prak.mikro.01

Upload: ds-bagoes

Post on 14-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • - Pipit Febrianita

    - Wanvia Vangesti

    - Bagus Dwi Susanto

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    INSTITUT

    LAPORAN PRAKTIKUM

    MIKROBIOLOGI INDUSTRI

    PEMBUATAN TEMPE

    28 MEI 2014

    Oleh :

    Kelompok III

    Pipit Febrianita 08.2013.1.01570

    Wanvia Vangesti 08.2013.1.01581

    Bagus Dwi Susanto 08.2013.1.01588

    JURUSAN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA

    2014

    TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA

  • i

    KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

    Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

    melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

    menyelesaikan laporan praktikum mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe.

    Adapun laporan praktikum mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe ini telah

    kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,

    sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak lupa

    menyampaikan bayak terima kasih kepada Ibu Nyoman Puspa Asri selaku Dosen

    Mikrobiologi Industri dan Asisten Laboratorium yang telah mengarahkan dan

    memberikan sub. bagian materi

    Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada

    kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu

    dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca

    yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki

    laporan praktikum mikrobiologi ini.

    Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan praktikum

    mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya

    sehingga dapat memberikan inpirasi kepada pembaca.

    Surabaya, Juni 2014

    Penyusun

  • ii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ..............................................................................................................i

    Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

    Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 1

    1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Rumusan masalah ................................................................................ 2

    1.3 Tujuan .................................................................................................. 3

    Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 4

    2.1 Definisi Tempe .................................................................................... 4

    2.2 Fermentasi pada Tempe ....................................................................... 4

    2.3 Sifat Fisiokimia Tempe ........................................................................ 6

    2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tempe ................... 9

    Bab III Metodologi .................................................................................................... 10

    3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 10

    3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 10

    3.3 Prosedur kerja ...................................................................................... 10

    3.4 Skema percobaan ................................................................................. 11

    Bab IV Hasil dan Pembahasan ................................................................................... 12

    4.1 Hasil ..................................................................................................... 12

    4.2 Pembahasan ......................................................................................... 12

    Bab V Penutup ............................................................................................................ 16

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16

    5.2 Saran ..................................................................................................... 16

    Daftar Pustaka ............................................................................................................. 17

    Lampiran ..................................................................................................................... 18

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan

    makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber

    protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari

    fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan

    beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh.

    stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak

    berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe.

    Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada

    permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang

    menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama

    fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp

    merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut

    menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks

    menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat

    dapat dipergunakan oleh tubuh.

    Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia.

    Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai

    pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di

    dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti

    Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha

    mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang

    lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak

    mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan

    pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak

    patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan

    lisensi dari pemegang hak paten).

    Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam

    pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi

  • 2

    karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat

    (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai

    kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino

    (Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease

    (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh

    baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH

    tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun

    karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur

    juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih

    sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai

    untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh

    jamur.

    Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman

    mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses

    fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur

    kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai

    menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik

    dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.

    Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini

    akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi

    protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia

    pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi

    tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti

    diare.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kelompok kami rumuskan bahwa :

    1. Bagaimanakah proses pembuatan tempe berlangsung?

    2. Bagaimana pengaruh media pembungkus tempe pada saat inkubasi

    berlangsung?

  • 3

    1.3 Tujuan

    Tujuan Percobaan kelompok kami, sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui cara pembuatan tempe dari kacang kedelai.

    2. Untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh media pembungkus yang

    digunakan dalam pembuatan tempe.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Tempe

    Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat

    Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat.

    Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal

    sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari

    kedelai.

    Di berbagai daerah di Jawa dijumpai berbagai macam tempe yang dibuat

    dari bahan selain kedelai. Namun demikian karena kedelai merupakan bahan yang

    paling banyak dikenal maka bila nama tempe yang disebutkan tanpa disertai nama

    bahannya, yang dimaksud adalah tempe kedelai. Sedangkan untuk tempe dari

    bahan lain, identitasnya harus disertai nama bahannya (tempe benguk, tempe

    mlanding), atau istilah yang sudah dikenal di masyarakat produsen dan

    konsumennya (tempe bongkrek, tempe bungkil). Di Indonesia tempe dikonsumsi

    oleh semua tingkatan masyarakat, terutama di Jawa dan Bali.

    2.2 Fermentasi pada Tempe

    Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkat nilai

    nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi

    tempe. Tempe lebih banyak diterima untuk konsumsi bukan saja oleh orang

    Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain. Tempe yang masih baru (baik) memiliki

    rasa dan bau spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah dideskripsikan

    tetapi dapat dimengerti dan dihayati bagi masyarakat yang telah lama mengenal

    tempe.

    Tempe yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu: 1. Hidrasi dan

    pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis

    kira-kira semalam), 2. Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai, dan 3. Fermentasi

    oleh jamur tempe yang diinokulasikan segera setelah sterilisasi. Jamur tempe yang

    banyak digunakan ialah Rizhopus oligosporus.

  • 5

    Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan

    yang terdapat dalam kedelai. Tempe memiliki kandungan vitamin B12 yang

    sangat tinggi, yaitu 3,9 5,0 g/ 100g. Selain vitamin B12, tempe juga

    mengandung vitamin B lainnya, yaitu niasin dan riboflavin (Vitamin B2). Tempe

    juga mampu mencukupi kebutuhan kalsium sebanyak 20% dan zat besi 56% dari

    standar gizi yang dianjurkan. Kandungan protein dalam tempe dapat disejajarkan

    dengan daging. Dengan demikian tempe dapat menggantikan daging dalam

    susunan menu seimbang.

    Proses mikrobiologis dalam pembuatan tempe, diawali dengan penaburan

    starter tempe, atau lebih dikenal sebagai ragi tempe. Meskipun dalam istilah

    ilmiah dimaksudkan sebagai proses inokulum untuk pembuatan tapai, tetapi di

    kalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai agensia pengubah suatu

    bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan

    menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang

    mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai

    rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan

    kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi

    tempe.

    Clamydomucor oryzae adalah jamur benang yang disebut sebagai jamur

    tempe. Jamur tersebut kini dikenal dengan nama Amylomyces rouxil. Namun

    demikian Rhizopus oryzae yang secara implisit disebut dan diisolasi dari tempe

    buatan Paramaribo, Suriname, Amerika Serikat-lah yang kemudian dianggap

    sevagai jamur tempe di masa itu dan Rhizopus oligosporus adalah jamur benang

    yang selau terisolasi dari tempe yang dibuat di Bogor, Jawa Barat, yaitu Rhizopus

    azygosporus. Spesies ini amat mirip dengan Rhizopus oligosporus. Perbedaan

    utamanya adalah dalam hal kemampuannya membentuk azygospora, dan juga

    sporangiosporanya jauh lebih pendek.

    Mekanisme pembentukan tempe secara umum terdiri dari dua hal, yaitu

    perkecambahan spora dan proses miselia menembus jaringan biji kedelai.

    Perkecambahan spora rhizopus berlangsung melalui dura tahapan yang amat jelas,

    yaitu pembentukan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi optimal

  • 6

    perkecambahan adalah 420C dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu

    diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi. Pembengkakan

    tersebut akan diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila tersedia

    sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat

    menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah asam amino

    prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan silosa.

    Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang

    keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena

    penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil.

    Rentang kedalaman penetrasi miselia ke dalam biji melalui sisi luar keping biji

    yang cembung, dan hanya pada permukaannya saja dengan sedikit penetrasi

    miselia, menerobos ke dalam lapisan sel melalui sela-sela di bawahnya. Konsep

    tersebut didukung adanya gambar fotomikrograf dari beberapa tahapan

    terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari dua lapisan sel.

    Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktivitas enzim

    ekstraseluler yang diproduksi/dilepaskan oleh ujung miselia.

    2.3 Sifat Fisiokimia Tempe

    Perubahan yang terjadi pada proses pembuatan tempe adalah perubahan

    fisik dan perubahan kimia.

    Perubahan fisik tempe, pada proses fermentasi kedelai, terlihat pada

    teksturnya. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan

    selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu

    menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada

    biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler

    dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya.

    Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang

    menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin

    kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu

    kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta

    mengeluarkan bau yang enak.

  • 7

    Sedangkan perubahan kimia dalam tempe pada saat proses fermentasi

    kedelai adalah degradasi protein, penguraian lemak, dan perombakan karbohidrat.

    a. Protein

    Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai

    menjadi asam amino,sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5% menjadi

    2,5%. Degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH

    tempe yang baik berkisar antara 6,3-6,5. Kedelai yang telah terfermentasi

    menjadi tempe akan mudah dicerna karena banyak bahan yang mudah larut.

    Bau langunya juga menghilang.

    Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika

    pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit.Hanya 5% dari hidrolisis

    protein yang digunakan sebagai sember karbon dan energi. Sisanya

    terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Asam amino mengalami

    perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48 jam.

    Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya

    protein. Selama perendaman protein turun sebanyak 1,4%.

    b. Lemak

    Kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai selama

    fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya angka

    asam 50-70 kali sebelum fermentasi. Jumlah asam lemak sebelum fermentasi

    aalah 1,7 dan pada akhir fermentasi (48 jam) meningkat menjadi 55,5.

    Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak dalam tempe

    juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami yang

    dihasilkan oleh kapang,. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein, dan

    6,7,4, trihidroksi-isoflavon.

    Enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi yang ditandai

    dengan meningkatnya asam lemak bebas yang terdeteksi setelah 12 jam

    fermentasi. Monogliserida sebagai hasil perombakan lipase mencapa 80%

    pada akhir fermentasi tempe.

  • 8

    c. Karbohidrat

    Kapan Rhizopus oligosporus mmemproduksi enzim pendegradaasi

    karbohidrat seperti amilase,selulose, xylanase, dan sebagainya. Selama

    fermentasi karbohidrat akan berkurang karena dirombak menjadi gula-gula

    sederhana. Kandungan serat kasar akan meningkat akibat pertumbuhan

    kapang.

    2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tempe

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tempe sebagai berikut:

    1. Cara pengupasan kedelai

    Proses pengupasan kedelai secara tradisional adalah dengan cara meremas

    biji kedelai menggunakan tangan atau menginjak-injak dengan kaki. Dalam

    skala industri, proses ini dilakukan dengan mesin. Tentu saja dengan

    menggunakan mesin maka akan dihasilkan tempe dalam jumlah banya

    dalam waktu yang singkat dan dapat dipastikan lebih seragam jika

    dibandingkan dengan cara tradisional. Selain itu, pengupasan dengan

    teknologi mesin lebih dinilai higienis dari pada dengan tangan.

    2. pH pada proses pengasaman kedelai

    Nilai pH yang cocok pada saat perendaman kedelai adalah sekitar 4,5

    sampai 5,0. Pada pH tersebut, bakteri-bakteri lain, terutama bakteri patogen,

    bakteri penyebab penyakit, dan bakteri pembusuk sulit sekali untuk

    berkembang biak. Kualitas tempe akan lebih terjamin karena proses

    kontaminasi dapat diminimalisir . namun, apabila tidak diasamkan maka

    kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri lain lebih tinggi.

    3. Inokulum tempe

    Kualitas starter tempe sangat mempengaruhi hasil produk akhir dari tempe.

    Persyaratan dasar yang yang harus dipenuhi untuk menentukan kualitas

    jamur starter yang akan dipilih sebagai berikut:

    a) Mampu memproduksi spora dalam jumlah yang banyak.

    b) Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis

    maupun kemampuan tumbuhnya

  • 9

    c) Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah

    diinokulasikan

    d) Mengandung biakan jamur tempe yang murni

    e) Bebas dari bakteri kontaminan

    f) Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang

    g) Pertumbuhan misellia setelah diinokulasikan haruslah kuat, lebat,

    berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan

    tidak mengalami sporulasi yang terlalu awal.

    4. Inkubasi

    Inkubasi dilakukan pada tempat yang bersih, yang mempunyai suhu sekitar

    400C dengan kelembaban 90%. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin

    fermentasi dalam waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.

    5. Aerasi dan kelembaban

    Aerasi yang berlebihan dapat memacu pembentukan spora dari miselia

    jamur tempe sehingga tempe akan tampak kehitam-hitaman atau berck-

    bercak hitam. Kelembaban yang cocook untuk pertumbuhan jamur sekitar

    90-95%, dan apabila kurang maka akan menyebabkan jamur sukar untuk

    tumbuh dan berkembang dengan baik.

    6. Tempat pembungkus

    Faktor utama yang menentukan tempat pembungkus dapat menghasilkan

    tempe yang baik iaalah aerasi dan kelembaban. Jika tempat pengemasan

    dapat menjamin aerasi yang merata secara terus-menerus dan sekaligus

    menjada agar kelembaban tetap tinggi tanpa menimbulkan

    penggembunan.bahan apapun dapat dibuat untuk tempat pembungkus tempe

    dengan hasil yang baik apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

    a) Menjamin berlangsungnya aerasi secara merata.

    b) Dapat mempertahankan kelembaban biji kedelai selama fermentasi

    berlangsing.

    c) Tidak terjadi kontak antara air yang tidak terserap biji agar bakteri

    kontaminan tidak tumbuh.

    d) Dapat mempertahankan kebersihan dan kenampakan yang baik dari

    tempe yang dihasilkan.

  • 10

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat

    3.1.1 Waktu

    Percobaan dilakukan pada hari Rabu, tanggal 28 Mei 2014, pada pukul 18.00.

    3.2.2 Tempat

    Percobaan dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Institut Teknologi

    Adhi Tama Surabaya. Jalan Arief Rahman Hakim No. 100 Surabaya.

    3.2 Alat dan Bahan

    Dalam praktikum pembuatan tempe ini diperlukan alat dan bahan, sebagai

    berikut:

    1) Alat yang diperlukan:

    a) Nampan

    b) Kantong plastik

    c) Kompor

    d) Panci

    e) Timbangan

    2) Bahan yang dibutuhkan:

    a) Air

    b) Ragi tempe 0,375 gram

    c) Kacang kedelai 500 gram

    3.3 Prosedur Percobaan

    Dalam praktikum ini, prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:

    1. Membersihkan kedelai sebanyak 500 gram dari kotoran dan lain-lain.

    2. Mencuci kedelai dengan air, lalu ditendam kurang lebih 8-10 jam.

    3. Mengupas kulitnya sampai bersih, lalu dicuci lagi agar kulit arinya hilang

    semua.

    4. Dikukus atau direbus selama kurang lebih 30 menit dan menggunakan air

    secukupnya.

    5. Dikeringkan dengan cara menyebar kedelai pada nampan.

  • 11

    6. Jika sedah dingin, kacang kedelai sudah bisa diinokulasi.

    7. Tambahkan ragi tempe sebanyak 0,375 gram secara merata.

    8. Aduk hingga rata.

    9. Menyimpan hasil inokulasi ke dalam: (1) Kantong plastik tertutup, dan (2)

    Kantong plastik yang berlubang.

    10. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari.

    11. Amati bentuk rhizopus dan gambar, amati kenampakan dari hasil tmepe dan

    percobaan.

    12. Bandingkan berbagai hasil fermentasi dengan berbagai cara penyimpanan.

    3.4 Skema Percobaan

    Kedelai

    Dicuci dari kotoran, seperti tanah, kerikil, serbuk kayu, dll.

    Direndam dalam air semalam sampai berbusa dan berbau spesifik

    Kulit biji kedelai dikupas dan dicuci bersih

    Kedelai direbus atau dikukus hingga agak lunak

    Didinginkan dan ditiriskan

    Pemberian starter, berupa ragi tempe

    Dibungkus atau dimasukkan ke dalam wadah

    Diperam

    Tempe telah jadi

  • 12

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Percobaan

    Pada praktikum pembuatan tempe ini dilakukan dengan dua percobaan, yaitu

    percobaan (1) dilakukan dengan media pembungkus plastik berlubang dan

    percobaan (2) dilakukan dengan media pembungkus pastik tidak berlubang.

    Tabel hasil percobaan

    Parameter Uji

    Percobaan (1) Percobaan (2)

    Warna Putih Putih dengan bintik hitam Rasa Khas tempe, agak asam Agak Pahit

    Aroma Khas tempe Agak tengik Tekstur memadat Masih agak seperti bentuk

    asalnya Bentuk Jamur

    Seperti bulu-bulu halus Sedikit bulu-bulu halus, namun ada beberapa bagian menghitam

    4.2 Pembahasan

    Beberapa tahapan dalam proses pembuatan tempe, meliputi :

    1. Proses penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit

    Biji kedelai yang akan digunakan dalam proses pembuatan tempe

    haruslah dalam keadaan bersih, bebas dari campuran batu kerikil ataupun

    bijian lain, tidak rusak atau cacat, dan bentuknya seragam. Kulit biji kedelai

    harus dihilangkan untuk memudahkan bertumbuhnya jamur. Penghilangan

    kulit biji dapat dilakukan secara kering, maupun basah. Cara kering lebih

    efisien, yaitu dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 1040C selama 10 menit

    atau dengan pengeringan di bawah sinar matahari selama 1-2 jam. Selanjutnya

    penghilangan kulit dilakukan dengan Burr Mill. Biji kedelai tanpa kulit dalam

    keadaan kering dapat disimpan lama.

  • 13

    Penghilangan kulit biji seecara basah dapat dilakukan setelah biji

    mengalami hidrasi, yaitu setelah perebusan dan perendaman. Biji yang telah

    mengalami hidrasi lebih mudah dipisahkan dari bagian kulitnya, tetapi dengan

    cara basah tidak dapat disimpan lama.

    2. Proses perendaman atau prefermentasi

    Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi sehingga

    kada air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaiut mencapai

    62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri-

    bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar

    4,5-5,3. Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur

    tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakter-bakteri kontaminan

    yang bersifat sebagai pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang

    dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dadri aspek gizi, apabila

    asam yang dibentuk dari gula stakhijosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari

    kondisi asam dari biji adalah menghambat penaikan pH di atas 7,0 karena

    adanya aktivitas proteolitik jamur yang dapat membebaskan amonia sehingga

    dapat meningkatkan pH dalam biji. Bila pH di atas 7,0 akan dapat menhambat

    pertumbuhan atau bahkan menyebabkan kematian jamur tempe. Hesseltine, et

    al (1963), mendapatkan bahwa dalam biji kedelai terdapat komponen yang

    stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat penghambat

    pertumbuhan Rhizopus jamur tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa

    perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen

    tersebut.

    Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin

    tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat proses hidrasinya. Namun

    demikian bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi maka akan

    menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri sehingga asam tidak

    terbentuk.

    3. Proses perebusan

    Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendamann bertujuan

    untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin

  • 14

    inhibitor, membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang

    diperlukan untuk pertumbuhan jamur.

    4. Proses penirisan

    Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

    mengeringkan permukaan biji, dan menurunkan suhu biji sampai sesuai

    dengan kondisi pertumbuhan jamur. Air yang berlebihan dalam biji dapat

    menghambat pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-

    bakteri kontaminan sehingga menyebabkan pembusukan.

    5. Proses iokulasi

    Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan

    beberapa bentuk inokulan, yaitu :

    1. Usar, yaitu debuat dari daun waru atau jati yang merupakan media

    pembawa spora jamur. Usar ini banyak dipergunakan di Jawa Tengah dan

    Jawa Timur.

    2. Tempe yang telah dikeringkan dengan penyinaran matahari atau kering

    beku.

    3. Sisa spora dan iselia dari wadah atau kemasan tempe.

    4. Ragi tempe yang terbuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragi

    roti.

    5. Spora Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air.

    6. Isolat Rhizopus oligiosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe

    skala laboratorium.

    7. Ragi tempe yang terbuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan

    jamur tempe yang ditumbuhkan pada media dan dikeringkan.

    6. Proses pengemasan

    Kemasan yang digunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional yaitu dari

    daun pisang, jati, waru, atau bambu. Selanjutnya juga dikembangkan kemasan

    plastik yang diberi lubang. Secara laboratorium, kemasan yang dipergunakan

    adalah nampan stainless steel dengan berbagai ukuran yang dilengkapi dengan

    lubang-lubang kecil.

    7. Proses inkubasi atau fermentasi

  • 15

    Inkubasi dilakukan pada suhu 25-370C selama 36-48 jam. Selama inkubasi

    terjadi, proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-

    komponen dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk

    inkubasi kedelai adalah lembab, kebutuhan oksigen, dan suhu yang sesuai

    dengan pertumbuhan jamur

    Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu:

    1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah

    asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat

    dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama

    semakin lebat sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.

    2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi

    tempe di mana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan

    sushu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur

    tempe hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal,

    dan tekstur lebih kompak.

    3. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi

    penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan

    jamur menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur tehenti,

    terjai perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk

    amonia.

    Dalam pertumbuhannya, Rhizopus akan menggunakan oksigen dan

    menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak.

    Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain.

    Jamur tempe juga menghasilkan antibiotika yang dapa menghambat

    pertumbuhan banyak mikroba.

  • 16

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Pada praktikum pembuatan tempe ini dapat kami simpulkan bahwa:

    1. Tempe merupakan produk pangan fermentasi yang sangat dikenal di

    kalangan masyarakat Indonesia sejak dahulu, yang terbuat dari kacang-

    kacangan, umumnya kedelai, yang difermentasikan dengan jamur

    Rhizopus sp. .

    2. Pertumbuhan jamur tempe yang baik umumnya sekitar 3 24 jam,

    dengan ciri-ciri fisik tempe yang memadat karena pertumbuhan miselia

    kapang yang menyatukan tiap butir kacang kedelai, dengan warna putih

    berserat dari miselia kapang itu sendiri, serta rasa dan aroma yang begitu

    khas.

    3. Pertumbuhan jamur pada tempe sangat membutuhkan oksigen sebagai

    sumber energi yang menopak perkembangan jamur tempe, sehingga

    kemasan tempe hendaknya didesain cukup berlubang untuk tempat

    masuknya oksigen.

    5.2 Saran

    Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan dengan sterilisasi yang baik terhadap

    alat ataupun bahan dan meja praktikum yang digunakan. Posisi alat dan bahan

    saat proses praktikum berlangsung sebaiknya diposisikan secara rapi dan bersih

    sehingga proses percobaan dapat berlangsung dengan aman/lancar dan juga

    menghindari terjadinya kerusakan alat akibat tergelincir dan lain-lain.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Hidayat, Nur. 2006. Mikrobiologi Industri. Malang: Penerbit Andi.

    [2] Hidayat, Nur. 2013. Tempe dan Vitamin B12, Haruskah dari Klebsiella

    Pneumonia?. [online]. Tersedia: http://permimalang.wordpress.com/2013/06/19

    /tempe-dan-vitamin-b12-haruskah-dari-klebsiella-pneumonia/ [diakses tanggal 7

    Juni 2014].

    [3] Insani, N., N. Hidayat, dan Sukardi. 2004. Analisis Perbandingan Pembuatan

    Tempe di Sentra Industri Tempe Sanan. Makalah seminar Nasional

    Pengembangan Agroindustri skala UKM. Malang. 17 Juli 2004.

    [4] Primus, Josephus. 2008. Gara-gara Tempe Abu-abu. [online]. Tersedia:

    http://permimalang.wordpress.com/2008/03/27/gara-gara-tempe-abu-abu/ [diakses

    tanggal 7 Juni 2014]

    [5] Stanbury, P.F dan A. Whitaker. 1984. Principle of Fermentation Technology.

    Pergamon Pers. Oxford.

    [6] Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Pertanian

    UPN Veteran.

  • 18

    LAMPIRAN

    Gambar 1. Proses peragian

    Gambar 2. Proses pengemasan

  • 19

    Gambar 3. Proses inkubasi

    Gambar 4. Produk tempe yang sudah jadi