pre eklampsia berat, ketuban pecah dini 12 jam edit
DESCRIPTION
pebTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
G2P1A0, 29 TAHUN HAMIL POSTDATE
DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT,
KETUBAN PECAH DINI 12 JAM
DALAM PERSALINAN KALA I FASE AKTIF
Oleh :
Ardiana Kurniawati G 0005005
Santy Ayu Puspita Perdhana G 0006022
Ahmad Luthfi Tiflani G 0006028
Indriantoro Haditomo G0006095
Kuntoro G 0006107
Pembimbing :
dr. H. Rustam Sunaryo, SpOG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2011
ABSTRAK
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan,
atau segera setelah persalinan
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah ketuban pecah sebelum persalinan
mulai.
Sebuah kasus seorang G2 P1 A0, 29 tahun. Penderita merasa hamil 9 bulan,
gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan sejak 4
jam SMRS, air kawah sudah dirasakan keluar 12 jam yang lalu, keluar lendir
darah (+). Riwayat fertilitas buruk, riwayat obstetrik baik T : 180/100 mmHg.
Teraba janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri,
kepala masuk Hodge II, TBJ 3400 gram, DJJ (+). Protein Ewitz +1.
___________________________________________________________________
Kata kunci : Pre-eklampsia, KPD
BAB I
PENDAHULUAN
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan . Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan,
atau segera setelah persalinan.1,2
Faktor Risiko Pre-eklampsia; Usia ( pada wanita hamil berusia kurang dari
25 ahun insidens > 3 kali lipat, dan wanita hamil usia > 35 tahun ), primigravid
muda maupun tua, faktor keturunan, faktor, obesitas/overweight, iklim/musim,
kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa.1,2
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti. Teori
yang dewasa ini dapat dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta, yaitu pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya arteri spirales di
decidua, sedangkan pembuluh darah di miometrium yaitu arteri spirales dan
arteria basalis tidak melebar.
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah ketuban pecah sebelum persalinan
mulai. Apabila terjadi sebelum kehamilan aterm maka lebih banyak terjadi
masalah daripada bla terjadi pada saat kehamilan aterm. Masalah – masalah yang
dihadapi antara lain persalinan preterm, infeksi, koroamnionitis, sepsis pada
janin.3,4
KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada
usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang
jelas.4 KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE-EKLAMPSIA BERAT
Definisi
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3
kehamilan, atau segera setelah persalinan.1,2
Definisi lain menyebutkan bahwa pre eklamsia adalah suatu sindroma
klinik pada kehamilan viable (usia kehamilan > 20 minggu atau berat janin >
500 gram) yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan edem.2
Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti. Teori
yang dewasa ini dapat dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia ialah
iskemia plasenta, yaitu pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya arteri
spirales di decidua, sedangkan pembuluh darah di miometrium yaitu arteri
spirales dan arteria basalis tidak melebar. Pada preeklamsi invasi sel-sel
thropoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan
seolah-olah terjadi vasokonsrtiksi.1,2
Faktor Risiko Pre-eklampsia 1,2
1. Usia : pada wanita hamil berusia kurang dari 25 ahun insidens > 3
kali lipat, dan wanita hamil usia > 35 tahun
2. Paritas : insidens tinggi pada primigravid muda maupun tua
3. Faktor keturunan
4. Faktor gen : diduga bersifat resesif
5. Obesitas / overweight
6. Iklim / musim : di daerah tropis insidens lebih tinggi
7. Kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa
Patofisiologi
2
Patofisiologi pre-eklampsia adalah :1,2,3
1. Penurunan kadar angiotensin II
Penurunan angiotensia II menyebabkan pembuluh darah menjadi
sangat peka terhadap basan-basan vaso aktif. Pada kehamilan normal
terjadi penigkatan yang progresif angiotensia II, sedangkan pada
preeklamsi terjadi penurunan angiotensia II
2. Perubahan volume intravaskuler
Pada kehamilan preeklamsi terjadi vasokontriksi menyeluruh pada
sistem pembuluh darah astiole dan prakapiler pada hakekatnya
merupakan kompensasi terhadap terjadinya hipovolemi.
3. Sistem kogulasi tidak normal
Terjadinya gangguan sistem koagulasi bisa menyebabkan komplikasi
hemologik seperti hellp syndrom (hemolytic anemia, elevated liver
enzyme, low platelet)
Patofisiologi terpenting pada pre-eklampsia adalah perubahan arus darah
di uterus koriodesidua, dan plasenta yang merupakan faktor penentu hasil
akhir kehamilan.1,2
1. Iskemia uteroplasenter
Ketidakseimbangan antara masa plasenta yang meningkat dengan
perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
2. Hipoperfusi uterus
Produksi renin uteroplasenta meningkat menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi vaskular dan meningkatkan kepekaan vaskuler pada
zat – zat vasokonstriktor lain ( angiotensi dan aldosteron ) yang
menyebabkan tonus pembuluh darah meningkat
3. Gangguan uteroplasenter
Suplai O2 jain berkurang sehingga terjadi gangguan pertumbuhan /
hipoksia / janin mati
Skema patofisiologi Pre-eklampsia
3
Klasifikasi
Faktor Predisposisi Pre-eklampsia( umur, paritas, genetik, dll )
Obstruksi mekanik dan fungsi dari arteri spiralis
Perubahan plasentasi
Menurunkan perfusi uteroplasenter
Renin/angiotensin II PGE2/PGI2 Tromboksan
Kerusakan endotelVasokonstriksi arteri
Disfungsi endotel endotelin, NO
Hipertensi sistemik
Aktivasi intravascular koagulasi
SSP
DIC
Ginjal Hati Organ lainnya
Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi GFR koma Edema
4
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :2
a. Pre eklampsia ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik
15 mmHg.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Edem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan
1 kg per minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau mid stream.
b. Pre eklampsia berat
Tekanan darah 160/110 mmHg.
Proteinuria 5 gram/liter.
Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.
Terdapat oedem paru dan sianosis.
Thrombosytopenia berat
Kerusakan hepatoseluler
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :1,3
a. Genuine pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai
dengan edem (pitting) dan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg
sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach)
b. Super imposed pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai
proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai edem. Biasanya
disertai hipertensi kronis sebelumnya.
Komplikasi 2
- HELLP syndrom
5
- Perdarahan otak
- Gagal ginjal
- Hipoalbuminemia
- Ablatio retina
- Edema paru
- Solusio plasenta
- Hipofibrinogenemia
- Hemolisis
- Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat
1. Penanganan aktif 1,2,3
Yaitu kehamilan diakhiri / terminasi bersama dengan pengobatan medisinal
Bila terdapat 1 / lebih kriteria :
- Terdapat tanda – tanda impending eklampsia
- HELLP syndrom
- Kegagalan penanganan konservatif
- Tanda gawat janin
- Kehamilan > 35 minggu
Penatalaksanaan :
- O2 nasal 4 – 6 liter/menit
- Obat anti kejang :
Larutan MgSO4 40 % disuntikkan intramuskular 4 gram bokong
kanan dan 4 gram bokong kiri
CPZ 50 mg I.M
Diazepam 20 mg I.M
- Obat anti hipertensi :
Nifedipin 3-4 x 10 mg sublingual ( dapat diulang 2 jam bila tensi
belum turun )
2. Penanganan konservatif 1,2,3
Kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal
6
- Kehamilan < 35 minggu tanpa tanda – tanda impending eklampsia dan
janin baik
- Pengobatan sama seperti penanganan aktif, MgSO4 dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda peeklampsia ringan selambat – lambatnya dalam
waktu 24 jam
- Bila tidak ada perbakan / > 6 jam tensi tetap naik maka dikatakan gagal
dan dilakukan terminasi kehamilan
B. KETUBAN PECAH DINI
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang
obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam
mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena
panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat kala I akhir atau kala II
awal. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD
kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 3,4
KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang jelas.4
Etiologi Dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.4
7
Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan
KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4
Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4
a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4
a. Air ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.
b. Nitrazine test
8
pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioscopy
g. Diamine oxidase test
h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test
Komplikasi
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :2,3,4
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan
chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline membran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
9
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan
kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
Terapi
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien. 2,3,4
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi
servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.
10
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika
janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan
amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotik yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
chorioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4
a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin.
11
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan.
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan.
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi
persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kurang
dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,
section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score
kurang dari 5.
Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4
a. Terapi konservatif
- rawat di Rumah sakit
- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
- Nilai tanda-tanda infeksi
- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
b. Terapi Aktif
12
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi
persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
section cesaria
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan
section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan
section cesaria
b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
C. VAKUM EKSTRAKSI
Sejak abad ke-17 diusahakan menciptakan alat yang dapat melahirkan
kepala janin tanpa mengadakan tekanan kepadanya, dan tidak memerlukan
begitu banyak tempat dalam rongga panggul, seperti halnya dengan cunam.
Baru pada tahun 1957 Malstrom berhasil membuat alat yang dinamakan
ekstraktor vakum, yang dapat dipakai dengan memuaskan, dan berdasar atas
prinsip menyelenggarakan vakum antara kepala janin dan alat penarik sehingga
kepala mengikuti gerakan alat tersebut.7
Alat tersebut terdiri atas : 7
a) Sejenis mangkok dari logam yang agak mendatar dalam berbagai ukuran
(diameter 30 sampai dengan 60 mm) dengan lubang di tengah-tengahnya ;
b) Pipa karet yang pada ujung satu dihubungkan dengan mangkok dan pada
ujung yang lain dengan suatu alat penarik dari logam;
c) Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar; alt
tersebut dimasukkan ke dalam rongga mangkok sehingga dapat menutup
lubangnya; selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah
ditarik kuat dikaitkan kepada alat penarik;
13
d) Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik
dan pada ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap
(lendir, darah, air ketuban, dan sebagainya)
e) Manometer dan pompa tangan untuk menghisap udara, yang berhubungan
dengan botol penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkok
dan kepala janin.
Syarat dilakukan Vakum Ekstraksi : 7
- Presentasi belakang kepala
- Janin hidup
- Pembukaan lengkap
- Kepala turun di Hodge III +
- Kulit ketuban sudah pecah/dipecah
- Ibu mampu mengejan
Indikasi Vakum Ekstraksi : 7
- Memperingan kala II (Pre-eklampsi/Eklampsia)
- Bekas bedah caesar
- Gawat janin yang ringan
Kontra Indikasi Vakum Ekstraksi : 7
- Panggul sempit / Disproporsi Kepala Panggul (DKP)
- Malpresentasi (presentasi muka,presentasi dahi)
Komplikasi : 10
Pada Ibu :
- Robekan pada serviks uteri
- Robekan pada dinding vagina, perineum
Pada Anak :
- Lluka atau nekrosis pada jaringan di luar tengkorak anak pada tepat
pemasangan mangkok
14
- perdarahan dalam otak
kaput suksedaneum artifisialis, yang biasanya akan hilang sendiri setelah 24-48
jam
15
BAB III
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
Tanggal 27 Oktober 2011
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. M
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Jatimalang 3/13, Mojolaban Sukoharjo
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Nama Suami : Tn. N
Pekerjaan : Swasta
HPMT : 13 Januari 2011
HPL : 20 Oktober 2011
UK : 41 minggu
Tanggal Masuk : 27 Oktober 2011 jam 08.30
CM : 01093068
Berat Badan : 55 kg
Tinggi badan : 155 cm
B. Keluhan Utama
Kenceng- kenceng
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G2 P1 A0, 29 tahun, kiriman dari bidan dengan
keterangan G2 P1 A0, hamil 41 minggu dengan inpartu kala I tekanan darah
16
180/100 mmHg. Penderita merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih
dirasakan , kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan sejak 4 jam SMRS, air
kawah sudah dirasakan keluar 12 jam yang lalu, keluar lendir darah (+).
Kejang (-), nyeri di sekitar ulu hati (-), pandangan kabur (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
E. Riwayat Fertilitas
Buruk.
F. Riwayat Obstetri
Baik
I. Perempuan, 6,5 tahun, 4500 gram, lahir spontan
II. Sekarang
G. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, di bidan.
H. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama menstruasi : 7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari
I. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, 10 tahun dengan suami sekarang
17
J. Riwayat KB
Disangkal.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Interna
Tanggal 27 Oktober 2011 jam 08.30
Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi cukup
Tanda vital :
T : 180/100 mmHg Rr : 20 x/ menit
N : 88 x/ menit S : 36,2 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-)
Leher : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada,
striae gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar,
lien tidak membesar.
Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus
xyphoideus, redup pada daerah uterus
18
Genital : Lendir darah (+), air ketuban (+)
Ekstremitas : Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
B. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Cloasma gravidarum (+)
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
Thoraks : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genetalia Eksterna : vulva/uretra tenang, lendir darah (+),
peradangan (-), tumor (-)
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala
masuk panggul 1/3 bagian, TFU 33 cm ~ TBJ = 3255
gram, His (+) 2-3x/10’/40-50”
Pemeriksaan Leopold :
I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi 3 jari dibawah processus
xiphoidus, teraba bagian besar dan lunak, kesan bokong
II : Teraba bagian besar janin di sebelah kiri, kesan punggung, bagian
kecil di sebelah kanan
III : Teraba bagian bulat dan keras kesan kepala
IV : Bagian terendah janin masuk panggul 1/3 bagian, divergen
Ekstremitas : Oedem (-) akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (+) 12-13-12/12-13-13/12-13-12/ reguler
19
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vesika urinaria tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak,
pembukaan (4 cm), eff 30%, kulit ketuban (+), penunjuk belum dapat
dinilai, kepala masuk Hodge II, AK (+), STLD (+).
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 27 Oktober 2011
Urinalisa
Protein : +1
Lab Darah
Hb : 12,9 g/dl Na : 137 mmol/L
Hct : 38% K : 2,8 mmol/L
AE : 3,97. 106 /μL Cl : 107 mmol/L
AL : 13,4. 103 /μL Albumin : 3,6 mg/d
AT : 306. 103 /μL Gol darah : O
SGOT : 21 ug/dl GDS : 95 mg/dl
SGPT : 10 ug/dl Ureum : 10 mg/dl
LDH : 652 ug/dl Kreatinin : 0,5 mg/dl
LDH : 304 u/l HbsAg : (-)
PT : 12,6 detik APTT : 29,7 detik
USG
Tampak janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung
kiri, DJJ (+), dengan biometri :
BPD : 95 mm AC : 321 mm
FL : 71 mm EFBW : 3412 gram
Kelainan kongenital mayor (-). Air ketuban kesan cukup.
Plasenta berinsersi di corpus kanan.
Kesan : Saat ini janin dalam keadaan baik
20
IV. KESIMPULAN
Seorang G2 P1 A0, 29 tahun, usia kandungan 41 minggu hamil postdate.
Riwayat fertilitas buruk, riwayat obstetrik baik T : 180/100 mmHg. Janin
tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala
masuk Hodge II, TBJ 3412 gram, DJJ (+), kondisi janin hidup. His (+),
pembukaan (4cm), air ketuban (+), lendir darah (+). Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan LDH : 652 ug/dl, proteinuri : +1, AL : 13,4. 103 /μL.
V. DIAGNOSIS
PEB, KPD 12 jam pada secundigravida hamil postdate, dengan kala I fase
aktif
VI. PROGNOSIS
Dubia
VII. TERAPI
- Rencana persalinan per vaginam
- Observasi 2 jam lagi
- Peringan kala 2 dengan VE
- Protap PEB
o O2 3 liter/menit
o Infus RL 20 tpm
o MgSO4 40% injeksi 8 gr IM (4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri)
jam 10.00 WIB dilanjutkan 4 gr / 6 jam jika syarat terpenuhi
o Nifedipin tab 3x10 mg sub lingual, jika tensi ≥ 180/110
o Pasang DC balance cairan
- Awasi tanda-tanda impending
- Laboratorium lengkap
- Inform consent
- Injeksi ampicillin 1 g/8 jam
21
VIII.OBSERVASI
Tanggal 27 Oktober 2011, jam 10.30
Keluhan : Ibu ingin mengejan
KU : Baik, compos mentis
VS : T : 150/90 Rr : 20x/menit
N : 80x/menit S : 36,5o C
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala masuk
panggul > 2/3 bagian, TBJ = 3412 gram, His (+) 4x/ 10
menit/50”, DJJ (+) 12-12-13 / 12-13-12 / 12-12-13 / reguler
VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tidak
teraba, kepala masuk di Hodge IV, air ketuban (+) STLD (+).
Diagnosis : PEB respon terapi, KPD 14 jam pada secundigravida hamil
postdate, dalam persalinan kala II
Prognosis : dubia
Terapi : Ibu dipimpin mengejan
Siapkan resusitasi bags
Tanggal 27 Oktober, jam 10.40
Lahir bayi laki-laki BB 3400 gr dalam persiapan VE. Anus (+) kelainan
kongenital (-), Apgar score 8-9-10
Tanggal 27 Oktober 2011, jam 10.50
Plasenta lahir spontan lengkap, bentuk cakram, ukuran 20 x 20 x 1,5 cm,
PTP 50 cm, insersi paracentralis.
Tanggal 27 Oktober 2011, jam 13.00
2 jam post partum
Keluhan : -
KU : baik, compos mentis
VS : T : 120/80 Rr : 20x/menit
N : 80x/menit S : 36,5o C
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi (+).
22
Genital : darah (-), lochia (+)
Diagnosis : Post partus spontan dalam persiapan VE, PEB KPD 14 jam
pada secundipara hamil postdate
Prognosis : dubia
Terapi : Amoxicilin 3 x 500 mg
SF 1 x 1
Vitamin C 1 x 1
Tanggal 28 Oktober 2011, jam 07.00 (DPH I)
P2A0
Keluhan : -
KU : baik, compos mentis
VS : T : 150/100 Rr : 20x/menit
N : 84x/menit S : 36,5o C
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi (+).
Genital : darah (-), lochia (+)
Diagnosis : Post partus spontan dalam persiapan VE, PEB KPD 14 jam
pada secundipara hamil postdate
Prognosis : dubia
Terapi : Amoxicilin 3 x 500 mg
SF 1 x 1
Vitamin C 1 x 1
MgSO4 4 gr 04.00-10.00-16.00-22.00
Tanggal 29 Oktober 2011, jam 07.00 (DPH II)
Keluhan : -
KU : baik, compos mentis
VS : T : 140/100 Rr : 20x/menit
N : 80x/menit S : 36,5o C
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba, kotraksi (+).
Genital : darah (-), lochia (+)
Diagnosis : Post partus spontan dalam persiapan VE, PEB KPD 14 jam
pada secundipara hamil postdate
23
Prognosis : dubia
Terapi : Amoxicilin 3 x 500 mg
SF 1 x 1
Vitamin C 1 x 1
Tgl 29 Oktober 2011 jam11.00 pasien APS
24
BAB IV
ANALISA KASUS
ANALISA KASUS
Dalam kasus ini didapatkan adanya pre eklampsia berat. Diagnosis ini
berdasarkan pada adanya hipertensi dan proteinuria yang dibuktikan dengan :
Tekanan darah pasien mencapai 180/100 mmHg
Dari urinalisa didapatkan adanya proteinuria +1
Dalam kasus ini penangan pasien sudah sesuai dengan protap PEB yaitu:
o O2 3 liter/menit
o Infus RL 20 tpm
o MgSO4 40% injeksi 8 gr IM (4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri)
jam 10.00 WIB dilanjutkan 4 gr / 6 jam jika syarat terpenuhi
o Nifedipin tab 3x10 mg sub lingual, jika tensi ≥ 180/110
o Pasang DC balance cairan
Diagnosis KPD pada pasien ini sudah sesuai didasarkan adanya air ketuban
yang merembes keluar 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Penanganan
KPD pada pasien ini juga sudah sesuai dengan protap dimana status pasien
hamil postdate dengan pembukaan servik 4 cm maka dilanjutkan dengan
persalinan. Pemberian antibiotic dimaksudkan untuk mencegah infeksi.
25
BAB V
SARAN
1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
diperlukan antenatal care sedini mungkin dan secara teratur di unit
pelayanan kesehatan khususnya mengenai pemeriksaan tentang kondisi
jantung pasien, tekanan darah dan kadar hemoglobin, serta keadaan janin
intra uterin.
2. Edukasi kepada pasien mengenai
pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan komplikasinya,
penatalaksanaannya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric,
Edisi 18, Appletion & Lange, 1998 : 881-903.
2. Fernando Arias, Practicial Guide to Hight Risk
Pregnancy and Delivery, 2 nd Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 :
100-10, 213-223.
3. Hacker Moore, Essential Obstetries dan
Gynekology, Edisi 2, W.B Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania,
297-309.
4. Svigos John, 1996. Premature Rupture of The
Membranes. Dalam : James (ed). High Risk Pregnancy Management Options.
WB Saunders Company. Philadelphia. pp :163-70.
5. Nancy D Berkman, John M Thord, Tokolitic
Treatmen for The Management of Preterm Labour : A Review of The
Evidence, AM J Obstetry and Gynecology, June 2003 : 1648-1657
6. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi
Perdana Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Surabaya, 2004 : 364-382, 392-393, 426-443.
7. Wiknyosastro H. Kelainan Dalam Lamanya
Kehamilan. Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
Jakarta, 1991. 281-301, 386-400,675-688.
8. Buku acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Masalah yang berhubungan dengan lamanya
kehamilan. Yayasan BP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001, 300-304.
9. Robert K Creasy, Preterm Labor and Delivery,
Maternal Fetal Medicine Principles and Practice, WB Saunder Company,
Philadelpia, 1994 : 494-515.
10. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Editor. Delfi
Lutan. EGC, Jakarta, 1998: 63-67.
27
11. Wiknyosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2000 : 80-87, 170-197.
12. Thomas F MC Elrat MD, Association Between Use
Antenatal Magnesium Sulfat in Preterm Labour and Adverse Health
Outcomes in Infants, AM J Obstetry and Gynecology, January, 2003 : 294-
295.
13. Anonim, 1995. Ketuban Pecah Dini. Kumpulan
Protokol Penanganan Kasus Obstetri dan Ginekologi di RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNS/RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Surakarta. pp : 12-4.
28