post partum blues

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan- bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut postpartum blues. Postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang dialami oleh sekitar 50% wanita dalam 3-6 hari setelah melahirkan (Kendell dkk, 1987). Terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya progesteron (Haris dkk, 1994). Antara 50-80 % ibu-baru melaporkan beberapa bentuk postpartum blues. Insiden postpartum blues sedang atau berat berkisar dari 30-200 per 1000 kelahiran hidup. Insiden postpartum blues ringan bersamaan dengan awitan pasca partum adalah sekitar satu setiap 1000 kelahiran hidup. Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga

Upload: rina-qoidatul-awaliyah

Post on 10-Dec-2014

46 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Post Partum Blues

TRANSCRIPT

Page 1: Post Partum Blues

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,

perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah

mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan

adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita

mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan

selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan

adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang

terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan

dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri

dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi

emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi

aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-

bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi

psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi

sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami

gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang

oleh para peneliti dan klinisi disebut postpartum blues.

Postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang dialami oleh

sekitar 50% wanita dalam 3-6 hari setelah melahirkan (Kendell dkk, 1987).

Terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya

progesteron (Haris dkk, 1994). Antara 50-80 % ibu-baru melaporkan

beberapa bentuk postpartum blues. Insiden postpartum blues sedang atau

berat berkisar dari 30-200 per 1000 kelahiran hidup. Insiden postpartum

blues ringan bersamaan dengan awitan pasca partum adalah sekitar satu

setiap 1000 kelahiran hidup.

Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan

atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga

Page 2: Post Partum Blues

2

sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua

minggu pasca persalinan. Keadaan ini sering disebut puerperium atau

trimester keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut

pada depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah

persalinan.. Labilitas efek dialami oleh banyak para wanita ini. Mereka

mungkin mudah menangis selama beberapa jam dan kemudian pulih

sempurna namun mudah menangis kembali keesokan harinya. yang utama,

gejala-gejala yang tampak bersifat ringan dan biasanya hanya berlangsung

beberapa jam sampai beberapa hari. Jika keadaan ini dibiarkan terus-

menerus maka dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak

menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi

wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat

berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis

pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah

hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.

Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan

mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak

terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya.

Diindikasikan terapi supportif dan wanita yang bersangkutan dapat

diyakinkan bahwa disforia yang dialaminya bersifat sementara dan

kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan hormon. Mereka harus

dipantau untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya gangguan jiwa yang

lebih berat termasuk depresi atau psikosis post partum. Dalam hal ini peran

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting sehingga

gangguan jiwa yang lebih berat dapat diminimalkan.

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi Post Partum Blues

2. Untuk mengetahui etiologi terjadinya Post Partum Blues

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Post Partum Blues

4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang terjadinya Post Partum Blues

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan bagi pasien Post Partum Blues

Page 3: Post Partum Blues

3

6. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya Post Partum Blues

7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Post Partum Blues

Page 4: Post Partum Blues

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Postpartum blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875

telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan

disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai „milk fever„ karena gejala

disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi.

Postpartum blues adalah tipe paling banyak dari depresi post partum

yang merupakan suatu gangguan penyerta dalam kehidupan baru (kelahiran)

dimana ibu mengalami depresi selama masa transisi kurang dari 1-14 hari

dengan puncak pada hari kelima (Back, 1999).

Post Partum Blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang

ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah

melahirkan. Suasana hati yang paling utama adalah kebahagiaan, namun

emosi penderita menjadi labil. (Santrock, 2002)

Dewasa ini, postpartum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity

blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek

ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.

Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang

ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan

tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah

yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan tidak

nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang

gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu

depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk,

terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan

perkembangan anaknya.

Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan

tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan

si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada

saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin,

Page 5: Post Partum Blues

5

progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi

kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.

2.2 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum

diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya

postpartum blues, antara lain:

1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin

dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun

secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek

supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang

bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan

dalam suasana hati, perubahan mood dan kejadian depresi.

2. Faktor demografik yaitu umur dan paritas

3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan

4. Takut kehilangan bayi atau bayi sakit

5. Takut untuk memulai hubungan suami istri, anak akan terganggu.

6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti : tingkat

pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat

gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan

dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah

suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan

teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan

rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah)

selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan,

misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri

maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan

mertua, problem dengan si sulung.

7. Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial dan melahirkan bayi cacat.

Page 6: Post Partum Blues

6

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap

seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari

setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya:

a. insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi,

iritabilitas, dan labilitas efek,

b. sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau

bicara, sakit kepala, dan kelelahan,

c. sering berganti mood, tidak mau makan, tidak bergairah, khususnya

terhadap hal yang semula sangat diminati, dan sangat sulit membuat

keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru

saja dilahirkan.

Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya

akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari.

Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu

dapat disebut postpartum depression.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah

merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining

ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.

Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner

dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan

perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya

berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta

mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesioner ini

terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4

(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu

sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.

Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan

dalam waktu 5 menit.

Page 7: Post Partum Blues

7

Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua

belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk

mendiagnosis kejadian postpartum blues. EPDS juga telah teruji validitasnya

di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia.

EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila

hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

2.5 Penatalaksanaan

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda

dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu

yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang

sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang

sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga

kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan

kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi

yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau

istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang

praktis.

Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk

mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin

menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka

tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat

diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau

konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan

para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan

segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut,

bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan.

Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan

bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan

informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,

Page 8: Post Partum Blues

8

termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut

serta penanganannya.

Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang

dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,

berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak

perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan

mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok

ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues

dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling

emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual

tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat

tertentu.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di

tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-

sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga

teman dekatnya.

Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues

ada dua cara yaitu :

Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik

Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik

antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :

1. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi

2. Dapat memahami dirinya

3. Dapat mendukung tindakan konstruktif.

4. Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan

keluarga diantaranya :

1. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan

pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak,

menyiapkan susu dll.

2. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi

kesibukan merawat bayi

Page 9: Post Partum Blues

9

3. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih

perhatian terhadap istrinya

4. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir

5. Memperbanyak dukungan dari suami

6. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan

7. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja

melahirkan

8. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu

9. Mengganti suasana, dengan bersosialisasi

10. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat

dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :

1. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi

2. Tidurlah ketika bayi tidur

3. Berolahraga ringan

4. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu

5. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

6. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

7. Bersikap fleksibel

8. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x

9. Bergabung dengan kelompok ibu

2.6 Pencegahan

Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu,

memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor

ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu. Hampir

semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak menentu,

seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang memengaruhi

kepekaan seorang ibu pasca melahirkan.

Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk

menghindari postpartum blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha

melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri.

Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti

Page 10: Post Partum Blues

10

faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternatif untuk

menghindari postpartum blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan pada

dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor resiko

lainnya dan membantu melakukan pengawasan.

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko

Postpartum blues yaitu :

1. Menambah pengetahuan diri tentang postpartum blues

Mencari informasi mengenai Postpartum blues, sehingga ibu sadar

terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka ibu dapat segera mendapatkan

bantuan secepatnya.

2. Tidur dan makan yang cukup

Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang

terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama

periode postpartum dan kehamilan.

3. Olahraga

Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan

peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga

membuat ibu merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan.

4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan

Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti

membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.

Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat

segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.

5. Beritahukan perasaan

Sebaiknya ibu jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan

perasaan yang diinginkan dan dibutuhkan demi kenyamanan. Jika

memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera

beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.

6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan

Dukungan dari keluarga atau orang yang ibu cintai selama melahirkan,

sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua, atau siapa saja

Page 11: Post Partum Blues

11

yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri bahwa mereka

akan selalu ada setiap mengalami kesulitan.

7. Persiapkan diri dengan baik

Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.

8. Senam Hamil

Kelas senam hamil akan sangat membantu ibu dalam mengetahui

berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya ibu tak akan

terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika ibu tahu apa yang

diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari.

9. Lakukan pekerjaan rumah tangga

Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu melupakan

golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi ibu

yang belum stabil, bisa dicurahkan dengan memasak atau membersihkan

rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan, meski pembantu

rumah tangga telah melakukan segalanya.

10. Dukungan emosional

Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu

ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.

11. Dukungan kelompok Postpartum blues

Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan

merasakan hal yang sama dengan ibu. Carilah informasi mengenai

adanya kelompok Postpartum blues yang bisa ibu ikuti, sehingga ibu

tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini

Page 12: Post Partum Blues

12

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Contoh Kasus

Ibu A berumur 33 tahun menjalani rawat inap di Ruang Merpati RS

Soetomo sejak tanggal 15 Desember 2010. Ibu A melahirkan anak ke-3

pada hari Senin tanggal 15 Desember tersebut di RS Soetomo ditolong oleh

dokter. Anak lahir selamat dengan BBL 3,1 kg. Kondisi ibu saat ini (hari ke-

3 post partum) adalah lemas. Wajah terlihat pucat, tidak nafsu makan,

insomnia, dan sering diam sejak melahirkan. Suami klien sering

menemukan istrinya menangis pada malam hari saat semua orang tidur dan

terkadang pada siang hari saat sepi. Suami klien selalu menemani saat klien

menangis, dan klien selalu mengatakan “Pak, bagaimana kalau anak kita

meninggal lagi?”. Ibu A memiliki riwayat obstetric yang buruk. Dua anak

pertamanya meninggal setelah dilahirkan. Anak pertama meninggal 2 jam

setelah dilahirkan, dan anak ke dua meninggal setelah 12 jam dilahirkan.

3.2. Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk

dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan

respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu

didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami

atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional

akibat perilaku wanita tersebut.

Pengkajian pada wanita postpartum blues meliputi ;

a. Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,

medical record dan lain – lain.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,

hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan

Page 13: Post Partum Blues

13

kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa

plasenta.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam

jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah,

haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas

dingin, dan mual.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita

hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan

hemopilia dan penyakit menular.

4) Riwayat Obstetrik

a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,

banyaknya, baunya, keluahan waktu haid, HPHT

b. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawain, kawin yang ke

berapa, usia mulai hamil

c. Riwayat hamil, persalinan, dan nifas yang lalu.

Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua,

apakah ada abortus, retensi plasenta. Riwayat persalinan

meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat

bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir

atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.

Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada

pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,

tinggi fundus uteri dan kontraksi.

d. Riwayat Kehamilan sekarang.

1) Hamil muda, keluhan selama hamil muda

2) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat

badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan,

peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,

keluhan lain.

Page 14: Post Partum Blues

14

3) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat

pelayanan, beberapa kali, perawatan serta

pengobatannya yang didapat.

c. Pola aktifitas sehari-hari

1. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik

sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum

pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan

yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –

buahan.

2. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.

Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari

postpartum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri

(Rustam Mukthar, 1995)

3. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan

peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

4. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok

gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan

mengganti balutan atau duk.

Pengkajian pada pasien postpartum blues menurut Bobak (2004) dapat

dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.

Pengkajiannya meliputi ;

1. Dampak pengalaman melahirkan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa

proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat

hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu

dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang

kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan

beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan

sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi

epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak

bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan

Page 15: Post Partum Blues

15

orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan

mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

2. Citra diri ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan

seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya

selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam

menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat

mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan – perasaan yang berkaitan

dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali

menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru

melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena

takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu

penyembuhan jaringan perineum.

3. Interaksi Orang tua – Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi

evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap

kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu

maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini

kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru

mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya

keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada

perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda –

tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera

setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir

dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.

4. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis

orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan

kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan

ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif

ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena

tugas – tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka

Page 16: Post Partum Blues

16

memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang

diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika

mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan

bayi.

Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai

dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan

dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan

dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat

anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti

pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak

mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan

oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan

kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar

bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan

gembira.

5. Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien postpartum

blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang

wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh

hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan

anak – anak lain.

Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges

(2001) Adalah:

1. Aktivitas/istirahat

Insomnia mungkin teramati.

2. Sirkulasi

Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.

3. Integritas Ego

Peka rangsang, takut/menangis ("Postpartum blues" sering terlihat kira-

kira 3 hari setelah kelahiran).

4. Eliminasi

Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.

Page 17: Post Partum Blues

17

5. Makanan/cairan

Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari-hari ke-3.

6. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai

ke-5 pascapartum.

7. Seksualitas

Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun

kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke

2-3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi

(misalnya; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya;

menyusui). Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada

susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung

kapan menyusui dimulai.

3.3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn

E.Doenges (2001) adalah :

1. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua b.d harapan tidak

realistis untuk diri sendiri/bayi/pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan

maturasi sosial/emosional dari klien /pasangan, adanya stresor (misalnya:

finansial, rumah tangga , pekerjaan)

Tujuan :

1. Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua.

2. Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif

mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat,

mengidentifikasi sumber-sumber.

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan

sumber pendukung dan latar belakang budaya.

Rasional : Mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial dan

sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan

Page 18: Post Partum Blues

18

klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang

tua.

2. Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran

menjadi orang tua

Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif

untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah

dengan kuat.

3. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang

pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.

Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu

memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.

4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,

adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.

Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara

menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk

mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif

mempengaruhi menyusui.

5. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko

tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif

diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi

Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan

ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui

konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

2. Risiko tidak efektif koping individual b.d krisis maturasional dari

kehamilan atau mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan

menjadi orangtua (melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal,

ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis.

Tujuan :

1. Mengungkapkan ansietas dan respon emosional

2. Mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping

pribadi

Page 19: Post Partum Blues

19

3. Mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.

Intervensi Keperawatan

1. Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode

intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama

persalinan

Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan

yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin

serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi

ibu, dan menyusui.

2. Anjurkan diskusi oleh klien/pasangan tentang persepsi

pengalaman kelahiran

Rasional : Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses

dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.

3. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ("perasaan sedih"

pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya;

ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan

depresi ringan atau berat)

Rasional : Sebanyak 80 % ibu-ibu mengalami depresi

sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.

4. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk

membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk

koping terhadap bayi baru lahir

Rasional : Keterampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara

insting tetapi harus dipelajari

3. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis (sangat

gembira, ansietas, kegirangan), nyeri atau ketidaknyamanan, proses

persalinan dan kelahiran melelahkan.

Tujuan :

1. Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan

yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga

baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat

Page 20: Post Partum Blues

20

Intervensi Keperawatan

1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat

Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit,

khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat

kelelahan.

2. Kaji faktor – faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat

Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan

relaksasi dan menurunkan rangsang.

3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah

kembali kerumah

Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk

tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk

memenuhi kebutuhan tubuh.

4. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada

suplai ASI

Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian

psikologis, suplai ASI , dan penurunan refleks secara

psikologis.

Page 21: Post Partum Blues

21

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Postpartum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues

atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan

yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan. Postpartum

blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan.

Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum

diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya

postpartum blues, antara lain:

1) Faktor hormonal

2) Faktor demografik yaitu umur dan paritas

3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan

4) Takut kehilangan bayi atau bayi sakit

5) Takut untuk memulai hubungan suami istri, anak akan terganggu.

6) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan

7) Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial dan melahirkan

bayi cacat.

Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan

sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6

hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya

seperti insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi,

iritabilitas, dan labilitas efek, sering berganti mood, tidak mau makan, dan

tidak bergairah.

Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan

kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas

perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.

Dalam penanganan para ibu yang mengalami postpartum blues

dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling

emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual

tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat

tertentu.

Page 22: Post Partum Blues

22

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat

perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,

dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman

dekatnya.

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko

Postpartum blues yaitu :

1) Menambah pengetahuan diri tentang postpartum blues

2) Tidur dan makan yang cukup

3) Olahraga

4) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan

5) Beritahukan perasaan

6) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan

7) Persiapkan diri dengan baik

8) Senam Hamil

9) Lakukan pekerjaan rumah tangga

10) Dukungan emosional

11) Dukungan kelompok Postpartum blues

4.2. Saran

1. Saran untuk ibu dan wanita yang sudah menikah untuk selalu

memperhatikan kesehatan serta melakukan pencegahan-pencegahan

postpartum blues.

2. Saran untuk suami dan keluarga untuk dapat memberikan dukungan

psikologi pada ibu hamil.

3. Saran untuk mahasiswa perawat untuk dapat memahami secara baik

dan benar konsep asuhan keperawatan pada ibu dengan postpartum

blues.

Page 23: Post Partum Blues

23

DAFTAR PUSTAKA

Chamberlain, Geoffrey dan Dewhurst, Sir John Maulany dan Ronardy. 1994.

Apractice of Obstetrics and Gynaecology. Jakarta: Widya Medika

Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu-bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

Komala, Sugiarto dan Kartini, Agnes. 1997. Kedaruratan Obstetri. Jakarta: Widya

Medika

Supriyadi, Teddy Gunawan, Johanes Melfiawati. 1994. Kedaruratan Obstetri dan

Ginekologi. Jakarta: EGC

Hartini, Andry. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC