praktikum uv
DESCRIPTION
laporan praktikum UV, berisi dasar teori, pembahasan serta perhitungan menggunakan alat UV dilihat dari nilai absorbansiTRANSCRIPT
PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Laporan Praktikum
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Kimia Instrumen dengan dosen pengampu Dra. Zackiyah, M.Si.
Tanggal Praktikum : 17 Oktober 2014
oleh :
Kelompok 10
1. Rimadina Nurul H 1205044
1. Riska Agiawati 1200545
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
Penentuan Kadar Besi dalam Sampel Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis
Tanggal Praktikum : 17 Oktober 2014
A. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar besi dalam sampel dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Dapat mengoperasikan spektrofotometer UV-Vis.
B. Prinsip Dasar
Energi memiliki sifat seperti gelombang dan partikel. Sifat partikel radiasi elektromagnetik ketika sampel menyerap radiasi elektrotromagnetik itu mengalami perubahan energi. Interaksi antara sampel dan radiasi elektromagnetik paling mudah untuk dipahami jika kita menganggap bahwa radiasi elektromagnetik terdiri dari balok partikel energik yang disebut foton. Ketika foton diserap oleh sampelitu adalah pengganggu, dan energi yang diperoleh oleh sampel. Energi dari foton, dalam joule, berkaitan dengan frekuensi, panjang gelombang atau bilangan gelombang dengan persamaan sebagai berikut :
Dimana h adalah konstanta Planck yang memiliki nilai6.626 x 1034 J.s.
(Harvey,David.2000: 371)
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding. (Khopkar SM,2010).
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran menggunakan spektrofotometer melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan sampel bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi sinar oleh sampel pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. (Rohman, 2007).
Penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul tersebut dari tingkat energy dasar (ground state) ke tingkat energy yang lebih tinggi (excited stated). Proses ini melalui dua tahap :
Tahap 1 : M + hv M*
Tahap 2: M* M + heat
Umur molekul yang tereksitasi M* ini sangat pendek (10-8 10-9 detik) dan molekul kembali ke tingkat dasar lagi M. Proses di atas disebut reaksi fotokimia.
Pengabsorbsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang absorbs maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu, spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi, yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorbsi. ( Hendayana, 1994)
Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-sifat yang berbeda. Kawasan gelombang penting di dalam penelitian biokimia adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS, 350-800 nm). Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron valensi di dalam molekul tersebut. (Harjadi, 1990).
Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca. (Sastrohamidjojo, 1992)
Seberkas sinar yang apabila melewati suatu larutan yang konsentrasinya c maka sinar tersebut sebagian akan diserap dan sebagian akan diteruskan . Jumlah sinar yang diserap oleh larutan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan dan tebal sel /wadah, hubungan ini dirumuskan oleh Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer, di tuliskan sebagai berikut:
A = abc, atau
A = bc
Keterangan:
A = absorbans
= absorpsivitas molar (jika konsentrasi dalam molar) dengan satuan M cm-1
a = absorpsivitas (jika konsentrasi dalam %b/v) dituliskan E1%1cm
b = panjang jalan/kuvet
c = konsentrasi ( dalam molar atau %b/v)
Spektra absorpsi sering diyatakan dalam %T maupun dalam bentuk A (absorbansi). Maka, A = log (%T), A = log (Po/P), Po adalah daya cahaya masuk dan P adalah daya yang diteruskan. Tranmitasi adalah bagian dari cahaya yang diteruskan sedangakan absorbansi adalah bagian dari cahaya yang diserap oleh larutan. (Hendayana, 1994)
Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Bagian-bagian suatu radiasi dapat dipisahpisahkan menjadi spektrum elektromagnetik seperti tertera pada Tabel 1.
Cahaya Tampak hanyalah merupakan bagian kecil dari seluruh radiasi elektromagnetik. Spektrum cahaya Tampak terdiri dari komponen-komponen merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu, dimana masing-masing warna mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Satuan yang banyak dipergunakan untuk menyatakan panjang gelombang adalah Angstrom, 1 A = 10-10 meter. Perkiraan panjang gelombang warna-warna dalam daerah Cahaya Tampak dapat dilihat pada Tabel 2.
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna antara besi (II) dengan orto-fenantrolin yang dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Banyak sinar yang diserap akan berkorelasi dengan kuantitas analit yang terkandung di dalamnya sesuai dengan Hukum Lambert-Beer. (Wiji, 2014 : 13)
Susunan peralatan Spektrofotometer UV-VIS diperlihatkan pada Gambar 1 yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut: sumber radiasi/cahaya, monokromator, sel absorpsi, detektor dan pencatat atau recorder
Gambar 1. Bagian-bagian dari spektrofotometer UV-VIS
1. Sumber cahaya harus kontinyu artinya memiliki kekuatan radian tidak berubah terlalu tajam dari range panjang gelombang. Ada dua sumber cahaya untuk spektrofotometer UV-vis. Untuk daerah UV digunakan lampu deuterium sedangkan untuk daerah visible digunakan lampu tungsten.
Lampu Deuterium
Suatu spektrum dalam daerah UV yang diproduksi dari eksitasi elektrik deuterium pada tekanan rendah. Mekanisme reaksi continuum adalah pembentukan awal suatu spesi molekuler tereksitasi diikuti dengan disosiasi molekul tereksitasi untuk memberikan dua atom dan foton UV reaksi untuk deuterium:
.
Dimana adalah energi listrik yang diserap oleh molekuldan adalah molekul deuterium tereksitasi. (Skoog,2004)
Lampu Tungsten (Wolfram)
Lampu ini digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang gelombang antara 350-1000 nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya memiliki waktu 1000jam pemakaian.
2. Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam komponen-komponen panjang gelombang dan dapat memisahkan bagian spektrum yang diinginkan dari lainnya. Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam komponen-komponen panjang gelombang dan dapat memisahkan bagian spektrum yang diinginkan dari lainnya. Monokromator, terdiri atas :
Prisma, berfungsi mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
Kisi difraksi, berfungsi menghasilkan penyebaran dispersi sinar secara merata, dengan pendispersi yang sama, hasil dispersi akan lebih baik. Selain itu kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum.
Celah optis, berfungsi untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga diperoleh panjang gelombang yang diharapkan.
Filter, berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih
3. Wadah Sampel
Sel absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai untuk daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada cara pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus bersih sekali sebelum dipakai
4. Detektor
Detektor dipergunakan untuk menghasilkan signal elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap. Signal elektrik ini kemudian dialirkan ke alat pengukur. Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor yang digunakan dalam UV VIS disebut detektor fotolistrik Persyaratan-persyaratan penting untuk detektor meliputi :
1. Sensitivitas tinggi hingga dapat mendeteksi tenaga cahaya yang mempunyai tingkatan rendah sekalipun
2. Waktu respon yang pendek.
3. Stabilitas yang panjang
4. Sinar elektronik yang mudah diperjelas dan sistem pembacaan.
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna. Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna. Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna:
1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
Setelah larutan ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini:
1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi (warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya () besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
5. Sitem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
C. Alat dan Bahan Praktikum
Alat
1. Spektronik-20
2. Neraca analitik
3. Labu takar 100 mL
4. Labu takar 25 mL
5. Gelas kimia 100 mL
6. Pipet volumetrik 1 mL
7. Pipet volumetrik 5 mL
8. Pipet volumetrik 10 mL
9. Pipet tetes
10. Spatula
11. Batang pengaduk
12. Corong pendek
13. Botol semprot
1 set
1 set
2 buah
6 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Bahan
1. Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
2. Larutan hidroksilamin-HCl 5 %
3. Larutan CH3COONa 5 %
4. Larutan 1,1-o-fenantrolin 0,1 %
5. H2SO4 2 M
6. Sampel
7. Aquades
0,0705 g
6 mL
48 mL
30 mL
5 mL
5 mL
secukupnya
D. Prosedur Kerja Praktikum
1. Pembuatan Larutan Induk Fe (II) 100 ppm
Garam Fe(NH4)2.6H2O
ditimbang sebanyak 0,07 gram
dilarutkan, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
ditambahkan 5 mL H2SO4 2 M
ditandabataskan, lalu dihomogenkan
Larutan induk Fe (II) 100 ppm
2. Pembuatan Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
Larutan induk Fe (II) 100 ppm
dipipet sebanyak 10 ml kedalam labu ukur 100 mL
ditambah aquades sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
3. Preparasi Deret Standar
a. Pembuatan Larutan Standar Fe (II) 1 ppm
Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
dipipet sebanyak 2,5 mL kedalam labu ukur 25 mL
ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl 5%
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Standar Fe (II) 1 ppm
b. Pembuatan Larutan Standar Fe (II) 1,5 ppm
Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
dipipet sebanyak 3,75 mL kedalam labu ukur 25 mL
ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl 5%
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Standar Fe (II) 1,5 ppm
c. Pembuatan Larutan Standar Fe (II) 2 ppm
Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
dipipet sebanyak 5 mL kedalam labu ukur 25 mL
ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl 5%
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Standar Fe (II) 2 ppm
d. Pembuatan Larutan Standar Fe (II) 2,5 ppm
Larutan Standar Fe (II) 10 ppm
dipipet sebanyak 6,25 mL kedalam labu ukur 25 mL
ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl 5%
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Standar Fe (II) 2,5 ppm
4. Preparasi Larutan Blanko
1 ml Hidroksilamin-HCl 5 %
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan Blanko
5. Preparasi Sampel
Sampel
dipipet sebanyak 5 mL kedalam labu ukur 25 mL
ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl 5%
ditambahkan 8 mL CH3COONa 5%
ditambahkan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%
ditambahkan 4 mL larutan standar Fe (II) 10 ppm
ditambahkan H2O sampai tanda batas
dihomogenkan
Larutan sampel
6. Matching Kuvet
Larutan CoCl2
dimasukkan ke kuvet 1
dimasukkan ke kuvet 2
dimasukkan ke kuvet 3
dimasukkan ke kuvet 4
dimasukkan ke kuvet 5
Masing-masing larutan CoCl2 yang ada di kuvet 1-5 diukur absorbansinya dengan blanko aquades.
dipilih yang menghasilkan nilai absorbansi yang nilainya tidak terlalu berbeda jauh
Hasil
7. Penentuan Panjang Gelombang Maksimun
Larutan Standar Fe (II) 2 ppm
Diukur absorbansinya menggunakan spektronik 20 D.
Pada rentang : 400 -600 nm
Jarak rentang : 10 nm
Hasil
8. Pengukuran Deret Standar dan Sampel
Larutan deret standar dan sampel
Didiamkan selama 10 menit
diukur serapan pada panjang gelombang maksimum
dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar
Sampel diencerkan bila serapan berada di luar rentang deret standar
Hasil
E. Hasil dan Analisis Data
Praktikum yang dilakukan adalah penentuan kadar besi dalam sampel menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang bertujuan untuk menentukan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer UV-Vis. Sampel yang digunakan adalah air sumur dan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri Visible (cahaya tampak), karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih dari 400nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi dalam sampel tidak akan terdeteksi.
Prinsip dasar dari percobaan ini adalah penyerapan radiasi sinar tampak oleh larutan berwarna, dimana banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi analit mengikuti Hukum Lambert-Beer dimana konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi.
Syarat analisis menggunakan spektrofotometri visibel adalah cuplikan yang dianalisis bersifat stabil membentuk kompleks dan larutan berwarna. Oleh karena itu, dalam pennetuan kadar besi dalam air, perlu ditambahakan hidroksilamin-HCl 5% untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Besi dalam keadaan Fe2+ akan lebih stabil dibandingkan besi Fe3+. Dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna sehingga perlu ditambahkan larutan orto-fenantrolin agar membentuk kompleks larutan berwarna. Reaksi antara besi dengan orto-fenantrolin merupakan reaksi kesetimbangan dan berlangsung pada pH 6 sampai 8. Karena alasan tersebut, pH larutan harus dijaga tetap dengan cara menambahkan garam natrium asetat. Penambahan garam natrium asetat harus dilakukan sebelum penambahan orto-fenantrolin karena jika ditambahkan setelah orto-fenantrolin kemungkinan kompleks yang diinginkan tidak akan terbentuk.
Untuk dapat menentukan kadar dari ion logam dalam larutan, larutan standar harus dibuat dengan konsentrasi yang beragam yang dimaksudkan bahwa pada salah satu konsentrasi dari larutan standar yang dibuat, konsentrasi sampel akan sama atau mendekati konsentrasi dari larutan standar yang dibuat tersebut. Pembuatan larutan standar diawali dengan pembuatan larutan baku dimana larutan baku merupakan larutan yang dibuat dari pengenceran larutan induk menggunakan air suling sampai kadar tertentu, larutan ini berfungsi untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi yang lebih rendah. Larutan baku Fe(II) 100ppm dibuat dengan cara melarutkan garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dengan aquades dan ditambahkan asam. Larutan baku 100ppm diencerkan hingga mendapat larutan baku 10ppm yang akan digunakan untuk membuat larutan standar pada konsentrasi 1ppm, 1.5ppm, 2ppm, 2.5ppm, dan 3ppm.
Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi deret larutan standard dan sampel, terlebih dahulu dilakukan matching kuvet dan pengukuran panjang gelombang maksimum. Matching kuvet dilakukan untuk menentukan kuvet yang sama atau identik agar pengukuran yang dilakukan lebih akurat karena tebal kuvet mempengaruhi perhitungan. Hal ini dapat dilihat pada persamaan hukun lambert-beer. Pada proses matching kuvet digunakan larutan CoCl2 yang berwarna merah muda, karena larutan CoCl2 telah diketahui nilai absorbansinya secara tepat dan sifatnya yang stabil. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai absorbansi yang sama yaitu 1,162 pada kuvet ke-1 dan kuvet ke-4. Sehingga untuk pengukuran absorbansi larutan standar dan sampel digunakan kuvet 1 dan 4.
Untuk mendapat panjang gelombang maksimum, dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar Fe(II) 2 ppm pada rentang panjang gelombang 400-600 nm. Nilai absorbansi yang paling besar menunjukan bahwa panjang gelombangnya maksimum. Larutan standar yang digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum ini adalah larutan dengan konsentrasi 2 ppm karena pada konsentrasi ini berada diantara konsentrasi larutan standar lainnya sehingga diharapkan dapat mewakili panjang gelombang maksimum untuk semua larutan standar. Dari percobaan, pada panjang gelombang yang berbeda zat sampel menyerap cahaya dengan absorbansi yang berbeda pula. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya, namun pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Jika dilihat dari data percobaan, pada panjang gelombang 400 nm molekul-molekul dalam larutan standar hanya mampu memperoleh absorbansi sebesar 0,149 atau hanya 14,9% cahaya yang diserap pada panjang gelombang tersebut. Nilai absorbansi ini terus meningkat hingga pada panjang gelombang 520 nm dengan absorbansi 0,447 atau 44,7 % cahaya diserap. Kemudian absorbansi kembali menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 520 nm.
Larutan standar dibuat dengan cara larutan Fe(II) 10ppm dipipet sebanyak 2,5mL untuk standar larutan 1ppm; 3,75mL untuk larutan standar 1,5ppm; 5mL untuk larutan standar 2ppm; 6,25mL untuk larutan standar 2,5ppm; 7.5mL untuk larutan standar 3ppm lalu masing-masing ditambah hidroksilamin-HCl 5% , natrium asetat dan 1,10 Fenantrolin 0,1%. Latrutan kompleks yang terbentuk berwarna jingga. Menunjukan bahwa kompleks besi-fenantrolin telah terbentuk.
Setelah pembuatan larutan deret standar, dilakukan juga preparasi sampel. tahap preparasi sampel sama dengan pembuatan deret standar, yaitu sampel ditambahkan hidroksilamin-HCl 5%, CH3COONa 5%, dan 1,10 Fenantrolin 0,1%. Penambahan hidroksilamin-HCl 5% bertujuan untuk mengubah semua ion Fe menjadi Fe(II). Karena ketika pengujian absorbansi, yang teruji dengan alat spektrovotometer visibel adalah komplek Fe(II) yang stabil, maka agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat maka harus dipastikan semua ion Fe dalam bentuk ion Fe(II). Setelah ditambahkan 1,10 Fenantrolin 0,1%, sampel masih tetap tidak berwarna, maka ditambahkan larutan standar Fe(II) 2 ppm, metode ini merupakan metode standar adisi. Metode standar adisi merupakan teknik analisis kuantitatif yang mana serangkaian sejumlah analit dengan jumlah yang telah diketahui ditambahkan ke dalam sampel.
Pengukuran absorbansi larutan standard dan sampel dilakukan secara berurutan, dimana larutan standar diukur terlebih dahulu dimulai dari konsentrasi(ppm) terendah hingga ke yang paling tinggi. Setiap pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 520nm yang merupakan panjang gelombang maksimum Fe(II). Sebelum larutan standard dan sampel diukur nilai absorbansinya, pada tiap pengukuran diukur terlebih dahulu blanko dan harus di nol kan nilai absorbansinya agar hasil absorbansi yang didapat saat pengukuran standard an sampel merupakan nilai absorbansi Fe(II). Jika nilai absorbansi sampel diluar nilai absorbansi standar maka sampel harus diencerkan dengan ditambahkan aquades hingga nilai absorbansinya berada direntang nilai absorbansi standar.
Nilai absorbansi standar yang didapat diplot ke dalam kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi. Sehingga didapat persamaan garis, yang dapat digunakan untuk pengukuran konsentrasi Fe(II) didalam sampel. Perhitungan konsentrasi sampel berdasarkan Hukum Lambert-Beer yaitu, A = b c, dimana A merupakan nilai absorbansi, merupakan absortivitas molar, b merupakan tebal kuvet, dan c merupakan konsentrasi larutan. Jika persamaan ini dihubungkan dengan sebuah persamaan garis lurus maka y = ax, dimana y = A, a = b, dan c = x. pada percobaan, diperoleh nilai y dan a dari persamaan garis kurva kallibrasi antara data konsentrasi (ppm) terhadap absorbansi yaitu,
y = 0.2203x + 0.0081 R = 0.9993
Dari hasil perhitungan didapat kadar Fe(II) dalam sampel sebesar -0,047 ppm. Nilain minus menunjukan bahwa sampel tidak mengandung besi. Rentang untuk slope(b) adalah 0,1774 hingga 0,2498, sementara itu nilai slope yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah 0,2136, sehingga data slope tersebut dapat diterima. Rentang untuk intercept (a) adalah -0,056 hingga 0,0876, sementara itu nilai intercept yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah 0,0228, sehingga data intercept tersebut dapat diterima.
F. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh kadar Fe(II) dalam sampel air sumur sebesar -0,25 ppm yang berarti bahwa dalam sampel air sumur negatif mengandung Fe.
G. Daftar Pustaka
Harjadi, W.1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT.Gramedia. Jakarta
Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA : McGraw-Hill Companies, Inc.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khopkar, S.M, (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press.
Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Cetakan Pertama. Yogyakarta
Skoog. (2004). Fundamentals of Analytical Chemistry Eight Edition. USA: Brooks/Cole
Wiji, dkk. (2011). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: UPI.
H. Lampiran
0. Cara Pembuatan Larutan
a. Larutan Induk 100ppm
Massa Fe :
100 ppm =x 106
Massa Fe = 0,0100 gram
massa Fe(SO4)2(NH4)2.6H2O = massa Fe (II)
= 0,0700 gram
Massa Fe(SO4)2(NH4)2.6H2O tertimbang= 0,0705 gram
massa Fe(II) = Ar Fe (II)
= 0,0100 g
Konsentrasi Fe (II) =x 106 = 100 ppm
b. Larutan induk 10ppm
V1 x M1 = V2 x M2
Dimana : M1 = konsentrasi larutan baku
M2 = konsentrasi larutan standar
V1 = volume larutan baku
V2 = volume larutan standar
Volume larutan baku yang dibutuhkan untuk membuat larutan induk 10ppm
V1 x M1
=
V2 x M2
V1 x 100ppm
=
100mL x 100ppm
V1
=
10mL
c. Larutan Deret Standar
Larutan standar Fe (II) 1 ppm
M1 x V1
=
M2 x V2
M2
=
M2
=
M2
=
1,00 ppm
Larutan standar Fe (II) 1,5 ppm
M1 x V1
=
M2 x V2
M2
=
M2
=
M2
=
1,50 ppm
Larutan standar Fe (II) 2 ppm
M1 x V1
=
M2 x V2
M2
=
M2
=
M2
=
2,00 ppm
Larutan standar Fe (II) 2,5 ppm
M1 x V1
=
M2 x V2
M2
=
M2
=
M2
=
2,50 ppm
Larutan standar Fe (II) 3 ppm
M1 x V1
=
M2 x V2
M2
=
M2
=
M2
=
3,00 ppm
0. Data Pengamatan
1. Pembuatan larutan
Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O berupa padatan berwarna putih
Massa garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O yang ditimbang : 0,0705 gram
H2SO4 2 M berupa larutan tidak berwarna
Larutan induk Fe(II) 100 ppm berupa larutan tidak berwarna.
Larutan standar Fe (II) 10 ppm berupa larutan tidak berwarna.
Hidroksilamin-HCl larutan tidak berwarna
CH3COONa larutan tidak berwarna
1,10-fenantrolin larutan tidak berwarna
Konsentrasi (ppm)
Volume (mL)
Lar.Baku 10ppm
Hidroksilamin HCl 5%
CH3COONa 8%
1,10-fenantrolin
1
2,5
1
8
5
1,5
3,75
1
8
5
2
5
1
8
5
2,5
6,25
1
8
5
3
7,5
1
8
5
Larutan standar Fe (II) 1; 1,5; 2; 2,5; 3 ppm berwarna jingga
0. Preparasi sampel
Sampel berupa larutan tidak berwarna,
Sampel setelah ditambah Hidroksilamin HCl 5%, CH3COONa 8%,, dan 1,10-fenantrolin tetap berupa larutan tidak berwarna
Sampel setelah ditambah Hidroksilamin HCl 5%,, CH3COONa 8%, 1,10-fenantrolin dan larutan standar 2ppm, berupa larutan berwarna jingga
0. Matching Kuvet
Larutan CoCl2 berwarna merah seulas
Blanko aquades tidak berwarna
Data pengukuran
Kuvet
A
1
1,162
2
1,144
3
1,155
4
1,162
5
1,175
Kuvet yang digunakan adalah kuvet 1 dan 4
0. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan standar Fe (II) 2 ppm berupa larutan berwarna jingga.
Larutan balnko berisi aquades, Hidroksilamin HCl 5%, CH3COONa 8%, 1,10-fenantrolin, berupa larutan tidak berwarna.
Data pengukuran
Panjang Gelombang (nm)
Absorbansi (A)
400
0.149
410
0.177
420
0.222
430
0.275
440
0.308
450
0.328
460
0.338
470
0.359
480
0.410
490
0.415
500
0.421
510
0.424
520
0.447
530
0.473
540
0.374
550
0.234
Diperoleh panjang gelombang maksimumnya pada panjang gelombang 520 nm dengan absorbansi sebesar 0,447.
0. Pengukuran absorbansi deret standar dan sampel
Pengukuran Absorbansi Deret standar
Konsentrasi (ppm)
A
0
0
1
0.239
1.5
0.34
2
0.449
2.5
0.559
3
0.664
3. Perhitungan
a. Uji titik nol
x
y
x-
y-
(x-)(y-)
(x-)2
(y-)2
1
0.239
-1
-0.211
0.211
1
0.045
1.5
0.34
-0.5
-0.11
0.055
0.25
0.012
2
0.449
0
-0.001
0
0
0
2.5
0.559
0.5
0.109
0.0545
0.25
0.012
3
0.664
1
0.214
0.214
1
0.046
= 2
= 0.45
Sxy = 0.534
Sxx = 2.5
Syy = 0.115
Diperoleh:
= 2,00
= 0,420
Sxy = 0,534
Sxx = 2,500
Syy = 0,115
Derajat Kebebasan, t = n-2 = 5-2 = 3
Slope (b)
Slope (b)
=
Slope (b)
=
Slope (b)
=
0,2136
Intercept (a)
Intercept (a)
=
(b .)
Intercept (a)
=
0,450 (0,2136. 2,00)
Intercept (a)
=
0,0228
Residual Sum of Squares (RSS)
RSS
=
Syy (b2 . Sxx)
RSS
=
0,115 ( (0,2136)2 . 2,500)
RSS
=
0,001
Residual Standard Deviation (RSD)
RSD
=
RSD
=
RSD
=
0,018
Interval untuk Slope (Tingkat Kepercayaan 95 %)
Diketahui : ttabel = 3,182
b
= 0,2136
= 0,2136 0,0362
batas atas 0,2136 + 0,0362 = 0,2498
batas bawah 0,2136 0,0362 = 0,1774
Rentang untuk slope(b) adalah 0,1774 hingga 0,2498, sementara itu nilai slope yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah 0,2136, sehingga data slope tersebut dapat diterima.
Interval untuk Intercept (Tingkat Kepercayaan 95 %)
a t . RSD
= 0,0208 3,182 . 0,018
= 0,0208 3,182 . 0,018
= 0,0208 0,0768
batas atas 0,0208 + 0,0768 = 0,0876
batas bawah 0,0208 0,0768 = 0,056
Rentang untuk intercept (a) adalah -0,056 hingga 0,0876, sementara itu nilai intercept yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah 0,0228, sehingga data intercept tersebut dapat diterima.
b. Perhitungan Kadar Fe dalam Sampel
Persamaan garis, y = 0,2138x + 0,0226
Absorbansi sampel= 0,245
Menghitung konsentrasi Fe dalam sampel + adisi
y
=
0,2138x + 0,0226
0,245
=
0,2138x + 0,0226
0,2138x
=
0,4272
x
=
1,991 ppm
Menghitung konsentrasi Fe yang diadisi
M1 . V1
=
M2 . V2
10,00 ppm . 5 mL
=
M2 . 25 mL
M2
=
2 ppm
Menghitung konsentrasi Fe dalam sampel
Fe dalam sampel
=
1,991ppm 2ppm x faktor pengenceran
Fe dalam sampel
=
1,991ppm 2ppm x
Fe dalam sampel
=
0,047 ppm
Nilai minus menunjukan bahwa sampel tidak mengandung Fe
Kurva Penentuan Maksimum
4004104204304404504604704804905005105205305405500.148999999999999990.176999999999999990.2220.275000000000000020.3080.328000000000000010.338000000000000020.358999999999999990.410.414999999999999980.420999999999999990.423999999999999990.447000000000000010.472999999999999980.3740.23400000000000001
(nm)
Absorbansi (A)
Kurva hubungan Absorbansi dan Konsentrasi
11.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.6640000000000000311.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.6640000000000000311.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.6640000000000000311.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.6640000000000000311.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.6640000000000000311.522.530.238999999999999990.340.449000000000000010.559000000000000050.66400000000000003
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi (A)