pra bencana dan non bencana ii

22
NON BENCANA Disusun Oleh: Bestia Titiana Rukman Diah Andini Putri Dian Permatasari Eni Zulfawati Ersa Viny Ester Yuliani Euis Isti Marisska Pratiwi Mitria Salindri Nadia Larasati Novia Hidayanti Nuan Dwi Asmara Putri Liesmah Rizqi Amelia Silvia Intan Destiuntari Sri Susanti Program Studi S1 Keperawatan Reguler III Tahun Ajaran 2012-2013

Upload: alfi-febriani-priswari

Post on 26-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pra Bencana Dan Non Bencana II

NON BENCANA

Disusun Oleh:

Bestia Titiana Rukman

Diah Andini Putri

Dian Permatasari

Eni Zulfawati

Ersa Viny

Ester Yuliani

Euis Isti

Marisska Pratiwi

Mitria Salindri

Nadia Larasati

Novia Hidayanti

Nuan Dwi Asmara

Putri Liesmah

Rizqi Amelia

Silvia Intan Destiuntari

Sri Susanti

Program Studi S1 Keperawatan Reguler III

Tahun Ajaran 2012-2013

Page 2: Pra Bencana Dan Non Bencana II

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

Jl. Bintaro Raya No. 10, Tanah Kusir-Kebayoran Lama UtaraJakarta Selatan 12240

Telp. (021) 7234122/ (021) 7207184, Fax. (021) 7234126

Page 3: Pra Bencana Dan Non Bencana II

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nya sehingga penyusun dapat

menyelesaikan makalah ini untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pertamina Bina Medika yang berjudul ”Pra Bencana dan Non

Bencana”.

Penyusun menyadari, makalah ini dapat terselesaikan bukan hanya karena kemampuan

dan usaha penyusun sendiri tetapi juga bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini, penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Ns. Sri Supami, S.Pd, S.Kep, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II.

2. Kedua orangtua yang telah memberikan dukungan secara moral, material dan spiritual.

3. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembentukan makalah ini.

Penyusun juga menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan

karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, saran dan masukan dari

berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

i

Page 4: Pra Bencana Dan Non Bencana II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................1

B. TUJUAN..............................................................................................................................2

C. METODE PENULISAN......................................................................................................2

D. SISTEMATIKA PENULISAN............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3

A. DEFINISI BENCANA.........................................................................................................3

B. PENANGGULANGAN BENCANA...................................................................................4

C. KONDISI NON BENCANA................................................................................................4

D. KONDISI PRA BENCANA................................................................................................8

E. PERAN PERAWAT DALAM KONDISI NON BENCANA DAN PRA BENCANA.....13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

ii

Page 5: Pra Bencana Dan Non Bencana II

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas

manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena

ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga

menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian.

Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari

bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan:

"bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan

demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah

tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.

Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan

hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga

tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam

bangunan individual, sampai peristiwa terbenturnya meteor besar yang berpotensi

mengakhiri peradaban umat manusia.

Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta

memiliki kerentanan atau kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi

dampak yang hebat atau luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan

terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi

kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan

menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah

tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan

ketetahanan terhadap bencana yang cukup.

1

Page 6: Pra Bencana Dan Non Bencana II

B. TUJUAN

Meningkatkan kemampuan perawat dalam mengantisipasi kondisi pra bencana

sehingga perawat dapat melakukan tindakan antisipasi dan mengetahui peran perawat

dalam pra bencana dan non bencana.

C. METODE PENULISAN

Penulisan makalah ini menggunakan metode diskriftif dimana kelompok

menggunakan buku dan media elektronik sebagai sumber.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini disusun dari tiga bab yang terdiri dari:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi; latar belakang, tujuan, metode penulisan serta

sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan; pengertian, penanggulangan bencana, kondisi non bencana,

kondisi pra bencana, peran perawat dalam kondisi pra bencana dan non

bencana.

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 7: Pra Bencana Dan Non Bencana II

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI BENCANA

World Health Organization (WHO) mendefinisikan bencana sebagai “fenomena

ekologis cukup besar yang terjadi tiba-tiba sehingga membutuhkan bantuan dari luar”.

The American College of Emergency Physicians (ACEP) menyatakan bahwa sebuah

bencana telah terjadi “ketika kekuatan merusak dari alam atau buatan manusia melampaui

sebuah area atau komunitas tertentu untuk mendapatkan perawatan kesehatan”.

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana dapat didefinisikan

sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban  jiwa  manusia, 

kerusakan  lingkungan,   kerugian  harta  benda,  dan  dampak   psikologis. Berdasarkan 

sumber  dan  penyebabnya,  bencana  dapat  dibagi  menjadi:

1. Bencana  alam adalah segala jenis bencana yang sumber, perilaku, dan faktor

penyebab atau pengaruhnya berasal dari alam, seperti: banjir, tanah longsor, gempa

bumi, erupsi gunung api, kekeringan, angin ribut dan tsunami.

2. Bencana non alam adalah  adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian  peristiwa  non alam  yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok

atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Sementara berdasarkan respons yang dibutuhkan untuk menanganinya bencana dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bencana level I adalah dimana petugas dan organisasi gawat darurat lokal dapat

mengatasi dengan efektif bencana yang terjadi dan akibat setelahnya.

2. Bencana level II memerlukan bantuan regional dan kerjasama dari daerah sekitar.

3. Bencana level III adalah dimana aset lokal dan regional sudah tidak sanggup dalam

mengatasi bencana dan memerlukan bantuan nasional.

3

Page 8: Pra Bencana Dan Non Bencana II

B. PENANGGULANGAN BENCANA

Penanggulangan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek

perencanaan dan penanganan bencana  sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang

mencakup pencegahan, pengurangan (mitigasi), kesiapsiagaan, tanggap darurat dan

pemulihan. Tujuan dari penanggulangan bencana adalah:

1. Memberikan    perlindungan kepada masyarakat   dari ancaman bencana;   

2. Menyelaraskan  peraturan perundang-undangan  yang sudah ada; 

3. Menjamin    terselenggaranya  penanggulangan  bencana secara terencana,  terpadu,

terkoordinasi, dan menyeluruh; 

4. Menghargai budaya lokal; 

5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik  serta swasta; 

6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan

7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

C. PERAN PERAWAT DALAM KONDISI NON BENCANA

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat, antara lain:

1. Mengenali instruksi ancaman bahaya

2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-

obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)

3. Melatih penanganan pertama korban bencana.

4. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah

nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan

dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat

Pendidikan kesehatan diarahkan kepada:

1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga

dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar

3. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS

dan ambulans.

4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian

seperlunya, portable radio, senter, baterai)

4

Page 9: Pra Bencana Dan Non Bencana II

5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko

bencana

D. PENANGGULANGAN KONDISI NON BENCANA

1. Perencanaan Penanggulangan Bencana

Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya yang dalam penyusunannya

dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Badan

Penanggulangan Bencana Daerah.

Perencanaan penanggulangan bencana dilakukan melalui penyusunan data

tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan

dokumen resmi yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:

a) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana

b) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat

c) Analisis kemungkinan dampak bencana

d) Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana

e) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak 

f) Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam waktu tertentu meninjau dokumen

perencanaan penanggulangan bencana secara berkala. Dalam usaha menyelaraskan

kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, Pemerintah dan Pemerintah Daerah

dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan

penanggulangan bencana.

2. Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang

mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana yang

dilakukan melalui sejumlah kegiatan meliputi:

a) Pengenalan dan pemantauan risiko bencana

5

Page 10: Pra Bencana Dan Non Bencana II

b) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana

c) Pengembangan budaya sadar bencana

d) Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan

e) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan

3. Pencegahan

Upaya pencegahan dilakukan melalui sejumlah kegiatan meliputi:

a) Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman

bencana

b) Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara

tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana

c) Pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur

berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;

d) Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup

e) Penguatan ketahanan sosial masyarakat.

4. Pemaduan Dalam Perencanaan Pembangunan

Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan

dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana  penanggulangan bencana

ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah.

Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang

menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari

usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.

Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi

menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan yang memungkinkan terjadinya

bencana, antara lain pengeboran minyak bumi, pembuatan senjata nuklir,

pembuangan limbah, eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan.

5. Analisis Resiko Bencana 

a) Yang dimaksud dengan “analisis risiko bencana” adalah kegiatan penelitian dan

studi tentang kegiatan yang memungkinkan terjadinya bencana.

6

Page 11: Pra Bencana Dan Non Bencana II

b) Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional

Penanggulangan Bencana.

c) Pemenuhan syarat analisis risiko bencana ditunjukkan dalam dokumen yang

disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d) Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan pemantauan dan evaluasi

atas pelaksanaan analisis risiko bencana.

6. Pelaksanaan dan Penegakan Rencana Tata Ruang

Penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang

mencakup pemberlakuan peraturan tentang tata ruang, standar keselamatan, dan

penerapan sanksi terhadap pelanggar. Dalam hal ini, Pemerintah secara berkala

melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan

pemenuhan standar keselamatan.

7. Pendidikan (Edukasi)

Salah satu tindakan antisipatif dengan memberikan edukasi bencana (disaster

education) sangat diperlukan, terutama diberikan kepada masyarakat yang tinggal di

daerah rawan bencana, agar mereka tahu harus berbuat apa saat menghadapi bencana.

Setidaknya ada tiga hal mengapa edukasi kebencanaan menjadi amat krusial

khususnya bagi masyarakat kota yang rawan bencana, yaitu :

a) Memberikan pengetahuan dasar tentang kebencanaan. Kurangnya pemahaman

tentang arti kebencanaan menyebabkan sebagian masayarakat tidak siap dan

tidak siaga terhadap kemungkinan bencana yang datang. Mereka hanya

mengikuti takdir alam dan tidak mau ambil pusing terhadap perkara bencana.

Sikap apatis ini jelas akan merugikan masyarakat itu sendiri karena mereka yang

akan menanggung resiko bencana

b) Edukasi kebencanaan dapat memberikan motivasi dan semangat responsif kepada

masyarakat dalam menghadapi situasi kebencanaan. Ketika masyarakat mulai

memahami dan ikut ambil bagian dalam kesiagaan bencana mereka akan

termotivasi secara kolegial untuk bersama-sama siaga dan melakukan langkah-

langkah antisipasi bencana. Mereka melakukan gerakan posdaya (pos

7

Page 12: Pra Bencana Dan Non Bencana II

pemberdayaan) dengan membuat pos-pos siaga guna mengantisipasi bencana di

wilayahnya.

c) Edukasi bencana diharapkan mampu mengurangi dampak dan meminimalisir

jatuhnya korban jiwa. Pemahaman dan simulasi bencana yang diberikan saat

edukasi kebencanaan diharapkan menambah knowledge dan sikap responsif saat

bencana betul-betul terjadi sehingga mengurangi jatuhnya korban jiwa yang lebih

besar.

Hal inilah yang harus kita lakukan dalam meminimalisir jatuhnya korban

bencana, dengan memberikan edukasi bencana (education disaster) akan memberikan

kepekaan masyarakat terhadap bahaya bencana dan sebagai bekal mental diri

masyarakat, sehingga masyarakat akan siap bila kemungkinan terburuk menimpanya.

8. Pelatihan dan Persyaratan Standar Teknis Penanggulangan Bencana

Pelatihan dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana dilaksanakan

dan ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Semua

tahapan bencana harus tercantum dalam rencana bencana. Job descriptions, chain of

command dan tanggung jawab semua lembaga dan organisasi yang terlibat perlu

digambarkan dengan jelas. Lebih penting lagi, rencana-rencana ini perlu dilatih dan

diulangi.

Latihan yang ideal mencakup partisipasi semua pihak yang terlibat. Jika tidak

memungkinkan maka dapat dilakukan table top simulation. Ini merupakan simulasi

situasi gawat darurat untuk latihan dan menguji rencana serta prosedur yang tidak

melibatkan pergerakan sumber-sumber daya respons. Latihan "di atas meja"

merupakan alat pelatihan yang baik karena memungkinkan para pengambil keputusan

untuk bekerja melalui masalah-masalah besar tanpa menggunakan kendaraan, waktu

dan relawan atau peralatan. Mereka dapat dengan cepat mengetahui titik lemah

dimana bantuan tambahan mungkin diperlukan. Adapun program pelatihan non

bencana meliputi:

8

Page 13: Pra Bencana Dan Non Bencana II

a. Peringatan Dini

Sistem Peringatan Dini merupakan mata rantai yang spesifik (hubungan

yang kritis) antara tindakan - tindakan dalam kesiapsiagaan dengan kegiatan

tanggap darurat. Ada 2 faktor yang berperan dalam kerangka Sistem

Peringatan Dini yaitu pihak Pengambil Keputusan dan Masyarakat.

Di pihak masyarakat, ada 3 unsur yang menentukan bagaimana

masyarakat bereaksi terhadap Sistem Peringatan Dini. Unsur-unsur tersebut

terdiri dari Pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitude) dan Perilaku

(Behaviour).

Langkah awal dalam membentuk reaksi masyarakat terhadap Sistem

Peringatan Dini adalah memberikan informasi tentang Sistem Peringatan

Dini. Terhadap masyarakat yang telah memperoleh pengetahuan informasi ini

diharapkan adanya perubahan sikap yang positif terhadap Sistem Peringatan

Dini.

Perubahan ini diharapkan mampu membuat masyarakat berperilaku

positif terhadap Sistem Peringatan Dini. Seandainya tahap – tahap perubahan

reaksi masyarakat terhadap Sistem Peringatan Dini sesuai dengan yang

diharapkan, maka Sistem Peringatan Dini dapat sampai ke masyarakat secara

akurat. Selain faktor masyarakat, faktor lain yang berperan dalam kerangka

kerja Sistem Peringatan Dini adalah pihak Pengambil Keputusan.

Di Indonesia melalui Kepres Nomor 111/2001 kita mengetahui bahwa

penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh

Bakornas PBP di tingkat Nasional, Satkorlak PBP di tingkat Provinsi dan

Satlak PBP di tingkat kabupaten atau kota.

Melalui keberadaan institusi ini dapat dibuat kebijakan-kebijakan yang

berhubungan dengan Sistem Peringatan Dini terutama hal-hal yang

berkesinambungan dengan kerangka kerja Sistem Peringatan Dini misalnya

Protap, Juklak, dan Mekanisme Kerja. Dengan demikian Sistem Peringatan

Dini sebagai sub segmen awal dalam tahap Kesiapsiagaan dapat berperan

dengan baik sehingga pada akhirnya ketika suatu bencana terjadi, tingkat

keparahannya dapat dikendalikan.

9

Page 14: Pra Bencana Dan Non Bencana II

Adanya kerangka kerja konseptual yang baik, maka Sistem Peringatan

Dini sebagai mata rantai antara tindakan kesiapsiagaan dengan kegiatan

tanggap darurat akan menghasilkan kegiatan respon yang mengarah kepada

penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana sehingga korban akibat

bencana dapat dikurangi.

b. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu

masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki

kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.

Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen

bencana secara terpadu.

Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan

apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah

menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari

jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya

bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan

memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi

memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi

tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada

fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga

semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.

Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah:

10

Page 15: Pra Bencana Dan Non Bencana II

a) kemampuan menilai

resiko

b) perencanaan siaga

c) mobilisasi sumberdaya

d) pendidikan dan

pelatihan

e) koordinasi

f) mekanisme respon

g) manajemen informasi

h) gladi atau simulasi

11

Page 16: Pra Bencana Dan Non Bencana II

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Disaster Management, accessed from www.wikipedia.com

Goolsby, Craig A, MD, Disaster Planning, accessed from www.emedicine.com

Rahmat, Agus, DR. Ir, Manajemen dan Mitigasi Bencana

Coburn AW, Spence RJS & Pomonis A, Mitigasi Bencana, UNDP, 1994

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33105/3/Chapter%20II.pdf

http://penanggulangankrisis.depkes.go.id/article/view/8/1745/PEMETAAN-

KESIAPSIAGA.htm

12