pondok pesantren darul ’ulum: ilmu pengetahuan

2
Minggu, 23 Desember 2012 - 09:11:10 WIB Garam dan Air Pasangan Diposting oleh : Administrator http://www.darululum.net/home-Mauidzoh Khasanah Alkisah, seorang pengusaha bernama Suto meraih kesuksesan luar biasa. Namun tidak membuatnya lupa diri karena ia rela berbagi dengan siapa saja yang membutuhkan. Sehingga banyak organisasi yang memosisikannya sebagai bendahara. Baik itu ormas kepemudaan, keagamaan, keolahragaan, organisasi profesi bahkan partai politik. Akibat kesibukannya berbisnis dan menjalankan tugas di berbagai organisasi, dia layak dikategorikan tipe suami Jarum Super (jarang di rumah suka pergi). Sampai-sampai lupa bahwa anak istrinya punya hak untuk mendapat kasih sayang dan perhatinya sebagai sosok imam dalam keluarga. Si isteri yang cantik lagi sholihah, ingin mengingatkan kelalaian Suto akan kewajibannya itu, tapi tidak punya keberanian untuk mengatakan, karena suaminya selalu berdalih bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah demi ummat atau rakyat yang membutuhkannya. Si isteri, sebut saja Siti, yang lulusan Darul’Ulum ini akhirnya menemukan cara cerdas untuk “berunjuk rasa” pada Suto dengan memasukan sesendok garam dalam botol air mineral yang sengaja diserahkannya sendiri ketika Suto hendak pergi jauh. “Ini air minumnya pa.. sebelum minum baca shalawat tiga kali ya, biar semuanya makin lancar..” pesan Siti yang dibalas Suto dengan kecupan di kening wanita yang mirip Fessy Alwi, presenter Metrotv itu. Sesampai di Krian, saat jalan sedikit macet, ia ingat pesan isterinya untuk baca shalawat diikuti dengan meminum air yang dibekalinya. Betapa kaget setelah ia meneguk air yang ternyata terasa sangat asin. Ia segera ambil HP untuk menelpon dan memarahi Siti, tapi sebelum semua nomor terpencet, ia ingat dengan bacaan shalawat yang baru dilafalkannya sehingga ia mulai mengendalikan emosi dan berfikir jernih tentang makna semua ini. Sesampai di kawasan Sepanjang, ia berkata pada sopirnya: “Kita ke Kiai Fulan dulu ya, ke Juandanya nanti saja”. Sesampai di kediaman kiai yang sufi itu, Suto sowan dengan membawa sebotol air ukuran 500 ml persembahan si isteri. Dia pun mulai menceritakan lengkap kisah air tersebut yang diakhiri dengan pertanyaan bagaimana ia harus menyikapi isterinya. Kiai yang memiliki mushalla dengan bak air di depannya seluas 12 m persegi itu, tidak menjawab tapi malah masuk rumah dan keluar membawa sekantung garam ukuran setengah kilo. “Ayo ikut saya ke bak air wudhu itu..” ajak kiai pada Suto yang masih diliputi tandatanya. “Bungkusan garam ini lebih besar dari botol kamu, aku masukkan semuanya ke bak ini. Mari kita aduk sama-sama..” ajak kiai yang diikuti Suto dengan rasa penasaran. “Sudah lima menit lebih kita aduk, sekarang cicipi airnya dan rasakan keasinannya..”. Suto berkali-kali pindah tempat untuk merasakan air itu yang ternyata lidahnya tidak mampu mendeteksi rasa garamnya. “Begini maknanya..” Kiai Fulan mulai menjelaskan.. “Garam adalah lambang permasalahan yang kita hadapi. Tak satupun manusia normal terbebas dari masalah, karena masalah adalah bagian dari ujian Tuhan terhadap hambanya untuk menyeleksi mana hamba yang takwa dan yang tidak. Kadar garam atau masalah bisa sama, satu sendok, tapi bagi orang yang punya air hanya sebotol maka ia akan kehilangan jati diri keasliannya, larut dalam masalah. Namun bagi yang memiliki air sekolam, garam tersebut sama sekali tak berpengaruh. Maka perbanyaklah perbendaharaan airmu dengan hati yang selalu dzikir ingat pada Allah, sehingga kamu benar-benar bisa merasakan apakah masalah ini buah dari kesalahan-kesalahan masa lalumu atau memang betul-betul ujian dari Tuhan. Bila itu akibat kesalahanmu, maka bersyukurlah karena kamu diberi kesempatan lebih awal untuk memperbaikinya, sehingga tidak harus memepertanggung-jawabkannya

DESCRIPTION

Silahkan dibaca dan Dipahami (semoga bermanfa'at) Aamiiin :)

TRANSCRIPT

Minggu, 23 Desember 2012 - 09:11:10 WIB

Garam dan Air Pasangan

Diposting oleh : Administrator

http://www.darululum.net/home-Mauidzoh Khasanah

Alkisah, seorang pengusaha bernama Suto meraih

kesuksesan luar biasa. Namun tidak membuatnya lupa diri

karena ia rela berbagi dengan siapa saja yang

membutuhkan. Sehingga banyak organisasi yang

memosisikannya sebagai bendahara. Baik itu ormas

kepemudaan, keagamaan, keolahragaan, organisasi profesi

bahkan partai politik.

Akibat kesibukannya berbisnis dan menjalankan tugas di

berbagai organisasi, dia layak dikategorikan tipe suami

Jarum Super (jarang di rumah suka pergi). Sampai-sampai

lupa bahwa anak istrinya punya hak untuk mendapat kasih

sayang dan perhatinya sebagai sosok imam dalam keluarga.

Si isteri yang cantik lagi sholihah, ingin mengingatkan

kelalaian Suto akan kewajibannya itu, tapi tidak punya

keberanian untuk mengatakan, karena suaminya selalu berdalih bahwa apa yang dilakukannya selama ini

adalah demi ummat atau rakyat yang membutuhkannya.

Si isteri, sebut saja Siti, yang lulusan Darul’Ulum ini akhirnya menemukan cara cerdas untuk “berunjuk

rasa” pada Suto dengan memasukan sesendok garam dalam botol air mineral yang sengaja diserahkannya

sendiri ketika Suto hendak pergi jauh. “Ini air minumnya pa.. sebelum minum baca shalawat tiga kali ya,

biar semuanya makin lancar..” pesan Siti yang dibalas Suto dengan kecupan di kening wanita yang mirip

Fessy Alwi, presenter Metrotv itu.

Sesampai di Krian, saat jalan sedikit macet, ia ingat pesan isterinya untuk baca shalawat diikuti dengan

meminum air yang dibekalinya. Betapa kaget setelah ia meneguk air yang ternyata terasa sangat asin. Ia

segera ambil HP untuk menelpon dan memarahi Siti, tapi sebelum semua nomor terpencet, ia ingat dengan

bacaan shalawat yang baru dilafalkannya sehingga ia mulai mengendalikan emosi dan berfikir jernih tentang

makna semua ini.

Sesampai di kawasan Sepanjang, ia berkata pada sopirnya: “Kita ke Kiai Fulan dulu ya, ke Juandanya nanti

saja”. Sesampai di kediaman kiai yang sufi itu, Suto sowan dengan membawa sebotol air ukuran 500 ml

persembahan si isteri. Dia pun mulai menceritakan lengkap kisah air tersebut yang diakhiri dengan

pertanyaan bagaimana ia harus menyikapi isterinya. Kiai yang memiliki mushalla dengan bak air di

depannya seluas 12 m persegi itu, tidak menjawab tapi malah masuk rumah dan keluar membawa sekantung

garam ukuran setengah kilo. “Ayo ikut saya ke bak air wudhu itu..” ajak kiai pada Suto yang masih diliputi

tandatanya. “Bungkusan garam ini lebih besar dari botol kamu, aku masukkan semuanya ke bak ini. Mari

kita aduk sama-sama..” ajak kiai yang diikuti Suto dengan rasa penasaran. “Sudah lima menit lebih kita

aduk, sekarang cicipi airnya dan rasakan keasinannya..”. Suto berkali-kali pindah tempat untuk merasakan

air itu yang ternyata lidahnya tidak mampu mendeteksi rasa garamnya.

“Begini maknanya..” Kiai Fulan mulai menjelaskan.. “Garam adalah lambang permasalahan yang kita

hadapi. Tak satupun manusia normal terbebas dari masalah, karena masalah adalah bagian dari ujian Tuhan

terhadap hambanya untuk menyeleksi mana hamba yang takwa dan yang tidak. Kadar garam atau masalah

bisa sama, satu sendok, tapi bagi orang yang punya air hanya sebotol maka ia akan kehilangan jati diri

keasliannya, larut dalam masalah. Namun bagi yang memiliki air sekolam, garam tersebut sama sekali tak

berpengaruh. Maka perbanyaklah perbendaharaan airmu dengan hati yang selalu dzikir ingat pada Allah,

sehingga kamu benar-benar bisa merasakan apakah masalah ini buah dari kesalahan-kesalahan masa lalumu

atau memang betul-betul ujian dari Tuhan. Bila itu akibat kesalahanmu, maka bersyukurlah karena kamu

diberi kesempatan lebih awal untuk memperbaikinya, sehingga tidak harus memepertanggung-jawabkannya

di akhirat. Namun bila itu ujian Tuhan, maka hadapilah dengan optimisme karena itu pertanda Allah akan

mengangkat derajatmu..”

“Maaf kiai.. bagaimana dengan air isteri saya tadi.?” Sela Suto. “Itu berarti buah kesalahan masa lalumu..

maka sekarang batalkan keberangkatanmu ke Jakarta, kembalilah pada isterimu karena dialah sesungguhnya

yang akan memperbanyak air di hatimu sehingga akan membuatmu lebih kuat menghadapi masalah dari

ujian Tuhan”. Tukas kiai Fulan sambil menepuk pundak Suto.

Satu jam kemudian, betapa kagetnya Siti melihat kedatangan suaminya yang tergesa-gesa masuk rumah.

“Apa ada yang ketinggalan pa..?” sapa siti. “Dulu memang ada yang ketinggalan ma, tapi sekarang tidak

akan lagi.. karena aku akan membawa diri dan hatimu bersamaku selalu…. “ kata Suto sambil memeluk erat

isterinya yang mulai menitikkan air mata bahagia.

Untuk itu, pembaca yang budiman, jangan pernah melupakan dukungan pasangan dalam meraih kesuksesan.

Apalah arti sukses di luar rumah bila di rumah sendiri tidak terbangun suasana “baity jannaty”, rumahku

adalah surgaku, sebagaimana rumahtangga Rasulullah.. Salam sukses penuh berkah.

Drs. H. M. ZAIMUDDIN WIJAYA AS'AD, SU