ppt-rfrt- inf.leher.dalam

Upload: putrisya-rafanael-safage

Post on 19-Jul-2015

271 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Abses peritonsilClick to edit Master subtitle styleKumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan peritonsillar sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran infeksi tenggorokan ke salah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan abses, menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.4/21/12

Epidemiologi

v

Usia: umur 10-60 tahun, umur 10-60 tahun v Jenis kelamin perempuan = lakilakiAerob :Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, danHaemophilus influenzae. Anaerob: Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas,Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp.

Etiolo gi

4/21/12

PatofisiologiUnknown kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris jaringan ikat longgar, sehingga terjadi infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini tampak palatum mole membengkak. Absesperitonsil bagian inferior, namun jarang.4/21/12

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat): bengkak tampakjuga permukaan yang hiperemis Bila proses berlanjut, daerah tersebut

lebih lunakdan berwarna kekuning-kuningan Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral dapat pula menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna timbultrismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paruo

PTA suatu gambaran dariinfeksi virus Epstein-Barr(mononucleosis).

4/21/12

Gejala KlinisGejala dan tanda tonsilitis akut : Odinofagia (nyeri menelan) yang hebat Gejala demam muntah (regurgitasi) mulut berbau (foeter ex ore) (rinolalia) kadang-kadang (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy danperadangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation). Kasus berat : disfagia yang nyata nyeri alih ke telinga pada sisi yang terkena hipersalivasi, dan khususnya trismus. Pembengkakan mengganggu artikulasi dan jika nyata, bicara 4/21/12 menjadi sulit dan bergumam.

DiagnosisPemeriksaan Fisik

Terlihat pembengkakan peritonsilaris yang luas, mendorong uvula melewati garis tengah edema dari palatum mole dan penonjolan dari jaringan ini ke arah garis tengah Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah. Palpasi, jika mungkin, membantu membedakan abses dari selulitis

Pemeriksaan PenunjangProsedur diagnosis: Aspirasi jarum (needle aspiration).

*Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. *Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.

Pemeriksaan Penunjang

Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures). Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly. Throat culture atau throat swab and culture: untuk identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik.

v

v

v

Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan peripheral rim enhancement. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

Diagnosis Banding

Infiltrat peritonsil Tumor abses retrofaring abses parafaring aneurisma arteri karotis interna infeksi mastoid Mononucleosis infeksi kelenjar liur infeksi gigi adenitis tonsil

Terapiv

Stadium infiltrasi: antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.

v

Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.0001.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.

TerapiAbses : pungsi diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.

v

v

v

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal Xylocain atau Novocain 1% di ganglion sfenopalatum. Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Penggunaan steroids masih kontroversial.

Komplikas i1. 2.

3.

Abses pecah spontan, mengakibatkan terjadi perdarahan, aspirasiparu atau piemia. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, terjadi abses parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak

Prognosi sv

v

Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi. Tonsilektomi sebaiknya ditunda sampai 6 minggu setelah episode infeksi pada saat tersebutperadangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi

Abses Retrofari ngsuatu peradangan yang disertai pembentukanpus pada daerah retrofaring sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, Haga clic yang modificar el estilokelenjar limfe retrofaring. para menyebar ke de subttulo delpatrn

4/21/12

Epidemiologi

Usia : < 5 Tahun

pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe (nodes of Rouviere), masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia diatas 6 4/21/12 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi

Etiolog i(1)

infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Infeksi TBC pada kelenjarlimfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.

(2)

(3)

(4)

4/21/12

Pada anak yang lebih tua atau dewasa terjadi sekunder akibat dari penyebaran abses spatium parafaringeum atau gangguan traumatik dari batas dinding faring posterior oleh trauma yang berasal dari benda asing. Pada anak-anak akumulasi pus antara dinding faring posterior dan fasia prevertebra yang terjadi akibat supurasi dan pecahnya nodi limfatisipada jaringan retrofaring Nodi-nodi ini terletak anterior terhadap vertebra servikalis kedua dan pada anak-anak yang lebih tua tidak ditemukan lagi.

4/21/12

Etiolo gi

Aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering), Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non hemolyticus, Staphylococcus aureu , Haemophilus sp Anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus,Fusobacteria. Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secarabersamaan.

4/21/12

Manisfestasi klinisGejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :

Demam Sukar dan nyeri menelan, menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Croupy cough Suara sengau Dinding posterior faring membengkak (bulging) dan hiperemis pada satu sisi. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan.

Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral). Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bias dijumpai adanya : Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan. Dapat ditemukan adanya torticollis (leher terputar ke arah terbentuknya abses yang diikuti dengan hiperekstensi leher). Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea.

Gejala orang dewasa berat dibandingkan dengan anak. Dari anamnesis riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis. Demam Sukar dan nyeri menelan Rasa sakit di leher (neck pain) Keterbatasan gerak leher Dispnea Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan

Gejala yang dapat dijumpai adalah :

DiagnosisBerdasarkan riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma.

Pemeriksaan penunjang

foto rontgen jaringan lunak leher lateral.

Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring (level C2) lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal (level C6) lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal akibat spasme dari otot prevertebral.

Radiografi

jaringan lunak lateral leher menunjukkan bayangan jaringan lunak yangjelas antara saluran udara faring dan korpus vertebra servikalis.

Pada fase akut dapat ditemukan air-fluid level dan gas. Pada fase kronis ditemukan bayangan homogenous pada prevertebral. Laring dan trakea ditunjukkan dalam posisi ke arah depan.

Jika terdapat keraguan mengenai radiografi, maka dapat dipertegas dengan radiografi penelananbarium.

Diagnosis banding1.Adenoiditis 2.Tumor 3.Abses peritonsil 4.Abses parafaring

TerapiMempertahankan jalan nafas yang adekuat :

posisi pasiensupine dengan leher ekstensi pemberian O2 intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasifiber optik trakeostomi / krikotirotomi

Antibiotik parenteral

Terapi

Antibiotik kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif.kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (cefuroxime ) atau betalactamaseresistant penicillin seperti ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, ampicillin/sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.

Simtomatis Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

Operati f

Aspirasi pus (needle aspiration) Insisi dan drainase :

Pendekatan intra oral (transoral) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterioratau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula.

Pendekatan posterior melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus.

Komplikas i(1)

penjalaran ke ruangparafaring, ruang vaskuler visera Mediastinitis obstruksi jalan napas sampai asfiksia Bila pecah spontan, dapat pneumonia dan abses paru. menyebkan

(2) (3) (4)

Abses Parafar ingo

o

o

Ruang berbentuk seperti corong ,dasarnya terletakpada dasar tengkorak pada setiap sisi berdekatan dengan foramen jugularis dan apeksnya pada kornu mayor tulang hyoid. Batas bagian dalam ramus asenden mandibula dan perlekatan otot pterigoideus media dan bagian posterior kelenjar parotis. Batas bagian dorsal terdiri dari otot-otot prevertebra.o

o

o

4/21/12

Setiap fosa dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besar oleh prosesus stiloideus dan perlekatan otot-otot. Bagian anterior(prestiloideus) merupakan bagian yang lebih besar. Dan bagian ini dapat terkena proses supuratif sebagai akibat dari tonsil yang terinfeksi,beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, karies gigi, dan pembedahan. Bagian posterior yang lebih kecil terdiri dari arteri karotis interna, venajugularis, saraf vagus, dan saraf simpatis. Bagian ini dipisahkan dari spatium retrofaring oleh selaput fasia yang tipis.

Patofisiologi1) Langsung akibat tusukan jarum pada saat melaukan tonsilektomi dengan analgesia Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (M. KonstriktorFaring Superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid (mastoiditis sebagai komplikasi dari otitis media dengan penetrasi dari digastric ridge/ abses Bezold. Pasien biasanya memiliki infeksi telinga dengan spasme dari m.sternocleidomastoid dan kepala cenderung fleksi dan rotasi kearah berlawanan) dan vertebra servikalis dapat merupakan sumber infeksi 4/21/12 untuk terjadinya abses ruang parafaring.

Manisfestasi klinisGejala dan tanda utama: trismus, indurasi ataupembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi, odinofagia, torticollis. Jika infeksi meluas dari faring ke ruang ini, pasien akan menunjukkan trismus yang jelas Hal ini disebabkan karena kompartemen prestyloid terdapat kompartemen otot yang berdekatan dengan fossa tonsilaris secara medial dan m.ptyerigoid interna Sedangkan dinding faring 4/21/12 lateral akan terdorong ke medial, seperti pada

Diagnosis Riwayat penyakit Gejala dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT Scan.

Terapiv Antibiotik dosis tinggi secara parenteral kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi 4/21/12 insisi dari luar dan intra oral

Komplikasio Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (per kontinuatatum) ke daerah sekitarnya. o Penjalaran ke atas menyebabkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. o Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium faringomaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya. Dapat terjadi 4/21/12 tromboflebitis septic vena jugularis.

Abses Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.4/21/12 Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau

EtiologiKuman dapat berupa aerob dan anaerob. Ruang potensial ini terletak berdekatan dengan spatium faringomaksilaris termasuk otot pterigoideus interna, otot maseter, dan ramus mandibula. infeksi pada spatium faringomaksilaris yang berdekatan terutama akibat infeksi pada faring, ruang mastikator paling sering terkena sekunder dari infeksi yang 4/21/12 berasal dari gigi.

1. 2.

3.

Patogen esisInfeksi gigi: Nekrosis pulpa, pericoronitis & periodontal pocketdalam mencapai jaringan periapikal maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen perkontinuitatum, hematogenous, dan limfogenous. Paling sering terjadi adalah penjalaran secaraperkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yangberpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.4/21/12

Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses fasial. palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses

Penjalaran

infeksipada

rahang

bawah

dapat

membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akarmolar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruangparafaringal.4/21/12

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari fasia servikal profunda dengan m.

digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapatterbentuk dengan jelas.

Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.

hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher.4/21/12

Terapi Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob secara parenteral. Jika infeksi gagal diatasi setelah satu minggu dengan terapi antibiotik yang intensif, maka perlu dilakukan pembedahan drainase. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.

Gejala & Tanda

Pembengkakan dan nyeri tekan terjadi di atas ramus mandibula. Fetor ex ore hipersalivasi disfagia odinofagia Trismus obstruksi jalan nafas juga ditemukan. Lidah tidak mungkin ditekan karena pembengkakan dan

Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung 4/21/12 letak dan luas abses. Pasien

Kompl ikasiAngina Ludwig merupakan infeksi berat dari lantai dasar mulut dan ruang submental dan submandibular. Penyebaran melalui fascia dan bukan dari kelenjar limfe. Dari anamnesis biasanya pasien mengalami inflamasi dari pencabutan gigi sebelumnya. Dapat terjadi sepsis dan mengganggu jalan nafas yang dapat menyebabkan kematian.4/21/12