pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah...
TRANSCRIPT
POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH TABLIGH
( Studi Kasus Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Rizza Maulana Bahrun
NIM: 1110051000187
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
i
ii
ASBTRAK
Rizza Maulana Bahrun
1110051000187
Pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah tabligh (studi kasus jama’ah
tabligh kebon jeruk)
Komunikasi tatap muka ini, terdapat hubungan yang lebih intens. Ini
menjadi kelebihan komunikasi dalam komunitas Jama’ah Tabligh. Dimana
jama’ah mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah disampaikan dan
dapat menimbulkan umpan balik (feed back) pada diri jama’ah. Kondisi ini
semakin diperkuat dengan sistem halaqah, dimana kelompok yang didakwahkan
adalah kelompok kecil. Jumlah anggota setiap halaqah bisa sekitar 20 sampai
dengan 30 orang, bahkan dalam kegiatan tertentu jumlahnya bisa di bawah dari 10
orang. Interpersonal dalam konteks Jama’ah Tabligh diistilahkan dengan
“Dakwah”, dimana setiap mubaligh menyampaikan nasihatnya ke dalam halaqah
dan jaulah. Komunikasi ini akan berlangsung secara tatap muka dimana setiap
orang menangkap reaksi orang lain secara langsung. Metode yang dikembangkan
adalah metode dialog, dimana jama’ah atau dalam hal ini yang berlaku sebagai
murid bersifat responsif, mereka bisa mengajukan pendapat dan mengajukan
pertanyaan diminta atau tidak diminta.
Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada
mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada tahun 1926 di
Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawy bin Maulana
Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh pendirinya. Ia merupakan ke-
turunan dari keluarga alim dan ahli agama di Mewat. Strategi dakwah merupakan perpaduan, metode dan taktik untuk mencapai
tujuan dakwah. Dalam menvapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran
yang matang baik tehnik maupun taltik yang harus dilakukan seorang pendakwah.
Keyword: Komunikasi, Interpersonal, Jama’ah Tabligh, Dakwah dan Masyarakat
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua
makhluk-Nya. Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih
sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis
harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak
lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan
keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta
beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa
penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan
dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Ja-
karta.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,
M.Ag, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Dr. Rou-
dhonah, M. Ag., selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr.
Suhaimi, M. Si., selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.
iv
3. Masran, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Kemudian, Ibu Fita Faturrokhmah, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Komu-
nikasi dan Penyiaran Islam.
4. Drs, Azwar Chotib, M.Si., selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini
yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing
segala kesulitan yang dihadapi peneliti.
5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.
6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah men-
didik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan
dan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur
sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.
9. H. Abas beserta rekan-rekan yang telah bersedia menjadi subjek penelitian
dan telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti ditengah
kesibukan jadwalnya yang padat.
10. Ibunda Hj. Muhanah dan Ayahanda H. Bahrudin yang kasih dan sa-
yangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat anaknya
menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya, pengorba-
nannya, serta do’a selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho
v
Allah SWT dan diperpanjang umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-
Nya.
11. Kedua adik kandungku tersayang, Wardah Nurizzati dan Ahmad Muzaki
yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga
engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.
12. Dini Nurfalah yang terus menerus memotivasi dan mendo’akan penulis
selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh kesah, suka dan duka
peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan
dan selalu dalam rahmat Allah SWT.
13. Ahmad Riva’i dan Abdurrahman yang meluangkan waktunya untuk
menemani peneliti ke lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih ban-
yak.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti
ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan
adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala ke-
baikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.
Akhir kata, penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun
diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap
keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 07 Juli 2017
Rizza Maulana bahrun
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG
INTERPERSONAL ........................................................................ 14
A. Komunikasi Interpersonal ........................................................... 14
B. Komponen-komponen Interpersonal ........................................... 15
C. Ciri-ciri Interpersonal .................................................................. 16
D. Komunikasi Verbal dan Non Verbal ........................................... 19
E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal ..................................... 21
F. Model-model komunikasi interpersonal ..................................... 24
G. Faktor penghubung dan penghambat komunikasi....................... 26
BAB III GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH ........................... 29
A. Sejarah jama’ah tabligh ............................................................... 29
B. Visi, Misi dan Tujuan .................................................................. 34
C. Organisasai, Kepengurusan dan Fasilitas .................................... 34
D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh .................................................... 40
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS ............................................... 56
A. Pola Komunikasi Interpersonal dan Jama’ah Tabligh ............... 56
B. Wawancara Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk ................................. 59
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 66
A. Kesimpulan ................................................................................. 66
B. Saran ............................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umum pengurus
jama’ah tabligh kebun jeruk ..................................................... 64
Gambar 4.2. Peneliti melakukan wawancara dengan pengurus jama’ah
tabligh kebun jeruk ................................................................... 64
Gambar 4.3. Peneliti telah selesai melakukan wawancara dengan pengurus
jama’ah tabligh kebun jeruk ..................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah umat Islam dari tahun ke tahun dewasa ini terus
mengalami perkembangan yang baik. Dakwah tersebut ada yang
dilakukan secara individual, kelompok, bahkan organisasi. Salah satu
kelompok keagamaan yang aktif melaksanakan dakwah hingga
sekarang dengan berbagai cabang dan gerakannya yang tersebar di
seluruh Indonesia bahkan dunia adalah gerakan dakwah Jamaah
Tabligh.
Gerakan dakwah yang lebih dikenal dengan sebutan Jamaah
Tabligh kini telah menjadi gerakan dakwah Islam Internasional,
dimana pada mulanya, usaha dakwah ini muncul pertama kali di desa
terpencil di India, Kandahlah; sebuah usaha dakwah yang berangkat
dari kegelisahan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas akan keadaan umat
Islam yang semakin jauh dari yakin kepada Allah dengan
mengamalkan segala sunnah nabiNya, yang muncul pertama kali pada
tahun 1920-an. Syaikh Maulana Muhammad Ilyas adalah seorang sufi
(Ulama besar) dari tariqat Jitsytiyyah yang berakidah Maturidiyah dan
bermazhab Hanafiah yang lahir di desa Kandahlah sebuah desa di
Sahranfur India.
Signifikansi dakwah Jamaah Tabligh banyak diakui oleh
kalangan umat Islam di seluruh dunia. Indikator dari keberhasilan
2
dakwah tersebut dapat dilihat bahwa di sekitar tahun 2000, dimana
pengiriman jamaah biasanya dikelola dari masjid markaz di setiap kota,
namun pada 2007 telah mengalami pemekaran, dimana pengiriman
jamaah yang berangkat berdakwah telah rutin dikelola melalui
mantiqoh.1
Terlepas dari signifikansi pergerakan dakwah yang dilakukan
oleh jamaah Tabligh, terdapat banyak miskonsepsi yang berkembang di
tengah masyarakat di Indonesia. Miskonsepsi pertama ialah anggapan
bahwa jamaah tabligh melakukan ibadah haji ke Nizamuddin, sebuah
desa di Sahranfur India, pusat jamaah tabligh, sebuah masjid markaz
pada setiap harinyadihadiri oleh sekitar 20.000 anggota lebih. Konsepsi
pun berkembang bahwa Jamaah Tabligh telah berupaya memindahkan
pusat kebudayaan Islam (Makkah-Madinah) ke Nizamuddin.
Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan
melakukan beberapa wawancara kecil dengan mereka yang aktif di
Jamaah Tabligh, penulis menemukan bahwa Nizamuddin bukanlah
tempat pusat peradaban Islam, Nizamuddin hanyalah titik dimana
usaha dakwah sudah ditinggalkan oleh umat Islam dan kembali
dibangun oleh Maulana Ilyas dengan membawa semua warisan
Makkah-Madinah sebagai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
sebagai pedoman berorganisasi.
1 Markaz, merupakan istilah yang digunakan oleh jamaah tabligh untuk menyematkanmasjid yang dijadikan tempat penyambutan dan pengiriman jamaah. Sedangkan mantiqoh,merupakan pemetaan yang dikoordinir dari masjid markaz untuk pemfokusan area dakwahberdasarkan tempat tinggal atau domisili anggota jamaah tabligh.
3
Di Indonesia sendiri, Jamaah Tabligh berkembang dan dikenal
sejak tahun 1974. Ciri unik dari jamaah ini ialah keanggotaan yang
sama sekali tidak memiliki membership dan sebuah organisasi yang
sama sekali tidak memiliki kantor atau kantor pusat. Permasalahan lain
ialah nama Jamaah Tabligh yang sering disematkan kepada komunitas
ini. Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis, pada dasarnya
jamaah ini tidak pernah menamakan dirinya sebagai firqoh Jamaah
Tabligh. Selain nama Jamaah Tabligh, ada juga istilah-istilah lain yang
sering disematkan kepada mereka: ada yang menyebutnya jaulah2, ada
yang menyebutnya jamaah kompor3, bahkan ada juga yang
menyebutnya sebagai wahabi4.
Apapun konsepsi yang terbangun dan dipahami masyarakat,
sejauh penulis memahami tentang Jamaah Tabligh, mereka tidak
pernah melembagakan komunitas ini, tidak pernah pula menamakan
diri5 sebagai Jamaah Tabligh. Mereka akan selalu berkenalan dengan
sebutan umat Islam, umat Nabi Muhammad saw, yang berusaha
menghidupkan kembali usaha dakwah Rasulullah saw melalui pintu ke
pintu, sebagaimana dicontohkan oleh beliau saw.
Kembali pada signifikansi capaian dakwah sebagaimana telah
diungkapkan oleh penulis sebelumnya, ada banyak aspek sebagai
2 Diberi istilah jaulah yang memiliki arti keliling, dinisbatkan pada aktifitas JamaahTabligh yang sering berdakwah dengan berkeliling dari pintu ke pintu
3 Disebut jamaah kompor karena dalam perjuangan dakwah jamaah ini membawaperbekalan untuk hidup, termasuk perbekalan untuk memasak
4 Nisbat kepada kelompok salafi dengan ciri pakaian yang sama5 Hal yang dimaksud dengan menamakan diri di sini adalah mendeklarasikan nama
Jamaah Tabligh sebagai sebuah organisasi atau lembaga
4
pendekatan studi; mempelajari dakwah Jamaah Tabligh ini. Melalui
pendekatan sejarah kita dapat memahami bahwa terdapat rentang yang
sangat jauh antara jaman Rasulullah dengan umat Islam dewasa ini.
Padahal secara fitrah, manusia (dalam hal ini umat Islam) sangat
membutuhkan asupan ruhani melalui praktik-praktik keagamaan.
Jamaah Tabligh lantas hadir menawarkan sebuah alternatif, menjadi
prototipe dengan membawa kehidupan-kehidupan sunnah dan
kehidupan sahabat pada dimensi ruang saat ini, sehingga umat Islam
yang benar-benar merasakan contoh real yang dapat diikuti dan
dipraktikkan.
Melalui pendekatan komunikasi dapat dipahami bahwa
signifikansi capaian jamaah ini ialah terletak pada komunikasi
interpersonal yang ada di dalamnya, sehingga masyarakat (dalam hal
ini umat Islam) tertarik untuk berpartisipasi berkecimpung dalam
kegiatan dakwah yang sedikit banyak mengorbankan harta, waktu,
jiwa, dan raga ini. Bagi penulis, ini dianggap penting, karena
komunikasi interpersonal ini dapat membangun empati diri sehingga
kita mampu memahami hal-hal di sekitar kita bukan dengan tataran ego
yang kita miliki, tapi juga pemahaman mendalam keberadaan orang
lain. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan sebuah studi
pada jamaah tabligh dengan judul Pola Komunikasi Interpersonal
Dalam Jama’ah Tabligh.
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemikiran dalam latar belakang penelitian di atas,
dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Dewasa ini, orang Islam dengan orang Islam lain tidak saling
terbuka6, mennganggap firqohnya lebih baik daripada firqoh
lainnya, sehingga timbul rasa saling memusuhi
b. Dewasa ini, umat Islam kepada umat Islam lain saling
menjustifikasi kesalahan dalam praktik keagamaannya, melalui
pemahaman penggalan-penggalan cerita. Padahal, antara satu
dengan yang lainnya belum pernah saling kenal. Jika belum pernah
saling kenal, maka, bagaimana bisa satu dengan yang lainnya saling
bisa memahami.
c. Standar justifikasi akan nilai-nilai keagamaan dewasa ini hanya
dipahami secara pragmatis saja. Sehingga yang timbul adalah
tindakan saling menghina akan aktifitas-aktifitas keagamaan.
d. Dewasa ini, pendekatan-pendekatan keagaaman yang dilakukan
oleh para da'i banyak menekankan dengan cara nadziron7, sehingga
banyak umat Islam yang awam tidak tertarik memahami agamanya
secara kaffah.
e. Dewasa ini, perjuangan dakwah telah menjadi pragmatis strata
sosial, dimana yang berilmu dianggap memiliki pangkat yang lebih
6 Terbuka di sini maksudnya ialah welcome kepada saudara sesama Muslim.7Basyiron = pendekatan keagamaan dengan membawa kabar-kabar baik; nadziron =
pendekatan keagamaan dengan membawa ancaman
6
tinggi bagi mereka yang tidak berilmu, padahal Islam mengajarkan
kesetaraan
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah
Tabligh?
b. Apa efektifitas pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah
Tabligh?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan komunikasi,
khususnya pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah Tabligh.
2. Manfaat praktis
Sebagai pedoman bagi da’i untuk melakukan pola
komunikasi interpersonal dalam berdakwah
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pola komunikasi interpersonal dalam
Jama’ah Tabligh
b. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi interpersonal
dalam Jama’ah Tabligh
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif,
yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data
7
yang akurat berdasarkan fakta di lapangan disertai dengan wawancara
narasumber. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskritif analisis yaitu
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek penelitian adalah kelompok Jamaah Tabligh
sedangkan objeknya adalah pola komunikasi interpersonal Jamaah
Tabligh.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Markaz Tabligh Indonesia, Jl. Masjid
Kebon Jeruk No. 78P Rt 09 Rw. 05 Maphar, Tamansari Jakarta Barat.
Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan Maret-Juni 2017.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan
permasalahan, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti
melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatat
disebut observer yang diamati disebut observer. Dalam observasi ini,
peneliti terlibat dengan kegiatan kesehari-hari pengurus jama’ah
tabligh dengan jama’ah. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil
observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan,
8 Rachmat Krisyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh Praktis RisetMedia, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Organisasi,Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 69.
8
kejadian atau peristiwa, waktu, perasan. Alasan peneliti melakukan
observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau
kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran
terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran
tersebut.
2) Wawancara mendalam (indepth interview), yaitu mewawancarai dan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan secara langsung
dan berusaha menggali lebih dalam mengenai informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Wawancara Tatap Muka, beberapa kelebihan wawancara tatap
muka antara lain :
- bisa membangun hubungan dan memotivasi responden
- bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan,
menambah pertanyaan baru
- bisa membaca isyarat non verbal
- bisa memperoleh data yang banyak
Kekurangannya adalah :
- membutuhkan waktu yang lama.
- biaya besar jika responden yang akan diwawancara berada di
beberapa daerah terpisah.
- responden mungkin meragukan kerahasiaan informasi yang
diberikan.
9
- pewawancara perlu dilatih
- bisa menimbulkan bias pewawancara
- responden bisa menghentikan wawancara kapanpun.
b. Wawancara via phone, kelebihan dari wawancara model ini adalah:
- biaya lebih sedikit dan lebih cepat dari warancara tatap muka,
- bisa menjangkau daerah geografis yang luas,
- anomalitas lebih besar dibanding wawancara pribadi (tatap
muka).
Kelemahan :
- isyarat non verbal tidak bisa dibaca.
- wawancara harus diusahakan singkat.
- nomor telpon yang tidak terpakai bisa dihubungi, dan nomor
yang tidak terdaftar pun dihilangkan dari sampel.
3) Kepustakaan, dilakukan dengan membaca sejumlah buku, hasil
penelitian, situs internet, dan bahan kuliah yang ada relevansinya
dengan masalah yang akan diteliti. Studi kepustakaan ini di maksudkan
untuk memperoleh teori, konsep, maupun keterangan-keterangan yang
diperlukan dalam penelitian ini.
5. Informan Penelitian, dalam penelitian ini digunakan teknik pemilihan
sampel purposive sampling yaitu memilih informan yang dianggap paling
tahu tentang apa yang diteliti dan dapat memberikan informasi sesuai yang
diharapkan sesuai fakta lapangan.
10
6. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang mengutip dari buku
Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Lexy J. Moleong adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
diceritakan kepada orang lain.9 Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif yang dikemukakan Whitney yakni
mencari fakta dengan interpretasi yang tepat.10
7. Teknik Penulisan
Dalam penulisan deskripsi ini, penulis berpedoman pada buku
Pedoman penulisan karya ilmiah UIN (Skripsi, Disertasi dan Tesis) yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.11
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan proposal skripsi ini telah dilakukan tinjauan pustaka,
dan peneliti terinspirasi pada beberapa penelitian berikut:
1. Penelitian pertama diadakan oleh Ibnu Satyahadi, Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah, dengan judul penelitian Kegiatan Khuruj dan Dinamika
Keluarga Jamaah Tabligh. Penelitian tersebut berjenis penelitian
9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif (Edisi Revisi), (Bandung: RemajaRosdakarya, 2009) h. 248.
10 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-RUZMEDIA, 2011), h. 201.
11 Hamid Nasuhi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi,(Jakarta, Ceqda, 2007)
11
deskriptif kualitatif, dimana penulis melakukan pengumpulan data
primernya melalui observasi, wawancara, dan dokumenter (teknik
triangulasi data). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
meskipun melakukan khuruj fi sabilillah, jamaah tabligh tetap
melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban suami Istri dengan cara: (1)
melakukan differensiasi peranan; (2) alokasi ekonomi; (3) alokasi
solidaritas; dan (4) integrasi peranan yang terus dilakukan secara
kontinuitas demi menjaga keutuhan keluarga dan usaha dakwah.
2. Penelitian kedua ialah penelitian yang diadakan oleh Lukman Khomeini,
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan judul
penelitian Cerminan Surat al-Ma'arij dalam Usaha Dakwah Jamaah
Tabligh Markaz Tanjung Anom Surakarta. penelitian ini bersifat penelitian
lapangan dengan pendekatan observasi dan wawancara. Dalam
penelitiannya, Khomeini menjelaskan bahwa dalam jamaah tabligh, amir
jamaah selalu memberi himbauan kepada jamaah untuk selalu bersabar
dalam melakukan usaha dakwah. Sikap sabar tersebut selalu dinisbatkan
pada kesejarahan kehidupan shohabiyah dalam beriman, berIslam, dan
berihsan hingga membentuk sebagai umat terbaik sepanjang masa.
Adapun penelitian ini akan menitikberatkan pada telaah terhadap
komunikasi interpersonal Jamaah Tabligh yang telah membentuk pemahaman
diri para Jamaah dan berefek kepada implementasi sikap terhadap orang lain.
Peneliti akan menggunakan pengalaman yang terpapar dalam penelitian
terdahulu sebagai dasar analisis, yakni pada bentuk dakwah dan komunikasi
12
dakwah Jamaah Tabligh. Sedangkan komunikasi interpersonal menjadi
perbedaan dari penelitian sebelumnya.
F. Sistimatika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Pembatasan dan perumusan masalah
C. Tujuan dan manfaat penelitian
D. Metodologi Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Sistematika penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi interpersonal
B. Komponen komunikasi interpersonal
C. Ciri-ciri komunikasi interpersonal
D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal
E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal
F. Model-model Komunikasi Interpersonal
G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi
BAB III : GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH KEBUN
JERUK
A. Sejarah Jama’ah Tabligh
B. Visi, Misi dan Tujuan
13
C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas
D. Ajaran dasar Jama’ah Tabligh
BAB IV : HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh
B. Wawancara dengan Jama’ah Tabligh
C. Efektifitas Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah
Tabligh
BAB V : PENUTUP
D. Kesimpulan
E. Saran
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Komunikasi Interpersonal
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicare yang
berasal artinya memberitahukan dan berasal dari bahasa Inggris
communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide,
gagasann, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Komunikasi
adalah konsep pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti
dari komunikasi kepada komunikan dengan tujuan tertentu.12
Menurut Joseph A. Devito, komunikasi interpersonal didefinisikan
sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau
di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika.13 Gitosudarmo dan Agus Mulyono memamparkan
bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terbentuk tatap
muka, interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan nonverbal, serta saling
berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar
individu di dalam kelompok kecil. Dalam pengertian ini tidak diberikan
batasan mengenai kelompdiok kecil dalam jumlah yang ditentukan.
Selanjutnya Deddy Mulyana menyebutkan bahawa komunikasi
interpersonal/komunikasi antarpribadi berarti komunikasi anatara orang-orang
secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
12 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 213 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
hal. 142
15
orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ia
menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi
diadik yang melibatkan hanya dua orang. Komunikasi demikian menunjukkan
pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka
saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun nonverbal secara
simulasi dan spontan. 14
Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahawa
komunikasi interpersonal merupakan kemonukasi verbal dan nonverbal
anatara dua orang atau sekelompok kecil orang secara langsung (tatap muka)
diserai respon yang dapat segera diketahui (instan feedback).
B. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal
Berikut ini merupkan komponen-komponen yang berperan dalam
komunikasi interpersonal15:
1) Komunikator, yaitu orang yang menciptakan, memformulasikan, dan
menyampaikan pesan.
2) Encoding, yaitu tindakan komunikasi memformulasikan isi pikiran ke
dalam simnol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator
merasa yakin dengan pesan yang di susun dan penyampaiannya.
3) Pesan, merupakan hasil encoding berupa informasi, gagasan, ide, simbol,
atau stimuli yang dapat berupa pesan verbal maupun nonverbal.
14 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi..., (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 8115 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 7-10
16
4) Saluran/Media, yaitu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada komunikan yang dapat berupa media cetak,
audio, maupun audiovisual.
5) Komunikasi, yaitu orang yang menerima pesan, mengalisis, dan
menafsirkan pesan tersebut sehingga memahami maknanya.
6) Decoding, merupakan proses memberi makna dari pesan diterima.
7) Umpan Balik, merupakan respon/tanggapan/reaksi yang timbul dari
komunikasi setelah pesan.
8) Gangguan, merupakan komponen yang mendistorsi (menyebabkan
penyimpangan/kekeliruan) pesan. Gangguan dapat bersifat teknis
maupun semantis.
9) Konteks Komunikasi, konteks dimana komunikasi itu berlangsung yang
meliputi konteks ruang, waktu, dan nilai.
C. Ciri-ciri komunikasi Interpersonal
Berikut ini merupakan ciri-ciri komunikasi interpersonal.16
1) Arus pesan dua arah
Arus pesan secara dua arah ini berlangsung secara berkelanjutan.
Komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat,
komunikator dapat berubah peran sebagai penerima pesan maupun
sebaliknya.
16 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 14-16
17
2) Suasana nonformal
Komunikasi interpersonal yang terjalin biasanya berlangsung dalam
suasana nonformal dan pendekatan pribadi.
3) Umpan balik segera
Karena komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap muka, maka
umpan balik dapat diketahui dengan segera. Komunikan segera
memberikan respon secara verbal beruapa kata-kata atau nonverbal
mislanya pendangan mata, raut muka, anggukan, dan sebagainya.
4) Peserta komunikasi berada dalam jarak dekat
Jarak dekat yang dimaksud yaitu fisik (peserta komunikasi saling
bertatap muka dalam satu lokasi) maupun psikologis (menunjukkan
hubungan keintiman antar-individu)
5) Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal
Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta
komunikasi berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan
penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling
mengisi, saling memperkuat, sesuai tujuan komunikasi.
Sementara itu, Judy C. Pearson menyebutkan enam ciri-ciri
komunikasi interpersonal, yaitu:
1. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi. Artinya proses
penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain berangkat dari
diri sendiri.
18
2. Komunikasi interpersonal bersifat traksional, artinya komunikasi
interpersonal bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal
balik dan berkelanjutan.
3. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek asi pesan dan hubungan
antarpribadi artinya keefektifan komunikasi interpersonal tidak hanya
ditentukan oleh kualitas pesan, tetapi juga ditentukan oleh kadar antar-
individu.
4. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara
pihak-pihak yang berkomunikasi, apabila pihak-pihak yang
berkomunikasi ini saling bertatap muka, maka komunikasi interpersonal
lebih aktif.
5. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang
berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdepensi). Hal
ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah
emosi, sehingga saling ketergantungan emosional antara pigak-pihak
yang berkomunikasi.
6. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang artinya apa
yang telah diucapkan tidak bisa dihapus atau diulang. Apabila terlanjur
salah ucap, walau dapat meminta maaf dan diberi maaf tetapi tidak
berrati menghapus apa yang telah diucapkan.
19
D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal
1) Komunikasi Verbal
Menurut Steart dan D’angelo, komunikasi verbal adalah
komunikasi dengan cara menyampaikan kata-kata atau pesa secara lisan
maupun tertulis. 17 Komunikasi lisan ialah proses pengiriman pesan
dengan bahasa lisan, sedangkan komunikasi tertulis adalah komunikasi
dengan penyampaian pesan secara tertulis.18
Komunikasi lisan dan tertulis sama-sama mempunyai keuntungan.
Komunikasi lisan mempunyai keutungan sebagai berikut:
a. Aspek kecepatan, artinya ketika kita melakukan komunikasi
denganorang lain, pesan dapat disampaikan dengan segera.
b. Muculnya umpan balik segera, artinya penerima pesan dapat dengan
segera memberikan tanggapan dari pesan yang diterima.
c. Memberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk mengendalikan
situasi, artinya pengirim pesan dapat melihat keadaan penerima
pesan pada saat komunikasi berlangsung.
Sedangkan keuntungan dari komunikasi tertulis, sebagai berikut:
a. Bersifat permanen, karena pesan-pesan disampaikan secara tertulis
b. Catatan-catatan tertulis mencegah terjadinya penyimpangan terhadap
interprestasi gagasan-gagasan yang dikomunikasikan.
17 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 14518 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 22
20
2) Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal menurut Arni Muhammad yaitu pertukaran
pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan dengan simbol,
bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, vocal yang buakn kata-kata
(mengerutu, menggertak, bersiul, dan sebagainya), kontak mata, ekspresi
wajah, kedekatan jarak, sentuhan, perasaan dan sebagainya.19
Komunikasi nonverbal dapat dilakukan dengan cara berikut ini:20
a. Ekspresi wajah. Menurut Leathers, wajah dapat mengkomunikasikan
ekspresi senang/tidak senang, berminat/tidak berminat, ada tidaknya
pengertian, intensitas keterlibatan dalam situasi kominikasi, dan
tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri
b. Senyuman dapat bermakna, sapaan, simpati, mengejek, tidak
mempercayai, dan lain-lain.
c. Pendangan mata, untuk mengekspresikan ragu-ragu, cemas, takut,
iri, cemburu, terharu, marah, dan sebagainya.
d. Gestural/Gerak sebagian anggota badan, misalnya memuji dengan
mengacungkan ibu jari, meletakkan telunjuk di bibir himbauan untuk
diam, melambaikan tangan untuk memanggil teman,
mengganggukkan kepala menandakan paham, menggaruk kepala
ketika bingung, membelai kepala anak kecil tanda kasih sayang,
menggigit bibir ketika cemas, memukul tembok ketika marah, dan
lain-lain.
19 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 14620 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 154-172
21
e. Postural/Keseluruhan anggota badan, postur tubuh condong ke arah
yang diajak berbicara menunjukkan kesukaan/penilian positif, postur
tubuh bergerak dinamis mengikuti irama pembicara menadakan
adanya respon positif, dan sebagainya.
f. Haptika/Sentuhan, misalnya untuk menjaga hubungan baik dengan
menepuk pundak dan mengelus rambut, untuk menjaga hubungan
sosial dengan berjabat tangan dan menyentuh lengan atas.
g. Artifaktual/Penampilan fisik, misalnya dengan berpakaian rapi,
memakai assesoris, parfum, sepatu bersih, rambut rapi ketika akan
bertamu.
h. Spasial/Jarak, menurut Hall, jarak 45 cm/kurang menandakan
hubungan intim, jarak 45-120 cm menandakan hubungan pribadi,
jarak 120-360 cm menandakan hubungan sosial, jarak lebih dari 360
cm menandakan hubungan publik/bersifat umum.
i. Dian, mengisyaratkan serisu, marah, frustasi, tdiak percaya dengan
apa yang terjadi, dan lain-lain.
E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal
Untuk menciptakan keberhasilan komunikasi interpersonal, perlu
dikembangkan sikap-sikap positif sebagai berikut.21
1. Membuka pintu komunikasi, misalnya dengan cara lambaian tangan,
senyum yang tulus dan simaptik, mengucapkan kata sopan, mengajak
21 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 23-24
22
berjabat tangan, menanyakan keadaan, meminta-minta maaf dan permisi,
dan mengucapkan terima kasih.
2. Sopan dan ramah dalam berkomunikasi tidak hanya dalam berbicara,
tetapi juga dalam berpenampilan.
3. Jangan sungkan meminta maaf apabila melakukan kesalahan. Dengan
begitu kita menaruh rasa hormat pada orang yang diajak berbicara, dan
pada gilirannya kita akan dihormati pula.
4. Penuh perhatian, hal ini dapat diketahui dari seberapa jauh komunikator
mengetahui karakteristik komunikan atau seberapa jauh wali kelas
menghafal nama-nama saiswa, apa yang disukai atau tidak, dan lain-lain.
5. Bertindak jujur dan adil. Hal ini akan mengantarkan komunikator pada
keprofesionalan karena keujuran meruapakan prinsip profesional yang
penting.
Menurut Devoti, lima sikap positif yang harus dipersiapkan dalam
komunikasi interpersonal yaitu. 22
1. Keterbukaan (openness) merupakan sikap bisa menerima masukan dari
orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada
orang lain tersebut, sehingga ada ketersediaan membuka diri untuk
mengungkapkan informasi. Kualitas keterbukaan mengacu pada
sedikitnya tiga aspek dari komunikasi intereprsonal. (a) Kominakator
interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya
berinteraksi. (b) mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi
22 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 82-84
23
secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak
kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan
yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi secara terbuka
terhadap apa yang diucapkan. (c) Menyangkut “kepemilikan” perasaan
dan pikiran. Terbuka dalam penegrtian ini adalah mengakui bahwa
perasaan dan pikiran yang seseorang lontarkan adalah memang miliknya
dan orang tersebut bertanggung jawab atasnya.
2. Empati (empathy) merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan
seadainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang
dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan
memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain. Orang yang
empatik mampu memmahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk
masa mendatang. Seseorang dapat mengkomunikasikan empati baik
secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, yaitu dengan
memperlihatkan (a) keterlibatan aktif dengan orang itu melalaui ekspresi
wajah dan gerak-gerik yang sesuai (b) konsentrasi terpusat meliputi
kontrak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik,
serta (c) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3. Dukungan (supportiveness) merupakan hubungan interpersonal yang
efektif antara orang satu denga orang lain, memiliki komitmen untuk
mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu
respon bersifat spontan, dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit.
24
4. Perasaan positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan
perilaku. Perasaan positif ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai
orang lain, berfikir positif terhadap orang lain, tidak menaruh curiga
berlebihan, meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan
penghargaan, dan komitmen menjalin kerja sama.
5. Kesetaraan (equality) berarti harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-
masing pihak saling memerlukan. Kesetaraan berarti kita menerima pihak
lain. Kesetaraan meliputi penempatan diri setara dengan orang lain,
menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda, mengakui pentingnya
kehadiran orang lain, tidak memaksakan kehendak, komunikasi dua arah,
saling memerlukan, serta suasana komunikasi akrab dan nyaman.
F. Model-model Komunikasi Interpersonal23
1. Model Linier (Komunikasi Satu Arah)
Komunikasi mengalir hanya dalam satu arah, yaitu dari pengirim
seseorang kepada orang lain. Ini berarti bahwa tidak pernah mengirim
pesan dan hanya menyerap secara pasif apa yang sedang dibicarakan
seperti mengangguk, cemberut, tersenyum, tampak bosan atau tertarik,
dan sebagainya.
Model linier juga keliru dengan mewakili komunikasi sebagai
urutsan tindakan dimana satu langkash (mendengarkan) mengikuti
langkah sebelumnya (berbicara). Dalam interaksi yang sebenarnya,
23 Julia T. Wood Interpersonal Communication..(Autralia Wadswoth, 2010), hal. 16-18
25
bagaimana berbicara dan mendengarkan sering terjadi secara bersamaan
atau mereka tumpang tindih. Setiap saat dalam proses komunikasi
interpersonal, peserta secara bersamaan mengirim dan menerima pesan
dan beradaptasi satu sama lain.
2. Model Interaktif (Komunikasi Dua Arah)
Komunikasi sebagai sebuag proses dimana pendengar memberikan
umpan balik, yang merupakan tanggapan terhadap pesan. Dalam
pemebalajaran siswa memberikan umpan balik/tanggapan terhadap pesan
yang disampaikan.
Meskipun model interaktif merupakan perbaikan atas model linier,
model interaktif ini masih menggambarkan komunikasi sebagai proses
yang lain adalah penerima. Pada kenyataannya, semua orang yang
terlibat dalam komunikasi mengirim dan menerima pesan.
Model interaktif juga gagal untuk menangkap sifat dinamis dari
komunikasi interpersonal bahawa cara berkomunikasi berubah dari waktu
ke waktu.
3. Model Transaksional (Komunikasi Banyak Arah)
Model transaksional komunikasi intrepersonal menekankan
dinamika komunikasi interpersonal dan peran ganda orang yang terlibat
dalam proses tersebut. Model transaksional junga menjelaskan bahwa
komunikasi terjadi dalam sistem yang mempengaruhi apa dan bagaimana
orang berkomunikasi dan apa yang diciptakan. Sistem-sistem, atau
konteks, termasuk sistem bersmaa dari komunikator.
26
Sebaliknya, kedua orang didefinisikan sebagai komunikator yang
berpartisipasi sama dan sering bersamaan dalam proses komunikasi. Ini
berarti bahwa pada saat tertentu dalam komunikasi, Anda dapat
mengirim pesan (berbicara atau mengangguk kepala), menerima pesan,
atau melakukan keduanya pada saat yang sama (menafsirkan apa yang
dikatakan seseorang ketika noding untuk menujukkan Anda tertarik).
G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi
Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat mendukung atau malah menghambat keberhasilan komunikasi
interpersonal tersebut. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi
interpersonal diuraikan sebagai berikut. 24
1. Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi dilihat
dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan, sebagai berikut:
a. Komunikator memiliki kredibiltas/kewibaan yang tinggi, dan tarik
fisik maupun nonfisik yang mengundang simpati, cerdas dalam
mengalisis suatu kondisi, memiliki integritas/keterpaduan antara
ucapan dan tindakan, dapat dipercaya, mampu memahami situasi di
lingkungan kerja, mampu mengendalaikan emosi, memahami
kondisi psikologis komunikasi, bersikap supel, ramah, dan tegas,
serta mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia
berbicara.
24 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 15-18
27
b. Komunikan memiliki pengetahuan yangluas, memiliki kecerdasan
menerima dan mecerna pesan, bersikap ramah, supel, dan pandai
bergaul, memahami dengan siapa ia berbicara, bersikap bersahabat
dengan komunikator.
c. Pesan komunikasi dirancang dan disampaikan sedemikian rupa,
disampaikan secara jelas sesuai kondisi dan situasi, lambang-
lambang yang digunakan dapat dipahami oleh komunikator dan
komunikan, dan tidak menimbulkan multi interprestasi/penafsiran
yang berlainan.
2. Faktor Penghambat
Faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi adalah sebagai
berikut:
a. Komunikator komunikator gagap (hambatan biologis) komunikator
tidak kredibel/tidak berwibawa dan kurang memahami karakteristik
komunikan (tingkat pendidikan usia, jenis kelamin, dan lain-lain)
atau komunikator yang gugup (hambatan psikologis), perempuan
tidak bersedia terbuka terhadap lawan bicaranya yang laki-laki
(hamabatan gender)
b. Komunikasi yang mengalami gangguan pendengaran (hambatan
bilogis), komunikan yang tidak berkonsetrasi dengan pembicara
(hambatan psikologis), seorang perempuan akan tersimpu malu jika
membicarakan masalah seksual dengan seorang lelaki (hamabatan
gender)
28
c. Komunikator dan komunikan kurang memahami latar belakang
sosial budaya yang berlaku sehingga dapat melahirkan perbedaan
persepsi.
d. Kominator dan komunikan saling berprangka buruk yang dapat
mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan.
e. Komunikasi berjalan satu arah dari komunikator ke komunikan
secara terus menerus sehingga komunikan tidak meiliki kesmepatan
meminta penjelasan.
f. Komunikasi hanya berupa penjelasan verbal/kata-kata sehingga
membosankan.
g. Tidak digunakan media yang tepat atau terdapat masalah pada
teknologi komunikasi (microphone, telepon, power point, dan lain
sebagainya).
h. Perbedaan bahasa sehingga menyebabkan perbedaan penafsiran pada
simbol-simbol tertentu.
29
BAB III
GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH KEBUN JERUK
A. Sejarah jama’ah tabligh
Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang
pada mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada
tahun 1926 di Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas
Kandahlawy bin Maulana Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh
pendirinya. Ia merupakan keturunan dari keluarga alim dan ahli agama di
Mewat.25 Gerakan ini berkembang pesat tidak hanya di wilayah India dan
Bangladesh, namun juga ke berbagai belahan dunia lainnya, termasuk
Indonesia.26
Di Indonesia gerakan ini konon mulai muncul pada tahun 1952 di
Masjid al-Hidayah Medan. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan prasasti
yang terdapat di masjid tersebut. Gerakan ini semakin nyata menunjukan
keberadaannya pada tahun 1974 yang berpusat di Masjid Kebon Jeruk
Jakarta. Keberadaan markas ini menunjukkan bahwa Jamaah Tabligh di
Indonesia telah mendapatkan tempat dan tanggapan positif, terlebih dengan
banyaknya pengikut jamaah ini di Nusantara. Lebih dari itu lembaga
25 Ia belajar agama di madrasah dekat rumahnya dan dididik oleh kakeknya, MuhammadYahya. Sejak usia 10 tahun ia sudah hafal Alquran. Ia juga murid dari sejumlah ulama terkemukaDeoband. Sejak kepulangannya dari tanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang ke tiga padatahun 1932, ia bertekad keras untuk melaksanakan tugas suci yaitu berdakwah. Sejak saat itu iamembentuk jamaah-jamaah yang dikirim ke beberapa daerah di sekitar India
26 Yoginder Sikand, “Sufisme Pembaharu Jamaah Tabligh”, dalam Martin van Bruinessendan Julia Day Howell, ed. Urban Sufism, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 221
30
kaderisasi dai Jamaah Tabligh juga telah didirikan yang dipusatkan di Pondok
Pesantren al-Fatah Magetan Jawa Timur.27
Menurut berbagai hasil penelitian, gerakan ini dianggap sebagai
gerakan transnasional terpenting dan terbesar saat ini.28 Terdapat istilah yang
berbeda-beda dalam mengkategorisasikan gerakan ini. Di antaranya, WAMY
menyebut Jamaah Tabligh sebagai sufi pembaharu dengan gerakannya untuk
memperbaharui tradisi populer yang berkembang saat itu, yaitu tradisi Hindu
dan juga pengaruh penjajahan Inggris. Saat itu, Maulana Ilyas dan
pengikutnya mengajak kaum muslim agar mengikuti semua sunah Nabi
dengan setia dan meninggalkan apa yang dicela sebagai kebiasaan yang tidak
islami. Muhammad Ilyas percaya bahwa hanya melalui gerakan Islam yang
mengakar pada akar rumput, pendidikan dasar keimanan dan ibadah dapat
menyelamatkan mereka dari pengaruh Hinduisme.29
Pandangan senada juga dikemukan oleh Yoginder Sikand yang
menyebut kelompok ini sebagai gerakan tasawuf berbasis syariah, di mana
mazhab Deoband sangat peduli menyelaraskan tarekat dengan syariah yaitu
perjalanan mistis spiritual dengan jalur lahiriyah hukum. Sementara itu,
Yusran Razak menyebutkan gerakan ini sebagai gerakan tradisionalis
transnasional (transnational traditionalist). Mereka berpegang teguh pada
syariah dan sunah sebagaimana dicontohkan oleh para pendahulunya yang
27 Khalid Mas’ud, ed., Travellers in Faith, sebagaimana dikutip oleh Yusran Razak,“Jamaah Tabligh, Ajaran dan Dakwahnya,” Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta(2008), hal. 60
28 Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim: Wacana Kekuasaan danHegemoni dalam Masyarakat Muslim, terj. Endi Haryono dan Rahmi Yunita (Yogyakarta: TiaraWacana, 1998), hal. 13
29 Abdul Aziz, “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia; Peaceful Fundamentalist”,Studia Islamika, Vol 11, No. 3. 2004
31
tidak hanya bersifat lokal, namun bersifat dan berlaku secara global.
Sementara itu Nasrullah menyebut gerakan ini memiliki cara dakwah yang
tradisional terlihat dari kecenderungan sikap dan pemikiran untuk selalu
mempertahankan tradisi dan warisan masa lalu.30
Komunitas ini menekankan kepada setiap pengikutnya untuk
meluangkan sebagian waktu untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah
dengan akhlak yang baik dan penampilan yang sederhana serta menghindari
persoalan khilafiyah dan politik. Berbeda dengan gerakan transnasional
lainnya yang melakukan gerakannya secara besar-besaran dan sporadis
dengan memanfaatkan beragam jaringan dan media untuk memperjuangkan
pemikiran dan ideologinya bahkan pada hal-hal khilafiyah. Jamaah Tabligh
sangat menghindari penggunaan media massa untuk berdakwah baik dalam
bentuk media tulis maupun media elektronik. Ceramah di hadapan
masyarakat berskala besar secara terbuka juga dihindari oleh komunitas ini.
Jamaah Tabligh juga dikenal memiliki kebiasaan dan tradisi yang
unik yang sarat dengan berbagai macam simbol dalam penampilan fisik,
seperti memelihara jenggot serta pakaian khas dengan model jalabiya (celana
longgar cingkrang dengan baju atasan panjang hingga lutut). Selain itu, ciri-
ciri lain mereka adalah menggunakan parfum beraroma khas, makan bersama
dengan tangan dalam satu nampan, kebiasaan menggunakan siwak untuk
30 Nasrullah, “Tradisionalisme Dalam Dakwah: Studi Kritis Aktivitas Jamaah TablighKebon Jeruk Jakarta,” Tesis Master, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta(2005), hal. 20
32
menjaga kebersihan mulut, dan masih banyak lagi ciri khas lainnya yang sarat
dengan makna kebajikan dan mengikuti sunnah.31
Komunitas ini menggunakan metode dakwah dengan simpatik dan
akhlak yang baik dengan semangat ukhuwah dan tidak sektarian serta
menghindari masalah khilafiyah. Oleh karenanya, komunitas ini dengan
mudah telah masuk ke berbagai wilayah, negara dan kelompok. Dalam waktu
kurang dari dua dekade perkembangan Jamaah Tabligh bahkan dapat
ditemukan di banyak negara bahkan benua.32
Jama'ah tabligh adalah jama'ah yang mengembalikan ajaran Islam
berdasarkan Al'quran dan hadits. Nama Jama'ah Tabligh merupakan sebutan
bagi mereka yang sering menyampaikan, sebenarnya usaha ini tidak
mempunyai nama tetapi cukup Islam saja tidak ada yang lain. Bahkan
Muhammad Ilyas mengatakan sea ndainya aku harus memberikan nama pada
usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman". Ilham untuk
mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas
melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Maulana
Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam
bahasa Urdu), yang artinya ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah
(menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan
Rasulullah)’.
31 Penelitian M. Yusuf Asry, “Makna Komunikasi Non-Verbal dalam Dakwah: PenelitianSimbol Dakwah Jamaah Tabligh,” Jurnal Harmoni, Vol VI, Nomor 23, 2007
32 Republika dalam dua edisi tentang Jamaah Tabligh Gerakan Dakwah Transnasional, 12September 2012, http/www.republika.co.id, diakses pada 2 Juli 2017
33
Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tetapi
gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agama secara
sempurna, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal
usul mahdzab atau aliran pengikutnya.Dalam waktu kurang dari dua dekade,
Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan. Dengan dipimpin oleh
Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir/pimpinan yang kedua,
gerakan ini mulai mengembangkan aktivitasnya pada tahun 1946, dan dalam
waktu 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia
Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu
negara, Jamaah Tabligh mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun
negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika
Serikat, tetapi fokus utama mereka adalah di Britania Raya, mengacu kepada
populasi padat orang Asia Selatan disana yang tiba pada tahun 1960-an dan
1970-an.
Jama’ah ini tidak menerima donasi dana dari manapun untuk
menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh
pengikutnya.Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan
Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar
Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau
Zumindaar.
34
B. Visi, Misi, dan Tujuan
1. Visi dan misi
“Sebagai umat dakwah sudah sepatutnya menyesuaikan visi hidup kita dengan visi
hidup Rasulullah SAW, tentunya tidak cukup hanya menjadi baik untuk diri kita
sendiri dengan melakukan ibadah-ibadah yang bersifat individual, tapi
meninggalkan tangung jawab sosial. Umat Islam harus mengemban tugasnya
sebagai umat terbaik yang dikeluarkan Allah SWT untuk manusia, yaitu dengan
menjalankan tugas dakwahnya, mengenalkan manusia pada agama Allah SWT”33
2. Tujuan :
Menyatukan visi misi umat muslim seluruh nusantara supaya mempunyai
tujuan dan pandangan yang sama terhadap agama islam.
C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas
Kebanyakan anggota Jama'ah Tabligh merasa keberatan dan
menolak jika merela disebut sebagai organisasi. Alasannya, menurut mereka
aktivitas yang dilakukan itu merupakan usaha dakwah dan tabligh
sebagaimana yang dijalankan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Target
utama mereka adalah memakmurkan masjid di seluruh dunia dan mengajak
setiap orang muslim menyadari kewajiban agama mereka.
Selain itu, jaringan antar kelompok dalam Jama’ah Tabligh bercorak
longgar, dalam arti tidak memiliki struktur yang ketat dan tidak memiliki
hirarki vertikal dengan pertanggungjawaban organisasi yang jelas. Tidak ada
pemilihan pimpinan untuk memenuhi struktur dalam periode tertentu. Karena
33http://adressmarkazjemaahtabligh.blogspot.com/ 15.00
35
itu mereka tidak memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah
Tangga (ART) organisasi, tidak memiliki sistem kesekretariatan atau
kebendaharaan yang baku, serta tidak memiliki sistem pengawasan organisasi
yang standar. Oleh karena itu pula, Jama’ah Tabligh tidak terdaftar secara
resmi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, sebagaimana lazimnya
organisasi sosial keagamaan yang lain. Mereka juga tidak memerlukan izin
penyelenggaraan setiap kali mengadakan kegiatan, karena menurut mereka
kegiatan yang diselenggarakan itu bersifat informal bahkan bersifat personal.
Meskipun demikian tidak berarti kelompok ini tidak memiliki hirarki
kepemimpinan sama sekali. Penyelenggaraan dakwah yang melibatkan
sejumlah orang secara bersama-sama dan berpindah dari satu tempat ke
tempat lain, tentu memerlukan pengaturan. Selain itu secara alamiah akan ada
proses yang membedakan antara mereka yang telah lama terlibat dalam
jama’ah dengan mereka yang masih baru bergabung. Maka, kendatipun
sangat longgar, hierarki berdasarkan keilmuan (agama), senioritas dalam jam
terbang dakwah atau khuruj atau jaulah, dapat ditemukan dalam Jama'ah
Tabligh. Struktur vertikal juga dikenal, meskipun sama longgarnya dengan
hierarki kepemimpinan yang lebih bercorak keagamaan. Struktur itu bukan
hanya terkait dengan keberadaan mereka di Indonesia, melainkan juga dengan
jaringan internasional.
Sifat organisasi yang longgar memungkinkan pengelolaan kegiatan
yang lentur dan tidak permanen. Meskipun terdapat sejumlah istilah yang
secara umum digunakan oleh jama’ah ini, seperti Markas (pusat), Zone
36
(wilayah), Halaqah (tempat kumpul atau Mahallah (tempat berhenti),
penggunaan istilah tersebut juga bersifat lentur, tanpa keharusan dan
digunakan hanya untuk memudahkan penandaan koordinasi sejumlah
aktifitas.
Demikian pula dalam hal struktur kepengurusan, terdapat istilah
yang umum digunakan di kalangan mereka. Misalnya ada yang disebut
dengan Istiqbal yang berfungsi mengurus tamu-tamu luar daerah (atau luar
negeri) yang sedang melakukan khuruj, ataupun masyarakat biasa yang
berminat mengikuti kegiatan yang diadakan di tingkat Markas. Jadi, bagian
istiqbal ini dapat dikatakan sejenis protokoler. Ada juga bagian Tasykil, yang
tugas utamanya adalah memantau perkembangan kelompok-kelompok
dakwah di zone-zone dan mahallah-mahallah, mendaftar anggota baru,
mengurus pembagian wilayah sasaran perjalanan dakwah, dan seterusnya.
Selanjutnya ada bagian khidmat, yang terutama berfungsi untuk penyediaan
dan penyiapan logistik, baik di Markas (pengaturan makan) maupun logistik
untuk khuruj.
Penunjukan seorang amir dilakukan secara musyawarah pada waktu-
waktu yang telah disepakati bersama, misalnya pada setiap 40 hari sekali
ketika satu kelompok akan melakukan khuruj selama 40 hari, atau tiga hari
sekali ketika mereka melakukan khuruj tiga harian. Masing-masing berhak
menunjuk menjadi amir berdasarkan hasil musywarah.
Jamaah Tabligh mengenal cara-cara untuk merekrut anggota atau
jamaah pemula. Pada awalnya mereka mendatangi masjid-masjid tertentu
37
untuk ikut shalat berjamaah. Setelah itu mereka menetapkan salah satu
diantara masjid tersebut yang akan dijadikan pusat kegiatan dakwah. Dari
masjid inilah, mereka kemudian melakukan jaulah, yakni berkeliling ke
rumah-rumah masyarakat yang ada di sekitar masjid untuk mengajak
penghuninya memakmurkan masjid setempat.
Waktu yang digunakan dalam jaulah kurang lebih selama dua
setengah jam dan biasanya mereka lakukan setelah shalat ashar. Apabila
diketahui ada anggota jamaah yang sakit, maka mereka akan segera
menengok jamaah yang sakit itu, bila perlu ikut menanggung biaya
pengobatannya. Apabila dalam proses jaulah itu mereka bertemu dengan
seseorang, mereka juga akan mengajak orang tersebut (tanpa mempedulikan
apakah penduduk setempat atau bukan) untuk memakmurkan masjid,
mengikuti pengajian-pengajian yang mereka lakukan serta bersama-sama
mendiskusikan berbagai masalah agama dan kehidupan sehari-hari. Setelah
proses awal dilewati, mereka menerapkan cara-cara selanjutnya agar jamaah
pemula yang telah bergabung dalam kegiatan mereka, bersedia untuk
mendukung kegiatan dakwah sebagai mubaligh.
Setidaknya ada tiga tingkatan cara untuk mendorong seseorang
untuk menjadi mubaligh, yaitu berdakwah keluar kampungnya sendiri (yang
disebut dengan khuruj). Tingkat pertama disebut Tarhid, yakni promosi
mengenai manfaat melakukan dakwah, baik untuk diri sendiri maupun untuk
masyarakat. Pada tingkat ini jamaah pemula belum dapat diajak menjadi
partisipan dakwah di kampong lain. Tingkat kedua, Tasykil, yaitu ajakan
38
untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah yang dilakukan bukan hanya di
masjidnya sendiri, melainkan juga mengikuti pengajian yang dilakukan di
tempat lain. Pada tingkatan ini telah muncul keinginan berdakwah keluar
(khuruj) pada jamaah pemula tersebut, ia tidak akan begitu saja diluluskan
keinginannya. Tingkatan ketiga disebut Tahayya, yaitu tawaran untuk
mengikuti khuruj, mulai dari satu hari, tiga hari, empat puluh hari, dan
seterusnya. Berbagai pertimbangan akan dilakukan dan didengar oleh para
anggota senior, sebelum yang bersangkutan dinyatakan layak menerima
dorongan tingkat ketiga ini dan mengikuti khuruj.
Untuk mendapatkan anggota jamaah, maka beberapa ketentuan
digariskan atau diperlukan beberapa ketentuan: kesatuan hati antara amir
dengan makmur, makmur dengan makmur, jamaah gerak dengan karkun
setempat, jamaah gerak dengan jamaah masjid, dan jamaah dengan
masyarakat; hidupkan dengan amalan iJama'ah Tablighimai : a) shalat
berjamaah, b) musyawarah, c) ta’lim, d) jaulah, e) bayan, f) makan
berjamaah, g) tidur, h) perjalanan; hidupkan lima amalan infiradi, diantaranya
a) takbiratul ula dalam shalat berjamaah, b) shalat nawafil (sunat/tambahan),
c) dzikir dan tilawah al-Qur’an minimal satu juz setiap hari, d) doa memohon
hidayah, dan ;taat pada keputusan musywarah; hidupkan lima jaulah, yaitu :
jaulah umumi, khususi, ta’limi, tasykili, dan usuli; akhirkan waktu untuk
makan dan istirahat; semua amalan siang hari hanya 10%, tetapi amalan pada
malam hari 90%; sambung rasa, kemudian ditentukan harinya untuk khuruj;
ikram, membantu menyelesaikan masalahnya.
39
Dengan pola rekruitmen seperti itu, maka secara garis besar, orang-
orang yang ikut dalam dakwah Jama'ah Tabligh dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yakni maqami dan intiqali.Yang dimaksud dengan maqami (arti
harfiahnya: tempat) adalah para anggota jamaah yang cukup meluangkan
waktu saja untuk mengadakan musyawarah agama (sering disebut dengan
istilah ta’lim) sekurang-kurangnya 2,5 jam setiap hari. Musyawarah tersebut
dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga atau di masjid bersama
masyarakat sekitar. Adapun yang dimaksud intiqali (arti harfiahnya :
berpindah) adalah meluangkan waktu keluar berdakwah di jalan Allah (khuruj
fi sabilillah) sekurang-kurangnya tiga hari dalam satu bulan; atau sekurang-
kurangnya 40 hari dalam satu tahun, atau sekurang-kurangnya 4 bulan dalam
seumur hidup.
Perlengkapan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh masjid kebun
jeruk yang digunakan oleh jama’ah tabligh untuk menunjang pelaksanaan
program-program kegiatan, adalah : (1) 3 lantai kamar tidur, (2) 3 ruang
dapur, (3) Ruangan masjid untuk pertemuan. Adapun kepengurusan di
Jama'ah Tabligh Kebon Jeruk sebagai berikut;
NO Nama L/P1 H.ABBAS L2 AHMAD QODIR L3 RUSLI JAELANI L4 MUHAMMAD RO’UF L5 H. SALIM MAHMUD L6 H. DARSONO L7 AHMAD RIFA’I L8 MUKIDIN SYAFI’ L9 ABDURRAHMAN L10 MUHAMMAD THOHA L11 H. SURYA L
40
12 FIRMAN MAULANA L13 AHMAD MUZAKI L14 MUHAMMAD IDRIS L15 H. IMAM MA’SUM L
Tabel 2.
Perputaran Amir Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk Jakarta Barat
NO NAMAJUMLAH HALAQAH DALAM 1 BULAN1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 H.ABBAS + + - + - - + + +2 AHMAD QODIR + + + + + + - - -3 RUSLI JAELANI - - + + + + - - +4 MUHAMMAD RO’UF - + + + + - - - -5 H. SALIM MAHMUD - + + + + + - + -6 H. DARSONO + - + - + + + - -7 AHMAD RIFA’I + - + + + - + - -8 MUKIDIN SYAFI’ + - + + + - + - +9 ABDURRAHMAN - + - - + - + - +10 M. THOHA + - + + + + + - +11 H. SURYA + - + - + + + + +12 FIRMAN MAULANA - - + - + + + + -13 AHMAD MUZAKI - + + - + - + + -14 MUHAMMAD IDRIS + + - - + - + + -15 H. IMAM MA’SUM + + - + + - + + -
D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh
a. Khuruj dan Tabligh
Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta’lim (membaca hadits atau
kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria),
jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj
dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan,
mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan
harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur di
41
masjid. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah illallah,
taklim wata’lum, zikir dan ibadah, dan berkhidmad (melayani sesama
muslim). Ada 4 hal lagi yang dikurangi: waktu tidur dan makan, keluar
masjid dan boros.
Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya
hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja.
Selain itu mereka juga mengadakan malam IJama'ah Tablighima’
(berkumpul), dimana dalam IJama'ah Tablighima’ akan diisi dengan
Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang
sedang khuruj disana, dan juga ta’lim wa ta’alum. Khuruj sebagai
kegiatan keluar untuk berdakwah dalam Jama'ah Tabligh memiliki
formula waktu bervariasi mulai dari 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari sampai
4 bulan.
Khuruj dilakukan secara berkelompok, antara 10 hingga 15 orang.
Mengunjungi daerah-daerah sesuai sasaran dakwah yang telah ditentukan.
Begitu sampai di tempat sasaran dakwah mereka menyebar, keluar masuk
kampung, pasar, dan warung-warung mengajak untuk shalat jama’ah ke
masjid atau musholla, sambil tetap berdzikir kepada Allah.
Biaya untuk mengongkosi aktivitas khuruj ditanggung secara
mandiri oleh anggota JAMA'AH TABLIGH. Uang yang digunakan untuk
keperluan khuruj memang disisihkan dari penghasilan atau usaha untuk
kepentingan dakwah. Sebelum khuruj keluarga di rumah terlebih dahulu
dicukupi nafkahnya. Dengan demikian urusan keluarga tetap menjadi
42
perhatian sebelum berangkat. Setiap orang yang khuruj terlebih dahulu
harus memastikan diri apakah nafkah keluarganya selama ditinggalkan
tercukupi dengan baik. Selain itu, pimpinan markas menugaskan
seseorang untuk memonitor perkembangan keluarga mereka yang
melakukan khuruj. Setahun sekali, digelar Jama'ah Tablighima’ umum di
markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat
muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi mereka yang mampu
diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India – Pakistan –
Bangladesh /IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat untuk
mempertebal iman mereka.
Muktamar umat Islam dunia atau lebih dikenal dikalangan Jamaah
tabligh dengan istilah “IJama'ah Tablighima’ Dunia” dalam bahasa
Bangladesh disebut “Bishwa IJama'ah Tablighima”, merupakan acara
tahunan rutin dari rangkaian program kegiatan dakwah Jamaah Tabligh.
Program IJama'ah Tablighima berakhir ditandai dengan acara “Akheri
Munajat” atau doa terakhir yang dipimpin oleh seorang Ulama Jamaah
Tabligh.
Pada dasarnya khuruj adalah realisasi dari kewajiban dakwah, yang
memberikan penekanan pada pentingnya bertabligh (menyampaikan
ajaran). Tabligh disini diartikan sebagai keluar di jalan Allah dan
hukumnya wajib bagi setiap anggota. Beberapa pertimbangan rasional
maupun tekstual dari Al-qur’an dan Hadits digunakan Jama'ah Tabligh
untuk mendasari kewajiban khuruj ini. Pertimbangan rasional yang
43
mereka gunakan sehingga setiap muslim harus bertabligh, antara lain
misalnya satu pemikiran bahwa pada umumnya orang-orang Islam
menyerahkan tugas dak wah kepada para alim ulama saja. Padahal setiap
muslim dan muslimat diperintahkan oleh Allah supaya mencegah manusia
berbuat maksiat. Oleh karena itu, Jama'ah Tabligh menyeru kepada setiap
kaum muslimin supaya meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk
bertabligh.
Pertimbangan tekstualnya adalah merujuk kepada ayat-ayat Al-
Qur’an sebagai berikut:
1) Al-Qur’an surat Fushillat ayat 33: “siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada agama
Allah, dan mengajarkan amal yang shaleh dan berkata
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”;
2) Al-Qur’an surat At-taubah ayat 1-2 : “ Berangkatlah kalian baik
dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan
berjuanglah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang
demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.
Andaikata yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang
mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah
mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa
oleh mereka, sehingga mereka akan bersumpah dengan (nama)
Allah : jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama
denganmu..”;
44
3) Al-Qur’an surat Adzariyaat ayat 55: “Dan tetaplah memberi
peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu memberi manfaat
bagi orang-orang yang beriman “;
4) Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 41: “Keluarlah (di jalan Allah)
dalam keadaan ringan atau berat dan berjuanglah kamu dengan
harta kamu dan diri kamu di jalan Allah, itu adalah lebih baik bagi
kamu jika kamu mengetahui “;
5) Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107: “Dan tidaklah Kami mengutus
Engkau (hai Muhammad) melainkan untuk membawa rahmat bagi
manusia seluruh alam “;
6) Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda: “Sambunglah
orang yang memutuskan hubungan denganmu, santunilah orang
yang tidak menyantuni kamu, ampunilah orang yang berbuat dzalim
kepadamu”.
b. Asas Enam Sifat
Dalam ajaran Jama'ah Tabligh ada enam hal yang merupakan
ajaran pokok atau utama yang disebut dengan 6 sifat, yaitu: Yakin
terhadap kalimat Laa ilaaha ilallah Muhammadur Rasulullah, yang
artinya adalah tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan
Allah. Laa illaha ilallah, maksudnya adalah mengeluarkan keyakinan
pada makhluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada
Allah. Cara mendapatkannya adalah dengan mendakwahkan pentingnya
iman, latihan dengan membentuk halakah iman dan berdoa kepada Allah
45
agar diberi hakikat iman. Muhammadur Rasulullah, maksudnya adalah
mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan
dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup rasulullah SAW;
Shalat Khusyu’ dan Khudu’. Artinya adalah shalat dengan konsentrasi
batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan rasulullah.
Maksudnya: membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam shalat
kedalam kehidupan sehari-hari; Ilmu Ma’adz Dzikir. Ilmu artinya semua
petunjuk yang dating dari Allah melalui baginda Rasulullah. Dzikir artinya
mengingat Allah sebagaimana agungnya Allah. Ilmu ma’adzikir sendiri
maksudnya adalah melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan
keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara
Rasulullah; Ikramul Muslimin. Artinya adalah memuliakan sesama
muslim. Maksudnya menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa
menuntut hak kita ditunaikannya; Tashihun Niyah. Artinya
membersihkan niat. Maksudnya adalah membersihkan niat dalam beramal,
semata-mata karena Allah. Cara mendapatkannya: dakwahkan pentingnya
tashihun niyah, latihan dengan mengoreksi niat sebelum, saat dan setelah
beramal, berdoa kepada Allah agar diberi hakikat tashihun niyah; Dakwah
wat Tabligh. Dakwah artinya mengajak. Tabligh artinya menyampaikan.
Maksudnya memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, dan waktu
seperti yang diperintahkan Allah, menghidupkan agama pada diri sendiri
dan manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka.
46
Ajaran tentang enam sifat sebagaimana tersebut di atas adalah nilai-
nilai penting yang menjadi esensi dari JAMA'AH TABLIGH. Namun
pencapaian enam sifat itu hanya akan dirasakan dan didapatkan jika
seseorang mengikuti aktivitas utama Jama'ah Tabligh, yaitu berkelana
menebar rahmat atau apa yang disebut dengan khuruj fi sabilillah, dimana
tujuan utama aktivitas ini adalah berdakwah mengajak ke jalan Allah.
Di Indonesia, pusat dari aktivitas khuruj itu adalah di masjid tua
Kebon Jeruk, Jakarta Selatan. Pada setiap tahun bahkan Kebon Jeruk
dijadikan sebagai markas pertemuan nasional atau IJama'ah Tablighima’
nasional, dimana berkumpul seluruh anggota Jama'ah Tabligh dari seluruh
Indonesia. Masjid tua Kebon Jeruk itu seperti tidak pernah mati dari
berbagai aktivitas. Ia selalu hidup dengan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Apalagi pada hari Kamis, sekitar 2000 laki-laki berkumpul di masjid yang
didirikan tahun 1718 oleh seorang ulama dari negeri Cina ini. Mereka
dengan khusyu mengikuti ceramah yang disampaikan seorang ustadz. Ada
yang berpakaian koko warna-warni dan berkopiah haji putih. Kebanyakan
memanjangkan jenggot dan mencukup kumis. Senuah ajaran yang diyakini
sebagai sunnah Rasulullah. Mereka penuh dengan senyum dan menyapa
akrab pada setiap orang.
Mereka yang berkumpul di masjid tua itu berasal tidak hanya dari
Jakarta, melainkan juga dari Jawa barat, Jawa Timur, Lampung dan daerah
lainnya di Indonesia. Bahkan ada pula yang dari India, Pakistan, Malaysia
47
dan Thailand. Umumnya mereka membawa tas-tas besar berisi pakaian
dan perbekalan lainnya
Aktivitas mereka selama dimasjid itu dapat digambarkan sebagai
berikut: Pada setiap habis shalat ashar berjamaah diadakan pengajian yang
disebut dengan takrir, yang berisi soal-soal agama yang muncul selama
khuruj (dakwah keluar berkeliling/jaulah). Dilakukan pula evaluasi selama
di lapangan, kemudian mendiskusikan bersama-sama. Usai shlat Maghrib
seorang ustadz berdiri di mimbar, dan berkhutbah tentang pentingnya iman
dan amal shaleh bagi setiap muslim. Bila sang ustadz mengutip hadits atau
ayat Al-Qur’an berupa ancaman, serempak jama’ah berucap istighfar
“astaghfirullahal’adzim”. Jika yang dikutip berupa kebesaran Allah
serempak jamaah menyebut dengan tasbih “subhanallah”.
Usai khutbah ada tasykil, yaitu tawaran khuruj secara berombongan.
Lamanya dakwah yang ditawarkan bervariasi, mulai 3 hari, 7 hari, 10 hari,
40 hari sampai 4 bulan. “Ayo saudara-sudara kita dakwah, masya Allah,
masya Allah. Allah yang akan menjaga anak, istri, keluarga dan harta
kita,” katanya. Banyak jama’ah antusias menerima ajakan itu. Mereka lalu
didaftar dan diseleksi oleh Ahli Syura. Hanya yang memenuhi syarat yang
bisa khuruj.
Rangkaian ibadah itu ditutup dengan shalat Isya’ berjamaah. Setelah
itu jamaah mengisi waktu istirahat dengan berbagai cara. Ada yang
berdiskusi dengan kelompoknya tentang persiapan keluar di hari esok atau
bertukar pengalaman dengan peserta kelompok lain. Ada juga yang tidur-
48
tiduran atau makan malam. Makannya memakai tempayan. Satu tempayan
dikepung 4 – 5 orang. Cara makan berjamaah inipun ada tata caranya.
Duduknya dengan cara melipat kaki kiri lalu diduduki dengan pantat,
sementara kaki kanan ditekuk dengan posisi berdiri. Lalu makan bersama
dengan jari tidak dengan menggunakan sendok, mengambil makanan dari
sisi pinggir, baru kemudian ke tengah. Makanan tidak boleh ada yang
tersisa, harus habis dan bersih, bahkan sisa makanan yang ada dijaripun
harus dibersihkan dengan cara menjilatinya. Semua tata cara makan
tersebut diakui berasal dari sunnah Nabi SAW.
Pada tengah malam mereka bangun melaksanakan shalat tahajud.
Setelah shalat subuh diadakan cermah kembali hingga matahari terbit.
Setelah usai barulah mereka siap-siap untuk khuruj sesuai tujuan masing-
masing kelompok. Begitu sampai di sasaran dakwah mereka menyebar,
keluar masuk kampung, pasar, dan warung-warung, sambil tetap berdzikir
kepada Allah.
Ada dua hal penting yang tidak boleh diperbincangkan selama
tabligh, yaitu soal politik dan khilafiyah (perbedaan pendapat). Alasannya
karena tujuan dakwah menyatukan umat. Sementara politik dan khilafiyah
cenderung memecah belah umat. Meskipun begitu, dalam kehidupan
sehari-hari pada anggota Jama'ah Tabligh dibebaskan untuk mengikuti
kegiatan politik yang menjadi pilihannya. Sementara organisasi Islam
lainnya, mereka anggap sebagai kawan seperjuangan.
49
c. Ushulul Dakwah
Selain enam sifat sebagai tersebut, Jama'ah Tabligh juga
mengajarkan dua puluh Ushulul Dakwah (dasar-dasar dakwah) yang
harus ditaati seorang juru dakwah ketika melaksanakan khuruj.
Keduapuluh ushulul dakwah tersebut dapat dikatagorikan menjadi lima
(5) kelompok sebagai berikut : (1) empat hal yang harus diperbanyak,
meliputi: dakwah ilallah, ta’lum wa ta’lim (belajar dan mengajar agama),
dzikir wal-ibadah, serta khidmah, (2) empat hal yang harus dijaga,
meliputi : taat kepada pimpinan selama pimpinan taat kepada Allah dan
Rasul, mendahulukan amal iJama'ah Tablighima’i (kolektif) daripada
amal infiradi (individual), menjunjung tinggi kehormatan masjid,
memiliki perasaan sabar dan tahan uji, (3) empat hal yang harus
dikurangi, meliputi : masa makan dan minum, masa tidur dan istirahat,
masa keluar masjid, masa berbicara yang sia-sia, (4) empat hal yang harus
ditinggalkan, meliputi : mengharapkan sesuatu selain dari Allah, meminta
sesuatu selain kepada Allah, memakai barang orang lain tanpa seijin
pemiliknya, serta mubadzir dan boros, (5) empat hal yang tidak boleh
dilakukan, meliputi: tidak boleh membicarakan politik baik dalam
maupun luar negeri, tidak boleh membicarakan masalah khilafiyah atau
perbedaan pendapat dalam masalah agama, tidak boleh membicarakan
masalah status sosial (derajat, pangkat, kedudukan) tetapi yang ada hanya
tawakkal, tidak boleh meminta-minta dana dan membicarakan aib
masyarakat.
50
d. Musyawarah dan Pola Hidup
Islam sangat menekankan prinsip syura atau musyawarah. Karena itu
bagi Jama'ah Tabligh musyawarah dipandang sebagai suatu asas yang
amat penting untuk ditegakkan dalam kehidupan manusia, terutama yang
menyangkut kepentingan umat. Dengan musyawarah segala urusan dan
persoalan yang berkaitan dengan hajat dan kepentingan umat dapat
dipecahkan dengan seksama dan bersama-sama. Musyawarah merupakan
kegiatan yang mulia untuk menghasilkan kesepakatan dalam membahas
suatu persoalan.
Musyawarah yang dilakukan oleh kalangan Jama'ah Tabligh
adakalanya bersifat harian dan mingguan. Musyawarah harian dilakukan
oleh khalaqah-khalaqah atau muhalah-muhalah di berbagai daerah.
Khalaqah yang dimaksud adalah bagian dari wilayah Kotamadya yang
terdiri dari beberapa muhalah. Sedangkan Muhalah merupakan bagian
dari khalaqah sebagai tempat kegiatan usaha dakwah. Adapun
musyawarah yang bersifat mingguan biasanya dilakukan oleh
penanggungjawab (ahli syuro) tingkat Kotamadya dengan perwakilan
khalaqah-khalaqah di masjid.
Topik yang dibicarakan dalam kegiatan musyawarah berkaitan
dengan hal-hal sebagai berikut: Yang Pertama berkaitan dengan
kesiapan jamaah yang akan bergerak. Dalam hal ini peserta musyawarah
melaporkan siapa saja yang sudah siap untuk berangkat dan daerah mana
saja yang akan menjadi tempat tujuan. Selain itu juga dilaporkan juga
51
tentang nisab (batas waktu) yang disanggupi oleh calon jamaah, seperti 3
hari, 40 hari atau 4 bulan. Daerah sasaran usaha dakwah itu dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu daerah negeri jauh, daerah negeri
dekat, daerah negeri sedang, dan daerah dalam negeri. Termasuk juga
dibicarakan dalam musyawarah adalah mengenai kesiapan dalam
pembiayaan jamaah yang mau berdakwah. Kedua, yang dibicarakan
dalam musyawarah adalah monitoring terhadap jamaah yang sedang
keluar di jalan Allah. Segala aktivitas jamaah yang sedang khuruj
dilaporkan dalam musyawarah. Laporan tersebut meliputi kesulitan-
kesulitan yang dihadapi oleh jamaah, seperti kekurangan biaya, jamaah
yang sakit, atau kesulitan uang yang dihadapi keluarga jamaah yang
sedang khuruj. Bila terjadi kesulitan yang berarti, maka
penanggungjawab segera mengirim seseorang utusan untuk membantu
kesulitan-kesulitan tersebut, hal seperti ini dinamakan nusroh, yakni
membantu jamaah yang sedang bergerak keluar di jalan Allah yang akan
melaksanakan usaha dakwah di daerah setempat. Ketiga, yang
dibicarakan adalah masalah-masalah actual atau yang sedang terjadi.
Adakalanya berkenaan dengan takaza ( jamaah yang bersiap diri akan
bergerak untuk dakwah), jamaah yang baru bergerak, masalah program
dakwah, masalah khidmah, dan masalah amal maqani, laporan jamaah
yang sudah pulang ke markas; seperti kendala di lapangan, tanggapan
masyarakat, simpatisan warga masyarakat. Dan yang Keempat,
musyawarah membicarakan tentang siapa saja yang bertugas untuk
52
melaksanakan berbagai kewajiban. Biasanya dilakukan dalam iJama'ah
Tablighima’i mingguan. Petugas yang dimaksud merupakan tim yang
terdiri atas petugas taqrir, petugas bayan maghrib, petugas ta’lim akhir,
petugas bayan subuh. Selain itu selalu dimusyawarahkan pula tentang
petugas tasykil, petugas bayan wabsi. Semua petugas tersebut bisa dipilih
kembali dalam setiap iJama'ah Tablighima mingguan. Hal ini tergantung
kepada kesepakatan para peserta musyawarah.
Selain musyawarah, mereka juga diharuskan mengikuti pola hidup
sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat nabi dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, cara berpakaian yang merupakan
penjelmaan dari pakaian seorang muslim adalah memakai baju gamis
atau baju kurung, dengan celana yang agak dinaikkan di atas mata kaki.
Pakaian seperti ini diyakini sebagai pakaian yang sesuai dengan sunah
Nabi SAW. Sedangkan dalam cara makan dan minum, mereka
menerapkan apa yang mereka pandang sebagai cara makan dan minum
menurut Islam. Dalam hal cara makan dan minum ini, ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yaitu: cuci tangan di air yang mengalir, duduk di
atas topang, makanan ditaruh di dalam satu nampan untuk sejumlah
orang, mengambil makanan dari bagian pinggir nampan dan dimulai
terlebih dahulu dengan tiga jari.
Dalam hal cara tidur, anggota Jama'ah Tabligh mempunyai bentuk
tersendiri, yaitu membujur ke utara, dengan tangan dilipat sebagai bantal,
dengan posisi miring dan kaki satu disilangkan atau dilipatkan ke kaki
53
satu lainnya. Sebelum tidur diharuskan mengambil air wudlu, shalat 2
rekaat, membaca doa tidur, terus dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah,
Al-Ikhlas, An-Nas, ditiup-tiup di tangan dan diusapkan dikepala, muka
dan badan, kecuali telapak kaki dan kemaluan.
Memelihara jenggot merupakan gaya dan pola hidup lainnya yang
dipahami sebagai sunnah Nabi SAW. Jenggot merupakan contoh yang
diambil dari Nabi Musa, sedangkan kumis harus dipotong karena konon
merupakan gaya hidup Fir’aun. Memakai jenggot merupakan anjuran
Rasulullah SAW. Bagai Jama'ah Tabligh memelihara jenggot adalah
sunnah Nabi SAW yang dasar syari’atnya sebagaimana diriwayatkan
dalam sebuah hadits Nabi, bahwa pada suatu hari ada seseorang yang
menghadap Nabi, dan begitu ketemu dengannya Nabi tersenyum, Lalu
keesokan harinya Nabi bertemu dengan orang ini kembali, maka Nabi
kelihatan mukanya masam. Lalu sahabat itu bertanya apa gerangan
penyebabnya, maka Rasulullah menjelaskan bahwa Beliau kemarin
tersenyum karena melihat banyak malaikat bergelantungan di jenggot
sahabat itu, sementara sekarang jenggot itu sudah dicukur sehingga tidak
ada lagi malaikat yang bergelantungan,maka Nabi kemudian menjadi
masam mukanya.
Dalam cara bergaul dan bertatakrama, anggota Jama'ah Tabligh tidak
mempersoalkan sama sekali mengenai status sosial, baik karena factor
ekonomi, jabatan, atau kekuasaan. Mereka merasa sebagai satu saudara
sesama muslim yang diikat oleh satu kesamaan yaitu sama-sama Islam
54
dan yang membedakan hanya iman dan amal shalehnya. Karena
semangat egalitarianisme seperti ini, maka anggota jamaah tabligh
berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang. Ada yang berasal dari
kalangan lapisan bawah, menengah dan ada yang berasal dari lapisan
atas. Mereka menganjurkan pola hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan
dan berpendapat bahwa harta benda yang dimililiki akan lebih baik jika
seperempat bagiannya dipergunakan untuk berdakwah sebagai bekal di
akhirat kelak.
e. Fungsionalisasi Masjid
Salah satu yang menjadi keprihatinan Jama'ah Tabligh adalah
sepinya masjid dari berbagai aktivitas shalat jamaah dan aktivitas dakwah.
Mereka selalu menyampaikan bahwa kaum muslimin mampu membangun
masjid-masjid besar dengan gaya dan arsitektur yang indah, namun di
berbagai tempat masjid-masjid itu kelihatan sepi, aktivitas shalat jamaah
terkadang ala kadarnya, bahkan ada yang tidak punya aktivitas shalat
jamaah sama sekali, apalagi aktivitas dakwah dan keilmuan. Padahal,
begitu pemikiran mereka, masjid-masjid di zaman Nabi dan sahabat selalu
ramai dengan segala aktivitas tersebut. Bagi Jama'ah Tabligh, masjid
adalah pusat cahaya dan penerangan sumber ilmu pengetahuan. Setiap
orang yang masuk masjid seharusnya dapat menimba ilmu-ilmu
keislaman dan menjadi alim, karena disanalah seharusnya berbagai ilmu
dipelajari. Di masjid pula ruh manusia disucikan melalui ibadah-ibadah
55
berupa shalat, dzikrullah, doa dan membaca Al-Qur’an. Di dalamnya
terdapat pendidikan akhlak bagi setiap jamaah.
Banyak masjid yang sekarang ini dipandang tidak berfungsi seperti
itu. Maka fungsionalisasi masjid sebagai pusat ibadah, ilmu pengetahuan
dan pembentukan akhlak harus dibangkitkan kembali. Fungsi seperti
itulah yang ingin diciptakan oleh Jama'ah Tabligh di masjid-masjid yang
dimakmurkannya, yaitu masjid-masjid atau mushalla yang pengurusnya
bersedia menerima kegiatan Jama'ah Tabligh. Agar setiap masjid yang
dituju dakwah dapat makmur, maka di masjid itu para juru dakwah
diharapkan dapat menyelenggarakan lima program: pertama, pikir harian,
yaitu musyawarah harian para anggota jamaah tentang berbagai hal dalam
kehidupan mereka, termasuk soal pendidikan anak; kedua, Jaulah kesatu,
yakni melaksanakan silaturrahmi dengan para penghuni rumah-rumah
disekitar masjid, sekurang-kurangnya dua setengah jam sehari; ketiga,
Ta’lim, yakni pengajaran harian menyangkut fadha’il a’mal; keempat,
Jaulah kedua, yaitu kunjungan silaturrahmi mingguan ke masjid-masjid
terdekat untuk memakmurkan masjid tersebut; dan yang kelima, khuruj,
yaitu berdakwah keluar, setidaknya tiga hari setiap bulan.
56
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Pola Komunikasi Interpersonal dalam Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk
Komunikasi interpersonal dalam konteks Jama’ah Tabligh diistilahkan
dengan “Dakwah”, dimana setiap mubaligh menyampaikan nasihatnya ke
dalam halaqah dan jaulah. Komunikasi ini akan berlangsung secara tatap
muka dimana setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung.
Metode yang dikembangkan adalah metode dialog, dimana jama’ah atau
dalam hal ini yang berlaku sebagai murid bersifat responsif, mereka bisa
mengajukan pendapat dan mengajukan pertanyaan diminta atau tidak diminta.
Dengan komunikasi tatap muka ini, terdapat hubungan yang lebih
intens. Ini menjadi kelebihan komunikasi dalam komunitas Jama’ah Tabligh.
Dimana jama’ah mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah
disampaikan dan dapat menimbulkan umpan balik (feed back) pada diri
jama’ah. Kondisi ini semakin diperkuat dengan sistem halaqah, dimana
kelompok yang didakwahkan adalah kelompok kecil. Jumlah anggota setiap
halaqah bisa sekitar 20 sampai dengan 30 orang, bahkan dalam kegiatan
tertentu jumlahnya bisa di bawah dari 10 orang.
Dalam kelompok yang kecil ini, muballigh bisa berkomunikasi
dengan intens dan mengenal masing-masing jama’ahnya. Hubungan pikiran
dan perasaan antara muballigh dengan jama’ahnya ini yang menjadi
kelebihan dari komunikasi interpersonal. Setelah terbangun kedekatan ini,
para pengurus Jama’ah Tabligh juga menggunakan pendekatan pribadi,
57
karena setiap jama’ah diyakini ada dalam perlindungan para ‘Amir atau
Muballigh, orang yang menyampaikan dakwah.
Kedekatan pribadi ini dalam konteks komunikasi adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara
sekelompok kecil orang dan menerima beberapa efek komunikasi serta
umpan balik seketika. Pentingnya komunikasi antarpribadi karena prosesnya
balik berlangsung seketika. Pengurus mengetahui pada saat itu tanggapan
jama’ah tabligh terhadap pesan yang telah disampaikan, ekspresi wajah, dan
gaya bicara. Pendekatan komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal)
yang dilakukan oleh para pengurus jama’ah tabligh dengan para jama’ah
tabligh secara tatap muka melalui lisan, komunikasi ini berlangsung dalam
proses pembinaan hubungan sosial, lingkungan dan interaksi sesama jama’ah
di dalam sekelompok jama’ah tersebut.
Bagi para muballigh Jama’ah Tabligh, dakwah adalah membangun
ikatan yang kokoh antar umat. Maka, memperluas dakwah adalah keharusan,
dan komunikasi interpersonal, dimana kedekatan emosi, perasaan dan hati
adalah kunci komunikasi dilakukan secara intens. Para muballigh
dibangunkan keyakinan bahwa bila umat Islam sudah hidup dalam ikatan
yang kokoh, maka Islam menjadi tidak tertandingi, dan secara mudah bisa
memperkuat umat. Maka dari itu, sebenarnya Jama’ah Tabligh mampu
menampung serta menghimpun seluruh kekuatan Islam yang terkotak-kotak
dalam kelompok-kelompok tertentu.
58
Kegiatan komunikasi interpersonal ini berdasarkan wawancara kami
dikatakan bahwa dibangun atas dasar pemikiran bahwa apa yang dilakukan
oleh umat Islam dalam dakwah saat ini tidak menjangkau kebutuhan
masyarakat muslim. Pola dakwah melalui pendidikan misalnya, dipandang
tidak menyentuh kebutuhan muslim sepenuhnya. Keadaan ini menyebabkan
umat tidak memperhatikan kualitas keberagamannya, yang pada akhirnya
dapat meminimalkan bahkan menghilangkan jati diri mereka sebagai muslim
(murtad). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kerja untuk menumbuhkan
kembali baik yang baru tertanam maupun yang hampir hilang, ruh agama di
kalangan umat Islam secara menyeluruh.
Keyakinan mengenai pentingnya membangun umat yang bersatu ini
yang melahirkan pemikiran khuruj dan berjaulah, yaitu keluar rumah untuk
bertabligh kepada umat Islam guna melaksanakan agama secara sungguh-
sungguh dan juga melakukan ta’lim dan selanjutnya kelompok yang diseru
itupun kemudian berjaulah pula.
Komunikasi dalam khuruj ini yang disampaikan secara terus menerus
dengan pendekatan interpersonal, hal ini secara berkesinambungan berhasil
mendorong jama’ah untuk mengembangkan dakwah dan membangun
komunitas jama’ah tabligh. Hal ini pula yang mendorong para muballigh
untuk tidak berpikir secara langsung terhadap uang dan penghasilan. Para da’i
ini berdakwah dengan mengandalkan pada biaya sendiri, tanpa mau dibantu
oleh pihak lain, meski jika mereka diberikan penghasilan mereka pun tidak
59
menolak. Dalam penghasilan itu, mereka juga menggunakan konsep
menabung, untuk membeli pakaian sederhana untuk berdakwah.
Komunikasi pada komunitas Jama’ah Tabligh berbeda dengan
organisasi sosial keagamaan pada umumnya. Kalau organisasi dakwah lain
seperti, NU, Muhammadiyah dan Persis dengan berada di satu tempat secara
menetap. Jama’ah Tabligh melakukannya dengan mengirimkan orang secara
bergelombang dan bergantian ke kampung-kampung dan ke daerah tertentu
secara nomaden atau berpindah-pindah. Bagi mereka mengembangkan dan
menyebar dakwah secara intens kepada umat adalah hal yang sebenar-
benarnya dakwah.
B. Wawancara dengan Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk
Dalam memperkuat analisa komunikasi interpersonal, peneliti
melakukan wawancara secara langsung, dengan instrument wawancara
sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi yang anda bangun dengan jama’ah?
- Jama’ah itu harus dianggap keluarga kita, apapun yang menjadi
persoalan di jama’ah kita harus bantu dan tanggung jawabi. Karena
jama’ah itu orang yang mengikuti kita, kita harus selalu memahami
apa kebutuhan jama’ah dan mendengarkan apa yang menjadi keluh
kesah jama’ah.
2. Apakah komunikasi yang dibangun berjalan dengan lancar, dalam arti apa
yang disampaikan oleh pendakwah diikuti oleh jama’ah?
60
- Tentu saja itu tergantung, karena seperti iman, dia turun naik, pasang
surut. Jika iman sedang kuat ya komunikasi juga berjalan dengan baik,
tapi jika tidak ya kadang-kadang tidak lancar juga, meski demikian ya
kita harus terus menjaga semangatnya.
3. Hal-hal apa saja yang menjadi inti dari dakwah dalam jama’ah tabligh?
- Inti yang pertama adalah tauhid, keimanan, dengan menjelaskan la
ilaha illallah, dengan memahami artinya, maksudnya, keuntungannya
dan cara mendapatkannya. Tauhid ini dijabarkan bagaimana kita yakin
kepada Allah, dengan mengitsbatkan segala-galanya kepada Allah,
karena semua tak bisa dilakukan izin Allah. Yang kedua, tentang
amalan, amalan Islam harus kaffah, dengan menjalankan sunnah rasul
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjelaskan seluruh sunnah
rasul dalam kehidupan sehari-hari, dijelaskan amalan dalam satu hari.
Yang ketiga, akhlaknya, bagaimana menjalankan perilaku yang baik
dalam kehidupan, jadi ibadat, mu’asyarat dan mu’amalat dilakukan
bersama-sama.
4. Apa saja yang anda anggap menghambat komunikasi antara pendakwah
dengan jama’ah?
- Biasanya berkaitan dengan pamor dan atau penghasilan, karena
biasanya di awal tidak mencari amplop, namun karena proses
kemudian ada yang disukai dan tidak, ada ketersinggungan. Semacam
perasaan tersaingi.
61
5. Bagaimanakah sistem kepengurusan di Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk?
- Tidak ada kepengurusan, tetapi ada kesadaran untuk bersama, seperti
setiap seminggu sekali kita musyawarah yang dipimpin oleh ‘Amir
atau Da’i senior yang punya banyak pengalaman dan amalan.
Biasanya ada perkumpulan halaqah, sekitar 150 halaqah yang dari
halaqah itu ada yang senior dan kuat secara amalan serta dihormati,
kami akan mendengarkan Amir itu. Halaqah ini biasanya bergantung
pada ketokohan, dan dalam Jama’ah Tabligh dikenal markaz atau
organisasi pusat, muhallah atau cabang dan halaqah yang merupakan
perkumpulan di kecamatan dan kelurahan.
6. Bagaimana cara Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk memperkuat jumlah
jama’ahnya?
- Silaturahmi, kita biasanya melakukan kunjungan ke rumah-rumah,
mendatangi warga untuk bersilaturahmi dan mengenal orang-orang
sekitar untuk mengenal dan membangun kedekatan dengan
masyarakat. Sistemnya setiap hari kita keliling nanti adakan
jaulah,seminggu sekali mengundang orang untuk bersama-sama
membincangkan soal agama, tanpa harus menggurui. Ini disebut
dengan jaulah 1, atau mendakwah di tempat sendiri. Ada juga jaulah
2, yakni mengunjungi mushala tetangga, untuk mengenalkan
komunitas kita, dan mendakwahkan Islam dilakukan seminggu sekali.
Dakwah itu harus dilakukan setidaknya 1 hari 25 kali kita berdakwah,
62
menyampaikan kalimat la ilaha illallah dalam satu hari 25 majlis atau
jaulah. Setelah 4 kali pertemuan jaulah, ajak mereka yang selalu aktif
untuk silaturahmi dengan halaqah lain dan ke muhallah.
7. Apakah ada perencanaan yang menyeluruh untuk program dan kegiatan
Jama’ah Tabligh?
- Ke Masjid-masjid terutama ke tempat kita tinggal, dzikir, ibadah,
datang ke Mushulla.
8. Bagaimana cara Jama’ah Tabligh melaksanakan program dan kegiatan
termasuk dalam pembiayaan?
- Berasal dari kantong sendiri dengan cara menabung. Tinggalkan
rumah dan membawa uang sendiri dengan masing-masing,
mengurangi sifat mubajir seperti merokok, beli koran, dan lai-lain.
9. Apakah sebagai anggota Jama’ah Tabligh anda juga berinteraksi dengan
komunitas dakwah lainnya?
Dakwah wajib di atas wajib, dakwah, dakwah, dan dakwah lagi.
10. Bagaimana interaksi anda dengan komunitas dakwah di luar Jama’ah
Tabligh?
Dengan cara banyak berkomunikasi dengan orang yang berada
disekitar lingkungan kita sendiri dan selalu menjaga kerukunan.
11. Apakah anda berupaya mengajak orang di luar Jama’ah Tabligh untuk
menjadi bagian dari Jama’ah Tabligh?
63
Jangan memaksa kaum untuk mengikuti tetapi dengan cara kita berdakwah
dengan sendirinya umat akan ikut juga, seperti Nabi Muhammad dan lain-
lain.
12. Apakah anda mengetahui jika suatu ketika ketua atau pengurus jamaah
tabligh anda menghadapi suatu masalah? Dari mana Anda mengetahui?
Apa tanggapan anda?
Mengetahui, jika ada masalah kita akan berkomunikasi denganpara pengurus untuk mencari solisinya.
13. Apakah anda merasa senang jika berkomunikasi dengan ketua atau
pengurus jamaah tabligh?
Sangat senang karena dengan berkomunikasi silaturahmi kita bias
terjalin dengan baik dan mendapatkan ilmu yang terbaru.
14. Saat tidak bersama dengan ketua atau pengurus, apakah anda akan mencari
komunitas lain ?dengan cara apa anda melakukan?
Saya tetap setai dengan komunitas ini karena sudah cukup baikmenurut saya
15. Jika saja ketua maupun pengurus jamaah tabligh anda melakukan suatu
kesalahan, apa yang akan anda lakukan? Mengapa?
saya akan menegur dengan cara baik langsung dan menasehatinya dan
tetap menjaga kerukunan secara bersama.
64
C. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk
1. Dokumentasi Hasil penelitian wawancara peneliti memperoleh beberapa
data dari hasil wawancara
Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umumpengurus jama’ah tabligh kebun jeruk
Gambar 4.2. Peneliti melakukan wawancaradengan pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk
Gambar 4.3. Peneliti telah selesai melakukan wawancaradengan pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk
65
Dari hasil penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunkan
metode wawancara dapat disimpulkan:
a. Bahwa jama’ah tabligh kebun jeruk lebih suka menemukan hal yang baru
dalam dirinya sendiri supaya bisa mengembangkan diri didalam
masyarakat luas.
b. Di dalam jama’ah tabligh kebun jeruk peniliti menemukan bahwa setelah
melakukan wawancara dapat diperoleh gambaran bahwa jama’ah
tabligh kebun jeruk kurang menyenangi adanya lingkung luar didalam
melakkan kegiatan.
c. Didalam membentuk dan menjaga hubungan sesama jama’ah tabligh
maupun dengan masyarakat cukup baik sehingga sesama jama’ah
maupun masyarakat sekitar terjalin hubungan cukup baik.
d. Jama’ah tabligh kebun jeruk didalam konteks merubah sikap dan tingkah
laku cenderung bagus karena didalam dia berdawah harus bisa
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada bab IV, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah tabligh yang
signifikan
2. Terdapat efektifitas dan pola komunikasi interpersonal yang berarti didalam
jamah tabligh kebun jeruk.
3. Sebagai pedoman bagi da’i untuk melakukan pola komunikasi
interpersonal dalamberdakwah
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dibahas, oleh karena
itu peneliti ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Menambah jenis dari pola-pola komunikasi terhadap jama’ah tabligh.
2. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi interpersonal dalam
Jama’ahTabligh
3. Pola komunikasi interpersonal memang penting, namun untuk
mendukung terjadinya komunikasi yang baik harus ada juga pola
komunikasi didalamnya.
4. Menambahkan beberapa pola komunikasi yang terdpat dibuku mau
pun pada ahlinya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia; PeacefulFundamentalist”, Studia Islamika, Vol 11, No. 3. 2004
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-RUZMEDIA, 2011)
Basyiron = pendekatan keagamaan dengan membawa kabar-kabar baik; nadziron= pendekatan keagamaan dengan membawa ancaman
Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim: Wacana Kekuasaan danHegemoni dalam Masyarakat Muslim, terj. Endi Haryono dan RahmiYunita (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998)
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi..., (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012)
Diberi istilah jaulah yang memiliki arti keliling, dinisbatkan pada aktifitas JamaahTabligh yang sering berdakwah dengan berkeliling dari pintu ke pintu
Disebut jamaah kompor karena dalam perjuangan dakwah jamaah ini membawaperbekalan untuk hidup, termasuk perbekalan untuk memasak
Hal yang dimaksud dengan menamakan diri di sini adalah mendeklarasikan namaJamaah Tabligh sebagai sebuah organisasi atau lembaga
Hamid Nasuhi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi,(Jakarta, Ceqda, 2007)
Ia belajar agama di madrasah dekat rumahnya dan dididik oleh kakeknya,Muhammad Yahya. Sejak usia 10 tahun ia sudah hafal Alquran. Iajuga murid dari sejumlah ulama terkemuka Deoband. Sejakkepulangannya dari tanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang ketiga pada tahun 1932, ia bertekad keras untuk melaksanakan tugas suciyaitu berdakwah. Sejak saat itu ia membentuk jamaah-jamaah yangdikirim ke beberapa daerah di sekitar India
Julia T. Wood Interpersonal Communication..(Autralia Wadswoth, 2010)
Khalid Mas’ud, ed., Travellers in Faith, sebagaimana dikutip oleh Yusran Razak,“Jamaah Tabligh, Ajaran dan Dakwahnya,” Disertasi Doktor, SekolahPascasarjana UIN Jakarta (2008)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif (Edisi Revisi), (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009) h. 248.
Markaz, merupakan istilah yang digunakan oleh jamaah tabligh untukmenyematkan masjid yang dijadikan tempat penyambutan dan
68
pengiriman jamaah. Sedangkan mantiqoh, merupakan pemetaan yangdikoordinir dari masjid markaz untuk pemfokusan area dakwahberdasarkan tempat tinggal atau domisili anggota jamaah tabligh.
Nasrullah, “Tradisionalisme Dalam Dakwah: Studi Kritis Aktivitas JamaahTabligh Kebon Jeruk Jakarta,” Tesis Master, Sekolah PascasarjanaUniversitas Islam Negeri Jakarta (2005)
Nisbat kepada kelompok salafi dengan ciri pakaian yang sama
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2010)
Penelitian M. Yusuf Asry, “Makna Komunikasi Non-Verbal dalam Dakwah:Penelitian Simbol Dakwah Jamaah Tabligh,” Jurnal Harmoni, Vol VI,Nomor 23, 2007
Rachmat Krisyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh PraktisRiset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2006), h. 69.
Republika dalam dua edisi tentang Jamaah Tabligh Gerakan DakwahTransnasional, 12 September 2012, http/www.republika.co.id, diaksespada 2 Juli 2017
Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011)
Terbuka di sini maksudnya ialah welcome kepada saudara sesama Muslim.
Yoginder Sikand, “Sufisme Pembaharu Jamaah Tabligh”, dalam Martin vanBruinessen dan Julia Day Howell, ed. Urban Sufism, (Jakarta:Rajawali Pers, 2008)