praktikum heat treatment / perlakuan panas
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANGProses Perlakuan Panas adalah suatu proses yang terdiri dari proses
pemanasan dan proses pendinginan pada logam dan paduannya dengan cara
tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan.
Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada
kadar karbon pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa
mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses
manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon sama. Sehingga, kita
perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa
mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu.
Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu
kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penetu kekerasan
logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan
fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk mengetahui
perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberi heat treatment
Dewasa ini terdapat berbagai jenis bahan yang digunakan pada proses
manufaktur dan tujuan-tujuan lain. Namun, sebelum diketahui atau digunakan
dalam industri atau bagian-bagian yang lain, karakteristik struktural atau susunan
dari logam atau paduannya yang akan dipakai atau ditawarkan pada industri untuk
keperluan lainnya dan dengan melakukan pengujian metalografi maka dapat
dilakukan berbagai jenis perubahan pada suatu material setelah mengetahui
karakteristiknya.
Dari hal inilah, orang mulai mencoba untuk melakukan uji metalografi
pada suatu material. Sehingga dengan cara ini dapat diperoleh bahan dengan sifat-
sifat yang sesuai dengan tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan teknologi
modern yang meningkat.
Untuk itu, pengujian metalografi sangat berguna dalam berbagai dunia
industri, terutama pada industri logam dan otomotif. Karena kebutuhan akan
logam ini semakin meningkat, maka banyak industri manufaktur menyuplai bahan
logam yang ada di pasaran san telah melalui berbagai proses pengujian
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 1
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
bahan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian metalografi sangat berperan
bagi dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari material yang
memiliki sifat dan karakteristik yang baik.
1.2. TUJUAN PENELITIAN1) Mengetahui perbedaan kekerasan pada specimen yang dilakukan
perlakuan panas dengan media quenching (udara, air, oli)
2) Mengetahui sifat mampu keras specimen dengan metode jominy
test yaitu laju pendinginan suatu specimen
3) Mengetahui proses Metalografi Kualitatif
4) Mengidentifikasi struktur mikro baja AISI O1 – DF 3 dan AISI
4140
5) Mengetahui sifat-sifat logam berdasarkan struktur dan fasanya
6) Mengetahui pengukuran besar butir logam dengan Metode
Lingkaran, Metode Heyn, dan Metode Garis Potong
1.3. BATASAN MASALAH1) Serangkaian proses perlakuan panas
2) Material yang digunakan adalah baja DF 03/AISI O1 untuk
perlakuan panas,Metalografi kualitatif,metalografi kuantitatif.
3) Material yang digunakan adalah baja AISI 4140 untuk modul Sifat
Mampu Keras
4) Sifat mampu keras pada material uji coba & Metodenya
5) Proses metalografi kualitatif
6) Proses metalografi kuantitatif
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 2
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
1.4. METODA PENELITIANDalam praktikum ini saya menggunakan metode praktik serta
menggunakan bahan pusataka sebagai metode penelitiannya. Beberapa metode
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Pengamatan (Observation)
Pengumpulan data dan pengolahan data hasil dari materi dasar dan
praktikum.
2) Pencarian (Searching)
Mencari bahan dari berbagai sumber untuk memudahkan dan sebagai
tambahan ilmu yang luas
Diskusi (Discussion)
3) Pengumpulan data dari berbagai pihak baik secara lisan maupun tulisan
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG1.2. TUJUAN PENELITIAN1.3. METODA PENULISAN1.4. SISTEMATIKA PENULISAN1.5. LOKASI PRAKTIKUM
BAB II PERLAKUAN PANAS
2.1. TUJUAN2.2. TEORI DASAR2.3. ALAT DAN BAHAN
2.3.1. ALAT2.3.2. BAHAN
2.4. TATA CARA PRAKTIKUM2.4.1. SKEMA PROSES2.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES
2.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA2.5.1. PENGUMPULAN DATA2.5.2. PENGOLAHAN DATA
2.6. ANALISA DAN PEMBAHASAN2.7. KESIMPULAN DAN SARAN
2.7.1. KESIMPULAN2.7.2. SARAN
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 3
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB III SIFAT MAMPU KERAS
3.1. TUJUAN3.2. TEORI DASAR3.3. ALAT DAN BAHAN
3.3.1. ALAT3.3.2. BAHAN
3.4. TATA CARA PRAKTIKUM3.4.1. SKEMA PROSES3.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES
3.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA3.5.1. PENGUMPULAN DATA3.5.2. PENGOLAHAN DATA
3.6. ANALISA DAN PEMBAHASAN3.7. KESIMPULAN DAN SARAN
3.7.1. KESIMPULAN3.7.2. SARAN
BAB IV METALOGRAFI KUALITATIF
4.1. TUJUAN4.2. TEORI DASAR4.3. ALAT DAN BAHAN
4.3.1. ALAT4.3.2. BAHAN
4.4. TATA CARA PRAKTIKUM4.4.1. SKEMA PROSES4.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES
4.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA4.5.1. PENGUMPULAN DATA4.5.2. PENGOLAHAN DATA
4.6. ANALISA DAN PEMBAHASAN4.7. KESIMPULAN DAN SARAN
4.7.1. KESIMPULAN4.7.2. SARAN
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 4
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB V METALOGRAFI KUANTITATIF
5.1. TUJUAN5.2. TEORI DASAR5.3. ALAT DAN BAHAN
5.3.1. ALAT5.3.2. BAHAN
5.4. TATA CARA PRAKTIKUM5.4.1. SKEMA PROSES5.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES
5.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA5.5.1. PENGUMPULAN DATA5.5.2. PENGOLAHAN DATA
5.6. ANALISA DAN PEMBAHASAN5.7. KESIMPULAN DAN SARAN
5.7.1. KESIMPULAN5.7.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1.6. LOKASI PRAKTIKUMDosen Perlakuan Panas : Bpk. Kusharjanto,S.T,.M.T.
Asisten Laboratorium : Hanif
Teknisi : Bpk. Joko Purwanto
Tanggal/Hari : 18 Mei 2014 / Minggu & 23 Mei
2014 / Juma’t
Waktu : 9:00 WIB & 15:00 WIB
Tempat :Laboratorium Logam Teknik
Metalurgi Universitas Jenderal
Achmad Yani Bandung
Jurusan : Teknik Metalurgi
Fakultas : Teknik
Universitas : Universitas Jenderal Achmad Yani
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 5
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB II PERLAKUAN PANAS
2.1. TUJUAN- Mengetahui perbedaan kekerasan pada specimen yang dilakukan
perlakuan panas dengan media quenching ( udara, air, oli )
- Mengetahui temperature austenisasi specimen baja AISI O1 – DF 3
2.2. TEORI DASARProses pelakuan panas adalah suatu proses yang terdiri dari proses
pemanasan dan proses pendingin pada logam dan paduannya dengan cara tertentu
yang bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan. Proses ini
telah digunakan secara luas dan tidak hanya dilakukan pada logam ferro saja
melainkan telah banyak digunakan pada logam non-ferro beserta paduannya.
Namun dikarenakan bahasan dari laporan ini menggunakan material baja jadi
proses perlakuan panasnya dibatasi hanya pada material baja.
Perubahan dari sifat yang dikarenakan proses perlakuan panas mencakup
pada daerah keseluruhan dari logam dan hanya sebagiannya saja, contoh pada
permukaannya saja.
Baja unsur paduan utamanya adalah besi dan carbon, tetapi selain itu juga
terdapat unsur-unsur penyusun yang lain seperti Mn, V, W, Cr, Ni, Si. Carbon
dalam baja larut secara interstisi dan membentuk senyawa karbida yang disebut
sementit (Fe3C) yang sifatnya keras dan getas, sehingga pengaruhnya pada baja
akan meningkatkan kekuatan dengan menghambat laju dislokasi.
Secara umum unsur-unsur paduan ditambahkan dalam baja dengan kadar
tertentu bertujuan untuk:
• Meningkatkan kekerasan
• Menaikkan keuletan
• Meningkatkan ketahanan aus
• Meningkatkan ketangguhan
• Memperbaiki ketahanan korosi
• Memperbaiki mampu pemesinan
Perubahan sifat yang terjadi pada proses perlakuan panas
disebabkankarena adanya pertumbuhan fasa pada saat pemanasan dan
transformasi fasa pada saat pendinginan.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 6
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Hal tersebut tidak akan pernah terlepas dari temperatur. Diagram yang
menyajikan tentang hubungan antara temperatur dimana terjadinya perubahan fasa
pada saat proses pemanasan dan pendinginan lambat dengan kadar karbon disebut
diagram fasa.
Gambar 2. 1 Diagram Fasa Fe Fe3C
Diagram Fasa Fe-Fe3C sangatlah penting, khususnya dalam proses
perlakuan panas, diagram ini menjadi dasar atau pedoman untuk mengetahui fasa
apa yang akan terbentuk pada saat kita melakukan pemanasan. Dari diagram ini
juga diketahui garis transformasi fasa dan titik komposisi tertentu dari baja.
Komposisi eutektoid tedapat pada 0,8% C dan pada Temperatur 723o C. Fasa
austenit ( γ ) mengandung unsur karbon maksimum 2 % karbon, hal ini
memungkinkan karena fasa austenit mempunyai sel satuan FCC sehingga mampu
melarutkan atom - atom karbon yang lebih banyak didalamnya secara interstisi.
Prinsip perlakuan panas adalah pemanasan dan pendinginan, kecepatan
pendinginan sangat berpengaruh terhadap hasil struktur mikro dan sifat mekanik
yang didapat, maka timbul fungsi waktu. Dalam diagram Fe-Fe3C hanya
menjelaskan transformasi pada kecepatan yang sangat rendah atau pendinginan
yang terjadi secara alami.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 7
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Maka, Diagram Fe-Fe3C tidak dapat menjelaskan transformasi yang terjadi
pada pendinginan cepat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman berupa
diagram baru yang menyatakan hubungan antara temperatur dan waktu serta dapat
menjelskan transformasi yang terjadi pada kecepatan pendinginan yang tinggi.
Diagram TTT ( time temperature transformation ) dan Diagram CCT ( continous
cooling transformation) adalah diagram yang digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan proses perlakuan panas karena diagram ini dapat menjelaskan
transformasi fasa yang terjadi pada kecepatan pendinginan yang tinggi.
Pembentukan sifat-sifat dalam baja tergantung pada kandungan karbon,
temperatur pemanasan, sistem pendinginan, serta bentuk dan ketebalan bahan.
1. Pengaruh Unsur Karbon
Kekerasan baja ini tergantung dari pada jumlah karbon yang terkandung di
dalam baja, dimana makin tinggi presentase karbonnya makin keras baja.
Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan menjadi :
a) Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung karbon
kurang dari 0.3%
b) Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang mengandung
karbon 0.3%-0.7%
c) Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon sekitar
0.7%-1.3%.
2. Pengaruh Suhu Pemanasan
Baja karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh
unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja
karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit diatas titik kritis terendah
(bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan
yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu
kandungan karbon diatas 0,38% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi
austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Lamanya
pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi bahan harus tidak berukuran
panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 8
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
3. Pengaruh Pendinginan
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan
kecepatan pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk
martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Adapun
kecepatan pendinginan kritis adalah bergantung pada komposisi kimia baja.
Kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan. Untuk
pendinginan yang cepat digunakan larutan garam atau soda api yang dimasukkan
ke dalam air. Sementara itu, untuk pendinginan yang sangat lambat digunakan
embusan udara secara cepat melalui batas lapisannya.
4. Pengaruh Bentuk
Baja cair bila didinginkan melai membeku pada titik-titk inti yang cukup
banyak. Atom-atom yang tergabung dalam kelompok di sekitar suatu inti
cenderung memiliki letak yang serupa. Ukuran butir tergantung pada beberapa
factor anatara lain laju pendinginan sewaktu pembekuan. Baja dengan butiran
yang kasar kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi. Besar butir dapat
dikendalikan melalui komposisi pada waktu proses pembuatan , akan setelah baja
jadi dapat dikendalikan melalui perlakuan panas.
5. Pengaruh Ketebalan Bahan
Pengaruh ketebalan bahan terhadap lama pemanasan atau penahanan pada
suhu tertentu adalah semakin tebal bahan yang akan di heat treatment maka
semakin lama waktu penahanan yang diperlukan.
Heat treatment untuk baja terdiri dari dua proses utama, yaitu:
1. Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di
atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini
dilakukan dengan input panas dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan
hardening untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh
struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja dipanaskan sampai suhu
tertentu antara 770-830º C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada
suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan
yang mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 9
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
perlit dan ferit atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan
austenit berubah menjadi martensit. Hasilnya keuletan tinggi. Di dalam hardening
baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50oC diatas upper critical temperatur, sementara
baja hypereutectoid dipanaskan 30-50oC diatas lower critical temperatur.
Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini untuk
waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang
sesuai seperti udara, brine, oil dan udara.
Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrite dan pearlite sementara baja
hypereutectoid terdiri dari pearlite dan cementite. Saat memanaskan diatas
temperatur kritis, strukturnya terdiri dari unsur pokok tunggal dinamakan austenit.
Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi unsur pokok mikro dinamakan
martensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari karbon pada α-iron
dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit.
Quenching adalah salah satu metoda untuk pengerasan juga. Menurut media
pendinginnya, quenching dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a) Quenching dengan media air
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena
biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat.
Air khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan
temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk memperoleh kekerasan dan
kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat, yang
menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan.
b) Quenching dengan media oli
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air.
Digunakan pada material yang kritis, antara lain material yang mempunyai bagian
tipis atau ujung yang tajam. Karena oli lebih lunak, maka kemungkinan adanya
tegangan dalam, distorsi, dan retakan kecil. Oleh karena itu medium oli tidak
menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pada medium air. Quenching dengan
media air akan efektif jika dipanaskan pada suhu 30-60 oC
c) Quenching dengan media udara
Quenching dengan media udara lebih lambat jika dibandingkan dengan
media oli maupun air. Material yang panas ditempatkan pada screen.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 10
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Kemudian udara didinginkan dengan kecepatan tinggi dialirkan dari bawah
melalui screen dan material panas. Udara mendinginkan material panas lebih
lambat dari daripada medium air dan oli. Pendinginan yang lambat kemungkinan
adanya tegangan dalam dan distorsi. Pendinginan udara pada umumnya digunakan
pada baja yang mempunyai kandungan paduan yang tinggi.
Dari proses quenching juga dapat dihasilkan diagram TTT (time,
temperature, transformation). Diagram tersebut menjelaskan tentang kaitan
produk transformasi yang berhubungan dengan waktu dan temperatur. Dari
diagram ini jelas bahwa dari dekomposisi austenit dapat diperoleh berbagai
variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri dari 100% pearlite kasar, baja
bersifat lunak dan ulet, atau martensit penuh, ketika baja bersifat keras dan getas.
Karena transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap
merupakan material konstruksi utama untuk keperluan rekayasa. Adakalanya baja
yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu
dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan
sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat
keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian
tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir
selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan
tempering.
2.3. ALAT DAN BAHAN2.3.1. ALAT
1. Tungku muffle
2. Penjepit spesimen
3. Sarung tangan
4. Mesin Rockwell C
2.3.2. BAHAN1. AISI O1 – DF 3 4 buah
2. Amplas grit 60 mesh Secukupnya
3. Media pendingin Air dan Oli
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 11
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.4. TATA CARA PRAKTIKUM2.4.1. SKEMA PROSES
Gambar 2.2 Skema proses Perlakuan panas
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 12
Material AISI O1 - DF 3
1). Tungku : Temp. Pre heat = 650oC2). Holding time pada Temp. Pre heat =15 menit3). Temp. Austenite = 850oC4). Holding time pada Temp. Austenite = 45 menit
Quenching1). Air2). Oli
3). Udara Terbuka / Normalizing
Ampelas grade 60
Uji Keras menggunakan mesin Rockwell C
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.4.2.PENJELASAN SKEMA PROSES
- Siapkan specimen material baja AISI O1 – DF 3
- Panaskan specimen dalam tungku muffle hingga suhu 650OC, tahan
selama 15 menit. Lalu naikkan suhu hingga 850OC, tahan selama
45 menit
- Quenching specimen dengan media air, oli, dan udara terbuka
- Setelah specimen memungkinkan untuk dipegang, ampelas
specimen dengan ampelas grade 60
- Setelah permukaan specimen halus, Uji harga kekerasan specimen
dengan menggunakan mesin Rockwell C
- Analisa dan bahas
- Kesimpulan
2.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA2.5.1. PENGUMPULAN DATA
2.5.1.1. Data Awal
- Jenis Material : AISI O1 – DF3
- Temp. Pre heat : 650OC
- Holding time pada Temp. Pre heat : 15 menit
- Temp. Austenite : 850OC
- Holding time pada Temp. Austenite : 45 menit
- Media Quench : 1. Di dalam Tungku
2. Di udara terbuka
3. Air
4. Oli
- Ampelas : Grade 60
- Komposisi Kimia AISI O1-DF 3 :
C = 0,95% W = 0,60 %
Cr = 0,60% Mn= 1,10%
V = 0,10 % Si = 0,3 %
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 13
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.5.1.2. Tabel 2.1 Pengamatan dan Pengujian Keras
No Spesimen Waktu
Penahanan
Media
Pendingin
Pengujian Harga
Kekerasan
Rata-rata
(HRC)
1 2 3
1. Spesimen
Awal
- Di dalam
tungku
19 16 16 17
2. Normalizing
(udara
terbuka)
45 menit udara 50 52 53 51,67
3. Quenching
Oli
45 menit Oli 57 59 57 57,67
4. Quenching
Air
45 menit Air 57 59 59 58,33
2.5.2. PENGOLAHAN DATA2.5.2.1 Grafik Holding time
T (oC) 45 menit 850
15 menit 650
(1) (2) (3) (4)
0t (menit)
Gambar 2.3 Grafik Holding time
Keterangan :
(1). Quenching Air
(2). Quenching Oli
(3). Udara
(4). Dalam Tungku / Spesimen awal
2.5.2.2 Grafik Harga Kekerasan Pada Berbagai Pendinginan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 14
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Gambar 2.4 Grafik harga kekerasan pada berbagai pendinginan
2.5.2.3 Grafik Harga Kekerasan Spesimen Awal
Pengujian ke 1 Pengujian ke 2 Pengujian ke 30
5
10
15
20
Spesimen Awal
H R
C
Gambar2.5 Harga kekerasan specimen awal
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 15
Dalam tungku Udara terbuka Quench Oli Quench Air10
20
30
40
50
60
HRC
Har
ga H
RC
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.5.2.4 Grafik Harga Kekerasan Quench Udara Terbuka (Normalizing)
Pengujian ke 1 Pengujian ke 2 Pengujian ke 30
10
20
30
40
50
60
Normalizing H
R C
Gambar2.6 Grafik kekerasan normalizing
2.5.2.5 Grafik Harga Kekerasan Quenching Oli
Pengujian ke 1 Pengujian ke 2 Pengujian ke 30
10
20
30
40
50
60
Quenching Oli
H R
C
Gambar 2.7 Grafik kekerasan quenching oli
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 16
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.5.2.6 Grafik Harga Kekerasan Quenching Air
Pengujian ke 1 Pengujian ke 2 Pengujian ke 30
10
20
30
40
50
60
Quenching AirH
R C
Gambar 2.8 Grafik kekerasan quenching air
2.6. ANALISA DAN PEMBAHASANMaterial yang digunakan pada praktikum perlakuan panas kali ini adalah
Baja AISI O1 – DF 3 dan temperature Pre heat nya adalah sebesar 650oC. Fungsi
dari pre heating adalah untuk mengurangi perbedaan temperature antara
temperature specimen dan temperature di dalam tungku. Hal tersebut penting
dilakukan agar tidak terjadi Thermal Shock. Jika terjadi, specimen akan
menghasilkan specimen yang getas ataupun retak.
Setelah specimen di Pre heat pada suhu 650oC, dilakukan proses holding
time selama 15 menit. Proses ini bertujuan untuk menyeragamkan suhu
permukaan specimen dengan bagian dalam atau inti specimen. Proses holding
time berpengaruh pada kekerasan specimen, jika terlalu lama akan membuat butir
pada specimen menjadi kasar. Apabila terlalu cepat, belum tercapainya
keseragaman suhu permukaan specimen dengan bagian dalam specimen.
Setelah di holding time pada temperature pre heat selama 15 menit,
temperature kembali dinaikkan pada temperature austenisasi yaitu 850oC, karena
kerlarutan karbon di fasa austenite adalah yang paling besar , yaitu 2,1%. Lalu di
holding time kembali selama 45 menit, fungsinya untuk menyeragamkan suhu
permukaan specimen dengan bagian dalam atau inti specimen.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 17
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Lalu setelah di holding time, dilakukan proses pendinginan. Variasi pada
media pendinginan akan mempengaruhi waktu pendinginan yang terjadi dan akan
mempengaruhi proses difusi atom-atom pada specimen.
Berdasarkan kekerasan yang dimiliki oleh setiap specimen yang telah
dilakukan proses pendinginan pada media yang berbeda :
1. Spesimen Quenching Air : 58,33 HRC
2. Spesimen Quenching Oli : 57,67 HRC
3. Spesimen Normalizing : 51,67 HRC
4. Spesimen Awal : 17,00 HRC
Berdasarkan data yang diperoleh, specimen yang dilakukan proses
pendinginan pada Media Air menghasilkan nilai kekerasan yang paling tinggi. Hal
ini dikarenakan proses pendinginan yang sangat cepat atau penurunan suhu secara
tiba-tiba dan membuat atom-atom dalam specimen tidak sempat melakukan difusi.
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching, karena
biayanya yang murah, dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat.
Air khususnya digunakan pada baja karbon rendah yang memerlukan penurunan
temperatur dengan cepat dengan tujuan untuk memperoleh kekerasan dan
kekuatan yang baik. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat, yang
menyebabkan tegangan dalam, distorsi, dan retakan. Pendinginan yang cepat
menyebabkan austenit berubah menjadi martensit. Hasilnya keuletan tinggi. Di
dalam hardening baja hipoeutectoid dipanaskan 30-50oC diatas upper critical
temperatur, sementara baja hypereutectoid dipanaskan 30-50oC diatas lower
critical temperatur. Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada
temperatur ini untuk waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada
media pendinginan yang sesuai seperti udara,oil dan udara.
Pada specimen yang dilakukan proses normalizing, setelah diuji keras
dengan mesin Rockwell berkali-kali, didapatkan nilai kekerasan yang jauh dari
nilai kekerasan standarnya. Hal ini belum dapat dipastikan apa penyebabnya,
tetapi akan dilakukan proses Metalografi pada specimen tersebut untuk
mengetahui fasa apa yang terbentuk.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 18
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2.7. KESIMPULAN DAN SARAN2.7.1. KESIMPULAN
1.Spesimen yang digunakan adalah baja AISI O1 – DF3.
2.Fungsi Pre heat adalah untuk mengurangi perbedaan temperature
antara temperature specimen dan temperature dalam tungku, serta
mencegah terjadinya thermal shock.
3.Fungsi Holding time adalah untuk menyeragamkan suhu
permukaan specimen dengan bagian dalam atau inti specimen.
4.Nilai kekerasan yang didapat :
a. Spesimen quenching air : 58,33 HRC
b. Spesimen quenching oli : 57,67 HRC
c. Spesimen Normalizing : 51,67 HRC
d. Spesimen Awal : 17,00 HRC
5.Nilai kekerasan yang tertinggi adalah yang dengan media quench
air, yaitu 58,33 HRC, Karena proses pendinginan yang sangat cepat
6.Kekerasan dipengaruhi oleh :
a. Persen carbon baja itu sendiri
b. Media quench
c. Holding time
2.7.2. SARAN1. Sebelum melakukan uji keras, mesin Rockwell C harus sudah di
kalibrasi terlebih dahulu. Agar hasil yang dikeluarkan akan akurat
2. Perlu adanya proses preheat agar terjadi keseragaman unsur pada
material baja DF 03/AISI O1
3. Waktu holding time perlu ditentukan dengan tepat
4. Pada saat proses pengangkatan material baja DF 03 dari tungku
usahakan agar cepat sehingga tidak mempengaruhi serangkaian
proses (Terutama perlakuan quenching)
5. Adanya scale dapat mengganggu hasil kekerasan yang didapat
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 19
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB III SIFAT MAMPU KERAS
3.3.1. TUJUAN
1) Mengetahui sifat mampu keras specimen dengan metoda jominy test, yaitu
perbedaan laju pendinginan pada suatu specimen. Pada praktikum sifat
mampu keras ini menggunakan baja AISI 4140 dengan menggunakan
metode Jominy Test.
2) Mengetahui nilai kekerasan dari baja AISI 4140
3) Mengetahui strukturmikro baja AISI 4140
4) Mengetahui Hardenability baja AISI 4140
5) Mengetahui harga diameter kritis baja AISI 4140
3.2. TEORI DASARHardening adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda
kerja menuju temperatur pengerasan didaerah atau diatas daerah kritis dan
pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat
penyejukan dingin dari daerah temperatur pengerasan ini dicapailah suatu keadaan
paksa bagi struktur baja yang membentuk kekerasan. Oleh karena itu maka proses
pengerasan ini disebut juga pengerasan kejut atau pencelupan langsung kekerasan
yang tercapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini di iringi
kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan.
Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan faktor
yang penting. Panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu. Bila
pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam,
oleh karena itu kekerasan di bagian dalam benda akan lebih rendah daripada di
bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun air garam atau air akan
menurunkan temperatur permukaan dengan cepat, yang diikuti dengan penurunan
temperatur di dalam benda tersebut sehingga diperoleh lapisan keras dengan
ketebalan tertentu.
Hardenabiliti atau sifat mampu keras adalah kemampuan baja untuk dapat
dikeraskan dengan membentuk martensit. Hardenabiliti menggambarkan
dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan pengerasan, biasanya dinyatakan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 20
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
dengan jarak suatu titik di bawah permukaan dimana strukturnya terdiri dari
50% martensit (dianggap bahwa pengerasan terjadi bila terjadi martensit
sebanayak 50%). Suatu baja dikatakan mempunyai hardenabiliti tinggi bila
baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau
dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar.
Hardenabiliti pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi,
karena itu ia akan tergantung pada dua faktor utama yaitu komposisi kimia
(kadar karbon dan unsur paduan) austenit dan ukuran butir (grain size)
austenit.
Komposisi kimia didalam baja sangat mempengaruhi dari kekerasan
baja tersebut. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses pengerasan
banyak tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbon, makin
tinggi kadar karbonnya makin tinggi kekerasan maksimum yang dapat
dicapai. Kekerasan maksimum akan terjadi bila dapat diperoleh struktur
yang seluruhnya martensit. Struktur sebelum dikeraskan dapat berupa perlit,
dimana kekerasan baja masih rendah. Pada baja dengan kadar karbon sangat
rendah kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah pengerasan tidak
begitu tinggi dan kenaikan kekerasan setelah pengerasan tidak begitu
banyak, karenanya pengerasan biasanya dilakukan terhadap baja dengan
kadar karbon yang memadai, tidak kurang dari 0,30% C (untuk baja
karbon), dalam hal ini menggunakan baja AISI 4140 yang akan ditampilkan
kadar karbonnya dalam tabel berikut :Tabel 3. 1 Komposisi kimia baja AISI 4140
Komposisi Kimia (%)
AISI Cr Mn C Si Mo
4140 0,8 – 1,1 0,75 – 1,0 0,38 – 0,43 0,15 – 0,30 0,15 – 0,25
Pada baja dengan kadar karbon yang tinggi, kenaikan kekerasan ini
mulai menurun, bahkan kekerasan setelah pengerasanpun menurun. Hal ini
dapat terjadi karena dengan kadar karbon ( dalam austenit) yang makin
tinggi, akan menyebabkan austenit sisa makin banyak, sehingga akan dapat
mengurangi kenaikan kekerasan. Untuk mencapai kekerasan yang lebih
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 21
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
tinggi austenit sisa ini ini dihilangkan dengan memberi sub zero treatment
(pendinginan sampai di bawah nol derajat C) setelah quenching. Begitu
juga hal nya dengan faktor kedua yaitu grain size austenite, pengerasan
pada dasarnya dilakukan dengan memanaskan baja ke temperature austenit,
menahan pada temperatur tersebut beberapa saat lalu mendinginkan dengan
cepat. Diharapkan dapat terjadi martensit. Banyaknya martensit yang terjadi
tergantung pada seberapa banyak austenit yang terjadi pada saat pemanasan
dan seberapa cepat pendinginannya, seberapa jauh laju pendinginan kritis
dapat didekati/dicapai. Sedang kekerasan martensit tergantung pada kadar
karbon dalam austenit pada saat dipanaskan. Pada suatu kondisi pemanasan
belum tentu semua karbon larut didalam austenit, tergantung juga pada
tingginya temperatur pemanasan dan lamanya waktu penahanan pada
temperatur tersebut. Karena itu kekerasan yang terjadi setelah proses
pengerasan banyak tergantung pada beberapa hal utama yaitu temperature
austenitisasi dan waktu tahan austenitisasi.
Faktor kedua yang mempengaruhi hardenabiliti adalah ukuran grain
size austenite. Pengaruh ukuran butir austenit terhadap hardenability diantaranya
adalah:
Semakin banyak batas butir austenit semakin mudah untuk pearlit
untuk terbentuk dibandingkan martensit .
Lebih kecil ukuran butir austenit, semakin rendah hardenability bahan
Semakin banyak batas butir austenit semakin mudah untuk pearlit
untuk terbentuk dibandingkan martensit
Lebih kecil ukuran butir austenit, semakin rendah hardenability bahan
Semakin besar ukuran butir austenit, semakin besar hardenability
Martensit adalah fasa yang ditemukan oleh seorang metalografer yang
bernama A. Martens. Fasa tersebut merupakan larutan padat dari karbon yang
lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuannya terdistorsi. Sifatnya
sangat keras dan diperoleh jika baja dari temperatur austenitnya didinginkan
dengan laju pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan kritiknya.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 22
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Dalam paduan besi karbon dan baja, austenit merupakan fasa induk dan
bertransformasi menjadi martensit pada saat pendinginan. Transformasi ke
martensit berlangsung tanpa difusi sehingga komposisi yang dimiliki oleh
martensit sama dengan komposisi austenit, sesuai dengan komposisi paduannya
sel satuan martensit adalah Tetragonal pusat badan (Body center tetragonal/BCT).
Atom karbon dianggap menggeser latis kubus menjadi tetragonal. Kelarutan
karbon dalam BCC menjadi lebih besar jika terbentuk martensit, dan hal inilah
yang menyebabkan timbulnya tetragonalitas (BCT). Makin tinggi konsentrasi
karbon, makin banyak posisi interstisi yang tersisih sehingga efek
tetragonalitasnya makin besar.
Awal dan akhir dari pembentukan martensit sangat tergantung pada
komposisi kimia dari baja dan cara mengaustenisasi. Pada baja karbon, temperatur
awal dan akhir dari pembentukan martensit (Ms dan Mf) sangat tergantung pada
kadar karbon. Makin tinggi kadar karbon suatu baja makin rendah temperatur
awal dan akhir dari pembentukan martensit tersebut terlihat bahwa untuk baja
dengan kadar karbon lebih dari 0,5%, transformasi ke martensit akan selesai pada
temperatur dibawah temperatur kamar. Dengan demikian, jika kadar karbon
melampaui 0,5%, maka pada temperatur kamar akan terdapat martensit dan
austenit sisa. Makin tinggi kadar karbon, pada baja akan makin besar jumlah
austenit sisanya. Austenit: yang belum sempat bertransformasi menjadi martensit
disebut sebagai austeni sisa. Untuk mengkonversikan austenit sisa menjadi
martensit, kepada baja tersebut harus diterapkan proses (subzero treatment).
Untuk mengukur hardenabiliti suatu baja ada dua cara yaitu dengan
Grossman dan dengan Jominy. Untuk pengujian hardenabiliti dengan cara
Grossman ini baja yang akan diuji dibuat menjadi sejumlah spesimen
berbentuk batang silindrik dari berbagai diameter. Lalu semuanya dikeraskan
dengan pendinginan celup pada suatu media pendingin tertentu. Dengan
metalografi dicari suatu batang yang pada intinya terdapat tepat 50%
martensit. Diameter batang ini dinamakan diameter kritis Do. Dalam
menyebutkan diameter kritis suatu baja harus disebutkan juga cara
pendinginannya, atau kekuatan pendinginannya yang dinyatakan dengan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 23
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
koefisien kekuatan pendinginan H ( severity of quench ). Harga H dapat
dihitung dari hubungan :
H = f / K ( in.-1 )
Dimana :
f = heat transfer factor ( BTU/in.2 sec. 0F )
K = thermal conductivity ( BTU/in. sec. 0F)
Harga H tergantung dari jenis media pendinginannya dan kekuatan agitasi.
Harga D0 masih tergantung pada harga H dari media pendingin,
sehingga kurang menunjukkan hardenabiliti sebagai sifat baja. Harga ini
tidak lagi tergantung pada media pendingin bila diambil harga H tak
terhingga. Diperoleh harga diameter kritis ideal D1 ( ideal critical diameter )
yaitu diameter batang yang bila didinginkan dengan laju pendinginan tak
terhingga akan menghasilkan tepat 50% martensit pada intinya. Bila harga
D0 pada harga H tertentu sudah diperoleh maka harga D1 dapat dicari
dengan diagram hubungan D0 – D1.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
3.3. ALAT DAN BAHAN3.3.1. ALAT
1. Tungku muffle
2. Penjepit spesimen
3. Sarung tangan
4. Mesin Rockwell C
5. Alat Uji Jominy
3.3.2. BAHAN1. AISI 4140
2. Amplas grit 60 mesh
3. Air secukupnya
3.4. TATA CARA PRAKTIKUM3.4.1. SKEMA PROSES
Gambar 3.1 Skema proses sifat mampu keras
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 25
Material AISI 4140 berbentuk batang silinder
Panaskan pada Temp. Pre heat 650oC
Holding time selama 15 menit
Panaskan hingga Temp. Austenisasi 850oC
Holding time selama 45 menit
Metode Jominy test
Ratakan sebagian batang silinder dengan Dikikir
Bersihkan permukaan yang rata dengan di ampelas
Uji kekerasan (ambil 9 titik)
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
3.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES1) Siapkan specimen material baja AISI 4140.
2) Panaskan pada temperature pre heat sebesar 650oC.
3) Tahan pada temperature pre heat selama 15 menit.
4) Naikkan kembali temperature ke temperature austenisasi sebesar
850oC.
5) Tahan pada temperature austenisasi selama 45 menit.
6) Keluarkan specimen dalam tungku muffle menggunakan penjepit
specimen, lalu quench dengan metode jominy test.
7) Setelah specimen memungkinkan untuk dipegang, kikir specimen
hingga sebagian permukaan silinder menjadi rata.
8) Ampelas specimen.
9) Ambil 9 titik pada permukaan yang rata.
10) Uji harga kekerasan specimen dengan mesin Rockwell C.
11) Analisa dan bahas hasil pengujian.
12) Kesimpulan.
3.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA3.5.1. PENGUMPULAN DATA
3.5.1.1 Data Awal- Jenis Material : AISI 4140
- Temp. Pre heat : 650oC
- Holding time pada temp. Pre heat : 15 menit
- Temp. Austenite : 850oC
- Holding time pada temp. Austenite : 45 menit
- Media quench : Air
- Diameter Kran : 11,46 mm
- Jarak antara nozzle dengan ujung : 10,30 mm
Specimen
- Komposisi Kimia :
%C = 0,38% - 0,43%
%Si = 0,15% - 0,30%
%Mn = 0,75% - 1,0 %
%Cr = 0,8% - 1,1%
%Mo = 0,15% - 0,25%
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 26
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Gambar 3.2 Material AISI 4140 Batang Silinder
Tabel 3.2 Nilai uji keras
Posisi
(inchi)
Kekerasan (HRC) HRC
Rata-rata1 2 3
116
48 49 51 49,34
416
44 46 44 44,7
816
48 42 44 44,6
1216
46 45 41 44
1616
29 32 35 39
2016
39 32 35 35,3
2416
35 33 35 34,3
2816
36 32 28 32
3216
32 24 32 29,3
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 27
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
3.5.1.2 Komposisi Kimia AISI 4140
- Komposisi Kimia
%C = 0,38% - 0,43%
%Si = 0,15% - 0,30%
%Mn = 0,75% - 1,0 %
%Cr = 0,8% - 1,1%
%Mo = 0,15% - 0,25%
Tabel 3.3 Diameter kritis dan Ukuran butir
%C Grain Size Diameter Kritis
DI max 0,43% 7 3,08729 in
DI min 0,38% 7 2,27363 in
3.5.1.3 Faktor PengaliTabel 3.4 faktor pengali hardenablity
Percent Carbon Grain Size 7 Mn Si Mo Cr
0,35 0,189 2,167 1,245 2,05 1,756
0,40 0,213 2,533 1,280 2,20 1,864
0,45 0,226 2,500 1,315 2,35 1,972
Tabel 3.5 Faktor pengali berdasarkan unsur paduan
Percent Carbon Grain Size 7 Mn Si Mo Cr
0,35 0,189 2,167 1,24
5
2,05 1,756
0,38 0,203 2,226 1,26
6
2,140 1,820
0,40 0,213 2,333 1,28
0
2,20 1,864
0,43 0,220 2,433 1,30
1
2,29 1,928
0,45 0,226 2,500 1,35 2,35 1,972
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 28
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
1
3.5.1.4 Harga Diameter Kritis
- Diameter Minimum
(0,38%C) : 2,273 in
- Diameter Maksimum
(0,43%C) : 3,087 in
Tabel 3.6 Harga Kekerasan 0,38%C dan 0,43%C
3.5.1.5 Pengaruh Diameter Kritis Terhadap IH dan DH
Gambar 3.3 Kurva hardenability Grossman and Bain
Tabel 3.7 Kekerasan IH/DH pada berbagai posisi
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 29
%C HRC
0,3
8
55,6
0,4
3
57,9
%C HRC
0,1 40
0,2 45
0,3 50
0,4 57
0,5 60
0,6 65
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Posisi
(inchi)
IH / DH Kekerasan (HRC)
Min Max Min Max
116
- - 55,6 57,9
416
1,1 1,3 42,7 52,64
816
1,43 1,7 32,7 40,49
1216
1,65 2,2 25,2 35,09
1616
1,80 2,4 23,16 32,167
2016
2,10 2,67 19,37 27,57
2416
2,20 2,85 19,50 26,32
2816
2,28 2,89 19,23 25,40
3216
2,35 2,9 19,17 24,64
3.5.1.6 Laju Holding time
Laju holding time adalah 45 menit
3.5.1.7 Grafik
T (oC)
850 Holding time
650 Pre heat
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 30
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
45 65 130 t (menit)Gambar 3.4 Grafik Holding time jominy
1/16 4/16 8/16 12/16 16/16 20/16 24/16 28/16 32/160
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
Hardenability Band
DI maxDI min
Titik Pengujian
H R
C
Gambar 3.5 Grafik Hardenabilty Band
1/16 4/16 8/16 12/16 16/16 20/16 24/16 28/16 32/160
10
20
30
40
50
Hasil Praktikum
Hasil Praktikum
Titik Pengujian
H R
C
Gambar3.6 Grafik Hardenability Jominy Test
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 31
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
1/16 4/16 8/16 12/16 16/16 20/16 24/16 28/16 32/160
10
20
30
40
50
60
Grafik Hardenability dan Jominy test
Hasil praktikumDI maxDI min
Titik Pengujian
H R
C
Gambar 3.7 Grafik Hardenability Band dan Jominy test
3.5.2. PENGOLAHAN DATA1.5.2.1 Diameter Kritis
- Grain Size 0,38%
0,38−0,350,40−0,35
= x−0,8190,213−0,189
0,030,05
= x−0,8190,02
X= 0,2034
- Fp Mn
0,38−0,350,40−0,35
= x−2,1672,33−2,167
0,030,05
= x−2,1670,163
X= 2,2648
- Fp Si
0,38−0,350,40−0,35
= x−1,2451,280−1,245
0,030,05
= x−1,2450,035
X= 1,266
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 32
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
- Fp Cr
0,38−0,350,40−0,35
= x−1,75601,8640−1,7560
0,030,05
= x−1,75600,108
X= 1,8208
- Fp Mo
0,38−0,350,40−0,35
= x−2,052,02−2,05
0,030,05
= x−2,050,15
X= 2,14
- DI Minimum
DImin = (Grain Size %C) x (FpMn x FpSi x FpCr x
FpMo)
= 0,2034 x 2,2648 x 1,266 x 1,8208 x 2,14
= 2,27 inchi
- Grain Size 0,43%
0,43−0,400,45−0,40
= x−0,2130,226−0,213
0,6= x−0,2130,226−0,213
X= 0,2208
- Fp Mn
0,43−0,400,45−0,40
= x−2,3332,500−2,333
0,6= x−2,3332,500−2,333
X= 2,4332
- Fp Si
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 33
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
0,43−0,400,45−0,40
= x−1,2801,315−1,280
0,6= x−1,2801,315−1,280
X= 1,301
- Fp Mo
0,43−0,400,45−0,40
= x−2,202,35−2,20
0,6= x−2,202,35−2,20
X= 2,29
- Fp Cr
0,43−0,400,45−0,40
= x−1,86401,9720−1,8640
0,6= x−1,86401,9720−1,8640
X= 1,9288
- DI Maximum
DImin = (Grain Size %C) x (FpMn x FpSi x FpCr x
FpMo)
= 0,2208x 2,4332x 1,301x 1,9288x 2,29
= 3,087 inchi
1.5.2.2 Harga Kekerasan %C 0,38% dan 0,43%%C 0,38%
(0,38-0,3)/(0,4-0,3)= (x-50)/(57-50)
X = 55,6
%C 0,43 %
(0,43-0,4)/(0,5-0,4)= (x-57)/(60-57)
X = 57,9
3.5.2.3 Kekerasan Minimal dan Maksimal
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 34
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
o Kekerasan max 1/16 = 57,9
- Kekerasan max 4/16 =
HRC max awalID/ HD 4 /16
=57,91,1
=52,64
- Kekerasan max 8/16=
HRC max awalID /HD 8/16
=57,91,43
=40,49
- Kekerasan max 12/16=
HRC max awalID / HD12/16
=57,91,65
=35,09
- Kekerasan max 16/16=
HRC max awalID / HD16/16
=57,91,80
=32,16
- Kekerasan max 20/16=
HRC max awalID / HD20/16
=57,92,10
=27,57
- Kekerasan max 24/16= HRC max awalID /HD 24/16
=57,92,20
=26
,32
- Kekerasan max 28/16=
HRC max awalID / HD28/16
=57,92,28
=25,40
- Kekerasan max 32/16=
HRC max awalID / HD32/16
=57,92,35
=24,64
o Kekerasan min 1/16 = 55,6
- Kekerasan min 4/16= HRC min awalID / HD 4 /16
=55,61,3
=42,77
- Kekerasan min 8/16= HRC min awalID/ HD 8 /16
=55,61,7
=32,77
- Kekerasan min 12/16= HRC min awalID/ HD12/16
=55,62,2
=25,2
- Kekerasan min 16/16=
HRC min awalID/ HD16 /16
=55,62,4
=23,16
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 35
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
- Kekerasan min 20/16=
HRC min awalID / HD20 /16
=55,62,67
=19,37
- Kekerasan min 24/16=
HRC min a walID/ HD 24 /16
=55,62,85
=19,50
- Kekerasan min 28/16=
HRC min awalID/ HD28 /16
=55,62,89
=19,23
- Kekerasan min 32/16=
HRC min awalID / HD32/16
=55,62,9
=19,17
3.5.2.4 Kurva Kekerasan pada IH / DH
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 36
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Gambar 3.8 Kurva kekerasan pada IH/DH3.6. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Dalam baja AISI 4140, terdapat unsur karbon sebesar 0,41% yang dapat
meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Unsur paduan Silikon sebesar 0,30% yang
dapat meningkatkan hardenabiliti, ketahanan terhadap panas namun dapat
menurunkan regangan. Unsur Mangan sebesar 0,70% dapat meningkatkan
kemampuan temper dan ketahanan terhadap aus (wear resistance), namun dapat
menurunkan machinability. Unsur Chrom sebesar 1,10% dapat meningkatkan
kekerasan, kekuatan, ketahanan aus, hardenabiliti, tahan panas, tahan korosi dan
mudah dipoles namun dapat menurunkan regangan. Unsur Molibdenum sebesar
0,20% dapat meningkatkan kekuatan tarik, ketahanan panas, fatigue limit namun
dapat menurunkan regangan.
Pada praktikum ini, baja AISI 4140, dengan melakukan proses pengukuran
jominy dengan cara menyemprotkan langsung dengan menggunakan air ke ujung
baja dalam keadaan temperatur tinggi. Sebelumnya baja dipanaskan pada
temperature pre heat yaitu 650oC, lalu holding time selama 15 menit. Fungsi dari
pre heating sendiri adalah untuk mengurangi perbedaan temperature antara
temperature specimen dan temperature dalam tungku, hal tersebut penting
dilakukan agar tidak terjadi thermal shock. Jika terjadi specimen akan
menghasilkan specimen yang getas ataupun retak. Sedangkan kegunaan proses
holding time adalah untuk menyeragamkan suhu permukaan specimen dengan
bagian dalam atau inti specimen.
Setelah proses holding time, temperature kembali dinaikkan ke
temperature austenisasi yaitu sebesar 850oC, karena kelarutan karbon di fasa
austenite adalah yang paling besar yaitu 2,1%, lalu di holding time kembali
selama 45 menit.
Kemudian baja AISI 4140 tersebut dilakukan uji kekerasan dengan
menggunankan mesin Rockwell C. Pada pengujian alat uji keras menggunakan
Rockwell C menggunakan 2 beban yaitu beban minor dan beban mayor. Beban
minor memiliki beban sebesar 10kgf yang berguna untuk mengeliminasi
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 37
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
deformasi elastic dan beban mayor yang dimiliki Rockwell C adalah 150kgf dan
beban mayor lah yang terukur pada skala dan terbaca. Pengujian dilakukan dari
ujung baja yang terkena semprotan air sampai ujung bagian atas. Dari percobaan
ini dapat dibuktikan dengan pengujian kekerasan bahwa, ujung bagian AISI 4140
sampai ujung atas memiliki nilai kekerasan sebesar :Tabel 3.8 Harga kekerasan baja AISI 4140
Posisi
(inchi)
Kekerasan (HRC) HRC
Rata-rata1 2 3
116
48 49 51 49,34
416
44 46 44 44,7
816
48 42 44 44,6
1216
46 45 41 44
1616
29 32 35 39
2016
39 32 35 35,3
2416
35 33 35 34,3
2816
36 32 28 32
3216
32 24 32 29,3
Setelah didapatkan hasil dari kekerasan specimen baja AISI 4140 akan
didapatkan grafik jominy test . Sebagai perbandingan apakah hasil kekerasan
specimen masih dalam jangkauan wajar,grafik jominy test dan grafik band akan
digabungkan dan di perbandingkan pada grafik 3.4 dan diketahui bahwa hasil
kekerasan melebihi maksimum hal ini disebabkan karena waktu Holding time
yang terlalu lama oleh karena itu kekerasan yang dihasilkan terlalu tinggi karena
kekerasa berbanding terbalik dengan keuletan,maka keuletan yang dihasilkan
rendah.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 38
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Pada praktikum ini dapat ditentukan diameter ideal maksimum dan
diameter minimal dengan cara menentukan grain size dan factor pengali unsure
paduannya. Untuk baja AISI 4140 didapatkan diameter ideal maksimum adalah
3.08 in dan diameter ideal minimum adalah 2.27 in.
3.7. KESIMPULAN DAN SARAN3.7.1. KESIMPULAN
1) Nilai diameter ideal :
a. DI max = 3,08 in.
b. DI min = 2,27 in.
2) Nilai kekerasan tertinggi berada pada titik 1/16 yaitu 49,34 HRC
3) Nilai kekerasan terendah berada pada titik 32/16 yaitu 29,3 HRC
4) Laju pendinginan paling cepat berada pada titik 1/16 yang terkena
air terlebih dahulu
5) Laju pendinginan paling lambat berada pada titik 32/16 berada
pada titik yang paling jauh dari air
3.7.2. SARAN1) Usahakan pada saat pengangkatan benda kerja dari tungku muffle
ke penyangga tidak memakan waktu terlalu lama
2) Pastikan air yang mengalir tepat pada titik pertama
3) Pastikan permukaan benda kerja yang akan di uji keras telah rata
dan bebas dari pengotor
4) Pastikan alat uji keras Rockwell C telah terkalibrasi.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 39
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB IV METALOGRAFI KUALITATIF
4.1. TUJUAN-. Mengetahui proses metalografi kualitatif
- Mengidentifikasi struktur mikro specimen AISI O1 –DF 3 dan fasanya
4.2. TEORI DASARMetalografi kualitatif merupakan bidang metalografi yang mempelajari
struktur dan fasa logam. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal
yang sangat penting untuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh
pada sifat fisik dan mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat
logam akan berbeda pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan
logam akan meningkat. Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan
membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu
sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut
serta proses yang dialaminya.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 40
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu
logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan
metalografi dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 10 ± 100kali.
2) Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 1000 kali.
Pemeriksaan struktur dan fasa dari specimen logam dalam metalografi
kualitatif ini adalah menggunakan miskroskop dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Analisa Pendahuluan, dilakukan untuk menentukan bagian mana
yang akan dianalisis secara metalografi. Proses yang dilakukan
pada suatu komponen akan menyebabkan struktur mikro berbeda,
sehingga perlu kehati-hatian dalam menentukan daerah yang
dianalisa. Kesalahan dalam pengambilan sampel akan dapat
memberikan informasi yang salah
Pemotongan, dalam proses memotong, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a) Harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang
berlebihan (diberikan pendinginan oli/oli dilarutkan dalam
air).
b) Untuk logam-logam dengan kekerasan <400 BHN,
sebaiknya pemotongan secara manual.
c) Apabila pemotongan dilakukan dengan api (las gas), maka
pemotongan dalam daerah yang cukup besar supaya dapat
dipotong dengan cara lain.
Pembingkaian, jika specimen terlalu kecil atau tipis, maka perlu
pemegang/pembingkai dengan material pembingkai antara lain
dari jenis resin, gip, bakelit atau dengan logam paduan dengan
titik cair rendah. Yang terpenting adalah material dengan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 41
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
specimen jangan sampai memiliki kekerasan dan ketahanan abrasi
yang sangat berbeda. Jenis jenis permbingkai yang dapat dipilih :
a) Pembingkaian cor (cast mounting)
b) Pembingkaian tekan (compression mounting)
c) Pembingkaian jepit (clamp mounting)
d) Pembingkaian konduktif (untuk SEM (Scanning Electron
Microscope))
Penggerindaan/pengampelasan, proses penggerindaan (grinding)
mesin gerinda putar dengan media gerinda berupa kertas ampelas
kasar (ukuran grti 80 dan 120 mesh) sampai amperlas halus
(ukuran grit 180, 240, 320, 400, dan 600 mesh). Arah
pengampelasan dari satu ampelas ke ampelas lainnya harus
diubah diubah ( putar 90o) serta selalu diberikan air pendingin
agar specimen tidak menjadi panas dan menghindarkan dari
garam.
Pemolesan, proses pemolesan dilakukan diatas kain poles pada
piringan poles dengan menambahkan pasta poles selama proses
berlangsung. Tujuan utama pemolesan adalah untuk
menghilangkan goresan yang terbentuk pada waktu proses
pengampelasan, hingga permukaan sampel menjadi mengkilap.
Jenis kain poles yang umum dipakai antara lain beludru, billiard,
katun, kanvas, dan nilon. Sedangkan pasta polesnya adalah pasta
intan, alumina, magnesium oksida, dan krom oksida.
Pengetsaan, pengetsaan kimia dilakukan dengan cara
mencelupkan specimen ke dalam larutan etsa (dengan
menggunakan penjepit nikel atau baja tahan karat) dan dianjurkan
untuk menggerak-gerakan specimen dalam larutan etsa tersebut.
Lamanya pengetsaan adalah “derajat keburaman” dari
permukaan specimen yang dietsa. Setelah pengetsaan dilakukan
pencucian dengan air, pembersihan dengan alcohol dan
pengeringan dengan udara panas.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 42
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Larutan etsa yang digunakan seringkali dicampur dengan alcohol
atau air, hal ini dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan
reaksi antara permukaan specimen yang dipoles dengan larutan
tersebut. Selama proses pengetsaan, ion-ion H+, OH-, Cl-, dan
sebagainya akan menuju ke tempat-tempat yang anodik dan
katodik pada permukaan yang dipoles, dengan demikian proses
etsa dapat memberikan gambaran/konfigurasi batas butir (batas
butir merupakan tempat-tempat yang berenergi tinggi) atau
gambaran/konfigurasi permukaan butir (misalnya orientasi dan
sebagainya).
4.3. ALAT DAN BAHAN4.3.1. ALAT
- Ampelas (grit 120,240,400,600,800,1000,1200,1500 mesh)
- Mesin poles
- Mikroskop optik
- Hair dryer
4.3.2. BAHAN- Air
- Pasta poles
- Tissue roll
- Larutan nital
o 3% HNO3
o 97% alcohol
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 43
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
- Talc
- Plastisin
- Resin
- Katalis
- Spesimen AISI O1- DF 3
4.4. TATA CARA PRAKTIKUM4.4.1. SKEMA PROSES
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 44
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Gambar 4. 1 Skema Proses Metalografi Kualitatif
4.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 45
Siapkan spesimen AISI O1-DF 3 yang telah melalui proses pembingkaian
Ampelas permukaan spesimen dari mulai grit yang paling kasar (120 mesh) hingga yang paling halus (1500 mesh).
Poles menggunakan mesin poles yang telah diberi kain beludru dan pasta poles
Etsa spesimen menggunakan larutan nital. lalu keringkan dengan hair dryer
Lihat struktur mikro spesimen dengan menggunakan mikroskop optik
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
- Siapkan specimen AISI O1 – DF 3 yang telah melalui proses
pembingkaian.
- Ampelas specimen menggunakan ampelas yang paling kasar (grit 120
mesh) hingga yang paling halus (grit 1500 mesh). Ampelas hingga
specimen menjadi halus dan sedikit goeresan
- Setelah itu, poles menggunakan mesin poles yang telah diberi kain
beludru dan pasta poles. Poles hingga specimen tidak terdapat goresan
sisa pengampelasan.
- Etsa specimen menggunakan larutan 3% HNO3 selama 6-10 detik,
gerak-gerakkan specimen, bersihkan dengan larutan 97% alcohol,
keringkan menggunakan hair dryer.
- Lihat struktur mikro specimen menggunakan mikroskop optic, atur
perbesaran pada mikroskop hingga struktur mikro terlihat.
- Analisa dan bahas struktur mikro yang terbentuk.
- Kesimpulan.
4.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA4.5.1. PENGUMPULAN DATA
Ferrite (white)
×
Pearlite (black)
Gambar 4.2 Microstructure Annealing at 850oC, 1000x Spesimen : AISI O1 Perlakuan : Annealing Etsa : Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
Perbesaran : m = m lensa objektif × m lensa okuler = 100 ×10 = 1000x
Fasa yang terbentuk : Ferrite, Pearlite Referensi : -
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 46
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Pearlite (black)
Ferrite (white)
Gambar 4.3 Microstructure Normalizing at 850oC, 1000x Spesimen : AISI O1 Perlakuan : Normalizing Etsa : Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
Perbesaran : m = m lensa objektif × m lensa okuler = 100 ×10 = 1000x
Fasa yang terbentuk : Ferrite, Pearlite Referensi : -
Karbida (white)
Martensite (black)
Gambar 4.4 Microstructure Quenching Air at 850oC, 1000x Spesimen : AISI O1 Perlakuan : Quenching media air Etsa : Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
Perbesaran : m = m lensa objektif × m lensa okuler = 100 ×10 = 1000x
Fasa yang terbentuk : Martensite Referensi : -
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 47
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Martensite (black)
Karbida (white)
Gambar 4.5 Microstructure Quenching Oli at 850oC, 1000x Spesimen : AISI O1 Perlakuan : Annealing Etsa : Larutan nital 97% alcohol,
3%HNO3
Perbesaran : m = m lensa objektif × m lensa okuler = 100 ×10 = 1000x
Fasa yang terbentuk : Martensite Referensi : Metal Handbook hal 125, ASTM
Handbook Vol. 7
4.6. ANALISA DAN PEMBAHASANPada gambar 4.2, specimen yang dilakukan perlakuan annealing, fasa
yang terbentuk adalah ferrite dan pearlite. Hal ini dikarenakan proses pendinginan
yang lambat, sehingga karbon bebas yang terlarut dalam austenite dapat berdifusi
dan membentuk ferrite (BCC). Bagian yang putih adalah ferrite dan bagian yang
hitam adalah pearlite dan matrix dari fasa ini adalah ferrite.
Pada gambar 4.3, specimen yang dilakukan perlakuan normalizing, fasa
yang terbentuk adalah ferrite dan pearlite. Jika dibandingkan dengan specimen
annealing fasa yang terbentuk sama, yaitu ferrite dan pearlite. Tetapi yang
membedakan adalah strukturnya. Spesimen annealing menghasilkan struktur yang
kasar dan kekerasannya pun rendah, sedangkan specimen normalizing struktur
yang dihasilkan lebih halus dan kekerasannya pun lebih keras daripada specimen
annealing.
Pada gambar 4.4, adalah specimen yang dilakukan quenching dengan air.
Fasa yang terbentuk adalah 100% Martensite, dan terdapat sebagian karbida yang
berwarna lebih cerah. Distribusi dari martensite adalah acak dan jenis martensite
yang terbentuk adalah Pilate Martensite.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 48
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Karena specimen baja AISI O1 adalah baja karbon tinggi, martensite
dapat terbentuk karena proses pendinginan yang sangat cepat sehingga karbon
bebas terlarut dalam austenite tidak sempat berdifusi.
Pada gambar 4.5, yaitu specimen yang dilakukan quenching dengan
media oli. Fasa yang terbentuk adalah martensite dengan warna gelap.
Strukturnya besar (kasar) berbentuk seperti jarum plat. Jika dibandingkan dengan
specimen quenching media air, specimen quench oli menghasilkan struktur yang
lebih besar dikarenakan proses pendinginan di media oli lebih lama dibandingkan
dengan media air. Serta nila viskositas antara oli dan air yang berbeda.
Sebelum semua specimen dilakukan uji metalografi kualitatif, semua
specimen dilakukan proses polishing atau pemolesan pada mesin poles dan
menggunakan kain beludru karena memiliki sifat abrasive, lalu ditambahkan pasta
gigi poles yang mengandung TiO2. Tujuan pemolesan ini adalah untuk
menghilangkan goresan serta membuat permukaan specimen menjadi mengkilap.
Lalu dilakukan proses pengetsaan menggunakan alcohol 97% dan
3%HNO3. Tujuan dari pengetsaan ini adalah untuk mengkorosi batas butir.
Sehingga dapat memberikan gambaran / konfigurasi batas butir.
4.7. KESIMPULAN DAN SARAN4.7.1. KESIMPULAN
1) Setiap perlakuan akan didapatkan struktur mikro yang berbeda.
2) Butir yang lebih halus akan menghasilkan nilai kekerasan yang
lebih tinggi.
3) Proses pendinginan yang cepat menghasilkan butir yang halus
4) Martenstite dapat terbentuk dengan adanya pendinginan yang
cepat
5) Fasa yang didapat :
a. Spesimen Annealing : Ferrite (black), Pearlite
(white).
b. Spesimen Normalizing : Ferrite (black), Pearlte
(white).
c. Spesimen Quench Air : Martensite (black), Karbida
(white).
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 49
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
d. Spesimen Quench Oli : Martensite (black), Karbida
(white).
4.7.2. SARAN
1) Pada proses bingkai tentukan permukaan yang lebih rata dan
bagus,dan tempatkan sisi tersebut pada bagian bawah agar sisi
tersebut menjadi bidang kerja.
2) Proses ampelas dilakukan secara searah dan apabila
mengganti grid ampelas, posisi arah ampelas diputar 90o
3) Proses etching jangan terlalu lama dan jangan pula terlalu
cepat karena dapat menyebabkan sisi material hangus atau
proses korosinya belum merata
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 50
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
BAB V METALOGRAFI KUANTITATIF
1.2.3.4.5.5.1. TUJUAN
- Untuk mengetahui sifat-sifat logam berdasarkan struktur dan fasanya
- Untuk mengetahui pengukuran besar butir dengan menggunakan
metode Heyn, lingkaran, dan garis potong.
5.2. TEORI DASARMetalografi kuantitatif adalah bidang metalografi yang mempelajari cara
kuantitatif hubungan antara pengukuran pada 2 dimensi dengan besaran struktur
mikro dalam 3 dimensi dari suatu logam dan paduannya.
Sifat logam dan paduannya dengan muda dapat dipelajari dari struktur
mikronya, melalui pemeriksaan metalografi kuantitatif yaitu antara lain:
Pengukuran besar butir
Pengukuran fraksi volume
Pengukuran permukaan spesifik
Pengukuran panjang garis spesifik
Besar butir dapat diukur dengan menggunakan :
A. Metoda perbandingan ASTM
B. Metoda garis Heyn dan interception
C. Metoda bidang datar Circle dan Plani Metric
A. Metoda perbandingan ASTM
Besar butir suatu logam dan juga bentuk serta ukuran grafit serpih dan
grafit bulat dari besi cor dapat ditentukan dengan standar ASTM.
Besar butir bomor G menurut ASTM dedefinisikan sedemikian rupa
sehingga 26-1 adalah sama dengan banyaknya butir per inci persegi pada
pembesaran 100X.
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 51
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Nomor standar ASTM ini sangat bermanfaat sekali dan memeperkirakan
ukuran besar butir atau ukuran panjang grafit serpih ataupun ukuran besar grafit
bulat.
Tabel 5.1 Nomor ukuran butiran ASTM
ASTM
number
Grain
per inch2
at 100X
Grain
per mm2
Grain
per
mm3
Average
grain
diameter
mm
Average grain
surface mm2
(-3)0000 0,06 1 0,7 1,00
(-2)000 0,12 2 2 0,75
(-1)00 0,24 4 5,5 0,50 291000
0 0,5 8 10 0,35 125000
1 1 16 45 0,25 62500
2 2 32 125 0,10 31400
3 4 64 365 0,125 21000
4 8 128 1623 0,001 7800
5 16 256 2300 0,042 3500
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 52
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
6 32 512 8200 0,044 1500
7 64 1024 23000 0,032 980
8 128 2048 65000 0,023 490
B. Metoda Garis
a. Metoda Heyn. Atau metoda besar butir rata-rata, - yaitu panjang rata-
rata segmen-segmen garis dari suatu pengujian yang melintasi batas
butir-batas butir.
L k= n .lv . ∑ Pk
Lk = besar butir rata-rata (mm)
n = jumlah garis uji
l = panjang garis uji (mm)
v = Pembesaran foto
∑Pk = Jumlah batas butir yang terpotong
b. Metoda garis potong (intercept) ditentukan oleh banyaknya butir yang
terpotong oleh sebuah garis oleh (sedikitnya 50 butir).
L i= ln. v
Li = Jarak perpotongan rata-rata (mm)
l = Panjang garis lurus (mm)
v = Pembesara foto
n = Banyaknya butir yang terpotong
Untuk menentukan nomor ASTM ukuran butirnya maka diperoleh
dengan cara konversi . Untuk butir yang non equiaxial, besar butir
ditentukan oleh 3 garis lurus pada berbagai arah.
C. Metode Bidang Datar
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 53
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
a. Metoda lingkaran, besar butir rata-rata (Fm) dalam mm2 ditentukan
dengan persamaan :
Fm= Fk(0,67 n+Z ) . v
Fm = Besar butir rata-rata (mm2)
Fk = Lingkaran (mm2)
Z = Banyaknya butir dalam lingkaran
n = Banyaknya butir yang terpotong
v = Pembesaran foto
b. Metode Planimetrik ,
Dilakukan untuk mengukur besar butir yang terelongasi yaitu
dengan cara pengukuran besar butir metoda garis berbagai arah
(misalnya : 0˚, 30˚ , 60˚ , 90˚). Hasilnya kemudian diplot secara
grafis atau dihitung ratio antara Lmax / Lmin.
%V.X=∑% vα
n %V.Y=
∑% vβn
Maka
%W.X= 100
1+ %V.Y ρ .Y%V.Y. ρ .X
%W.Y = 100
1+ %V.Y ρ . Y%V.Y. ρ . X
% karbon ditentukan dari hubungan :
0,8 % C = 100%P
(%P adalah % volume atau % luas dari perlit)
D. Metode Hillard
G=10−6,64 log ¿P .M
G = Grain size number (ASTM) M = Pembesaran
Lt = Keliling Lingkaran
P = Jumlah titik potong
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 54
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Hubungan ukuran butir dengan juumlah butiran per in2 (N) dalam
pembesaran 100X adalah : N = 26-1
E. Metoda Point Count
Metoda ini (ASTM Specification E562) dapat dipergunakan untuk
menghitung jumlah fasa tertentu.
Pp= Jumlah titik pada fasatertentuJumlah total titik uji
=∑ P∑T
Peralatan untuk Metalografi Kuantitatif
Secara umum dibagi 3 kelompok yaitu : peralatan yang didasarkan
pada cara-cara manual, cara-cara semi otomatis dan cara-cara otomatis
a. Cara manual
Cara ini menggunakan deretan garis-garis lurus/ titik-titik
(grid titik) pada kertas/ kaca transparan (mikrograf) yang
dapat diletakkan diatas gambar struuktur mikro spesimen.
b. Cara Semi Otomatis
Prinsipnya sama dengan cara manual tetapi perhitungannya
lebih mudah, disamping itu penggeseran
spesimendilakukkan otomatis, tetapi interpretasi (misalnya :
identifikasi fasa dilakukan oleh operator).
c. Cara Otomatis
Fasa-fasa dikelompokkan berdasarkan pada perbedaan
kontras sinyal-sinyal listrik, disampingitu, mikroskop
dihubungkan dengan komputer.
5.3. ALAT DAN BAHAN5.3.1. ALAT
1. Mesin poles
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 55
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2. Mikroskop optic
3. Ampelas
4. Kain beludru
5. Cetakan bingkai
6. Gergaji
7. Ragum
8. Hair dryer
9. Tissue roll
10. Buku standar Struktur mikro
5.3.2. BAHAN1. Spesimen AISI O1 –DF 3
2. Larutan nital 3% HNO3 dan 97% alcohol
3. Pasta poles (TiO2)
4. Katalis
5. Plastisin
6. Air
7. Resin
8. Talc
5.4. TATA CARA PRAKTIKUM5.4.1. SKEMA PROSES
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 56
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Gambar 5.1 Skema proses Metalografi Kuantitatif
5.4.2. PENJELASAN SKEMA PROSES1. Siapkan specimen AISI O1 – DF 3 yang telah melalui proses
perlakuan panas dan pembingkaian.
2. Amati struktur mikro specimen AISI O1 – DF 3 menggunakan
mikroskop optic.
3. Perhitungan jumlah butir mengunakan 3 metode, yaitu Metode
Heyn, lingkaran, dan garis potong.
4. Analisa dan pembahasan
5. Kesimpulan.
5.5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA5.5.1. PENGUMPULAN DATA
Annealing
Metode Lingkaran
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 57
Baja DF 03/AISI O1Annealing Fk = 1519,76mm2
n = 19 butirz = 20 Butirv = 1000x
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Metode Heyn
Metode Garis Potong
Normalizing
Metode Lingkaran
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 58
Gambar 5.2 Mikrostruktur Annealing Metode Lingkaran (1000X)
Gambar 5.3 Mikrostruktur Annealing Metode Heyn (1000X)
Gambar 5.4 Mikrostruktur Annealing Metode Garis Potong (1000X)
Baja DF 03/AISI O1Annealingn = 5 garisl = 62 mmv = 1000x∑ Pk = 74 Butir
Baja DF 03/AISI O1Annealingn = 22 garisl = 97 mmv = 1000x
∑ Pk = 76 Butir
Baja DF 03/AISI O1NormalizingFk = 1519,76mm2
n = 24 butirz = 25 Butirv = 1000x
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Metode Heyn
Metode Garis Potong
Quenching Oil
Metode Lingkaran
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 59
Gambar 5.5 Mikrostruktur Normalizing Metode Lingkaran (1000X)
Gambar 5.6 Mikrostruktur Normalizing Metode Heyn (1000X)
Gambar 5.7 Mikrostruktur Normalizing Metode Garis Potong (1000X)
Baja DF 03/AISI O1Normalizingn = 5 garisl = 62 mmv = 1000x
∑ Pk = 72 Butir
Baja DF 03/AISI O1Normalizingn = 27 garisl = 96 mmv = 1000x
∑ P k = 71 Butir
Baja DF 03/AISI O1Quenching OilFk = 1519,76mm2
n = 26 butirz = 31 Butirv = 1000x
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Metode Heyn
Metode Garis Potong
Quenching Water
Metode Lingkaran
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 60
Gambar 5.8 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Lingkaran (1000X)
Gambar 5.9 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Heyn (1000X)
Gambar 5.10 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Garis Potong (1000X)
Baja DF 03/AISI O1Quenching Oiln = 5 garisl = 56 mmv = 1000x
∑ Pk = 70 Butir
Baja DF 03/AISI O1Quenching Oiln = 32 garisl = 106 mmv = 1000x
∑ Pk = 69 Butir
Baja DF 03/AISI O1Quenching Water Fk = 1519,76mm2
n = 39 butirz = 28 Butirv = 1000x
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Metode Heyn
Metode Garis Potong
5.5.2. PENGOLAHAN DATA Metode Lingkaran
Rumus Umum Fm= Fk(0.67 n+z ) . v
Fm = Besar butir rata rata
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 61
Gambar 5.11 Mikrostruktur Quenching Water Metode Lingkaran (1000X)
Gambar 5.12 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Heyn (1000X)
Gambar 5.13 Mikrostruktur Quenching Oil Metode Garis Potong (1000X)
Baja DF 03/AISI O1Quenching Watern = 5 garisl = 56 mmv = 1000x
∑ Pk = 68 Butir
Baja DF 03/AISI O1Quenching Watern = 32 garisl = 102 mmv = 1000x
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Fk = Luas Lingkaran (mm2) = π r2=3,14 x 222=1519,76 mm2
Z = Banyak butir dalam lingkaran
n = Banyak butir yang terpotong
V = perbesaran
Annealing
Fm= 1519,76(0,67 x 19+20 ) 1000
=0,04643 mm2
Normalizing
Fm= 1519,76(0,67 x 24+25 )1000
=0.037 mm2
Quenching Oil
Fm= 1519,76(0,67 x 26+31 ) 1000
=0,03139 mm2
Quenching Water
Fm= 1519,76(0,67 x 39+28 ) 1000
=0,02808 mm2
Metode Heyn
Rumus Umum Lk= n x lV ∑ Pk
Lk = Besar butir rata rata
n = Jumlah garis uji
l = Panjang garis uji
V = Perbesaran
∑ P k= Jumlah batas butir terpotong
Annealing
Lk= 5 x621000 x74
=0,00419 mm
Normalizing
Lk= 5 x621000 x77
=0,00403mm
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 62
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
Quenching Oil
Lk= 5 x651000 x82
=0,00387 mm
Quenching Water
Lk= 5 x561000 x82
=0,00341 mm
Metode Garis Potong
Rumus Umum Li= ln V
Li = Jarak potong rata rata
L = Panjang garis
n = Banyak butir yang terpotong
v = Perbesaran
Annealing
Lk= 9722 x1000
=0,00441 mm
Normalizing
Lk= 9627 x1000
=0,00356 mm
Quenching Oil
Lk= 10632 x1000
=0,00341 mm
Quenching Water
Lk= 10232 x1000
=0,00319 mm
5.6. ANALISA DAN PEMBAHASANMetalografi Kuantitatif bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat
berdasarkan struktur dan besar butiran yang dihasilkan. Metoda yang digunakan
kali ini adalah metoda Heyn, metoda garis potong, dan metoda lingkaran.
Berdasarkan hasil praktikum dengan referensi buku ASTM handbook
vol.7, dapat diketahui fasa-fasa yang dihasilkan yaitu :
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 63
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
1. Spesimen awal : Pearlite dan Ferrite
2. Spesimen Normalizing : Pearlite dan Ferrite
3. Spesimen Quench oli : Austenite dan Martensite
4. Spesimen Quench air : Ferrite dan Martensite
Dari hasil yang didapat, dapat dianalisa bahwa ukuran butir semakin
kecil apabila specimen dilakukan proses pendinginan semakin cepat. Dapat
diamati pada struktur mikro Annealing dan Normalizing, fasa pearlite secara
kuantitatif akan lebih banyak atau dominan dari fasa ferrite
Dari hasil perhitungan dengan dengan tiga metode pada empat specimen,
didapat bahwa ukuran butir yang kecil ssecara berurutan adalah : quench air,
quench oli, Normalizing, dan Annealing. Hal tersebut sesuai dengan persamaan
Hall-Petch yang mana semakin besar ukuran butir, maka semakin kecil kekuatan
luluhmya.
Pada gambar specimen yang dilakukan proses Annealing & Normalizing
fasa yang terbentuk adalah Ferrite & Pearlite yang mana pearlite lebih dominan
dari pada Ferrite hal tersebut dikarenakan laju pendinginan yang secara cepat dan
Ferrite yang terbentuk adalah Ferrite sisa dari perubahan fasa sebelumnya yaitu
Ferrite & Austenite.
Pada gambar specimen yang dilakukan proses pengerjaan dengan
Quenching Oil & Quenching Water dapat diamati bahwa secara menyeluruh
bahwa pada Quenching Water fasa martensite hampir seluruhnya terbentuk
dibandingkan dengan struktur mikro pada Quenching Oil.
5.7. KESIMPULAN DAN SARAN5.7.1. KESIMPULAN
1) Karakteristik tiap specimen akan memiliki fisis dan mekanis yang
berbeda,tergantung dari jenis perlakuan yang diberikan dan proses
pendinginan yang terjadi
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 64
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2) Kekuatan dan kekerasan dipengaruhi oleh proses pendinginannya.
Urutan kekerasan bahan dari yang paling keras adalah Quenching
Air,Quenching Oli,Normalizing dan Annealing.
3) Besar butir dipengaruhi oleh pendinginanya. Ururtan dari besar
butir yang terkecil adalah Quenching Air,Quenching
Oli,Normalizing dan Annealing.
4) Besar butir yang diperoleh dari perhitungan adalah :
Metode Lingkaran
Annealing : 0,04643 mm
Normalizing : 0,03700 mm
Quenching Oli : 0,03139 mm
Quenching Air : 0,02808 mm
Metode Heyn
Annealing : 0,00419 mm
Normalizing : 0,00403 mm
Quenching Oli : 0,00387 mm
Quenching Air : 0,00341 mm
Metode Garis Potong
Annealing : 0,00441 mm
Normalizing : 0,00356 mm
Quenching Oli : 0,00341 mm
Quenching Air : 0,00319 mm
5.7.2. SARAN1) Gunakanlah jangka untuk melakukan pengukuran dengan metode
lingkaran
2) Semakin banyak area yang terukur maka akan semakin baik
akurat dari perhitungan yang dihasilkan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 65
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
3) Lakukanlah pengukuran dengan panjang garis,banyak garis,dan
diameter lingkaran yang sama agar dapat dibandingkan dan dapat
lebih akurat
4) Batas butir yang dihitung hanyalah batas butir yang besar
DAFTAR PUSTAKA
1) Pasapan, Yerik. 2011. Teori Dasar Metalografi. [Online].
http://pahatbaja.blogspot.com/2011/06/teori-dasar-metalografi.html. [3 Juli
2014]
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 66
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS KELOMPOK 12
2) Rama, Putra. 2013. Laporan Praktikum Hardenability Baja AISI 1045 dan
4140 Dengan Metode Jominy test.[Online].
http://www.slideshare.net/sandywega/laporan-praktikum-perlakuan-panas-
jominy-test.[3 Juli 2014]
3) Hadi, Budiman. 2013. LAPORAN HARDENABILITY "JOMINI TEST"
(TEKNIK MESIN). [Online].
http://hadibudi.blogspot.com/2013/05/laporan-hardenability-jomini-
test.html [3 Juli 2014]
4) Agung. 2009. Uji Kekerasan dan Jominy test. [Online].
http://gregoriusagung.wordpress.com/2009/11/22/uji-kekerasan-dan-
jominy-test/.[3 Juli 2014]
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2014 67