potensi parasitoid diadegma dan predator sycanus … · daftar pustaka ... selain tomat dan wortel....
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
HIBAH FUNDAMENTAL
POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus
DALAM PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS
DI DAERAH BALI
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Ketua : TEAM
Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP, NIDN 0006076004
Anggota: TEAM
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS. NIDN 0007125606
Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi. NIDN 0020025402
Dibiayai oleh
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
Nomor : 138/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER, 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Potensi Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen dan
Predator Sycanus sp. dalam Pengendalian Hama Pemakan
Daun Kubis di Daerah Bali
Peneliti/ Pelaksana
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP
b. NIDN : 0006076004
c. Jabatan fungsional : Lektor Kepala
d. Program studi : Agroekoteknologi
e. Nomor HP : 081 999 905 340
f. Alamat Surat (email) : [email protected]
Anggota (I)
a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS
b. NIDN : 0007125606
c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Anggota (II)
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi
b. NIDN : 0020025402
c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Tahun Pelaksana : Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Biaya Tahun Berjalan : Rp. 55.500.000,-
Biaya Keseluruhan : Rp. 118.000.000,-
Bukit Jimbaran, 5 November 2015
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian – UNUD Ketua Peneliti,
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP
NIP. 19630515 198803 1 001 NIP. 19600706 198603 2 001
Menyetujui,
Ketua LPPM Universitas Udayana
(Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng) i
RINGKASAN
Perlu upaya pengendalian yang lebih berlandaskan pada pendekatan ekologi dan
ekonomi, tidak mencemari lingkungan dan aman bagi konsumen kubis. Secara umum
penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui potensi dan peranan predator Sycanus
Sp.dalam mengendalikan populasi P. xylostella dan C. pavonana.
Penelitian dilakukan melalui survei, percobaan lapangan dan percobaan laboratorium.
Aspek Biologi Predator Sycanus Sp., Preferensi Sycanus Sp.terhadap P. xylostella , C.
pavonana dan T. molitor, dan Tanggap Fungsional Predator Sycanus Sp.terhadap Mangsa P.
xylostella dan C. pavonana
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Siklus hidup Sycanus Sp.di laboratorium dengan
mangsa T. molitor adalah 84 – 91 hari. Lama hidup imago betina 82,7 ± 11,7 hari. Sycanus
Sp.memiliki keperidian yang tinggi. Predator Sycanus Sp.lebih memilih P. xylostella sebagai
mangsa daripada C. pavonana. Tanggap fungsional Sycanus Sp.terhadap kerapatan mangsa P.
xylostella dan C. pavonana, laju pemangsaan pada awalnya semakin meningkat dan setelah
mencapai suatu titik tertentu laju pemangsaannya mengendur. Pola hubungan proporsi
mangsa yang dikonsumsi dengan kerapatan awal yang demikian merupakan karakteristik dari
model tanggap fungsional tipe II.
Pada penelitian ini, telah diketahui bahwa serangga Sycanus Sp.memiliki potensi
untuk mengendalikan serangan hama kubis P. xylostella dan C. pavonana, namun demikian,
keefektifan Sycanus Sp.sebagai predator perlu diuji dalam sekala lapangan yang lebih luas.
Kata kunci: Kubis, parasitoid, predatortanggap fungsional
ii
PRAKATA
Kubis merupakan salah satu sayuran yang menjadi unggulan petani dataran tinggi di
Bali, selain tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis, diperkirakan tetap
baik. Tanaman kubis sebenarnya termasuk tanaman yang relatif mudah dalam
pembudidayaan, tetapi dalam usaha meningkatkan produksinya selalu ada gangguan hama
dan penyakit, sehingga mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Petani kubis di Desa
Candikuning Kabupaten Tabanan dan di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng mengalami
penurunan hasil akibat serangan hama kubis.
Beberapa hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun
kubis Plutella xylostella, ulat jantung kubis Crocidolomia binotalis, ulat grayak Spodoptera
litura, ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn., ulat jengkal Chrysodeixis orichalcea L., Helicoperva
armigera Hbn. dan kutudaun.
Untuk mencegah atau mengurangi dampak penggunaan insektisida, perlu dicari
pengendalian alternatif hama tersebut. Di antara pengendalian alternatif terhadap hama
pemakan daun kubis yang dapat dipilih adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan
musuh alami yang sekaligus juga merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama
terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak
penggunaan insektisida yang tidak diinginkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional yang telah berkenan memberikan dukungan dana penelitian
dengan judul Potensi Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen dan Predator Sycanus sp.
dalam Pengendalian Hama Pemakan Daun Kubis di Daerah Bali. Penulis berharap
penelitian ini dapat menghasilkan luaran yang bermanfaat.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i
RINGKASAN ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Hama Utama Pemakan Daun Kubis. ....................................................... 4
2.2 Musuh alami hama pemakan daun kubis ................................................. 6
III. METODE PENELITIAN................................................................................. 7
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 9
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 9
3.3 Rancangan Percobaan ............................................................................... 9
3.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
iv
DAFTAR GAMBAR
1 Skema Rancanga Penelitian ............................................................................... 7
2 Skema Konsep Penelitian .................................................................................. 8
v
1
POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus DALAM
PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS DI DAERAH BALI
Ketut Ayu Yuliadhi
I Nyoman Wijaya
I Dewa Nyoman Nyana
BAB I. PENDAHULUAN
Kubis merupakan salah satu sayuran yang menjadi unggulan petani dataran tinggi di
Bali, selain tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis, diperkirakan tetap
baik. Tanaman kubis sebenarnya termasuk tanaman yang relatif mudah dalam
pembudidayaan, tetapi dalam usaha meningkatkan produksinya selalu ada gangguan hama
dan penyakit, sehingga mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Petani kubis di Desa
Candikuning Kabupaten Tabanan dan di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng mengalami
penurunan hasil akibat serangan hama kubis.
Beberapa hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun
kubis Plutella xylostella, ulat jantung kubis Crocidolomia binotalis, ulat grayak Spodoptera
litura, ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn., ulat jengkal Chrysodeixis orichalcea L., Helicoperva
armigera Hbn. dan kutudaun (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Kehilangan hasil yang
ditimbulkan oleh hama Plutella dan Crocidolomia dapat mencapai 100% apabila tanpa
pemakaian insektisida (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Hasil pengamatan penulis di pertanaman kubis di desa Candikuning, hama yang selalu
ada dan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun kubis Plutella xylostella dan ulat jantung
kubis Crocidolomia pavonana. Petani di desa Candikuning pada umumnya mengatasi
serangan hama kubis dengan menggunakan pestisida, bahkan petani melakukan
penyemprotan umumnya sangat berlebihan, bahkan berjadual. Memang dari segi penekanan
populasi hama, pengendalian dengan pestisida memang cepat dapat dilihat hasilnya. Tetapi,
penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak
diinginkan seperti pencemaran lingkungan, resistansi hama, dan yang lebih penting lagi
matinya serangga berguna dalam hal ini musuh alami hama pemakan daun kubis.
2
Untuk mencegah atau mengurangi dampak penggunaan insektisida, perlu dicari
pengendalian alternatif hama tersebut. Di antara pengendalian alternatif terhadap hama
pemakan daun kubis yang dapat dipilih adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan
musuh alami yang sekaligus juga merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama
terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak
penggunaan insektisida yang tidak diinginkan.
Predator dan parasitoid adalah kelompok musuh alami yang dapat dimanfaatkan
dalam pengendalian hayati. Survei yang pernah dilakukan pada beberapa lokasi penanaman
kubis di daerah Bali menemukan satu jenis predator yaitu Sycanus dichotomus
Stal.(Hemiptera: Reduviidae) dan satu jenis parasitoid yaitu Diadegma semiclausum Hellen
(Hymenoptera: Ichneumonidae) ditemukan berasosiasi dengan hama pemakan daun kubis
(Yuliadhi 2012).
Sycanus adalah predator serangga termasuk ulat pemakan daun kubis. Nimfa predator
ini memangsa serangga dengan menusukkan stiletnya ke bagian yang lunak dari bagian tubuh
serangga, setelah itu serangga yang sudah tertangkap akan segera lumpuh akibat toksin yang
dikeluarkan melalui stilet. D. semiclausum adalah parasitoid larva dengan serangga inang P.
xylostella. Parasitoid ini merupakan endoparasitoid yang sebagian stadium hidupnya berada
di dalam tubuh serangga inang.
Karena kedua musuh alami ini umum ditemukan di seluruh sentra produksi kubis di
daerah Bali namun dengan tingkat predasi maupun parasitisasi yang sangat bervariasi dan
juga karena belum tersedia informasi yang lengkap tentang peri kehidupan musuh alami
tersebut, maka banyak hal yang masih perlu dikaji mengenai musuh alami ini sebagai dasar
meningkatkan keefektifan pengendalian hama pemakan daun kubis.
Keberhasilan penggunaan musuh alami untuk menekan populasi hama di lapangan
dipengaruhi oleh kebugaran musuh alami tersebut. Indikator kebugaran musuh alami antara
lain meliputi keperidian, lama hidup, dan siklus hidup (Buchori 1995).
Potensi suatu musuh alami dalam pengendalian suatu hama dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa komponen sifat intrinsik dari musuh alami tersebut. Sifat-sifat intrinsik
yang perlu diukur adalah siklus hidup, tingkat reproduksi, dan tanggap fungsional. Siklus
Hidup dan Tingkat Reproduksi menggambarkan potensi musuh alami tersebut dalam hal
kecepatan merespon dinamika populasi hama di lapangan. Potensi yang tinggi akan
digambarkan oleh siklus hidup yang pendek dan tingkat reproduksi yang tinggi.
Tanggap fungsional menyatakan perubahan jumlah inang atau mangsa yang diserang
oleh individu parasitoid atau predator akibat perubahan kerapatan populasi inang atau mangsa
3
per satuan waktu. Tanggap ini penting dalam interaksi antara inang atau mangsa dengan
parasitoid atau predator (Hassel, 2000).
Tanggap fungsional kemudian menjadi salah satu ukuran untuk menentukan keefektifan
suatu parasitoid atau predator dalam mengendalikan populasi hama atau kemampuannya
mengatur keseimbangan populasi hama. Keefektifan tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah kehadiran mangsa alternatif.
Jumlah inang atau mangsa yang diparasit atau dimangsa pada kerapatan inang atau
mangsa merupakan aspek penting untuk dipelajari, sehingga diperolah gambaran tentang
kemampuan parasitoid atau predator dalam menangani inang atau mangsanya (Pervez &
Omkar 2005; Rahman et al. 2009).
Secara umum individu parasitoid biasanya akan memberikan tanggap/respon terhadap
peningkatan kerapatan inang. Pengetahuan tentang tanggap fungsional dapat digunakan untuk
menapis musuh alami yang potensial dan memperkirakan potensi pengendalian hayati
(Parella & Horsburgh 1983; Houck & Strauss 1985). Parameter penting dari tanggap
fungsional adalah laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th). Parasitoid
yang potensial adalah yang memiliki nilai a yang tinggi dan nilai Th yang rendah (Hassel
2000).
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan memberikan landasan yang
memadai untuk mengambil keputusan dalam memilih cara pemanfaatan musuh alami hama
pemakan daun kubis, apakah cukup melalui konservasi atau harus dilakukan inundasi.
Potensi predator Sycanus dalam pengendalian hama pemakan daun kubis akan
dipetakan melalui pengukuran keperidian, lama hidup, siklus hidup, Preferensi dan tanggap
fungsional predator Sycanus terhadap hama utama kubis P. xylostella dan C. pavonana.
Mengetahui biologi Sycanus merupakan suatu hal penting dalam usaha memanfaatkan Sycanus
sebagai predator, sehingga dapat lebih pasti kapan tepatnya melakukan pelepasan predator di
lapangan.
Kajian aspek biologi predator yaitu perkembangan (siklus hidup), lama hidup dan
keperidian Sycanus sp. dilaksanakan di laboratorium. Lama hidup ditentukan mulai dari
pergantian kulit nimfa instar terakhir sampai meletakkan telur dan mengalami kematian.
Keperidian adalah kemampuan predator meletakkan telur selama hidupnya. Kajian tentang
perkembangan predator dilakukan untuk mengetahui siklus hidup predator.
4
Kajian preferensi Sycanus sp. terhadap P. xylostella dan C. pavonana dilakukan di
laboratorium. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui ketertarikan predator Sycanus sp.
terhadap kedua mangsa tersebut.
Kajian tanggap fungsional predator Sycanus sp. dilakukan di laboratorium.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu Sycanus sp. untuk menemukan dan
memangsa P. xylostella atau C. pavonana.
Penentuan tipe tanggap fungsional adalah dengan menggunakan analisis regresi, yaitu
dengan menghitung jumlah P. xylostella atau C. pavonana yang dimangsa (Ne) dan
dibandingkan dengan yang dipaparkan (No). Data pemangsaan dianalisis menggunakan
regresi linear, eksponensial dan logaritmik. Nilai r digunakan untuk menentukan tipe tanggap
fungsional, dari setiap persamaan regresi yang digunakan. Nilai r yang paling mendekati 1
dinyatakan sebagai tipe respon fungsional dari predator (Jones et al. 2003).
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi dan peranan
Sycanus sp. dalam mengendalikan populasi P. xylostela dan C. pavonana pada tanaman
kubis. Tujuan penelitian dicapai dengan melakukan 3 (tiga) topik penelitian yaitu (1) kajian
aspek biologi (siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian) predator Sycanus sp.; (2)
kajian preferensi Sycanus sp. terhadap P. xylostela dan C. pavonana; dan (3) tanggap
fungsional predator Sycanus sp. terhadap P. xylostella dan C. pavonana.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.
2.1 Hama Utama Pemakan Daun Kubis
Hama utama yang menyerang tanaman kubis adalah Plutella xylostella L. dan Crocidolomia
pavonana Zell. (Sembel, 2010). Plutella xylostella L. dan Crocidolomia pavonana Fab.
merupakan dua hama penting yang paling umum dan selalu ada pada budidaya tanaman kubis
serta bersifat kosmopolit. Pada fase larva, P. xylostella L. menyerang tanaman kubis yang
masih kecil di persemaian dan juga merusak tanaman kubis yang sedang membentuk krop
sehingga sangat merugikan bagi petani. Sedangkan larva Crocidolomia pavonana
menyerang krop kubis.
5
Stadia yang merusak kubis adalah saat stadia larva. Larva P. xylostella L. mulai
menyerang tanaman kubis pada saat masih dalam pembibitan (umur 1 bulan) dengan jumlah
daun kubis baru sekitar 3 sampai 4 lembar hingga tanaman menjelang panen. Hama ini
mempunyai kisaran inang yang cukup luas serta mampu beradaptasi pada geografi yang
berbeda. Selain kubis, inang P. xylostella antara lain brokoli, pea, caisin, dan beberapa kubis
liar (Kalshoven, 1981).
Plutella xylostella (L.) mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari telur, larva,
pupa, dan imago. Telur dari P. xylostella sangat kecil (kurang dari 1 mm), atau berbentuk
oval dengan warna putih kekuningan/kehijauan. Imago meletakkan telurnya secara tunggal
atau berkelompok 2-3 di sekitar tulang daun di atas atau di bawah permukaan
daun.(Ngatimin, 2002). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina P. xylostella selama
hidupnya adalah 92 hingga 130 butir (Vos, 1953 dalam Ngatimin, 2002). Warna telur akan
lebih gelap pada saat akan menetas (Kalshoven, 1981). Telur akan menetas menjadi larva
dalam 3-8 hari tergantung kondisi lingkungan.
Larva yang baru menetas akan segera menggerek daun dan memakan daging daun
sebelah bawah dengan meninggalkan lapisan epidermis bagian atas daun. Larva ini ada
bersembunyi di balik daun sambil makan, biasanya yang dimakan adalah daging daunnya,
tetapi kulit ari (epidermis) bagian permukaan daun sebelah atas tidak dimakan hingga pada
daun terlihat bercak-bercak putih. Apabila kulit ari kering maka akan sobek dan kelihatan
lubang-lubang.
Tanaman yang terserang menjadi rusak berat (Pracaya, 2007). Kerusakan yang
ditimbulkan oleh hama tersebut dapat mencapai 58 – 100 persen apabila tidak segera
dilakuan pengendalian, terutama pada musim kemarau (Rukmana, 1994).
C. pavonana merupakan hama yang menyerang pertanaman kubis dari munculnya
krop hingga panen. C. pavonana termasuk ke dalam Kelas : Insekta (serangga), Ordo :
Lepidoptera, Famili : Pyralidae, Genus : Crocidolomia, Spesies : Crocidolomia pavonana
Fab.
Penyebaran serangga ini di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan
Pasifik (Kalshoven, 1981). Di Jawa ditemukan di dataran rendah dan tinggi. Faktor musim
sangat mempengaruhi populasinya, ada korelasi negatif antara populasi larva C. pavonana
dengan curah hujan. Populasi larva pada pertanaman kubis akan meningkat mulai dua
minggu setelah tanam dan akan mencapai puncaknya pada umur enam sampai delapan
minggu setelah tanam kemudian akan menurun kembali sampai saat panen kubis
6
(Sastrosiswojo dkk. 2005). Serangga C. pavonana terkadang saling bergantian sebagai hama
utama pada tanaman kubis dengan P. xylostella (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
C. pavonana sangat merusak karena larva memakan daun baru di bagian tengah
tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva pindah ke ujung daun dan kemudian
turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan hancur seluruhnya
jika ulat krop kubis tidak dikendalikan. Serangan hama ini mengakibatkan turunnya produksi
mencapai 50 persen per hektar (Tambunan, 2011).
2. 2 Musuh alami hama pemakan daun kubis
Pada penelitian pendahuluan di desa Candikuning, dimana petani dalam berbudidaya
kubis selalu menggunakan pestisida untuk mengamankan tanamannya dari serangan hama,
ditemukan hanya satu parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella xylostella yaitu Diadegma
semiclausum dengan tingkat parasitisasi mencapai 0%, 11.39%, dan 0.12 % (pada tanaman
kubis berumur 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan di lapang ) (Yuliadhi, 2012).
Berdasarkan investigasi dan penelitian yang penulis lakukan di Pancasari bulan Mei
hingga Juli tahun 2012 ditemukan musuh alam di pertanaman kubis adalah parasitoid larva
Plutella Diadegma semiclausum dan predator, Sycanus dichotomus. Hasil penelitian
pendahuluan 2014 ditemukan predator hama kubis Sycanus sp.
Diagdegma semiclausum adalah endoparasitoid larva soliter. Parasitoid ini
meletakkan telur di dalam tubuh larva P. xylostella, terutama pada instar ketiga. Imago D.
semiclausum muncul dari tubuh inang saat inang berada masih dalam fase larva.
Siklus hidup D. semiclausum dari telur sampai dewasa lamanya 18-20 hari di dataran
tinggi dan 14 hari di dataran rendah. Sedangkan masa telur 2-3 hari, masa larva 7-8 hari dan
masa pupa 8-10 hari. Imago akan keluar dengan cara membuat lubang pada salah satu ujung
kokon. Serangga berwarna hitam dengan sayap transparan dan tipis. Seekor parasitoid betina
dapat menyerang kurang lebih 50 ekor larva.
Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae) merupakan predator yang umum
ditemukan pada tanaman sawit. Siklus hidup Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae)
pada dua mangsa yaitu larva Plutella xylostella dan Corcyra cephalonica sudah pernah
dilaporkan oleh Zulkefli et al. (2004), bahwa telur Sycanus menetas 11-39 hari setelah
diletakkan, dan dilaporkan juga bahwa sycanus mempunyai lima tahapan (stadia) nimfa,
dengan rata –rata perkembangan masing masing nimfa adalah 24.35, 16.95, 20.35, 25.32 dan
43.51 hari bila diberi mangsa C. cephalonica, sedangkan bila diberi mangsa larva Plutella
xylostella rata-rata lama stadia masing-masing nimpa adalah 16.72, 15.78, 14.88, 24.03 and
7
46.84 hari. Lama hidup imago jantan dan betina rata-rata 83.47 dan 87.64 hari jika diberi
mangsa Plutella xylostella , tapi jika diberi mangsa C. cephalonica, maka lama hidup imago
jantan dan betina Sycanus dichotomus lebih pendek yaitu ± 63.99 dan 61.86 hari. Sycanus
dichotomus juga dilaporkan menyerang S. asigna and Darna trima (Singh, 1992).
BAB III. METODE PENELITIAN
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
8
Penelitian
Lapang
1. Biologi
predator
Sycanus sp.
3. Tanggap
Fungsional
Preferensi
predator
Sycanus sp.
Laju predasi (a)
Waktu
penanganan
mangsa atau
inang (Th)
Penelitian
Laboratorium
Siklus Hidup
Lama Hidup
Imago
Keperidian
Kelimpahan
populasi P.
xylostella
dan C.
pavonana
Suksesi P.
xylostella
dan C.
pavonana
100 Tanaman
Sampel
2. Pola
Suksesi P.
xylostella
dan C.
pavonana
Pemeliharaan
Plutella xylostella
Crocidolomia pavonana
Sycanus sp. 2. Preferensi
Predator
1. Survey Pertanaman
Kubis
Sycanus sp.
Keragaman
Kelimpahan
Populasi
Sycanus sp.
Gambar 3.2. Skema Konsep
Penelitian
Penelitian
Lapangan Pelepasan
Sycanus sp.
9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yaitu di Desa Candikuning Kabupaten
Tabanan dengan ketinggian tempat 1000 m dpl sampai 1200 m dpl. Penelitian juga
dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali. Penelitian ini
dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan November 2015 sampai bulan April 2016.
3.2 Alat dan Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku yaitu tanaman
kubis. Peralatan yang digunakan yaitu plastik 5 kg, pinset, toples, kain, sarung tangan,
gunting, pisau, tissu, gelas plastik beserta tutupnya, tabung plastik, cawan petri, dan karet
pengikat, kuas dan alat tulis.
3.3 Rancangan Percobaan.
Percobaan dilakukan di lahan pertanaman kubis Non-pestisida. Jarak tanaman kubis
masing-masing 50 cm x 50 cm.
3.4 Pelaksanaan Penelitian.
Percobaan 1: Siklus Hidup Musuh Alami
Sycanus
Predator dipelihara dalam kotak plastic dengan ukuran 25 cm x 13 cm. Masing-masing kotak
berisi sepasang Sycanus dewasa dipelihara sampai mereka melakukan perkawinan dan
meletakkan telur. Larva P. xylostella dan C. pavonana diberikan untuk makan mereka setiap
hari. Tanggal dan jumlah peletakan telur serta waktu penetasan telur dicatat.
5 m
Gambar 1.a. Petakan Pertanaman
Kubis
Gambar 1.b. Petakan Pertanaman Kubis
10
Telur.
Telur yang sudah diletakkan dipindahkan ke kotak plastik lain. Setelah muncul nimpha instar
I ditempatkan pada cawan petri yang diberi alas kapas lembab. Setelah hari kedua, nimpha
tersebut dipindahkan lagi dan disimpan secara tersendiri pada kotak platik (ukuran 5 cm x 4
cm) dengan kapas lembab dan diisi mangsa. Pengamatan dilakukan setiap hari atau dua hari
dan pemberian mangsa serta air diberikan secukupnya. Perkembangan demi perkembangan
diamati setiap hari.
Siklus Hidup, Lama Hidup Imago dan Keperidian Sycanus sp.
Seekor Sycanus sp. uji yang baru eklosi dimasukkan ke dalam stoples plastik ukuran
10 cm x 15 cm yang diberi mangsa setiap hari. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dan diulang 10 kali pada masing-masing perlakuan. Siklus hidup ditentukan
dengan menghitung hari mulai telur menetas sampai menjadi imago dan meletakkan telur
pertama. Lama hidup imago predator Sycanus sp. ditentukan mulai dari pergantian kulit
nimfa instar terakhir sampai meletakkan telur dan mengalami kematian. Keperidian adalah
berapa banyak (jumlah) telur yang mampu diletakkan oleh imago Sycanus sp. dalam
hidupnya. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif dan kualitatif.
Pemeliharaan Predator Sycanus sp.
Serangga Sycanus sp. diambil dari pertanaman kubis di desa Pancasari Kabupaten
Buleleng Bali. Predator tersebut dipelihara di dalam suatu kotak plastik berukuran 35 cm x 27
cm x 7 cm. Sebagai pakan kepik diberikan Tenebrio molitor yang dibeli dari pasar burung.
Untuk mendapatkan predator (imago) uji dalam penelitian ini, nimfa predator dipelihara lebih
lanjut dan imago yang baru eklosi digunakan sebagai predator uji.
Percobaan 2 : Preferensi Sycanus sp. terhadap Plutella xylostella dan Crocidolomia
pavonana
Untuk pengamatan preferensi Sycanus sp. terhadap P. xylostella dan C. pavonana
dilakukan uji pilihan antara larva P. xylostella dan larva C. pavonana yang dimasukkan ke
dalam stoples plastik ukuran tinggi 15 cm dan diameter 10 cm. Seekor imago Sycanus sp.
diinfestasikan ke dalam stoples plastik yang sudah dimasukkan larva P. xylostella dan C.
pavonana masing-masing sejumlah satu ekor. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan sepuluh ulangan.
11
Percobaan 3 : Kajian Tanggap Fungsional Predator Sycanus sp. terhadap Kerapatan
Populasi Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana
Tujuan dari percobaan 3 adalah untuk mengetahui tanggap fungsional predator
Sycanus sp. terhadap kerapatan populasi P. xylostella dan C. pavonana. Kajian tanggap
fungsional predator Sycanus sp. dilakukan di laboratorium. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung waktu Sycanus sp. untuk menemukan dan memangsa P. xylostella atau C.
pavonana. Selanjutnya data hasil penelitian dihitung berdasarkan Holling (1959) yaitu
Na = aTN / (1 + aThN) (2)
Keterangan :
Na : jumlah P. xylostella/ C. pavonana yang dimangsa,
a : laju pemangsaan,
T : lama pemangsaan (60 menit),
N : kerapatan mangsa dan
Th : waktu yang digunakan predator untuk menangani satu mangsa.
Penentuan tipe tanggap fungsional adalah dengan menggunakan analisis regresi, yaitu
dengan menghitung jumlah P. xylostella atau C. pavonana yang dimangsa (Ne) dan
dibandingkan dengan yang dipaparkan (No). Data pemangsaan dianalisis menggunakan
regresi linear, eksponensial dan logaritmik. Nilai r digunakan untuk menentukan tipe tanggap
fungsional, dari setiap persamaan regresi yang digunakan. Nilai r yang paling mendekati 1
dinyatakan sebagai tipe respon fungsional dari predator (Jones et al. 2003).
Tanggap Fungsional Predator Sycanus sp. Terhadap Kerapatan Populasi Mangsa
Larva Plutella xylostella dan Larva Crocidolomia pavonana
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Percobaan yang dilakukan adalah pola faktorial dengan perlakuan kerapatan jumlah
inang larva pada umur dan ukuran larva yang sama (K) yang terdiri dari 7 (tujuh) level yakni
K1= 2 ekor larva; K2= 4 ekor larva, K3= 6 ekor larva, K4= 8 ekor larva, dan K5= 10 ekor
larva, K6= 12 ekor larva dan K7= 14 ekor larva, dengan masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga akan terdapat 42 unit percobaan.
Daun kubis yang diinfestasi larva inang instar-3 dengan kerapatan 2, 4, 6, 8, 10, 12,
14 larva P. xylostella /C. pavonana per daun, dimasukkan secara terpisah ke dalam kurungan
stoples. Selanjutnya ke dalam masing-masing stoples dilepaskan satu Sycanus selama 24 jam.
Percobaan 4 : Pelepasan Sycanus sp. di Lapang.
12
Pelepasan Sycanus sp. dilakukan pada tanaman kubis berumur lima minggu setelah
tanam, pada pukul 17.30 Wita tepat di tengah-tengah petak pengamatan sebanyak 24 pasang.
Peubah yang diamati dalam penentuan tanggap Sycanus sp. adalah jumlah populasi dari P.
xylostella dan C. pavonana sebelum pelepasan dan sesudah pelepasan dilakukan. Pengamatan
pola pemencaran Sycanus sp. dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama mengamati jumlah
Sycanus sp. yang berkunjung pada masing-masing titik sampel (Utara, Barat, Timur, Selatan).
Kedua, menghitung jumlah populasi Sycanus sp. pada masing-masing titik sampel yang
ditentukan. Ketiga, jumlah populasi Sycanus sp. saat 11 minggu setelah tanam. Pengamatan
dilakukan setiap hari selama seminggu setelah pelepasan. Pengamatan kedua adalah jumlah
Sycanus sp. pada akhir percobaan (panen).
13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan dan siklus hidup S. aurantiacus
Imago betina meletakkan telur secara berkelompok (35 – 73 butir). Kelompok telur
berukuran 4-8 mm yang diletakkan pada tutup bawah kotak pemeliharaan di laboratorium.
Butir telur berbentuk jorong, warna coklat dengan ukuran panjang 3 mm. Telur dilapisi oleh
cairan berwarna putih yang berfungsi sebagai perekat, sehingga telur melekat satu sama
lainnya. Telur diletakkan dalam keadaan tegak dan berderet. Telur tersebut menetas setelah
berumur 12 – 14 hari (13,4 ± 0,7 hari). Menurut Zulkefli et al. (2004), masa inkubasi telur S.
dichotomus adalah 11 – 39 hari dengan jumlah telur 15 – 119 butir dalam satu kelompok
telur.
Nimfa Sicanus Sp mengalami lima kali ganti kulit. Pada saat nimfa instar pertama
menetas, nimfa mendorong tutup telur dengan kepalanya hingga tutup telur terbuka lebar.
Setelah tutup telur terbuka, bagian kepala akan muncul terlebih dahulu dan diikuti oleh
keluarnya abdomen. Proses menetasnya nimfa dari telur berlangsung selama 28 – 35 menit.
Panjang tubuh nimfa instar pertama 1,9 ± 0,03 mm dan lebar 0,4 ± 0,09 mm. Nimfa instar
pertama seluruh tubuhnya berwarna merah, tungkai dan antenna berwarna keabuan. Nimfa
instar pertama yang baru menetas biasanya berkumpul di sekitar paket telur, dan memakan
sisa-sisa dari telur seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1
Nimfa instar pertama yang baru menetas berkumpul di sekitar paket telur, dan memakan sisa-
sisa dari telur (Pembesaran : 2 kali )
Sehari setelah menetas nimfa berpencar ke segala arah. Nimfa instar pertama Sicanus
Sp mulai mencari mangsa pada hari ketiga, dan memangsa mangsanya secara bergerombol
serta secara bersama-sama menusukkan stiletnya pada satu mangsa. Stadia nimfa instar
pertama berlangsung selama 13,7 ± 1,4 hari (Tabel 4.1).
14
Nimfa instar kedua panjang tubuhnya 2,8 ± 0,24 mm dan lebar 1,3 ± 0,26 mm. Nimfa
tersebut berwarna merah dengan tibia dan femur berwarna gelap. Lama stadia nimfa instar
kedua lebih pendek dari nimfa instar pertama yaitu 9,2 ± 1,8 hari. Nimfa instar ketiga panjang
tubuhnya 4,4 ± 0,50 mm dan lebar 1,9 ± 0,10 mm, berwarna kehitaman dengan tibia dan
abdomennya berwarna hitam. Stadia nimfa instar ketiga tersebut berlangsung selama 10,3 ±
1,6 hari (Tabel 4.1). Panjang tubuh nimfa instar keempat 10,4 ± 0,46 mm dan lebar 3,9 ±
0,21 mm memiliki warna tubuh yang sama dengan nimfa instar ketiga. Lama stadia nimfa
instar keempat berkisar 11,0 ± 1,8 hari.
Nimfa instar kelima panjang tubuhnya 17,3 ± 0,54 mm dan lebar 5,0 ± 0,47 mm
berwarna coklat kehitaman,. Lama stadia nimfa instar kelima ini berkisar 19,0 ± 2,9 hari
(Tabel 4.1). Lama stadia nimfa Sicanus Sp instar pertama hingga instar kelima adalah sekitar
63,6 hari. Waktu yang diperlukan S. aurantiacus untuk menyelesaikan stadia nimfa lebih
pendek dibandingkan waktu yang diperlukan oleh Sicanus Sp Imago muncul setelah stadia
nimfa berakhir (± 63 hari). Proses ganti kulit pada predator Sicanus Sp ditandai dengan nimfa
yang tidak melakukan aktivitas seperti memangsa, serangga akan diam.
Tabel 4.1 Lama stadia Sicanus Sp dengan mangsa T. molitor
Stadia
Lama stadia (hari)
Rata-rata1
Telur 13,4 ± 0,7
Nimfa instar I 13,7 ± 1,4
Nimfa instar II 9,2 ± 1,8
Nimfa instar III 10,3 ± 1,6
Nimfa instar IV 11,0 ± 1,8
Nimfa instar V 19,0 ± 2,9
Imago
Betina 82,7 ± 11,7
Jantan 110,4 ± 10,03
1Angka pertama merupakan nilai rerata dan angka kedua adalah simpangan baku
15
Lama hidup imago Sicanus Sp dihitung dari waktu nimfa instar akhir (kelima) ganti
kulit, kemudian berkopulasi, meletakkan telur, hingga imago mati. Waktu yang dibutuhkan
dari ganti kulit nimfa instar kelima sampai berkopulasi adalah 11-13 hari, dan dari
berkopulasi sampai telur diletakkan adalah 8-14 hari. Sicanus Sp mengalami kematian sekitar
6 hari setelah meletakkan telur terakhir. Lama hidup imago betina adalah 82,7 ± 11,75 hari
sedangkan lama hidup imago jantan adalah 110,4 ± 10,03 hari. Lama hidup S. aurantiacus
lebih panjang dibandingkan dengan lama hidup S. dichotomus yaitu 61,86 ± 2,96 hari
(Zulkefli, et al., 2004).
Siklus hidup kepik Sicanus Sp yang dipelihara di laboratorium dengan mangsa T.
molitor adalah 84 – 91 hari (Gambar 4.2). Ditinjau dari lama siklus hidup, lama hidup imago
dan keperidiannya Sicanus Sp tergolong predator yang potensial sebagai agen pengendali
hayati P. xylostella dan C. pavonana. Potensi tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian
sejenis yang dilakukan oleh Zulkefli, et al., Syari, et al. dan Erawati. Siklus hidup S.
dichotomus dengan mangsa C. cephalonica 193,44 ± 2,41 hari (Zulkefli, et al., 2004), dan
156,5 hari dengan mangsa T. molitor (Syari, et al., 2011). S. annulicornis dengan mangsa S.
litura 115 hari ( Erawati, 2005). Serangga predator disebut potensial bila mempunyai
keperidian yang tinggi (mampu meletakkan telur banyak), siklus hidup pendek, dan lama
hidup imago panjang.
Gambar 5.11
Siklus Hidup S. aurantiacus
Gambar 4.2
Siklus Hidup Sicanus Sp.
16
4.2 Keperidian Sicanus Sp.
Keperidian dihitung dengan menjumlahkan semua telur yang diletakkan oleh seekor
imago betina selama hidupnya. Imago betina Sicanus Sp meletakkan telur 8 – 14 hari setelah
berkopulasi. Waktu yang diperlukan dari pergantian kulit nimfa terakhir hingga melakukan
kopulasi 11 – 13 hari. Masa praoviposisi dihitung dari pergantian kulit terakhir sampai
meletakkan telur pertama. Masa praoviposisi Sicanus Sp adalah 19 – 27 hari.
Imago betina Sicanus Sp mampu meletakkan telur paling tinggi sebanyak 11
kelompok dan paling rendah 5 kelompok telur selama hidupnya, sementara Syari et al. (2011)
melaporkan bahwa imago betina S. dichotomus menghasilkan 1 – 4 kelompok telur selama
hidupnya. Tingkat penetasan telur Sicanus Sp dari 605 butir telur, hanya 431 butir (71%)
yang menetas menjadi individu nimfa instar pertama. Selama hidupnya, imago betina Sicanus
Sp meletakkan telur dengan interval 5 – 8 hari.
4.3 Preferensi Sicanus Sp terhadap P. xylostella, C. pavonana dan T. molitor.
Hasil uji Tukey terhadap perbedaan nilai rata-rata banyaknya individu mangsa P.
xylostella, C. pavonana dan T. molitor menunjukkan bahwa banyaknya individu mangsa
spesies pertama yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp nyata lebih tinggi dari mangsa spesies
kedua pada taraf nyata 1%. Rata-rata banyaknya larva P. xylostella dan C. pavonana yang
dikonsumsi oleh Sicanus Sp masing-masing adalah 6,2 dan 3,1 ekor. Spesies mangsa ketiga
tidak dipilih oleh Sicanus Sp yang terlihat tidak satupun larva T. molitor dikonsumsi oleh
Sycanus Sp. (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Rata-rata individu tiga jenis mangsa yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp pada
percobaan preferensi dengan pilihan dan tanpa pilihan
Jenis mangsa Rata-rata individu yang dikonsumsi
1
Pilihan Tanpa Pilihan
P. xylostella 6,2 a 8,8 a
C. pavonana 3,1 b 8,7 a
T. molitor 0,0 c 5,4 b
1)Angka selajur diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji Tukey, =
1%)
17
Nilai tersebut menunjukkan bahwa preferensi predator Sicanus Sp. terhadap mangsa
P. xylostella lebih dari 2 kalinya dari preferensi terhadap C. pavonana. Dengan kata lain,
kepik predator Sicanus Sp. jauh lebih menyukai mangsa P. xylostella daripada C. pavonana.
Pemilihan mangsa oleh musuh alami dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimiawi
mangsa, secara umum kedua faktor tersebut memang menentukan keberhasilan musuh alami
dalam menemukan mangsa (Vinson, 1991; Gross, 1993). De Bach (1991) mengatakan bahwa
musuh alami dapat menyeleksi kecocokan inang atau mangsa dan seleksi tersebut
berlangsung melalui proses yang alamiah.
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh predator , antara lain jenis
mangsa, kepadatan populasi, maupun stadium mangsa (Tarumingkeng, 1994). Pada uji
preferensi tanpa pilihan Sicanus Sp terhadap tiga jenis mangsa yaitu P. xylostella, C.
xylostella bila dibandingkan dengan C. pavonana maupun T. molitor (Gambar 4.3).
Gambar 4.3 Preferensi Sicanus Sp. dengan pilihan terhadap larva P. xylostella, C.
pavonana dan T. molitor
Kepik Reduviidae bersifat polifag, memiliki pemilihan mangsa yang sangat luas
(Shaefer & Panizzi, 2000), terbukti pada uji preferensi tanpa pilihan, S. aurantiacus
memangsa ketiga jenis mangsa tersebut. Erawati (2005) menyatakan bahwa kepik Reduviidae
lebih memilih mangsa yang tubuhnya lunak. S. aurantiacus lebih memilih P . xylostella,
kemudian C. pavonana dibanding T. molitor. Larva P. xylostella yang dimangsa oleh Sicanus
Sp. akan dihisap habis dan hanya terlihat sisa integument yang berwarna hitam, sementara
larva T. molitor yang dimangsa oleh S. aurantiacus tidak habis seperti pada larva P.
xylostella tapi masih ada kulit warna coklat yang tersisa.
010203040506070
P.
xylostella
C.
pavonana
T. molitor
Ju
mla
h M
an
gsa
yan
g D
i
Man
gsa
Jenis Mangsa
Jumlah yang
dimangsa (ekor)
18
4.4 Tanggap Fungsional Predator Sicanus Sp. terhadap Kerapatan Populasi P.
xylostella dan C. pavonana
Hasil analisis regresi logistik antara proporsi P. xylostella yang dikonsumsi oleh S.
aurantiacus dan kerapatan awal mangsa tersebut memperlihatkan nilai koefisien komponen
linier bertanda negatif (-3.0575) dan komponen kuadratik bertanda positif (0.1098). Kedua
koefisien tersebut berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 5% dengan nilai-P berturut-turut
adalah 0.014 dan 0.033 (Tabel 4.3). Hasil ini menunjukkan bahwa P. xylostella yang
dikonsumsi mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya kerapatan awal mangsa
tersebut. Pola hubungan proporsi mangsa yang dikonsumsi dengan kerapatan awal yang
demikian merupakan karakteristik dari model tanggap fungsional tipe II.
Tabel 4.3
Hasil analisis regresi logistik antara proporsi P. xylostella yang dikonsumsi oleh
Sicanus Sp. dengan kerapatan awalnya
Komponen model Nilai dugaan Galat baku (S.E) z-hitung Nilai-P
Konstanta 22.0968 7.4211 2.98 0.0029
Linier -3.0575 1.2431 -2.46 0.0139
Kuadratik 0.1098 0.0514 2.13 0.0329
Gambar 4.4 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap P. xylostella dengan
model }e{HHa )Ha.(. 246711901
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Jum
lah P
. xy
lost
ella
dik
onsu
msi
(H
a; e
kor)
Kerapatan awal P. xylostella (H; ekor)
Ha_observasi
Ha_model
19
Serupa dengan hasil analisis regresi logistik model tanggap fungsional predator Sicanus
Sp. terhadap P. xylostella di atas, kurva tanggap fungsional terhadap mangsa C. pavonana
juga bertipe II. Hal ini terlihat pada nilai koefisien komponen linier yang bertanda negatif (-
3.5203) dan komponen kuadratik bertanda positif (0.1327). Kedua koefisien juga berbeda
nyata dari nol namun dengan taraf nyata yang lebih kecil, yaitu taraf nyata 1%, dengan nilai-
P berturut-turut adalah 0.001 dan 0.004 (Tabel 5.5).
Tabel 4.4 Hasil analisis regresi logistik antara proporsi C. pavonana yang dikonsumsi
oleh Sicanus Sp. terhadap kerapatan awalnya
Komponen model Nilai dugaan Galat baku (S.E) z- hitung Nilai-P
Konstanta 23.9662 6.5236 3.67 0.0000
Linier -3.5203 1.1007 -3.20 0.0014
Kuadratik 0.1327 0.0458 2.89 0.0038
Gambar 4.5 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap C. pavonana dengan
model }e{HHa )Ha.(. 24911201
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Jum
lah C
. pavo
nana d
ikonsu
msi
(H
a;
ekor)
Kerapatan awal C. pavonana (H; ekor)
Ha_observasi
Ha_model
20
Gambar 4.6 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap 2 jenis mangsa, yaitu P.
xylostella dan C. pavonana
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Jum
lah m
angsa
dik
onsu
msi
(H
a; e
kor)
Kepadatan mangsa awal (H; ekor)
P. xylostella
C. pavonana
21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Penelitian tahun ke dua dari dua tahun Penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Siklus hidup kepik Sicanus Sp. yang dipelihara di laboratorium dengan mangsa T. molitor
adalah 84 – 91 hari.
2. Lama hidup imago betina 82,7 ± 11,7 hari sedangkan lama hidup imago jantan 110,4 ±
10,04 hari.
3. Imago betina Sicanus Sp. mampu meletakkan telur paling tinggi sebanyak 9 kelompok dan
paling rendah 5 kelompok telur selama hidupnya.
4. Predator Sicanus Sp. lebih memilih mangsa P. xylostella daripada C. pavonana dan T.
molitor baik pada uji preferensi dengan pilihan maupun tanpa pilihan.
5. Tanggap fungsional predator Sicanus Sp terhadap kerapatan populasi P. xylostella dan C.
pavonana merupakan karakteristik dari model tanggap fungsional tipe II.
5.2 Saran
Saran penulis dalam penelitian lebih lanjut adalah meneliti persebaran S. aurantiacus
atau famili Reduviidae lain pada komiditi pertanaman yang lain.
22
Daftar Pustaka
Hassel, MP. 2000. Host-parasitoid population dynamics. J Anim Ecol 69:543-566.
Kalshoven, LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah.
Jakarta : PT Ichtiar Baru-van Hoeve.
Korlina, E. 2011. Pengembangan Dan Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (APH)
terhadap Hama dan Penyakit Tanaman. Jawa Timur : Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Timur. Superman: Suara Perlindungan Tanaman Vol. 1., No. 2.
Kumar A, Kumar N, Siddiqui A, Tripathi CPM. 1999. Prey-predator relationship between
Lipaphis erysimi Kalt (Homoptera: Aphididae) and Coccinela septempunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae). Effect of host plants on the functional response of the
predator. J Appl Ent 123: 591-601
Ngatimin, SNA. 2002. Potensi Tumbuhan Berbunga sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk
Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera :
Ichneumonidae). Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Pracaya. 1993. Kol Alias Kubis. Jakarta : Penebar Swadaya.
Permadi, A. H. dan Sastrosiswojo, S. 1993. Kubis Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Hortikultura Lembang.
Reijntjes C., Haverkort B., Water-Bayer A. 1992. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk
Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Yogyakarta : Kanisius. 270 hal.
Sari, NJ. 2002. Biologi Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera : Pyralidae) pada Pakan
Alami dan Pakan Semibuatan. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sastrosiswojo, S., Tinny S., Uhan dan Sutarya, R. 2005. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Kubis. Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Sembel, T. D. 2010. Pengendalian Hayati. Yogyakarta: Andi.
Singh, G. 1992. Management of oil palm pests and disease in Malaysia in 2000. Pest
Management and the Environment in 2000 (A Aziz; S A Kadar and Barlon, H S eds.).
p. 195-212.
23
Suharti, T. 2000. Status Resistensi Crocidolomia pavonana Zell. (Lepidoptera : Pyralidae)
terhadap Insektisida Profenofos (Curacron 500 EC) dari Tiga Daerah di Jawa Barat
(Garut, Pengalengan, Lembang). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tambunan, M. 2011. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia Binotalis Zell.) (Lepidoptera :
Pyralidae) Pada Kubis (Brassica Oleracea.Linn.). Available at : http:// marktambunan.
blogspot. com/2011/11/laporan-hama-ulat-crop-crocidolomia.html
Yuliadhi, K.A. 2012. Jenis dan PopulasiHama Kubis (Brassica oleracea) Di Pertanaman
Kubis Di Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng, Bali. Denpasar : Universitas Udayana.
Agrotrop Journal On Agricultural Sciences Vol 2 No.1, Mei 2012.
Zulkefli, M., Norman, K., dan Basri, M W. 2004. Life Cycle Of Sycanus Dichotomus
Hemiptera:Pentatomidae) - A Common Predator of Bagworm In Oil Palm. Journal of
Oil Palm Research Vol. 16 No. 2, December 2004, p. 50-56
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 1. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya
No Nama dan Gelar Akademik Bidang Penelitian Instansi
1 Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadi, MP Entomologi Fak. Pertanian Unud
2 Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS Entomologi Fak. Pertanian Unud
3 Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, M.Si Bioteknologi Fak. Pertanian Unud
26