postmodern is me
DESCRIPTION
makalah postmodernismeTRANSCRIPT
A. ABSTRAK
Dengan perkembangan teknologi yang sedemikian canggih, masyarakat saat ini
masih merasa berada di era modern. Bahkan, mungkin sebagian besar orang berpikir bahwa
era modern adalah era terakhir. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Hidup bergulir,
dunia berputar, dan perkembangan teruslah menjadi proses yang tidak berujung. Saat ini,
disadari atau tidak, masa modern telah bergerak lebih jauh memasuki era baru yang ditandai
dengan perubahan paradigma di berbagai bidang kehidupan. Berbicara mengenai pergeseran
masa dari modern ke postmodern sesungguhnya memang lebih tepat merupakan pembicaraan
mengenai pergeseran filsafat hidup modernisme ke postmodernisme. Modernisme dianggap
dalam keadaan sekarat meskipun belum sepenuhnya kehilangan kekuatan, dan sedang dalam
proses digantikan oleh postmodernisme.
B. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dunia saat ini sedang bergejolak, khususnya dalam bidang filsafat, ilmu, seni dan
kebudayaan. Modernisme dianggap sudah usang dan harus diganti dengan paradigma baru
yaitu posmodernisme.Manusia merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kapitalisme, serta cara berpikir modern.
Posmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman
modern (yang mengutamakan rasio, objektivitas, dan kemajuan). Posmodern ingin memiliki
cita-cita, ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarah
dan perkembangan dalam bidang penyiaran. Posmodern mengkritik modernisme yang
dianggap telah menyebabkan desentralisasi di bidang ekonomi dan teknologi, apalagi hal ini
ditambah dengan pengaruh globalisasi. Selain itu, posmodern menganggap media yang ada
saat ini hanya berpusat pada masalah yang sama dan saling meniru satu sama lain.
Topik ini sangat penting sekali untuk kita bahas, karena selain akan menambah
pengetahuan, kita juga akan tahu definisi dari postmodernisme, sejarah lahirnya
postmodernisme, para tokoh-tokohnya, dan juga teori dasar postmodernisme dan lain-lain.
2. Rumusan masalah
1). Bagaimana sejarah lahirnya postmodernisme?
2). Siapa saja para tokoh dan apa teori dasar postmodernisme?
3. Tujuan pembahasan
1). Ingin memahami sejarah lahirnya postmodernisme
2). Ingin memahami siapa saja para tokoh postmodernisme dan apa saja teori dasar
Postmodernisme.
C. PEMBAHASAN
1. Sejarah lahirnya postmodernisme
Postmodern terdiri dari dua kata yaitu “Post” dan “Modern”, menurut Romo Tom Jacob
modern berarti : (1)terbaru, mutakhir,(2) sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman.1 Sehingga dunia sekarang ini masih termasuk dalam arti modern. Sedang
kata “post” dalam postmodernisme bukanlah yang dimaksud berupa sebuah periode atau
waktu, namun lebih kepada sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern.
Konsep postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modern yang dianggap telah
gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Singkatnya menurut Romo Tom Jacob, kata postmodern ini memilki dua arti yaitu:
1. Nama untuk reaksi terhadap modernism yang dipandang kurang human, dan mau kembali
kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme
2. Suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba
baru dan tidak jarang menjurus kearah sekulerisme.2
Ciri-Ciri Postmodernisme
Ciri-ciri dari posmodern adalah :
- Menginginkan penghargaan besar terhadap alam.
- Menekankan pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia.
- Mengurangi kekaguman terhadap ilmu pengetahuan, kapitaslisme, dan teknologi.
- Menerima tantangan agama lain terhadap agama dominant.
- Menerima dan peka terhadap agama baru.
- Menggeser dominasi kulit putih di dunia barat.
- Mendorong kebangkitan golongan tertindas, seperti golongan ras, gender, kelas sosial
yang tersisihkan.
- Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya interdependensi secara radikal dari
semua pihak dengan cara yang dapat terpikirkan.3
1 Tom Jacob, SJ, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama dan Teologi, Yogyakart : Kanisius, 2002, hal.2502 Ibid. hal.250-2513 Sallie McFague dalam buku Dr. Munir Fuady,2005
Arti dan pengertian postmodernisme (postmo) merupakan salah satu istilah yang
sangat sulit dan membingungkan. Bertens menyatakan dengan sangat tepat postmodernisme
sebagai pengertian yang menimbulkan iritasi yang bukan alang kepalang (in-expiration idea)
oleh karena setiap ahli berbicara dengan pengertiannya sendiri.4 Bahkan ada yang
mengatakan bahwa pemikiran postmodernisme merupakan suatu kekacauan di dalam alam
berfikir manusia. Namun demikian, perlu kita simak kenapa terjadi sejenis chaos yang
ditimbulkan oleh pemikiran postmo? Tentunya ada sesuatu yang menarik yang dikemukakan
oleh postmodernisme di dalam kehidupan kontemporer manusia dewasa ini. Istilah postmo
tentunya tidak terlepas dari modern atau modernisme. Setidak-tidaknya postmo merupakan
reaksi terhadap modernisme.5
MODERNISME
Modernisme di dalam kebudayaan barat lahir dari masa Aufklarung (pencerahan).
Sejak masa pencerahan manusia tergoda dengan kehidupan modernitas (modernity) untuk
menjadi seorang modern, manusia yang hidup di dalam suatu lingkungan yang menjanjikan
avonturisme, kekuasaan, kesenangan, pertumbuhan, transformasi dari diri sendiri dan dunia,
dan pada waktu yang bersamaan menimbulakn ketakutan, karena ancaman terhadap
kehidupan yang membinasakan segala sesuatu, menghancukan segala sesuatu yang dikenal
manusia dan keberadaan manusia itu sendiri. Demikianlah apa yang dirumuskan oleh
marshall bergman mengenai ide modernitas.6
Ide modern yang lahir sejak abad pencerahan berjalan sekitar 150tahun dari
pertengahan abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-19 yaitu permulaan abad industri dalam
kebudayaan barat. Era ini disebut sebagai proyek pencerahan (enlightenment project). Proyek
Aufklarung di atas menumbuhkan sebagai pandangan humanisme, yaitu sutau kepercayaan
terhadap kemampuan akal sebagai jalan menuju kesatuan humanitas, memecahkan berbagai
jenis misteri alam serta kehidupan sosial.
Proses modernisasi sebenarnya tidak semata-mata ditentukan oleh hubungan material.
Terjadi pula proses dialektis antara kemajuan material dan perkembangan ide-ide.
4 Hans Bertens, the idea of the postmodern: A History (1996), hlm. 3-19.5 Kevin Hart, postmodernism (2004), chapter one hlm. 1-25.6 Lihat Philip Hancock & Melissa Taylor, Work, Postmodernism and Organization (2001), hlm 11
Proses modernisme merupakan suatu dialog antara dimensi-dimensi material dan
ideal, yaitu antara organisasi sebagai proses sosial dan modernisasi sebagai gerakan
intelektual. Dalam bidang ilmu-ilmu sosial dapat disebutkan beberapa tokoh sebagai pentolan
modernisme ataupun yang antimodernisme yaitu Max Weber, Friedrich Nietzsche, Karl
Marx, dan Emile durkheim.7
Max Weber menyatakan bahwa modernisasi di dalam dimensi-dimensi kehidupan
masyarakat hanya dapat dimengerti di dalam penyebaran bentuk-bentuk rasionalitas. Sebagai
contoh organisasi modern lebih mementingkan metode efisiensi diatas pertimbangan
mengenai tujuan. Dalam hal sistem birokrasi dalam organisasi sosial tampak bahwa peranan
rasio di dalam meningkatkan efisiensi.
Tokoh lain yang merupakan tokoh kontroversial pada zamannya yaitu Friedrich
Nietzsche. Banyak sekali pemikiran Nietzsche keliru diartikan tetapi sebenarnya mengandung
pesan mengenai bahaya modernisasi. Sesuai dengan pandangan Nietzsche, modernisasi telah
mneyebabkan dekadensi moral sehingga menuju pada jalan nihilisme. Kepercayaan yang
membuta terhadap akal manusia menurut Nietzsche dewasa ini sudah waktunya untuk
mengadakan dari segala nilai-nilai. Dengan demikian Nietzsche merupakan seorang pelopor
yang menentang modernitas yang melihat hubungan linear antara akal dan kemajuan.
Karl Marx mempunyai kepercayaan bahwa kemampuan akal manusia8 merupakan
kekuatan yang mendasari dinamika modernisasi. Pendapat Marx ini juag dimiliki baik oleh
Weber maupun Durkheim. Mereka beranggapan bahwa akal manusia dapat mengatasi potensi
dehumanisasi di dalam kehidupan sosial. Bagi Marx hal ini dapat diwujudkan melalui
revolusi ploretariat, sedangkan bagi Durkheim hal tersebut dapat diatasi di dalam kehidupan
sosial manusia yang organis dalam memupuk rasa solidaritas. Bagi Weber potensi
dehumanisasi dari modernisasi dapat diatsi melalui lahirnya apa yang disebutnya “tatanan
politik yang kharismatis”.
Pemikiran-pemikiran para filsuf dan pemikir sosial di dalam era modern tersebut
diatas menunjukkan kesamaan mereka di dalam menggali dasar-dasar perubahan sosial dari
masyarakat serta bagaimana mengarahkannya kepada kemajuan manusia (human progress).
7 Ibid, hlm 14-168 Abidin, Zainal, Filsafat Manusia :Memahami manusia melalui filsafat, hlm 29
Pemikiran mereka itu sebagai anak dari abad modern, menyatukan antara ilmu
pengetahuan, akal dan perbuatan sambil mengakui adanya berbagai ketegangan yang
dilahirkan di dalam perubahan masyarakat tetapi tetap kebenaran tampak di depan manusia
yaitu “progress”.
Postmodernisme sangat beragam dan sangat sulit diidentifikasikan.9 Hal ini
disebabkan karena pemikiran postmodernisme sangat “open ended” serta ketiadaan definisi
karena pada suatu ketika pemikiran postmo tertarik pada masyarakat yang tercecer, juga yang
di dalam kelimpahan ataupun manusia yang hidup di dalam dunia yang terilusinasikan. Pada
suatu ketika postmo tertarik pada generasi yang sedang memberontak pada generasi tua,
sewaktu-waktu pula postmo menarik perhatian dari generasi yang muak terhadap kemajuan
dewasa ini serta kehidupan yang lebih baik terasa sangat jauh. Generasi postmo kadang-
kadang memimpikan kemerdekaan bukan merupakan suatu keharusan, tetapi lebih
merupakan suatu keharusan tetapi lebih merupakan suatu yang ada. Individu lebih berharga
dari kehidupan kolektif.
Postmo di dalam hal tertentu merupakan suatu produk dari keputusasaan dapat
merefleksikan suatu optimisme yang palsu. Dapat dikatakan postmo merupakan suatu konsep
yang penuh teka-teki yang menawarkan kondisi budaya manusia di dalam milenium baru ini.
Di dalam kaitan ini postmo menyatakan perang terhadap modernisasi. Bahkan modernisasi
telah dikuburkan.10 Kita hidup di dalam masyarakat dan budaya kontemporer yaitu di dalam
dunia maya, yang menyandang fenomena kehidupan baru seperti ruang cyber, kenyataan
virtual (virtual reality) bahakan ada yang mengatakan suatu zaman akhir dari sejarah seperti
pandangan Francis Fukuyama. Postmo menolak berbagai asumsi epistemologis, menolak
konvensi-konvensi metodologis yang diakui selama ini, postmo melawan berbagai klaim
ilmu pengetahuan, postmo menguatkan berbagai versi kebenaran dan menolak berbagai
rekomendasi kebijakan.
Apabila paham modernisme membawa sejarah manusia dalam suatu janji terhadap
kemajuan yang tidak terhindarkan, serta membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan dan
irasionalitas, pandangan optimisme ini ditantang oleh postmo.
9 Lihat Arthur Asa Berger, portable postmodernist (2003), hlm viii-ix; David Lyon, postmodernity (2005); Hans Bertens, The idea of the Postmodern: A history (1996).10 Prof. H. A. R Tilaar, Globalisasi, modernisasi, perubahan sosial; hal 42
Postmo beranggapan bahwa modernisme telah membawa kebudayaan barat,
industrialisasi, urbanisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, negara-bangsa di dalam suatu jalan
tol kebudayaan barat. Semua kemajuan tersebut menurut postmo bahkan tidak membawa
kepada kemajuan serta kebebasan manusia, tetapi sebaliknya telah menyebabkan perbudakan,
pemasungan, dan represif terhadap kehidupan manusia.
Postmo menantang pendapat adanya suatu pandangan dunia yang menyeluruh, yang
global, baik pandangan tersebut merupakan pandangan politis, agama dan sosial.
Modernisme telah mereduksikan masyrakat di dalam marxisme, kristianisme, fasisme,
stalinisme, kapitalisme, demokrasi liberal, humanisme sekuler, feminisme, ilmu pengetahuan
modern yang semuanya merupakan sebagai logosentris,11 suatu metanarasi atau narasi besar
(grand narration) yang seluruhnya mengasumsikan adanya kemajuan di masa depan. Postmo
tidak menjanjikan suatu pemecahan atau alternatif baru terhadap tantangannya kepada
modernisme, tetapi mengupas asumsi-asumsi yang mendasari narasi besar yang telah
dikembangkan oleh modernisme.12
Postmo mempertanyakan mengenai superioritas dari masa kini terhadap masa yang
lalu, terhadap yang modern dibandingkan dengan pramodern. Postmo menolak preferensi
kepada yang kompleks, kepada gaya hidup urban, dan kepada kehidupan yang didominasi
oleh akal tetapi memberikan penekanan kepada kehidupan rural yang rutin, kepada kehidupan
tradisional, kepada yang suci dan yang partikular serta irrasional. Hal-hal tersebut semuanya
telah ditolak oleh modernisme termasuk emosi, perasaan, intuisi, spekulasi, pengalaman
pribadi, kebiasaan, kosmologi, magis, sentimen keagamaan, dan pengalaman mistis.
Postmo juga mempertanyakan mengenai kemungkinan menghilangkan batas-batas
disiplin yang kaku seperti antara ilmu-ilmu kemanusiaan serta sosial dan kesenian dan
literatur. Demikian pula postmo mempertanyakan perbedaan antara kebudayaan dan
kehidupan, teori dan fiksi, citra dan realitas. Dengan demikian postmo merobek-robek batas-
batas antar disiplin seperti yang kelihatan di dalam arsitektur, seni, film, jurnalistik, bahasa,
filsafat, pendidikan, agama dan berbagai jenis disiplin dewasa ini. Dengan kata lain, postmo
mempunyai sifat indisipliner.
11 Pandangan Jacques Derrida. Lihat Stuart Sim, the routledge companion to postmodernism (2005), hlm. 26212 Ibid., hal 43
Postmo memberikan perhatian terhadap penangkapan, citra dan oleh sebab itu lebih
mementingkan daripada yang tekhnis, yang praktis dan efisien. Demikian pula postmo
menolak berbagai hal yang bersifat konvensional, seperti diskursus akademis yang linear,
tetapi lebih mementingkan kepada bentuk-bentuk provokatif, yang menantang dalam
persentasi, oleh sebab itu postmo lebih difokuskan kepada diskursus alternatif dan mencari
pengertian-pengertian lain dibandingan kepada penekanan terhadap tujuan, pemilihan,
kelakuan seseorang. Postmo mempertanyakan segala sesuatu yang telah dianggap benar
(taken for granted).
Postmo menentang pandangan-pandangan empirisme dan science modern
berdasarkan logis rasional13 oleh karena :
1. Ilmu pengetahuan moderen telah gagal memenuhi janjinya di dalam memecahkan
berbagai persoalan manusia sebagai contoh berbagai riset secara kumulatif untuk
memecahkan masalah kesehatan manusia, penderitaan manusia seperti kemiskinan
belum dapat memberikan solusi yang diharapkan sampai sekarang ini.
2. Terdapat pratik penyalahgunaan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan
ternyata digunakan oleh kelompok yang berkuasa. Riset kebanyakan dilaksanakan
untuk keperluan-keperluan dari struktur kekuasaan di dalam masyarakat. Dua perang
dunia membuktikan betapa ilmu pengetahuan telah menghasilkan alat-alat pembunuh
massal yang berarti telah menghancurkan kebudayaan dan peradaban umat manusia.14
3. Terdapat antara fungsi dan kenyataan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
modern ternyata tidak mengikuti standart formalnya tetapi mengikuti kemauan dari
sumber kekuasaan di dunia ini.
4. Suatu kenyataan bahwa ilmu pengetahuan modern tidak berdaya di dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia. Sebagai suatu
contoh ilmu pengetahuan tidak berdaya di dalam menghadapi bahaya dari
perkembangan senjata nuklir serta senjata-senjata pemusnah masaal lainnya. Selain
dari pada itu masalah kelaparan, kemiskinan, deteriorasi lingkungan, merupakan hal-
hal yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan modern.
13 Pauline Marie Rosenau, Postmodernism and the Social Sciences (1992), hlm. 10-1114 Ibid., hlm 44
5. Ilmu pengetahuan modern ternyata tidak memerhatikan mengenai keberadaan mistis
dan metafisik dari manusia. Hal-hal metafisik dan mistik merupakan hal yang sepele
di dalam rangaka kajian ilmu pengetahuan modern.
6. Ilmu pengetahuan modern memberikan perhatian yang sangat kecil terhadap hal-hal
yang normatif dan yang etis yang seharusnya ilmu pengetahuan modern itu sendiri
harus memenuhi tuntutan-tuntutan normatif dan etis dari kehidupan manusia.
7. Ilmu pengetahuan modern membuat segala sesuatu sangat kongret, sehingga
mengabaikan apa yang disebut puitis. Di dalam hal ilmu pengetahuan sosial, postmo
merupakan suatu jawaban terhadap kekurangan-kekurangan yang tidak diperhatikan
sedangkan hal-hal tersebut merupakan bagian, bahkan yang lebih penting di dalam
kehidupan manusia ketimbang penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Di dalam sejarah perkembangan postmo sebenarnya telah terjadi jauh sebelum
kepopuleran istilah ini. Namun postmo baru memperoleh momentum kelahirannya pada
tahun 1950-an. Postmo sebenarnya telah pada akhir abad ke-19 khusunya di dalam bidang
seni lukis. Pada tahun 1917 seorang filsuf Jerman Rudolf Panwitz, berdasarkan falsafah
Nietzsche mengatakan bahwa kebudayaan pada saat itu adalah budaya yang nihilistik.
Selanjutnya pada tahun 30-an istilah postmo tampak di dalam karya Frederico de Onis ketika
dia menggunakan istilah ini untuk menghindari diri dari aliran modernisme di dalam kritik
literatur. Menurut Featherstone, postmo dikembangkan secara menonjol pada tahun 1960-an
oleh sekelompok artis dan penulis di New York yang mengadakan reaksi terhadap avant
garde modernisme. Aliran postmo mencapai puncaknya pada tahun 1972 dalam bidang
arsitektur ketika pada 15 juli 1972 di St. Louis, Missouri, pada pukul 3.32 sore, kompleks
perumahan Pruitt-Igoe dirontokkan. Kompleks perumahan tersebut merupakan kompleks
yang diperuntukan kepada kaum miskin, sehingga telah dihancurkannya suatu rencana ruang
abstrak buat masyarakat miskin yang kemudian telah menjadi suatu geto yang tidak
manusiawi. Rancangan ruang di dalam kompleks perumahan tersebut merupakan buah dari
rasionalitas zaman Aufklarung.15
15 Lihat Hans Bartens, op cit, hlm. 53-81
Sebagai suatu narasi besar, postmo menolak persepsi morganisme yang beranggapan
bahwa realitas yaitu kebenaran, keindahan, moralitas, merupakan hal-hal yang objektif.
Postmo menekankan kepada dunia sosial yang tidak atau belum eksis dan oleh sebab itu
menunggu untuk ditemukan. Apa yang kita sebut sebagai realitas sosial sebenarnya
merupakan konsepsi kita terhadap realitas. Oleh karena konfigurasi antara, kekuasaan,
pengetahuan, subyektivitas, permainan bahasa, suatu model realiatas mempunyai berbagai
privilege, dan oleh sebab itu merupakan salah satu versi dari realitas, atau suatu versi dari
keindahan serta suatu versi dari moralitas.
Oleh sebab itu Aufkalrung telah memproyeksikan suatu dunia yang baik tetapi
ternyata merupakan suatu kekeliruan oleh karena dunia yang diciptakannya merupakan suatu
dunia yang tiranis, serta didasarkan kepada pemikiran-pemikiran yang rasional dari kelompok
masyarakat pada saat itu.16
2. Para tokoh dan teori dasar postmodernisme
Sungguhpun postmodernisme sulit untuk didefinisikan seperti yang telah
digambarkan diatas namun terdapat beberapa tokoh pemikir yang dapar dianggap sebagai
pemikir bahkan pelopor postmo khususnya di dalam bidang ilmu-ilmu sosial.17 Tokoh-tokoh
tersebut ialah Lyotard, Michel Foucault dan Derrida. Ketiga tokoh tersebut adalah pemikir
prancis kontemporer.
Jean-Francois Lyotard (1928-1999)
Lyotard di dalam eseinnya pada tahun 1979, The Post Modern Condition: A Report on
Knowledge telah mempopulerkan istilah postmodernisme di dalam lingkungan falsafah dan
ilmu-ilmu sosial. Lyotard dianggap sebagai pelopor dari meta teori postmodernisme. Adalah
Lyotard yang merumuskan postmodernisme sebagai fenomena intelektual dan kultural yang
secara kultural disebut metanarasi. Yang dimaksudkan Lyotard dengan metanarasi ialah suatu
bentuk narasi untuk melegitimasikan suatu pengetahuan atau tindakan.
16 Ibid, hlm. 4617 Pauline Marie Rosenau, op cit. Hlm. 72-80
Menurut Lyotard metanarasi yang terkenal ialah pandangan positivisme dalam ilmu
penegtahuan alam dan tradisi spekulatif dari idealisme Jerman. Kedua pendapat tersebut
mencapai titik puncaknya pada materialisme historis dari Marx. Menurut Lyotard dalam
sejarah modernisme menunjukkan kegagalan dari metanarasi tersebut yang ternyata hanyalah
merupakan fiksi belaka.
Sebagai contoh misalnya Mraxisme adalah suatu pemikiran yang menjanjikan
kemajuan serta emansipasi yang ternyata tidak dapat diwujudkan. Demikian pula kelompok
ilmu-ilmu kealaman yang mendasarkan metanarasinya kepada objektivitas serta kemajuan
(progress) tidak dapat mempertahankan kenyataan metafisisnya di dalam tuntutannya bahwa
ilmu pengetahuan dapat menyebabkan emansipasi serta kemajuan.
Kombinasi dari ketidakpercayaan terhadap metanarasi serta pengakuan terhadap
adanya berbagai kebenaran dari ilmu pengetahuan inilah yang dimaksud oleh Lyotard sebagai
kondisi postmodernisme ilmu pengetahuan. Lyotard dengan demikian menolak metanarasi
dan lahirnya suatu epistemologi yang pluralistis.18
Dia mengunggul-unggulkan heterogenitas dari ilmu pengetahuan serta mengagungkan
keragaman dari narasi-narasi sebagai dasar dari ilmu pengetahuan modern serta menghargai
apa yang disebutnya permainan bahasa (language game). Dia mengatakan bahwa kita perlu
mempelajari dan mengakui serta menghargai legitimasi dari pengertian-pengertian yang
berada di dalam bahasa dengan demikian Lyotard menolak pendapat falsafah Aufklarung
yang menuntut adanya universalisasi serta totalisasi dari suatu pengertian termasuk antara
lain kepercayaan konsensus di dalam politik. Lyotard di dalam hal ini menyatakan suatu
sentimen antidemokratis karena dia melihat adanya tirani dari mayoritas sebagaimana dapat
pula terjadi adanya tirani dari minoritas. Dia melihat pemecahan konflik dari permainan
bahasa sebagai sesuatu dinamika di dalam kebudayaan yang menghargai berbagai jenis/cara
pengertian dan pengalaman di dunia. Lyotard menganjurkan pengertian ”maximum
performance” yang lahir dari pandangan dunia ilmiah yang berdasarkan kepada politik
pluralistik dari keragaman. Inilah antar lain pengertian ”difference.”
18Alwasilah, A. Chaedar, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, hlm 78
Menurut Lyotard bahasa hanya dapat digunakan oleh seorang yang bebas dan otonom
yang dapat memberikan arti terhadap bahasa itu. Bahasa merupakan suatu pengetian diri dan
posisi sosial seseorang. Arti individu sebagai diri pribadi merupakan suatu produk dari
struktur linguistik yang memberikan batas-batas subyektifitas.
Jacques Derrida (1930-2004)19
Pemikiran Derrida terutama dikenal di dalam kaitannya sebagai seorang
poststrukturalis. Sumbangannya terhadap postmodernisme terutama di dalam metode
dekonstruksi. Metode ini berasal dari falsafah Yunani seperti Plato dan Aristoteles tentang
prinsip-prinsip rasional atau logos di dalam pengertiannya terhadap realitas. Prinsip universal
ini yaitu mencari prinsip rasional yang mendasari kenyatan atau logi sebagai dasar berpikir
dan juga dasar bertindak.
Menurut Derrida asumsi mengenai prinsip rasional atau logi berakar kuat di dalam
buadaya barat. Inilah yang disebutnya logosentris yaitu berpusat kepada prinsip metafisik
yang diturun-temurunkan dalam masyarakat. Metode dekonstruksi adalah menusuk jauh ke
dalam text untuk mengetahui berbagai pengertian yang terkandung di dalamnya yang secara
resmi di-sanction dengan apa yang disebut canon.
Untuk dapat mengetahui suatu text diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan prinsip logosentris yang ada.
2. Meneliti kembali arti yang telah diberikan terhadap kata tersebut terutama kepekaan
dalam pembenaran terhadap logi tersebut.
3. Menentukan apa yang telah dituntut oleh ilmu pengetahuan tersebut, artinya
interpretasinya yang memengaruhi ide kita atau keterangan kita atau interpretasi kita.
Tujuan dari dekonstruksi adalah bukan semata-mata di dalam analisis bahasa tetapi
untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana suatu text secara historis dan budaya
dikonstruksikan dan bukan mencari dasar-dasar metafisis dari text tersebut.
19 H.A.R. Tilaar , Manifesto Pendidikan Nasional, hlm 48
Derrida percaya bahwa para filsuf haruslah membebaskan diri dari keinginan mencari
dasar-dasar rasional dari prinsip-prinsip universal tetapi tertuju kepada analisis yang
mendasar atau dekonstruksi dari bahasa yang digunakan yang merupakan legitimasi dari
dasar-dasar lembaga sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lembaga-lembaga pendidikan.
Dasar-dasar tersebut berupa diskursus baik berbentuk oral atau tertulis yang mencoba
menerangkan realitas. Apa yang dijadikan masalah ialah bukan kenyataan (realitas) tetapi
bagaimana para menulis, para pencetus ide, dan para pemakai dari diskursus tersebut di
dalam menginterpretasikan realitas. Oleh sebab interpretasi merefleksikan pengalaman
pribadi seseorang, maka kita perlu menyimak bagaimana individu atau kelompok
menggunaan bahasa yang muncul dari pengalamannya sendiri. Pengalaman seseorang
merupakan suatu konstruksi arti dalam melegitimasi serta membenarkan kontrolnya terhadap
institusi. Postmodernis bertujuan untuk dekonstruksi ide-ide yang mendasari lembaga-
lembaga sosial dan budaya untuk mencari asumsi-asumsi yang mendasarinya, presuposisi-
presuposisi dan arti dari ide tersebut. Asumsi-asumsi yang melegitimasikan ide-ide tersebut
disebut canon.20
Michel Foucault (1926-1994)
Adalah seorang filsuf dan juga seorang historian. Foucault beranggapan bahwa
kebenaran berasal di dalam konteks historis dan hubungan kekeuasaan di dalam budaya,
lembaga atau sistem sosial. Oleh sebab itu filsafat Foucault berdasarkan kepada premis-
premis sebagai berikut:
1. Hubungan antara kebenaran dan kekuasaan
2. Adanya rezim kebenaran
3. Penggunaan diskursus
Seperti Derrida, Foucault menolak adanya kebenaran universal yang dihasilkan oleh
spekulasi metafisik. Kebenaran tidak lahir dari suatu pandangan universal atau suatu
spekulasi metafisik. Keadilan juga tidak datang dari seorang raja filsuf menurut versi Plato.
Sebagaimana juga para filsuf postmodernis Foucault menolak anggapan yang dinobatkan akal
sebagai sumber pengetahuan manusia.
20 Asep Ahmad Hidayat, filsafat Bahasa, hlm 78
Dia menolak metode ilmiah yang dapat menemukan kebenaran yang obyektif dari
ilmu pengetahuan. Dia juga menolak adanya pengetahuan obyektif yang terbuka untuk semua
orang dan secara merata dapat berguna bagi semua orang.
Salah satu pengertian yang dikemukakan oleh Foucault mengenai hubungan antara
kebenaran dan kekuasaan ialah apa yang disebutnya genealogi yaitu teknik kekuasaan yang
berasal atau yang menggunakan legitimasinya serta kontrol. Foucault berpendapat bahwa di
dalam masayarakat hubungan antara kebenaran dan kekuasaan tetap ada. Bahkan pengertian
mengenai benar dan salah, normal dan penyimpangan sebenarnya berdasarkan pada struktur
kekuasaan. Dalam metode Diskursus seseorang atau sekelompok dapat menuntut kebenaran
menurut persepsinya tetapi orang atau kelompok yang lain juga dapat menggunakannya
untuk menolaknya.21
Dari ketiga pemikir postmodernisme tersebut diatas dapat kita ambil kesimpulan
yaitu:
1. Akal manusia dapat menemukan rahasia-rahasia alam semesta, serta bagaimana
masyarakat memanfaatkannya.
2. Metode ilmiah yang berdasarkan kepada penemuan empiris serta verifikasi
merupakan petunjuk yang pasti dan/sebagai alat yang sangat rasioanal untuk
menemukan kebenaran.
3. Science dapat menemukan hukum-hukum alam yang memberikan penjelasan
rasioanl mengenai kenyataan serta memberikan bimbingan dalam memperbaiki
kehidupan manusia serta masyarakat.
Postmodernisme hal-hal seperti :
1. Kebenaran universal seperti yang diklaim oleh filsuf-filsuf metafisika. Kebenaran
tersebut bersifat abadi demikian pula adanya nilai-nilai abadi.
2. Ideologi pencerahan (Aufklarung) mengklaim adanya satu metode di dalam
approach rasionalitas.
21 Ibid, hlm 51
3. Modernisme mengklaim bahwa ide inilah yang merupakan kekuatan di dalam
menciptakan masyarakat maju di masa depan.
Di tengah-tengah hiruk pikuk pemikiran postmodernisme dapat diidentifikasikan dua
aliran besar yaitu postmodernisme afirmatif dan postmodernisme skeptikal.22
1. Postmodernisme afirmatif
Meskipun para pemikir postmodernisme afirmatif berbeda pendapat dengan
postmodernisme skeptik, keduanya mempunyai kesamaan ialah kritiknya terhadap
modernitas. Namun demikian bagi postmodernis mereka mempunyai pandangan yang
optimis terhadap abad postmodern. Pandangan optimis tersebut terutama pada para pemikir di
Amerika Utara yang mempunyai pendapat tentang proses yang afirmatif terhadap kritiknya
atas modernisme.
Kelompok ini seperti aliran New Age di dalam agama sampai kepada New Life Style
yaitu meliputi spektrum yang luas di dalam gerakan sosial postmodernis. Kebanyakan
pemikir postmodernis afirmatif mencari praktik-praktik intelektual ontologis yang tidak
dogmatif, tentatif dan non-ideologis. Mereka berpendapat bahwa suatu susunan nilai bersifat
superior dari yang lain artinya mereka mengakui adanya suatu susunan nilai tertentu yang
ditolak oleh kelompok postmodernisme skeptik.23
2. Postmodernisme skeptial
Postmodernisme sekeptik menyuguhkan suatu pandangan yang pesimistik, negatif
mengenai pemikiran-pemikiran postmodernisme sebagai sesuatu yang sangat fragmentaris,
disintegrasi, tanpa arti dan kabur yang menunjukkan ketiadaan parameter moral serta
kekacauan masyarakat, sebagaimana dikemukakan antara lain oleh Baudrillard.
Terinspirasikan oleh filsafat Heidegger dan Nietzsche, pandangan ini merupakan gambaran
kegagalan dan keputusasaan yang dinyatakan di dalam ungkapan-ungkapan kematian serta
hilangnya subyek atau berakhirnya seorang pengarang. Selanjutnya pandangan ini
menyatakan ketidakmungkinan dari kebenaran serta penyangkalan adanya tatanan
representasi.
22 Pauline Marie Rosenau, op cit, hlm. 14-1723 Ibid, hlm. 52
Dengan demikian sifat-sifat destruktif dari modernisme telah menyebabkan abad
postmodernisme sebagai suatu era yang radikal, tak tertembusi dan ketidakpastian. Dengan
kata lain era postmo merupakan suatu era yang suram, kejam, teralineasi, tanpa harapan,
kelelahan, dan keragu-raguan. Tidak ada suatu proyek yang dimungkinkan untuk dijadikan
sebagai suatu komitmen. Masa depan adalah dunia yang padat penduduk (over population),
bunuh diri, kebinasaan, dengan weapons of mass destruction, apocalypse, kerusakan
lingkungan serta ledakan-ledakan matahari bahkan berakhirnya sistem solar, kematian dari
jagad raya melalui entrophy. Memang masih ada kegembiraan hidup, namun hal tersebut
hanya merupakan suatu parodi dan bersifat sementara, tanpa arti (meaningless) karena hanya
menunggu hari kiamat. Oleh sebab itu tidak ada kebenaran, segala sesuatu adalah permainan,
permainan dari kata-kata.
Kritik terhadap postmo
Salah satu kelemahan postmo ialah kegagalannya untuk mencermati secara mendalam
asumsi-asumsi yang dikemukakannya. Kalau demikian halnya maka postmo berbentuk
metanarasi sendiri yang sebenarnya ingin dibabatnya. Dengan demikian postmo memerlukan
self dekonstruksi di dalam agendanya agar supaya pemikirannya, konsep-konsep yang
dilahirkannya tidak bertentangan dengan satu dengan yang lain. Sepertim kita lihat pemikir-
pemikir postmo tidak mempunyai kesatuan pendapat, bahkan banyak sekali bertentangan satu
dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena postmo memberikan nilai yang kecil terhadap
teori-teori besar dan tidak mempunyai pretensi untuk membangun suatu teori.
Kedua, postmo menolak kepada adanya hierakisme serta keraguannya terhadap apa
yang dihasilkan oleh pencerahan intelektual dalam logika, rasionalitas. Namun demikan apa
yang disebut dekonstruksi adalah sebenarnya suatu logika tingkat tinggi atau suatu proses
terhadap analitas.
Ketiga, postmo tidak mengadakan pengkajian atau mengevaluasisesuatu apakah baik
atau jelek. Memang postmo mempunyai andil yang besar sekali di dalam perhatian yang
diberikannya terhadap hal-hal yang irrasional, yang marjinal, yang tersisihkan atau yang
dibisukan. Tetapi juga terdapat kelemahan di dalam pemikiran postmo karena mereka itu anti
terhadap prioritisasi.
Keempat, postmo menekankan kepada apa yang disebutnya intertektualitas. Namun
demikian apa yang diinspirasikan oleh Derrida, sebenarnya mereka melihat teks di dalam
isolasi.24
Kelima, banyak kaum postmo menolak kriteria modern di dalam mengevaluasi suatu
teori. Namun demikian penolakan terhadap kriteria tersebut merupakan kriteria tersendiri
yang dibangun oleh kaum postmo itu sendiri.
Keenam, postmo secara terbuka menolak kriteria modernitas. Namun mereka sendiri
tidak mempunyai kriteria yang solid dalam mengadakan evaluasi terhadap kenyataan.
Ketujuh, postmo mengatakan bahwa apa yang mereka katakan atau tuliskan hanyalah
merupakan narasi lokal, artinya yang hanya berlaku untuk lingkungannya sendiri. Namun
demikian mereka juga menuntut akan kebenaran apa yang diucapkan atau yang ditulisnya
sehingga dengan demikian merupakan suatu kontradiksi.
Selanjutnya postmo mempunyai pendapat yang bersifat indeterminasi linguistik.
Pendapat ini akan menbawa bahasa akan kehilangan artinya. Oleh sebab apabila bahasa
sangat relatif atau arbitrer, maka pengetahuan kita akan tidak mempunyai fundasi. Dan
akhirnya ilmu-ilmu sosial tidak dapat berbicara banyak karena kehilangan makna.
Demikianlah beberapa kritik yang diarahkan kepada postmo. Namun demikian harus
kita akui bahwa dewasa ini postmo telah memasuki hampir-boleh dikatakan-seluruh aspek
kehidupan manusia. Di dalam buku yang di editori Stuart Sim25 dimuat ulasan-ulasan
mengenai postmo dalam bidang filsafat, bidang politik, gerakan feminisme, life style, agama,
postokolonialisme, sains dan tekhnologi, arsitektur, seni, film dan televisi, fiksi, musik,
budaya populer.
Sebagai penutup dapat kita simak pendapat yang menarik dari David Lyon,26 seorang
profesorkanada yang menelusuri postmodernisme dari akar budaya barat. Menurut lyon,
postmodernisme berakar dari ide barat mengenai kebahagiaan.
24 Ibid, hal.256, ini dikutip dari Makalah Filsafat Umum-Postmodernisme oleh Hafid Maulanan25 Stuart Sim, The Routledge Companion to Postmodernism (2005).26 David Lyon, Postmodernity (2005, second printing).
Mulanya ide kebahagiaan yang disebutnya providence merupakan kreasi tuhan dalam
mengantar ciptaannya menuju kepada suatu tujuan tertentu. Ide ini diisi oleh seorang fillsuf
kristen besar yaitu agustinus dari Hippo pada abad ke-4 dalam bukunya The city of god. Buku
ini sebenarnya telah meletakkan dasar dari perkembangan peradaban barat. Providensialisme
mengingkari adanya gerakan siklis dari sejarah dan terarah kepada masa depan yang penuh
harapan yaitu masa depan yang optimis.27 Ide Agustinus tersebut berkembang pada masa
abad pertengahan dan kemudian pada masa kejayaan akal manusia yaitu masa Aufklarung.
Providensialisme tersebut diyakini dapat dicapai melalui akal manusia. Dengan menekankan
kepada kemampuan dan peranan akal dan meniadakan intervensi Tuhan, lahirlah pandangan
sekuler dari providensialisme tersebut yang bermuara kepada The Idea of Progress.
Sungguhpun pada mulanya ide Aufklarung untuk menghilangkan rasa ketidakpastian
dan ambivalensi akal manusia yang otonom berbuah menjadi suatu dogma.
Relativisme ilmu pengetahuan mulai dibangun di dalam pemikiran modern. Namun
demikian, dengan akal orang terus mencari hukum-hukum universal dari alam, sehingga
dengan demikian konsep relativisme merupakan suatu gangguan. Pertentangan inilah yang
akan melahirkan relativisme dari Nietzsche yang mengatakan bahwa universalisme
merupakan suatu mimpi manusia modern yang sia-sia. Lahirlah nihilisme yang dibawa oleh
pemikiran modernitas.
Modernisme berkembang pesat pada masa Victoria, serta pada masa kolonialisme
eropa dan perkembangan amerika utara oleh para imigran. Kepercayaan terhadap kemajuan
merupakan suatu bendera kehidupan pada waktu itu. Kepercayaan terhadap progress tersebut
berkembang dengan pesat pada abad 18-19 sampai pecahnya perang dunia I. Pada waktu
World Fair tahun 1933 diselenggarakan di Chicago dengan tema “A Century of Progress,”
pada waktu yang sama lahirlah Nazi Hitler yang menjanjikan progress yang lain yatu
nasional sosialisme dengan rancangan kesehatan serta kemajuan otomobil. Kepercayaan
terhadap progress seakan-akan meredup pada perang dunia ke-II, namun setelah itu terjadi
perkembangan yang sangat pesat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta ledakan
konsumen. Konsep modernitas menjadi dasar dari perubahan yang besar ini yang membuat
suatu perubahan besar di dunia.
27 J.B Bury, The Idea of Progress (1993).
Namun demikian, pada akhir PD II terjadi kehancuran kolonialisme dengan lahirnya
negara-negara baru. Imigrasi besar-besaran, serta industrialisasi telah menyebabkan degradasi
lingkungan serta bahaya kehilangan sumber-sumber daya yang unrenewable, sampai kepada
bahaya menipisnya lapisan ozon. Semua hal ini adalah hasil modernisasi yang sangat
meresahkan postmodernis.28
Postmo di dalam sejarah perkembangan manusia dewasa ini berkenaan dengan
fenomena kultural dan intelektual, produksi industri serta konsumsi dan distribusi dari
symbolic goods. Di dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya dikenal pada tahun 1990-an
suatu tantangan terhadap trinitas baru, yaitu trinitas abad pencerahan: akal, alam, dan
progress yang merupakan perlawanan terhadap konsep trinitas yang lama.
Postmo menentang kejadian-kejadian tersebut yang dianggap sebagai wabah dari
kemanusiaan. Dan oleh sebab itu, postmo tidak dapat dimengerti tanpa mengupas mengenai
perjalanan modernitas itu sendiri.
Suatu hal yang nyata ialah postmo berkaitan dengan perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan. Pada dasarnya, postmo merupakan kajian terhadap perubahan kebudayaan
dalam arti yang luas. Inilah kaitan antara postmo dan studi kultural.
Mengambil kesimpulan mengenai postmo merupakan suatu yang mustahil. Lebih-
lebih lagi postmo di dalam ilmu-ilmu sosial baru merupakan anak bawang sehingga sulit
untuk menentukan paradigma-paradigma atau bentuk yang akan diambil. Dapat dikatakan
sifat dan bentuk postmo masih sangat kabur. Kontribusinya secara substantif masih bersifat
bayang-bayang dan fragmentaris, bahkan menunjukkan sifat yang berubah-ubah dan tidak
seimbang. Postmo afirmatif dan postmo kritis kedua-duanya menunjukkan kekuatan dan
kelemahannya. Namun demikian harus diakui, peranan postmo dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dewasa ini termasuk ilmu-ilmu sosial yang sangat besar.
28 Lihat juga Jonathan Bignell, Postmodern Media culture (2000)
D. KESIMPULAN
1. kata “post” dalam postmodernisme bukanlah yang dimaksud berupa sebuah periode atau
waktu, namun lebih kepada sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern.
Konsep postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modern yang dianggap
telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya. Istilah postmo tentunya tidak
terlepas dari modern atau modernisme. Setidak-tidaknya postmo merupakan reaksi
terhadap modernisme.
2. Tokoh-tokoh postmodernisme dan teori dasarnya :
Jean-Francois Lyotard (1928-1999)
Lyotard di dalam eseinnya pada tahun 1979, The Post Modern Condition: A Report on
Knowledge telah mempopulerkan istilah postmodernisme di dalam lingkungan falsafah
dan ilmu-ilmu sosial. Lyotard dianggap sebagai pelopor dari meta teori postmodernisme.
Adalah Lyotard yang merumuskan postmodernisme sebagai fenomena intelektual dan
kultural yang secara kultural disebut metanarasi
Jacques Derrida (1930-2004)
Pemikiran Derrida terutama dikenal di dalam kaitannya sebagai seorang poststrukturalis.
Sumbangannya terhadap postmodernisme terutama di dalam metode dekonstruksi.
Metode ini berasal dari falsafah Yunani seperti Plato dan Aristoteles tentang prinsip-
prinsip rasional atau logos di dalam pengertiannya terhadap realitas. Prinsip universal ini
yaitu mencari prinsip rasional yang mendasari kenyatan atau logi sebagai dasar berpikir
dan juga dasar bertindak.
Michel Foucault (1926-1994)
Adalah seorang filsuf dan juga seorang historian. Foucault beranggapan bahwa kebenaran
berasal di dalam konteks historis dan hubungan kekeuasaan di dalam budaya, lembaga
atau sistem sosial. Oleh sebab itu filsafat Foucault berdasarkan kepada premis-premis
sebagai berikut:
1. Hubungan antara kebenaran dan kekuasaan
2. Adanya rezim kebenaran
3. Penggunaan diskursus
E. DAFTAR PUSTAKA
Prof. H.A.R. Tilaar. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional, cet.1. jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Asep Ahmad Hidayat. 2006. Filsafat Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prof. Dr. A. Chaendar Alwasilah, M.A. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Alwasilah, A. Chaedar, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung : Remaja
Rosdakarya, cet.I,2008.
Abidin, Zainal, Filsafat Manusia :Memahami manusia melalui filsafat, Bandung : PT
Remaja Rosda Karya, Cet.III 2003.