pp no. 28 tahun 1977

9
PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia , Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahtraan spiritual dan materiil menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila; b. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sekarang ini mengatur tentang perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan, juga membuka kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan disebabkan tidak adanya data-data yang nyata dan lengkap mengenai tanah-tanah yang diwakafkan; c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960, maka dipandang perlu untuk mengatur tata cara dan pendaftaran perwakafan tanah milik dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK BAB I. KETENTUAN UMUM Pasal 1. Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : 1) Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakanya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. 2) Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. 3) Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya. 4) Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemelihaaan dan pengurusan benda wakaf.

Upload: aufeu

Post on 10-Nov-2015

229 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tentang Perwakafan Tanah Milik

TRANSCRIPT

  • PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977

    TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

    Presiden Republik Indonesia ,

    Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah

    satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahtraan spiritual dan materiil menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila;

    b. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sekarang ini mengatur tentang perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan, juga membuka kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan disebabkan tidak adanya data-data yang nyata dan lengkap mengenai tanah-tanah yang diwakafkan;

    c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, maka dipandang perlu untuk mengatur tata cara dan pendaftaran perwakafan tanah milik dengan Peraturan Pemerintah;

    Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis

    Besar Haluan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

    (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran

    Negara Tahun 1961 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

    BAB I. KETENTUAN UMUM

    Pasal 1.

    Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : 1) Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan

    sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakanya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

    2) Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya.

    3) Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya. 4) Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemelihaaan dan

    pengurusan benda wakaf.

  • - 2 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    BAB II. FUNGSI WAKAF

    Bagian Pertama

    Pasal 2.

    Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf

    Bagian Kedua Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf

    Pasal 3.

    (1) Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (2) Dalam hal Badan-badan Hukum, maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.

    Pasal 4.

    Tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara.

    Pasal 5.

    (1) Pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf. Dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

    (2) Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.

    Pasal 6.

    (1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal 1 yang terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Warga Negara Republik Indonesia ; b. beragama Islam ; c. sudah dewasa ; d. sehat jasmaniah dan rohaniah ; e. tidak berada dibawah pengampuan ; f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

    (2) Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi persyaratan berikut : a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

    (3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan.

    (4) Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk sesuatu daerah seperti dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan.

  • - 3 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    Bagian Ketiga Kewajiban dan Hak-hak Nadzir

    Pasal 7.

    (1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf.

    (2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    (3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.

    Pasal 8.

    Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya dan macamnya ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

    BAB III. TATACARA MEWAKAFKAN DAN

    PENDAFTARANNYA

    Bagian Pertama Tatacara perwakafan tanah milik

    Pasal 9.

    (1) Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.

    (2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.

    (3) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

    (4) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

    (5) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut : a. sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya; b. surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat

    yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa ;

    c. surat keterangan pendaftaran tanah ; d. izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria

    setempat.

    Bagian Kedua Pendaftaran wakaf tanah milik

    Pasal 10.

    (1) Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan (5) Pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

  • - 4 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    (2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat pewakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.

    (3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka pencatatan yang dimaksudkan dalam ayat (2) dilakukan setelah untuk tanah tersebut dibuatkan sertifikatnya.

    (4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara pencatatan perwakafan yang dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3).

    (5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan sertifikatnya seperti dimaksud dalam ayat (2) dan (3), maka Nadzir yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.

    BAB IV. PERUBAHAN, PENYELESAIAN PERSELISIHAN DAN PENGAWASAN PERWAKAFAN

    TANAH MILIK

    Bagian Pertama Perubahan perwakafan tanah milik

    Pasal 11.

    (1) Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.

    (2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni : a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif ; b. karena kepentingan umum.

    (3) Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh Nadzir kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.

    Bagian Kedua Penyelesaian perselisihan perwakafan

    Tanah Milik

    Pasal 12.

    Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Bagian Ketiga Pengawasan Perwakafan Tanah Milik

    Pasal 13.

    Pengawasan perwakafan tanah milik dan tatacaranya diberbagai tingkat wilayah ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

  • - 5 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    BAB V. KETENTUAN PIDANA

    Pasal 14.

    Barangsiapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5, Pasal 6 ayat (3), Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

    Pasal 15.

    Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan oleh atau atas nama Badan Hukum maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggungjawab dalam perbuatan atau kelalaian itu atau terhadap kedua-duanya.

    BAB VI. KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 16.

    (1) Perwakafan tanah milik demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini, oleh Nadzir yang bersangkutan harus didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

    (2) Cara-cara dan pelaksanaan ketentuan tersebut dalam ayat (1) ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

    Pasal 17.

    (1) Peraturan dan atau ketentuan-ketentuan tentang perwakafan tanah milik sebagaimana tercantum dalam Bijblad-Bijblad Nomor 6196 Tahun 1905, Nomor 12573 Tahun 1931, Nomor 13390 Tahun 1934, dan Nomor 13480 Tahun 1935 beserta ketentuan-pelaksanaannya, sepanjang bertentangann dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

    (2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan bidangnya masing-masing.

    BAB VII. KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 18.

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 Mei 1977

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    SOEHARTO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 Mei 1977

    MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

    SUDHARMONO, SH.

  • PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    PENJELASAN ATAS

    PERTURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977

    TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

    I. UMUM.

    Salah satu masalah dibidang keagamaan yang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan adalah perwakafan tanah milik. Begitu pentingnya masalah perwakafan tanah milik tersebut ditinjau dari sudut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, sehingga perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Pada waktu yang lampau, pengaturan tentang perwakafan tanah milik ini tidak diatur secara tuntas dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dari hakekat dan tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya beraneka ragam bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum, dan lain-lain), dan tidak adanya keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan, sehingga banyaklah benda-benda wakaf yang tidak diketahui lagi keadaannya. Malahan dapat terjadi, benda-benda yang diwakafkan itu seolah-olah sudah menjadi milik dari ahli waris pengurus (Nadzir).

    Kejadian-kejadian tersebut diatas menimbulkan keresahan di kalangan umat beragama, khususnya mereka yang menganut agama Islam, dan menjurus ke arah antipati. Dilain pihak banyak persengketaan tanah disebabkan tidak jelasnya status tanahnya, sehingga apabila tidak segera diadakan pengaturan, maka tidak saja akan mengurangi kesadaran beragama dari mereka yang menganut agama Islam, bahkan lebih jauh akan menghambat usaha-usaha Pemerintah untuk menggalakkan semangat dan bimbingan kewajiban ke arah beragama, sebagaimana terkandung dalam ajaran Pancasila dan digariskan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang diatur hanyalah wakaf sosial (untuk umum), atas tanah milik. Bentuk-bentuk perwakafan lainnya seperti perwakafan keluarga tidak termasuk yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Pembatasan ini perlu diadakan untuk menghindari kekaburan masalah perwakafan. Demikian pula mengenai bendanya dibatasi hanya kepada tanah milik. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari kekacauan dikemudian hari.

    Dalam Undang-undang Pokok Agraria hanya hak milik yang mempunyai sifat yang penuh dan bulat, sedangkan hak-hak atas tanah lainnya seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai hanyalah mempunyai jangka waktu yang terbatas, sehingga oleh karenanya pemegang hak-hak tersebut tidak mempunyai hak dan kewenangan seperti halnya pemegang hak milik. Berhubung dengan masalah perwakafan tersebut bersifat untuk selama-lamanya (abadi), maka hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat diwakafkan.

    Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diatur juga mengenai kepengurusan dari wakif (Nadzir), tatacara perwakafan, tatacara pemberian hak dan tatacara untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang diwakafkan.

  • - 2 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    II. PASAL DEMI PASAL.

    Pasal 1. Ayat (1) sampai dengan ayat (3)

    Cukup jelas. Ayat (4)

    Yang dimaksud dengan kelompok orang dalam ayat ini ialah kelompok orang yang merupakan satu kesatuan atau merupakan suatu pengurus.

    Pasal 2. Cukup jelas.

    Pasal 3. Dalam pasal ini dijelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang yang

    mewakafkan. Pencantuman secara terperinci syarat-syarat ini dimaksudkan untuk menghindari tidak sahnya perbuatan mewakafkan, baik karena adanya faktor intern (cacad atau kurang sempurna cara berfikir) maupun faktor ekstern karena merasa dipaksa orang lain. Ketentuan-ketentuan ini berlaku juga bagi badan hukum dan Yayasan Indonesia yang bergerak dibidang keagamaan dengan penyesuaian persyaratan seperlunya sesuai dengan persyaratan subyek hukum tersebut menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 4. Sebagaimana telah dikemukakan, perbuatan mewakafkan adalah suatu perbuatan

    yang suci, mulia, dan terpuji sesuai dengan ajaran agama Islam. Berhubung dengan itu, maka tanah-tanah yang hendak diwakafkan itu betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacadnya ditinjau dari sudut pemilikan. Selain dari pada itu persyaratan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya atau terbawa-bawanya lembaga perwakafan ini untuk sering berhadapan dengan Pengadilan yang dapat memerosotkan wibawa dan syariat agama Islam. Berdasarkan pandangan tersebut diatas, maka tanah yang mengandung pembebanan seperti hipotik, crediet verband, tanah dalam proses perkara dan sengketa, tidak dapat diwakafkan sebelum masalahnya diselesaikan terlebih dahulu.

    Pasal 5. Cukup jelas.

    Pasal 6. Dalam pasal ini diatur tentang persyaratan Nadzir (pengurus) dari wakaf, sehingga

    pengurus baik yang terdiri dari kelompok orang-orang maupun suatu badan hukum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jumlah Nadzir untuk suatu daerah perlu dibatasi dan didaftar dengan maksud untuk mengurangi benih-benih perselisihan disebabkan banyak orang yang mengurusi sesuatu hal atas benda yang sama. Pendaftaran dimaksudkan untuk menghindari perbuatan perwakafan yang menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dan juga untuk memudahkan pengawasan.

    Pasal 7. Dalam rangka memudahkan pengawasan perwakafan tanah, maka nadzir yang telah

    diangkat diharuskan memberikan laporan secara berkala terhadap keadaan perwakafan tanah yang diurusnya dan penggunaan dari hasil-hasil dari wakaf itu. Pelaporan ini dimaksudkan juga untuk memudahkan pengawasan.

    Pasal 8. Pasal ini memberikan dasar bagi penetapan suatu penghasilan dan pemberian fasilitas

    kepada Nadzir. Dengan telah diberinya imbalan yang pantas terhadap kebutuhan Nadzir ini, maka diharapkan dapat dihindari penyimpangan dari penggunaan wakaf.

    Pasal 9. Pasal ini mengharuskan adanya perwakafan dilakukan secara tertulis, tidak hanya

    cukup dengan ikrar lisan saja. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti untuk bahan pendaftaran pada Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya dan untuk keperluan penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari tentang tanah yang

  • - 3 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    diwakafkan. Untuk keperluan itu seseorang yang hendak mewakafkan tanah harus membawa serta tanda-tanda bukti pemilikan (sertifikat/kekitir tanah) dan surat-surat lain yang menjelaskan tidak adanya halangan untuk melakukan perwakafan atas tanah milik tersebut. Untuk keperluan tersebut, maka diperlukan pejabat-pejabat yang khusus melaksanakan pembuatan aktanya. Demikian pula mengenai bentuk dan isi Ikrar Wakaf perlu diseragamkan.

    Pasal 10. Salah satu hal yang selama ini belum pernah diatur dan dilaksanakan secara seksama

    adalah pendaftaran tanah-tanah yang diwakafkan dan peraturan pelaksanaannya. Pendaftaran tanah perwakafan ini sangat penting artinya baik ditinjau dari segi tertib hukum maupun dari segi administrasi penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria.

    Dengan telah didaftarkan dan dicatatnya waktu tersebut dalam sertifikat tanah hak milik yang diwakafkan, maka tanah wakaf itu telah mempunyai alat pembuktian yang kuat.

    Pasal 11. Pada waktu yang lampau, perubahan status tanah yang diwakafkan dapat dilakukan

    begitu saja oleh Nadzirnya tanpa alasan-alasan yang menyakinkan. Hal-hal yang demikian ini sudah barang tentu akan menimbulkan reaksi dalam masyarakat terutama dari mereka yang langsung berkepentingan dengan perwakafan tanah tersebut.

    Dalam Peraturan Pemerintah ini diadakan pembatasan-pembatasan yang ketat dan disamping itu maksud perubahan status harus terlebih dahulu mendapat izin dari Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuknya.

    Dengan cara pembatasan-pembatasan yang demikian ini diharapkan dapat dihindarkan praktek-praktek yang merugikan perwakafan. Untuk kepentingan administrasi pertanahan perubahan status wakaf diharuskan untuk didaftarkan pada pejabat yang berwenang. Penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) disamping terkena sanksi seperti dimaksud dalam Pasal 15, juga perbuatan itu batal dengan sendirinya menurut hukum.

    Pasal 12. Penyelesaian perselisihan yang dimaksud dalam pasal ini yang termasuk yurisdiksi

    Pengadilan Agama adalah masalah sah atau tidaknya perbuatan mewakafkan seperti dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan lain-lain masalah yang menyangkut masalah wakaf berdasarkan syariat Islam. Dengan demikian jelaslah bahwa masalah-masalah lainnya yang secara nyata menyangkut Hukum Perdata dan Hukum Pidana diselesaikan melalui hukum acara dalam Pengadilan Negeri.

    Pasal 13. Pada umumnya perwakafan tanah terjadi di daerah-daerah tingkat Kecamatan. Untuk

    memudahkan pengawasan diperlukan adanya administrasi yang tertib baik di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Mengenai cara pengawasan menurut jalur timbal balik akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

    Pasal 14. Cukup jelas.

    Pasal 15. Cukup jelas.

    Pasal 16. Pasal ini merupakan pasal peralihan perwakafan tanah yang terjadi sebelum Peraturan

    Pemerintah ini dikeluarkan. Kewajiban menyesuaikan perwakafan yang telah ada dengan Peraturan Pemerintah ini yang harus dilakukan oleh Nadzir yang bersangkutan tidak hanya cukup dengan mendaftarkan pada Kantor Urusan Agama setempat, melainkan juga harus menyelesaikan status tanah dan pendaftaran haknya melalui acara yang diperlukan pada perwakafan tanah milik seperti dimaksud dalam Pasal 10.

    Berhubung masalah penyesuaian perwakafan yang telah ada dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diperlukan waktu dan kebijaksanaan khusus, maka tatacara, jangka waktu penyesuaian demikian pula kemungkinan perpanjangannya akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.

  • - 4 -

    PUSAT HUKUM DAN HUMAS SJDI HUKUM

    Pasal 17. Cukup jelas.

    Pasal 18. Cukup jelas.