potensi munculnya kekuatan global - islam politik
TRANSCRIPT
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 1
POTENSI MUNCULNYA KEKUATAN GLOBAL“ISLAM POLITIK”
RESULTAN DARI BENTURAN PERADABAN
Oleh : Fika Monika 1
1. KONTESTASI ISLAM DAN BARAT : SEBUAH PENGANTARHubungan Barat dengan Dunia Islam sejak dulu merupakan isu yang selalu menarik
untuk ditelaah mata dunia. Wajah Islam dan Barat dalam sejarah panjangnya banyak diwarnai
pasang surut antara kerjasama dan konflik. Hubungan Islam dan Barat memang mengandung
banyak dimensi. Akan tetapi sejak abad ke-19, dimensi yang menonjol dalam relasi antara Islam
dan Barat adalah konflik. Ketimbang memunculkan kemitraan, relasi Islam dan Barat lebih
menggambarkan dominasi-subordinasi.
Pasang surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah yang perlu diletakkan
dalam kerangka kajian kritis historis untuk mencari sebab-sebab pasang surut hubungan tersebut.
Interaksi berabad-abad antara Islam dan Barat, telah menorehkan sejarah panjang antara dunia
Islam dan Barat yang beragama Kristen. Sebagian besar disebabkan karena kedua peradaban ini
sama-sama mengklaim memiliki sebuah misi dan pesan universal, serta sama-sama mewarisi
peradaban yang terbukti sudah mendunia. Pada satu sisi, terjadinya konflik antara Islam dengan
Barat, merupakan produk dari perbedaan, terutama konsep Muslim yang memandang Islam
sebagai Way of Life yang menyatukan agama dan politik. Konsep ini bertentangan dengan konsep
Kristen tentang pemisahan kekuasaan Tuhan dan kekuasaan Raja (sekulerisme). Pada sisi lain,
konflik itu juga merupakan produk dari persamaan. Keduanya merasa sebagai agama yang benar;
keduanya juga sama-sama merupakan agama missionaris; keduanya juga mempunyai konsep
‘Jihad’ dan ‘Crusade’ sebagai perang suci.2
Memasuki abad 20, saat dunia Barat lebih banyak merepresentasikan ideologi
Sekulerisme-Liberal dan bukan lagi agama Kristen, maka terjadi bentuk kontestasi yang berbeda
antara Islam dan Barat. Dunia Barat telah menemukan bentuk idealnya sebagai sebuah peradaban
sekuler, sebagai akibat dari proses panjang dan dialektik sejak masa yang mereka sebut sebagai
‘zaman kegelapan’ (the dark ages) di Eropa sampai dengan masuknya zaman reneissance (kelahiran
kembali).3
1 Mahasiswa Pasca Sarjana Ketahanan Nasional UI, Angkatan 272 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Gema Insani Press 2005, halaman 1373 Ibid., halaman 28-30
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 2
Bentuk kontestasi baru antara Islam dengan Barat yang dimulai sejak abad 20 ini, menarik
perhatian, khususnya pada aspek Ideologi. Dunia Barat yang mengalami kemajuan luar biasa
karena kematangan dan kristalisasi Ideologinya sementara dunia Islam yang justru mengalami
kemunduran multidimensi akibat mulai kehilangan identitas ideologinya. Pada kontes baru ini,
Barat seringkali dicurigai sebagai pihak yang telah memaksakan agenda-agenda “pembaratan” di
dunia Islam dalam rangka mengukuhkan hegemoni globalnya. Di sisi lain dunia Islam terus
berusaha mencari jawaban mengapa kemunduran multidimensi melanda mereka, pencarian
jawaban itu dilakukan oleh para penguasa, ulama dan cendekiawan Muslim. Berbagai upaya telah
mereka lakukan, dari tingkat yang paling anarkis sampai pada tingkat yang paling politis. Pada
tingkatan tertinggi ini, para pemikir Islam mendapati jawaban bahwa kemunduran dunia Islam
terjadi karena dua hal, yaitu kemunduran taraf berfikir umat Islam dan absennya institusi politik
global yang melindungi mereka yaitu Khilafah Islamiyyah.4
Sementara pergolakan pemikiran terus terjadi di dunia Islam, Barat terus memegang
supremasi dan hegemoni dunia, meninggalkan Dunia Islam yang mengalami krisis hebat di
hampir semua bidang kehidupan. Permasalahan tersebut melahirkan ketegangan yang eksesif
antara Islam dan Barat. Pengaruh Barat pada Islam paling tidak ditandai dengan proses
modernisasi dunia Islam yang sedikit banyak telah merubah wajah tradisional Islam menjadi lebih
adaptatif terhadap modernitas. Akan tetapi dampak lain yang ditimbulkan dari pengaruh global
Barat adalah semakin terpinggirkannya peran ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam
panggung sejarah peradaban dunia.
Lahirnya peran global Amerika Serikat setelah Perang Dunia II secara signifikan
mengubah posisi dunia Barat yang selama ini diwakili oleh Eropa beralih ke Amerika Serikat.
Peran global Amerika Serikat telah banyak mempengaruhi perubahan politik di Dunia Ketiga
yang notabene adalah negeri-negeri Muslim. Walaupun para pemimpin Amerika Serikat pada
paruh pertama abad ke 20 mendukung konsep penentuan nasib sendiri (self determination) dalam
bingkai negara-bangsa dan menentang kelangsungan kolonialisme, pada paruh kedua abad
tersebut mereka justru mencurigai ideologi dan gerakan-gerakan populis Dunia Ketiga5. Ideologi
Islam pun mulai dicurigai, terorisme mulai menjadi semacam stereotype bagi Islam.
Terorisme muncul sebagai salah satu isu terpenting di Amerika Serikat terutama sejak
masa revolusi Islam Iran, dimana pengalaman dengan Iran adalah pengalaman pertama
Washington dengan Islam Politik. Menteri Luar Negeri AS kala itu, Warren Christoper
4 Hizbut Tahrir, Mafahim Hizbut Tahrir, 20015 Fawaz A. Gerges, Amerika dan Islam Politik : Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan?Alvabet 2002, halaman 50
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 3
mengatakan, “Iran adalah negara sponsor terorisme nomor satu di dunia,” dan Iran
merepresentasikan “salah satu ancaman terbesar bagi kedamaian dan stabilitas kawasan ini.” 6
Kontestasi baru antara Islam dengan Barat memuncak pada saat 11 September 2001,
yaitu insiden hancurnya dua simbol kedigdayaan AS – Pentagon dan World Trade Centre – oleh
serangan teroris. Pemerintahan AS pada saat itu langsung mendeklarasikan ‘perang melawan
teror’ (war on terrorism) pada dunia. Program ini pun menjadi warna kuat dalam kebijakan politik
luar negeri Amerika Serikat yang kala itu dipimpin George W. Bush.
2. BATASAN MASALAHTulisan ini hendak mengkaji bagaimana konflik dan benturan terjadi antara Islam dan
Barat, lalu apakah benturan peradaban ataukah benturan kepentingan yang sesungguhnya terjadi
antara Islam dan Barat? Serta sejauhmana potensi bangkitnya kekuatan politik Islam skala global?
Di bawah ini merupakan poin-poin batasan kajian dari tulisan ini :
1. Konteks “benturan peradaban” dalam tulisan ini secara spesifik dibatasi hanya membahas
hubungan Islam dan Barat, bukan hubungan Islam dengan peradaban lain atau hubungan
Barat dengan peradaban lain.
2. Konteks waktu dalam pembahasan paper ini dimulai sejak abad 20 sampai memasuki abad
21. Pada abad 20 khususnya pasca Perang Dunia II dimana dunia Barat lebih banyak diwakili
oleh Amerika Serikat ketimbang Eropa dan dunia Islam banyak diwakili oleh Timur Tengah
dan kelompok non-negara (Islam Politik).
3. Tinjauan kontestasi aktor-aktor pemain dalam hubungan Islam dan Barat yang bersifat
multidimensi, yaitu dimensi Ideologis-politis (peradaban) dan dimensi kepentingan (ekonomi)
a. Kontestasi pada dimensi ideologis ; Amerika Serikat sebagai aktor negara mewakili
Barat dan dunia Islam yang lebih banyak diwakili aktor non-negara, yang kemudian
disebut Islamist (Islam politik)
b. Kontestasi pada dimensi kepentingan ; lebih banyak aktor negara muslim yang
bermain
4. Faktor-faktor krusial yang membuat Islam dan Barat tidak pernah bertemu
5. Mengkaji sejauhmana potensi kebangkitan dunia Islam, dengan wujud kekuatan politik
global, dikaitkan dengan analisa futuristik NIC tahun 2004, yang berjudul Mapping the
Global Future 2020
6 Pidato Warren Christoper dikutip dari buku Fawaz A. Gerges, Amerika dan Islam Politik, Alvabet2002, halaman 54-55 yang berasal dari dokumen “Statement by Secretary of State Warren ChristoperRegarding U.S. Sanctions Against Iran,” State Department Briefing, dalam Federal News Service, 1Mei 1995, h. 1.
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 4
3. TINJAUAN TEORITIK3.1. Pengertian “Islam Politik”
Meskipun belum ada definisi ilmiah tentang ‘Islam Politik’ sebagai hasil dari kajian
akademik, menariknya definisi tentang Islam Politik justru banyak ditemukan dalam penelitian
pengamat dan laporan NGO internasional sebagai non-state actor. Pemikir Barat Oliver Roy --
seorang pengamat gerakan Islam politik asal Perancis yang bukunya sangat penting (antara lain
Gagalnya Islam Politik) untuk memahami berbagai aspek gerakan Islam di berbagai belahan dunia
menurut perspektif Barat-- dia mendefinisikan Islam Politik (political Islam) sebagai lawan dari
Islam kultural, adalah gerakan Islam yang lebih berorientasi kepada perjuangan politik dalam
rangka mengislamkan masyarakat. Olivier Roy menyebut mereka dengan istilah kaum Islamis
yang membedakannya dengan kaum tradisionalis. Gerakan Islamis, menurut Roy, memilih
terlibat langsung dalam kehidupan politik, “perlu keluar dari Masjid”.7
Berbeda dengan Roy yang lebih mengintrepretasikan Islam Politik sebagai sebuah
gerakan (movement), seorang pemikir Islam Hafidz Abdurrahman mencoba mendefinisikan ‘Islam
Politik’ terlebih dahulu secara konseptual dan mendasar serta tentu orisinil dari perspektif Islam
bukan Barat. Islam --sebagaimana yang dipahami oleh mayoritas umat-- tidak sedekar agama
eskatologis (akherat oriented), tetapi juga agama dunia (din, dunya dan daulah). Secara lugas
pemikiran inilah yang mendasari Hafidz Abdurrahman dalam mendefinisikan Islam Politik dalam
bukunya ‘Islam Politik dan Spiritual’, menurutnya Islam adalah agama sekaligus mabda’ yang
berbeda dengan yang lain. Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiyyah (spiritual),
akan tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah), lengkapnya Islam adalah akidah spiritual dan
politik (al-aqidah ar-ruhiyyah wa as-siyasiyah). 8
Dalam konteks pergerakan (movement), Islam Politik dimaknai oleh Abdurrahman
Muhammad Khalid dalam bukunya ‘Soal Jawab Seputar Gerakan Islam (2002)’ 9 ; sebagai harokah
Islam atau gerakan Islam yang melakukan aktivitas politik. Tidak berhenti sampai di situ,
menurutnya kajian selanjutnya adalah meluruskan pemaknaan politik dalam perspektif Islam,
dimana pengertian ‘politik’ dalam Islam adalah proses pemeliharaan urusan umat dengan aturan-
aturan Islam (ri’ayah syu’unil ummah bil hukmi syar’i), bukan sekedar perebutan kekuasaan.
Maka tugas gerakan Islam (harokah Islam) adalah melakukan aktivitas politik secara
komprehensif menurut pengertian politik yang benar perspektif Islam yaitu melakukan dakwah
7 Olivier Roy, Gagalnya Islam Politik, Harimurti dan Qamaruddin SF (penterj.), (Jakarta ; Serambi, 1996), hlm,32-338 Hafidz Abdurrahman, Diskursus Islam Politik dan Spiritual, 2004, hlm. 179 Abdurrahman Muhammad Khalid, Soal Jawab : Seputar Gerakan Islam, al-Islam Press 2003, halaman 8
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 5
Islam dan ‘amar makruf nahyi mungkar di tengah-tengah umat. Berlandaskan firman Allah SWT
dalam QS. Ali Imron : 104; “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
al Khair (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. “ (TQS. Ali Imron : 104).
3.2. Makna PeradabanDi kalangan Barat, peradaban diistilahkan dengan civilization; di ambil dari kata civilis, yang
berarti memiliki kewarganegaraan. Ide tentang peradaban dikembangkan oleh pemikir Perancis
abad XVIII yang memperlawankannya dengan konsep “barbarisme” untuk menggambarkan
proses progresif perkembangan manusia; sebuah gerakan yang menuntut perbaikan, keteraturan
serta penghapusan barbarisme dan kekejaman. Di balik pemunculan pemahaman ini terletak
spirit pencerahan Eropa yang kemudian dikenal dengan renaissance dan rasa percaya
diri terhadap karakter progresif era modern.10
Di kalangan cendekiawan muslim, secara terminologis peradaban dikenal melalui dua
ungkapan, yaitu hadlarah dan madaniyah11. An-Nabhani kemudian menspesifikasikan penggunaan
kedua istilah tersebut ke dalam bukunya Nizhamul Islam. Menurut An-Nabhani, hadlarah adalah
sekumpulan persepsi – yang dimanifestasikan dalam perilaku – tentang kehidupan. Adapun
madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan.12 Berdasarkan pengertian di atas maka apa yang disebut hadlarah selalu
mengandung nilai (full value), sementara madaniyah ada yang tidak mengandung nilai (free value).
Dengan demikian, adalah boleh bagi seorang muslim mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang di dunia Barat, karena dari definisi di atas unsur
teknologi tergolong madaniyah (produk fisik yang bebas nilai); selama tidak memancarkan
ideologi/ nilai tertentu. Bahkan akan menjadi sebuah kewajiban, karena termasuk dalam perintah
Islam dalam menuntut Ilmu.
Walhasil, peradaban (hadlarah) yang full value akan selalu berkaitan dengan pandangan
hidup (world view), atau yang oleh an-Nabhani diistilahkan dengan mabda (ideologi), yang
didefinisikan sebagai akidah yang lahir dari proses berpikir yang di atasnya dibangun sistem13. Ditinjau
dari definisi ini, mabda menunjukkan kelengkapan konsep yang mencakup akidah dan sistem.
Dalam konteks ini, Islam adalah peradaban sekaligus Ideologi; karena Islam memiliki
kelengkapan konsep serta perangkat sistem untuk menjadi sebuah peradaban yang berideologi.
10 Samuel P.Huntington: Benturan Antar Peradaban (cet. ke-2), 2001, hlm. 38.11 Muhammad Husein Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, 2002, hlm. 14912 Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, 2001, hlm. 92.13 Hafidz Abdurrahman, loc.it
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 6
3.3. Hakikat Benturan PeradabanTeori tentang ‘benturan peradaban’ cenderung menggunakan pendekatan realisme.
Paradigma realis, yang mendominasi teorisasi hubungan internasional selama kurang lebih dua
dasawarsa sesudah Perang Dunia II merupakan wujud penolakan terhadap teorisasi utopian-
liberalis.14 Pendekatan realis ini tidak percaya pada mekanisme hukum dan organisasi
Internasional, karena sistem Internasional itu bersifat berpihak, anarkis dan hegemonik.
Di kalangan Barat, Samuel P. Huntington adalah pemikir pertama yang mewacanakan
tentang benturan peradaban. Setelah Insiden 11 September, banyak pengamat mengupas kembali
teori benturan antar peradaban yang pernah dipopulerkannya. Dalam tulisan
kontroversialnya The Clash of Civilization yang dimuat jurnal Foreign Affair (Summer, 1993), guru
besar studi-studi strategis pada Harvard University AS itu memprediksikan makin parahnya
ketegangan antara peradaban Barat dan peradaban Islam. Bahkan menurut Huntington, konflik
abad XX antara Demokrasi Liberal dengan Marxis-Leninisme hanyalah fenomena historikal yang
bersifat sementara dan superfisial, jika dibanding dengan hubungan konfliktual antara Islam
dengan Barat.
Dia mendasarkan pemikirannya – paling tidak – pada enam alasan yang dijadikannya
sebagai premis dasar untuk menjelaskan mengapa politik dunia ke depan akan sangat dipengaruhi
oleh benturan antar peradaban. Pertama, perbedaan peradaban tidak hanya nyata, tetapi sangat
mendasar. Selama berabad-abad perbedaan antar peradaban telah menimbulkan konflik paling
keras dan paling lama. Kedua, dunia ini sudah semakin menyempit sehingga interaksi antara orang
yang berbeda peradaban semakin meningkat. Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan
sosial diseluruh dunia telah mengakibatkan tercerabutnya masyarakat dari akar-akar identitas-
identitas lokal yang telah berlangsung lama. Kecenderungan ini menyisakan ruang kosong yang
kemudian diisi oleh identitas agama, seringkali dalam gerakan berlabelkan
“fundamentalisme”. Keempat, dominasi peran Barat menimbulkan reaksi de-westernisasi di dunia
non-Barat. Kelima, perbedaan budaya kurang bisa menyatukan, dibanding perbedaan politik dan
ekonomi. Kelima, kesadaran peradaban bukan reason d’etre utama terbentuknya regionalisme
politik atau ekonomi.15
Dalam kaitannya dengan benturan peradaban, guru besar Sarah Lawrence College, Fawaz
A.Gerges membedakan antara benturan peradaban dengan benturan kepentingan, sesuai dengan
judul bukunya Amerika dan Islam Politik : Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan?
14 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional; Disiplin dan Metode. LP3ES, 199015 Samuel P. Huntington, op.cit., halaman ix-x
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 7
Menurutnya, ada dua pola berlawanan yang sering digunakan kedua belah pihak dalam
membangun relasinya yaitu pragmatisme-realisme dan atau legalisme-moralisme16. Akbar S.
Ahmed (1992), salah seorang cendekiawan Muslim terkemuka, adalah salah satu yang juga tidak
sepaham dengan Huntington. Dia menyatakan bahwa benturan yang terjadi dalam sejarah dunia
lebih menunjukkan faktor kepentingan ekonomi dan politik ketimbang faktor perbedaan budaya.
Akbar menunjuk fenomena perang Teluk I sebagai fakta empiris peta politik yang tidak
berhadap-hadapan secara diametral, Barat vis a vis Islam, tetapi lebih menunjuk kepada polarisasi
kepentingan. Dalam hal ini, negara-negara Muslim seperti Kuwait, Arab Saudi, Mesir pada
posisi kepentingan yang seirama dengan Amerika dan sekutunya (Barat), sehingga tidak bisa
dikatakan telah terjadi benturan antara Islam dan Barat.
Sementara menurut pemikiran penulis, meskipun terdapat kelemahan-kelemahan pada
tesis Huntington, tetapi tidak perlu ada dikotomi antara benturan peradaban dengan benturan
kepentingan, karena benturan peradaban hakikatnya adalah benturan yang terjadi antara sejumlah
pemikiran dan atau ideologi yang berbeda atau bertolak belakang. Mengingat definisi Ideologi
adalah akidah yang lahir dari proses berpikir yang di atasnya dibangun sistem. Maka sejatinya benturan
kepentingan adalah juga merupakan persoalan Ideologi, yang menjadi bagian tidak terpisahkan
dari benturan peradaban. Sebagai contoh pengaturan ekonomi suatu negara adalah bagian dari
pengaturan sistem, yang tentu tidak bisa tercerabut dari Ideologinya.
4. KONTESTASI ISLAM DENGAN BARAT ABAD 21Berlangsungnya politik global yang mengesankan dunia tidak lagi berbatas ( borderless state ) itu
mengakibatkan meluasnya cakupan Hubungan Internasional yang tidak lagi sekedar
memfokuskan kajian kepada aktor negara. Keberadaan aktor-aktor non negara seperti
perusahaan transnasional ( TNCs ), perusahaan multinasional ( MNCs ), Non Government
Organizations (NGOs), kelompok teroris, kelompok guerrillas , kelompok, separatis atau bahkan
individu sebagai aktor non negara mampu memainkan peranan penting. Interaksi yang terjalin
mampu melahirkan jaringan keterikatan antara aktor-aktor lintas benua ( transcontinental ) atau
lintas kawasan (interregional). Interaksi yang terjadi antar aktor-aktor di tingkat hubungan
internasional menjadi kian beragam disertai pola hubungan yang kian kompleks. Masalahnya,
interaksi lintas negara ini tidak selalu berjalan selaras dengan seluruh kepentingan para aktor yang
16 Fawaz A. Gerges, op.cit. , halaman 5
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 8
terlibat sehingga bentuk kerjasama yang harmonis tidak selamanya tercipata antara aktor-aktor
tersebut.17
Begitupun arena kontestasi Islam dengan Barat di abad 21 ini, interaksinya kian kompleks
melibatkan banyak aktor dan cakupannya multi dimensi. Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, abad 21 ini dibuka dengan War on Terrorism (WoT), dimana ada Teroris sebagai aktor
non negara atas nama Jaringan Al-Qaeda yang diburu oleh Amerika.
4.1. Konfigurasi Politik Dunia Islam4.1.1.Absennya ‘Negara Inti’ pada Dunia Islam 18
Struktur loyalitas politis di kalangan masyarakat Arab dan umat Islam pada umumnya
berbeda dengan kalangan mayarakat Barat modern. Dalam masyarakat Islam, ikatan
Aqidah, agama, suku, dan ummah merupakan bangunan utama loyalitas dan komitmen,
sedangkan ikatan negara-bangsa kurang begitu signifikan. Dalam Islam, ide tentang
kedaulatan negara-bangsa sebenarnya bertentangan dengan kepercayaan terhadap
kedaulatan Allah dan kekuasaan tertinggi (primacy) Ummah. Bahkan pada gerakan
revolusioner, kalangan fundamentalisme Islam menolak sistem pemerintahan negara-
bangsa dalam kaitan dengan unitas Islam sebagaimana Marxisme menolak unitas
proletariat internasional.
Konsep Islam sebagai kesatuan religio-politis mengandung arti kesatuan
kepemimpinan politik dan keagamaan yaitu Kekhalifahan dan kesultanan yang
terjewantahkan melalui sebuah institusi kekuasaan (pemerintahan) global (Global-State)
tunggal. Runtuhnya institusi kepemimpinan politik Islam yang terakhir yaitu
Kekhilafahan Turki Utsmani, membuat dunia Islam tidak lagi memiliki Negara Inti,
wilayah kekuasaannya terpecah-pecah, sebagian masuk ke wilayah Barat dan sebagian lagi
masuk ke wilayah-wilayah negara Islam. Karenanya pada abad XX tidak ada satupun
negara Islam yang memiliki legitimasi kekuasaan kultural maupun keagamaan untuk
memainkan peran sebagaimana Turki Utsmani yang diterima sebagai ‘pemimpin Islam’
oleh negeri-negeri Islam maupun non-Islam. Absennya Negara Islam yang berperan
sebagai Negara inti merupakan factor utama yang menjadi sebab terjadinya konflik-
konflik internal maupun eksternal di kalangan masyarakat Islam. 19
17 Hermawan. P. Yulius, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi, GrahaIlmu, 200718 Samuel P. Huntington, op.cit., halaman 318-32519 Samuel P. Huntington, op.cit., halaman 325
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 9
Pada abad ke-21 ini, tidak banyak aktor negara (state actor) dari dunia Islam yang
memiliki independensi sikap politik, melainkan hanya segelintir saja. Di mata elit AS,
masih terlihat bahwa sebagian besar negara Islam memiliki karakter a-politis, yang
moderat dan pro barat seperti pemerintahan Saudi, Mesir, Tunisia, Turki, Pakistan,
Malaysia dan Indonesia sebagaimana yang dinilai oleh Fawaz A. Gerges. Hanya segelintir
aktor negara yang memiliki militansi dalam sikap politiknya terhadap Barat khususnya
Amerika, misalnya Iran dan Palestina.
Aktor negara dalam dunia Islam kebanyakan bersifat pasif dan ‘mengikuti arus’ ini
dikarenakan negara – negara Islam pada umumnya tidak memiliki visi dan sikap politik
yang jelas dan independent. Bisa jadi karena kebanyakan negara-negara Islam tersebut
termasuk negara dunia ketiga/ negara berkembang. Walhasil apa yang terjadi sekarang di
dunia Islam memudahkan hegemoni Kapitalis pada negeri-negeri tersebut.
4.1.2. Signifikansi Peran Gerakan Islam sebagai Aktor Non NegaraDi antara berbagai gerakan Islam (Harokah Islam) yang bermunculan di dunia Islam,
sebagian merupakan gerakan Islam yang bersifat Ideologis-Politis. Gerakan ini secara
dinamis mampu memainkan peran sebagai aktor non negara (non state actor ) yang
bergerak lintas nasional di negeri-negeri Muslim. Di antara berbagai harokah Islam yang
bersifat politik dan bergerak di kawasan Timur Tengah serta dunia Islam yang lainnya,
tercatat antara lain Ikhwanul Muslimin (di Mesir), Hizbullah (di Libanon), Hizbut Tahrir
(di Yordania), Jabhatul Inqadz al Islami FIS (di Aljazair), dan masih banyak lagi20
Salah satu yang cukup populer dan konsepsinya jelas dan terbuka adalah Hizbut
Tahrir (partai pembebasan). Hizbut Tahrir didirikan di Al-Quds (Yerussalem) tahun 1953
oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani (1908-1977), radhiyallahu 'anhu, seorang 'alim dan
terhormat, seorang pemikir besar, politisi ulung, dan hakim Mahkamah Banding di Al-
Quds.16 Di bawah kepemimpinan Taqiyyudin, Hizbut Tahrir terus berjuang dan
meluaskan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, hingga menjangkau lebih 40 negara
dengan puluhan juta pengikut di benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Pada tahun
1980-an Hizbut Tahrir mulai bergerak di Indonesia, dan pada tahun 2000 dengan nama
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mulai muncul ke tengah publik melalui acara Kongres
Internasional Khilafah Islamiyah di Jakarta. 21
20 Abdurrahman Muhammad Khalid, op.cit., halaman 621 www.hizbut-tahrir.or.id
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 10
Bagi Hizbut Tahrir, ideologi yang benar adalah yang dikonstruksi dari Islam. Dan,
bentuk negara yang senapas dengan Islam hanyalah negara yang mereka sebut dengan
Daulah Khilafah Islam. Bentuk negara inilah yang tidak saja bisa menjamin penerapan
syariat Islam (hukum-hukum Islam), tetapi juga mampu membebaskan masyarakat dari
segala macam krisis. Dengan orientasi ideologi yang telah dijelaskan di muka, Hizbut
Tahrir memang bisa dikategorikan salah satu eksemplar gerakan Islam fundamentalis.
Tetapi, kategori ini hanya bersifat akademik. Dan menariknya, Hizbut Tahrir menolak
penggunaan kekerasan fisik dalam setiap gerakannya. Strategi yang ditempuh Hizbut
Tahrir adalah melakukan gerakan intelektual dan sosial yang jauh dari kekerasan fisik,
untuk melakukan penyadaran kepada publik terhadap adanya krisis yang berakar dari
ideologi sekuler dan kufur.22
Bagi sebagian Gerakan Islam tersebut , hancurnya Khilafah Islamiyah Turki Utsmani
pada tahun 1924 telah melenyapkan "wadah" bagi peradaban Islam. Dengan hancurnya
Khilafah, peradaban Islam telah kehilangan kekuatan dan vitalitasnya. Dapat dikatakan,
peradaban Islam nyaris musnah dari realitas kehidupan, karena Khilafah yang
menopangnya telah tiada. Sebagai gantinya, peradaban Barat sekularlah yang kemudian
mendominasi kaum Muslim saat ini. Bagi mereka, eksistensi negara Khilafah adalah
sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi agar peradaban Islam dapat
mengungguli peradaban Barat. Tentu, negara Khilafah yang akan terjun ke kancah
benturan peradaban itu haruslah negara yang kuat, yang didukung oleh kekuatan ideologi,
kekuatan ekonomi, dan kekuatan militer yang handal.
4.2. Konfigurasi Politik Dunia BaratSementara struktur di dunia Barat abad 21 adalah negara-bangsa yang kebanyakan
memiliki stabilitas politik yang kuat dan sebagian dari mereka merupakan negara maju.
Berbeda dengan dunia Islam, bagi masyarakat Barat, negara-bangsa (nation state)
merupakan puncak loyalitas/ final, loyalitas yang lebih sempit adalah bagian dari dan
kepada bangsa. Sedangkan kelompok, di luar negara-bangsa, bahasa, keagamaan, ataupun
peradaban, kurang memiliki loyalitas dan komitmen.
Selain itu Dunia Barat memiliki aktor negara (state actor) dan aktor non negara (non
state actor) yang sama-sama kuat dan perannya sudah mengglobal.
22 Dr Syamsul Arifin MSi peneliti Hizbut Tahrir; Kepala Pusat Studi Islam dan Filsafat Unmuh Malang.www.jawapos.co.id ; Jumat, 28 April 2006
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 11
Memang ada sedikit perubahan konfigurasi pra dan pasca perang dingin. Selama
perang dingin, Amerika merupakan ‘pusat’ pengelompokkan yang memiliki wilayah
cakupan luas dan beragam dari negara-negara multi sivilisasional yang berusaha
mencegah ekspansi lebih jauh yang dilakukan oleh Uni Soviet. Pengelompokkan ini
dikenal dengan “free world”, “west”, dan “allies” yang melibatkan banyak, namun tidak
semua, negara-negara Barat, termasuk juga di dalamnya Turki, Yunani, Jepang, Korea,
Filipina, Israel dan tidak ketinggalan Taiwan, Thailand dan Pakistan.
Dengan berakhirnya perang dingin, pengelompokkan lintas kultural yang bersifat
multi sivilisasional ini terpecah-pecah. Secara agak lamban, tapi melalui cara-cara yang
hampir sama, sifat multi sivilisasional “free world” dalam perang dingin
terekonfigurasikan dalam suatu pengelompokkan baru, yang lebih kurang koekstensif
dengan peradaban Barat. Sebuah proses “penyatuan” sedang berjalan yang melibatkan
penetapan keanggotaan organisasi-organisasi internasional Barat. 23 Muncullah Uni Eropa
sebagai penyeimbang Amerika Serikat.
5. Benturan Potensial yang Menguatkan Islam Politik 24
Fenomena aktual di bawah ini merupakan contoh-contoh friksi potensial antara Islam
dengan Barat, yang berpotensi justru semakin menyuburkan kekuatan Islam Politik,
fenomena tersebut antara lain :
5.1. Penghinaan Barat terhadap Keyakinan IslamHubungan Islam dan Barat dalam masalah keyakinan adalah sangat sensitif, eskalatif dan
eksplosif, begitu gampang tersulut isu. Lihatlah ketika Westergaard membuat kartun Nabi
Muhammad mengenakan sorban berhias bom di koran Denmark, Jyllands-Posten, 30
September 2005. Koran-koran Barat lain seperti France Soir (Perancis), La Stampa
(Italia),Die Welt,(Jerman),El Periodico(Spanyol), dan lain-lainnya memuat ulang kartun
pelecehan tersebut. Dunia Islam langsung bereaksi keras. Demikian juga ketika di Belanda,
Geert Wilders, politikus Partij voor de Vrijheid (Partai Kebebasan) yang sering menjadikan
isu anti-Islam dalam setiap kampanye politiknya, membuat film Fitna. Dunia Islam pun
kembali segera bereaksi keras.
23 Samuel P. Huntington, op.cit., halaman 287-28824 Uraian dikutip dari blog pribadi Farid Wajdi seorang pengamat Hubungan Internasional dunia Islam:http://farid1924.wordpress.com/2008/12/21/kilas-balik-2008-dunia-islam-dalam-cengkraman-penjajah-amerika/
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 12
5.2. Pembantaian Massal di Gaza dengan Dukungan ASRasanya sulit berharap terjadi perubahan mendasar kondisi Palestina. Negeri Islam itu
akan tetap dijajah dan diperangi oleh Israel dengan dukungan penuh dari negara adi daya AS.
Akhir Desember 2008 sampai akhir Januari 2009 Israel kembali memblokade jalur Gaza
dengan agresinya yang berakibat bencana kemanusiaan luar biasa. Anak-anak kekurangan
suplay makanan yang bergizi, suplai energi yang terbatas dan pasien rumah sakitpun terancam
keselamatannya, hingga bahaya kelaparan dan wabah penyakit. Sementara AS juga akan tetap
mempertahankan kebijakan belah bambu dan adu domba dengan mendukung Fatah, disisi
lain memojokkan Hamas sebagai kelompok teroris. Sementara penguasa Arab dan negeri
Islam lainnya akan tetap diam tidak melakukan pembelaan nyata terhadap Palestina.
Barat juga dengan mudah menghukum Iran dalam kasus nuklir, tetapi menutup matanya
terhadap nuklir Israel. Terhadap program nuklir Iran, Barat sangat agresif dan sensitif.
Amerika Serikat dan Israel sampai hari ini terus mengancam akan menggunakan kekuatan
militer untuk menghentikan program nuklir Iran. Hal yang sama tidak dilakukan terhadap
program senjata nuklir Israel, Korea Utara, dan India. Maka dalam perspektif umat Islam,
dukungan Barat tanpa batas terhadap Israel sudah di luar nalar politik yang sehat. Rasanya
bukan karena kepentingan ekonomi dan politik, apalagi minyak semata. Ada persoalan
ideologi dan religio-politik di sana.
5.3. AS Masih Bertahan di IrakObama juga tetap menjalankan agenda WOT yang sarat dengan kepentingan AS. Bahkan
jauh sebelum terpilih dalam kampanyenya AS telah berjanji menjadikan Afghanistan dan
Pakistan sebagai sasaran perang AS yang utama. Obama memang berencana menarik
pasukan AS dari Irak , namun Obama berencana mengirim pasukan yang lebih banyak lagi ke
Afghanistan. Penarikan pasukan dari Irak itupun harus menunggu tahun 2011 (berdasarkan
pakta keamanan AS-Irak).
Ribuan warga Irak menggelar aksi protes menentang kesepakatan keamanan Amerika-
Irak di Baghdad, Jumat (21/11/08). Disebutkan dalam naskah perjanjian berisi persetujuan
untuk mempertahankan militer Amerika secara legal dan sah hingga akhir tahun 2011 M,
dimana pasukannya tidak akan tersentuh oleh keburukan apapun. Lebih dari itu, naskah
perjanjian tersebut bahkan menyatakan, bahwa apapun aktivitas bersenjata untuk menentang
militer AS dinilai sebagai aksi terorisme yang wajib ditumpas, bukan hanya oleh militer
Amerika, tetapi pemerintah Irak juga berkewajiban untuk memerangi aksi terorisme ini.
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 13
Mengenai kekayaan alam, dalam naskah perjanjian tersebut disebutkan bahwa Amerika
Serikat adalah penanggungjawab bagi perlindungan kekayaan alam Irak, yang bersumber dari
pemasukan minyak. Dengan kata lain, pengawasan dalam bidang keuangan berada di tangan
Amerika Serikat.
5.4. Front Terdepan AS di Afghanistan, Pakistan, dan IndiaKrisis Mumbai yang terjadi pada Rabu 26 November 2008 di India menjadi moment
peneguhan perang melawan terorisme. Misteri siapa sebenarnya pelaku serangan ini belum
terungkap. Tuduhan paling mudah diarahkan kepada kelompok mujahidin Khasmir.Yang
jelas siapapun pelakunya, seringkali tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok bersenjata muncul sebagai reaksi dari kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan
negara.
Aryn Baker dalam Time (Kamis , 27 November 2008) mengingatkan hal ini. Menurutnya,
krisis Mumbai tidak bisa dipisahkan dari ketidakadilan yang dirasakan muslim minoritas India
termasuk masalah Khasmir. Kondisi ini, menurutnya, diperparah dengan kerusuhan di
Gujarat tahun 2002 yang menewaskan lebih kurang 2.000 orang yang sebagian besarnya
adalah muslim.
Yang perlu dicermati, krisis Mumbai digunakan untuk kepentingan negara-negara besar
dalam agenda perang melawan terorisme. Apalagi Obama presiden terpilih AS secara terbuka
mengatakan bahwa wilayah Pakistan, Afghanistan (yang berdekatan dengan India) akan
menjadi front terdepan bagi AS untuk memerangi terorisme. Krisis Mumbai dijadikan negara
Super Power itu untuk mengokohkan kepemimpinannya di wilayah itu atas nama perang
melawan terorisme.
Peristiwa ini juga sepertinya akan benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah boneka AS
di Pakistan dan Afghanistan untuk memperkuat posisi mereka. Peristiwa Mumbai
memperkuat legitimasi memerangi pejuang Islam atas nama war on terrorism. Ke depan
pemerintah India, Pakistan, dan Afghanistan akan mengokohkan strategi AS untuk
membendung kelompok perlawanan Islam yang dituduh teroris. Dan korbannya terbesarnya
adalah rakyat sipil yang dibunuh dengan sistematis oleh AS dan sekutunya.
5.5. Sudan Ajang Rebutan Para KapitalisSudan sebuah negeri Islam yang kaya di Afrika pun terus diacak-acak oleh kekuatan
negara-negara colonial.Pada 14 Juli 2008 ketua jaksa penuntut Mahkamah Kejahatan
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 14
Internasional (International Criminal Court), Luis Moreno Ocampo, mengumumkan
tuntutan kejahatan kepada presiden al-Bashir. Sejak konflik Darfur meletus, ICC adalah salah
satu alat Eropa. Perancis lah dengan dukungan Inggris yang pada 31 Maret 2004, mendorong
dibahasnya resolusi DK PBB no. 1593 yang mengalihkan pengadilan penjahat perang di
Darfur ke Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC). Sementara AS menolak resolusi ini dan
menginginkan agar pengadilan itu dilakukan di pengadilan khusus bermarkas di Arosha
Tanzania sama seperti pengadilan penjahat perang di Rwanda. Dengan demikian keputusan
Ocampo itu tidak lain berada dalam daerah tekanan Eropa yakni Perancis dan Inggris.
Konflik di Sudan, baik konflik Sudan Selatan, konflik Darfur dan konflik Front Timur
tidak lain adalah wujud dari pertarungan antara AS dan Eropa. Dan AS telah memenangi
pertarungan itu di Selatan, memimpin dan Front Timur dan terus bersaing di Darfur. Baik
AS dan Eropa adalah negara yang mengemban ideologi kapitalis. Tujuan mereka tidak lain
untuk merampok kekayaan Sudan. Memang seperti itulah watak negara kapitalis dan hal itu
dibuktikan dari apa yang terjadi di negeri-negeri Islam. Norm Dixon, seorang kolumnis dari
Australia, menulis judul kolomnya pada 19/08/04: “laba minyak berada di balik air mata
barat untuk Darfur” 25
6. Dialog Tanpa Hegemoni Atau Benturan Yang Tak Terhindarkan 26
Menurut Muhammad Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, mengatakan
hanya ada dua pilihan dalam dialog Islam dan Barat. “Dialog tanpa hegemoni atau benturan
yang tidak terhindarkan,” katanya di hadapan peserta Seminar Internasional “Challenging
Stereotypes in Europe and the Islamic World: Working Together for Constructive Policies and Partnership”.
Dia menjelaskan bahwa dialog harus didasari kesetaraan dan penerimaan dari kedua belah
pihak dan tidak ada kekuatan yang membatasi dialog itu. “Tanpa adanya pengakuan atas
identitas masing-masing serta kemerdekaan masing-masing pihak, dialog tidak akan terjadi,”
jelasnya. Namun, dialog antarbudaya yang kerap diharapkan menjembatani perbedaan
pandangan Islam dan Barat itu justru sering terjadi dalam tekanan satu pihak.
Dia menandaskan mengenai jati diri, sesungguhnya identitas hakiki umat Islam adalah
sebagai suatu ummah. Identitas sebagai ummah, artinya ialah umat Islam merupakan
sekumpulan individu manusia yang diikat oleh jalan hidup Islam sesuai Aqidah dan Syariah
Islam, dalam sebuah masyarakat Islam dan negara Islam (Khilafah). Dalam Piagam Madinah
25 www. Counterpunch.org26 Kutipan dari draft makalah yang akan disampaikan oleh Ismail Yusanto, Juru Bicara HTI, dalam KonferensiInternasional : "Islam and the West : Improving Political Dialog", diselenggarakan oleh ICIP bekerjasamadengan Kedutaan Besar Finlandia, Jakarta, 22 Nopember 2006
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 15
(Watsiqah al-Madinah) yang ditandatangani pasca hijrahnya Rasul SAW tahun 622 M,
tercantum secara tegas identitas ini :
"Ini adalah perjanjian dari Nabi SAW, berlaku di antara orang-orang mukmin dan muslim
dari Quraisy dan Yatsrib serta siapa pun yang mengikuti mereka, yang menyusul di kemudian
hari dan yang berjihad bersama mereka : Mereka adalah umat yang satu, berbeda dengan
golongan manusia lainnya " (Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabawiyah, I/502-503).
Demikian paparan tokoh Hizbut Tahrir ini mengenai problem identitas Umat Islam. Kenapa
menjadi sedemikian penting, karena di tengah proses pusaran globalisasi ini umat Islam tidak
hanya merasakan ketimpangan dan diskriminasi ekonomi, seperti kemiskinan, namun juga
bahayanya secara ideologi, yakni terancamnya orisinalitas ajaran Islam. Contohnya adalah
penyelenggaraan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) oleh PBB
di Kairo, September 1994. Konferensi itu sangat membahayakan karena berusaha melegalkan
zina, homoseksual, lesbianisme, aborsi. Padahal semua itu haram menurut Islam.27
Inilah nilai-nilai Islam yang tidak bisa dipertemukan dengan nilai-nilai peradaban Barat.
7. Potensi Kebangkitan Islam Politik Dalam Wujud Kekuatan GlobalDesember 2004 lalu, National Intelelligence Council’s (NIC) merilis sebuah laporan yang
berjudul, “Mapping the Global Future”. Dalam laporan ini diprediksi empat skenario dunia tahun
2020: (1) Davod World: Digambarkan bahwa 15 tahun ke depan Cina dan India akan menjadi
pemain penting ekonomi dan politik dunia.(2) Pax Americana: Dunia masih dipimpin oleh
Amerika Serikat dengan Pax Americana-nya. (3) A New Chaliphate: Berdirinya kembali Khilafah
Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-
norma dan nilai-nilai global Barat.(4) Cycle of Fear (Munculnya lingkaran ketakutan)28.
NIC meluncurkan laporan lima tahunan tentang masa depan dunia. NIC bermarkas di
Kantor Central Intelligence Agency (CIA) di Langley, Virginia. Laporan terbaru itu juga
memasukkan pandangan dari badan intelijen 15 negara. Hal itu bertujuan untuk menjaga
independensi NIC, agar tidak didominasi intelijen AS yang kredibilitasnya tercoreng soal senjata
pemusnah massal Irak karena terbukti tidak ada.
Salah satu skenario yang cukup kontroversial adalah kemunculan kembali Khilafah Islam.
Skenario seperti ini sangat jarang diungkap dalam berbagai analisis dunia internasional. Bahkan
27 Usman, Muhammad Nuroddin, Menanti Detik-Detik Kematian Barat, 2003. Halaman 262-26328 Dokumen resminya bisa dilihat di peta situs http://www.dni.gov/nic/NIC_2020_project.html
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 16
banyak kaum Muslim sendiri yang mengatakan, berdirinya Khilafah Islam adalah utopis dan
mustahil.
Lepas dari apa maksud di balik ditulisnya berbagai skenario ini, paling tidak,
kembalinya Khilafah Islam di kalangan analisis dan intelijen Barat termasuk hal yang
diperhitungkan kemungkinannya. Artinya dunia Barat sendiri sudah bisa membaca potensi
kebangkitan Islam sampai pada titik ini, tentu ini bukan merupakan hasil pengamatan yang asal-
asalan, tetapi tetap berdasarkan potensi fakta dan hipotesa.
Potensi pertama yang bisa dibaca adalah ideologinya. Wacana Khilafah Islam sebagai
negara global (global-state) yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan asas ideologi Islam sudah
bukan opini asing di tengah umat Islam. Banyak diakui, ajaran Islam tidak sekadar agama ritual
dan moral yang sifatnya individual saja; Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan. Sebagai
agama yang komprehensif, Islam mampu menjawab dan memberikan solusi terhadap berbagai
persoalan manusia. Ideologi Islam ini pula yang pernah menyatukan umat Islam seluruh dunia
mulai dari jazirah Arab, Afrika, Asia, sampai Eropa. Islam mampu melebur berbagai bangsa,
warna kulit, suku, ras, dan latar belakang agama yang berbeda.
8. KESIMPULAN
Pada intinya potensi kemunculan Islam Politik sebagai sebuah kekuatan global adalah
sangat signifikan.
o Sisi internal : di dalam dunia Islam terdapat aktor-aktor non negara yang mampu
menyebar pengaruh di negeri-negeri Islam secara massif.
o Sisi eksternal : ekspansi dunia Barat dengan ‘standar ganda’ hegemoninya semakin
memperuncing benturan peradaban. menimbulkan ketimpangan politik dan
sentimen anti-Barat di dunia Islam.
Pada level yang lebih jauh, jika aktor non-negara –dalam hal ini adalah gerakan Islam non
kekerasan, bukan jaringan Teroris-- berhasil membangun dialog dengan aktor negara
(state actor) secara intensif dan berhasil memunculkan kesadaran penguasa-penguasa negeri
Muslim, maka terwujudnya kesatuan dunia Islam di bawah naungan Khilafah Islam,
menjadi sangat niscaya.
Prediksi National Intelelligence Council’s (NIC) menunjukkan bahwa dunia Barat sudah
menyadari dengan serius potensi kebangkitan Islam.
Potensi Munculnya Kekuatan Global “Islam Politik” | Resultan Benturan Peradaban 17
DAFTAR PUSTAKA
Huntington, Samuel P., Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia (Yogyakarta : CV.
Qalam, 2003)
Gerges, Fawaz A., Amerika dan Islam Politik : Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan? (Jakarta
: Alvabet, 2002)
An-Nabhani, Taqiyyuddin, Mafahim Hizbut Tahrir ( Jakarta : Hizbut Tahrir Indonesia, 2006)
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat (Jakarta : Gema Insani Press, 2005)
Abdullah, Muhammad Husein, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah,
2002)
Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional; Disiplin dan Metodologi (Jakarta : LP3ES, 1990)
Khalid, Abdurrahman Muhammad, Soal Jawab; Seputar Gerakan Islam (Jakarta : Al-Islam Press,
2003)
Hermawan. P. Yulius, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007)
Hamm, Bernd, The Bush Gang; Kelompok Elit yang Menghancurkan Serangan Neo Konservatif terhadap
Demokrasi dan Keadilan (Jakarta : PT. Ina Publikatama, 2006)
Griffiths, Martin, Lima Puluh Pemikir Studi Hubungan Internasional (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001)
Usman, Muhammad Nuroddin, Menanti Detik-Detik Kematian Barat (Solo : Era Intermedia,
2003)