pracharaka di malaysia proposal)
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN OLEHNAMA : GOOPI N. CHELLAPAN NIM : 05.1.6.8.3.0004FAKULTAS : BRAHMA WIDYA JURUSAN : TEOLOGI PROGRAM STUDI : TEOLOGI HINDUSEMESTER : VI (ENAM)JUDUL : EKSISTENSI PRACHARAKA HINDU SEVAI
SANGAM MALAYSIA DALAM PROSES PENCERAHAN UMAT HINDU DI MALAYSIA
A. Latar Belakang Masalah
Agama Hindu sebagaimana yang dikenal dewasa ini adalah agama yang
paling tua dan paling pertama ada di dunia. Agama Hindu adalah agama yang
sudah ada jauh sebelum agama-agama lain ada di dunia. Karena ia paling tua dan
pertama ada di dunia, ketika ia sebagai satu-satunya agama di dunia, maka ia tidak
membutuhkan nama. Nama dibutuhkan ketika yang lainnya ada, sebab nama itu
dibutuhkan untuk membeda sesuatu dari yang lainnya. Sehingga Agama Hindu
awalnya tidak memiliki nama, kalaupun ia harus diberi nama, maka Sanathana
Dharma adalah nama yang paling cocok. Nama Sanathana Dharma adalah nama
yang ludah lazim digunakan untuk menyebutkan suatu tradisi atau kebudayaan
masyarakat yang berada di sekitar Sungai Sindhu. Tidak ada orang sekalipun
seorang peneliti kaliber dunia yang dapat menentukan secara pasti kapan agama
Hindu “mulai ada” atau berapa umur Agama Hindu. Para ahli ada yang
menyebutkan Hindu berumur 1500 SM, 3000 SM, 4500 SM, dan Tilak Sastri
menyebut Agama Hindu sudah ada sejak 6000 tahun SM. Sungguh suatu prediksi
1
angka yang pantastik dengan selisih waktu yang masing-masing terlalu jauh,
sehingga hal itu tidak harus diterima sebagai suatu kebenaran mutlak. Orang bijak
menyatakan, Sanatana Dharma atau Agama Hindu tidak di mulai pada suatu
zaman tertentu. Ia ada tanpa permulaan dan tanpa akhir sehingga Agama
Sanatana Dharma bersifat anadi-ananta (tanpa awal dan tanpa akhir).
Nama Hindu yang dikenakan pada Sanatana Dharma sebagaimana yang
telah lazim didengar, dikenal dan telah dipergunakan secara luas di seluruh dunia
merupakan nama asing, karena nama itu diberikan oleh orang luar Hindu. Nama
itu diberikan oleh orang-orang Persia, untuk menyebutkan komunitas masyarakat
yang tinggal di sekitar lembah sungai Sindhu. Suatu komunitas masyarakat yang
berpegang teguh pada tradisi yang bersumber dari Veda. Tradisi yang dipegang
secara teguh dari zaman ke zaman juga dapat disebut dengan istilah agama.
Dahulunya tradisi yang bersumber dari Veda yang berkembang di sekitar lembah
sungai Sindhu ini juga dikenal dengan nama Indus cultural atau kebudayaan
‘Sindhu. Orang-orang Persia menyebutkan kata “sindhu” dengan lapal “indhu”
tanpa bunyi “s” secara jelas, sehingga lazimlah penyebutan “sindhu” itu menjadi
“indhu”. Selain itu ketika orang-orang Persia menyebut kata “indhu”, huruf “dh”
dibaca hanya dengan bunyi “d” saja, sehingga mereka menyebut kata “sindhu”
cukup hanya dengan sebutan “indu” tetapi ketika melapalkan huruf “i” terdapat
efek bunyi lain, yaitu bunyi huruf “h”, sehingga kata “sindhu” mengalami derivasi
(perubahan), awalnya menjadi “indhu”, kemudian “indu”, dan terakhir menjadi
kata “hindu”. Maka akhirnya populerlah kata Hindu untuk menyebutkan kata
Sindhu, dan kata ini dipakai hingga sekarang.
2
Berbicara perihal “keyakinan”, yang berhubungan dengan tradisi,
kebiasaan, adat-istiadat suatu komunitas yang didasarkan atas kepercayaan
terhadap orang suci, kitab suci, tempat suci, di Indonesia dan di Malaysia
digunakan kata “agama”. Kata Sanskerta yang memiliki makna dekat dengan arti
kata agama adalah dharma. Karena itu untuk menyebut Agama Hindu juga
digunakan kata “Hindu Dharma”, karena artinya hampir sama, yaitu agama yang
kekal-abadi (Sanathana Dharma). Setiap agama memiliki sejarahnya sendiri, dan
demikian juga dengan agama Hindu, telah mengalami perjalanan waktu yang amat
panjang, yakni telah melintasi waktu beribu-ribu tahun Sebelum Masehi dan
hingga sekarang masih tetap ada. Agama Hindu yang tak lain adalah Sanathana
Dharma telah mampu melintasi berbagai rintangan zaman, sementara agama-
agama yang sezaman dengannya telah gugur dan musnah dan kini hanya dikenal
namanya saja.
Berdasarkan catatan di atas bahwa Agama Hindu sebagai agama paling
tua di dunia, semestinya telah dikenal oleh berbagai pihak, baik oleh umat Hindu
itu sendiri maupun oleh umat non-Hindu. Namun kenyataannya, bukan saja
orang-orang non-Hindu yang tidak memahami Agama Hindu, tetapi sebagian
umat Hindu, yang konon memeluk Agama Hindu sejak lahir hingga puluhan
tahun, namun masih tetap juga belum memahami ajaran agamanya secara
memadai. Menyaksikan keadaan Agama Hindu yang demikian itu, maka
muncullah berbagai pertanyaan, antara lain: (1) Apa yang menyebabkan Agama
Hindu tidak dikenal secara meluas? (2) Apakah Agama Hindu itu sulit
dimengerti? (3) Atau Agama Hindu tidak boleh disebarluaskan kepada berbagai
3
pihak? (4) Ataukah tidak ada yang mau dan mampu menjalankan amat
Yajurveda XXVI.2 yang memerintahkan kepada umat manusia untuk
menyebarkan ajaran kebenaran ini? (5) Apakah teologi Hindu terlalu tinggi
sehingga ajarannya sulit dimengerti? (6) Adakah pihak-pihak tertentu yang
menghambat penyebarluasan ajaran Agama Hindu kepada umat Hindu? (7)
Apakah Agama Hindu kekurangan orang-orang intelektual untuk
menyebarluaskan informasi ajaran Agama Hindu? (8) Apakah Agama Hindu tidak
memiliki atau kurang memiliki lembaga atau organisasi yang berupaya
menyampaikan atau mengajarkan ajaran Agama Hindu kepada umat Hindu? (9)
Apakah keadaan Agama Hindu yang demikian itu disebabkan karena kurangnya
orang-orang Hindu yang mau mengabdi untuk Agama Hindu dan umat Hindu?
(10) Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.
Berdasarkan berbagai pertanyaan di atas, maka disinyalir (diduga)
bahwa penyebab utama keterlambatan penyebarluasan Agama Hindu, adalah
minimnya upaya-upaya perseorang atau lembaga atau organisasi-organisasi Hindu
yang melaksanakan program penyebaran ajaran Hindu. Hal ini sangat berbeda
dengan agama-agama lainnya, yang sangat gencar menganjurkan kepada umatnya
baik secara perseorangan ataupun secara organisasi untuk menyebarkan ajaran
agamanya. Sejarah mencatat bahwa dahulu kala Agama Hindu di India amatlah
besar jumlahnya, namun ketika kekuatan penjajah mendarat di India dengan
membonceng para misionaris, maka kondisi umat Hindu menjadi morat-marit.
Berutunglah karena dalam keadaan yang kocar-kacir seperti itu, para rsi yang
sebelumnya tenggelam dalam tidur samadhi-nya di kaki gunung Himalaya,
4
kemudian bangkit karena mendengar panggilan umatnya, akhirnya mereka
kembali turun dan terjun ke tengah-tengah umat untuk memberikan pencerahan.
Hal ini mengindikasikan bahwa mereka para Sanyasin kembali menunaikan
dharma-nya sebagai pracharaka di tengah-tengah umat Hindu.
Umat Hindu terutama para tokohnya mesti banyak belajar dari para
tokoh umat agama-agama lainnya, terutama pada para tokoh umat Kristen dan
para tokoh umat Islam dalam upaya penyebarluasan ajaran agama mereka. Bagi
para tokoh misionaris Kristen berkeyakinan bahwa tidak ada tempat yang
dianggap keramat, dan tidak ada tempat yang dianggap berbahaya bagi mereka
dalam upaya melaksanakan penyebarluasan ajaran agamanya. Mereka percaya
bahwa tugas menyebarkan ajaran agamanya adalah tugas suci yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sehingga para misionaris percaya bahwa mereka akan selalu
dilindungi oleh Tuhan ketika melakukan penyebaran ajaran agamanya. Oleh sebab
itu, walaupun dalam keadaan perang sekalipun, maka para misionaris tidak akan
merasa ragu dan mampu menyelinap untuk menyampaikan misi ajaran Agama
Kristen. Demikian juga para khalifah Islam, mereka tidak memiliki rasa takut
dengan apapun kecuali terhadap Allah dalam melaksanakan tugas dakwahnya.
Para khalifah Islam akan merasa berbahagia dan meyakini sebagai mati sahid
(mati suci) jika mereka harus mati karena menunaikan tugas dakwahnya. Luar
biasa kegigihan para misionaris Kristen dan para khalifah Islam dalam komitmen-
nya menjadi alat bagi Tuhan untuk menyampaikan ajaran-Nya.
Dewasa ini ketika dunia telah mencapai puncak peradaban teknologinya,
maka bersamaan dengan itu agama-agama juga mengalami berbagai kemajuan.
5
Berbagai aktivitas keagamaan telah dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas
tenologi modern yang serba canggih. Misi-misi penyebaran ajaran agama yang
dilakukan dengan jalan kaki, naik kuda atau naik unta sebagaimana dilaksanakan
ratusan tahun silam, maka dewasa ini telah dilakukan dengan menggunakan media
teknologi modern. Agama Kristen telah memanfaatkan sebaik-baiknya kemajuan
teknologi untuk mempermudah program misi Kristen. Sebagaimana dapat
disaksikan bahwa hampir semua canel TV terdapat program kebangunan rohani
Kristen. Demikian pula berbagai program dakwah Islamiah juga memenuhi
berbagai canel TV. Lalu, mengapa siar ajaran Agama Hindu sangat minim jika
tidak mau dikatakan hampir tidak ada. Akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang
telah diajukan di atas kembali muncul, bahkan pertanyaan-pertanyaannya semakin
banyak dan semakin berkualitas. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain apakah
umat Hindu tidak mendapat perintah dari Tuhan untuk melakukan siar agama?
Apakah umat Hindu mesara takut, merasa rugi, atau merasa sia-sia jika dalam
hidupnya tersirat dan tersurat tugas penyiaran ajaran agama? Apakah tidak ada
ajaran Hindu yang mengajarkan bahwa orang yang mati dalam menjalankan
swadharma-nya sebagai penyiar agama (pracharaka) adalah mati suci? Mengapa
umat Hindu jarang sekali yang mau menjadi dhramapracharaka yang bertugas
menyiarkan ajaran Agama Hindu? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Problem umat Hindu di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dan
Malaysia hampir sama. Persoalan-persoalan yang dialami oleh umat Hindu di
Malaysia misalnya, antara lain; (1) Tidak adanya guru agama di sekolah-sekolah,
(2) Tidak boleh menyelengarakan pelajaran agama di sekolah-sekolah, kecuali
6
pelajaran Agama Islam, (3) Tidak adanya kitab suci Hindu yang ditulis dalam
bahasa lokal (bahasa Malaysia), sehingga umat Hindu yang hanya bisa berbahasa
Malaysia tidak mampu memahami ajaran Agama Hindu, (4) Kurangnya orang-
orang suci lokal, maksudnya orang-orang suci India-Malaysia, sehingga power
Agama Hindu di Malaysia tidak seperti di India atau di Bali, (5) Banyaknya
masyarakat atheis di Malaysia, (6) Banyaknya umat Hindu berpola pikir Barat dan
melupakan kultural Hindu-nya, (7) Kurangnya komunikasi di antara organisasi-
organisasi Hindu Malaysia, (8) Adanya komplik dalam pemahaman sampradaya,
(9) Adanya diskriminasi kewarganegaraan antara orang Malaysia keterununan
Melayu dan orang Malaysia keturunan India, (10) Para pemuda-pemudi Hindu
Malaysia sangat sulit untuk kuliah di Malaysia, karena segala peluangnya direbut
dan diambil oleh putra-putri keturunan Melayu, (11) Sulitnya umat Hindu untuk
memperoleh kesempatan sebagai pegawai negeri di Malaysia, (12) Umat Hindu
akhirnya mencari peluang kerja di sektor swasta, sehingga umat Hindu Malaysia
harus bekerja keras agar dapat hidup secara wajar di Malaysia dengan biaya hidup
yang sangat mahal. (13) Para orangtua umat Hindu di Malaysia lupa mengajarkan
ajaran agama kepada anak-anaknya karena sibuk bekerja, (14) Banyaknya
mahasiswa Hindu Malaysia terpaksa ikut menjadi preman (gelandangan) karena
tidak memiliki pengetahuan agama, sementara mereka juga mebutuhkan uang
untuk hidup, (15) Kurangnya organisasi-organisasi Hindu, dan masih banyak
problem lainnya seperti diskriminasi secara langsung dan tidak langsung,
diskriminasi terang-terangan atau juga diskriminasi terselubung, dialami oleh
umat Hindu di manapun mereka berada termasuk di Malaysia. Walaupun
7
demikian umat Hindu di Malaysia patut bersyukur kehadapan Tuhan Yang Maha
Kuasa, sebab dalam berbagai kekurangan dan tantangan yang dihadapi itu, umat
Hindu Malaysia juga masih memiliki nyali dan berbagai potensi yang dapat
diasumsikan sebagai kelebihan, antara lain: (1) Umat Hindu Malyasia memiliki
banyak mandir (kuil), (2) Umat Hindu Malaysia memiliki banyak pasraman, (3)
Umat Hindu Malaysia banyak menjadi pengusaha yang kaya, (4) Umat Hindu
Malaysia banyak memiliki kaum intelektual, (5) Umat Hindu Malaysia banyak
memiliki pendeta, (6) Dan masih banyak yang lainnya.
Sang Waktu adalah salah satu wujud Tuhan, sebagaimana kitab suci
Bhagavadgita X.20 menyatakan bahwa: “ Aku” (Tuhan) adalah penguasa atas
waktu masa lalu, masa kini, dan masa akan datang”. Atas kehendak Tuhan dalam
wujud Sang Waktu, maka di Malaysia juga lahir sebuah organisasi yang berupaya
untuk memberikan jawaban atas tantangan umat Hindu di Malaysia. Organisasi
itu adalah Hindu Sevai Sañgam (HSS) yang didirikan oleh Shri Ramaji pada
tahun 1983 dan telah terdaftar secara resmi pada lembaga pemerintah Malaysia
sejak tahun 2000. Berbagai aktivitas kegitan HSS yang secara nyata dapat
memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan umat Hindu Malaysia. Aktivitas
kegiatan HSS tersebut antara lain memberi pelatihan-pelatihan, seperti:
melaksanakan Training programmes antara lain berisi kegiatan (1) Volunteers’
training camps (7 full days), (2) Short term Hindu religious awareness camps
(min. 2½ days). Selanjutnya melaksanakan Personal Development Training ,
antara lain berisi kegiatan (1) Social workers’ training camps, (2) Educational &
motivational camps/seminars, (3) Personal development & leadership trainings,
8
(4) Hindu religious awareness seminars, (5) Student exchange programmes, (6)
Practical training to carry out activities in new areas. Selain itu juga
melaksanakan program Individual Families & Area Development Programmes
yang berisi kegiatan antara lain (1) Prayer meetings at temples & houses, (2)
Areawise house to house visits for Hindu propagation & to identify social
problems, (3) ‘Kudumba Sangamam’ – outing with families of Sangh Volunteers.
Juga melaksanakan program Public Interaction Through Festivals yang berisi
aktivitas (1) ‘Ānmiga Perani’ (Thaipusam) – Organised group of devotees
(comprised of various organisations & individuals) clad in traditional clothes
singing devotional songs / hymns marching with the chariot to Batu caves, (2)
‘Sivarathri Yatra’ (Shivarathri) – Visit to various temples with Sangh families to
conduct prayers and discourses, (3) Ulavaram Oruvàram’ (Appar Jayanthi) – A
week’s campaign to clean temples & Tamil schools in the areas of our belonging,
(4) ‘Hindu Balar Thinam’ (Thirunyanasambanthar Jayanthi) – Children’s
heritage competitions, (5) ‘Hindu Sports Day’ (Krishna Jayanthi) – Traditional
games competitions for youth & children, (6) ‘Hindu Women’s Day’ &
‘Mahalakshmi Homa’ (Varalakshmi Puja) - Deepa Pooja for ladies, followed up
by monthly Pournami Puja, (7) ‘Examination Puja’ (Saraswathi Puja) – A special
prayer & motivational session for government exam students, (8) Cultural night,
food & fun fair, vegetarian dinner get together (Deepavali). Selain itu juga
melaksanakan program Seva Projects, yang berisi aktivitas antara lain; (1) Free
tuition classes, (2) Blood donation drive camps, (3) Free medical check up camps,
(4) Visits to hospitals, orphanages & juvenile homes, (5) Adoption of one parent /
9
broken / suffering and needy Hindu families, (6) Relief centres & help for victims
of natural disaster, (7) Running of Foster Homes. Selain itu melaksanakan
program-program khusus, aktivitasnya antara lain: (1) Continuous Group of
Trained Young Volunteers who sacrifice and work for the upliftment of the
society, (2) persons out of which 2 are young ladies, who have sacrificed their
lifes as Full Time Social Workers, without being paid any kind of remuneration
whatsoever, travel the length and breadth of Malaysia for this noble cause, (3)
Every year some 2000 children participate in activities conducted nationwide, (4)
During the last 5 years some 4000 youth have participated in 60 training camps
conducted throughout the nation, (5) Over 100 Youth and Children participate in
our Bi Annual Training Camps during The Chineses New Year Holidays, (6) In
the early 90s when suicide was highest amongst Indians in Malaysia specially
Cameron Highlands, HSS sent one full Time worker there to work for 2
continuous years and the suicide rate was curbed.
Begitu banyak program sosial keagamaan yang dilaksanakan oleh HSS
sebagai suatu organisasi sosial-religius dan semua aktivitasnya secara langsung
menyentuh sisi-sisi kehidupan umat Hindu Malaysia. Dari sekian banyak program
dan aktivitas HSS tersebut, yang paling relevan dengan penelitian ini adalah
adanya program pengadaan tenaga dharmapracharaka atau yang biasa disebut
pracharaka saja. Yaitu program pengadaan tenaga penceramah, pengkhotbah,
yang di lingkungan umat Hindu Indonesia dikenal dengan istilah tenaga
pendharmavacana, atau dapat juga disebut sebagai tenaga penyuluh agama. Di
Indonesia tenaga penyuluh semacam ini diadakan oleh pemerintah R.I., melalui
10
Departemen Agama R.I., setiap agama diberikan tenaga penyuluh agama secara
proporsional. Semakin banyak umat suatu agama, maka semakin banyak pula
tenaga penyuluhnya, dan semakin sedikit jumlah umat suatu agama, maka jumlah
tenaga penyuluhnya juga sedikit. Karena itu umat Hindu mesti harus bersyukur,
sebab walaupun umat Hindu di Indonesia sebagai umat minoritas, namun tetap
mendapat pelayanan dari pemerintah, namun tidak demikian keadaannya dengan
umat Hindu di Malaysia, sebagaimana telah diuraikan di atas.
Pepatah bahasa Indonesia mengatakan “lain ladang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya” yang mengandung arti bahwa setiap lokal, daerah, atau
wilayah termasuk wilayah negara memiliki kondisi dan tantangan yang berbeda-
beda. Jika umat Hindu di Indonesia disediakan tenaga penyuluh agama oleh
pemerintah R.I., maka umat Hindu di Malaysia harus bersusah payah
menyediakan sendiri tenaga penyuluh agamanya. Walaupun demikian, jika
dibandingkan dengan tenaga penyuluh agama di lingkungan umat Hindu
Indonesia, penyuluh agama (pracharaka) umat Hindu Malaysia jauh lebih gesit,
lebih aktif, dan lebih bersungguh-sungguh dalam melaksanakan program
penyuluhan atau pencerahan. Para pracharaka Hindu Malaysia sangat ulet dan
bersungguh-sungguh dalam menjalankan swadharma-nya sebagai pracharaka, hal
mana dapat menyaingi para misionaris agama-agama lainnya. Para pracharaka
Hindu di Malaysia adalah tenaga-tenaga sukarela yang tidak mendapatkan gajih
tetap dari siapa-siapa dan dari pihak manapun. Mereka hidup dari daksina atau
pemberian dari orang-orang yang menerima pencerahan agama baik melalui suatu
undangan masyarakat, atau karena keinginan para pracharaka sendiri untuk
11
melaksanakan program kegiatan pencerahan tersebut, yang dilaksanakan karena
suatu alasan atau pertimbangan tertentu. Dengan demikian kehidupan para
pracharaka itu tidak memiliki jaminan masa depan yang pasti, sehingga sulit
membayangkan kelangsungan hidup para pracharaka tersebut. Sebab jika mereka
harus berkeluarga, maka kehidupan keluarga mereka akan sangat tergantung dari
kesadaran para umat Hindu itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan partisipasi umat
Hindu yang bermodal (kaya) untuk bersedia menjadi donatur tetap pada organisasi
HSS tersebut. Selain itu pula, semestinya umat Hindu harus membentuk
“Lembaga Dana Punia” sebagaimana dalam Agama Islam dikenal dengan
“Lembaga Zakat”, yang berfungsi mengumpulkan dana umat dan hasilnya
digunakan untuk “menggajih” para pracharaka. Hanya dengan cara itu maka para
pracharakan akan memiliki masa depan sebagaimana layaknya. Dan sekaligus
profesi dharmapracharaka dapat menjanjikan masa depan.
Apa yang diharapkan di atas mungkin akan tetap menjadi harapan
belaka, sebab organisasi-organisasi sosial-religius yang profesional sebagaimana
yang dimiliki pada umat lain, nampaknya sangat sulit lahir di lingkungan umat
Hindu baik di India, Malyasia, maupun di Indonesia (Bali). Kenyataannya, sampai
saat penelitian ini dilakukan, di semua tempat yang disebutkan di atas itu belum
memiliki lembaga dakwah profesional, misionaris, atau dharmapracharaka Hindu
yang profesional. Kalaupun ada organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga,
maka keadaannya akan mirip dengan slogan Indonesia ”bagaikan kerakap (jamur)
hidup di batu, hidup enggan – mati tidak mau”. Itulah gambaran global umat
Hindu di seluruh dunia, walaupun demikian, keadaan ini tentu berbeda antara satu
12
tempat dengan tempat lainnya di dunia. Kini umat Hindu Malaysia dengan
berbagai kekurangan dan kelebihannya, melalui organisasi HSS telah mampu
memotivasi para intelektual Hindu untuk memajukan kondisi umat Hindu di
Malaysia. Selain itu sudah banyak intelektual Hindu Malaysia yang turut mencoba
menumpahkan sebagian perhatiannya untuk mengoptimalkan lembaga dharma -
pracharaka ini. Semangat yang demikian tinggi di kalangan umat Hindu Malaysia
dan pengabdian yang luar biasa, tanpa mengharapkan imbalan atau gajih, sudah
banyak ditunjukkan oleh para intelektual Hindu Malaysia yang mau menyerahkan
atau mengorbankan hidup mereka untuk bergabung menjadi tenaga sukarelawan
dharma-pracharaka. Inilah kekhususan, keunikan yang muncul di lingkungan
umat Hindu Malaysia, dan menjadi bahan intaian atau intipan mata peneliti
sehingga penelitian ini dilaksanakan di Malaysia.
Banyak hal yang ingin diketahui pada lembaga dharmapracharaka ini,
terutama motivasi kaum intelektual yang notabene tamatan-tamatan magister di
bidang sains dan teknologi, bidang sosial, justeru mereka ikhlas melaksanakan
tugas yang tidak mendatangkan uang atau penghasilan yang akan menjadi
penunjang hidupnya. Ketulusannya yang luar biasa dari para pracharaka, dalam
pengertian positif mirip sekali dengan pasukan perang Jepang yaitu pasukan
”jibakutai” atau pasukan berani mati, atau mirip dengan kaum ”mujahidin” Islam
yang hidup dengan tekad jihadnya. Inilah hal yang baru dan unik di lingkungan
umat Hindu Malaysia, belum tentu ada dan sulit dicari di Indonesia atau Bali.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teologi
Hindu. Sebagai penelitian kualitatif, maka data primer diperoleh melalui
13
pengamatan langsung aktivitas para dharmapracharaka sebagai informan. Data
primer juga didapatkan melalui wawancara terhadap informan non-pracharaka
yang ditentukan sesuai dengan prosedur penelitian. Data dipandang telah
mencapai tingkat jenuh, apabila seluruh hal yang ingin diketahui dalam penelitian
tersebut telah tecapai. Untuk kepentingan itu, maka dalam penelitian ini, juga
menggunakan apa yang disebut dengan informan kunci. Dalam menunjuk
informan dan informan kunci digunakan cara purposif sampling, artinya bahwa
metode purposif sampling digunakan pada objek penelitian yang telah dikenal
sebelum penelitian dilakukan. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif. Yaitu data-data yang telah didapat diferifikasi, sesuai dengan kelompok
data-data yang dibutuhkan, kemudian diinterpretasikan, dan selanjutnya dianalisis
secara deskriptif kualitatif. Untuk membantu analisis tersebut digunakan teori-
teori, yaitu teori makna, teori fungsional struktur, teori sistem, dan teori alternatif
sebagai bagian dari teori perubahan sosial. Pada bagian akhir, ditarik suatu
simpulan yang diperoleh melalui analisis deskriptif kualitatif dan dilengkapi
dengan argumentasi yang bersifat sebagai tambahan guna melengkapi simpulan.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada persoalan di atas, maka penelitian ini diarahkan guna
menjawab beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pracharaka Hindu Sevai Sangam?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan umat Hindu kurang berminat terhadap
pracharak Hindu Sevai Sangam?
3. Apa manfaat pracharaka Hindu Sevai Sangam di Malaysia?
14
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
i. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memahami eksistensi
seorang pracharaka pada oragniasasi Hindu Sevai Sañgam di Malaysia dalam
proses pencerahan umat Hindu di Malaysia. Mendeskripsikan dan menggali
factor-faktor kekurangan minat pada umat Hindu menjadi pracharakan atau
pekerja sosial-religius tanpa pamerih, tapa mementingkan diri sendiri, dan
tanpa keterikatan.
ii. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini dimaksudkkan untuk :
a. Mengetahui bentuk pracharaka Hindu Sevai Sangam Malaysia dalam
proses pencerahan umat Hindu di Malaysia.
b. Untuk mengetaui faktor-faktor kekurangan berminat menjadi pracharaka.
c. Untuk mengetahui manfaat pracharaka Hindu Sevai Sangam di Malaysia.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adaah manfaat teoretis
dan manfaat praktis.
1) Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan
tentang pekerja sosial umumnya dan eksistensi pracharaka Hindu Sevai Sañgam
15
Malaysia. Konsep pracharaka ini diperlukan agar masyarakat terinspirasi untuk
melaksanakan kerja sosial.
2) Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan pegangan bagi umat Hindu
umumnya.
b. Dapat diberikan masukan bagi masyarakat (umat Hindu) akan pentingnya
melayani umat sedharma.
c. Dapat memberikan sandaran teoretis sekaligus praktis bagi upaya
pendalaman ajaran agama dalam masyarakat.
E. Kajian Pustaka, Landasan Konsep, Landasan Teori
i. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah mengkaji tentang pustaka-pustaka terdahulu yang
dianggap relevan dengan penelitian ini dan dipakai sebagai bahan pembanding
bagi penelitian. Setiap penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan memiliki
keterkaitan dengan penelitian terdahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya pengulangan topik bahasan penelitian yang sama. Untuk itu kajian
pustaka menjadi sangat penting dipergunakan untuk melihat persamaan dan
perbedahan antara penelitian yang sedang dilakukan dengan penelitian
sebelumnya. Penulis yakin tidak ada yang meneliti tentang penelitian yang ingin
diteliti oleh penulis karena ini adalah konsep yang baru dan unik di malaysia di
kalangan umat hindu Malaysia. Artinya pracharaka adalah penyuluh agama,
pendharma wacana, pekerja sosial dan lain-lain lagi. Penulis mengambil kajian
16
pustaka dari hasil penelitian dan buku-buku tentang dharma wacana dan sosial.
Penulis dapat mempersiapkan strategi untuk mengatasi kendala yang muncul pada
peneliti berikitunya. Adapun pustaka yang relevan dipakai sebagai acuan
diuraikan dibawah ini.
Tim Penyusun (1998/1999) dallam bukunya yang berjudul ”Pedoman
Penyuluh Agama Hindu” BIDANG URUSAN PENERANGAN AGAMA
HINDU KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN AGAMA PROVINSI BALI
DENPASAR, diuraikan tentang konsep penyuluhan dan penyuluhan Agama
Hindu metodelogi penyuluhan dan materi-materi penyuluhan seingga memberikan
kontribusi tentang pengertian penyullluh Agama Hindundan metode pembinaan
umat Hindu.
Jendra (2000) dalam bukunya yang berjudul ”Metode Dharma Wacana
dan Etika Berbicara dalam Pembinaan dan Pengembangan Agama Hindu”
diuraikan tentang eksistensi atau kedudukan dan peranan Dharmawacana dalam
agama Hindu ya itu: (i) metode penyebaran agama Hindu, (ii) kedudukan
dharmawacana, (iii) peran fungsi dharma wacana seta dharmawacana dan
pemakaian bahasa yakni, partisipasi pemberi dan pendengar, pemakaian variasi
bahasa, metode dharmawacana dan materi dharma wacana serta memberikan
kontribusi tentang etika berbicara dalam berdharmawacana.
Anggi Rahayu (2007) dalam skripsi yang berjudul ”Implementasi
Penyuluh Agama Hindu bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Denpasar”, menjelaskan tentang cara mengimplementasi ajaran agama Hindu bagi
narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas IIA Denpasar. Kajian ini lebih
17
memfokuskan dan menekankan implementasi penyuluh agama Hindu dalam
bidang pengetahuan agama, persatuan dan kesatuan, dan kesenian serta
memberikan kontribusi tentang metose mengimplementasi penyuluhan agama di
lembga pemasyarakatan kelas IIA Denpasar.
Artawan (2009) dalam skripsi yang berjudul ”Efektivitas penyuluh
Agama Hindu Dalam Meningkatkan Sraddha Dan Bhakti Umat Hindu Di Kota
Palembang Sumatera Selatan”, menjelaskan tentang efektivitas penyuluh Agama
Hindu di Kota Palembang dalam meningkatkan Sraddha dan Bhakti Umat Hindu
disamping itu Artawan menyampaikan faktor-faktor yang menjadi hambatan
dalam proses penyuluhan Agama Hindu di Kota Palembang.
Penyuluh Agama Hindu di Indonesia ternyata aktif di bidang
dharmawacana sahaja. Kurangnya menurun di bidang sosial maupun politik untuk
meluruskan umat Agama Hindu. Inilah yang menyebabkan keinginan penulis
untuk meneliti tentang pracharaka yang ada di dalam sebuah organisasi yaitu
Hindu Sevai Sangam di Malaysia. Adalahnya perbedaan antara penyulug Agama
Hindu di Idonesia dan Pracharaka di Malaysia.
Setelah meneliti kajian pustaka diatas, ternyata belum ada yang meneliti
tentang topik yang penulis ingin meneliti. Maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh dan dijadikan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Eksistensi Pracharaka
Hindu Sevai Sangam Malaysia dalam Proses Pencerahan umat Hindu di
Malaysia ”.
18
ii. Landasan Konsep
1) Eksistensi
Eksistensi berarti keberadaan atau adanya pengakuan atas keberadaan
sesuatu, wujud (yang tampak), adanya sesuatu yang membedakan antara suatu
benda dengan benda lain (Maulana, 2003 : 86). Eksistensi yang dimaksudkan
pada judul penelitian ini adalah sebuah pernyataan atau pengakuan dari dalam
lingkungan umat Hindu Malaysia dan pihak lain termasuk pemerintah Malaysia
tentang adanya organisasi Hindu Sevai Sangam (HSS) Malaysia. Sebuah
organisasi yang diakui eksistensinya, maka ia dapat melakukan berbagai aktivitas
sesuai dengan anggaran dasar organisasi dan anggaran rumah tangga organisasi
dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
2) Pracharaka Hindu Sevai Sangam
Kata pracharaka adalah kata-kata yang belakang ini baru populer, kata
ini berasal dari bahasa Sanskerta yang akhir-akhir ini lazim digunakan untuk
menyebut “misionaris”, pengkhotbah, penceramah, yang dalam bahasa Sanskerta-
Indonesia disebut dengan dharmaduta yang memiliki tugas utama sebagai seorang
“pendharmavacana” atau penceramah agama. Secara etimologis kata pracharak
(a) diduga berasal dari kata Sanskerta, yaitu dari kata pra (Sudara, 2007:219) yang
artinya amat, sangat, dan caraka yang artinya pengembara (Surada, 2007:123).
Dengan demikian kata pracharaka berarti ‘orang yang memiliki semangat
pengembaraan yang sangat besar’. Para pengembara dalam Agama Hindu juga
disebut sanyasin. Dalam pengertian praktis, kata pracharaka juga diartikan oleh
masyarakat umat Hindu Malaysia sebagai kata yang berasal dari kata prachar
19
yang artinya ‘menyebarkan pengetahuan yang telah dipraktekkan’. Selanjutnya
kata prachar mendapat akhiran (ka) untuk menunjukkan “orang”, sehingga kata
pracharaka mengandung arti ‘orang yang menyebarluas dharma. Sebagai seorang
penyebar kebenaran, maka ia juga disebut dengan istilah dharmaduta yang berarti
utusan dharma atau utusan kebenaran, yang mana kebenaran tersebut telah
dipraktekkan sebelum’. Dalam organisasi HSS Malaysia, kata pracharaka
diartikan sebagai orang yang mengabdikan kehidupannya tanpa pamerih untuk
menyebarluaskan ajaran agama dan memberi motivasi umat Hindu, utamanya
umat Hindu Malaysia, supaya umat Hindu Malaysia mampu menjalani kehidupan
spiritual maupun material’. Kewajiban menyebarluaskan dharma atau kebenaran
ini tidak menutup kemungkinan dapat dilaksanakan di luar negara Malaysia.
Seorang pracharaka Hindu Malaysia biasanya hidup di tengah-tengah
lingkungan masyarakat, hal itu dimaksudkan agar seorang pracharaka dapat
memahami kehidupan umat Hindu secara nyata atau secara langsung. Seorang
pracharaka melaksanakan disiplin “selibat” atau tidak menikah, yang dalam
bahasa Sanskerta juga disebut dengan istilah “brahmachari”. Hal itu dilaksanakan
agar para pracharaka atau para dharmaduta mampu berkonsentrasi secara baik
dalam membantu memecahkan problem-problem sosial yang di hadapi oleh
masyarakat umat Hindu Malaysia.
Hindu Sevai Sangam Malaysia adalah sebuah badan atau organisasi
sosial yang bergerak di bidang sosial dan bersifat jasa sukarela, yang beraktivitas
demi kebaikan, utamanya bagi umat Hindu di negara Malaysia. Objektif utama
organisasi ini adalah untuk menggerakkan masyarakat Hindu menuju kearah
20
kecemerlangan dengan menerapkan nilai-nilai luhur ajaran Hindu. Selain itu,
menyadarkan remaja Hindu Malaysia terhadap nilai-nilai luhur dan memahami
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat Malaysia. Segala kerja
sosial dalam organisasi HSS ini dilakukan oleh para remaja yang telah terlatih.
Organisasi HSS ini memfasilitasi para remaja dengan latihan dan konsep yang
mengcakup kemampuan agar para remaja dapat menyelenggarakan berbagai
aktivitas di tempat para remaja masing-masing. Bagi para remaja yang telah
dilatih oleh HSS ini, selanjutnya mengabdikan diri mereka dengan tidak
mengharap apa-apa dari masyarakat. Mereka hanya berharap terjadi suatu
perubahan yang positif di kalangan masyarakat Hindu Malaysia.
Kata sevai sesungguhnya adalah kata yang berasal dari bahasa Tamil
sebagai derivasi dari bahasa Sankerta, yang sama artinya dengan kata seva dalam
bahasa Sanskerta yang juga telah populer Indonesia saat ini. Kata sangam juga
bearsal dari bahasa Tamil, yang berarti suatu organisasi. Sesungguhnya kata
sangam juga berasal dari kata sanskerta, yaitu sangh berarti kumpulan beberapa
orang atau masyarakat. Bisa juga dikatakan sebagai sebuah organisasi. Kata
Malaysia adalah suatu sebutan atau nama untuk negara tetangga Indonesia yang
batas-batasnya sangat berhimpitan dengan negara Indonesia. Nama asli Malaysia
dahulu adalah Malaya, setelah beberapa tahun kemerdekaannya, maka namanya
berubah dari Malaya menjadi Malaysia.
21
3) Proses Pencerahan
Kata proses berasal dari bahasa Inggris yang kemudian diserap menjadi
bahasa Indonesia. Kata proses mengandung makna ‘tahapan-tahapan dalam suatu
peristiwa pembentukan dan sebagainya. Dapat juga berarti jalannya, atau
bekerjanya, atau rangkaian kerja (Maulana dkk., 2003:425). Jadi yang dimaksud
dengan proses ini adalah adanya suatu aktivitas yang menyebabkan suatu
perubahan dapat terjadi. Terutama perubahan ke arah yang lebih baik.
Kata pencerahan sangat populer dewasa ini, setiap aktivitas sosial yang
dapat membuka atau memperluas cakrawala pengetahuan umat manusia kerap
diasumsikan sebagai pencerahan. Dalam hal ini kata pencerahan itu berarti adanya
perluasan pengetahuan masyarakat terutama dalam bidang pengetahuan spiritual
atau pemgetahuan rohani. Sebagaimana dalam sejarah pernah terjadi perang
dingin antara ilmuan filsafat, sains dan teknologi, serta agamawan, sehingga abad
itu disebut sebagai abad kegelapan. Kemudian datanglah zaman renaisanse
‘zaman perubahan’ yang dipandang sebagai zaman pencerahan, di mana para ahli
mencoba kembali berpikir secara holistik, bahwa semua pengetahuan itu memiliki
saling keterhubungan. Dan ilmu pengetahuan harus selalu dicerahi oleh
pengetahuan agama atau spiritual. Prof. Einstein mengatakan: “ilmu tanpa agama
akan buta dan agama tanpa ilmu akan lumpuh”. Pencerahan atau perluasan
pengetahuan rohani setiap manusia harus selalu diupayakan demi kedamaian umat
manusia itu sendiri. Proses pencerahan dalam konteks ini adalah suatu aktivitas
yang menyebabkan suatu pencerahan atau perluasan pengetahuan rohani (spritual)
dan material.
22
4) Umat Hindu Malaysia
Umat Hindu Malaysia adalah umat beragama yang paling minorias di
antara umat-umat agama yang ada di Malaysia. Jumlah umat Hindu di Malaysia
kira-kira 7 % dari jumlah penduduk Malaysia, saat ini jumlah umat Hindu sekitar
3 juta jiwa. Umat Hindu yang ada di Malaysia, mayoritas berasal dari Tamil
Nadu, India Selatan. Mereka dibawa oleh pemerintah Inggris ke negara Malaya
waktu penjajahan Inggeris sebagai pekerja atau buruh di ladang dan daerah
perkebunan. Umat Hindu yang dibawa ke Malaysia itu tidak diizinkan berkumpul
atau hidup di satu tempat, melainkan terpencar. Hal dilakukan oleh pihak
pemerintah Inggris agar umat Hindu tidak dapat mengumpulkan kekuatannya
untuk memberontak terhadap wakil pemerintahan Inggris di Malaysia. Akhirnya
mereka tidak dapat ketemu antara satu dengan lainnya, sampai dengan waktu
pembangunan Malaya selesai. Hal ini berakibat sampai sekarang ini, bahwa
komunitas umat Hindu Malaysia tidak terkonsentrasi pada satu wilayah tertentu
dan bersifat sporadis. Keadaan yang demikian itu menambah kesulitan lembaga-
lembaga umat Hindu untuk melakukan pembinaan umat. Oleh karena itu
dibutuhkan tenaga prachraka dalam jumlah yang banyak. Untunglah dewasa ini
banyak kaum intelektual Hindu Malaysia sadar dan bangkit menjadi pracharaka.
F. Landasan Teori
1. Teori Fungsional Struktural
Teori Fungsional Struktural digunakan untuk membedah ketiga-tiga
permasalahan yang penulis ingin meneliti. Yaitu, (i) Bagaimana bentuk
23
pracharaka Hindu Sevai Sangam? (ii) Faktor-faktor apa yang menyebabkan umat
Hindu kurang berminat terhadap pracharak Hindu Sevai Sangam? (iii) Apa
manfaat pracharaka Hindu Sevai Sangam di Malaysia?
Masyarakat bagaikan organisme hidup, oleh sebab itu keduanya dapat dilihat
dalam banyak persamaan, misalnya; (1) Masyarakat maupun organisme sama-
sama mengalami perubahan. (2) Karena adanya pertambahan ukuran maka tubuh
sosial dan tubuh organisme hidup juga mengalami pertambahan. (3) Tiap bagian
yang tumbuh dalam tubuh organisme hidup maupun dalam tubuh organisme sosial
memiliki fungsi dan tujuan tertentu. (4) Baik dalam sistem organisme hidup
maupun sistem organisme sosial, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian
akan menyebabkan perubahan pada bagian lainnya dalam satu sistem secara
keseluruhan. (5) Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan
struktur-mikro yang dapat dipelajari (Spencer dalam Poloma, 2003 : 24-25).
Unit tindakan yang bersifat alamiah dari suatu sistem sosial bagaikan
partikel dalam Mekanika Klasik. Suatu tindakan adalah bagian terkecil dari
sejumlah tingkah-laku, yang bisa dilukiskan seperti seorang yang menyeleksi
sarana atau cara untuk memperoleh tujuan tertentu yang dipilihnya (Parson dalam
Campbell, 2001 : 223). Dari sudut deskripsi sosiologis, bahwa suatu unit bagian
atau subsistem sebuah organisme menyumbang sesuatu pada bekerjanya bagian-
bagian lain atau subsistem-subsistem lainnya (Parson dalam Campbell, 2001 :
228). Dalam kehidupan manusia terdapat hubungan sosial yang khusus dan
membentuk suatu keseluruhan yang padu seperti halnya struktur organik
(Radcliffe-Brown dalam Endraswara, 2003 : 109).
24
Memperhatikan uraian teori Fungsional Struktur di atas, maka teori ini
tepat dijadikan pisau bedah untuk membedah rumusan masalah nomor (1,2,3),
sebab rumusan masalah yang berhubungan dengan bentuk,faktor-faktor dan
manfaat dalam suatu sistem kemasyarakatan, akan selalu berhubungan pula
dengan fungsi-fungsi struktur kemasyaratan. Karena itu teori ini tepat digunakan
untuk membedah rumusan masalah tersebut di atas. Sebagaimana uraian teori
fungsional struktur di atas tersebut, demikianlah hakikat setiap bagian organisasi
kemasyarakatan dalam Agama Hindu, seperti, Hindu Sevai Sangam Malaysia,
memiliki fungsi-fungsi strukturalis. Jika di Indonesia, maka keberadaan lembaga
pemerintah seperti Pembimas Hindu kantor Departeman Agama dalam segala
tingkatannya memiliki fungsi-fungsi struktural dalam pembinaan umat Hindu.
Sebagai organisasi yang bertujuan untuk melayani umat, maka setiap komponen
unsur organisasi seyogyanya dapat memberi kontribusai kepada sistem pembinaan
dan pelayanan yang mengefektifkan fungsi-fungsi struktur yang telah ditentukan
demi kebaikan bersama.
2. Teori Sistem
Teori Sistem juga digunakan untuk membedah rumusan masalah nomor
(2) yang berbunyi: Faktor-faktor apa yang menyebabkan umat Hindu kurang
berminat terhadap pracharak Hindu Sevai Sangam? Permasalahan nomor (2) ini
juga dapat dibedah dengan teori Sistem sebab kondisi, kebiasaan, dan anggapan-
anggapan umum kerap menjadi suatu sistem yang menyebabkan suatu komunitas
masyarakat memiliki cara pandang tersendiri yang sulit diubah. Sehingga
25
kurangnya minat umat Hindu menjadi pracharaka disebabkan oleh sistem
masyarakat.
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata systema yang
mengandung pengertian; (1) suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak
bagian, (2) hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen-
komponen secara teratur. Jadi kata sistem mengandung arti komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (Amirin, 2003:1).
Sistem juga telah dipergunakan secara luas oleh masyarakat dan artinya juga telah
diperluas. Ada banyak pengertian tentang sistem itu, Amirin (2003:2-3)
memberikan pengertian sistem tersebut antara lain:
(1) Sistem yang digunakan untuk menunjuk suatu kumpulan atau himpunan benda-benda yang disatukan atau dipadukan oleh suatu bentuk saling berhubungan atau saling ketergantungan yang teratur, sesuatu himpunan bagian-bagian yang tergabung secara alamiah maupun oleh budi daya manusia sehingga menjadi suatu kesatuan yang bulat dan terpadu; suatu keseluruhan yang terorganisasikan, atau suatu yang organik, atau juga yang berfungsi, bekerja atau bergerak secara serentak bersama-sama, bahkan sering bergeraknya itu mengikut suatu kontrol tertentu. Sistem tata surya, ekosistem, merupakan contohnya.
(2) Sistem yang digunakan untuk menyebut alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan yang secara khusus memberikan andil atau sumbangan terhadap berfungsinya fungsi tubuh tertentu yang rumit tetapi amat vital, misalnya sistem syaraf.
(3) Sistem yang menunjukkan sehimpunan gagsan (ide) yang tersusun terorganisasikan, suatu himpunan gagasan, prinsip, doktrin, hukum, dan sebagainya yang membentuk suatu kesatuan yang logis dan dikenal sebagai isi buah pikiran filsafat tertentu, agama, atau bentuk pemerintahan tertentu. Sistem teologi Agustinus, sistem pemerintahan demokratik, sistem masyarakat Islam, merupakan contoh-contohnya.
(4) Sistem yang dipergunakan untuk menunjuk suatu hipotesis atau suatu teori (yang dilawankan dengan praktik). Kita kenal misalnya pendidikan sistematik.
(5) Sistem yang dipergunakan dalam arti metode atau tatacara, misalnya saja sistem mengetik sepuluh jari, sistem modul dalam pengajaran, pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan sistem anak angkat, dan belajar dengan sistem jarak jauh.
26
(6) Sistem yang dipergunakan untuk menunjukkan pengertian skema atau metode atau pengaturan organisasi atau susunan sesuatu, atau metode tatacara. Dapat juga dalam arti suatu bentuk atau pola pengaturan, pelaksanaan, atau pemprosesan, dan juga dalam pengertian metode pengelompokkan, pengkodifikasian, dan sebagainya. Misalnya saja sistem pengelompokkan bahan pustaka menurut Dewey.
Berdasarkan uraian teori Sistem di atas diketahui bahwa kurangnya atau
keengganan umat Hindu menjadi dharmapracharaka disebabkan oleh sistem
msayarakat umat Hindu yang tidak melihat bahwa “tugas menyebarkan ajaran
dharma”, sebagai kewajiban dan hal itu dianggap tidak terlalu penting. Berbeda
dengan umat Kristen dan Islam yang menganggap bahwa tugas misi bagi Kristen
dan dakhwah bagi Islam sebagai tugas suci yang akan mendapatkan pahala sorga
setelah kematian. Untuk menjadikan fungsi dharmapracharaka Hindu optimal,
kiranya para tokoh Hindu sebagai sub-sistem kemasyarakatan Hindu pantas
belajar dari sistem misi dan dakhwal Islamiah. Oleh karena itu teori Sistem ini
tepat untuk membedah uraian masalah nomor dua yang mempertanyakan tentang
faktor-faktor keengganan atau kurangnya minat umat Hindu menjadi pracharaka.
3. Teori Alternatif : Dinamika Kehidupan Sosial
Teori Alternatif – Dinamika Kehidupan Sosial ini digunakan untuk
membedah rumusan masalah nomor (3), yaitu yang berbunyi: Apa manfaat
pracharaka Hindu Sevai Sangam di Malaysia? Sztompka (2003) menguraikan
bahwa belakangan ini sosiologi mulai meragukan validitas teori sistem organik
dan dikotomi statika sosial dan dinamika sosial. Ada dua kecendurungan
intelektual yang menonjol: (1) penekanan pada kualitas dinamis realitas sosial
27
yang dapat menyebar ke segala arah, yakni membayangkan masyarakat dalam
keadaan bergerak (berproses); dan (2) tidak memperlakukan masyarakat
(kelompok, organisasi) sebagai sebuah obyek dalam arti menyangkal konkretisasi
(concretization) realitas sosial.
Sztompka (2003) juga menguraikan bahwa implikasi pertamanya adalah
bahwa pertentangan antara keadaan statis dan dinamis mungkin hanya ilusi dan
tak ada obyek atau struktur atau kesatuan tanpa mengalami perubahan. Pemikiran
ini berasal dari ilmu alam. Alfred N. Whitehead menyebutnya sebagai konsep
“perubahan menjadi sifat tertentu”. Pandangan dinamis ini segera berubah
menjadi pendekatan dominan, menjadi kecenderungan ilmu modern untuk lebih
memerhatikan peristiwa ketimbang keadaannya sebagai komponen utama realitas.
Bagi sosiologi ini berarti masyarakat tak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang
tetap, tetapi sebagai proses; bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai
aliran peristiwa teru-menerus tanpa henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok,
komunitas, organisasi, bangsa, negara) hanya dapat dikatakan sejauh dan selama
terjadi sesuatu di dalamnya, ada tindakan terentu yang dilakukan, ada perubahan
tertentu, dan proses tertentu yang senantiasa bekerja. Secara ontologi dapat
dikatakan bahwa masyarakat tak berada dalam keadaan tetap terus-menerus.
Semua realitas sosial senantiasa berubah dengan derajat kecepatan, intensitas,
irama dan tempo yang berbeda. Bukan kebetulan jika orang berbicara mengenai
”kehidupan sosial”. Karena kehidupan adalah gerakan dan perubahan, maka bila
berhenti berarti tak ada lagi kehidupan melainkan merupakan sesuatu keadaan
yang sama sekali berbeda- yang disebut ketiadaan atau kematian.
28
Sztompka (2003) menguraikan bahwa kibat metodologis pandangan
dinamis tentang kehidupan sosial tersebut adalah penolakan keabsahan studi
sinkronik murni dan menerima perspektif diakronik (historis). Selanjutnya
Sztompka (2003) mengutip pendapat Toybee yang menyatakan menyatakan:
Mempelajari kehidupan manusia di saat tertntu jelas lebih bermanfaat, karena
lebih realistis, ketimbang mempelajarinya dengan membayangkannya berada
dalam keadaan diam.
Sztompka (2003) juga mengutip pendapat Elias yang menguraikan bahwa
membayangkan objek yang tertentu selalu mengalami perubahan akan mengubah
pemikiran selanjutnya. Masyarakat (kelompok, organisasi dan sebagainya) tak
lagi dipandang sebagai sebuah sistem yang kaku atau ”keras” melainkan
dipandang sebagai antarhubungan yang ”lunak”. Realitas sosial adalah realitas
hubungan antarindividual (antarpersonal), segala hal yang ada di antara individu
manusia, jaringan hubungan ikatan, ketergantungan, pertukaran dan
kesetiakawanan. Dengan kata lain, Realitas sosial adalah jaringan sosial khusus
atau jariangan sosial yang mengikat orang menjadi suatu kehidupan bersama.
Jaringan sosial ini terus berubah; mengembang dan mengkerut (misalnya, ketika
individu bergabung atau meninggalkannya), menguat dan melemah (ketika
kualitas hubungan mereka berubah, misalnya dari berkenalan ke bersahabat),
penggabungan atau pemisahan diri dari unsur lain. Ada ikatan-ikatan khusus
hubungan sosial yang telah kita pelajari untuk dipilih sebagai sesuatu yang sangat
penting bagi ehidupan kita, misalnya ikatan dalam kelompok, komunitas,
organisai, lembaga, atau negara-negara. Inilah sebuah ilusi yang keberadahaannya
29
menyerupai obyek. Yang sebenarnya terjadi adalah proses pengelompokkan ulang
yang berlangsung terus-menerus, bukan sesuatu yang stabil disebut kelompok.
Apa yang umumnya dinamakan organisasi sebenarnya adalah proses
pengorganisasian dan pengorganisasian ulang, bukan organisasi yang stabil.
Dengan kata lain, semuanya itu merupakan proses pembentukan erus-menerus
ketimbang bentuk yang final; merupakan ”lambang” yang berfluktuasi ketimbang
pola yang kaku.
Bila pandangan ini diikuti, maka yang menjadi yang unit analisis sosiologi
terkecil, dan fundamental adalah ”peristiwa” atau kejadian. Yang dimaksud
peristiwa disini adalah setiap keadaan sesaat dari kehidupan sosial. Contihnya
makanan malam keluarga. Di saat itulah anggota keluarga tertentu berkumpul
bersama di rumah, duduk mengelilingi meja makan, terlibat dalam percakapan
dan makan bersama. Inilah contoh sebuah peristiwa. Di saat sebelumnya anggota
keluarga itu mungkin terpencar, dan terlibat dalam kegiatan dan hudungan yang
berbeda-beda. Mungkin satu di kantor, satu di sekolah, satu di dapur, satu di
bioskop, dan satu lagi sedang di perjalanan. Di saat berikutnya mereka mungkin
berpencar kembali: ada yang menonton TV, mengerjakan PR, membaca koran,
dan mungkin ada yang ke diskotik. Yang membedakan ikatan khusus ini sebagai
keluarga yang melestarikannya di tengah-tengah perubahan terus –menerus
adalah: (1) identifikasi psikologis: definisi diri, perasaan, kasih sayang, kesetiaan;
(2) kemungkinan eratnya hubungan secara periodik: berada di rumah bersama-
sama atau sekurangnya berhubungan dari waktu ke waktu melalui surat, telepon;
30
(3) kualitas hubungan yang bersifat khusus: keintiman, menyeluruh dan
spontanitas.
Gagasan tentang bidang hubungan antarindividu mungkin ditentukan. Ada
empat tipologi untuk membedakan empat dimensi atau aspek: ideal, normatif,
interaksional, dan kesempatan. Hubungan adalah sesuatu yang menghubungkan
individu. Tetapi, apa sebenarnya yang ”menghubungkan” itu dan bagaimana
caranya? Masing-masing individu mempunyai gagasan, pemikiran dan keyakinan
yang mungkin serupa atau berlainan; atau mempunyai aturan yang membimbing
perilaku mereka yang mungkin saling mendukung atau saling bertentangan; atau
tindakan aktual mereka yang mungkin bersahabat atau bermusuhan, bekerja sama
atau bersaing; atau perhatian mereka yang serupa atau bertentangan. Ada empat
jenis ikatan yang muncul dalam masyarakat yang saling berkaitan, tergantung
pada jenis kesatuan yang dipersatukan oleh jaringan hubungan itu, yakni ikatan:
(1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan; dan (4) perhatian. Jaringan hubungan
gagasan (keyakinan, pendirian, dan pengertian) merupakan dimensi ideal dari
kehidupan bersama, yakni ”kesadaran sosialnya”. Jaringan hubungan aturan
(norma, nilai, ketentuan dan cita-cita) merupakan dimensi normatif dari kehidupan
bersama, yakni “intitusi sosialnya”. Dimensi ideal dan normatif memengaruhi apa
yang secra tradisional dikenal sebagai kebudayaan. Jaringan hubungan tindakan
merupakan dimensi interaksi dala kehidupan bersama, yakni ”organisasi
sosialnya”. Jaringan hubungan perhatian (peluang hidup, kesempatan, akses
terhadap sumber daya) merupakan dimensi kesempatan kehidupan bersama, yakni
”hierarki sosialnya”. Dimensi interaksi dan kesempatan ini memperkuat ikatan
31
sosial dalam arti sebenarnya. Untuk menekankan aspek multidimensional
kehidupan bersama itu akan kita gunakan istilah kehidupan ”sosiokultural”.
Di dalam keempat tingkat hubungan sosiokultural itu berlangsung
perubahan terus-menerus. Akan terjadi (1) artikulasi, legitimasi, atau reformulasi
gagasan terus-menerus, kemunculan dan lemyapnya idiologi, kredo, doktrin dan
teori; (2) pelembagaan, penguatan atau penolakan norma, nilai atau aturan terus-
menerus, kemunculan dan lenyapnya kode etik serta sistem hukum; (3) perluasan,
diferensisasi dan pembentukan ulang saluran interaksi, ikatan organisasi atau
ikatan kelompok secara terus-menerus, kemunculan dan lenyapnya kelompok dan
jaringan hubungan personal; (4) kristalisasi dan redistribusi kesempatan,
perhatian, kesempatan hidup, timbul, dan tenggelam, meluas dan meningkatnya
hierarki sosial.
Kompleksitas kehidupan sosial yang terjadi dalam hubungan sosiokultural
akan dapat dipahami jika kita menyadari dua hal. Pertama, proses di keempat
tingkat itu tidak berlangsung secra terpisah satu sama lain. Yang terjadi justru
sebaliknya. Misalnya, hubungan antara dimensi peluang dan cia-cita (bagaimana
cara situasi hidup menentukan keyakinan) yang dipelajari oleh sosiologi ilmu
pengetahuan; atau hubungan antara dimensi normatif dan interaktif (bagaimana
cara norma memengaruhi atau gagal memengaruhi tindakan) yang diselidiki
sosiologi perilaku menyimpang. Kedua kita harus menyadari bahwa hubungan
sosiokultural berperan pada berbagai tingkat: makro, mezo, dan mikro. Konsep
hubungan sosiokultural ini dapat diterapkan untuk semua skala fenomena sosial.
Hubungan sosiokultural yang bersifat khusus terwujud dalam keluarga. Dalam
32
kualitas berbeda hubungan itu juga terjadi dalam perusahan, partai politik,
angkatan bersenjata, komunitas etnik, bangsa dan negara bahkan dala masyarakat
global. Berbagai jenis perwujudannya itu tidak terpisah; sebaiknya justru saling
terkait menurut cara yang sangat kompleks. Kristalitasi dan fluktuasi hubungan
sosiokultural terwujud dalam peristiwa sosial di tingkat global, regional, lokal,
dan bahkan di tingkat personal, dan saling memengaruhi satu sam lain. Masalah
pengaruh makro dari peristiwa mikro dan masalah pengaruh mikro dari peristiwa
makro memerlukan studi mendalam dan eksistensif untk menjawabnya.
Dalam teori hubungan sosiokultural yang berubah-ubah yang diciptakan
sebagai pemikiran alternatif atas konkretisasi sistem sosial, konsep dasar dinamika
sosial diperkenalkan terlebih dahulu untuk menjaga validitasnya namun dengan
makna yang agak berubah. Jadi (1) perubahan sosial akan berbeda artinya antara
keadaan satu masyarakat tertentu dalam jangka waktu yang berbeda; (2) proses
sosial merupakan rentetan kejadian atau peristiwa sosial (perbedahan keadaan
kehidupan sosial); (3) perkembangan sosial, kristalisasi sosial, dan artikulasi
kehidupan sosial dalam berbagai dimensinya berasal dari kecendungan internal;
(4) kemajuan sosial atau setiap perkembangan sosial dipandang sebagai sesuatu
yang menguntungkannya.
Perbedaan utama dari teori sistem terletak pada konseptualisasi perubahan
dan proses sosial sebagai sesuatu yang benar-benar berlanjut dan tak pernah
terputus, terbagi atau terpisah. Selalu terjadi gerakan yang tak pernah berhenti
meski antara selang waktu yang pendek. Kita mempersempit skala, membatasi
jarak waktu antara dua ”potret” masyarakat dan jarak waktu ini selalu diisi oleh
33
perubahan. Perubahan berlangsung tanpa henti keadaan sosiokultural jelas
berbeda, terlepas dari apakah waktunya hampir bersamaan atau berjauhan.
Berdasarkan urian teori Alternatip: Dinamika Kehidupan Sosial, maka
keberadaan pracharaka dan organisasi Hindu Sevai Sangam di Malaysia sebagai
konsekuensi logis dari adanya perubahan dan dinamika umat Hindu Malaysia.
Sehingga teori ini amat tepat untuk membedah rumusan masalah nomor 3, yang
mempertanyakan tentang manfaat keberadaan dharmapracharaka tersebut,
G. Model Penelitian
Model penelitian adalah suatu bentuk uraian yang bersifat skematis yang
biasanya dituangkan dalam bentuk diagram-diagram atau skema-skema yang
bertujuan dapat memberikan gambar singkat dan dapat dipahami secara cepat oleh
para pembaca atau pemeriksa (penguji) hasil suatu penelitian. Diagram atau
skema-skema tersebut ada yang digambarkan dengan diagram garis, diagram
kotak, diagram lingkaran, dan diagram segi banyak.
34
MODEL PENELITIAN
35
PARA DONATUR
FAKTOR-FAKTOR KURANGNYA MINAT
BENTUKDHARMAPRACHARAKA
MANFAAT KEBERADAAN DHARMAPRA-
CHARAKA
UMAT HINDUMALAYSIA
HINDU SEVAI SANGAM (HSS)
Teori Fungsional Struktural
Teori Sistem
Teori Sosial
MEMPERKENALKAN SISTEM PEMBINAAN UMAT HINDU YANG EFISIEN DAN EFEKTIF
Keterangan Model Penelitian :
Umat Hindu Malaysia yang diwakili oleh para donatur selanjutnya
menghimpun diri dalam suatu oraganisasi yang disebut Hindu Sevai Sangam
(HSS). Organisasi ini menyadari sepenuhnya kesulitan-kesulitan umat Hindu di
bidang material dan spiritual, sehingga membuat berbagai program. Dari
program-program khusus itulah akan diperoleh secara nyata tentang bentuk
pracharaka, faktor-faktor yang menyebabkan kurang berminat terhadap
pracharaka, dan manfaat keberadaan pracharakan bagi umat Hindu di Malaysia.
Akhirnya, ingin memperkenalkan sistem pembinaan umat Hindu yang efisien dan
efektif.
H.Metode Penelitian
a) Jenis Penelitian dan Pendekatan
1) Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dikatakan demikian
karena hasil-hasil temuannya tidak diperoleh melalui prosedure statistik atau
hitungan lainnya (Strauss & Corbin, 2003:4). Penelitian ini lebih banyak
membutuhkan jenis data yang berbentuk rangkaian kata-kata bukan angka-angka.
Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis,
lisan, dan perilaku orang-orang yang diamati. Oleh sebab itu penelitian ini dapat
disebut sebagai jenis penelitian Kualitatif (Bogdan & Taylor dalam Maleong,
2002). Penelitian kualitatif ini digunakan untuk mengungkapkan dan memahami
36
suatu makna berbagai aktivitas masyarakat dan kendala lain yang belum atau yang
baru sedikit diketahui (Strauss & Corbin, 2003:5-6).
Penelitian kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian
mendalam tentang ucapan, tulisan, perilaku yang dapat diamati pada individu,
kelompok, masyarakat, dari sudut pandang yang utuh dan holistik (Bogdan &
Taylor dalam Basrowi & Sukidin, 2002:2).
2) Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan teologi Hindu dan sosiologi
Hindu, sebab sebagaimana terlihat dalam judul penelitian ini tentang; eksistensi
pracharaka HSS Malaysia pada masyarakat umat Hindu. HSS Malaysia yang
berfungsi mengimplementasikan ajaran Hindu dapat didekati dengan dua macam
pendekatan, yakni hakikat ajaran agama Hindu dapat didekati dengan pendekatan
teologi Hindu, sedangkan organisasi HSS Malaysia dan eksistensi pracharaka
Hindu Malaysia sebagai pengejawantahan sistem kemasyarakatan Hindu dapat
didekati dengan sosiologi Hindu. Dengan demikian maka pendekatan teologi
Hindu dan pendekatan sosiologi Hindu sangat tepat digunakan.
Pendekatan teologis digunakan dalam penelitian ini karena paling tidak
ada tiga pertimbangan; (1) teologi mesti berkaitan dengan Tuhan atau
transendensi, apakah dilihat secara mitologis, filosofis, atau dogmatis. (2)
Meskipun memiliki banyak nuansa, doktrin tetap menjadi elemen signifikan
dalam memaknai teologi. (3) Teologi sesungguhnya adalah aktivitas yang muncul
dari keimanan dan penafsiran atas keimanan (Connoly, 2002:315). Melalui ketiga
37
pertimbangan di atas maka penggunaan pendekatan teologi dalam penelitian ini
sangat tepat, karena penelitian ini berkaitan dengan Tuhan atau transendensi,
doktrin, dan penafsiran atas iman.
Pendekatan sosiologi Hindu digunakan karena masyarakat umat Hindu
memiliki sistem sosial yang tidak sama dengan sistem sosial yang digunakan oleh
umat agama lainnya, sebagaimana uraian Donder dan Wisarja (2009) yang
menganalogkan masyarakat manusia sebagai sistem kosmos.
b) Lokasi atau Tempat Penelitian
Alasan Ontologis pengambilan lokasi penelitian di negara Malaysia yakni,
bahwa umat Hindu di Malaysia memiliki organisasi yang bernama Hindu Sevai
Sangam (HSS). Organisasi ini awal-awalnya beraktivitas atas nama organisasi lain
dan berkerja sama dengan organisasi lain yang sudah diakui oleh pemerintah. Ada
sebagian orang berkomentar bahwa organisasi ini tidak memiliki registrasi dari
pemerintah dan organaisasi yang fanatik terhadap Hindu dan tidak patriotik.
Setelah terregistrasi secara resmi pada pemeritah Malaysia pada tahun 2000, maka
sejak itu banyak program yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut. Kumar
(2007) mengatakan,
Sucide among Hindu women was at its peak in Cameron Highlands in Malaysia. Since insecticides were available in plenty among the estate workers, they would end any family dispute by consuming these fatal chemicals. Ven schoo- going girls would end their lives under flimsy pretext. Young swayamsevaks ramachandran, Bala Murali and Gunasekaran went from Kuala Lumpur to Cameron highlands on weekends and started many shakhas and camps. Later young Karuppan from Kuala Lumpur came out as a pracharak and was posted in Cameron Highlands. Within a few years the curse of suicides was erased from Cameron Highlands, a fact recodnized by the local Government agencies.
38
….Gunaseelan, Bala Murali, ramachandran,Karuppan and a few Hindu youth thought seriously and started visiting Cameron Highlands regularly. They organized several youth camps, weekly yogan bhajan classes and Hindufamily camps. The Hindu awareness and self confidence thus generated resulted in the 60 000 vast Hindu populations overcoming the dangerous habit of suicides. Even UNO appreciated Malaysia government of this rare achievement….
Pemerintah Malaysia menerima surat penghargaan dari Pemerintah
Inggeris sebagai negara di bawah pengawasan Inggris. Pujian itu berkaitan dengan
upaya-upaya organisasi HSS Malaysia yang secara langsung berpengaruh
terhadap berkurangnya kasus-kasus bunuh diri di kalangan umat Hindu di wilayah
Cameron Highland. Pengurangan kasus-kasus tersebut berkat pengabdian seorang
pracharaka di wilayah tersebut hanya dalam waktu selama 2 (dua) tahun saja.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran organisasi Hindu Sevai Sangam (HSS)
dan kehadiran dharma-pracharaka Gunaseelan, Bala Murali, Ramachandran, dan
Karuppan di lingkungan umat Hindu Malaysia khususnya dan Negara Malaysia
pada umumnya sangat dirasakan. Untuk mengetahui secara ilmiah komprehensif
terhadap eksistensi pracharaka organisasi HSS Malaysia maka diperlukan sebuah
penelitian. Itulah alasan sehingga penelitian ini dilakukan di Malaysia.
Kemudian alasan epistemologis pengambilan lokasi penelitian ini adalah
tersedianya sumber data atau sarana untuk menemukan data, sehingga prosedur
awal pengambilan data pada proses penelitian hingga sampai pada analisis serta
penyimpulan sangat mungkin dilaksanakan. Selanjutnya secara aksiologis hasil
penelitian ini akan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain; (1) dapat
dijadikan acuan oleh umat lembaga-lembaga Hindu Malaysia dalam membuat
program-program kerja organisasi, (2) dapat dijadikan bahan pertimbangan
39
pemerintah Malaysia maupun pemerintah atau masyarakat di Indonesia (Bali)
dalam perencanaan pembangunan fasilitas keagamaannya. Pertimbangan akhir
mengapa lokasi penelitian ini dilakukan di Malaysia, karena peneliti berdomisili
dan menjadi terlibat langsung sebagai tenaga dharmapracharaka HSS Malaysia.
Ada banyak hal yang mesti diberikan terhadap organisasi HSS Malaysia dan umat
Hindu Malaysia. Dengan demikian hasil penelitian ini secara aksiologis, benar-
benar bermanfaat secara praktis di lapangan.
Berdasarkan berbagai pertimbangan konseptual, pertimbangan teoritis, dan
pertimbangan praktis itulah, maka hal itu menjadi alasan yang melatarbelakangi
pengambilan Malaysia sebagai tempat penelitian ini.
c) Jenis Data dan Sumber Data
i. Jenis Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada dua, data primer dan
data skunder. Data primer dikumpulkan dari lapangan, diambil dengan cara
mendokumentasikan melalui photo dengan kamera digital. Data primer ini
menyangkut; dokumen, pendapat, perilaku, dan tanggapan masyarakat umat
Hindu dan umat atau pihak lain yang terkait.
Selanjutnya data-data skunder diperoleh melalui literatur konseptual atau
sastra-sastra yang memuat catatan atau mendokumentasikan tentang seluk-beluk
keberadaan pracharaka dan umat Hindu di Malaysia.
ii. Sumber Data
40
Sumber data dalam penelitian ini adalah umat Hindu yang ditetapkan
sebagai informan yang dipilih berdasarkan prosedur penentuan informan yang
sesuai dengan prosedur penelitian. Teknik untuk memperoleh data tersebut
melalui memperhatikan atau mengamati cara umat Hindu Malaysia dalam
menanggapi keberadaan organisasi Hindu Sevai Sangam dan mengamati para
pracharaka organisasi HSS Malaysia dalam menjalankan aktivitas organisasi
tersebut. Apa yang disaksikan selanjutnya dikonfirmasikan kepada para informan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
d) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
observasi dan interviu (Muhajir, 2002:165), selain itu juga menggunakan metode
dokumentasi. Adapun tentang teknik-teknik pengumpulan data-data tersebut dapat
diuraikan sebagaimana uraian pada sub-sub uraian di bawah ini.
i. Observasi (Pengamatan Langsung)
Metode atau teknik pengumpulan data dengan observasi ini dilaksanakan
secara langsung di lapangan melalui pengamatan, pemantauan, melihat-lihat
keadaan umat di Negara Malaysia, terutama pada saat-saat rapat HSS Malaysia
dan juga pada saat-saat ada kegiatan yang melibatkan peran pracharaka dan peran
organisasi.
Ada banyak tujuan observasi atau pengamatan, yaitu bahwa pengamatan
bertujuan untuk melihat lingkungan, menilai keadaan dan perilaku yang terlihat,
41
agar dapat bertindak dengan memperhatikan kenyataan yang dihadapi (Bachtiar
dalam Koentjaraningrat, 1977:138). Pengamatan terhadap struktur fisik,
perbedaan-perbedaan sosial, sikap, tindakan-tindakan, dan simbol baik sendiri-
sendiri maupun dalam kebersamaan memberikan informasi yang penting untuk
menyusun pertanyaan-pertanyaan yang terfokus. Pengamatan yang dilakukan
pada tahap-tahap kajian akan memberikan informasi mengenai perubahan-
perubahan dan hal-hal yang tetap bertahan (Mikkelsen, 1999:84). Karena
observasi ini bertujuan untuk mengungkap data tentang eksistensi, maka observasi
dilaksanakan terhadap pengurus inti HSS, pracharaka yang eksis; informan yang
beragama Hindu, dan yang pentingnya juga adalah dokumen pengakuan dari
Pemerintah Malaysia terhadap organisasi HSS. Keberadaan yang fungsional, baik
dan bermanfaat apabila keberadaan itu mendapat pengakuan objektif dari ketiga
unsur tersebut. Bila terdapat kekurang-sinergisan antara ketiga unsur itu, maka
keberadaan suatu masyarakat perlu melakukan suatu kajian terhadap dirinya.
ii. Interview (Wawancara)
Dewasa ini teknik wawancara secara tertulis ataupun menurut suatu daftar
wawancara yang dihafal, telah menggantikan angket-angket survei yang ter-
struktur. Pada teknik wawancara yang bersifat semi-struktur, yang digunakan
adalah pertanyaan-pertanyaan terbuka. Isu-isu relevan yang tidak diharapkan,
diikuti dengan pertanyaan lanjutan, untuk memperoleh informasi yang lebih
banyak. Yang diwawancarai umumnya adalah para pejabat teras, kelompok
terpilih, atau campuran (Mikkelsen, 1999:85). Teknik interview atau wawancara
42
dipergunakan untuk tujuan mendapatkan keterangan-keterangan atau pendirian
secara lisan dari seorang respondent yang dalam penelitian kualitatif disebut
informan. Teknik interview atau wawancara ini dilaksanakan dengan cara
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang yang diwawancari itu. Jadi
wawancara adalah percakapan langsung antara pewawancara dengan yang
diwawancari (Koentjaraningrat, 1977:162). Wawancara sebagai suatu metode
dipergunakan untuk mendapatkan data-data, keterangan-keterangan, pendirian-
pendirian mengenai pokok masalah sehingga hasil yang didapatkan mencakup
keseluruhan. Untuk memperoleh data yang kualivaid (istilah kualitatif) atau data
yang valid (istilah kuantitatif), juga digunakan metode “wawancara mendalam”.
“Wawancara mendalam” dilakukan terhadap informan kunci, yaitu wawancara
terhadap orang-orang yang dianggap tahu dan menguasai permasalahan yang
hendak diteliti. Agar pelaksanaan wawancara mendalam itu terarah dengan baik
sesuai dengan harapan, maka sebelum melakukan “wawancara mendalam”
terlebih dahulu dibuat “Pedoman Wawancara”. Pedoman Wawancara ini berisi
daftar garis-garis besar pertanyaan yang berguna mengarahkan macam pertanyaan
dan macam jawaban, yang dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap
tujuan wawancara. Wawancara akan lancar jika dapat dirumuskan pertanyaan-
pertanyaan dengan sempurna dan hal itu amat tergantung pada isi pertanyaan,
sedangkan isi dari pertanyaan itu erat hubungannya dengan pengetahuan peneliti
tentang isi pokok wawancara (Koentjaraningrat, 1977:180). Ada lima macam cara
wawancara yang terkenal, yaitu (1) cara random, yakni pewawancara cukup
mewawancarai satu orang saja yang dianggap mewakili kelompok, (2) cara
43
stratisfied, yakni sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu dilakukan
pengelompokan batas-batas umur, penghasilan, dan sebagainya, (3) cara double,
yaitu mewawancari secara berulang-ulang, hal ini biasa dilakukan kepada orang
pesakitan yang memberikan keterangan yang berbelit-belit, (4) cara group atau
golongan, yaitu sekelompok orang dapat diwawancarai sekaligus, (5) cara
individu, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap seseorang (Bonar, 1987:16-
17). Dalam penelitian ini “wawancara mendalam” dilakukan terhadap beberapa
informan kunci, seperti; (1) para pengurus HSS Malaysia dan para pracharaka (2)
tokoh umat Hindu lainnya, (3) tokoh-tokoh lain yang dianggap memiliki otoritas,
dan bila mana mungkin juga data dari pemerintah Malaysia atau paling tidak data
dari umat Hindu yang menjadi perwakilan pemerintah.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat “Pedoman
Wawancara” yang akan digunakan secara praktis, antara lain; (1) memulai dengan
salam, (2) menciptakan suasana akrab, (3) menciptakan suasana informal (tidak
formal) agar terjadi suasana yang santai tidak tegang, (4) bersikap objektif dan
terbuka, (5) secara hati-hati mengangkat isu-isu yang sensitif, (misalnya hal-hal
yang dapat memancing ketersinggungan), (6) mencatat semua hasil wawancara,
(7) memperhatikan bahasa non verbal (raut muka, isyarat nada bicara sebagai
bagian dari psikologi bahasa), (8) menghindari sikap penghakiman dan memberi
nilai, (9) tidak membuat pertanyaan yang jawabannya hanya “ya” atau “tidak”,
(10) memperhitungkan waktu wawancara secara bijak (Mikkelsen, 1999:138).
Berdasarkan syarat-syarat atau acuan untuk melakukan wawancara, agar
proses wawancara berjalan sesuai dengan harapan, maka permasalahan penelitian
44
yang berjumlah tiga macam itu dijabarkan dalam bentuk daftar pertanyaan-
pertanyaan. Banyaknya daftar pertanyaan yang dikembangkan dari setiap
permasalahan tergantung pada seberapa banyak informasi data yang dibutuhkan.
Jika seandainya (misalnya) rumusan masalah penelitian ada tiga dan setiap
rumusan permasalannya dikembangkan menjadi sepuluh pertanyaan, maka jumlah
pertanyaan keseluruhan menjadi (10 x 3) yaitu 30 buah pertanyaan. Jumlah daftar
pertanyaan itu hanya sebagai pedoman dasar, sebab pertanyaan yang tidak
direncanakan akan muncul ketika nara sumber justeru memberikan informasi yang
tidak terduga dan informasi itu justeru sangat penting. Dengan daftar pertanyaan
yang disusun dengan sistematis seperti itu diharapkan dapat memperoleh seluruh
data sesuai yang diharapkan, serta tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
iii. Dokumentasi
Semua penelitian apapun topik penelitian itu, hampir selalu dijumpai
bahwa masih banyak informasi yang tersembunyi dalam berbagai sumber. Pada
konteks situasi yang lain ada banyak informasi diperoleh dengan cukup mudah.
Sebagai sarana dan teknik untuk memperoleh data yang lengkap maka kehadiran
berbagai teknik atau strategi penggalian data sangat perlu dipikirkan. Untuk itu
perlu juga mempertimbangkan cara memperoleh data dengan teknik dokumentasi.
Sebab dengan kajian dokumenter itu dapat memulai penelitian yang lebih baik,
dapat menghemat waktu. Dokumen-dokumen dapat berupa laporan penelitian,
kajian-kajian baik resmi atau tidak resmi, menyangkut; perkembangan sosial,
45
budaya, politik, kondisi lingkungan, statistik, artikel-artikel, arsip, foto, peta, dan
sebagainya (Mikkelsen, 1999:83-84).
Metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan untuk
mendapatkan data-data program pembinaan umat Hindu pada waktu sebelum
dilakukan penelitian. Data ini penting untuk melakukan istimasi-istimasi
(ramalan). Dokumen ini juga dapat diperoleh melalui para informan lainnya untuk
memperoleh data dokumentasi selengkap mungkin. Untuk itu dibutuhkan sikap
yang simpati agar informan penelitian bersedia memberikan dokumen-dokumen
yang diperlukan.
e) Penentuan Informan dan Informan Kunci
i. Informan
Sering ada kesalahfahaman terhadap penentuan informan, tanpa disadari
ada orang yang menyamakan kata informan dan kata respondent. Oleh sebab itu
kreteria respondent diperlakukan sama dengan kreteria informan. Perlu ditegaskan
dalam penelitian ini bahwa istilah untuk sumber data pada penelitian kualitatif
disebut informan. Sedangkan sumber data pada penelitian kuantitatif disebut
respondent. Ketentuan tentang banyaknya jumlah respondent hanya ada pada
jenis penelitian kuantitatif, secara umum penelitian dengan jumlah populasi 100-
1000 diambil sample atau respondent sebesar 35% atau paling tidak 30 orang
pada suatu populasi kelas yang kecil. Sedangkan untuk ketentuan informan dalam
penelitian kualitatif tidak seperti itu, sebab apabila suatu data penelitian kualitatif
yang diterima hanya dari beberapa informan saja namun sudah dianggap
46
signifikan, maka informan lain sudah tidak penting lagi. Jadi ketentuan jumlah
informan tidak sama sebagaimana ketentuan dalam penentuan jumlah respondent.
Oleh sebab itu ada informan hanya enam orang saja, atau sepuluh orang saja, yang
terpenting upaya untuk mendapatkan dapat sebanyak mungkin dan sedalam
mungkin telah terpenuhi.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa informan merupakan sumber data,
sebagai sumber data maka informan harus dipilih atau ditentukan berdasarkan
berbagai pertimbangan. Cara penentuan ada yang berdasarkan purposive ada juga
dengan sistem snow ball sampling ‘gethok tular’ (Suprayogo dan Tobroni, 2001).
Snaw ball sampling dilakukan dengan cara; pertama-tama menanyakan kepada
salah seorang anggota masyarakat umat Hindu siapa saja tentang segala hal yang
berkaitan dengan keberadaan dan pembinaan umat Hindu. Pencarian informan
terus diupayakan hingga diperoleh informan yang semakin mampu memberikan
informasi secara komprehensif. Setelah diketahui bahwa ada orang yang
dipandang dapat menjadi informan itu, lalu diadakan kunjungan tentang
maksudnya untuk melakukan wawancara dalam rangka pengambilan data. Setelah
ada kesepakatan tentang; hari, tanggal, dan jam maka wawancara siap
dilaksanakan. Wawancara dilaksanakan dengan suatu acuan atau pedoman agar
tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan juga demi efektivitas dan efisiensi
waktu yang digunakan dalam wawancara. Selesai wawancara terhadap informan
tersebut, harus pula ditanyakan tentang siapa lagi orang yang kira-kira
menurutnya dapat diwawancari dalam memperoleh data penelitian ini. Kemudian
wawancara dilanjutkan kepada orang yang ditunjuk oleh informan tersebut.
47
Demikian seterusnya peneliti berjalan mencari data dari informan satu ke
informan yang lain. Cara Snaw ball sampling ini digunakan jika wilayah
penelitian sama sekali asing atau belum diketahui. Karen wilayah penelitian ini,
yaitu Malaysia beserta organisasi HSS dan sekaligus para pracharakanya cukup
dikenal, maka metode yang digunakan dalam pengambilan informan adalah
berdasarkan purposive . Maksudnya adalah bahwa informan ditentukan sesuai
dengan ketentuan metode, yaitu penunjukan beberapa orang informan yang
sekiranya dipandang mewakili dan mampu menjadi informan dan menjadi sumber
data, dan mampu memberikan berbagai macam infornasi sesuai kepentingan
penelitian ini.
ii. Informan Kunci
“Informan kunci” adalah orang-orang yang diperkirakan memiliki
wawasan atau pendapat mengenai pokok masalah yang diteliti. Orang-orang ini
mungkin orang biasa, tidak harus orang yang memiliki spesialisasi atau
pendidikan tinggi dan jabatan tinggi. Penentuan tentang siapa yang akan ditunjuk
sebagai “informan kunci” ditentukan setelah didefinisikan lewat beberapa sumber
atau orang yang menjadi sumber untuk itu (Mekkelsen, 1999:85). Wawancara
dengan iforman kunci bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang khusus.
Informan kunci memiliki pengetahuan khusus mengenai suatu topik tertentu, dan
orang itu tidak harus pemimpin. Orang luar dengan pengetahuan yang cukup
mengenai hal-hal internal sering dapat menjadi sumber informasi berharga karena
48
dapat memberi keterangan mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik setempat
(Mikkelsen, 1999:130).
Jadi penelitian dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan teologi
Hindu dan sosiologi Hindu ini, dalam penggalian data primernya menggunakan
metode wawancara dengan menggunakan teknik purposive dengan informan
kunci. Informan kunci ini diambil dari hasil seleksi atau perifikasi beradasarkan
kompetensi dari para pengurus HSS dan anggota pracharakan. Jumlah infornan
kunci tidak mengikat, yang terpenting tolak ukurnya adalah kejenuhan data atau
tercapainya data sesuai harapan penelitian. Penggalian data dianggap final setelah
sampai pada informan kunci. Keberhasilan menggali data dari sumber informan
kunci ini mencerminkan kualitas data dan kualitas hasil penelitian. Dalam
penelitian ini selain menggunakan informan kunci HSS Malaysia dan para
pracharaka Malaysia, juga dihadirkan para pracharaka (Penyuluh Agama)
Indonesia, antara lain : Prof.Dr. I Made Titib, Ph.D., Prof. Drs. I Ketut Subagiasta,
M.Si., Ph.D., Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., dan Drs. I Ketut Donder, M.Ag.
f) Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan
penelitian. Analisis data ini dikatakan sebagai bagian terpernting dari kegiatan
penelitian, karena melalui analisis data inilah akan dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai hasil penelitian. Sebagaimana pada bagian depan sudah ditegaskan bahwa
penelitian ini masuk dalam jenis penelitian kualitatif maka analisis datanya akan
disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif dikenal
49
ada dua strategi analisis data yang sering digunakan secara bersama-sama atau
secara terpisah, yaitu strategi analisis deskriptif kualitatif dan strategi analisis
verifikatif (Bungin, 2001:200; Bungin, 2003:83).
Strategi analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif-kualitatif. Analisis deskriptif-kualitatif adalah telaah pada suatu gejala
objektif sesuai dengan data kepustakaan maupun data lapangan yang menjadi
objek penelitian. Selanjutnya hasil telaah tersebut diwujudkan menjadi sebuah
bentuk tulisan yang bertalian untuk melukiskan sebuah rincian dari objek yang
diteliti. Teknik yang digunakan untuk membantu analisis data adalah perpaduan
antara teknik induktif (khusus ke umum) dan deduktif (umum ke khusus) serta
argumentatif. Teknik induktif adalah uraian analisis yang didahului dengan fakta-
fakta yang bersifat khusus sebelum menarik simpulan. Sedangkan teknik deduktif
adalah kebalikan dari teknik induktif, yaitu uraian analisis yang didahului dengan
fakta yang bersifat umum lalu ditarik menjadi suatu simpulan yang spesifik.
Selanjutnya teknik argumentasi adalah pemberian komentar-komentar pada saat
penarikan kesimpulan (Titib, 2003:50). Argumerntasi merupakan dasar yang
paling fundamental dalam ilmu pengetahuan. Argumentasi adalah suatu usaha
untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan kemungkinan untuk menyatakan
sikap atau pendapat mengenai suatu hal (Keraf, 2003:3).
Demikianlah prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini,
semua data yang ada akan diferivikasi (digolong-golongkan, dipisah-pisahkan)
menurut kategori-kategori kemudian dideskripsikan secara kualitatif. Deskripsi
50
kualitatif yang dimaksud adalah suatu deskripsi yang mendalam sehingga
diperoleh pemahaman yang mendalam atas deskripsi tersebut.
DAFTAR PUSTKA
Amirin, Tatang M., 2003. Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta : PT. rajaGrafindo Persada
Atmadja, I Nengah Bawa, 2004. Kearifan Lokal dan Agama Pasar (makalah) Martikulasi Program S2 Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar, Singaraja : IKIP Singaraja
Basrowi & Sukidin, 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, Surabaya : Insan Cendekia
Bonar, S.K., 1987. Teknik Wawancara, Jakarta : Bina AksaraBungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya : Airlangga
University PressBungin, Burhan, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta : RajaGrafindo
Persada Campbell, Tom, 2001. Tujuh Teori Sosial, Yogyakarta : KanisiusConnoly, Peter, 2002. Aneka Pendekatan Study Agama, Yogyakarta : LKISDonder, I Ketut. 2006. Brahmavidya:Teologi Kasih Semesta, Surabaya : ParamitaDonder, I Ketut & Wisarja, I Ketut. 2009. Teologi Sosial Perspektif Hindu,
Yogyakarta : ImpulseEchols, John M. dan Shadily Hasan, 2000. Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta :
GramediaEndraswara, Suwardi, 2003, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta :
Universitas Gajah MadaJlantik, Ida Ketut, 1982. Geguritan Sucita I, Denpasar : CV. Kayumas AgungJlantik, Ida Ketut, 1982. Geguritan Sucita I, Denpasar : CV. Kayumas AgungJlantik, Ida Ketut, 1982. Geguritan Sucita II, Denpasar : CV. Kayumas AgungKajeng, I Nyoman, 2003. Sarasamuçcaya, Surabaya : ParamitaKeraf, Gorys, 2003. Argumentasi dan Narasi, Jakarta : GramediaKoentjaraningrat, 1977. Metode Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta :
GramediaKumar, Ravi.,2007. Glimpses of Hindu Genius, New Dhelhi : Suruchi PrakashanMaleong, Lexy J., 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda
KaryaMaulana, Achmad dkk., 2003. Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Yogyakarta :
AbsolutMikkelsen, Britha, 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan, Jakarta : Yayasan Obor IndonesiaMuhadjir, Noeng, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake
SarasinPendit, I Nyoman S., 2002. Bhagavadgita, Jakarta : GramediaPiliang, Yasraf Amir, 2003. Hipersemiotika (Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna, Yogyakarta : Jalasutra
51
Poloma, Margaret, M. 2003. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Puja, I Gede, 1977. Manawa Dharmacastra, Jakarta : Dir. Bimas Hindu dan Budha Departemen Agama R.I.
Ratna, Nyoman Kutha, 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ratna, Nyoman Kutha, 2008. Postkolonialisme Indonesia – Relevansi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Strauss & Corbin, 2003. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakata : Pustaka Pelajar
Suprayogo, Imam dan Tobroni, 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya
Surada, I Made, 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia, Surabaya : ParamitaSztompka, Piotr, 2005, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Prenada Media
GroupTitib, I Made, 1996, Veda : Pedoman Praktis Kehidupan Sehari-hari, Surabaya :
ParamitaTitib, I Made, 2003. Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya :
Paramita
52
PEDOMAN WAWANCARA
I. Bentuk Pracharaka
1. Mohon maaf, apa boleh saya tahu bagaimana bapak tertarik untuk mengabdi ke masyarakat sebagai pracharaka?
2. Berapa tahun bapak mengabdi sebagai pracharaka?3. Apa alasan bapak sehingga mau menjadi pracharaka? 4. Apakah pengetahuan agama terkait denngan kewajiban
dharmapracharaka yang Bapak miliki cukup untuk dijadikan bekal untuk pengabdian di masyarakat? Jika belum apa yang bapak upayakan?
5. Atau, kualitas seperti apakah yang diperlukan atau harus dimiliki untuk menjadi seorang pracharaka?
6. Menurut Bapak apa makna sesungguhnya pracharaka?7. Adakah perbedaan sekaligus persamaan antara sanyasin dan pracharaka? 8. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr dengan perilaku pracharaka yang ada
di organisasi HSS ini?9. Apakah Bapak/Ibu/Sdr berharap agar Agama Hindu harus memiliki
pracharaka seperti ini? 10. Apakah seorang pracharaka itu harus laki-laki atau boleh wanita? 11. Apakah seorang pracharakan itu tidak boleh kawin seumur hidupnya?12. Apakah ada generasi penerus bagi seorang pracharaka di keluarga bapak?13. Apakah syarat-syarat seorang formal seorang pracharaka?14. Apa dan bagaimana format organisasi HSS Malaysia? 15. Apa yang Anda ketahui tentang HSS Malaysia?16. Adakah syarat-syarat untuk menjadi anggota HSS Malaysia?17. Adakah manfaat organisasi HSS terhadap umat Hindu di Malaysia?18. Dan berbagai pertanyaan lain, sesuai dengan perkembangan wawancara.
II. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurangnya Minat terhadap
Dhamapracharaka
1. Apakah bapak tahu bagaimana keadaan umat Hindu di Malaysia?2. Apakah menurut bapak pracharaka dibutuhkan oleh umat Hindu di
Malaysia?3. Sepengetahuan bapak apakah umat Hindu di Malaysia tahu tentang
keberadaan HSS Malaysian sebagai cikal-bakal kelahiran pracharaka?4. Bagaimana Anda melihat masa depan seorang pracharaka?5. Apakah kegiatan dan program-program yang dilaksanakan oleh HSS
Malaysia disesuaiakan dengan konteks perkembangan zaman?6. Apakah anda cukup biaya untuk melaksanakan program organisasi HSS
untuk kepentingan umat Hindu di Malaysia?
53
7. Jika seorang pracharaka bekerja tanpa tanpa pamerih atau tanpa mengharap gaji, apakah mungkinkah seorang sarjana yang telah mengeluarkan banyak biaya untuk studi lalu dapat mengabdi untuk masyarakat tanpa pamerih atau tanpa gaji?
8. Apakah umat Hindu Malaysia memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa menjadi pracharaka merupakan suatu profesi suci?
9. Masa depan seperti apa yang dijannjikan setelah menjadi dharmapracharaka?
10. Bagaimana sikap masyarakat umat Hindu terhadap keberadaan pracharaka, maksudnya: perduli atau acuh-tak acuh atau masa bodoh?
11. Apakah umat Hindu Malaysia bersedia memberikan sesuatu untuk kebutuhan para pracharaka?
12. Apakah umat Hindu memiliki harapan agar agama yang dianutnya bisa tetap hidup di atas bumi Malaysia?
13. Bagaimana tanggapan para jutawan (orang-orang Hindu Malaysia yang kaya terhadap keberadaan organisasi HSS dan keberadaan para pracharaka?
14. Dari manakah sumber dana organisasi HHS ini?15. Dari mana pula sumber kehidupan seorang pracharaka Hindu Malaysia?16. Apa yang diupayakan oleh masyarakat dan organisasi HSS ini untuk
membina tenaga pracharaka ini?17. Dan pertanyaan lainnya, sesuai dengan perluasan wawancara.
III. Manfaat Keberadaan Tenaga Pracharaka
1. Sejak kapan keberadaan organisasi Hindu Sevai Sangam Malaysia ini dirasakan penting oleh masyarakat umat Hindu Malaysia?
2. Sejauh mana peran pracharaka di masyarakat Hindu di Malaysia?3. Apakah manfaat nyata dari keberadaan para pracharaka dilingkungan
masyarakat umat Hindu di Malaysia?4. Apakah ada pengaruh yang bersifat positif dengan kehadiran pracharaka
di tengah-tengah umat Hindu Malaysia?5. Jika memang benar pracharaka bermanfaat bagi umat Hindu Malaysia,
tolong berikan contoh-contoh riilnya atau apa buktinya?6. Adakah perbedaan kondisi umat Hindu Malaysia antara sebelum dan
sesudah hadirnya pracharaka?7. Apakah Pemerintah Malaysia merasa diuntungkan dengan kehadiran
organisasi Hindu Sevai Sangam (HSS) dan kehadiran para pracharaka Hindu di Malaysia?
8. Adakah dengan kehadiran HSS dan para pracharakan ini, umat Hindu Malaysia dan Pemerintah Malaysia merasakan adanya kemajuan-kemajuan atau peningkatan kesadaran umat Hindu Malaysia untuk mengabdikan dirinya pada negara dan agama?
9. Dan lain-lain sesuai perkembangan dialog dalam wawancara.
54
RENCANA ISI SKRIPSI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................. 14
Tujuan Penelitian ............................................................................... 15
Tujuan Umum ................................................................................. 15
Tujuan Khusus ................................................................................ 15
Manfaat penelitian ............................................................................. 15
Manfaat Teoretis .............................................................................. 15
Manfaat Praktis ................................................................................ 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
Kajian Pustaka, Landasan Konsep, Landasan Teori ........................... 16
Kajian Pustaka ................................................................................ 16
Landasan Konsep ........................................................................... 19
Eksistensi ................................................................... 19
Pracharaka Hindu Sevai Sangam............................................... 19
Proses Pencerahan........................................................................... 22
55
Umat Hindu Malaysia ................................................................... 23
Landasan Teori ................................................................................. 23
Teori Fungsional Struktur .............................................................. 23
Teori Sistem ................................................................................... 25
Teori Alternatif : Dinamika Kehidupan Sosial............................... 27
Model Penelitian ............................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Pendekatan ........................................................... 36
Jenis Penelitian ................................................................................ 36
Pendekatan ...................................................................................... 37
Lokasi atau Tempat Penelitian ............................................................ 38
Jenis Data dan Sumber Data ................................................................ 40
Jenis Data ........................................................................................ 40
Sumber Data .................................................................................... 40
Metode Pengumpulan Data .................................................................. 41
Observasi (Pengamatan Langsung) ................................................. 41
Interview (Wawancara) ...................................................................42
Dokumentasi .................................................................................. 45
Penentuan Informan dan Informan Kunci .......................................... 46
Informan ........................................................................................ 46
Informan Kunci ............................................................................... 48
Metode Analisis Data .......................................................................... 49
56
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Umat Hindu di Malaysia
4.1.1 Lokasi-lokasi Komunitas Hindu di Malaysia
4.1.2 Wilayah-wilayah Mayoritas Komunitas Hindu di Malaysia
4.1.3 Wilayah-wilayah Minoritas Hindu di Malaysia
4.1.4 Jumlah Mandir (Kuil) Di Malaysia
4.1.5 Jumlah Para Pandit dan Para Penyuluh Agama Hindu di Malaysia
4.1.6 Jumlah Pasraman di Malaysia
4.2 BENTUK PRACHARAKA HINDU SEVAI SANGAM
4.2.1 Hakikat Organisasi Hindu Sevai Sangam (HSS)
4.2.2 Hakikat atau Makna Pracharaka
4.2.3 Ketertarikan untuk Mengabdi sebagai Pracharaka
4.2.4 Alasan Seseorang Mau Menjadi Pracharaka
4.2.5 Keterkaitan antara Pemahaman Pengetahuan Agama dan Pemahaman
Konsep Pracharaka
4.2.6 Kualitas yang Diperlukan untuk Menjadi Seorang Pracharaka
4.2.7 Perbedaan Sekaligus Persamaan anatara Sanyasin dan Pracharaka
4.2.8 Pedoman Perilaku sebagai Seorang Pracharaka
4.2.9 Harapan Umat Hindu Malaysia terhadap Keberadaan Pracharaka
4.2.10 Persyaratan seorang Pracharaka
4.2.11 Bagaimana Kelanjutan Keberadaan Keluarga Pracharaka
4.2.12 Format Organisasi HSS Malaysia
57
4.2.13 Syarat-syarat untuk Menjadi Anggota HSS Malaysia
4.2.14 Manfaat Organisasi HSS terhadap Umat Hindu di Malaysia
4.3 FAKTOR –FAKTOR PEYEBAB YANG MENJADI KEENGGANAN UMAT HINDU MENJADI TENAGA PRACHARAKA HSS
4.3.1 Faktor-faktor utama yang paling berpengaruh terhadap keenganan umat
Hindu Menjadi Tenaga Pracharaka.
4.3.2 Umat Hindu dan Kebutuhannya terhadap Para Pracharaka
4.3.3 Cikal-bakal Kehadiran Organisasi Hindu Sevai Sangam dan Pracharaka
4.3.4 Masa Depan Kehidupan Para Pracharaka
4.3.5 Program-program Hindu Sevai Sangam Malaysia
4.3.6 Sumber Biaya Organisasi Hindu Sevai Sangam Malaysia
4.3.7 Swadharma Pracharaka dan Kehidupan Tanpa Gaji
4.3.8 Pemahaman dan Kesadaran Umat Hindu Malaysia terhadap Swadharma
pracharaka Sebagai Suatu profesi suci
4.3.9 Masa Depan yang Dijannjikan Menjadi Dharmapracharakan
4.3.10 Sikap Masyarakat Umat Hindu terhadap keberadaan pracharaka
4.3.11 Kesediaan Umat Hindu Malaysia Menanggulangi Kebutuhan Para
Pracharaka
4.3.12 Harapan Umat Hindu Malaysia terhadap Kelestarian Agama Hindu
4.3.13 Tanggapan Para Jutawan Hindu Malaysia Terhadap Keberadaan
Organisasi Hindu Sevai Sangam dan Keberadaan Para Pracharaka
4.3.14 Upaya Masyarakat dan Organisasi Hindu Sevai Sangam untuk Membina
Tenaga Pracharaka
58
4.4 MANFAAT KEHADIRAN ORGANISASI HINDU SEVAI SANGAM BAGI UMAT HINDU MALAYSIA
4.4.1 Saat Keberadaan Organisasi Hindu Sevai Sangam Malaysia
4.4.2 Penting oleh masyarakat umat Hindu Malaysia
4.4.3 Peran Pracharaka pada Masyarakat Hindu Malaysia
4.4.4 Manfaat Nyata Para Pracharaka pada umat Hindu Malaysia
4.4.5 Pengaruh Positif Kehadiran Pracharaka pada Umat Hindu Malaysia
4.4.6 Perbedaan Kondisi Umat Hindu Malaysia antara Sebelum dan Sesudah
Keberadaan Pracharaka
4.4.7 Keuntungan Pemerintah Malaysia terhadap Kehadiran organisasi Hindu
Sevai Sangam (HSS) dan Kehadiran Para pracharaka Hindu Malaysia
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTKA
PEDOMAN WAWANCARA
RENCANA SEKRIPSI
59