ponzi scheme

6
Greenspan, Madoff, dan Kejahatan Pasar Modal Oleh Abdul Aziz Sepanjang hayatnya, korban-korban mega skandal Bernard Madoff mungkin bakal menyalahkan Alan Greenspan,chairman The Fed periode 1987-2006. Greenspan-lah yang meminta Pemerintah AS tak mengekang sepak terjang para pengelola hedge fund. Greenspan pula yang meminta pengelola hedge fund bebas memutar asetnya tanpa sekat-sekat regulasi. ———————– Begitulah. Banyak yang percaya, Bernard Lawrence Madoff bisa mengelabui nasabah dan menilap dana sampai US$ 50 miliar (sekitar Rp 550 triliun) karena regulasi pasar modal AS terlampau longgar. Jika ‘ibu kota’ kapitalis itu punya regulasi ketat, skandal investasi individu terbesar dan paling menggetarkan sepanjang sejarah ini mungkin tak akan terjadi. Dan, bukankah Alan Greenspan, nakhoda Bank Sentral AS selama 19 tahun, adalah ‘dirijen’ yang berperan besar membangun, merawat, dan mengukuhkan fundamental ekonomi pasar bebas? Otoritas pasar modal AS (Securities and Exchange Commission/SEC) sebetulnya sudah lama mengendus keganjilan bisnis Madoff. Namun, berkali-kali SEC

Upload: amaliaputrikamil

Post on 09-Apr-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bagaimana penipuan dengan skema ponzi

TRANSCRIPT

Page 1: Ponzi Scheme

Greenspan, Madoff, dan Kejahatan Pasar ModalOleh Abdul Aziz

Sepanjang hayatnya, korban-korban mega skandal Bernard Madoff mungkin bakal menyalahkan Alan Greenspan,chairman The Fed periode 1987-2006. Greenspan-lah yang meminta Pemerintah AS tak mengekang sepak terjang para pengelola hedge fund. Greenspan pula yang meminta pengelola hedge fund bebas memutar asetnya tanpa sekat-sekat regulasi.

———————–

Begitulah. Banyak yang percaya, Bernard Lawrence Madoff bisa mengelabui nasabah dan menilap dana sampai US$ 50 miliar (sekitar Rp 550 triliun) karena regulasi pasar modal AS terlampau longgar.Jika ‘ibu kota’ kapitalis itu punya regulasi ketat, skandal investasi individu terbesar dan paling menggetarkan sepanjang sejarah ini mungkin tak akan terjadi.

Dan, bukankah Alan Greenspan, nakhoda Bank Sentral AS selama 19 tahun, adalah ‘dirijen’ yang berperan besar membangun, merawat, dan mengukuhkan fundamental ekonomi pasar bebas?

Otoritas pasar modal AS (Securities and Exchange Commission/SEC) sebetulnya sudah lama mengendus keganjilan bisnis Madoff. Namun, berkali-kali SEC menyelisik kasus tersebut, berkali-kali pula SEC gagal membuktikannya.

Seperti ditulis Wall Street Journal, pada 1992 SEC memeriksa perusahaan pengelola dana (hedge fund) dan jasa konsultasi keuangan milik Madoff, Bernard Lawrence Madoff Investment Securities LLC. Hasilnya, Madoff dianggap bersih.

Pada 1999, otoritas pasar modal AS kembali memeriksa Bernard Madoff, menyusul adanya laporan bahwa Madoff

Page 2: Ponzi Scheme

sesungguhnya menjalankan praktik bisnis ilegal lewat Skema Ponzi. Tapi, lagi-lagi, SEC tidak bisa membuktikan tuduhan tersebut.

Dugaan praktik ilegal yang dijalankan Madoff juga pernah diungkap majalah keuangan mingguan Barron. Pada 2001, majalah itu mempertanyakan praktik bisnis berkedok investasi ala Bernard Madoff yang lebih menyerupai money game dengan jenjang primida. Dan, SEC kembali gigit jari.

Pada 2005, untuk kesekian kalinya, SEC memeriksa keuangan Madoff. Saat itu, SEC menemukan tiga kasus pelanggaran teknik perdagangan yang dijalankan investor kawakan Wall Street itu. Tapi, entah kenapa, Bapepam AS itu tidak menjatuhkan sanksi.

Terakhir, pada 2007, SEC kembali memeriksa Madoff Investment. Sekali lagi, pemeriksaan SEC nihil. Cuma, memang, petugas pemeriksa menemukan sejumlah keganjilan. Laporan keuangan kuartalan yang disampaikan Madoff, misalnya, terlampau kecil untuk ukuran perusahaan pengelola dana miliaran dolar sekelas Madoff Investment.

Konon, atas temuan itu, investor sempat disarankan tidak berinvestasi di Madoff Investment. Tapi, apa lacur, imbauan itu tenggelam oleh kegigihan para agen Madoff merayu investor.

Madoff yang berkantor di lantai 17 dan 18 Gedung Lipstick Building di Third Avenue, Manhattan, New York, bersama 200 karyawan serta dua anaknya, Mark dan Andrew, ditengarai menyimpan portofolionya di perusahaan sekuritas miliknya sendiri.

Pria berusia 70 tahun itu hanya menyewa Friehling & Horowitz, sebuah perusahaan auditor kelas ’kaki lima’ di New York. Selain auditor tersebut, hanya Madoff seorang yang tahu bahwa Madoff Investment menjalankan Skema Ponzi, skema investasi yang memberikan imbal hasil dengan cara memutar dana nasabah lama dan nasabah baru.

Page 3: Ponzi Scheme

Madoff juga diduga memanipulasi laporan keuangan dan pembukuan perusahannya. Alhasil, perusahaannya tetap terkesan sehat, bersih, dan selalu mencetak untung.

‘Madoff Main Mata’?

Anggapan bahwa regulasi pasar modal AS terlampau longgar bisa dipahami. Logikanya, jika memang aturannya memadai, Madoff tentu sudah digelandang ke meja hijau, belasan tahun silam. Atau, jangan-jangan Bernard Madoff ’main mata’ atau patgulipat dengan aparat? Bisa jadi.

Tapi, sekalipun dugaan itu benar, semuanya tetap bermuara pada persoalan regulasi. Bukankah petugas penyidik tak akan bisa kongkalikong jika aturannya ketat dan sanksinya berat?

Yang pasti, penyidik SEC memang sedang memeriksa seluruh stafnya yang memiliki hubungan kerabat dengan Madoff dan perusahaan investasinya. Eric Swanson, mantan asisten direktur kepatuhan dan pemeriksaan SEC, dikabarkan menikah dengan keponakan Madoff, Shana, yang sebelumnya bekerja sebagai penasihat hukum di perusahaan Madoff.

Swanson hengkang dari SEC pada Agustus 2006. Ia kini bekerja sebagai penasihat di Bats Trading Inc, perusahaan money changer terbesar ketiga di AS.

”Pokoknya, SEC akan memeriksa seluruh staf dan pihak yang pernah melakukan kontak dengan Madoff maupun keluarganya,” tandas Christopher Cox, sebelum dicopot dari jabatannya sebagai chairman SEC, seperti dikutip AFP.

Terlepas dari itu semua, skandal Bernard Madoff telah mencoreng-moreng wajah SEC. Apalagi sebelumnya, otoritas pasar modal AS itu juga dituding bertanggung jawab dalam kasus ambruknya Bears Stearns Cos dan Lehman Brothers Holdings Inc.

Media massa AS menganggap skandal Madoff merupakan contoh keempat yang menunjukkan lemahnya pengawasan

Page 4: Ponzi Scheme

di pasar modal. Kasus pertama adalah bangkrutnya perusahaan hedge fund LTCM pada 1998. Kasus kedua yaitu terbongkarnya skandal akuntansi perusahaan raksasa energi, Enron, pada 2001. Kasus ketiga adalah gulung tikarnya bank investasi Lehman Brothers.

Wajar jika kemudian Presiden baru AS Barack Obama mendaulat Mary Schapiro (53), mantan kepala Badan Pengawas Bursa Berjangka Komoditi (Commodity Futures Trading Commission/CFTC), sebagai orang nomor satu SEC, menggantikan Christopher Cox yang ditunjuk semasa pemerintahan George W Bush.

Pelajaran Berharga

Mega skandal Bernard Madoff adalah pelajaran berharga bagi siapa pun yang menginginkan keuntungan lewat cara-cara jujur, sehat, benar, bersih, dan etis.

Bernard Madoff hanyalah satu sisi buruk wajah pasar modal. Masih banyak sisi buruk lain, meski banyak pula sisi baiknya. ’Madoff’ bisa menjelma dan hadir di mana pun, termasuk di Indonesia. Bukan karena aturan pasar modal Indonesia terlalu longgar, tapi karena kejahatan tak pernah mengenal jarak, ruang, dan waktu.

Mungkin sudah saatnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencermati lebih jauh peraturan-peraturan yang ada guna mengantisipasi kemungkinan munculnya ’Madoff-Madoff’ lain di Indonesia.

Beberapa kasus terakhir mengajarkan kepada kita bahwa aturan-aturan pasar modal di Tanah Air juga bisa diterabas manusia-manusia macam Bernard Madoff.

Contoh paling sederhana adalah kurangnya kontrol otoritas terhadap kewajiban perusahaan sekuritas memenuhi modal kerja bersih disesuaikan (MKBD). Selama ini, otoritas pasar modal dan bursa hanya memiliki data MKBD berdasarkan laporan perusahaan sekuritas. Verifikasi hanya dilakukan sekali-kali.

Page 5: Ponzi Scheme

Begitu pula dengan kontrak pengelolaan dana (KPD). Siapa yang mengawasi instrumen investasi itu berikut penegakan hukumnya, sampai sekarang belum jelas.

Kalau mau jujur, otoritas juga masih lemah dari sisi SDM. Dalam mengungkap kasus-kasus besar yang melibatkan pelaku pasar berkemampuan tinggi, canggih, dan lihai, otoritas pasar modal maupun otoritas bursa masih sering kedodoran.

Padahal, seperti dikemukakan Warren Buffett, ”Kita baru bisa tahu siapa yang selama ini berenang telanjang setelah air laut surut.” Atau, kita harus menunggu laut itu kering?

Tulisan ini dimuat di halaman 1 Investor Daily edisi 22 Januari 2009.