portfolio gigitan ular
TRANSCRIPT
![Page 1: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/1.jpg)
No. ID dan Nama Peserta: Ratna Prihartanti
No. ID dan Nama Wahana: RSUD Soreang
Topik: Gigitan Ular
Tanggal Kasus: 09 Januari 2012
Nama Pasien: Tn. Endang No. RM: 383093
Tanggal Presentasi: 10 Januari 2012 Nama Pendamping:
dr. Ari Kurniawan
Tempat Presentasi: RSUD Soreang
Objektif Presentasi:
√ Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja √ Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 52 tahun; Pusing, tangan kebas, dan sesak; Gigitan ular
berbisa
Tujuan: Manajemen kasus gigitan ular berbisa
Bahan
Bahasan:
Tinjauan
Pustaka
Riset √ Kasus Audit
Cara
Membahas:
Diskusi √ Presentasi dan
Diskusi
E-mail Pos
Data Pasien: Nama: Tn. Endang Nomor Registrasi: 383093
Nama Klinik: IGD RSUD Soreang Telp: (-) Terdaftar sejak: (-)
Data utama untuk bahan diskusi:
1.Diagnosis/Gambaran Klinis: Gigitan Ular Berbisa Derajat II/Tangan terasa kebas,
pusing, dan sesak setelah digigit ular
2.Riwayat Pengobatan: Pasien dibawa ke IGD RSUD Soreang 2 jam setelah digigit
ular. Sebelumnya pasien tidak mendapatkan pengobatan
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien mengaku digigit ular saat sedang tidur, ± 2
jam sebelum dibawa ke RS. Ular menggigit di punggung tangan kiri pasien.
Ular berwarna kehitaman, belang putih, bertaring (gigi) 2, dan kepala bentuk
segitiga. Pada punggung tangan kiri ditemukan bekas gigitan. Bengkak dan
memar pada bekas gigitan (-). Nyeri tekan pada bekas gigitan disangkal. Pada
saat datang ke RS pasien mengeluh tangan kiri terasa kebas, dan kepala terasa
pusing. Mual (+). Keluhan demam, BAK sulit atau berdarah, dan sesak
![Page 2: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/2.jpg)
disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat alergi atau asma sebelumnya. Riwayat
hipertensi (+)
4.Riwayat Keluarga: Riwayat hipertensi (-), alergi (-), asma (-)
5.Riwayat Pekerjaan: Pasien bekerja sebagai buruh pabrik
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik: Pasien tinggal bersama istri dan dua
orang anak. Rumah pasien terletak di pinggir sawah. Pasien tidak memiliki
jaminan kesehatan.
7.Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik (awal)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : tekanan darah 180/110 mmHg, nadi 72 x/menit,
nafas 20 x/menit, suhu 37,0oC
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : deformitas (-), sekret (-), hiperemis (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid
(-),
Jantung : batas jantung dalam batas normal, BJ I-II normal,
murmur (-),
gallop (-)
Paru : vesikuler ki=ka, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar/limpa tidak teraba,
bising
usus (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan Fisik 3 jam setelah masuk RS
Pasien tampak sesak; Tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 96 x/menit,
nafas 36 x/menit, suhu 36,8oC. Retraksi suprasternal (+). Pada auskultasi
paru-paru terdengar wheezing di kedua lapang paru.
2 jam kemudian pasien apneu, kemudian dilakukan intubasi. 1 jam
setelah intubasi, pasien henti napas dan henti jantung.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Hb/Ht/leukosit/trombosit : 16.7/47/7.300/245.000; GDS
![Page 3: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/3.jpg)
161
Daftar Pustaka:
1. Auerbach, Paul., Norris, Robert. Disorders Caused by Reptile Bites and Marine
Animal Exposure dalam : Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed.
McGraw-Hill Companies.Inc : USA. 2005 (e-book)
2. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, dan Siti S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam Jilid I. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD, 2006
3. Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM : Penatalaksanaan
Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis dan penentuan derajat gigitan ular berbisa
2. Patofisiologi gigitan ular berbisa
3. Komplikasi gigitan ular berbisa
4. Penanganan awal dan tatalaksana gigitan ular berbisa serta komplikasinya
5. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai penyakit, dan kemungkinan
komplikasi terburuk yang dapat terjadi
6. Masalah etik : Penerapan prinsip bioetik justice dan beneficence
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portfolio:
1.Subjektif
Pasien datang dengan keluhan tangan terasa kebas dan pusing ± 2 jam setelah
digigit ular. Untuk mengarahkan penatalaksanaan, sebaiknya tenaga
kesehatan memastikan ciri-ciri ular berbisa seperti warna, bentuk kepala, dan
taring. Lebih baik lagi jika ular yang mengigit dapat dibawa ke tenaga
kesehatan. Dari anamnesis diketahui bahwa ular berwarna kehitaman, belang
putih, bertaring (gigi) 2, dan kepala bentuk segitiga. Ciri-ciri tersebut
menggambarkan ular yang berbisa. Walaupun begitu, informasi tersebut masih
belum dapat memastikan bahwa pasien terpapar bisa ular. Sebagian ular tidak
berbisa dapat memiliki ciri yang sama, selain itu, ular berbisa juga dapat
menggigit tanpa mengekuarkan bisa (dry bite). Untuk memastikan adanya
paparan bisa dan menentukan derajat penyakit harus diperhatikan adanya
gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal pada tempat gigitan dapat berupa
kemerahan, bengkak, perdarahan, ekimosis, rasa terbakar, kesemutan atau
nyeri. Pada pasien, ditemukan bekas gigitan di punggung tangan kiri, namun
![Page 4: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/4.jpg)
tidak ditemukan reaksi lokal selain rasa kebas di tangan kiri. Gejala sistemik
yang perlu diwaspadai diantaranya adalah gangguan penglihatan, gejala
neurologis (pusing, sakit kepala), gejala kardiovaskular (berdebar-debar,
hipotensi), gejala sistem pencernaan (mual, muntah), gejala pada sistem
pernapasan (sulit bernapas), dan gejala lain seperti demam, kelemahan otot,
serta hipersallivasi. Pada saat datang ke RS gejala sistemik yang dialami pasien
hanyalah pusing kepala dan mual. Namun karena penatalaksanaan yang tidak
adekuat, pasien akhirnya mengalami gejala sesak (kesulitan bernapas) dan
henti jantung.
2.Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda gigitan di punggung tangan kiri.
Tidak didapatkan reaksi lokal seperti edema, ekimosis, atau nyeri tekan. Saat
pasien datang ke RS, pemeriksaan fisik generalis dalam batas normal,
walaupun tekanan darah pasien cukup tinggi. Pasien mengaku memiliki riwayat
hipertensi tidak terkontrol sebelumnya. Seiring dengan perburukan gejala
akibat terapi yang tidak adekuat, pasien tampak sesak dengan frekuensi nafas
36 x/menit, ditemukan retraksi suprasternal (+)dan ditemukan wheezing di
kedua lapang paru pada pemeriksaan auskultasi. Hal ini menunjukkan adanya
komplikasi pada sistem pernapasan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien hanya darah rutin dan GDS (tidak ada kelainan). Pada kasus
gigitan ular berbisa, walaupun pada awalnya gejala yang timbul ringan harus
tetap dilakukan skrining untuk menyingkirkan komplikasi pada sistem lain.
3.Assessment
Berdasarkan data anamnesis yang didapatkan mengenai jenis ular dan bekas
gigitas yang terlihat pada pasien, dicurigai bahwa pasien mengalami gigitan
ular berbisa. Selain itu gejala lokal yang terjadi seperti tangan yang kebas dan
gejala sistemik seperti pusing juga mendungkung bahwa pasien telah terpapar
bisa ular. Walaupun reaksi lokal dan sistemik yang terjadi ringan, namun
karena telah terdapat bukti keterlibatan sistemik, gigitan ular berbisa pada
pasien masuk dalam derajat II (sedang) dimana pasien membutuhkan terapi
Serum anti bisa ular (SABU) untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut
akibat dari toksin bisa ular yang menyebar dengan cepat, apalagi pada pasien
ini tidak dilakukan kontrol lokal (Imobilisasi ekstremitas). Selain itu pasien juga
memerlukan pemantauan ketat terhadap terjadinya komplikasi sistemik
![Page 5: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/5.jpg)
lainnya. Perburukan gejala yang terjadi pada pasien terjadi akibat pemantauan
dan terapi yang inadekuat sehingga penyebaran toksin bisa ular tidak dapat
dihalangi.
4.Plan
Diagnosis: Pada pasien diperlukan pemantauan ketat terhadap tanda vital,
perburukan gejala lokal dan sistemik. Hal ini diperlukan karena dapat terjadi
perburukan derajat penyakit seiring dengan kerusakan jaringan yang meluas
akibat toksin yang tidak ternetralisir. Untuk memastikan adanya komplikasi
pada sistem lain seharusnya dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
(Ureum/Creatinin), elektrolit, profil koagulasi darah (waktu perdarahan, waktu
pembekuan, fibrinogen, APTT, D-Dimer), fungsi hati, pemeriksaan golongan
darah disertai uji cocok silang, serta pemeriksaan urin lengkap.
Elektrokardiografi dan foto polos dada juga diperlukan mengingat pada pasien
terdapat perburukan gejala. Pada pasien, pemeriksaan tersebut tidak dilakukan
Pengobatan: Sejak pasien datang, penatalaksanaan awal yang harus dilakukan
seharusnya adalah wound toilet dan imobilisasi ekstrmitas yang terkena untuk
mencegah penyebaran toksin. Tindakan mengeluarkan bisa tidak dianjurkan
karena dapat memperburuk nekrosis jaringan dan mempercepat penyebaran
toksin. Jalan napas harus dipastikan bebas. Jalur intravena harus segera
diaplikasikan pada ekstremitas yang tidak terkena gigitan. Pada kasus derajat
sedang (Derajat II) seharusnya diberikan 3-4 vial SABU (Serum anti bisa ular)
dimana setiap 2 vial SABU dilarutkan dalam 500 cc Dextrose 5% dan diberikan
dengan kecepatan 40-80 tetes/menit. Jumlah SABU dapat ditambahkan hingga
20 vial tergantung pada perburukan gejala. Sebelum pemberian SABU
seharusnya dilakukan skin test terlebih dahulu. Pada pasien, imobilisasi
ekstremitas tidak dilakukan. Saat di IGD hanya dilakukan wound toilet pada
luka gigitan. Jalur intravena terpasang dengan IVFD D5% 250 cc ditambah
SABU 1 vial karena keluarga pasien tidak mampu membeli SABU hingga 4 vial
dan farmasi tidak dapat memberikan SABU secara cuma-cuma; Selain itu,
pasien juga diberikan ranitidin 2x1 ampul untuk mengobati gejala pencernaan
dan captopril 3x25 mg untuk mengatasi hipertensi; Saat keluhan sesak timbul
pasien diberikan suplemen O2 melalui nasal kanul 4 L/menit dan diberikan
nebulasi combivent 1 ampul. Selain itu juga disiapkan tindakan intubasi. Pada
saat pasien apneu, dilakukan tindakan intubasi. Setelah terjadi henti jantung
![Page 6: Portfolio Gigitan Ular](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081816/553bf512550346e0478b465d/html5/thumbnails/6.jpg)
dan henti napas, dilakukan resusitasi jantung paru.
Pada proses penanganan kasus gigitan ular di pasien ini terdapat pelanggaran
pada kaidah dasar bioetik yaitu pelanggaran prinsip justice dan beneficence.
Pada prinsip justice atau keadilan pada dasarnya semua pasien seharusnya
mendapatkan perlakuan ataupun terapi yang sama tanpa membedakan status
ekonomi, apalagi terapi yang seharusnya diberikan berkaitan dengan life saving
atau kegawatdaruratan seperti pada kasus ini. Seharusnya sistem kesehatan
dapat menanggung pemberian SABU pada pasien untuk mencegah perburukan
dan memberikan pelayanan terbaik yang bisa diberikan (beneficence). Namun
karena sistem kesehatan di Indonesia belum mendukung hal tersebut, prinsip
tersebut tidak dapat diterapkan.
Konsultasi: Konsultasi sudah dilakukan dengan dokter spesialis bedah di
RSUD Soreang
Rujukan: Seharusnya saat gejala sistemik yang terjadi memburuk, pasien
membutuhkan pemantuan ketat di fasilitas ICU. Oleh karena ICU saat itu
penuh, seharusnya pasien dirujuk ke tempat dengan fasilitas ICU yang lain.
Namun karena keadaan pasien sangat tidak stabil, rujukan tidak sempat
dilakukan hingga akhirnya pasien meninggal dunia.
Kontrol: (-)