prak.mikro.01
TRANSCRIPT
-
- Pipit Febrianita
- Wanvia Vangesti
- Bagus Dwi Susanto
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
PEMBUATAN TEMPE
28 MEI 2014
Oleh :
Kelompok III
Pipit Febrianita 08.2013.1.01570
Wanvia Vangesti 08.2013.1.01581
Bagus Dwi Susanto 08.2013.1.01588
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2014
TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
-
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe.
Adapun laporan praktikum mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada Ibu Nyoman Puspa Asri selaku Dosen
Mikrobiologi Industri dan Asisten Laboratorium yang telah mengarahkan dan
memberikan sub. bagian materi
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki
laporan praktikum mikrobiologi ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan praktikum
mikrobiologi tentang Pembuatan Tempe ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi kepada pembaca.
Surabaya, Juni 2014
Penyusun
-
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................................i
Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 3
Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 4
2.1 Definisi Tempe .................................................................................... 4
2.2 Fermentasi pada Tempe ....................................................................... 4
2.3 Sifat Fisiokimia Tempe ........................................................................ 6
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tempe ................... 9
Bab III Metodologi .................................................................................................... 10
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 10
3.3 Prosedur kerja ...................................................................................... 10
3.4 Skema percobaan ................................................................................. 11
Bab IV Hasil dan Pembahasan ................................................................................... 12
4.1 Hasil ..................................................................................................... 12
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 12
Bab V Penutup ............................................................................................................ 16
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16
5.2 Saran ..................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 17
Lampiran ..................................................................................................................... 18
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan
makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber
protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari
fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan
beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak
berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe.
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama
fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp
merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut
menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat
dapat dipergunakan oleh tubuh.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia.
Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai
pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di
dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti
Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha
mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang
lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak
mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan
pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak
patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan
lisensi dari pemegang hak paten).
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi
-
2
karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat
(Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino
(Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease
(Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh
baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH
tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun
karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur
juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih
sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh
jamur.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman
mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses
fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur
kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai
menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik
dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini
akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi
protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia
pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi
tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti
diare.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kelompok kami rumuskan bahwa :
1. Bagaimanakah proses pembuatan tempe berlangsung?
2. Bagaimana pengaruh media pembungkus tempe pada saat inkubasi
berlangsung?
-
3
1.3 Tujuan
Tujuan Percobaan kelompok kami, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara pembuatan tempe dari kacang kedelai.
2. Untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh media pembungkus yang
digunakan dalam pembuatan tempe.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat.
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal
sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari
kedelai.
Di berbagai daerah di Jawa dijumpai berbagai macam tempe yang dibuat
dari bahan selain kedelai. Namun demikian karena kedelai merupakan bahan yang
paling banyak dikenal maka bila nama tempe yang disebutkan tanpa disertai nama
bahannya, yang dimaksud adalah tempe kedelai. Sedangkan untuk tempe dari
bahan lain, identitasnya harus disertai nama bahannya (tempe benguk, tempe
mlanding), atau istilah yang sudah dikenal di masyarakat produsen dan
konsumennya (tempe bongkrek, tempe bungkil). Di Indonesia tempe dikonsumsi
oleh semua tingkatan masyarakat, terutama di Jawa dan Bali.
2.2 Fermentasi pada Tempe
Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkat nilai
nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi
tempe. Tempe lebih banyak diterima untuk konsumsi bukan saja oleh orang
Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain. Tempe yang masih baru (baik) memiliki
rasa dan bau spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah dideskripsikan
tetapi dapat dimengerti dan dihayati bagi masyarakat yang telah lama mengenal
tempe.
Tempe yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu: 1. Hidrasi dan
pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk daerah tropis
kira-kira semalam), 2. Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai, dan 3. Fermentasi
oleh jamur tempe yang diinokulasikan segera setelah sterilisasi. Jamur tempe yang
banyak digunakan ialah Rizhopus oligosporus.
-
5
Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan
yang terdapat dalam kedelai. Tempe memiliki kandungan vitamin B12 yang
sangat tinggi, yaitu 3,9 5,0 g/ 100g. Selain vitamin B12, tempe juga
mengandung vitamin B lainnya, yaitu niasin dan riboflavin (Vitamin B2). Tempe
juga mampu mencukupi kebutuhan kalsium sebanyak 20% dan zat besi 56% dari
standar gizi yang dianjurkan. Kandungan protein dalam tempe dapat disejajarkan
dengan daging. Dengan demikian tempe dapat menggantikan daging dalam
susunan menu seimbang.
Proses mikrobiologis dalam pembuatan tempe, diawali dengan penaburan
starter tempe, atau lebih dikenal sebagai ragi tempe. Meskipun dalam istilah
ilmiah dimaksudkan sebagai proses inokulum untuk pembuatan tapai, tetapi di
kalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai agensia pengubah suatu
bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan
menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai
rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan
kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi
tempe.
Clamydomucor oryzae adalah jamur benang yang disebut sebagai jamur
tempe. Jamur tersebut kini dikenal dengan nama Amylomyces rouxil. Namun
demikian Rhizopus oryzae yang secara implisit disebut dan diisolasi dari tempe
buatan Paramaribo, Suriname, Amerika Serikat-lah yang kemudian dianggap
sevagai jamur tempe di masa itu dan Rhizopus oligosporus adalah jamur benang
yang selau terisolasi dari tempe yang dibuat di Bogor, Jawa Barat, yaitu Rhizopus
azygosporus. Spesies ini amat mirip dengan Rhizopus oligosporus. Perbedaan
utamanya adalah dalam hal kemampuannya membentuk azygospora, dan juga
sporangiosporanya jauh lebih pendek.
Mekanisme pembentukan tempe secara umum terdiri dari dua hal, yaitu
perkecambahan spora dan proses miselia menembus jaringan biji kedelai.
Perkecambahan spora rhizopus berlangsung melalui dura tahapan yang amat jelas,
yaitu pembentukan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi optimal
-
6
perkecambahan adalah 420C dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu
diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi. Pembengkakan
tersebut akan diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila tersedia
sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat
menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah asam amino
prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan silosa.
Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang
keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena
penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil.
Rentang kedalaman penetrasi miselia ke dalam biji melalui sisi luar keping biji
yang cembung, dan hanya pada permukaannya saja dengan sedikit penetrasi
miselia, menerobos ke dalam lapisan sel melalui sela-sela di bawahnya. Konsep
tersebut didukung adanya gambar fotomikrograf dari beberapa tahapan
terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari dua lapisan sel.
Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktivitas enzim
ekstraseluler yang diproduksi/dilepaskan oleh ujung miselia.
2.3 Sifat Fisiokimia Tempe
Perubahan yang terjadi pada proses pembuatan tempe adalah perubahan
fisik dan perubahan kimia.
Perubahan fisik tempe, pada proses fermentasi kedelai, terlihat pada
teksturnya. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan
selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu
menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada
biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler
dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya.
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang
menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin
kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu
kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta
mengeluarkan bau yang enak.
-
7
Sedangkan perubahan kimia dalam tempe pada saat proses fermentasi
kedelai adalah degradasi protein, penguraian lemak, dan perombakan karbohidrat.
a. Protein
Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai
menjadi asam amino,sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5% menjadi
2,5%. Degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH
tempe yang baik berkisar antara 6,3-6,5. Kedelai yang telah terfermentasi
menjadi tempe akan mudah dicerna karena banyak bahan yang mudah larut.
Bau langunya juga menghilang.
Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika
pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit.Hanya 5% dari hidrolisis
protein yang digunakan sebagai sember karbon dan energi. Sisanya
terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Asam amino mengalami
perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48 jam.
Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya
protein. Selama perendaman protein turun sebanyak 1,4%.
b. Lemak
Kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai selama
fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya angka
asam 50-70 kali sebelum fermentasi. Jumlah asam lemak sebelum fermentasi
aalah 1,7 dan pada akhir fermentasi (48 jam) meningkat menjadi 55,5.
Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak dalam tempe
juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami yang
dihasilkan oleh kapang,. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein, dan
6,7,4, trihidroksi-isoflavon.
Enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi yang ditandai
dengan meningkatnya asam lemak bebas yang terdeteksi setelah 12 jam
fermentasi. Monogliserida sebagai hasil perombakan lipase mencapa 80%
pada akhir fermentasi tempe.
-
8
c. Karbohidrat
Kapan Rhizopus oligosporus mmemproduksi enzim pendegradaasi
karbohidrat seperti amilase,selulose, xylanase, dan sebagainya. Selama
fermentasi karbohidrat akan berkurang karena dirombak menjadi gula-gula
sederhana. Kandungan serat kasar akan meningkat akibat pertumbuhan
kapang.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tempe
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tempe sebagai berikut:
1. Cara pengupasan kedelai
Proses pengupasan kedelai secara tradisional adalah dengan cara meremas
biji kedelai menggunakan tangan atau menginjak-injak dengan kaki. Dalam
skala industri, proses ini dilakukan dengan mesin. Tentu saja dengan
menggunakan mesin maka akan dihasilkan tempe dalam jumlah banya
dalam waktu yang singkat dan dapat dipastikan lebih seragam jika
dibandingkan dengan cara tradisional. Selain itu, pengupasan dengan
teknologi mesin lebih dinilai higienis dari pada dengan tangan.
2. pH pada proses pengasaman kedelai
Nilai pH yang cocok pada saat perendaman kedelai adalah sekitar 4,5
sampai 5,0. Pada pH tersebut, bakteri-bakteri lain, terutama bakteri patogen,
bakteri penyebab penyakit, dan bakteri pembusuk sulit sekali untuk
berkembang biak. Kualitas tempe akan lebih terjamin karena proses
kontaminasi dapat diminimalisir . namun, apabila tidak diasamkan maka
kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri lain lebih tinggi.
3. Inokulum tempe
Kualitas starter tempe sangat mempengaruhi hasil produk akhir dari tempe.
Persyaratan dasar yang yang harus dipenuhi untuk menentukan kualitas
jamur starter yang akan dipilih sebagai berikut:
a) Mampu memproduksi spora dalam jumlah yang banyak.
b) Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis
maupun kemampuan tumbuhnya
-
9
c) Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah
diinokulasikan
d) Mengandung biakan jamur tempe yang murni
e) Bebas dari bakteri kontaminan
f) Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang
g) Pertumbuhan misellia setelah diinokulasikan haruslah kuat, lebat,
berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan
tidak mengalami sporulasi yang terlalu awal.
4. Inkubasi
Inkubasi dilakukan pada tempat yang bersih, yang mempunyai suhu sekitar
400C dengan kelembaban 90%. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin
fermentasi dalam waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.
5. Aerasi dan kelembaban
Aerasi yang berlebihan dapat memacu pembentukan spora dari miselia
jamur tempe sehingga tempe akan tampak kehitam-hitaman atau berck-
bercak hitam. Kelembaban yang cocook untuk pertumbuhan jamur sekitar
90-95%, dan apabila kurang maka akan menyebabkan jamur sukar untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik.
6. Tempat pembungkus
Faktor utama yang menentukan tempat pembungkus dapat menghasilkan
tempe yang baik iaalah aerasi dan kelembaban. Jika tempat pengemasan
dapat menjamin aerasi yang merata secara terus-menerus dan sekaligus
menjada agar kelembaban tetap tinggi tanpa menimbulkan
penggembunan.bahan apapun dapat dibuat untuk tempat pembungkus tempe
dengan hasil yang baik apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Menjamin berlangsungnya aerasi secara merata.
b) Dapat mempertahankan kelembaban biji kedelai selama fermentasi
berlangsing.
c) Tidak terjadi kontak antara air yang tidak terserap biji agar bakteri
kontaminan tidak tumbuh.
d) Dapat mempertahankan kebersihan dan kenampakan yang baik dari
tempe yang dihasilkan.
-
10
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Percobaan dilakukan pada hari Rabu, tanggal 28 Mei 2014, pada pukul 18.00.
3.2.2 Tempat
Percobaan dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Institut Teknologi
Adhi Tama Surabaya. Jalan Arief Rahman Hakim No. 100 Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam praktikum pembuatan tempe ini diperlukan alat dan bahan, sebagai
berikut:
1) Alat yang diperlukan:
a) Nampan
b) Kantong plastik
c) Kompor
d) Panci
e) Timbangan
2) Bahan yang dibutuhkan:
a) Air
b) Ragi tempe 0,375 gram
c) Kacang kedelai 500 gram
3.3 Prosedur Percobaan
Dalam praktikum ini, prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
1. Membersihkan kedelai sebanyak 500 gram dari kotoran dan lain-lain.
2. Mencuci kedelai dengan air, lalu ditendam kurang lebih 8-10 jam.
3. Mengupas kulitnya sampai bersih, lalu dicuci lagi agar kulit arinya hilang
semua.
4. Dikukus atau direbus selama kurang lebih 30 menit dan menggunakan air
secukupnya.
5. Dikeringkan dengan cara menyebar kedelai pada nampan.
-
11
6. Jika sedah dingin, kacang kedelai sudah bisa diinokulasi.
7. Tambahkan ragi tempe sebanyak 0,375 gram secara merata.
8. Aduk hingga rata.
9. Menyimpan hasil inokulasi ke dalam: (1) Kantong plastik tertutup, dan (2)
Kantong plastik yang berlubang.
10. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari.
11. Amati bentuk rhizopus dan gambar, amati kenampakan dari hasil tmepe dan
percobaan.
12. Bandingkan berbagai hasil fermentasi dengan berbagai cara penyimpanan.
3.4 Skema Percobaan
Kedelai
Dicuci dari kotoran, seperti tanah, kerikil, serbuk kayu, dll.
Direndam dalam air semalam sampai berbusa dan berbau spesifik
Kulit biji kedelai dikupas dan dicuci bersih
Kedelai direbus atau dikukus hingga agak lunak
Didinginkan dan ditiriskan
Pemberian starter, berupa ragi tempe
Dibungkus atau dimasukkan ke dalam wadah
Diperam
Tempe telah jadi
-
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Pada praktikum pembuatan tempe ini dilakukan dengan dua percobaan, yaitu
percobaan (1) dilakukan dengan media pembungkus plastik berlubang dan
percobaan (2) dilakukan dengan media pembungkus pastik tidak berlubang.
Tabel hasil percobaan
Parameter Uji
Percobaan (1) Percobaan (2)
Warna Putih Putih dengan bintik hitam Rasa Khas tempe, agak asam Agak Pahit
Aroma Khas tempe Agak tengik Tekstur memadat Masih agak seperti bentuk
asalnya Bentuk Jamur
Seperti bulu-bulu halus Sedikit bulu-bulu halus, namun ada beberapa bagian menghitam
4.2 Pembahasan
Beberapa tahapan dalam proses pembuatan tempe, meliputi :
1. Proses penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit
Biji kedelai yang akan digunakan dalam proses pembuatan tempe
haruslah dalam keadaan bersih, bebas dari campuran batu kerikil ataupun
bijian lain, tidak rusak atau cacat, dan bentuknya seragam. Kulit biji kedelai
harus dihilangkan untuk memudahkan bertumbuhnya jamur. Penghilangan
kulit biji dapat dilakukan secara kering, maupun basah. Cara kering lebih
efisien, yaitu dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 1040C selama 10 menit
atau dengan pengeringan di bawah sinar matahari selama 1-2 jam. Selanjutnya
penghilangan kulit dilakukan dengan Burr Mill. Biji kedelai tanpa kulit dalam
keadaan kering dapat disimpan lama.
-
13
Penghilangan kulit biji seecara basah dapat dilakukan setelah biji
mengalami hidrasi, yaitu setelah perebusan dan perendaman. Biji yang telah
mengalami hidrasi lebih mudah dipisahkan dari bagian kulitnya, tetapi dengan
cara basah tidak dapat disimpan lama.
2. Proses perendaman atau prefermentasi
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi sehingga
kada air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaiut mencapai
62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri-
bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar
4,5-5,3. Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur
tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakter-bakteri kontaminan
yang bersifat sebagai pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang
dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dadri aspek gizi, apabila
asam yang dibentuk dari gula stakhijosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari
kondisi asam dari biji adalah menghambat penaikan pH di atas 7,0 karena
adanya aktivitas proteolitik jamur yang dapat membebaskan amonia sehingga
dapat meningkatkan pH dalam biji. Bila pH di atas 7,0 akan dapat menhambat
pertumbuhan atau bahkan menyebabkan kematian jamur tempe. Hesseltine, et
al (1963), mendapatkan bahwa dalam biji kedelai terdapat komponen yang
stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat penghambat
pertumbuhan Rhizopus jamur tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa
perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen
tersebut.
Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin
tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat proses hidrasinya. Namun
demikian bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi maka akan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri sehingga asam tidak
terbentuk.
3. Proses perebusan
Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendamann bertujuan
untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin
-
14
inhibitor, membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang
diperlukan untuk pertumbuhan jamur.
4. Proses penirisan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
mengeringkan permukaan biji, dan menurunkan suhu biji sampai sesuai
dengan kondisi pertumbuhan jamur. Air yang berlebihan dalam biji dapat
menghambat pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-
bakteri kontaminan sehingga menyebabkan pembusukan.
5. Proses iokulasi
Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan
beberapa bentuk inokulan, yaitu :
1. Usar, yaitu debuat dari daun waru atau jati yang merupakan media
pembawa spora jamur. Usar ini banyak dipergunakan di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
2. Tempe yang telah dikeringkan dengan penyinaran matahari atau kering
beku.
3. Sisa spora dan iselia dari wadah atau kemasan tempe.
4. Ragi tempe yang terbuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragi
roti.
5. Spora Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air.
6. Isolat Rhizopus oligiosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe
skala laboratorium.
7. Ragi tempe yang terbuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan
jamur tempe yang ditumbuhkan pada media dan dikeringkan.
6. Proses pengemasan
Kemasan yang digunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional yaitu dari
daun pisang, jati, waru, atau bambu. Selanjutnya juga dikembangkan kemasan
plastik yang diberi lubang. Secara laboratorium, kemasan yang dipergunakan
adalah nampan stainless steel dengan berbagai ukuran yang dilengkapi dengan
lubang-lubang kecil.
7. Proses inkubasi atau fermentasi
-
15
Inkubasi dilakukan pada suhu 25-370C selama 36-48 jam. Selama inkubasi
terjadi, proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-
komponen dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk
inkubasi kedelai adalah lembab, kebutuhan oksigen, dan suhu yang sesuai
dengan pertumbuhan jamur
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu:
1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat
dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama
semakin lebat sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe di mana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan
sushu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur
tempe hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal,
dan tekstur lebih kompak.
3. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur tehenti,
terjai perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk
amonia.
Dalam pertumbuhannya, Rhizopus akan menggunakan oksigen dan
menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak.
Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain.
Jamur tempe juga menghasilkan antibiotika yang dapa menghambat
pertumbuhan banyak mikroba.
-
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pembuatan tempe ini dapat kami simpulkan bahwa:
1. Tempe merupakan produk pangan fermentasi yang sangat dikenal di
kalangan masyarakat Indonesia sejak dahulu, yang terbuat dari kacang-
kacangan, umumnya kedelai, yang difermentasikan dengan jamur
Rhizopus sp. .
2. Pertumbuhan jamur tempe yang baik umumnya sekitar 3 24 jam,
dengan ciri-ciri fisik tempe yang memadat karena pertumbuhan miselia
kapang yang menyatukan tiap butir kacang kedelai, dengan warna putih
berserat dari miselia kapang itu sendiri, serta rasa dan aroma yang begitu
khas.
3. Pertumbuhan jamur pada tempe sangat membutuhkan oksigen sebagai
sumber energi yang menopak perkembangan jamur tempe, sehingga
kemasan tempe hendaknya didesain cukup berlubang untuk tempat
masuknya oksigen.
5.2 Saran
Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan dengan sterilisasi yang baik terhadap
alat ataupun bahan dan meja praktikum yang digunakan. Posisi alat dan bahan
saat proses praktikum berlangsung sebaiknya diposisikan secara rapi dan bersih
sehingga proses percobaan dapat berlangsung dengan aman/lancar dan juga
menghindari terjadinya kerusakan alat akibat tergelincir dan lain-lain.
-
17
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hidayat, Nur. 2006. Mikrobiologi Industri. Malang: Penerbit Andi.
[2] Hidayat, Nur. 2013. Tempe dan Vitamin B12, Haruskah dari Klebsiella
Pneumonia?. [online]. Tersedia: http://permimalang.wordpress.com/2013/06/19
/tempe-dan-vitamin-b12-haruskah-dari-klebsiella-pneumonia/ [diakses tanggal 7
Juni 2014].
[3] Insani, N., N. Hidayat, dan Sukardi. 2004. Analisis Perbandingan Pembuatan
Tempe di Sentra Industri Tempe Sanan. Makalah seminar Nasional
Pengembangan Agroindustri skala UKM. Malang. 17 Juli 2004.
[4] Primus, Josephus. 2008. Gara-gara Tempe Abu-abu. [online]. Tersedia:
http://permimalang.wordpress.com/2008/03/27/gara-gara-tempe-abu-abu/ [diakses
tanggal 7 Juni 2014]
[5] Stanbury, P.F dan A. Whitaker. 1984. Principle of Fermentation Technology.
Pergamon Pers. Oxford.
[6] Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Pertanian
UPN Veteran.
-
18
LAMPIRAN
Gambar 1. Proses peragian
Gambar 2. Proses pengemasan
-
19
Gambar 3. Proses inkubasi
Gambar 4. Produk tempe yang sudah jadi