potensi ekstrak buah makasar (brucea javanica merr ... · hipertensi bisoprolol yaitu 0.0714 mg/kg...
TRANSCRIPT
1
POTENSI EKSTRAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica (L.)
Merr) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
2
ABSTRAK
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR. Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea
javanica (L.) Merr) sebagai Antihipertensi. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM
dan BAMBANG KIRANADI.
Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki pola konsumsi garam dan
lemak yang tinggi yang dapat menyebabkan hipertensi. Perawatan dengan obat
menjadi jalan termudah namun efek samping yang timbul, sulit ditoleransi, oleh
karena itu, masyarakat beralih kepada tanaman herbal Indonesia yang memiliki
khasiat beragam. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antihipertensi fraksi air
dan heksana buah makasar. Penelitian ini menggunakan tikus jantan Sprague
Dawley berumur 2 bulan yang dikondisikan hipertensi dengan adrenalin. Buah
yang digunakan yang sudah hitam atau tua. Di awal pengujian, peneliti melakukan
orientasi waktu efek sampel. Pengukuran tekanan darah sistol (TDS)
menggunakan metode tidak langsung. Dosis sampel disamakan dengan dosis obat
hipertensi bisoprolol yaitu 0.0714 mg/kg bobot badan. Fraksi heksana, fraksi air,
dan bisoprolol menimbulkan efek hipotensi melalui oral berturut-turut pada menit
ke-20, 60 dan 80, sedangkan efek hipertensi adrenalin melalui intraperitoneal
muncul pada menit ke-20. Baik fraksi heksana maupun air memiliki potensi
antihipertensi karena kemampuan menurunkan peningkatan TDS akibat adrenalin
lebih tinggi berturut-turut sekitar 27.66%. dan 34.40% ketimbang kontrol positif
sebesar 11.65%.
3
ABSTRACT
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR. Antihypertensive Potency of Brucea
Fruit Extract (Brucea javanica (L.) Merr). Under the direction of ANNA P.
ROSWIEM and BAMBANG KIRANADI.
It is believed that people like to consume fatty and salty food which lead to
hypertension. They used antihypertensive drug to control hypertension, however,
intolerant side effects could appear. It brings them to find another healing like
Indonesian herbs. The aim of this research was examine the antihypertensive
potency of aqueous and hexane fraction of brucea fruit. This research used 2
months old Sprague Dawley male rats which hypertensived by adrenaline
injection. The ripe brucea fruit was used in this research. At the beginning,
researcher oriented the respon time of samples. Systolic blood pressure was
measured by indirect method. It used bisoprolol’s dose which is 0.0714 mg/kg
body’s weight as antihypertensive agent standart to samples as well. Hexane and
aqueous fraction then bisoprolol achieved hypotension at minute 20th, 60
th, and
80th via oral. Hypertensive effect of adrenaline was achieved at minute 20
th via
intraperitoneal. Both hexane and aquoeus fractions had antihypertensive potency
because of its ability to decrease the raising of systolic blood pressure due to
adrenaline about 27.66% and 34.40% higher than standart about 11.65%.
4
POTENSI EKSTRAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica (L.)
Merr) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
5
Judul : Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai
Antihipertensi
Nama : Trias Sanjaya Putra Bachtiar
NIM : G84050726
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Anna P Roswiem, MS Dr. Bambang Kiranadi, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus :
6
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk memenuhi syarat
kelulusan sarjana di Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini
berisikan latar belakang dilakukannya penelitian dan metode-metode berdasarkan
literatur dari penelitian sebelumnya dan hasil penelitian. Penelitian ini berjudul
Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai
Antihipertensi.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis berterima kasih kepada Dr. Anna
P. Roswiem, MS. selaku pembimbing pertama dan pendukung dana serta Dr.
Bambang Kiranadi, M.Sc sebagai pembimbing kedua. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada orang tua dan para pendukung biaya penelitian. Ucapan
terima kasih juga saya berikan kepada Novita, Putu, dan Navies serta mahasiswa
Biokimia 42 lainnya. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada drh. Huda
dan Mba Tini yang banyak membantu dalam penyempurnaan metode. Terakhir,
semua pihak yang telah mendukung saya selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu, penulis meminta maaf. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi baik untuk pribadi maupun semua pihak.
Bogor, Februari 2010
Trias Sanjaya Putra Bachtiar
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 19 November 1987 dari ayah Ir.
Bachtiar, MH dan ibu Helvyandra. Penulis merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara.
Tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta dan di tahun yang
sama penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor lewat jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 2006, penulis diterima di departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam setelah di tahun
pertama menjalani Tahap Persiapan Bersama. Penulis juga pernah melakukan
praktik kerja lapang di Pusat Pengawasan Obat dan Makanan Nasional di
laboratorium obat tradisional Jakarta selama 2 bulan.
Penulis selama masa perkuliahan menjadi sekretaris acara dan anggota
English Club asrama putra C3. Tahun 2007, penulis mendaftarkan diri untuk
masuk menjadi anggota himpunan profesi Biokimia Community of Research and
Education in Biochemistry (CREBs). Penulis diterima sebagai staf divisi
Infokomtari. Di tahun 2008, penulis dipilih menjadi ketua divisi Infokomtari
CREBs kemudian di tahun yang sama penulis menjadi asisten praktikum untuk
mata kuliah Biokimia Umum.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Makasar...................................................................................... 1
Tekanan Darah .................................................................................... 2
Antihipertensi ...................................................................................... 4
Metode Tidak Langsung untuk Pengukuran Tekanan Darah ................ 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .................................................................................... 5
Metode Penelitian ................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Sampel ................................................................................ 6
Analisis Fitokimia ............................................................................... 6
Orientasi Waktu Efek .......................................................................... 7
Potensi Antihipertensi.......................................................................... 8
Analisis Statistika ................................................................................ 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ............................................................................................. 10
Saran ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10
LAMPIRAN ................................................................................................... 13
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman buah makasar .............................................................................. 2
2 Hasil pengukuran sistol ditunjukkan oleh tanda panah (oscilograph) .......... 5
3 Efek hipotensi bisoprolol ............................................................................ 7
4 Efek hipotensi fraksi air .............................................................................. 8
5 Efek hipotensi fraksi heksana ..................................................................... 8
6 Efek hipertensi adrenalin via i.p ................................................................. 8
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil analisis fitokimia pada masing-masing fraksi ..................................... 7
2 Hasil rataan pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan .................. 9
3 Uji beda nyata dengan uji Duncan .............................................................. 10
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur penelitian uji potensi antihipertensi..................................................... 14
2 Kelompok percobaan .................................................................................. 15
3 Perhitungan dan pembuatan larutan stok ..................................................... 16
4 Analisis peragam menggunakan dekomposisi SS tipe III dengan SPSS ....... 17
5 Uji lanjut Duncan dengan SPSS 16.0 .......................................................... 18
6 Hasil pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan (mmHg) .............. 19
1
PENDAHULUAN
Gaya hidup masyarakat modern
bermacam-macam dan secara umum berdampak pada penurunan status kesehatan
masyarakat. Pola konsumsi pangan dengan
kadar garam dan lemak yang tinggi serta
makanan siap saji pada masyarakat di
beberapa daerah di Indonesia menyebabkan
mudahnya mereka menderita tekanan darah
tinggi atau hipertensi. Menurut Maryono
(2008), sekitar 1 dari 5 orang (20%) penduduk
Indonesia menderita hipertensi namun rasio
ini tampaknya berbeda-beda di berbagai kota
di Indonesia. Misalnya, di Jakarta 25%, di Makassar dan di Pariaman 30%, sedangkan di
Wamena kurang dari 10%.
Hipertensi sendiri menurut Maryono
(2008) tidak memiliki gejala yang jelas dan
dapat menyerang sejak anak-anak. Penyakit
hipertensi ini hanya dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah saja. Selain
konsumsi garam yang tinggi, hipertensi
sendiri dapat disebabkan oleh faktor genetik,
kelainan ginjal, gula darah tinggi, kolesterol
tinggi, atau asam urat. Dampak buruk dari
hipertensi bermacam-macam antara lain kepayahan jantung, stroke bahkan kematian.
Ditambah lagi, kebanyakan penderita tidak
menyadari bahwa mereka menderita
hipertensi sebelum merasakan dampak
buruknya. Oleh sebab itu, hipertensi kerap
disebut silent killer.
Perawatan hipertensi menggunakan obat
antihipertensi merupakan cara yang baik
untuk menurunkan tekanan darah namun hal
tersebut membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Selain harus rutin, perawatan hipertensi juga menggunakan kombinasi obat
tergantung target dan tingkatan hipertensinya.
Penggunaan obat antihipertensi juga memiliki
efek samping yang beragam. Hal-hal tersebut
menyebabkan masyarakat memilih tanaman
herbal sebagai alternatif pengobatan penyakit.
Lagipula, satu tanaman herbal kerap memiliki
khasiat menyembuhkan lebih dari satu macam
keluhan yang kemungkinan pengobatan satu
sama lainnya sinergis sehingga lebih hemat
dan efisien.
Indonesia memiliki beragam tanaman herbal yang khasiatnya belum diketahui
sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Buah
makasar merupakan salah satu tanaman herbal
Indonesia yang belum banyak dikenal di
Indonesia. Seperti yang dilaporkan Dalimartha
(1999) khasiatnya yang sudah terbukti dan
dikenal di dunia adalah sebagai antikanker.
Kegunaannya sebagai antihipertensi sendiri
belum banyak dikaji namun ada beberapa
kasus di masyarakat umum yang
menunjukkan bahwa mengkonsumsi tanaman
ini dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Walaupun menurut Maryono (2008),
penggunaan tumbuhan obat sebagai
antihipertensi tidak sepenuhnya mampu
menurunkan tekanan darah namun setidaknya
dapat mengurangi konsumsi obat kimia yang
harganya relatif mahal dan mengurangi efek
samping yang ditimbulkannya. Tumbuhan,
seperti buah makasar, umumnya memiliki
potensi diuretik yang bersifat peluruh kencing
disebabkan kandungan fitokimianya
(alkaloid). Diuretik itu sendiri merupakan salah satu cara untuk menurunkan tekanan
darah walaupun kemungkinan ada mekanisme
lain.
Alkaloid umumnya larut di dalam pelarut
polar seperti air dan etanol. Hal tersebut yang
menjadi alasan dipilihnya fraksi air dalam
penelitian ini. Selain itu, hal tersebut
disesuaikan dengan cara masyarakat umum
mengkonsumsi ekstrak dengan menggunakan
pelarut air. Pengujian fraksi heksana juga
dilakukan untuk membandingkan kemampuan
potensi antihipertensi berdasarkan kepolarannya.
Penelitian ini bertujuan menguji potensi
antihipertensi fraksi air dan heksana buah
makasar pada tikus Spradue Dawley.
Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dan
heksana buah makasar dapat menurunkan
tekanan darah tikus jantan Sprague Dawley
(SD). Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya informasi akan potensi atau
khasiat buah makasar sebagai tanaman obat
asli Indonesia, salah satunya yaitu sebagai antihipertensi.
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Makasar
Buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr)
termasuk dalam suku Simaroubaceae, divisi
Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas
Magnoliopsida, genus Brucea, dan spesies
javanica (Parziale 2004). Tumbuhan ini
memiliki nama khas di tiap daerah seperti di Sumatera disebut dadih-dadih, tambar sipago,
malur, sikalur dan belur. Di Jawa, buah ini
dikenal dengan sebutan kendung peucang, ki
padesa, walot dan kwalot sedangkan di
Sulawesi disebut tambara marica (Makasar)
dan di Maluku Nagas (Ambon). Nama asing
tumbuhan ini dikenal dengan sebutan Ya dan
Zi (Cina), false sumac, java brucea fruit
2
(Inggris). Nama simplisia tumbuhan ini
disebut Bruceae Fructus.
Buah makasar tumbuh liar di hutan dan
terkadang ditanam sebagai tanaman pagar. Tanaman dapat dilihat pada Gambar 1. Ciri-
ciri lainnya antara lain tumbuhan ini tumbuh
pada ketinggian 1-500 m dpl, perdu tegak,
menahun, tinggi 1-2.5 m, berambut halus
warna kuning, daun majemuk menyirip ganjil
dengan jumlah daun 5-13, bertangkai dan
letaknya berhadapan. Bunga majemuk
berkumpul dalam rangkaian berupa malai
padat yang keluar dari ketiak daun dengan
warna kehijauan. Buahnya sendiri merupakan
buah batu berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8 mm, jika sudah masak
berwarna hitam. Untuk biji, bentuknya bulat
dan berwarna putih (Dalimartha 1999).
Berdasarkan Dalimartha (1999), sifat buah
ini rasanya pahit, sifatnya dingin, beracun dan
masuk meridian usus besar. Khasiat buah
makasar bagian buahnya dapat
menghilangkan panas dan racun,
menghentikan pendarahan (hemostatis),
membunuh parasit (Subeki et al. 2007),
antidisentri, keputihan, dan antimalaria.
Bagian akar digunakan untuk mengobati malaria, demam dan keracunan makanan,
sedangkan daun digunakan untuk mengatasi
sakit pinggang. Buah makasar juga memiliki
kegunaan sebagai insektisida nabati untuk
hama serangga (Syahputra 2008).
Buah makasar mengandung zat aktif
seperti bruceine, dan yatanosida A & B, yang
berkhasiat antikanker pada Ehrlich ascetic
cancer, sarcoma, cervix cancer, Walker
carcinoma, dan leukemia pada binatang,
menghambat sintesa DNA sel kanker, antitumor dari senyawa bruceantin (Cuendet
& Pezzuto 2004), meningkatkan daya
fagositosis makrofag serta membentuk sel
darah dalam sumsum tulang. Menurut
Noverman (1990) dalam Dalimartha (1999),
ekstrak etanol sari buah Makasar memiliki
daya antelmintik terhadap cacing gelang ayam
secara in vitro.
Gambar 1 Tanaman buah makasar
(Wijayakusuma 1994).
Kandungan fitokimia buah ini antara lain
alkaloid (Buracamarina dan Yatanina),
glukosida, yatanosida, fenol (Brucenal dan
asam Broceonat). Di dalam daging buah terdapat minyak, asam oleat, stearat, dan
palmitat (Wijayakusuma 1994). Dua macam
kuasinoid baru (javanikolida C & D dan
javanikosida B—F) terkandung di dalam
bijinya bersama dengan 8 kuasinoid dan 19
kuasinoid glukosida lain yang telah diteliti
sebelumnya (Kim et al. 2004).
Tekanan Darah
Baik individu normal maupun hipertensi, tekanan darah diatur secara fisiologis oleh
sistem timbal balik antara curah jantung
dengan resistensi pembuluh perifer yang
menggunakan 4 sisi anatomi yaitu arteriol,
pembuluh kapasitas, jantung ,dan ginjal.
Ginjal turut berkontribusi dalam
mengendalikan tekanan darah dengan
mengatur volume cairan intravaskular.
Refleks barometer yang dimediasi oleh saraf
otonom, bertindak bersama dengan
mekanisme humoral termasuk sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA) untuk mengkoordinasikan fungsi dari 4 sisi anatomi
pengontrol dan tekanan darah normal.
Terakhir, sekresi lokal senyawa vasoaktif dari
endothelium vaskular juga turut dalam
regulasi resistensi vaskular seperti endotelin-
1 yang mengerutkan dan nitrit oksida yang
melebarkan pembuluh darah (Katzung 2006).
Aksi dari hormon adrenal medulla seperti
pada adrenal korteks turut berperan mengatur
tekanan darah yakni ada saat terjadi
peningkatan stress dengan mediasi dari adrenoseptor α dan β. Efek katabolik glikogen
otot ditimulasi adrenalin untuk menyediakan
energi selama stres berlangsung (Fryburg et
al. 1995). Noradrenalin mempunyai efek
vasokonstriksi lebih tinggi daripada adrenalin
(Kaneko 1980). Adrenalin meningkatkan laju
jantung dan kekuatan kontraksinya untuk
memompa lebih banyak darah (peningkatan
curah jantung), mengerutkan pembuluh darah
dan meningkatkan kadar glukosa (Caffrey
2000).
Tekanan darah manusia ditunjukkan oleh suatu fraksi yaitu tekanan sistolik sebagai
pembilang dan diastolik sebagai penyebut.
Tekanan arterial rata-rata dihitung dari nilai
sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik
normal bervariasi pada setiap spesies namun
umumnya berkisar antara 100-150 mmHg
sedangkan untuk tekanan arterial rata-rata
3
ideal berkisar antara 75-90 mmHg (Mc Curnin
& Bassert 2006).
Hipertensi Hipertensi merupakan suatu fenomena
meningkatnya tekanan darah diastolik dan
atau sistolik yang persisten atau kronik.
Hipertensi merupakan penyakit
kardiovaskular yang paling banyak terjadi.
Diagnosanya diberikan jika sudah melalui
pengukuran tekanan darah minimal dua kali
dan diambil rataannya. Hal tersebut
disebabkan karena tekanan darah fluktuatif
dan dipengaruhi berbagai macam faktor.
Hipertensi spesifik hanya dapat ditentukan pada 10-15% pasien hipertensi. Penentuan
jenis hipertensi penting dilakukan agar dapat
digunakan pengobatan yang tepat. Pasien
yang tidak memiliki penyebab spesifik masuk
ke dalam hipertensi esensial. Dalam banyak
kasus, peningkatan tekanan darah berasosiasi
dengan kenaikan resistensi untuk mengalirkan
darah dalam arteri sementara curah jantung
biasanya normal. Penelitian menunjukkan
bahwa fungsi saraf otonom, refleks
baroreseptor, sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA) dan gagal ginjal telah mengidentifikasi abnormalitas primer sebagai
akibat dari peningkatan resistensi pembuluh
perifer pada hipertensi esensial (Katzung
2006).
Peningkatan tekanan darah biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor abnormal.
Bukti epidemiologis yang turut andil dalam
perkembangan hipertensi mengarah pada
pewarisan genetik, stress fisiologis, dan
lingkungan serta pola konsumsi pangan
(tinggi natrium dan rendah kalium atau kalsium). Hipertensi esensial akibat genetik
diperkirakan sebesar 30%. Mutasi beberapa
gen juga telah dihubungkan sebagai penyebab
hipertensi. Ragam fungsi angiotensinogen,
enzim pengkonversi angiotensin atau
angiotensin converting enzyme (ACE),
adrenoreceptor β2, dan α adducin (protein
skeletal) terbukti berkontribusi untuk
beberapa kasus hipertensi esensial (Katzung
2006).
Hipertensi akibat penyebab yang jelas
masuk ke dalam kategori hipertensi sekunder, salah satunya adalah hipertensi renal akibat
kerusakan ginjal. Argumentasi kuat akan
pentingnya ginjal dalam hipertensi
dikemukakan oleh Hall et al. (1986) dalam
Anderson et al (2000). Selanjutnya, Anderson
et al. (2000) membuktikan bahwa perubahan
struktur yakni penyempitan pembuluh darah
intrarenal dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi endokrin merupakan contoh
lain hipertensi sekunder yang disebabkan
kerusakan kelenjar endokrin. Contoh lain
adalah hipertensi akibat kehamilan yang menurut penelitian Solomon & Seely (2001)
bahwa ada pendugaan bahwa hipertensi ini
disebabkan resistensi insulin yang
mempengaruhi patologis hipertensi ini dan
pendekatan dengan meningkatkan sensitifitas
insulin kemungkinan dapat mencegah atau
merawat gejala hipertensi walaupun masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Konsumsi
obat-obatan dan alkohol juga mempengaruhi
hipertensi sekunder.
Hipotensi
Hipotensi merupakan suatu fenomena
ketika tekanan darah rendah di bawah batas
normal sedangkan efek hipotensi adalah
kemampuan menurunkan tekanan darah dari
keadaan normal. Beberapa orang dengan
tekanan darah rendah memiliki kondisi fisik
yang terbaik dengan sistem kardiovaskular
yang kuat dan berisiko kecil terkena serangan
jantung serta stroke. Tetapi, tekanan darah
rendah dapat juga mengindikasikan adanya
masalah terutama jika tekanan darah turun tiba-tiba atau diikuti gejala seperti pusing,
pingsan, kurang konsentrasi, penglihatan
kabur, demam, depresi, haus , sesak napas,
dan sebagainya. Hipotensi sendiri dapat
berdampak buruk bagi kesehatan otak dan
jantung (Mayo Clinic Staff 2007).
Tekanan darah rendah atau hipotensi
dikategorikan berdasarkan penyebab dan
faktor lainnya. Jenis-jenis tekanan darah
rendah antara lain tekanan darah rendah saat
hendak berdiri (hipotensi postural atau ortostatik). Hipotensi ini dapat juga
disebabkan oleh obat antihipertensi. Jenisnya
lain yaitu tekanan darah rendah karena
kerusakan sistem saraf (hipotensi ortostatik
dengan sistem atrofi berganda), tekanan darah
rendah setelah makan (hipotensi
postprandial). Hipotensi postprandial
seringkali tejadi pada mereka yang memiliki
tekanan darah tinggi atau penurunan sistem
saraf otonom seperti Parkinson (Mayo Clinic
Staff 2007).
Jenis lainnya adalah tekanan darah rendah karena kegagalan sinyal otak (hipotensi
termediasi saraf). Hipotensi termediasi saraf
merupakan kebalikan dari hipotensi postural.
Hipotensi ini terjadi pada mereka yang berdiri
dalam waktu yang lama yang menyebabkan
darah berkumpul di bagian kaki kemudian
tubuh melakukan adaptasi untuk
menormalkan tekanan darah. Ketika hendak
4
duduk, jantung dipaksa untuk memompa
darah ke otak namun hal tersebut tidak terjadi
pada penderita hipotensi termediasi saraf
karena saraf jantung di bagian kiri ventrikel memberi sinyal ke otak terlalu tinggi sehingga
mengurangi laju detak jantung untuk
memompa darah (Mayo Clinic Staff 2007).
Antihipertensi
Prinsip pengobatan ini adalah untuk
mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat tekanan darah tinggi.
Antihipertensi dibagi ke dalam dua jenis
terapi, terapi nonfarmakologik, dan terapi farmakologik. Terapi nonfarmakologik ampuh
untuk penderita hipertensi ringan dan
membantu untuk hipertensi berat. Cara
terapinya seperti menurunkan berat badan,
membatasi makan garam, mengurangi makan
lemak jenuh dan kolesterol serta alkohol,
latihan fisik secara teratur, tidak merokok, dan
hidup santai (Elmer et al. 1995 & Midgley et
al. 1996)
Terapi farmakologik tentunya
menggunakan obat-obatan kimia atau alami
yang memiliki efek menurunkan tekanan darah. Terapi ini memiliki beberapa
mekanisme menurunkan tekanan darah
contohnya diuretik. Obat jenis ini bekerja baik
pada pasien yang mampu menahan natrium
dan umumnya dapat ditoleransi tubuh serta
tidak mahal. Diuretik bekerja dalam area
yang berbeda dalam saluran ginjal untuk
membantu mengurangi natrium dan air dari
dalam tubuh sehingga menurunkan jumlah
cairan sirkulasi. Contoh obat diuretik yakni
dari golongan thiazid (Cranwell-Bruce 2008). Mekanisme lainnya yaitu penghambatan
adrenegik. Mekanisme bekerja dengan
menurunkan sinyal saraf simpatik.
Penghambat atau penyekat adrenoreseptor alfa
dan beta dengan jalan menempati reseptor
adrenalin dan noradrenalin atau disebut
inhibitor kompetitif, contohnya bisoprolol
(Laurence & Bennet 1996). Menurut Dennis
& Thomas dalam Curnin & Bassert (2006),
sekresi dan atau injeksi adrenalin (epinefrin)
dapat meningkatkan laju jantung yang
kemudian meningkatkan aliran darah ke otot rangka. Mekanisme lain yaitu vasodilator,
contohnya golongan hidralazin. Mekanisme
kerja obat ini yaitu merelaksasi secara
langsung otot polos arteriol dan vasodilatasi
yang terjadi menimbulkan reaksi kompensasi
yang kuat berupa peningkatan denyut dan
kontraktilitas jantung, peningkatan renin
plasma dan retensi cairan yang kesemuanya
melawan efek hipotensi obat.
Mekanisme lain yaitu penghambat enzim
pengkonversi angiotensin dalam sistem RAA. Renin akan memecah angiotensin (yang
disintesis dalam hati dan beredar di darah)
menjadi angiotensin I dan selanjutnya diubah
menjadi angiotensin II yang sangat aktif.
Angiotensin II akan meningkatkan resistensi
perifer yang berdampak pada peningkatan TD.
Ada dua penghambat ACE yang telah beredar
contohnya kaptopril dan enalapril. Mekanisme
selanjutnya adalah kalsium antagonis namun
obat ini dikombinasikan dengan obat lain
(diuretik, beta blockers, dan lain-lain) pada penderita usia lanjut (Cranwell-Bruce 2008).
Antihipertensi dengan mekanisme kalsium
antagonis contohnya adalah amlodipin.
Amlodipin beraksi sebagai penghalang
saluran ion kalsium sebagai perawatan untuk
hipertensi dan angina, suatu penyakit yang
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke
beberapa bagian jantung (Pfizer 2006). Ion
kalsium berperan dalam kontraksi sel otot
polos dan jantung serta perkembangan impuls
jantung. Ion kalsium berguna dalam kontraksi
protein miosin dan aktin dalam sel-sel otot. Dengan menghambat pemasukan kalsium ke
dalam sel, hal tersebut dapat memperlambat
kontraksi dan memperpanjang relaksasi otot
(Laurence & Bennet 1996 ).
Metode Tidak Langsung untuk
Pengukuran Tekanan Darah
Whitesall et al. (2004) melakukan
penelitian tentang perbandingan metode
pengukuran tekanan darah sistol. Menurutnya, metode tidak langsung (cuff) akurat dalam
mengukur tekanan darah sistol. Dengan
metode ini, nilai sistolik (Gambar 2) yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan
dibandingkan dengan nilai rata-rata dan
diastolik (Mc Curnin & Bassert 2006).
Gambar 2 Hasil pengukuran sistol ditunjukan
oleh tanda panah (oscillograph).
5
Tekanan darah diukur dengan
menggunakan instrumen analisis yang dapat
mengukur tekanan darah tikus melalui ekor. Metode tersebut disebut juga metode non-
invasive atau tidak langsung. Nilai tekanan
darah dapat diukur melalui cuff yang memiliki
sensor cahaya. Sensor akan membaca aliran
tekanan darah yang melewati pangkal ekor
secara dinamis akibat penekanan terhadap
pembuluh darah oleh pompa yang tersedia
pada alat. Nilai tekanan darah akan terbaca
melalui interpretasi grafik (oscillograph) yang
berbentuk kerucut.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan seperti 20
tikus jantan galur Sprague Dawley (200-300
gram) diperoleh dari Balai Penelitian
Veteriner Bogor, buah makasar yang sudah
hitam diperoleh dari pohon buah makasar di
Pondok Cabe Jakarta Selatan, heksana,
alkohol 96%, alkohol 70%, akuades,
akuabides steril pro injection, karboksimetilselulosa 0.1%, kloroform,
bisoprolol, pereaksi Dragendorff, Meyer, dan
Wagner, amoniak, eter, pakan standar tikus
dari PT. Indofeed, kapas, dan pereaksi
Lieberman-Burchard. Alat-alat yang
digunakan antara lain alat-alat gelas, blender,
rotavapor, jarum suntik 1 cc, sonde lambung,
timbangan analitik, timbangan tikus, vial
kaca, penangas air, dan seperangkat alat
pengukur tekanan darah/ Rat Tail Blood
Pressure Monitor (RBPM) Harvard Apparatus.
Metode Penelitian
Fraksinasi (Usman 2000)
Buah makasar yang digunakan merupakan
buah utuh sehingga kulit, daging, dan biji
buah juga termasuk dalam pengujian. Sampel
diekstrak dengan cara maserasi dalam alkohol
96% yang dilakukan selama 24 jam dan
diulang sebanyak 14 kali sampai larutan tidak
berwarna lagi. Semua filtrat dijadikan satu kemudian dipekatkan dengan rotavapor
(40°C). Residu bahan padat dibuang. Setelah
pekat (ekstrak kasar), residu ekstrak dipartisi
dengan ditambahkan campuran heksana:
metanol: air (5:9:1). Fase heksana dan fase
metanol: air yang terbentuk dipindahkan ke
dalam dua gelas piala. Sebagian fraksi
heksana diuji fitokimia secara kualitatif.
Fase metanol: air kemudian dikeringkan
dengan rotavapor (40°C) dan dipartisi dengan
campuran kloroform: air (1:1). Fase kloroform
dan fase air dipisahkan ke dalam dua gelas piala kemudian dipekatkan dengan rotavapor
(40°C). Sebagian fraksi air kemudian diuji
fitokimianya secara kualitatif sedangkan
fraksi kloroformnya tidak diujikan.
Analisis Fitokimia Analisis fitokimia ini dilakukan secara
kualitatif. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan fitokimia di dalam ekstrak buah
makasar yang dibagi ke dalam 2 fraksi.
Analisis ini berdasarkan metode Harborne (1987). Senyawa yang diujikan antara lain
alkaloid, flavonoid, triterpenoid, dan steroid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 gram setiap
fraksi ekstrak buah makasar ditambahkan 5
mL kloroform dan amoniak. Fraksi kloroform
dipisahkan dan diasamkan dengan 1 tetes
H2SO4 2 M. fraksi asam dibagi menjadi tiga
tabung kemudian masing-masing ditambahkan
pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan
merah pada pereaksi Dragendorff, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.05 gram setiap
fraksi ekstrak buah makasar ditambahkan
dengan metanol 30% kemudian dipanaskan
selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan
H2SO4. Senyawa flavonoid ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah karena
penambahan H2SO4.
Uji Triterpenoid. Sebanyak 0.05 gram
setiap fraksi ekstak buah makasar
ditambahkan 2.5 mL etanol 30% lalu dipanaskan selama 5 menit dan disaring.
Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan
eter. Lapisan eter ditambahkan dengan
pereaksi Lieberman-Buchard (3 tetes asetat
anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna
merah atau ungu yang terbentuk menunjukkan
adanya triterpenoid.
Uji Potensi Antihipertensi (Fidrianny 2003)
Persiapan Pengukuran. Setelah
aklimatisasi tikus selama 30 hari, disiapkan
fraksi air ekstrak buah makasar dalam bentuk larutan. Fraksi heksana dibuat menjadi
suspensi dengan karboksimetilselulosa 0.1%.
Larutan fraksi air dan heksana diuji dengan
dosis 0.0714 mg/kg bobot badan (BB) sama
dengan dosis kontrol positif yakni bisoprolol.
Adrenalin diberikan dengan dosis 1.2 µg.kg
BB dan digunakan untuk mengkondisikan
hipertensi pada hewan coba. Hewan coba
6
dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan
setiap kelompok terdiri atas 4 ekor tikus.
Kelompok 1 sebagai kontrol negatif (KN),
dengan pemberian akuades dan adrenalin, kelompok 2 sebagai kontrol positif (KP)
dengan pemberian obat antihipertensi
bisoprolol dan adrenalin, kelompok 3 yaitu
kelompok uji dengan pemberian fraksi air
(FA) dan adrenalin. Terakhir, kelompok 4
yakni fraksi heksana (FH) dan adrenalin.
Pemberian sampel dilakukan dengan sonde
lambung atau secara oral, sedangkan adrenalin
diberikan secara intraperitoneal.
Orientasi Waktu Efek Sampel. Sebelum
uji potensi, obat antihipertensi, adrenalin, dan fraksi air perlu diketahui waktu efek
responnya. Uji dilakukan dengan tikus yang
berbeda untuk setiap sampelnya dan tikus
yang digunakan di luar anggota kelompok
perlakuan. Mula-mula tekanan darah normal
diukur dengan alat RBPM kemudian diberikan
sampel sesuai dengan rute pemberiannya (obat
dan fraksi air secara oral sedangkan adrenalin
secara intraperitoneal). Setelah diberikan
sampel, pengukuran tekanan darah dilakukan
setiap 20 menit hingga terlihat efek penurunan
tekanan darah terendah untuk obat dan fraksi air, sedangkan adrenalin dilihat efek
peningkatan tekanan darah tertinggi. Tekanan
darah terendah dan tertinggi diambil menjadi
waktu optimum munculnya efek sampel.
Uji Potensi Antihipertensi. Tikus mula-
mula diberikan adrenalin dengan dosis 1.2
µg/kg BB secara intraperitoneal (i.p) sebagai
peningkat tekanan darah, kemudian diukur
tekanan darah setelah pemberian adrenalin
dengan RBPM. Tekanan darah mula-mula dan
tekanan darah setelah pemberian adrenalin dicatat. Selanjutnya dihitung kenaikan tekanan
darah setelah pemberian adrenalin. Setelah
tekanan darah kembali normal, adrenalin
diberikan via i.p dan disusul dengan
pemberian zat uji secara oral. Selanjutnya,
tekanan darah diukur setelah pemberian
adrenalin dan disusul dengan zat uji dengan
RBPM lalu dihitung penurunan tekanan darah
dari tekanan darah setelah pemberian
adrenalin. Zat uji dikatakan mempunyai efek
antihipertensi jika mampu menurunkan
tekanan sistol ≥ 20 mmHg (Thompson 1990 dalam Fidrianny 2003).
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan
yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Percobaan terdiri atas 4 kelompok perlakuan
dengan 4 ulangan setiap kelompok
perlakuannya. Data hasil pengukuran tekanan
sistol dianalisis secara statistika menggunakan
ANCOVA dengan dekomposisi SS tipe III
(Santoso 2002). Modelnya adalah sebagai
berikut: Yij = µ+ τi + βXij + εij
Keterangan :
τi = pengaruh perlakuan ke-i, i= 1,2,3,4
εi = pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j= 1,2,3,4
Yij = nilai peubah respon perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Xij= nilai peragam pada ulangan yang
bersesuaian dengan Yij
εij= galat acak
i1 = kelompok kontrol positif i2 = kelompok kontrol negatif
i3 = kelompok fraksi air
i4= kelompok fraksi heksana
Jika tidak terdapat pengaruh peragam (ragam
pengiring) maka pengujian dilakukan tanpa
memasukan peragam dalam analisis. Terakhir,
perbedaan yang nyata antar perlakuan
dianalisis dengan uji lanjut Duncan (Gomez &
Gomez 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Sampel
. Rendemen yang didapatkan dari 73.52
gram serbuk buah makasar adalah 27.78%.
Hasil fraksinasi ekstrak etanol tersebut
didapatkan residu dalam fraksi air 4.38% dan
fraksi heksana sebesar 6.11%. Perbedaan
kedua rendemen menunjukan bahwa
kandungan senyawa polar lebih sedikit
daripada senyawa nonpolarnya. Residu pada
fraksi heksana juga disebabkan sebagian besar buah makasar adalah bijinya yang
mengandung banyak senyawa nonpolar dan
hasil tersebut mendukung hasil penelitian
Noorshahida et al. (2009) yang menyatakan
bahwa fraksi heksana menghasilkan residu
yang lebih banyak dari fraksi air. Selain itu
hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dilaporkan Wijayakusuma (1994) bahwa
daging buah makasar mengandung minyak
dan asam-asam lemak yang larut dalam
pelarut-pelarut seperti kloroform dan heksana.
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia ditujukan untuk
mengetahui kandungan fitokimia dalam buah
yang akan dipakai dalam pengujian
antihipertensi. Tabel 1 menunjukan proses
identifikasi alkaloid menggunakan tiga
macam pereaksi yang setiap pereaksinya
7
mencirikan jenis alkaloid. Dalam penelitian
ini, dengan pereaksi Wagner menunjukkan
nilai positif dalam ketiga fraksi sedangkan
pereaksi Dragendorf hanya dalam fraksi air. Hal tersebut mencirikan kandungan dominan
alkaloid dalam ekstrak yakni dalam bentuk
bebas atau basa karena larut dalam pelarut
organik, namun juga terdapat alkaloid yang
larut dalam air yaitu dalam bentuk garam.
Pereaksi Meyer digunakan untuk
mengidentifikasi alkaloid yang mengandung
tanin. Hasil yang negatif disetiap fraksi
menunjukkan bahwa dalam alkaloid tersebut
tidak terdapat tanin. Salah satu pereaksi saja
yang menunjukkan positif sudah dapat dikatakan ekstrak mengandung alkaloid.
Analisis senyawa fitokimia lain
menunjukkan bahwa flavonoid hanya tersebar
di fraksi air sedangkan triterpenoid dalam
fraksi kloroform. Warna merah yang
terbentuk pada uji flavonoid sangat tipis
sehingga diduga kandungan flavonoidnya
sedikit. Sedangkan, triterpenoid yang
nonpolar tidak terdeteksi di fraksi heksana
namun NoorShahida et al. (2009) menyatakan
bahwa biji buah makasar mengandung
senyawa kuasinoid yang merupakan jenis triterpenoid. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan triterpenoid merupakan senyawa
yang sangat nonpolar sehingga tidak cukup
kuat ditarik oleh pelarut heksana.
Tabel 1 Hasil analisis fitokimia pada masing-
masing fraksi
Jenis Pengujian Hasil
Air Heksana
Alkaloid
Dragendorf
Meyer
Wagner
+
-
+
-
-
+
Flavonoid + -
Triterpenoid - -
Keterangan:,
(+) terkandung
(-) tidak terkandung
Orientasi Waktu Efek
Sebelum melakukan uji potensi
antihipertensi, uji orientasi waktu efek diperlukan untuk mengetahui waktu sampel
yang diberikan ke dalam hewan coba
memberikan respon fisiologis. Orientasi
waktu ini juga diperlukan untuk mengetahui
seberapa lama sampel yang diberikan bertahan
lama sebelum terjadi homeostatis di dalam
tubuh hewan tersebut. Uji orientasi waktu
dilakukan dengan mengetahui efek hipotensi,
menurunkan tekanan darah dari keadaan
normal, dari sampel obat antihipertensi, fraksi air, dan fraksi heksana dengan pemberian
melalui oral. Kemudian, efek hipertensi
ditimbulkan oleh pemberian adrenalin secara
intraperitoneal.
Sampel tidak diberikan dengan rute yang
sama seperti adrenalin. Kandungan pirogen
dan materi lain di dalam sampel dan wadah
yang tidak steril dapat menyebabkan respon
imun di dalam tubuh tikus seperti demam
(Robinson 2002). Pemberian oral juga
disamakan dengan cara konsumsi di masyarakat pada umumnya.
Adrenalin tidak diberikan secara oral
layaknya pemberian sampel karena adrenalin
akan menjadi racun jika diberikan secara oral
dan juga sifat fungsionalnya akan hilang jika
melalui sistem pencernaan. Adrenalin
dilarutkan dengan akuabides steril pro
injection untuk menghindari kesalahan
transpor molekul akibat perbedaan
konsentrasi.
Dalam grafik pada Gambar 3, efek
menurunkan tekanan darah sistol (TDS) maksimum (hipotensi) dari obat
antihipertensi, bisoprolol, mulai terlihat pada
menit ke-80. Tekanan darah mula-mula adalah
162 mmHg dan setelah menit ke-80, TDS
menurun menjadi 132 mmHg. Jika melihat
dari kecenderungan penurunan TDS, , efek
hipotensi obat masih dapat berlanjut sampai
titik terendahnya dan stagnansi selama 24 jam.
efek maksimum bisoprolol pada manusia
timbul setelah 1-4 jam pemakaian pada dosis
>5 mg (Dexa Medica 2009). Dalam percobaan ini, Hal tersebut tidak diujikan lebih lanjut
dikarenakan waktu respon yang lebih lama
akan menyebabkan penelitian dalam hal
waktu akan kurang efektif. Oleh sebab itu,
penggunaan kontrol positif lain dengan respon
yang lebih cepat sangat dianjurkan.
Gambar 3 Efek hipotensi bisoprolol.
162 162 162150
132
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 20 40 60 80
TD
S (
mm
Hg)
Menit ke-
8
Dalam grafik pada Gambar 4, efek
hipotensi optimum untuk fraksi air muncul
pada menit ke-60 setelah pemasukan via oral. Tekanan darah sistol tikus awal yaitu 156
mmHg kemudian menurun setelah menit ke-
60 menjadi 144 mmHg. Jika melihat
grafiknya, penurunan TDSnya tampak
fluktuatif. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan kemampuan hipotensif fraksi air
dalam mempertahankan penurunan tekanan
darah kurang baik walaupun demikian nilai
TDSnya cenderung menurun. Jika sampel
memiliki efek hipotensi, kecenderungan
sampel untuk memiliki efek antihipertensi akan semakin besar. Jika dilihat dari data
waktu efek, fraksi air (FA) memiliki
kemampuan menurunkan tekanan darah 20
menit lebih cepat dibandingkan bisoprolol
yang menurunkan tekanan darah secara
bertahap namun stabil.
Gambar 5 menunjukkan kemampuan
hipotensi dari fraksi heksana (FH). Efek
optimum hipotensi fraksi ini muncul pada
menit ke 20 dan kembali ke normal pada
menit ke 80. Jika dibandingkan dengan FA,
kemampuan hipotensi FH lebih cepat muncul dan stabil dibandingkan FA. Kemampuan
hipotensi yang cepat ini diduga dapat
digunakan ketika keadaan darurat hipertensi.
Efek hipotensi FA dan FH sendiri perlu diteliti
lebih lanjut dalam hal dosis pemberiannya dan
farmakokinetiknya.
Gambar 4 Efek hipotensi fraksi air.
Gambar 5 Efek hipotensi fraksi heksana.
Dalam grafik pada Gambar 6, efek
maksimum adrenalin untuk meningkatkan
TDS tikus yaitu pada menit ke-20. Homeostatis tubuh terhadap masukan
adrenalin mulai bekerja sebelum menit ke-40
saat TDS menuju normal. Tekanan darah awal
tikus SD yaitu 144 mmHg dan setelah
pemberian adrenalin TDS meningkat menjadi
192 mmHg. Orientasi waktu efek ini akan
digunakan sebagai pedoman dalam
pengaturan masukan sampel pada hewan coba
dan waktu pengukuran. Contohnya adalah saat
uji antihipertensi dilakukan, pemberian
adrenalin dilakukan pada menit ke-40 setelah pemberian fraksi air. Hal tersebut
menyebabkan efek kedua sampel akan muncul
bersamaan.
Gambar 6 Efek hipertensi adrenalin via i.p.
Potensi Antihipertensi
Sebelum dilakukan uji potensi, tekanan
darah normal tikus SD diukur. Berdasarkan
data tekanan darah sistol awal (TDS 0) dalam
Lampiran 6 dapat dikatakan sebagian besar
tikus sudah hipertensi sebelum diberi
perlakuan. Tekanan darah sistol awal tikus
yang diperoleh yaitu 173.58 ± 24.46 mmHg
untuk tikus berumur 2 bulan yakni berkisar
antara 123-216 mmHg. Berdasarkan William
College (2002), TDS tikus rata-rata sebesar
121 mmHg. Data standar tekanan darah tikus SD belum ditemukan namun TDS yang diukur
oleh Paparella et al. (2008) adalah 110± 4
mmHg untuk tikus berumur 3 bulan.
Sedangkan, menurut penelitian Zhao et al.
(2008), TDS tikus SD berumur 2 bulan sekitar
115 mmHg. Perbedaan tekanan darah ini
kemungkinan dipengaruhi oleh bobot badan
tikus dan kondisi fisiologis serta lingkungan
tikus.
Penurunan TD akibat pemberian
bisoprolol (KP) mampu menurunkan rata-rata
156144
168
138 144
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80
TD
S (
mm
Hg
)
Menit ke-
144
114126 132
144
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 20 40 60 80
TD
S (
mm
Hg
)
Menit ke-
144 144
192
156168
0
50
100
150
200
250
0 15 20 40 60
TD
S (
mm
Hg)
Menit ke-
9
TDS 1 dari 199.5 mmHg menjadi 176.25
mmHg dan jika dipersentasekan berarti
mampu menurunkan TDS sebesar 11.65%.
Sedangkan, fraksi heksana dan air berturut-turut mampu menurunkan sebesar 27.66% dan
34.40% (Tabel 2). Hal tersebut menunjukan
FA memiliki kemampuan antihipertensi
terbesar kemudian diikuti FH lalu bisoprolol.
Perbedaan kemampuan antihipertensi
kemungkinan disebabkan kandungan senyawa
aktif dalam FA lebih banyak dibandingkan
bisoprolol dan FH pada dosis yang sama yaitu
0.0714 mg/kg BB. Sedangkan, analisis
fitokimia menunjukkan bahwa FH hanya
mengandung alkaloid saja. Hal tersebut menyebabkan kemampuan antihipertensi FH
lebih kecil daripada FA.
Senyawa aktif yang umumnya berperan
sebagai antihipertensi yang larut dalam air
adalah alkaloid dan flavonoid sedangkan di
dalam fraksi non polar adalah triterpenoid.
Efek antihipertensinya dapat melalui
mekanisme yang beragam seperti diuretik dan
penghambat adrenegik. Contohnya penelitian
dari Panjaitan (2000) mengungkapkan bahwa
sari buah belimbing manis yang mengandung
alkaloid memiliki efek diuretik sekaligus antihipertensi. Mok et al. (1998) dalam
Panjaitan (2000) menyatakan bahwa
tumbuhan Kopsia teoi mengandung
aspidocfractinine alkaloid yang terbukti
memiliki efek terhadap kardiovaskular dan
dapat menurunkan tekanan darah tinggi pada
tikus Spontaneously Hypertensive Rat (SHR).
Obat antihipertensi seperti reserpin sebagai
penghambat adrenegik merupakan suatu
alkaloid yang diekstrak dari akar Rauwolfia
serpentine dan R. vomitoria (PharmGKB 2009).
Kemampuan senyawa aktif yang beragam
turut membantu dalam mengobati hipertensi
yang juga disebabkan dari berbagai faktor
risiko. Flavonoid juga turut andil dalam
menurunkan tekanan darah. Menurut Duarte
et al. (2001), senyawa kuarsetin dari golongan
flavonoid mampu mengurangi peningkatan
tekanan darah pada tikus SHR walaupun
belum diketahui jenis flavonoid dalam
tanaman ini. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa ada pengaruh dari aktivitas antioksidan yang mampu
mengurangi peningkatan tekanan darah akibat
radikal bebas. Berdasarkan jurnal tersebut
dikatakan bahwa terjadi peningkatan nilai
superoksida, lipid peroksida, dan hidrogen
peroksida pada pasien hipertensi. Radikal
bebas dapat menyebabkan berbagai kerusakan
organ sehingga meningkatkan tekanan darah.
Senyawa aktif nonpolar yang memiliki
efek antihipertensi adalah triterpenoid.
Penelitian Jiao et al. (2007) menyebutkan
bahwa ekstrak bambu yang kaya akan triterpenoid memiliki kemampuan
antihiperlipidemia yang berimbas pada
kemampuan antihipertensi. Namun. analisis
fitokimia tidak menunjukkan bahwa FH
mengandung triterpenoid melainkan alkaloid
saja.
Hal-hal di atas memungkinkan nilai
antihipertensi FA lebih tinggi dibandingkan
FH dan bisoprolol karena senyawa aktif yang
dikandungnya beragam dan sinergis dalam
menurunkan tekanan darah walaupun masih perlu dikaji lanjut untuk menentukan jenis
senyawa-senyawa dari golongan fitokimia
tersebut.
Sampel tersebut berbeda dengan
kelompok perlakuan yang diberi akuades
(kontrol negatif). Kontrol negatif justru
menunjukan kenaikan TDS sebanyak 15
mmHg dari 168 mmHg ke 183 mmHg atau
menaikan TDS sebesar 8.93%. Hal tersebut
disebabkan akuades tidak memiliki efek
antihipertensi. Nilai ΔTDS 1 pada kelompok
kontrol negatif menunjukkan kenaikan seharusnya mendekati nol. Hal tersebut
disebabkan adanya pengaruh stress pada
hewan coba saat perlakuan.
Tabel 2 Hasil rataan pengukuran tekanan
darah sistol selama perlakuan
Kelompok
Uji
TDS 1
mmHg
TDS 2
mmHg
ΔTDS 1
mmHg
%
penurunan
KN 168 183 -15 -8.93
KP 199.5 176.25 23.25 11.65
FA 211.5 138.75 72.75 34.40
FH 211.5 153 58.5 27.66
Keterangan:
TDS 1= TDS setelah injeksi adrenalin. TDS
2= TDS setelah injeksi adrenalin dan sampel,
dan ΔTDS 1= penurunan kenaikan TDS akibat
adrenalin setelah injeksi sampel (TDS 1-TDS
2).
Analisis Statistika
Data dianalisis menggunakan teknik
analisis peragam atau analysis of covariance
(ANCOVA) dengan tujuan memperkecil galat
oleh karena beberapa hal. Pada penelitian ini,
data TDS awal sudah berbeda, hal tersebut
dapat berakibat hasil akhir yang diperoleh
akan lebih besar galatnya. Peubah pengiring
10
dalam kasus ini TDS awal yang
mempengaruhi ΔTDS 1 perlu dimasukan ke
dalam analisis sehingga hasil akhirnya akan
lebih kecil galatnya. Dekomposisi analisis menggunakan SS tipe III karena pengaruh
TDS awal terhadap ΔTDS 1 belum diketahui
dengan pasti sehingga perlu diujikan terlebih
dahulu.
Hasil analisis peragam menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh linier TDS awal
terhadap ΔTDS 1 pada selang kepercayaan
95%. Sedangkan, nilai model terkoreksi
menunjukkan bahwa ada pengaruh linier
kelompok perlakuan terhadap nilai ΔTDS 1
pada selang kepercayaan 95%. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut dilakukan tanpa
memasukan peragam.
Tabel 3 menunjukkan adanya hasil beda
nyata antar perlakuan. Kelompok KN berbeda
nyata (<0.05) dengan KP. KP berbeda nyata
dengan FA dan FH. Sedangkan, nilai
penurunan TDS FA dan FH tidak berbeda
nyata (>0.05) sehingga kedua fraksi memiliki
kemampuan efek antihipertensi yang sama
jika dilihat secara statistika.
Uji lanjut menunjukkan bahwa FA dan FH
memiliki potensi antihipertensi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Thompson
(1990) dalam Fidrianny (2003). Nilai
penurunan tekanan darah FA dan FH
keduanya ≥ 20 mmHg maka keduanya
dikatakan memiliki efek antihipertensi.
Tabel 3 Uji beda nyata dengan uji Duncan
Kelompok uji Dosis (mg/kg BB)
Penurunan Sistol (mmHg)
KN 0.0714 -15± 6.00a
KP 0.0714 27±7.94b
FA 0.0714 72.75±11.32c
FH 0.0714 58.5±28.72c
Keterangan:
n=4, (-) = kenaikan tekanan darah, a = tidak
berbeda nyata (p<0.05), b = berbeda nyata
(p<0.05) dibandingkan KN, c = sangat
berbeda nyata dibandingkan KN (p<0.05).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen hasil fraksinasi ekstrak buah
makasar adalah 4.38% untuk fraksi air dan
6.11% untuk fraksi heksana. Fraksi air
mengandung alkaloid dan flavonoid,
sedangkan, fraksi heksana hanya mengandung
alkaloid. Efek hipotensi bisoprolol timbul
pada menit ke-80 setelah pemberian via oral
serta efek hipotensi fraksi heksana dan fraksi air berturut-turut timbul pada menit ke-20 dan
60 setelah pemberian via oral. Efek hipertensi
adrenalin muncul pada menit ke-20 setelah
injeksi via intraperitoneal.
Penelitian membuktikan bahwa kedua
fraksi yang diujikan memiliki potensi
antihipertensi karena kemampuan
menurunkan peningkatan tekanan darah sistol
akibat adrenalin lebih tinggi ketimbang
kontrol positif. Untuk fraksi air didapatkan
nilai sebesar 72.75±11.32 mmHg atau menurunkan sebanyak 34.40% dan fraksi
heksana sebesar 58.5±28.72 mmHg atau
menurunkan sebanyak 27.66%. Sedangkan,
nilai antihipertensi kontrol positif sebesar
22.25±9.91 atau menurunkan sebanyak
11.65%. Potensi antihipertensi terbesar
diperoleh oleh fraksi air.
Saran
Penelitian untuk antihipertensi dianjurkan
menggunakan tikus galur Wistar dan lebih baik lagi jika tikus model hipertensi seperti
Spontaneously Hypertensive Rat. Pengujian
efek antihipertensi perlu dilakukan untuk
fraksi kloroform sehingga dapat dibandingkan
potensi efek terbesarnya. Obat antihipertensi
sebagai kontrol positif sebaiknya yang
memiliki efek cepat seperti kaptopril untuk
mengefisiensikan waktu. Uji toksisitas dan uji
antihipertensi pada konsentrasi yang
bervariasi perlu dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi optimumnya. Pengujian mekanisme antihipertensi seperti efek diuretik
dan yang lainnya perlu dilakukan untuk
mengetahui mekanisme yang terjadi dalam
penurunan tekanan darah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson et al. 2000. Renovascular
hypertension: structural changes in
the renal vasculature. Hypertension
36: 648-652.
Caffrey JL. 2000. Adrenaline booster. [terhubung berkala]. http://
www.hsc.unt.edu/research/ifd/cri/doc
uments/ADRENBOO.htm [6 Jan
2010]
Cranwell-Bruce LA. 2008. Antihypertensive.
MedSurg Nursing 17: 337-341.
11
Cuendet M, Pezzuto JM. 2004. Antitumor
activity of bruceantin: an old drug
with new promise. J Nat Prod 67:
269-72.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia. Ed ke-2. Jakarta:
Merentas Generasi Sehat.
[Dexa Medica]. 2009. Bisoprolol fumarat.
[terhubung berkala]. http://www.
farmasiku.com/index.php?target=pro
ducts&product_id=30026 [22 Jan
2010].
Duarte J et al. 2001. Antihypertensive effects
of the flavonoid quercetin in
Spontaneously Hypertensive Rats. Br J Pharmacol 133: 117-124.
Elmer PJ et al. 1995. Lifestyle intervention:
results of treatment of mild
hypertension study (TOMHS).
Prevent Med 24: 378-388.
Fidrianny I, Padmawinata K, Soetarno S,
Yulinah E. 2003. Efek antihipertensi
dan hipotensi beberapa fraksi dari
ekstrak etanol umbi lapis kucai
(Allium schoenoprasum L.,
Lliliaceae). J Mat Si 8: 147-150.
Fryburg DA et al. 1995. Effect of epinephrine on human muscle glucose and
protein metabolism. Am J Physiol
Endocrinol Metab 268: E55-E59.
Gomez KA, Gomez AA. 1993. Prosedur
Statistik Untuk Penelitian Pertanian.
Ed ke-2. Depok: UI Pr.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang
S, penerjemah. Bandung: ITB Pr.
Terjemahan dari: Phytochemical
Method.
Jiao J, Zhang Y, Lou D, Wu X, Zhang Y. 2007. Antihyperlipidemic and
antihypertensive effect of a
triterpenoid-rich extract from
bamboo shavings and vasodilator
effect of friedelin on phenylephrine-
induced vasoconstriction in thoraric
aortas of rats . Phytotherapy Res 21:
1135-1141.
Katzung BG, editor. 2006. Basic and Clinical
Pharmacology. Ed ke-10. San
Fransisco: McGraw-Hill.
Kaneko JJ, editor. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals.
Ed ke-3. New York: Academic Pr
Kim IH et al. 2004. New quassinoids,
javanicolides C and D and
javanicosides B--F, from seeds of
Brucea javanica. J Nat Prod 67:863-8
Laurence DR, Bennet PN. 1996. Clinical
Pharmacology. Ed ke-7. New York:
Churcill Livingstone.
Maryono D. 2008. Mitos dan Fakta Seputar
Penyakit Jantung. Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer.
[Mayo Clinic Staff]. 2007. Hypotension.
[terhubung berkala]. http://www.
mayoclinic.com/health/low-blood-
pressure/DS00590 [9 Mar 2009].
Mc Curnin DM, Bassert JM. 2006. Clinical
Textbook for Veterinary Technicians.
Ed ke-6. Missouri: Elsevier.
Midgley JP, Matthew Ag, Greenwood CMT,
Logan AG. 1996. Effect of reduced
dietary sodium on blood pressure: a
meta-analysis of randomized
controlled trials. JAMA 275: 1590-
1597.
NoorShahida A, Wong TW, Choo CY. 2009.
Hypoglycemic effect of quassinoid
from Brucea javanica (L.) Merr (Simaroubaceae) Seeds. J
Ethnopharmacol 124: 586-591.
Panjaitan RGP. 2000. Potensi sari buah
belimbing manis (Averrhoa
carambola L.) sebagai antihipertensi
dan diuretik [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana Biologi, Institut
Pertanian Bogor.
Papparella I et al. 2008. Green tea attenuates
angiotensin II-induced cardiac
hypertrophy in rats by modulating reactive oxygen species production
and the Src/epidermal growth factor
receptor/Akt signaling pathway. J
Nutr 138: 1596-1601.
Parziale E. 2004. Herb library: Brucea.
[terhubung berkala]. http://
earthnotes.tripod.com/brucea.htm [9
Mar 2009].
[Pfizer]. 2006. High blood pressure and
angina. [terhubung berkala].
http://www.norvasc.com/high-blood-
pressure-medicine/about-high-blood-pressure.asp [11 Apr 2009].
12
[PharmGKB]. 2009. Drug: reserpine.
[terhubung berkala]. http://www.
pharmgkb.org [7 Okt 2009].
Robinson NE et al. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3.
Philadelphia: W.B Saunders
Company.
Santoso S. 2002. Buku Latihan SPSS
Statistika Multivariat (modul 17:
General Linier Model-Univariat).
Jakarta: Elex Media Komputindo
Solomon CG, Seely EW. 2001. Brief review:
hypertension in pregnancy: a
manifestation of the insulin
resistance syndrome. Hypertension 37: 232-239.
Subeki et al. 2007. Screening of Indonesian
medicinal plant extract for
antibabesial activity and isolation of
new quassinoid from Brucea
javanica. J Nat Prod 70: 1654-7.
Syahputra E. 2008. Bioaktivitas sediaan
Brucea javanica sebagai insektisida
nabati untuk serangga hama
pertanian. Bul Penelitian Tanaman
Obat dan Rempah XIX:57-67.
Usman AP. 2000. Potensi
antihiperkolesterolemia kulit batang
kayu gabus (Alstonia scholaris, R.
Br) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Whitesall SE, Hoff JB, Vollmer AP, D’Alecy
LG. 2004. Comparison of
simultaneous measurement of mouse
systolic arterial blood pressure by
radiotelemetry and tail-cuff methods.
Am J Physiol Heart Circ Physiol
286: H2408-H2415.
Wijayakusuma H. 1994. Tanaman Obat
Indonesia. Ed ke-2. Jakarta: Pustaka Kartini
[William College]. 2002. Obesity, dieting, and
blood pressure. [terhubung berkala].
http://www.williams.edu/Biology/Fa
culty_Staff/sswoap/site/shrpic.htm
[19 Okt 2009].
Zhao W, Chen SS, Chen Y, Ahokas RA, Sun
Y. 2008. Kidney fibrosis in
hypertensive rats: role of oxidative
stress. Am J Nephrol 28: 548-554
14
Lampiran 1 Alur penelitian uji potensi antihipertensi
Tikus jantan SD bobot 200-300 gram
↓
Tes Kesehatan dan Aklimatisasi 30 hari
↓
Pengelompokkan (@ n=4)
Kontrol Positif Kontrol Negatif Fraksi air Fraksi heksana
Pengukuran tekanan darah mula-mula
↓
Injeksi adrenalin via i.p
↓
Pengukuran tekanan darah setelah injeksi adrenalin (menit ke-20)
↓
Perhitungan kenaikan tekanan darah sebelum dan sesudah injeksi adrenalin
↓
Normalisasi 60 menit
↓
Pemberian sampel via oral dan injeksi adrenalin via i.p
↓
Pengukuran tekanan darah setelah injeksi adrenalin dan zat uji
↓
Perhitungan penurunan tekanan darah dari setelah pemberian adrenalin
↓
Analisis Data
15
Lampiran 2 Kelompok percobaan
Kontrol Negatif Kontrol Positif Fraksi Air Fraksi Heksana
Kontrol Negatif Kontrol Positif Fraksi Air Fraksi Heksana
Kelompok Percobaan
4 ekor tikus
jantan SD
+
Pakan tikus
standar
+
Akuades
+
Adrenalin
1.2 µg/kg BB
+
Akuades
4 ekor tikus
jantan SD
+
Pakan tikus
standar
+
Akuades
+
Adrenalin
1.2 µg/kg BB
+
Bisoprolol
0.0714 mg/kg
BB
4 ekor tikus
jantan SD
+
Pakan tikus
standar
+
Akuades
+
Adrenalin
1.2 µg/kg BB
+
Fraksi air buah
makasar 0.0714
mg/kg BB
4 ekor tikus
jantan SD
+
Pakan tikus
standar
+
Akuades
+
Adrenalin
1.2 µg/kg BB
+
Fraksi heksana
buah makasar
0.0714 mg/kg
BB
16
Lampiran 3 Perhitungan dan pembuatan larutan stok
Adrenalin
Dosis = 1.2 µg/kg BB
Dosis untuk tikus 200 gram = 200
1000× 1.2 µ
𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 = 0.24µ𝑔
0.24 µg dalam 0.4 mL akuabides = 0.24 µ𝑔
0.4 𝑚𝐿= 0.6
𝑔
𝑚𝐿
Serbuk adrenalin yang ditimbang = 0.06 gram dilarutkan dalam labu takar 100 mL
Larutan diencerkan 1000x = diambil 0.05 mL dari larutan dan dilarutkan sampai
50 mL
Bisoprolol
Dosis = 5𝑚𝑔
70 𝑘𝑔= 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
Dosis untuk tikus 200 gram = 200
1000× 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔
0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides = 0.0143 𝑚𝑔
0.4 𝑚𝐿= 0.0358
𝑚𝑔
𝑚𝐿
Bobot obat 5 𝑚𝑔 ≈ 212 𝑚𝑔
0.0358 𝑚𝑔
5 𝑚𝑔× 212 𝑚𝑔 = 1.5179
𝑚𝑔
𝑚𝐿
Jika dibuat larutan obat sebanyak 25 mL = 1.5179𝑚𝑔
𝑚𝐿× 25 𝑚𝐿 = 0.0379 𝑔
Fraksi Air
Dosis = 5𝑚𝑔
70 𝑘𝑔= 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
Dosis untuk tikus 200 gram = 200
1000× 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔
0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides = 0.0143 𝑚𝑔
0.4 𝑚𝐿= 0.0358
𝑚𝑔
𝑚𝐿
Sampel yang ditimbang = 0.895 gram dilarutkan dalam 25 mL akuabides
Fraksi Heksana
Dosis = 5𝑚𝑔
70 𝑘𝑔= 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
Dosis untuk tikus 200 gram = 200
1000× 0.0714
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔
0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides = 0.0143 𝑚𝑔
0.4 𝑚𝐿= 0.0358
𝑚𝑔
𝑚𝐿
Sampel yang ditimbang = 0.897 gram dilarutkan dalam 25 mL akuabides
Lampiran 4 Analisis peragam menggunakan dekomposisi SS tipe III dengan
SPSS 16.0
17
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:penurunanTDS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 19448.736a 4 4862.184 23.509 .000
Intercept 207.335 1 207.335 1.002 .338
TDSawal 987.486 1 987.486 4.775 .051
Kelompok 16391.264 3 5463.755 26.418 .000
Error 2275.014 11 206.819
Total 41184.000 16
Corrected Total 21723.750 15
a. R Squared = .895 (Adjusted R Squared = .857)
Analisis tanpa pengaruh peragam:
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:penurunanTDS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 18461.250a 3 6153.750 22.634 .000
Intercept 19460.250 1 19460.250 71.578 .000
Kelompok 18461.250 3 6153.750 22.634 .000
Error 3262.500 12 271.875
Total 41184.000 16
Corrected Total 21723.750 15
a. R Squared = .850 (Adjusted R Squared = .812)
18
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan dengan SPSS 16.0
Post Hoc Tests
PenurunanTDS
Duncan
Kelomp
ok N
Subset
1 2 3
1 4 -15.00
2 4 23.25
4 4 58.50
3 4 72.75
Sig. 1.000 1.000 .245
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 271.875.
19
Lampiran 6 Hasil pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan (mmHg)
Kelompok
Uji TDS 0 TDS 1 TDS 2 ΔTDS 1
KN 1 168 174 192 -18
KN 2 168 162 180 -18
KN 3 123 132 150 -18
KN 4 172 204 210 -6
Rata-rata 157.75 168 183 -15
SD 23.24 29.80 25.22 6.00
KP 1 171 222 210 12
KP 2 156 183 159 24
KP 3 216 183 162 21
KP 4 186 210 174 36
Rata-rata 182.25 199.5 176.25 23.25
SD 25.62 19.67 23.41 9.91
FA 1 210 225 138 87
FA 2 180 183 114 69
FA 3 156 228 153 75
FA 4 177 210 150 60
Rata-rata 180.75 211.5 138.75 72.75
SD 22.23 20.57 17.73 11.32
FH 1 180 216 132 84
FH 2 174 222 162 60
FH 3 126 174 156 18
FH 4 162 234 162 72
Rata-rata 160.5 211.5 153 58.5
SD 24.19 26.10 14.28 28.72
Keterangan:
TDS 0= TDS mula-mula sebelum perlakuan, TDS 1= TDS setelah injeksi
adrenalin. TDS 2= TDS setelah injeksi adrenalin dan sampel, ΔTDS 1= penurunan
kenaikan TDS akibat adrenalin setelah injeksi sampel (TDS 1-TDS 2), SD=
standar deviasi.