula. Setelah selesai menulis, buku
latihan dikumpulkan kembali kepada guru untuk dikoreksi.
Pembelajaran yang dilaksanakan hanya 30% saja, sisanya 70%
kegiatan dikelas untuk mengasah kemampuan berinteraksi, minat dan
bakat siswa, mengenali lingkungan dengan media pembelajaran yang
disiapkan guru untuk dibahas. Apalagi bagi siswa tunarungu yang
70
memiliki hambatan berbicara dan pendengaran tentu disini sedikit sulit
bagi mereka untuk berinteraksi dan disituasi ini guru mengasah
kemampuan siswa tunarungu untuk mengenali sesuai dengan gestur tubuh
saat berinteraksi, mengenali simbol-simbol dan mengenali lingkungan
sekitarnya, supaya mereka dapat berbaur dengan percaya diri baik itu di
tengah masyarakat dengan anak normal sekalipun yang sudah
dimaksimalkan di sekolah.
1. Upaya Guru untuk Meningkatkan Interaksi Sosial kepada siswa
tunarungu tingkat SD di SLB N Panti.
Bahasa isyarat merupakan bahasa yang telah lazim digunakan oleh
penyandang disabilitas manapun termasuk Tunarungu. Bahasa isyarat
tidak menekankan sistem bunyi. Bahasa isyarat sudah menyatukan para
tunarungu dengan dunia secara realitas atau sekelilingnya. Bahasa isyarat
juga berkembang pesat pada komunitas tunarungu diindonesia. Dalam
kamus besar bahasa indonesia digambarkan bahwa bahasa isyarat adalah
salah satu media bahasa yang membantu interaksi sosial dan komunikasi
sesama tunarungu di sekolah maupun lingkungan masyarakat secara luas.
Wujud bahasa isyarat ini merupakan tatanan yang sistematis
tentang seperangkat isyarat jari, tangan dan berbagai gerak untuk
menggambarkan kosa kata dalam berbahasa saat berinteraksi. Lebih jelas
lagi, bahsa isyarat dalam penyisinannya memiliki syarat-syarat sebagai
berikut: pertama, bahasa isyarat harus secara konsisten dan tegas mewakili
tata bahasa indonesia. Kedua, setiap isyarat menggambarkan satu kata
dasar atau imbuhan tanpa menutup kemungkinan dikembangkan isyarat
71
yang mewakili suatu makna. Ketiga, sistem isyarat yang dikembangkan
dan disusun harus menggambarkan situasi sosial, budaya dan ekologi pada
bahasa indonesia. Keempat, memperhatikan isyarat yang sudah biasa
dipakai oleh komunitas tunarungu. Kelima, bahasa isyarat harus mudah
dipelajari oleh semua orang. Kelima, bahasa isyarat harus memiliki
kewajaran dalam wujud atau bentuk dan maknanya.
Pembelajaran merupakan situasi yang tercipta dari interaksi yang
berlangsung dengan berbagai faktor termasuk juga komponen Guru,
Siswa, Sarana dan media serta komponen pendudukung dalam berinteraksi
saat belajar mengajar. Dalam melakukan proses pembelajaran pasti
melakukan interaksi, baik siswa dengan siswa maupun guru dengan siswa.
Interaksi merupakan proses dimana setiap indivdu menjalin kontak serta
komunikasi dengan orang lain, berinteraksi sosial hal yang tidak akan
terlepas dari kehidupan manusia, adanya rasa untuk membutuhkan bantuan
dari seseorang maka seseorang tersebut akan melakukan kontak ataupun
komunikasi antara satu dengan yang lainnya, dengan interaksi tersebut
semua manusia hidup sebagai makhluk sosial.
Setiap individu manusia akan berkomunikasi dan berinteraksi
dengan manusia lainnya, namun di kehidupan sekitar kita tentu tidak
jarang kita jumpai siswa yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
baik yang diderita sejak lahir maupun terjadi dalam aspek
perkembangannya,
Pada kelas II,III, dan IV, peserta didik sudah mampu menjalin
kontak sosial dan berinteraksi. Karena masing-masing kelas tersebut
72
memiliki dua peserta didik setiap kelasnya sehingga kelas dua sampai
empat ini mudah untuk mengenali karakter temannya, disini mereka sudah
saling berbaur, saling menunjukkan antara satu dengan yang lainnya untuk
saling memahami dalam berinteraksi. Berbeda dengan kelas V, peserta
didik pada kelas lima lebih aktif karena jumlah mereka cukup atau
tercukupi, baik itu saat belajar dikelas maupun kegiatan diluar kelas.
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan pihak Guru di Sekolah
Luar Biasa Negeri Panti. Menurut Kepala Sekolah, Ibuk Rasmita, S.Pd
bahwa:
“komunikasi yang berlangsung sesama siswa tunarungu bukan
hanya interaksi secara nonverbal (isyarat) Saja, namun ada juga
sebagian anak tunarungu tingkat SD ini menggunakan bahasa
tulisan, baik itu pada buku tulis dan juga handpone. Siswa yang di
klasifikasikan ringan tingkat tunarungunya, sebagian besar dapat
disertai juga dengan gerakan badan atau isyarat, sekalipun dijumpai
juga siswa berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal ataupun
lisan, interaksi sosial yang terjadi sesama siswa tunarungu melalui
interaksi total yaitu secara nonverbal harus sesama siswa tunarungu
menggunakan bahasa isyarat”.66
Interaksi yang terjadi sesama siswa tunarungu lebih banyak
dilakukan berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara bertatap muka,
karena sejak awal hingga selesai siswa tunarungu melakukan interaksi
lebih mengutamakan indra penglihatan untuk saling beradaptasi, memberi
dan menerima sesama siswa tunarungu. Dengan menggunakan indra
penglihatan tunarungu yang baik siswa tunarungu dapat melihat ekspresi
dan gerak-gerik dari teman bicaranya sehingga anak difabel tunarungu
dapat menyimpulkan apa interaksi yang dilakukan saat mengutarakan
66Wawancara, RH dengan Rasmita
73
maksud dan apa saja yang sedang berlangsung dalam pembicaraannya
sesama siswa difabel tunarungu.
Wawancara dengan guru pendidik tunarungu Ibuk Esrawati, S.Pd
juga menyampaikan bahwa:
“interaksi sesama siswa difabel tunarungu dilingkungan sekolah
secara dominan dijumpai saat proses interaksi dengan simbol dan
bahasa isyarat sesama difabel tunarungu, hal ini dikarenakan proses
siswa tunarungu menggunakan bahasa isyarat lebih mengandalkan
penglihatan, sebab siswa tunarungu tersebut terbatas saat
mendengar, sehingga mereka lebih mengharapkan pada indra
penglihatan untuk merespon saat komunikasi dan interaksi sosial
dengan lawan bicaranya siswa tunarungu. Interaksi dengan bahasa
isyarat sangat berperan penting dalam proses penyampaian
informasi diantara mereka (siswa tunarungu)”.67
Bahasa isyarat bisa dipelajari oleh siapa saja. Namun, anak atau
siswa difabel tunarungu atau mereka yang mengalami gangguan
pendengaran sejak lahir perlu mengenal bahasa isyarat sedini mungkin.
Tujuannya adalah supaya anak tersebut mampu berkomunikasi lebih baik.
Bahasa isyarat sudah bisa diperkenalkan sejak usia 6-8 bulan pada usia
anak, karena anak tersebut sudah memulai dan bisa menyampaikan sesuatu
apa yang akan diinginknnya melalui gerakan bahasa isyarat dan simbol.
Dari pengamatan peneliti terhadap siswa tunarungu di SLB N panti
tingkat SD bahasa isyarat mereka memiliki ciri-ciri tersendiri yang
dikembangkan peserta didik, peserta didik akan mengembangkan bahasa
isyarat sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, siswa tunarungu
pada tingkat SD di SLB Panti ini belum spenuhnya menguasai bahasa
isyarat pada tingkat SD. Mereka mengembangkan bahasa isyarat sesia
dengan kebutuhan mereka masing-masing atau hal yang sederhana yang
67Wawancara RH dengan Esrawati
74
sering mereka jumpai untuk saling memahami dan mengerti. Seperti
halnya yang diperlihatkan oleh peserta didik SLB N Panti dengan
temannya seperti,
“pada saat interaksi pertama siswa tunarungu saat siswa
mengucapkan salam atau assalamualaikum, siswa menunjukkan
gerakan tangan dengan mengangkat tangan keatas dengan tangan
terkepal yang dimulai dari tangan melekat dikepala kemudian
kemudian diarahkan kekanan. Ekspresi wajah yang sopan dan
bersahabat yang menunjukkan bahwa seketika sedang
menyampaikan dengan isyarat salam. Kedua, isyarat minta maaf.
Siswa tunarungu mencontohkan gerakan tangan kanan diletakkan
di bagian dada. Isyarat tersebut menunjukkan bahwa seorang
tunarungu meminta maaf kepada temannya dengan ekspresi wajah
yang tenang, sabar dengan munujukkan bahwa temannya tersebut
memang betu-betul sedang ingin meminta maaf.
Ketiga, siswa menunjukkan isyarat terimakasih. Anak atau
siswa tunarungu mengadahkan telapak tangannya dari dagu lalu
menurunkan telapak tangan ke arah perut dan mengangguk sambil
menggerakkan tangan tersebut. Temuan keempat yaitu,
saat temannya haus dan meminta minum, lalu siswa tersebut
meletakkan tangan didekat dada lalu membuat bentuk C dengan
tangan seolah-olah siswa tersebut memegang gelas, setelah itu
gerakan tangan mendekat ke mulut seolah-olah sedang ingin
minum dari gelas”.
Pada pola interaksi ini, Siswa sesama tunarungu sudah dalam tahap
pekembangan. Siswa tunarungu sudah saling memahami, bisa saling
berdiskusi saat belajar di kelas maupun mengerjakan tugas-tugas sekolah
yang diberikan guru pendidik. Siswa sesama tunarungu selama ini
mempunyai rasa malu dan minder sudah mulai berkurang, yang mana
sesama siswa tunarungu baik itu pada kelas 2 samapi kelas 5, mereka
sudah di ajarkan oleh guru pendidik untuk saling berinteraksi untuk saling
menunjukkan mana siswa tunarungu yang kurang memahami pelajaran
untuk saling menunjukkan seperti yang sudah diarahkan guru pendidik
disekolah.
75
Pola interaksi anak Tunarungu dengan Lingkungan sekolah
Sekitaran SLB N Panti. Pada tahap ini, pola interaksi anak tunarungu
dengan masyarakat disekitaran SLB N Panti. Masyarakat dan anak
Tunarungu sudah saling memahami, menghargai bagaimana cara untuk
bersosialisai dengan mereka yang tunarungu, contohnya Anak Tunarungu
berbelanja di kantin, mereka sudah menunjukkan sikap dan mengenal
kebutuhan yang mereka beli begitu juga yang bukan tunarungu mereka
sudah menunjukkan sikap yang baik, memahami bagaimana cara
berinteraksi dengan anak Tunarungu. Tetapi beda dengan anak tunarungu
yang baru melanjutkan pendidikan di SLB N Panti tentu mereka merasa
malu dan minder dikarenakan mereka memulai tahap yang baru untuk
saling mengenal lingkungannya yang selama ini berbeda dengan
lingkungan yang sebelumnya.
2. Perkembangan Pola Interaksi Sesama Siswa Difabel Tunarungu pada
Tingkat SD di SLB N Panti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru kelas pendidik
tunarungu tingkat SD di SLB N Panti telah melakukan upaya dalam
meningkatkan interaksi sosial siswa tunarungu walaupun jumlah peserta
didik tingkat SD di SLB Panti ini terbatas. Salah satu upaya yang
dilakukan guru ialah menggabungkan kelas saat proses belajar mengajar
dan supaya rasa minder siswa tunarungu selama ini bisa berkurang. Seperti
yang diungkapka guru pendidik tunarungu sebagai berikut:
“jumlah peserta didik disini kan pas-pasan saja, dengan segala
aspek kekurangan penunjang pembelajaran boleh dikatakan belum
terpenuhi sepenuhnya. Tetapi kami guru disini berupaya bagaimana
siswa tunarungu tersebut tidak minder, bisa berbaur dengan orang
76
sekitanya, dan selalu meningkatkan rasa ingin tahu dengan hal yang
terjadi baik disekolah maupun tempat tinggal mereka. Disamping
itu pula dengan menggabungkan kelas saat belajar mengajar ini
bisa meningkatkan pola interaksi siswa dimana siswa bisa
mengenal antara satu dengan yang lainnya disini kami guru
menunjukkan untuk saling menolong. Contohnya, siswa kurang
paham dalam belajar matematika hitung-hitungan disini siswa yang
lain yang boleh dikatakan pintar bisa membantu temannya tersebut.
disini kami guru mengarahkan siswa yang lebih pintar
supaya bisa menunjukkan temannya yang lain termasuk juga adik
kelasnya. Hal apa saja yang dilakukan temannya siswa yang lain
akan mencontoh karena sifat tunarungu inikan melihat dan
mempraktikkan, lalu kami guru disini harus mencontohkan hal-hal
yang baik bagaimana prilaku yang baik disekolah sikap toleransi
dengan temannya, mengasah kemampuan berbahasa lisan baik itu
bahasa isyarat untuk mereka saling berinteraksi. waktu jam sholat
melaksankan sholat supaya apa yang mereka lihat dan praktikkan
mereka terapkan baik disekolah maupun dilingkungan
masyarakat”.68
Upaya perkembangan selanjutnya yang dilakukan guru sekolah
seperti yang dilihat oleh peneliti ialah selalu melibatkan siswa dalam
kegiatan ekstrakurikuler lainnya kegiatan pramuka dan perlombaan minat
dan bakat siswa. Selain itu juga pihak sekolah mengadakan studi wisata
dan studi banding ke SLB lainnya di Sumatera Barat, yang mana studi
wisata yang dilakukan sekolah untuk mengenalkan pada siswa mengenai
Adat, Ras, Agama, budaya-budaya, SDA dan SDM yang ada di Indonesia.
Studi banding ke sekolah SLB lainnya mengenalkan siswa tempat belajar
yang sama seperti tempat dimana mereka siswa tunarungu melanjutkan
pendidikannya.
Dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan guru sekolah
untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa sudah diterapkan
seperti yang sudah dilihat oleh peneliti dan hasil wawancara oleh guru di
68 Wawancara RH dengan Esrawati
77
SLB N Panti. Namun, segala aspek pembantu sarana dan prasarana
sekolah untuk peserta didik belum sepenuhnya terpenuhi apalagi karakter
siswa tunarungu hanya dengan melihat situasi lingkungan tempat belajar
mereka untuk siswa praktikkan dengan teman dan lingkungan lainnya.
Pihak sekolah dan Pemerintah harus selalu bersinergi lagi untuk
mengembangkan aspek penunjang Sekolah Luar biasa baik itu di Panti
maupun Sekolah lainnya.
3. Analisa Teori Interaksionalisme Simbolik Terhadap Pola Interaksi
Sosial Siswa Difabel Tunarungu di SLB N Panti Kabupaten Pasaman.
bahasa isyarat adalah bahasa yang telah lazim digunakan oleh
penyandang difabel tunarungu dimanapun, yang mana bahasa isyarat
tunarungu tidak menekankan sistem pada bunyi. Bahasa isyarat bagi
tunarungu untuk berinteraksi pertama kali dikenelakan oleh Abbe de Eppe
pada abad 18 di Paris. Pada awalnya, bahasa ini dilukiskan dalam tanda-
tanda gambar seperti tulisan hierogliph di Mesir atau tulisan Kanji di
China. Akan tetapi, karena membutuhkan lebih dari 4000 gambar untuk
sebuah isyarat sederhana, maka para pengikut Abbe de Epper
merangkumnya menjadi abjad jari yang disesuaikan dengan abjad latin.
Oleh karena itu, bahasa isyarat merupakan bahasa yang kaya akan
simbol.69
Sesuai yang telah ditemukan sebelumnya, konsep dari teori
Interkasionalisme Simbolik yang dikemukakan oleh George Herbert Mead
terkait bagaimana interaksi simbolik. Yaitu pada Mind, Self dan Society.
69 Muslih Aris Handayani,Komunikasi Anak Tunarungu dengan Bahasa Isyarat di SLB B
YakutPurwoketo. Diunduh_2021. Hal. 219
78
Dalam pembentukan makna terdapat dalam konsep mind (pikiran) yang
ada pada diri manusia. Pada konsep Mind ini, Pikiran mulai memunculkan
ketika simbol-simbol yang signifikan digunakan dalam Proses
Komunikasi. Mind merupakan proses dimana ketika individu saling
berinteraksi dengan dirinya sendiri dan juga dengan orang lain dengan
menggunakan simbol-simbol signifikan melalui gestur tubuh, bahasa
isyarat dan makna yang dipelajari di kelas bagi siswa difabel tunarungu.
Pada tahap ini Mind sudah meliputi berbagai kemampuan dalam
menggunakan simbol-simbol yang memiliki makna sosial yang sama.
Makna sosial sendiri tercipta saat proses interaksi yang melibatkan
Komunikasi antar Manusia dalam menciptakan makna yang sama dan
individu saling menjalin kesepakatan, pemahaman untuk menerapkan
makna saat melakukan interaksi sesama difabel Tunarungu.
Dalam pembahasan ini juga, interaksionalisme simbolik melihat
siswa difabel Tunarungu ketika melakukan pola interaksi sosial
menggunakan media bahasa isyarat SIBI dan BISINDO yang sudah
dipelajari siswa Difabel Tunarungu di SLB N Panti. Ketika melakukan
interaksi dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat SIBI dan BISINDO,
baik Guru dan Murid saling memahami apa-apa saja yang mereka
bicarakan, sehingga tujuan proses pola interaksi sosial tersebut tercapai.
Analisis diri self dalam pola interaksi Guru dan Murid, mead juga
beranggapan bahwasanya diri (self) sebagai langkah untuk
mengembangkan akal (mind). Self atau diri merupakan suatu kemampuan
untuk menerima diri sendiri sebagai suatu objek yang berasal dari orang
79
lain. Diri muncul lalu berkembang dengan aktivitas interaksi sosial dengan
orang lain. Dalam proses melihat diri sendiri melalui sudut pandang orang
lain merupakan salah satu cara yang efektif bagi difabel tunarungu untuk
masuk kedalam tatanan sosial karena dengan itu individu akan mampu
untuk menilai kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya.70
Diri melihat bagaimana Siswa berkomunikasi dan berinteraksi
dengan Guru disekolah. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas
dan antar hubungan sosial. Konsep diri yang diterapkan anak Tunarungu
ketika berada dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah. George
Herbert Mead memiliki konsep “i” dan “me”, hal ini sesuai dengan
temuan penelitian yang sudah ditemukan bahwa anak tunarungu akan tetap
melakukan interaksi komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat
sebagai “i” dan “me” baik dengan Gurunya maupun dengan sesama
Difabel Tunarungu.
Pada analisis Sosial Society yang merupakan konsep terakhir dari
gagasan Mead yang disebutkan bahwa makna akan timbul berdasarkan
interaksi dan akan terus berkembang dan disempurnakan selama proses
interaksi berlangsung.
Sekolah SLB N Panti yang berada dilingkungan masyarakat dan
didalam StrukturSosial, hal ini tidak dapat kita pungkiri, Pendidikan
adalah jalan untuk seseorang menambah ilmu pengetahuan. Untuk
selanjutnya bagi difabel Tunarungu mereka yang mengenyam bangku
Sekolah bisa berbaur dengan lingkungan masyarakat lainnya.
70 Bernard Raho. Teori Sosiologi Modren. Yogyakarta: Moya zam-zam edisi revisi. 2021,
hal. 126-134_diunduh
80
Hal yang masih tidak bisa kita pungkiri adalah, keberadaan anak
dengan kebutuhan khusus kadang kala masih dianggap sepele oleh orang
yang kurang memahaminya, menurut pengertian setiap individual ini
masyarakat mempengaruhi keberlangsungan mereka, memberikan
kemampuan melalui kritik diri, untuk mengandalkan diri mereka sendiri.
Ada berbagai macam pandangan dan tanggapan masyarakat sekitar
mengenai keberadaan anak difabel tunarungu dilingkungan mereka. Tetapi
sebetulnya, anak Tunarungu hanya perlu diperhatikan melalui
pemberdayaan menerima segala kekurangan yang dimilikinya dan saling
melengkapi sikap toleransi terhadap anak tunarungu.
77
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis seluruh data yang sudah ditentukan saat
penelitian dilakukan di SLB N Panti, sekolah yang menyediakan tempat
bagi anak-anak yang mengalami masalah perkembangan mental secara
fisik seperti Difabel Tunarungu untuk melanjutkan pendidikan dan
menuntut ilmu untuk mengembangkan potensi mereka dalam belajar dan
berbaur dengan orang yang berada di lingkungan sosialnya, akan tetapi
dengan adanya layanan pendidikan tersebut sangat membantu mereka
dalam mengembangkan potensi mereka, karena dengan sekolah bagi siswa
difabel sangat membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan
yang kreatif, serta berfikir intelektual untuk melayani diri seperti anak
normal pada umumnya.
Setelah melakukan penelitian yang berjudul “Pola Interaksi Sosial
Studi Kasus Siswa Difabel Tunarungu Tingkat SDLB di SLB N Panti
Kabupaten Pasaman” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1. Pola interaksi yang dilakukan Guru dengan Siswa Tunarungu saat
proses belajar mengajar dikelas seperti, Pola interaksi dan
berkomunikasi saat proses belajar mengajar dan berinteraksi
menggunakan metode BISINDO atau Bahasa Isyarat.
5.1.2. Upaya yang ditimbulkan interaksi sosial Siswa Tunarungu dengan
Guru dalam proses belajar mengajar yaitu, siswa didik tunarungu
78
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan mereka siswa tunarungu
memiliki sifat egois dan emosional yang tinggi.
5.1.3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Guru terhadap Interaksi
Sosial Siswa Tunarungu di SLB N Panti adalah, keterbatasan
mereka siswa tunarungu menggunakan bahasa yang verbal dan
sering juga terjadi miscommunication, dalam proses belajar
mengajar yang berlangsung saat melakukan pola interaksi dalam
pembelajaran dengan siswa tunarungu tidak dapat memproses
informasi secara cepat ketika proses pembelajaran di kelas
berlangsung, selain itu juga siswa tunarungu mengalami
keterbatasan bahasanya. Karena bahasa merupakan alat
komunikasi manusia yang sangat penting, karena melalui bahasa
manusia dapat berinteraksi dengan manusia yang berada
dilingkungan sekitarnya, selain itu juga bahasa merupakan kunci
yang sangat penting dalam menguasai ilmu pengetahuan karena
saat berinteraksi dengan bahasa disana ditemukan proses
pertukaran antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya.
5.1.4. Kendala yang dihadapi Siswa Tunarungu di SLB N Panti.
Sesuai yang sudah ditemukan, fasilitas bagi siswa
Tunarungu masih kurang, terlihat pada Asrama yang masih
kurang Ruang belajar dan persediaan buku-buku di
perpustakaan masih kurang.
79
5.2. Kritik dan Saran
berdasarkan kritik dan saran yang dapat diberikan terhadap
penelitian mengenai Pola Interaksi Sosial Siswa difabel Tunarungu tingkat
SDLB di SLBN Panti Kabupaten Pasaman sebagai berikut:
5.2.1. Diharapkan kepada pihak sekolah di SLB N Panti Kabupaten
Pasaman dapat menhadirkan media pembelajaran yang lebih
bervariasi agar tujuan suatu pembelajaran bagi siswa tunarungu
dapat tercapai secara maksimal.
5.2.2. Diharapkan pada Guru di SLB N Panti, pemerintahan dinas
pendidikan provinsi dan Kabupaten untuk saling bersinergi dalam
memperhatikan dan menyediakan fasilitas layanan belajar bagi
siswa difabel Tunarungu di SLB N Panti.
5.2.3. Diharapkan pada Guru Pengajar Difabel Tunarungu Agar lebih
memotivasi siswanya, memberikan sikap cerdas dalam memahami
kemajuan IPTEK dan membangkit semangat juang dalam proses
pembelajaran.
5.2.4. Diharapkan adanya penambahan kelas, fasilitas penunjang bagi
siswa tunarungu agar siswa dengan tingkat difabel yang berbeda
dapat dipisahkan sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung
sesuai yang siswa difabel lain butuhkan dan mereka dapat belajar
dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi.2002.Psikologi Sosial. Jakarta: Rinneka Cipta.
Abu Ahmadi. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rinneka Cipta.
Al-hafid, Syamsul Bahri.2018.Pola Komunikasi Antar Pribadi Guru dan
Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Menumbuhkan Kemandirian.
(Studi di SLB Tunas Harapan Balai Kembang Luwu Timur). Ilmu
Komunikasi. Fakultas Dakwan dan Komunikasi: Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Bernard Raho. Teori Sosiologi Modren. Jakarta: (prestasi pustaka, 2007),
hal.106.(diunduh PDF, 29-03-2021)
Bernard Raho.2021. Teori Sosiologi Modren. Yogyakarta: Moya zam-zam
edisi revisi., hal. 126-134_diunduh
Burhan Bugin. 2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group,
Gunawan, Ary, H. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-penyandang-
disabilitas-di-indonesia-menurut-kementerian-sosial
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Decl
aration_of_the_Rights_of_the_Child&hl=id&sl=en&tl=id&client=
srp&prev=search
https://dosensosiologi.com/faktor-hubungan-sosial/
https://journal.unnes.ac.id/sju/indek/epj.diunduh.
http://lib.uin-malang.ac.id/?=th_detail&id.diunduh.
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019
https://ham.go.id/2020/03/06/upaya-memenuhi-hak-penyandang-
disabilitas/
Kamanto sunarto.1993. Pengantar Sosiologi. Medan: FISIP USU,
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Situasi PenyandangPenyandang
Disabilitas. Dalam Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan
Semester II. Jakarta: Tim Redaksi.
Lexy J Moloeng. 2004. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Loreman,T., Deppeler, J. & Harvey, D. 2005.Inclusive Education: a
Practical Guide to Supporting Diversity in the classroom.
Australia: Allen & Unwin.
MM Shinta Pratiwi, 2011.Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Semarang: Semarang University Press.
M. Syaghilul Khoir, 2021. Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB B
FROBEL Montessari. Jakarta Timur_diunduh. Hal, 71
Murni Winarsih. 2007.Intervensi Bagi Anak Tunarungu Dalam
Memperoleh bahasa. Jakarta: Depdiknas.
Muslih Aris Handayani,Komunikasi Anak Tunarungu dengan Bahasa
Isyarat di SLB B YakutPurwoketo. Diunduh_2021. Hal. 219
Nana Syaodih Sukmadinata. 2010. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
Nana Sujana. 1992. Menyusun Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru,
Nengah Bawa Atmadja;Luh Putu Sri Ariyani. 2018. Sosiologi Media. PT
RajaGrafindo, Depok
Nurani Sayomukti. Soerjono Soekanto: Sosiologi.2010.Pengantar
Sosiologi:Dasar-dasar Analisis, Teori & Pendekatan Menuju
Masalah Sosial. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Olivia, stella. 2017.Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Partanto dan M. Dahlan Al barry. 1994.Kamus Ilmiah populer. Surabaya:
Arloka.
Philipus. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Prof. Dr. Emzir, M.pd. 2012. Metedologi Penelitian Kualitatif: Analisis
Data. Jakarta: Rajawali Pers,
SLB N 1Panti. 2020-2021. SK Tim Pengembang Kurikulum (TPK).
SLB N 1, 2021. Panti_
SLB N 1, 2021. Panti_
SLB N 1, 2021. Panti_
SLB N 1, 2021. Panti_
Soederadjat. 2005.Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Peningkatan Pendidikan Mutu melalui implementasi. Bandung:
Remaja Rosdkarya.
Sri Sudarmi, W.indriyanto, 2009.sosiologi pengantar SMA. Jakarta:
Depertemen Pendidikan Nasional.
Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta,
Suparno, 2001. Pendidikan Anak Tunarungu. UNY: Jurusan pendidikan
Luar Biasa.
Suparno. 2007.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Dirjen
Dikti Depdiknas.
Yanuar umi solikhatun. 2013. Penyesuaian Sosial Pada Penyandang
Tunarungu di SLB Negeri Semarang. Educational
Psychologyjournal.
Wawancara. 10 April 2021. RH dengan Kepala Sekolah Rasmita, S.pd.
Wawancara Via Whatsapp,15-05-2021. RH dengan Rasmita.
Wawancara, kesiapan guru pendidik. RH dengan Rasmita
Wawancara, Sarana dan Prasarana. RH dengan Rasmita
Wawancara RH dengan Esrawati, S.Pd
Wawancara. 12 Juli 2021. RH dengan Kepala Sekolah Rasmita, S.pd.
Wawancara. 18 Juli 2021. RH dengan Kepala Sekolah Rasmita, S.pd.
Wawancara RH dengan Esrawati, S.Pd
Yanuar umi solikhatun. 2013. Penyesuaian Sosial Pada Penyandang
Tunarungu di SLB Negeri Semarang. Educational
Psychologyjournal.
LAMPIRAN
Dokumentasi
1.1.Gambar Halaman Luar SLB N Panti
1.2.Gambar Halaman dalam SLB N Panti
1.3.Gambar Ruangan Asrama
1.4.Gambar Ruangan TU dan Praktek Komputer SLB N Panti
1.5.Gambar Suasana Belajar mengenali Pola Interaksi dengan Lingkungan
Sosial
1.6.Gambar Piagam penghargaan SLB N Panti
1.7.Gambar Wawancara dengan kepala Sekolah SLB N Panti dan wawancara
dengan Guru pendidik Siswa Difabel Tunarungu
1.8.Gambar Sesi Foto bersama bersama Guru Pendidik SLB N Panti
Kabupaten Pasaman setelah hari terakhir penelitian.