preferensi dan frekuensi konsumsi makanan … · jajanan digoreng pada anak sd di kecamatan ......
TRANSCRIPT
PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN
CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
OKTAVIANUS PARA ENDRO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi dan
Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan
Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Otavianus Para Endro NIMI14080127
ABSTRACT
Oktavianus Para Endro. Preferences and Consumption Frequency of Fried Snacks Among Elementary School Children at Cijeruk Sub-District, Bogor District. Supervised by M. Rizal. M. Damanik and Leily Amalia Furkon.
The aim of the present study was to analyze preferences and consumption Frequency of fried snacks among elementary school children at Cijeruk sub-district, Bogor District. The study design was a cross sectional with 80 samples of school children. Spearman test results showed that there was a significant relationship between the age at hawker on batagor (p=0.037, r=0.252) and risoles (p=0.014, r=0.274); and knowledge of nutrition on bakso goreng (p =0.039, r=-0.231) and cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). The results of Spearman test showed that there was significant relationship between the level of student preferences with the frequency of the snack batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), and risoles (p=0.000, r=0.397). Flavors and prices on food are two of the characteristics that most influence food preference level. Contribution to energy and nutrient adequacy of nutritional snack foods to 44% for energy, 68.9% for protein, 13.1% for calcium, 37.2% for iron, 5.6% for vitamin C.
Key words: snacks, preference, frequency, contribution
RINGKASAN
Oktavianus Para Endro. Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh M. Rizal. M. Damanik dan Leily Amalia Furkon.
Tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan digoreng pada anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik individu contoh; 2) mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh; 3) mengidentifikasi karakteristik makanan jajanan contoh; 4) menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh antar SD; 5) menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD; 6) menganalisis kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan contoh terhadap AKG; 7) menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh dan frekuensi makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yang dilakukan di SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara purposive berdasarkan beberapa pertimbangan terutama letak lokasi yang berdekatan. Jumlah contoh setiap sekolah antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang sama dengan alasan jenis kelamin mempengaruhi tingkat kesukaan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2012 sampai dengan Januari 2013. Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui jumlah minimal contoh adalah 72 siswa, sehingga setelah dilakukan secara proposional jumlah contoh menjadi 80 siswa.
Data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi menggunakan kuesioner untuk menanyakan preferensi dan frekuensi jajan, besar uang jajan, besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, dan jenis kelamin serta keadaan kantin, penjaja, dan warung mengenai makanan jajanan yang diperoleh dari setiap penjual makanan jajanan. Data sekunder terdiri atas karakteristik lingkungan sekolah dan keadaan siswa yang diperoleh dari pihak administrasi di setiap SD yang bersangkutan. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver.17 for Windows dengan analisis deskriptif menggunakan uji beda Kruskal Walis dan uji Spearman untuk melihat hubungan antar variabel.
Besar keluarga contoh tergolong kategori sedang (65.5%) dan paling banyak di SD P2 sekitar 72.7% dengan jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang. Pendidikan ayah dan ibu umumnya berada disebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara dan hanya 1.3% (bapak) dan 2.5% (ibu) berada pada sebaran perguruan tinggi. Sebagian besar pendapatan orang tua berada pada kategori sedang (48.8%) dan paling banyak di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1% dan 50.0%. Secara umum karakteristik orang tua tidak berbeda secara signifikan (p>0.05)
Contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 siswa. Uang jajan siswa berkisar Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000 dan umumnya berada pada kategori rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000) dengan total mencapai 38.8% (88.5% di SD C1). Rentang usia contoh sebagian besar berada pada rentang 10 dan lebih kecil dari 11 tahun mencapai 36.3%. Pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada kategori sedang
(47.5%) dan hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD P2 (71.13) tergolong kategori sedang dan lebih tinggi. SD C1 tergolong tingkat pengetahuan gizi buruk (53.26). Karakteristik contoh umumnya tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) kecuali pada uang jajan (p=0.000) dan pengetahuan gizi (p=0.001).
Harga makanan jajanan terendah Rp500 per porsi dengan bentuk yang bervariasi, seperti: berbentuk “love”, berbentuk tabung, berbentuk bulat, berbentuk pipih, berbentuk segi empat, dan berbentuk menyerupai kue kroket. Tekstur, warna, suhu, dan rasa tidak diperhatikan oleh penjual dengan baik terutama pada cara pengolahan dan penggorengan sehingga mempengaruhi keadaan makanan jajanan, seperti: tekstur yang kasar, warna yang kecoklatan dan kehitaman, suhu yang dingin, dan rasa asin.
Bakso goreng (86.3%) dan chicken nugget (77.6%) adalah makanan jajanan dengan persentase tertinggi disukai contoh dibandingkan dengan cireng isi abon (15.1%) dan bakwan (8.8%) merupakan jenis makanan jajanan yang paling tinggi persentase contoh tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka). Harga dan rasa merupakan dua dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat preferensi contoh. Tingkat preferensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007), SD P1 paling tinggi tingkat kesukaannya.
Bakwan (17.5%) dan bakso goreng (20.1%) adalah makanan jajanan yang sering (sering dan sangat sering) dibeli paling tinggi dibandingkan dengan batagor dan cireng isi sapi merupakan jenis makanan jajanan dengan total persentase tertinggi jarang dibeli (sangat jarang dan tidak pernah sama sekali) mencapai 72.5% dan 67.5%. Tingkat frekuensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021), SD P2 paling tinggi frekuensi jajan.
Kontribusi energi dan zat gizi terhadap kecukupan dari gizi makanan jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan sekolah di SD P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5% untuk kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya kontribusi energi dan zat gizi di SD P2 diduga akibat tingginya frekuensi jajan contoh yang sangat tinggi yang mana berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD P2 Lebih tinggi persentase jajan. Sedangkan total rata-rata kontribusi energi dan zat gizi di sekolah secara keseluruhan mencapai 44% untuk energi, 68.9% untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2% untuk zat besi, dan 5.6% untuk vitamin C.
Hasil uji Correlations-Spearman’s terdapat hubungan nyata antara makanan jajanan dengan karakteristik individu, seperti: usia pada batagor (p=0.037, r=0.252), dan risoles (p=0.014, r=0.274) dan pengetahuan gizi pada bakso goreng (p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). Sementara ada hubungan yang signifikan antara tingkat preferensi contoh dengan frekuensi terhadap makanan jajanan seperti batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), dan risoles (p=0.000, r=0.397).
PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN
CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
OKTAVIANUS PARA ENDRO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul : Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan
Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor Nama : Oktavianus Para Endro
NIM : I14080127
Mengetahui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si Nip. 19640731 199003 1 001 Nip. 19721209 200501 2 004
Mengetahui :
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr.Ir.Budi Setiawan, MS Nip. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada
Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi
pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Atas segala bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini,
tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: drh. M. Rizal M. Damanik,
MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing I dan Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si
selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan semangat
kepada penulis; Dr.Ir.Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan selama kuliah kepada penulis; Prof.Dr.Ir.Siti
Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan Dr.Ir.Budi Setiawan, MS
selaku dosen penguji yang memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi;
dr.Ermia Rahardjo, MS, Sp.Gk dan dr.Vera Uripi selaku dosen pembimbing
selama ID (Internship Dietetik) di RSUD Ciawi; Pemerintah Daerah Kabupaten
Landak, Provinsi Kalimantan Barat yang memberikan bantuan biaya pendidikan
selama kuliah kepada penulis serta orang tua (A. Anyi dan E. Lusiana), saudara
(Pido dan Tia), dan teman dekat (Miranti) yang selalu memberi nasehat dan
motivasi kepada penulis; teman-teman seangkatan (Adi, Nehem, Caca, Rompul,
Made, Yasmin, Nofitri dan Anak GM 45 semuanya) serta anggota AINP (Adit,
Didit, Azan dan semua anggota yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu)
yang telah memberikan masukan serta motivasi.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat serta
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak lupa penulis
mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan baik
secara lisan maupun tulisan pada skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran
untuk kesempurnaan sangat diharapkan.
Bogor, Januari 2013
Oktavianus Para Endro
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Senakin, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak,
Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 9 Oktober 1989 dari ayah Adrianus Anyi
dan Ibu Emiliana Lusiana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN
43 Andeng, Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Kemudian Penulis
melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Santo Aloysius
Gonzaga Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang
dan tamat pada tahun 2004. Penulis melanjutkan di SMA Seminari Santo Paulus
Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang sampai
tingkat kedua dan melanjutkan ke SMAN 01 Sengah Temila, Kabupaten Landak
sampai selesai pada tahun 2007.
Penulis masuk ke IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada
tahun 2007. Sebelum masuk pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis
mengikuti program Prauniversitas yang diselenggarakan oleh pihak IPB dan
dinyatakan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis menjalani
masa TPB, akhirnya penulis memilih dan diterima di mayor Ilmu Gizi, Fakultas
Ekologi Manusia dengan Supporting Course dari berbagai bidang ilmu seperti:
Silvika (Departemen Silvikultur), Perkembangan Karakter dan Perilaku
Konsumen (Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen), Ekonomi Sumberdaya
(Departemen Ekonomi Sumberdaya Lahan), dan Dasar-dasar Hortikultur serta
Pasca Panen Tanaman Pertanian (Departemen Agronomi dan Hortikultur).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan
organisasi, antara lain: Korma Kemaki (Korma Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
Katolik IPB), Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB), dan SAMI
SAENA bagian Gizi Kesehatan yang merupakan bidang Bina Desa yang
diselengarakan oleh Fakultas Ekologi Manusia. Penulis juga melaksanakan
Kuliah Kerja Profesi di Desa Kaligiri, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes,
Jawa Tengah pada bulan Juli sampai Agustus 2011 dan melaksanakan
Internship (ID) bidang Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada bulan
Maret hingga April 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................. 1
Perumusan Masalah ...................................................................... 4
Tujuan ........................................................................................... 4
Hipotesis Penelitian ........................................................................ 5
Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi .................... 6
Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan.................................... 7
Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi ............................ 8
Preferensi Makanan Jajanan Anak ................................................. 10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan .... 11
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 19
METODE PENELITIAN.......................................................................... 21
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .......................................... 21
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .............................................. 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 23
Pengolahan Data ............................................................................ 25
Analisis Data .................................................................................. 27
Definisi Operasional ....................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 30
Gambaran Umum Sekolah ............................................................. 30
Karakteristik Keluarga Contoh......................................................... 33
Karakteristik Contoh ........................................................................ 39
Karakteristik Makanan Jajanan ...................................................... 44
Preferensi dan Alasan Jajan Contoh di Sekolah ............................ 47
Frekuensi Jajan contoh di Sekolah ................................................. 53
Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG .... 55
Hubungan Preferensi Jajan dengan Karakteristik Contoh ............... 58
Hubungan Preferensi Jajan dengan Frekuensi Jajan Contoh ......... 69
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 70
Simpulan ........................................................................................ 70
Saran ............................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 73
LAMPIRAN ........................................................................................... 77
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng .......................... 6
2 Fungsi energi dan zat gizi ................................................................. 9
3 Kebutuhan energi dan zat gizi ........................................................... 9
4 Cara pengumpulan data sekunder ................................................... 24
5 Cara pengumpulan data primer ........................................................ 24
6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi ................................................... 25
7 Cara menganalisis data ..................................................................... 27
8 Data yang diolah ............................................................................... 28
9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .................................... 34
10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak ................................ 35
11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu..................................... 36
12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua ......................... 37
13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan .............................. 38
14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ....................................... 39
15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan ........................................... 41
16 Sebaran contoh berdasarkan usia ..................................................... 41
17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ................................ 43
18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan gizi yang benar 44
19 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 49
20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ................................................................................. 51
21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 54
22 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin .......................................................... 60
23 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ................................................. 61
24 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ........................................................................ 64
25 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ................................................... 67
26 Hubungan Preferensi jajan dengan frekuensi jajan contoh ................ 69
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan .............................. 20
2 Pengambilan sampel ......................................................................... 23
3 Lokasi sekolah .................................................................................. 30
4 Lingkungan SDN 01 Palasari ............................................................ 31
5 Lingkungan SDN 02 Palasari ........................................................... 31
6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012 ................................... 32
7 Lingkungan SDN 01 Cipicung ........................................................... 33
8 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi antar sekolah ....... 56
9 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh keseluruhan 57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 77
2 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ................................................................................ 79
3 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 81
4 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin ......................................................... 83
5 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ................................................. 84
6 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ........................................................................ 86
7 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ................................................... 87
8 Gambar makanan jajanan digoreng .................................................. 88
9 Karakteristik makanan jajanan .......................................................... 89
10 Hubungan karakteristik individu dengan preferensi jajan ................... 90
11 Hubungan frekuensi jajan dengan preferensi makanan jajanan ........ 91
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak sekolah dasar (SD) rata-rata berusia 7 sampai 12 tahun. Di usia ini
anak sekolah memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk
mandiri (Megawangi 2009). Sifat individu dan berkeinginan untuk mandiri
tersebut berdampak pada penentuan makanan. Menurut Proverawati et al.
(2008) makanan yang disukai anak-anak tidak sejalan dengan makanan sehat.
Hal ini dikarenakan anak sekolah cendrung memilih makanan yang kaya akan
karbohidrat dibandingkan dengan makanan sumber serat seperti sayuran (Bruun
et al. 2011). Disisi lain aktifitas bermain anak pada usia ini sangat tinggi sehingga
menguras energi yang dapat meyebabkan ketidakseimbangan antara energi
yang masuk dan keluar.
Usia anak-anak sering sekali bermasalah dalam mengonsumsi makanan.
Suka memilih makanan dan monoton terhadap makanan tertentu merupakan
masalah yang sering dihadapi para orang tua dalam memberi dan menyediakan
makanan. Proverawati et al. (2008) mengatakan takut akan makanan tertentu,
mengikuti zaman, dan tidak mau mencoba makanan baru merupakan masalah
yang serius pada anak dalam mengonsumsi makanan. Situasi ini akan
berdampak pada status gizi anak. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan, atau perwujudan dari gizi dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa et al. 2002). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN)
(2007) memperkirakan hampir 50 persen penduduk atau lebih dari 90 juta jiwa
penduduk Indonesia mengalami aneka masalah gizi (gizi kurang dan gizi lebih).
Permasalahan mengenai makanan pada anak-anak sebenarnya telah
mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu bukti nyatanya adalah program
pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS). Tetapi tidak jarang
penolakan terhadap makanan, kejenuhan terhadap makanan, dan rasa bosan
terhadap menu makanan yang diberikan menjadi permasalahan. Permasalahan
ini bisa dipicu akibat dari pemberian atau penyelenggaraan makanan kurang
memperhatikan preferensi makan anak. Menurut Proverawati et al. (2008)
preferensi makanan bisa dijadikan prediktor dalam penilaian dan pemilihan
kualitas maupun jenis makanan. Jadi preferensi makanan merupakan salah satu
cara yang bisa digunakan untuk melihat dan menentukan kesukaan seseorang
terhadap makanan tertentu. Karakteristik makanan tidak dapat dilepaskan dari
2
kesukaan anak-anak terhadap makanan tidak terkecuali pada makanan jajanan.
Rasa, tekstur, dan suhu pada makanan merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kesukaan (Wiharta 1982).
SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung merupakan tiga
contoh SDN (Sekolah Dasar Negeri) yang ada di Kecamatan Cijeruk, Kota
Bogor. Dilihat dari profil keluarga (keadaan ekonomi) umumnya masih tergolong
keluarga tingkat ekonomi rendah. Keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya
beli (Dewan Ketahanan Pangan 2009). Menurut Supariasa et al. (2002) yang
menjadi akar dan pokok permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, kemiskinan,
kurang pendidikan dan keterampilan. Keadaan ekonomi mempengaruhi daya
beli, dua di antara tiga SD (Sekolah Dasar) yang ada dijadikan tempat untuk
menjalankan program penyelenggaraan makanan jajanan (SDN 02 Palasari dan
SDN 01 Cipicung), dan letak antara ke tiga SD berdekatan membuat peneliti
menjadikan ke tiga SD ini menjadi objek penelitian.
Menurut Tresanawati (2009) anak-anak (usia sekolah) harus mendapatkan
makanan (makanan ringan) untuk mengatasi rasa lapar dan mencukupi energi
serta zat gizi. Jajan merupakan fenomena yang menarik bagi anak usia sekolah
dasar. Hal ini dikarenakan mengonsumsi makanan jajanan dapat memenuhi
kebutuhan berbagai energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang
tidak sarapan), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan
kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan
meningkatnya gengsi anak dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002).
Berdasarkan hasil penelitian umumnya anak makan 3 kali sehari (85%) sisanya
anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok sebagian besar anak
mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak mendapat makanan
selingan. Frekuensi makanan selingan yang terbanyak adalah setiap hari, yaitu
77.5% (Harahap 1992). Oleh sebab itu pola makan terutama makanan ringan
(jajan) pada anak-anak perlu dikaji lebih dalam.
Makanan ringan (jajanan) merupakan makanan yang bukan tergolong ke
dalam makanan pokok. Di usia anak-anak makanan ringan merupakan salah
satu bentuk makanan yang apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dapat
mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi (Proverawati et al. 2008). Makanan
ringan dikelompokkan ke dalam berbagai kelompok salah satunya makanan
camilan (Winarno 2004, diacu dalam Rosa 2011). Jenis jajanan ini merupakan
salah satu kelompok makanan ringan sebagai sumber energi dan zat gizi
3
(Kementrian Agama RI 2012). Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati
(2009) kelompok makanan ini dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi
dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat
mengonsumsi 400 sampai 500 Kalori per sekali makan. Dengan demikian
makanan ringan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kebutuhan dan
kecukupan gizi anak.
Permasalahan mengenai makanan dan status gizi anak sekolah juga
mendapat perhatian khusus dari pihak swasta. Tingginya peran makanan jajanan
terhadap sumbangan energi dan zat gizi menjadikan salah satu perusahaan di
Indonesia mengangkat masalah makanan jajanan sebagai program CSR
(corporate social responsibility). Ajinomoto-IPB Nutrition Program (AINP) 2012
merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia dalam bidang pengabdian
kepada masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan status gizi anak
sekolah dasar melalui peningkatan mutu dan keamanan makanan jajanan di
sekolah.
Melihat fakta di atas peneliti menyadari makanan jajanan memiliki peran
dalam membantu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi. Tetapi tidak semua
anak mampu memperoleh dan mau mengonsumsi makanan jajanan yang ada di
tempat sekolah. Keadaan ini bisa dipicu oleh tingkat preferensi makanan
seseorang yang mana banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi di
antaranya karakteristik individu dan karakteristik sosial (keluarga). Oleh sebab itu
peneliti ingin melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi makan
jajanan khususnya makanan jajanan digoreng pada Anak SDN 01 Palasari, SDN
02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Pemilihan makanan (camilan) digoreng dengan alasan jumlah camilan yang
diolah dengan cara digoreng lebih banyak dibandingkan dengan camilan yang
diolah dengan cara dikukus, direbus, dan dipanggang di lingkungan sekolah
siswa. Situasi ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang spesifik
mengenai tingkat preferensi siswa terhadap makanan khususnya makanan
jajanan digoreng.
4
Perumusan Masalah
Masa anak-anak merupakan usia yang tepat untuk mengarahkan status
gizi yang baik. Hal ini dikarenakan pada usia ini makanan yang dikonsumsi
digunakan untuk pertumbuhan. Masalahnya tidak jarang kita menemukan anak
yang susah dalam mengonsumsi makanan. Akibatnya dalam jangka panjang
pertumbuhan organ yang ada pada anak itu akan terganggu. Perkembangan
fungsi otak seperti melemahnya daya ingat, kemampuan belajar menurun,
tingginya kesakitan mengakibatkan menurunya prestasi belajar merupakan efek
yang akan ditimbulkan. Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk meningkatkan
asupan makanan. Salah satunya dengan cara mengetahui tingkat preferensi
makan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi makan terutama pada
makanan jajanan. Tujuannya adalah memperoleh informasi awal untuk
mengetahui kendala dan cara mengatasi masalah sesuai dengan sasaran
masalah masing-masing. Pemilihan makanan jajanan mengingat waktu yang
paling banyak dihabiskan oleh anak adalah di sekolah.
Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik contoh terhadap preferensi jajan contoh,
2. Bagaimana preferensi jajan terhadap frekuensi jajan contoh.
Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan
digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi karakteristik individu contoh (uang jajan, jenis kelamin,
tingkat pengetahuan gizi, dan umur),
2) Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh (tingkat pendidikan orang
tua, besar penghasilan orang tua, dan besar keluarga),
3) Mengidentifikasi karakteristik makanan jajanan contoh,
5
4) Menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh
antar SD,
5) Menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD,
6) Menganalisis kontribusi energi dan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat
besi, dan vitamin C) makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan
gizi (AKG),
7) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh, dan frekuensi
makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh.
Hipotesis Penelitian
1) Terdapat hubungan positif antara karakteristik individu contoh dan
karakteristik makanan jajanan contoh terhadap preferensi makanan
jajanan,
2) Terdapat hubungan positif antara preferensi makanan jajanan terhadap
frekuensi makanan jajanan.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
preferensi makanan jajanan sehingga bisa digunakan sebagai literatur
untuk membuat makanan jajanan yang disukai anak.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan membantu peneliti untuk membuktikan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi makanan jajanan
anak.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi
Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang dijual dalam
wadah atau sarana penjualan di tempat umum atau di tempat khusus. Makanan
jajanan biasanya tersusun dari aneka ragam pangan dengan variasi bentuk,
rupa, dan jenis yang sangat beragam (Forum Koordinasi PMT-S Tingkat Pusat
1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makanan jajanan merupakan
makanan atau minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan maupun di rumah yang disajikan sebagai siap santap dalam wadah
atau sarana penjualan dalam bentuk, rupa, dan jenisnya baik sarana penjualan
maupun jenis makanan jajanan yang dijual.
Makanan jajanan tidak termasuk makanan pokok dan jenis makanan ini
sering dijumpai di kaki lima, di lingkungan sekolah, di pinggiran jalan, di stasiun,
dan di pasar. Menurut Winarno (2004), diacu dalam Rosa (2011) berdasarkan
jenisnya makanan ini dibedakan ke dalam empat kelompok yaitu makanan
sepinggan (nasi remes, nasi kucing, dan bakso), camilan (bakwan, cimol dan
gorengan), minuman (es kelapa, es buah, dan teh) dan buahan segar (pepaya,
nenas, dan melon).
Tabel 1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng
Jenis Jajanan Kandungan Gizi/100 g makanan
Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit. C (mg)
Bakso goreng 76 4.1 14.0 2.7 1.8
Batagor 152 12.1 80.0 4.5 0.0
Donat 357 9.4 451.9 1.7 0.0
Onde-onde 289 8.3 0.1 4.5 0.0
Tahu goreng 128 5.6 84.8 0.5 0.0
Tempe goreng 328 18.4 149.6 10.5 0.0
Bakwan 272 4.2 0.1 7.2 0.0
Risoles 335 5.2 6.8 1.4 0.0
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2008)
Camilan digoreng merupakan salah satu jenis makanan jajanan yang
diolah dengan cara digoreng. Pengorengan umumnya mengunakan minyak yang
berasal dari minyak kelapa dan minyak sawit. Keuntungan pengolahan dengan
cara digoreng akan memberikan rasa yang enak, praktis, dan umumnya lebih
7
cepat dibuat. Sehingga tidak heran jenis camilan ini sering ditemui di lingkungan
sekitar kita. Namun jenis makanan yang digoreng sebenarnya perlu dikontrol
tingkat konsumsinya. Hal ini dikarenakan minyak yang digunakan untuk
menggoreng merupakan bahan yang paling mudah teroksidasi. Artinya makanan
yang digoreng secara tidak langsung sudah teroksidasi sehingga radikal bebas
yang bisa mengancam kesehatan mudah terbentuk. Proses oksidasi bisa dilihat
dari perubahan minyak yang agak kehitam-hitaman setelah digoreng (Anonim
2012).
Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan
Anak sekolah harus berangkat ke sekolah pada pukul 06.00 pagi dan
pulang sekolah pada pukul 15.00 sore. Terkadang mereka harus mengikuti
ektrakurikuler tambahan sehingga tidak jarang mereka harus pulang lebih dari
pukul 15.00 sore. Selain itu banyaknya tugas pekerjaan rumah (PR) dan
persiapan untuk esoknya tidak jarang membuat stamina anak menjadi lemah.
Salah satu upaya untuk menambah stamina anak dengan cara memberikan
sarapan pagi. Masalahnya sedikit sekali anak yang mau sarapan pagi. Hal ini
dikarenakan banyak faktor penyebab. Misalnya, jarak sekolah cukup jauh,
terlambat bangun pagi, atau tidak selera untuk sarapan pagi (Khomsan 2002).
Pada usia sekolah kebiasan makan pada anak tergantung pada kehidupan
sosial di sekolah, biasanya mereka malas untuk makan di rumah dikarenakan
ada sesuatu yang tidak disukai. Misalnya akibat stres sehingga perlu
pemantauan dan umumnya mereka lebih suka makan secara bersama teman
sekolahnya (Hidayat 2004). Pilih-pilih terhadap makanan, takut akan makanan
tertentu, mengikuti tren, dan cendrung tidak mau mencoba makanan baru
merupakan masalah serius. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan mereka
bisa terganggu. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan asupan antara energi
dan zat gizi yang masuk dengan keluar (Proverawati et al. 2008).
Makanan jajanan merupakan makanan yang paling disukai anak-anak
dibandingkan dengan makanan selingan lain seperti makanan bekal yang dibawa
dari rumah. Jajan bagi anak merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah
karena berbagai hal: merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan berbagai
energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan),
pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan
jenis pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak
8
dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002). Keadaan ini dibuktikan dari hasil
penelitian Harahap et al. (1992) yang menyatakan umumnya anak makan 3 kali
sehari (85%) sisanya anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok
sebagian besar anak mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak
mendapat makanan selingan. Frekuensi pemberian makanan selingan yang
terbanyak adalah setiap hari, yaitu 77.5%.
Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati (2009) makanan ringan
dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein
anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat mengonsumsi 400 sampai 500
Kalori per sekali makan. Menurut syarifah (2010) kontribusi energi dan dan
protein sekitar 30.0% dan 22.3%. Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam
Rizki (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia
sekolah sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tambahan energi pada
saat sekolah bisa berdampak positif kepada anak sekolah. Misalnya anak lebih
aktif dikarenakan ketersediaan kadar gula tidak menurun. Protein bisa membantu
pertumbuhan dan berperan sebagai pencegahan anemia pada anak. Dengan
demikian makanan jajanan bermanfaat dan mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan dan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kecukupan gizi.
Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi
Anak sekolah dasar rata-rata dimulai pada umur 7 sampai 12 tahun.
Hidayat (2004) anak usia sekolah umumnya dimulai dari usia 5 sampai 11 tahun.
Di usia ini mereka memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk
mandiri (Megawangi 2009). Menurt Lickona et al. (2003), diacu dalam
Megawangi (2009) anak yang berusia 6.5 sampai 8 tahun masih memiliki sifat
yang egosentris dan anak yang berusia 8.5 sampai 14 tahun sudah dapat
mengerti “golden rules”; harus memperlakukan orang lain seperti kamu
mengharapkan orang lain memperlakukanmu”. Sehingga tidak heran apabila kita
menemukan adanya anak yang nakal dan seolah-olah sudah dewasa pada usia
sekolah dasar.
Anak sekolah dasar mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara
cepat pada usia 9 sampai 12 tahun. Pertumbuhan yang terjadi berupa
penambahan berat badan bisa mencapai 2.5 kg/tahun dan tinggi badan bisa
mencapai 5 cm/tahun. Hal yang menarik pada anak sekolah dasar adalah
kemampuan motoriknya dipengaruhi oleh tingginya aktifitas fisik anak. Selain
9
meningkatkan kemampuan motoriknya peran aktifitas fisik berperan sebagai
meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan sosialisasi anak, dan
meningkatkan kreatifitas (Hidayat 2004). Keaktifan anak-anak ini perlu mendapat
perhatian khusus, dikarenakan masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan
yang cepat dan aktif. Oleh sebab itu mereka membutuhkan makanan yang
memenuhi kebutuhan gizi baik dari segi kualitas maupun kuantitas
(Wirakusumah dan Pranadji 1989).
Tabel 2 Fungsi energi dan zat gizi
Energi dan Zat Gizi
Fungsi
Energi Proses sintesis jaringan baru memerlukan energi, peningkatan ukuran tubuh menyebabkan peningkatan laju metabolik, dan kebutuhan energi untuk aktifitas.
Protein Sintesis jaringan baru.
Besi Diperlukan untuk pertambahan massa sel darah untuk menunjang jaringan ekstra. Pada anak perempuan, mulainya menstruasi meningkatkan kebutuhan zat besi.
Kalsium Diperlukan untuk pertumbuhan rangka
Vitamin C Terkonsentrasi pada sel darah putih, sebagai anti oksidan untuk melindungi dari kerusakan oleh radikal bebas akibat fagositosis.
Sumber: Barasi (2007)
Usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan kondisi
fisiologis merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kebutuhan energi
dan zat gizi. Artinya ada perbedaan dalam segi jumlah kebutuhan energi dan zat
gizi tergantung dari usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan
kondisi fisiologis tertentu. Secara rinci kebutuhan energi dan zat gizi dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini (Barasi 2007).
Tabel 3 Kebutuhan energi dan zat gizi
No Kelompok
Umur
Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (Cm)
Energi (Kkal)
Protein (g)
Vit. C (mg)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Anak
1 7-9 thn 25 120 1800 45 45 600 10
Pria
2 10-12 thn 35 138 2050 50 50 1000 13
Perempuan
3 10-12 thn 37 145 2050 50 50 1000 20
Sumber: Barasi (2007)
10
Preferensi Makanan Jajanan Anak
Preferensi makanan memainkan peran yang penting terhadap apa yang
dipilihnya terhadap makanan dan dirinya (Proverawati et al. 2008). Menurut
Sanjur (1982), diacu dalam Tiyas (2009) tingkat preferensi seseorang terhadap
makanan tertentu dapat dilihat dan diukur. Pengukurannya menggunakan
metode skala dengan cara responden ditanya seberapa besar dia menyukai
makanan tertentu berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat dibedakan
menjadi sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka. Derajat
kesukaan diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan
memberikan pengaruh kuat pada angka preferensinya. Preferensi terhadap
pangan bersifat plastis pada orang yang berusia muda, tetapi pada usia mereka
yang sudah cukup umur, preferensi telah bersifat permanen dan akhirnya
menjadi gaya hidup.
Menurut Proverawati et al. (2008) preferensi makanan anak-anak secara
keseluruhan tidak sejalan dengan makanan sehat. Umumnya mereka meyukai
makanan sumber karbohidrat dan protein yang berasal dari hewani dari pada
sayuran. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Rodrigo et al. (2003) yang
bertempat di Spayol dengan tujuan penelitian untuk menggambarkan preferensi
makanan, suka dan tidak suka pada anak-anak dan orang dewasa di Spayol.
Desain penelitian yang digunakan cross sectional survei penduduk. Hasilnya
makanan yang tidak disukai anak-anak adalah sayuran dan buah-buahan.
Menurut hasil penelitian Rizki (2009) pada anak sekolah dasar di Bogor,
makanan yang paling disukai adalah snacks yakni sebanyak 40.7% pada SD
Swasta dan 54.9% pada SD Negeri. Sedangkan kelompok makanan yang paling
sedikit adalah kelompok buah-buahan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Tiyas (2009) dengan jumlah sampel 90
orang. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan desain cross
sectional study. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan nyata antara
besar keluarga dengan preferensi minyak goreng (p<0.05), adanya hubungan
yang nyata antara pendapatan keluarga dengan preferensi minyak goreng
(p<0.01), margarin (p<0.05), kacang kedelai (p<0.05), dan kacang panjang
(p<0.05), adanya hubungan nyata antara jenis kelamin contoh dengan preferensi
bihun (p<0.05), dan pengetahuan gizi contoh berhubungan dengan preferensi ubi
jalar (p<0.05), margarin (p<0.01), dan nangka (p<0.01).
11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan
Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi makanan
dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik makanan,
dan karakteristik lingkungan. Umur, jenis kelamin, usia, dan pengetahuan gizi
merupakan beberapa karakteristik individu yang bisa mempengaruhi tingkat
preferensi seseorang. Harga, suhu, rasa, warna, bentuk, tekstur, zat gizi, dan
ketersediaan merupakan beberapa karakteristik makanan yang bisa
mempengaruhi tingkat preferensi seseorang terhadap makanan. Sedangkan
besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua pada
karakteristik lingkungan yang juga diyakini mempengaruhi tingkat kesukaan
seseorang. Menurut Candraningsih dan Sumarwan (1996) perbedaan preferensi
makanan dipengaruhi oleh karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, dan
bentuk).
Karakteristik Individu Contoh
Umur
Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan lokal semenjak kecil akan
memudahkannya dalam mengonsumsi makanan tersebut di kemudian hari
dibandingkan dengan anak yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan lokal
meskipun berasal dari daerah dan suku yang sama. Menurut Gibney et al. (2008)
faktor kebiasaan makan dan pengalamam makan mempengaruhi populasi dalam
memilih makanan dari pada faktor genetik. Faktor umur pada seseorang
menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu.
Kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang. Tujuannya untuk
memberikan asupan sesuai kebutuhan. Perbedaan usia akan mempengaruhi
perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 20011).
Usia prasekolah merupakan awal dari kemampuan kemandirian dalam
pemenuhan kebutuhan gizi sudah mulai muncul. Sehingga pengenalan yang
berhubungan tentang makanan harus diperkenalkan. Kejenuhan pada makanan
lebih rentan sehingga diperlukan variasi menu. Kebiasaan makan anak usia
sekolah dipengaruhi oleh kehidupan sosial. Umumnya anak sekolah lebih suka
mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu (Gharib dan Rhashed
2011). Usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi hal ini dikarenakan berbagai
hal seperti pubertas dan aktifitas yang semakin tinggi (Hidayat 2004).
12
Jenis Kelamin
Banyak penelitan yang menunjukkan pengaruh jenis kelamin
mempengaruhi pemilihan makan seseorang. Gibney et al. (2008) menyatakan
kelompok yang memperhatikan berat badannya memiliki keterlibatan yang lebih
besar dengan makanan dibandingkan dengan orang lain atau orang tertentu
(makanan padat energi seperti cokelat). Kaum wanita terutama karena peran
gender yang secara historis tetap bertahan dalam masyarakat modern
(berbelanja dan memasak) cendrung lebih terlibat ke dalam makanan
dibandingkan dengan kaum pria. Hasil dari penelitian Poverawati et al. (2008)
menunjukkan preferensi sampel laki-laki dan perempuan terhadap jenis makanan
agar-agar berbeda secara bermakna. Sebanyak 23 sampel laki-laki dan 14
sampel perempuan menyukai jenis makanan ini. Menurut Maghubat et al. (2011)
anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dari pada
perempuan seperti kentang goreng.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar dari
pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga
(Sukandar 2007). Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang
ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan
kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang dari
konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996, diacu dalam Sukandar
2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan
gizi yang bersangkutan. Pengukuran pengetahun gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice
test) (Khomsan 2000).
Hasil penelitian Irawati et al. (1992) kebiasaan makanan anak SD
sebanyak 76.0% setiap hari makan dengan menu empat sehat (nasi, lauk pauk,
sayur, dan buah). Namun 3.3% yang hanya mengonsumsi nasi dan sayur. Hanya
35.6% anak SD yang mengonsumsi sayuran. Hanya 27.8% anak SD yang
melakukan sarapan sisanya makan di luar (di sekolah). Penelitian yang dilakukan
terhadap siswa SD di Bogor menunjukkan tingkat pengetahuan gizi dengan
pemilihan makan terdapat perbedaan antara kategori kurang dengan kategori
13
sedang yakni masing-masing 30% dan 35%. Tetapi tidak berbeda nyata antara
kategori sedang dengan kategori baik yaitu 35% dan 35% (Syarifah 2009).
Uang Jajan
Preferensi pangan sesorang anak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya
uang jajan yang digunakan untuk membeli makanan jajanan. Rendahnya uang
jajan membuat anak tidak mampu untuk membeli dan memilih makanan baik
kualitas maupun kuantitasnya. Besar dan kecilnya dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui bahwa
besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.
Karakteristik Keluarga Contoh
Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga/pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata
penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga yang bisa ditentukan
berdasarkan jenis pekerjaan suami dan istri beserta anggota keluarga lainnya
(Susanti 1999). Menurut Hartanti (2005) bila pendapatan keluarga berubah maka
secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga.
Pendapatan meningkat berarti peluang untuk membeli bahan pangan dengan
kuantitas dan kualitas yang baik menjadi lebih besar dan jika pendapatan
menurun akan terjadi sebaliknya.
Pendapatan yang terpakai dan jumlah uang yang akan dibelanjakan
merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan, khususnya pemilihan
daging, buah, dan sayuran. Bukti nyata ada hubungan antara pola makan dan
kemiskinan di Eropa menunjukkan orang yang berasal dari rumah tangga
berpendapatan rendah bukan tidak peduli dengan masalah pangan, tetapi pada
kenyataannya mereka sangat terampil dalam mengatur belanja, khususnya
ketika makan merupakan satu-satunya unsur yang fleksibel dalam rumah
tangganya (Gibney et al. 2008).
Besar Keluarga
Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah,
ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang hidup
14
pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara bersama
(Sukandar 2007). Keluarga yang memiliki tambahan penghasilan sebesar 1%
pada keluarganya berdampak pada keluarga dengan anggota 2 sampai 3 orang
akan meningkatkan pengeluaran pangan lebih dari 1%. Anggota keluarga yang
lebih besar pengeluaran pangannya hanya meningkat sebesar 0.8% sampai
0.9%. Sehingga semakin besar anggota keluarga berhubungan positif terhadap
jumlah pengeluaran terhadap makanan dan sebaliknya. Anggota keluarga di atas
lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap kurangnya berat
badan (Mukherjee et al. 2008). Di sisi lain besar keluarga bisa mempengaruhi
preferensi seseorang terhadap jenis makanan. Kondisi ini bisa disebabkan setiap
anggota keluarga memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk
berpendapat (influencer ) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan
2011).
Besar keluarga dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok
keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar.
Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota
keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok
keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga
terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga
besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-
kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009).
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola
konsumsi pangan dan status gizinya. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan
lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak
(Rahmawati 2006, diacu dalam Sukandar 2007). Tingkat pendidikan formal ayah
semakin tinggi akan menentukan tingginya pendidikan anaknya. Tingkat
pengetahuan ibu lebih tinggi menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk
pengetahuan gizinya yang mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap
status gizi anaknya (Irawati et al. 1992). Selain itu tingkat pendidikan dan
pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor penting dalam
penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Berdasarkan penelitian Mukherjee
et al. (2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan
15
berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat
pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Menurut
Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Sedangkan Sumarwan (2011)
orang tua merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi
anak terhadap pangan dan makanan.
Karakteristik Sosial (lingkungan Sekolah)
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang baru dan paling banyak
dihabiskan oleh anak sekolah untuk segala aktifitas selain di rumah. Pengalaman
dan segala informasi yang diperoleh di sekolah berpengaruh terhadap
kehidupanya. Letak sekolah yang berbeda akan menentukan kesukaan anak
terhadap makanan tertentu. Anak sekolah yang hidup di lingkungan perkotaan
akan lebih menyukai makanan modern dibandingkan dengan makanan lokal dan
sebaliknya. Letak sekolah yang berfasilitas kantin yang lengkap juga
memudahkan anak sekolah dasar untuk mengakses makanan jajanan. Kantin
dan warung merupakan tempat yang biasa digunakan untuk jajan bagi anak
sekolah selain penjaja makanan jajanan baik di luar sekolah maupun di dalam
sekolah. Penjaja makanan jajanan adalah orang yang menjual makanan jajanan
dengan cara menjajakan makanan jajanan. Warung, kantin, dan penjaja
makanan jajanan memiliki fungsi yang sama yaitu berperan sebagai penyedia
makanan jajanan pada tempat tertentu salah satunya di lingkungan sekolah.
Karakteristik Makanan
Apabila kita menceritakan makanan pasti ada kaitanya dengan selera dan
perasaan. Hal yang mempengaruhi selera dan perasaan dapat berasal dari
dalam tubuh sendiri, dari makanan, dan dari lingkungan. Keadaan yang berasal
dari tubuh, misalnya terjadi karena sifat khas pribadi anak tersebut. Seperti
diketahui tiap anak mempunyai kesukaan terhadap makanan sendirinya.
Sebagian anak menyukai manis, tapi anak lain lebih menyukai asin. Ada anak
yang menyenangi daging, tapi anak lain lebih menggemari sayur-sayuran.
Namun tiap anak dilahirkan dengan nafsu makan yang cukup. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan adalah rasa,
warna, dan bentuk (Wiharta 1982). Menurut Sumarwan (2011) tekstur, harga,
16
rasa, kemasan, dan penampakan merupakan karakteristik pada makanan yang
bisa mempengaruhi tingkat kesukaan pada anak (Sumarwan 2011).
Rasa
Cita rasa memiliki pengaruh terhadap kesukaan seseorang terhadap
makanan tertentu. Secara naluriah seorang anak akan lebih menyukai rasa
manis dari pada rasa pahit. Ada bukti menarik yang menujukkan preferensi dini
terhadap makanan manis, hampir semua makanan dapat diterima jika makanan
itu terasa manis (Gibney et al. 2007). Proverawati et al. (2008) anak-anak lebih
menyukai buah, sumber makanan karbohidrat seperti susu dan daging
dibandingkan dengan sayuran. Hal ini diduga jenis makanan ini umumnya
memberikan rasa manis dan enak pada saat dimakan.
Warna
Banyak anak yang menolak makan sehingga membuat orang tua merasa
khawatir. Tetapi sebagai orang tua jangan sampai kehilangan akal dalam
mengupayakan berbagai cara agar anak mau makan. Baik anak-anak maupun
orang dewasa, faktor warna mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan.
Hasilnya anak-anak lebih menyukai makanan yang berwarna warni (Anonim
2012).
Ada beberapa warna yang umumnya mempengaruhi nafsu makan. Warna
merah adalah warna yang penuh emosi dan warna yang sangat enerjik. Warna
ini dapat meningkatkan laju pernapasan dan menaikan tekanan darah dan dapat
meningkatkan nafsu makan. Karena bisa merangsang nafsu makan, warna
merah sering dijadikan sebagai warna cat dinding rumah makan dan juga pilihan
yang baik untuk warna di ruang makan. Warna hijau dikaitkan dengan warna
alam, kesehatan, dan sering digunakan untuk menunjukkan produk keselamatan.
Karena ada hubungannya dengan alam, warna hijau dianggap sebagai warna
menenangkan dan santai. Warna orange dapat membantu meningkatkan
pasokan oksigen ke otak, menghasilkan efek menyegarkan dan menstimulasi
aktivitas mental. Warna orange adalah warna yang dapat membuat orang
merasa nyaman. Seperti warna jeruk, orange dikaitkan dengan makanan sehat
dan dapat merangsang nafsu makan. Warna kuning adalah warna yang cerah
ceria. Kuning meningkatkan konsentrasi, juga merangsang nafsu makan, karena
hal ini berkaitan dengan kebahagiaan (Anonim 2011). Intinya warna pada
17
makanan harus disesuaikan dengan warna standar dari makanan tersebut.
Kesesuaian warna akan memberikan penilaian positif terhadap mutu makanan.
Sebagai contoh makanan yang seharusnya disajikan berwarna kuning
kecoklatan tetapi akibat salah pengolahan sehingga makanan menjadi lebih
pucat atau lebih tua dari standarya. Keadaan tersebut bisa membuat seseorang
menilai suka atau tidak suka terhadap makanan (Yusuf et al. 2008).
Bentuk
Bentuk makanan merupakan salah satu cara untuk menilai makanan pada
saat kita belum mengenal makanan, apakah dari rasa maupun tekstur. Biasanya
seseorang akan merasa tertarik pada makanan tertentu apabila makanan
tersebut menarik berdasarkan standar bentuk makanan yang diharapkan.
Misalnya, makanan yang seharusnya berbentuk silinder harus disajikan dengan
bentuk silider (Yusuf et al. 2008).
Bentuk makanan pada anak-anak sangat mempengaruhi kesukaan anak-
anak terhadap makanan. Anak-anak biasanya lebih menyukai makanan yang
dibentuk sedemikian rupa. Misalnya mereka lebih menyukai telur yang dihiasi
membentuk mulut menggunakan bahan lainnya seperti kecap dari pada mereka
diberi telur dan kecap tetapi tidak dihias. Menurut Yusuf et al. (2008) situasi ini
terjadi dikarenakan pada anak-anak penuh imajinasi yang tinggi.
Tekstur
Tekstur makanan ada berbagai macam. Ada makanan dengan tekstur
lunak, keras, lembek, kasar, halus, dan sebagainya. Tektsur makanan yang baik
adalah sesuai dengan bentuk makanan tersebut. Seperti bubur, memiliki tekstur
lunak. Apabila bubur tersebut disajikan dengan tekstur yang lebih padat maka
konsumen akan memberikan penilaian yang kurang baik terhadap bubur tersebut
(Yusuf et.al 2008). Anak usia sekolah umumnya lebih menyukai makanan yang
lunak dibandingkan dengan yang kasar dan keras. Situasi ini bisa diakibatkan
perkembangan alat pencerna pada anak belum sempurna.
Harga
Harga merupakan salah satu faktor penentu seseorang dalam membeli
suatu barang, termasuk makanan. Hal ini ditentukan oleh kemampuan finansial
18
seseorang. Menurut Sumarwan (2011) jumlah pendapatan akan mengambarkan
besarnya daya beli dari seseorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan
banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang
konsumen.
Suhu
Temperatur atau suhu makanan pada waktu disajikan memegang peran
dalam penentuan cita rasa makanan. Makanan yang terlalu panas atau terlalu
dingin akan sangat mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa
makanan. Menurut Gobel et al. (2011) makanan sebaiknya dihidangkan dalam
keadaan panas terutama makanan yang dapat memancarkan aroma yang
sedap, seperti: sop, soto, dan sate. Sebaliknya makanan yang harus dihidangkan
dalam keadaan dingin hendaknya dihidangkan dalam keadaan dingin. Anak-anak
umumnya cendrung mengonsumsi makan yang relatif dingin dikarenakan
memberi rasa segar dan kesenangan.
Zat Gizi
Zat gizi merupakan unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan
tubuh untuk berbagai keperluan. Zat gizi umumnya dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro terdiri atas
karbohidrat, protein, dan lemak. Zat gizi mikro terdiri atas vitamin vitamin dan
mineral. selain zat gizi unsur lain seperti air dan serat merupakan beberapa
unsur yang terdapat dalam makanan yang berguna bagi kesehatan (Hartono
2006).
Ketersediaan
Ketersediaannya suatu makanan akan memudahkan seseorang untuk
mengakses makanan tertentu. Mulai dari jenisnya maupun jumlahnya. Menurut
Gibney et al. (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
menerapkan pola makan atau diet seimbang dan sehat harus ditunjang dengan
akses yang memadai seperti tempat tinggal untuk memudahkan belanja.
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7 sampai 12 tahun. Menurut
Khomsan (2002) anak pada usia ini merupakan masa yang mana mereka banyak
memerlukan asupan energi dan zat gizi. Hal ini dikarenakan padatnya aktifitas
sekolah, aktif bermain, dan banyaknya kegiatan ektrakurikuler. Hasilnya anak-
anak lebih rentan mengalami kecapean. Salah satu cara untuk meningkatkan
energi dan zat gizi anak adalah dengan mengonsumsi makanan jajanan. Hal ini
dikarenakan kontribusi energi dan dan protein makanan jajanan sekitar 30.0%
dan 22.3% (Syarifah 2012). Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki
(2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah
sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tetapi pilih memilih makanan dan
tidak mau terhadap makanan tertentu merupakan masalah yang sering dihadapi
seorang anak pada makanan tertentu.
Preferensi makanan bisa dikatakan kesukaan seseorang terhadap makan
tertentu. Menurut Proverawati et.al (2008) preferensi makanan bisa dijadikan
prediktor dalam penilaian dan pemilihan kualitas maupun jenis makanan. Dengan
demikian preferensi makanan bisa digunakan untuk melihat dan menentukan
kesukaan seseorang terhadap makanan tertentu. Tujuannya untuk melihat jenis
makanan atau makanan jajanan yang cocok untuk digunakan dalam penyediaan
makanan. Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi
makanan dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik
makanan, dan karakteristik lingkungan. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat
hubungan antar faktor dalam preferensi makanan.
20
Gambar 1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan
Karakteristik Individu: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pengetahuan gizi 4. Uang saku
Karakteristik makanan: 1. Harga 2. Rasa 3. Bentuk 4. Warna 5. Suhu 6. Tekstur 7. Zat Gizi
Karakteristik lingkungan (keluarga):
1. Besar keluarga 2. Penghasilan keluarga 3. Tingkat pendidikan orang
tua
Frekuensi Jajan
Preferensi Makanan
Camilan Digoreng
Karakteristik lingkungan (sekolah):
1. Tempat sekolah
Kantin dan penjaja makanan jajanan:
1. Ketersediaan jajanan
Keterangan: Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
Kontribusi energi
dan zat gizi
Status Gizi
Ketersediaan makan
di rumah
21
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan
Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”
menggunakan metode survei dengan desain penelitian cross sectional study
dikarenakan data yang dikumpulkan dan variabel yang diteliti pada waktu yang
sama dan sekali saja. Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa alasan seperti dua
di antara tiga sekolah dijadikan sasaran dalam program pendidikan gizi dan
makanan (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung). AINP (Ajinomoto-IPB
Nutrition Program) 2012 merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia
dalam bidang pengabdian ke pada masyarakat. Sasaran dalam kegiatan AINP
2012 adalah siswa, guru, orang tua siswa, pedagang makanan jajanan, dan
masyarakat. Letak antara ke tiga SD (SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan
SDN 01 Cipicung) berdekatan membuat peneliti menjadikan ke tiga SD ini
menjadi objek penelitian karena ekonomis dari segi waktu dan transportasi.
Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Mei 2012 sampai Januari 2013.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan 5 pada anak SDN 01 Palasari,
SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung dilakukan secara purposive. Pemilihan
lokasi secara purposive dilakukan berdasarkan pendekatan karakteristik
terutama dalam letak lokasi yang berdekatan dan jenis makanan jajanan tidak
terlalu berbeda antar sekolah. Penetapan contoh siswa kelas 4 dan kelas 5
dikarenakan pada usia ini anak sekolah mampu menerima pengarahan
kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hidayat
2004). Populasi siswa berjumlah 249 siswa, terdiri atas SDN 01 Palasari
berjumlah 43 siswa untuk kelas 4 dan 59 siswa untuk kelas 5, SDN 02 Palasari
berjumlah 36 siswa untuk kelas 4 dan 29 siswa untuk kelas 5, dan SDN 01
Cipicung berjumlah 40 siswa untuk kelas 4 dan 42 siswa untuk kelas 5. Jumlah
minimal sampel yang harus diambil dari tiga SD ini menggunakan rumus Solvin:
22
n =
Keterangan
n = jumlah sampel
N = populasi
e = tingkat kepercayaan/ ketetapan yang digunakan (0,1)
Jumlah sampel per kelas/ sd= x n
Rumus di atas digunakan untuk menghitung jumlah sampel minimal
setiap sekolah:
1. SDN 01 Palasari
= (92/249)x 72= 29,49= 30 siswa
2. SDN 02 Palasari
=(65/249)x 72= 18,79= 19 siswa
3. SDN 01 Cipicung
= (82/249)x 72= 23,71= 24 siswa
Menurut penelitian Proverawati et al. (2008) menyimpulkan jenis kelamin
mempengaruhi pemilihan jenis makanan sehingga jumlah sampel antara laki-laki
dan wanita yang diperlukan di setiap kelas dan jumlahnya sama:
Jumlah sampel per kelas/ sd= x n
A. SDN 01 Palasari
Kelas 4= (43/92)x 30= 12,64= 14 siswa
Kelas 5= (59/92)x 30=17,35= 18 siswa
*total 32 siswa
B. SDN 02 Palasari
Kelas 4= (36/65)x 19= 9,52= 12 siswa
Kelas 5= (29/65)x 19= 8,47= 10 siswa
*total 22 siswa
C. SDN 01 Cipicung
Kelas 4= (40/82)x 24= 11,70= 12 siswa
Kelas 5= (42/82)x 24= 12,29= 14 siswa
*total 26 siswa
23
Secara keseluruhan jumlah siswa yang menjadi sampel pada SDN 01
Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung berdasarkan jenis kelamin
adalah 80 siswa, karena ada pembulatan dan penambahan 8 siswa untuk
menjadikan jumlah siswa perempuan maupun laki-laki setiap kelas per SD harus
sama. Secara singkat pengambilan sampel pada populasi preferensi makanan
jajanan pada anak SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor disajikan dalam gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2 Pengambilan sampel
Jumlah sampel untuk penjualan makanan dikelompokkan ke dalam dua
kelompok, yaitu: kantin dan penjaja makanan jajanan. Jumlah kantin di setiap
sekolah bervariasi jumlahnya sedangkan jumlah penjaja makanan jajanan relatif
sama. Situasi ini dikarenakan penjaja makanan ke tiga SD ini umumnya sama
baik orang maupun jenis makanan jajanan. SDN 01 Palasari memiliki tiga kantin
tetap, SDN 02 Palasari memiliki satu kantin tetap, dan SDN 01 Cipicung memiliki
satu kantin tetap. Namun terdapat beberapa warung yang menjual makanan
terutama makanan sepinggan di sekitar sekolah (di luar sekolah) yang juga
menjual makanan ringan (camilan/kudapan) yang bisa diakses para siswa.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data
sekunder meliputi gambaran umum keadaan dan tempat penelitian yang
didapatkan dari pihak administrasi sekolah. Secara umum data sekunder meliputi
SDN di Kecamatan Cijeruk
SDN 02 Palasari 22 orang
SDN 01 Cipicung 26 orang
SDN 01 Palasari 32 orang
Kls 4 (7 P & 7 L) Kls 5 (9 P & 9 L)
Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (5 P & 5 L)
Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (7 P & 7 L)
Purposive
Proposional
24
lokasi penelitian dan data mengenai siswa/siswi SDN 01 Palasari, SDN 02
Palasari, dan SDN 01 Cipicung.
Tabel 4 Cara pengumpulan data sekunder
No Data Variabel Cara Pengumpulan
Data Sasaran
1 Karateristik sosial/lingkungan (sekolah)
Lokasi dan tempat
Observasi, dan pencatatan dari arsip
sekolah
TU setiap sekolah
2 Keadaan siswa setiap sekolah
Jumlah siswa kelas 4 dan
kelas 5
Pencatatan dari arsip sekolah
TU setiap sekolah
Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dengan cara
observasi dan wawancara. Data primer yang dikumpulkan terdiri atas
karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, pengetahuan gizi, karakteristik
makanan jajanan, keadaan kantin, keadaan penjaja makanan jajanan, dan
keadaan warung. Variabel yang dikumpulkan dari masing-masing data disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Cara pengumpulan data primer
No Data Variabel Cara
Pengumpulan Data
Sasaran
1 Karakteristik contoh Umur, jenis kelamin, suku, dan uang saku
Wawancara dan pengisian kuesioner
Siswa
2 Karakteristik keluarga contoh
Besar keluarga, penghasilan keluarga, dan tingkat pendidikan keluarga
Pengisian kuesioner
Orang tua
3 Pengetahuan gizi Tingkat pengetahuan gizi
Wawancara dan pengisian kuesioner
Siswa
4 Preferensi Makanan Jajanan
Kesukaan terhadap makanan jajanan yang tersedia
Wawancara dan pencatatan
siswa
5 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan
Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Yang tersedia
Wawancara dan pencatatan
siswa
6 karakteristik Makanan
Harga, rasa, bentuk, warna, suhu, tekstur, zat gizi
Wawancara dan pencatatan
Siswa
7 Keadaan kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan
Ketersediaan makanan jajanan
Wawancara dan pencatatan
Kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan
25
Data pengetahuan gizi diambil dengan menggunakan 20 pertanyaan
mengenai makanan jajanan, fungsi makanan jajanan, fungsi zat gizi dan ilmu gizi
dasar. Setiap pertanyaan diberikan dalam bentuk pilihan ganda dengan tiga
pilihan jawaban. Menurut khomsan (2000) dengan jumlah soal 20 butir
pertanyaan sudah bisa mengetahui tingkat pengetahuan gizinya.
Data preferensi terhadap makanan jajanan contoh dilakukan dengan cara
wawancara terhadap kesukaan terhadap jenis-jenis makanan jajanan yang ada
di warung, di kantin, dan di penjaja makanan jajanan. Preferensi makanan
jajanan diurutkan berdasarkan tingkat kesukaan, yaitu urutan satu sebagai
sangat suka dan urutan lima sebagai sangat tidak suka.
Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data yang terkumpul melalui proses editing,
coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan perhitungan. Data primer
dan sekunder yang telah melalui proses cleaning kemudian diolah dan dianalisis
secara deskriptif, uji Kruskal-Walis, dan uji Spearman menggunakan Microsoft
Excel 2007 dan SPSS ver. 17 for Windows untuk penarikan kesimpulan.
Penilaian terhadap tingkat pengetahuan gizi anak sekolah dasar diukur
berdasarkan jawaban atas 20 pertanyaan dalam kuesioner pengetahuan gizi.
Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Skor
dari 20 pertanyaan kemudian dikumulatifkan dan dipresentasikan terhadap nilai
jika total pertanyaan dijawab benar (skor total 20). Nilai persentase tersebut
kemudia dikategorikan sebagai baik (nilai >80%), sedang (nilai 60%-80%), atau
buruk (nilai benar <60%) (Tabel 6).
Tabel 6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi
Tingkat Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Total Skor
Baik >80
Sedang 60-80
Buruk <60
Sumber : Khomsan A. (2000)
Preferensi terhadap berbagai makanan jajanan digolongkan ke dalam
lima kategori sikap, yaitu: sangat suka (1), suka (2), biasa (3), tidak suka (4), dan
26
sangat tidak suka (5). Hasilnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik contoh,
karakteristik keluarga, dan frekuensi jajan. Untuk mengetahui tingkat makanan
jajanan yang disukai diperoleh dari akumulasi persentase (1) sangat suka dan (2)
suka. Tingkat makanan yang tidak disukai diperoleh dari akumulasi persentase
(4) tidak suka dan (5) sangat tidak suka. Semakin tinggi akumulasi persentase
sangat suka dan suka pada makanan jajanan menunjukkan makanan tersebut
disukai. Adapun untuk mengetahui alasan siswa menyukai makanan jajanan
diperoleh dari tingginya persentase terhadap beberapa karakteristik makanan
yang ditanyakan seperti harga, rasa, bentuk, warna, tekstur, suhu, gizi, dan
ketersediaan.
Frekuensi jajan diperoleh dari data frekuensi jajan siswa per hari, per
minggu, per bulan, dan per tahun yang dikonversi ke dalam tahun. Data
frekuensi siswa per hari dikalikan 365 hari (n x 365 hari/tahun), data frekuensi
siswa per minggu dikalikan 52 minggu (n x 52 minggu/tahun), dan data frekuensi
siswa per bulan dikalikan 12 bulan (n x 12 bulan/tahun). Tujuan mengkonversi ke
dalam tahun agar memudahkan membandingkan tingkat frekuensi jajan siswa
berdasarkan sebaran contoh yang diperoleh. Frekuensi diklasifikasikan menjadi
lima kategori, yaitu: sangat sering, sering, jarang, hampir tidak pernah, dan tidak
pernah sama sekali. Berdasarkan perhitungan diperoleh frekuensi jajan siswa
dengan rata-rata sekitar 268 kali per tahun dan nilai terkecil 0 (nol) kali per tahun.
Nilai rata-rata (268 kali per tahun) dan nilai terkecil (0 kali per tahun) dijadikan
patokan dalam menentukan tingkatan kalsifikasi frekuensi jajan. Setiap kategori
digunakan rentang dengan pembulatan 250 kali per tahun yang diperoleh dari
perhitungan ±10% dari nilai rata-rata untuk memudahkan pengklasifikasikan.
Sehingga diperoleh rentang setiap kategori sebagai berikut: tidak pernah sama
sekali (0 kali per tahun), hampir tidak pernah dimulai dari 1 sampai 250 kali per
tahun), jarang di atas 250 sampai 500 kali per tahun, sering di atas 500 sampai
750 kali per tahun, dan sangat sering lebih besar dari 750 kali per tahun.
Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan diperoleh dengan cara
membandingkan kandungan gizi makanan per takaran saji dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Data Kandungan gizi didapatkan dari
tabel daftar komposisi bahan makanan (DKBM), dengan memperhitungkan berat
takaran saji (dalam DKBM satuan berat adalah 100 gram).
27
Rumus untuk menghitung kandungan energi dan zat gizi pada bahan
makanan:
KXj= Bj/100 x Xj x BDD/100
Keterangan:
KXj = Kandungan energi dan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B
Bj = Berat bahan makanan jajanan j per takaran saji
Xj = Kandungan energi dan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan j
BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD)
Data kandungan energi dan zat gizi yang didapatkan dari rumus di atas
kemudian dibandingkan dengan AKG untuk menilai kontribusi energi dan zat gizi
dari makanan jajanan terhadap angka kecukupan. Angka Kecukupan Gizi yang
digunakan adalah AKG berdasarkan WNPG tahun 2004.
Analisis Data
Data karakteristik individu contoh, karakteristik keluarga contoh,
karakteristik makanan jajanan contoh, preferensi dan alasan menyukai makanan
jajanan contoh, frekuensi makanan jajanan contoh, kontribusi energi dan zat gizi
pada makanan jajanan contoh dilakukan analisis deskriptif. Sedangkan uji
Kruskal-Walis dugunakan untuk mencari apakah ada perbedaan yang signifikan
di setiap SD berdasarkan karakteristik yang diteliti. Uji Kruskal-Walis digunakan
dengan alasan kelompok data terdiri dari tiga sekolah dan pengambilan sampel
pada kelompok tersebut secara acak (Anonim 2012). Untuk menganalisis
hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Spearman. Uji Spearman
digunakan karena data merupakan data kategori kualitatif (nominal) dan
semikuantitatif (ordinal) (anonim 2012).
Tabel 7 Cara menganalisis data No Variabel Cara Analisis Data
1 Karakteristik contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
2 Krakteristik keluarga contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
3 Karakteristik makanan Jajanan Deskriftif
4 Preferensi jajan dan alasan menyukai jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
5 Frekuensi Jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
6 Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan Deskriftif
7 Hubungan antara karakteristik individu dan frekuensi dengan preferensi makanan jajanan
Uji Spearman
28
Tabel 8 Data yang diolah
No Variabel Kategori Skala
1
Jenis Kelamin
1. Laki-laki Nominal
2. Perempuan
Umur (tahun)
1. 9 dan lebih kecil dari 10 tahun
Rasio 2. 10 dan lebih kecil dari 11 tahun
3. 11 dan lebih kecil dari 12 tahun
4. Lebih besar atau sama dengan 12 tahun
Uang Jajan
1. Sangat rendah (lebih kecil dari Rp1,000)
Ordinal 2. Rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000)
3. Sedang (Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000)
4. Sangat tinggi (lebih besar atau sama dengan Rp4,000)
Pengetahuan Gizi
1. Baik (lebih besar dari 80)
Ordinal 2. Sedang (60 sampai 80)
3. buruk (lebih kecil dari 60)
2
Besar keluarga
1.Kecil (lebih kecil atau sama dengan 4 orang)
Ordinal 2. Sedang (5 sampai 7 orang)
3. Besar (lebih besar dari 7 orang)
Pendidikan Orang Tua
1.Tidak/belum tamat SD
Ordinal
2.SD/setara
3.SMP/setara
4.SMA/setara
5.Diploma I/II
6.Diploma II/akademi
7.Perguruan Tinggi
Pendapatan Orang Tua
1.Rendah (lebih kecil atau sama dengan Rp500,000)
Ordinal 2.Sedang (lebih besar dari Rp500,000 dan lebih kecil atau sama dengan Rp1,000,000)
3.Tinggi (lebih besar dari Rp1,000,000)
3 Preferensi Jajan
1. Sangat Suka
Ordinal
2.Suka
3.Biasa
4.Tidak Suka
5.Sangat Tidak Suka
4 Alasan Jajan
1. Harga
Nominal
2.Rasa
3.Bentuk
4.warna
5.Suhu
6.Tkestur
7.Gizi
8.Keterseiaan
5 Frekuensi
1.Sangat Sering (lebih besar dari 750 kali/tahun)
Ordinal 2. Sering (lebih besar dari 500 sampai 750 kali/tahun)
3. Jarang (lebih dari 250 sampai 500 kali/tahun)
4. Tidak pernah sama sekali (0 kali/tahun
29
Definisi Operasional
Contoh adalah anak yang berusia antara 9 sampai 12 tahun yang duduk di kelas
4 dan kelas 5 SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung
Makanan Jajanan di goreng adalah seluruh makanan jajanan digoreng yang
dijajakan dan dijual oleh penjaja maupun di kantin dan di warung yang
ada di sekitar SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung
Preferensi Makanan Jajanan adalah tingkat kesukaan terhadap makanan
jajanan yang diukur dengan menggunakan skala sangat suka (1), suka
(2), biasa (3), tidak suka (4), dan sangat tidak suka (5).
Pengetahuan Gizi adalah tingkat pemahaman contoh tentang makanan jajanan
dan ilmu gizi yang dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan
dengan benar berdasarkan pengkategorian cut-off point (baik dengan
kategori lebih besar dari 80, sedang dengan kategori 60 sampai 80, dan
buruk dengan kategori lebih kecil dari 60) yang telah diubah ke dalam
persen.
Jenis Kelamin adalah perbedaan yang ada pada contoh berdasarkan ciri
biologis dengan kategori laki-laki dan perempuan.
Pendapatan keluarga adalah jumlah total keseluruhan pendapatan yang berasal
dari setiap anggota keluarga yang dinilai dengan uang dalam kurun
waktu satu bulan.
Karakteristik Makanan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan
makanan jajanan contoh yang terdiri atas harga, rasa, bentuk, warna,
suhu, dan tekstur.
Uang Jajan adalah besar uang saku yang diberikan oleh orang tua yang
digunakan untuk membeli makanan jajanan.
Frekuensi Jajan adalah jumlah pembelian terhadap makanan jajanan yang
diukur berdasarkan per hari, per minggu, per bulan, dan per tahun yang
dikonversi ke dalam tahun dengan kategori sangat sering, sering,
jarang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah sama sekali.
Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah persentase ketersediaan energi dan zat
gizi pada makanan jajanan yang dikonsumsi terhadap AKG.
Total Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah total kontribusi energi dan zat gizi
seluruh contoh pada makanan jajanan terhadap jumlah contoh.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah
Sekolah yang menjadi sasaran penelitian terdiri atas SDN 01 Palasari,
SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Alasan pemilihan sekolah ini
berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dua di antara sekolah (SDN 02
Palasari dan SDN 01 Cipicung) menjadi objek salah satu proyek kerjasama
antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan
Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di
Indonesia. Kedua, adanya kerjasama tersebut memudahkan peneliti untuk
melakukan penelitian terutama dalam perijinan.
Gambar 3 Lokasi Sekolah “Dimodifikasi dari Google Map (2003)
Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari (SD P1)
Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di
Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat
dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar
Sarjana Pendidikan. Jumlah guru 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga
sekolah satu orang. Sekolah ini memiliki 59 siswa kelas lima dan 85 siswa kelas
empat yang terdiri atas 43 siswa di kelas 4A dan 42 siswa di kelas 4B. Untuk
kelas empat siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4A. Alasan
pemilihan kelas 4A dikarenakan waktu (situasi internal sekolah) yang
memungkinkan untuk pengambilan data dibandingkan dengan siswa kelas 4B.
Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian yang kurang lebih satu minggu
lagi akan diadakan ulangan sekolah.
31
Waktu belajar dimulai pukul 07:30 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk
kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai
pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:30 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas
enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan
olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet
guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler terdiri
atas pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.
Gambar 4 Lingkungan SDN 01 Palasari Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari (SD P2)
Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari berdiri tahun 1977 dan beroperasi pada
tahun 1980. Secara geografis SDN 02 Palasari dekat dengan jalan raya. Sekolah
Dasar Negeri 02 Palasari terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN
02 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan.
Jumlah guru pengajar berjumlah tujuh orang, penjaga sekolah satu orang, dan
penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 36 siswa kelas empat dan
29 siswa kelas lima.
Gambar 5 Lingkungan SDN 02 Palasari
Pengambilan data di Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari bertepatan dengan
adanya suatu kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu
perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang pengabdian kepada
32
masyarakat yang berkerjasama dengan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB. Secara umum kegiatan ini menjelaskan mengenai
pentingnya mengonsumsi makanan jajanan yang bergizi, aman, dan enak, serta
perilaku hidup sehat yang diberi nama Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012.
Waktu belajar dimulai pukul 07:15 WIB sampai pukul 11:12 WIB untuk
kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai
pukul 07:15 WIB sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas
enam ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu
lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan sekaligus
dijadikan mushola, satu gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler
terdiri atas voli dan pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.
Gambar 6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012
Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung (SD C1)
Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung berdiri tahun 1948. Sekolah Dasar
Negeri 01 Cipicung terletak di Kecamatan Palasari Kabupaten Bogor. SDN 01
Cipicung dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Ada
kesamaan di antara SDN 01 Cipicung dan SDN 02 Palasari yaitu kepala sekolah
keduanya dipimpin oleh orang yang sama. Jumlah guru pengajar berjumlah
sembilan orang dan penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 40
siswa kelas empat dan 42 siswa kelas lima. SDN 01 Cipicung lebih sulit ditempuh
dibandingkan dengan SDN 01 dan SDN 02 Palasari dikarenakan akses jalan
yang sangat kecil.
Waktu belajar dimulai pukul 07:05 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk
kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua dari pukul 07:15 WIB
sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas lima ruang kelas, satu
ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus
tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan
33
ektrakurikuler hanya terdiri atas pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari
dana BOS.
Gambar 7 Lingkungan SDN 01 Cipicung
Karakteristik Keluarga Contoh
Besar Keluarga
Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas
ayah, ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang
hidup pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara
bersama (Sukandar 2007). Menurut Sumarwan (2012) keluarga diartikan sebagai
sebuah kelompok yang terikat oleh perkawinan maupun adopsi. Secara
sederhana anggota keluarga tidak harus selalu orang yang terikat oleh tali
perkawinan atau keturunan melainkan bisa dengan cara mengadopsi.
Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok
keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar.
Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota
keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok
keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga
terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga
besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-
kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009). Anggota
keluarga di atas lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap
kurangnya berat badan (Mukherjee et al. 2008). Jumlah anggota keluarga
menentukan jumlah dan pola konsumsi terhadap barang dan jasa. Rumah
tangga dengan anggota keluarga lebih besar akan lebih banyak membeli
keperluan kebutuhan hidup (beras, sayur, daging, dan buah-buahan)
34
dibandingkan dengan rumah tangga dengan anggota keluarga lebih kecil. Situasi
ini akan berpengaruh terhadap kecukupun kebutuhan pangan setiap anggota
dalam rumah tangga. Besar keluarga bisa mempengaruhi preferensi seseorang
terhadap jenis makanan. Hal ini bisa disebabkan karena setiap anggota keluarga
memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk berpendapat
(influencer) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan 2011).
Tabel 9 di bawah menggambarkan besar keluarga setiap rumah tangga
siswa yang menjadi contoh. Sebaran besar keluarga umumnya berada pada
ketegori sedang mencapai 65.5% dan rata-rata 5.78±1.60. Besar keluarga pada
kategori sedang paling tinggi di SD P2 mencapai 72.7%. Besar keluarga pada
kategori kecil paling tinggi di SD P1 mencapai 25.0%. Besar keluarga pada
kategori besar paling tinggi mencapai 15.4% di SD C1. Rata-rata besar keluarga
di SD P2 lebih tinggi dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1 mencapai
6.10±1.78. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis rata-rata besar
keluarga contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.733). Oleh
karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
besar keluarga contoh antar sekolah.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Kecil 8 25.0 3 13.6 6 23.1 17 21.3
Sedang 20 62.5 16 72.7 16 61.5 52 65.0
Besar 4 12.5 3 13.6 4 15.4 11 13.8
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Rata-rata±SD 5.43±1.60 6.10±1.78 5.96±1.56 5.78±1.60
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua diyakini menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola
konsumsi pangan, dan status gizinya. Menurut Sumarwan (2011) orang tua
merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi anak
terhadap pangan dan makanan. Menurut Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan
pangan. Tingginya pendidikan orang tua diasumsikan pemilihan makanan akan
lebih terkontrol. Pentingnya pengontrolan makanan anak sejak kecil dikarenakan
anak lebih memilih makanan yang kaya akan karbohidrat dan energi
35
(Proverawati et al. 2008) serta tidak menyukai sayuran maupun buah (Rodrigo et
al. 2003). situasi ini harus diperhatikan mengingat pola makan anak akan
berdampak pada pengaruhi pola makan sampai diusia dewasa. Artinya jenis
makanan yang disukai atau tidak disukai pada saat dewasa berhubungan
dengan jenis makanan yang disukai maupun sebaliknya pada masa anak-anak
(Rodrigo et al. 2003).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak
Pendidikan Bapak P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Tidak/Belum Tamat SD 11 34.4 5 22.7 9 34.6 25 31.3
SD/Setara 10 31.3 13 59.1 11 42.3 34 42.5
SMP/Setara 4 12.5 2 9.1 4 15.4 10 12.5
SMA/Setara 6 18.8 2 9.1 2 7.7 10 12.5
Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Tabel 10 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan bapak
siswa yang menjadi contoh. Secara keseluruhan tingkat pendidikan bapak
berada pada sebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Tingkat
pendidikan bapak pada sebaran Perguruan Tinggi hanya di SD P1 hanya
mencapai 3.1%. Persentase total tingkat pendidikan bapak pada sebaran
SD/setara paling tinggi dibandingkan dengan sebaran pendidikan lainnya
mencapai 42.4%. Sebaran pendidikan bapak pada tingkat SD/setara paling tinggi
di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1.
Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pendidikan bapak
contoh tidak berbeda secara signifikan (p=0.722). Oleh karena nilai p>0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan bapak
contoh antar sekolah.
Irawati et al. (1992) mengatakan tingkat pendidikan formal ibu lebih
menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk pengetahuan gizinya yang
mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi anaknya. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor
penting dalam penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Mukherjee et al.
(2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan
berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat
pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Artinya
36
semakin tingggi tingkat pendidikan ibu semakin baik praktek gizi terutama dalam
penentuan jenis makanan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu
Pendidikan Ibu P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Tidak/Belum Tamat SD 10 31.3 5 22.7 4 15.4 19 23.8
SD/Setara 8 25.0 13 59.1 13 50.0 34 42.5
SMP/Setara 5 15.6 0 0.0 3 11.5 8 10.0
SMA/Setara 8 25.0 4 18.2 5 19.2 17 21.3
Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 1 3.8 2 2.5
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Tabel 11 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan Ibu siswa
yang menjadi contoh. Tingkat pendidikan ibu umumnya tidak jauh berbeda
dengan tingkat pendidikan bapak berada pada sebaran tidak/belum tamat SD
sampai SMA/setara. Persentase total tingkat pendidikan ibu pada sebaran
perguruan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan bapak
mencapai 2.5% (3.1% di SD P1 dan 3.8% di SD C1). Persentase total tingkat
pendidikan ibu pada sebaran SD/setara paling tinggi dibandingkan sebaran
pendidikan lainnya mencapai 42.5%. Sebaran pendidikan ibu pada tingkat
SD/setara paling tinggi di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1
dan SD C1. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat
pendidikan ibu contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.590).
Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat pendidikan ibu contoh antar sekolah.
Pendapatan Orang Tua
Pendapatan orang tua merupakan hasil penjumlahan pendapatan yang
berpenghasilan dalam anggota keluarga. Pendapatan orang tua dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu: rendah dengan kisaran lebih kecil atau sama
dengan Rp500,000 sedang dengan kisaran lebih besar Rp500,000 dan lebih
kecil atau sama dengan Rp1,000,000 dan tinggi dengan kisaran lebih besar
Rp1,000,000. Selang pengelompokan berkisar lima ratus ribu rupiah antar
kelompok. Pengelompokan nilai pendapatan ini berdasarkan nilai ±10% dari nilai
minimum, maximum, dan rata-rata. Tinggi rendahnnya pendapat keluarga sangat
mempengaruhi status gizi anak (Mukherjee et al. 2008). Tingginya pendapatan
37
keluarga diduga mempengaruhi kemudahan keluarga dalam memilih kualitas dan
kuantitas makanan dan besarnya pemberian uang saku pada anak. Artinya
semakin baik tingkat ekonomi suatu keluarga akan memberikan dampak yang
baik terhadap jenis dan jumlah makanan yang dipilih, dibeli, dan dikonsumsi
serta besarnya uang saku yang diterima anak maupun sebaliknya.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua
Pendapatan Orang Tua
P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Rendah 6 18.8 4 18.2 2 7.7 12 15.0
Sedang 17 53.1 11 50.0 11 42.3 39 48.8
Tinggi 9 28.1 7 31.8 13 50.0 29 36.3
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100
Rata-rata±SD 1,018,750±486,884 863,636±353,951 998,077±465,077 969,375±446,257
Tabel 12 di atas menggambarkan sebaran pendapatan orang tua siswa
yang menjadi contoh. Pendapatan orang tua umumnya berada pada kategori
sedang mencapai 48.8% dengan rata-rata Rp969,375±446,257. Pendapatan
orang tua terbesar pada kategori sedang di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1%
dan 50.0%. Pendapatan orang tua terbesar pada kategori tinggi di SD C1
mencapai 50.0%. Hasil rata-rata pendapatan orang tua tertinggi di SD P1
mencapai Rp1,018,750±486,884. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2011 rata-rata upah, gaji, pendapatan buruh, karyawan, pegawai perbulan
Provinsi Jawa Barat adalah Rp1,526,691. Apabila dibandingkan dengan data
BPS dapat disimpulkan pendapatan orang tua pada ke tiga SD masih di bawah
pendapatan rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan uji statistik
menggunakan Kruskal- Wallis rata-rata pendapatan orang tua contoh tidak
berbeda secara signifikan (p=0.159). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendapatan orang tua
contoh antar sekolah.
Pendapatan orang tua dibagi dengan jumlah anggota keluarga akan
menghasilkan pendapatan per kapita/bulan. Diketahuinya pendapatan per
kapita/bulan akan memberikan gambaran tingkat kemiskinan setelah
dibandingkan dengan data BPS (2011). Berdasarkan data BPS (2011) garis
kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat di daerah pedesaan adalah Rp204,199.
Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat
kemiskinan. Tingkat kemiskinan dibagi dua kelompok, yaitu: miskin dengan
38
kisaran lebih kecil dari Rp204,199 dan tidak miskin dengan kisaran lebih besar
atau sama dengan Rp2,401,999. Secara umum contoh berada pada kategori
miskin paling tinggi mencapai 73.8% dibandingkan dengan tidak miskin hanya
26.3%. Tingkat kemiskinan pada kategori miskin paling tinggi di SD P2 dan SD
C1 mencapai 81.8% dan 73.1% di SD masing-masing. Tingkat kemiskinan pada
kategori tidak miskin paling tinggi di SD P1 mencapai 31.3%. Hasil rata-rata
pendapatan per kapita/bulan paling tinggi di SD P1 mencapai
Rp203,932±114,762. Apabila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per
kapita/bulan tertinggi dan total rata-rata pendapatan per kapita/bulan orangtua
pada ke tiga sekolah dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat di pedesaan
(Rp204,199) umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Situasi ini
didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 menyatakan tingkat kemiskinan
Jawa Barat sekitar 10.65% dari total keseluruhan.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan
Tingkat Kemiskinan P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Tidak miskin 10 31.3 4 18.2 7 26.9 21 26.3
Miskin 22 68.8 18 81.8 19 73.1 59 73.8
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Rata-rata±SD 203,932±114,762 159,037±88,007 177,708±92,210 183,063±101,312
Rendahnya pendapatan total dan banyaknya jumlah keluarga yang berada
pada garis kemiskinan disebabkan beberapa faktor, yaitu: jenis pekerjaan, besar
anggota keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan. Jenis
pekerjaan secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
yang tinggi biasanya memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Artinya
semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua akan mempengaruhi tingginya
penghasilan dan rendahnya pendidikan akan berdampak pada rendahnya
penghasilan yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian umumnya orang tua
contoh berada pada tingkat tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Oleh
sebab itu tidak heran berdasarkan hasil penelitian rata-rata keluarga responden
berada pada kategori miskin mencapai 73.8%. Besar dan kecilnya anggota
keluarga dalam rumah tangga akan mempengaruhi besar kecilnya nilai
pendapatan total maupun pendapatan per kapita/bulan suatu keluarga. Keadaan
ini tergantung dengan banyak atau sedikitnya anggota keluarga yang berkerja
dan memiliki penghasilan. Contohnya, sedikitnya anggota keluarga yang
39
berpenghasilan dan rendahnya penghasilan tersebut ditambah jumlah anggota
keluarga yang besar akan mempengaruhi rendahnya pendapatan total keluarga
dan pendapatan per kapita/bulan serta sebaliknya.
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Contoh yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah
dasar kelas empat dan kelas lima di SD P1, SD P2, dan SD C1 Kecamatan
Cijeruk, Kabupaten Bogor. Menurut Hidayat (2004) siswa kelas empat dan kelas
lima merupakan anak usia sekolah yang sudah mampu menerima pengarahan
kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan. Anak
kelas enam tidak dijadikan contoh sampel penelitian ini dikarenakan waktu pada
saat pengambilan data berdekatan dengan persiapan ujian sekolah.
Tabel 14 di bawah menggambarkan jumlah contoh yang menjadi sampel
paling banyak di SD P1 mencapai 32 contoh, diikuti SD C1 mencapai 26 contoh
dan SD P2 mencapai 22 contoh. Perbedaan jumlah contoh ini dikarenakan
jumlah siswa setiap SD beraneka ragam. Semakin banyak jumlah siswa setiap
SD maka semakin banyak jumlah contoh yang menjadi sampel pada SD tersebut
dan sebaliknya. Untuk jenis kelamin setiap SD disamakan mengingat jenis
kelamin mempengaruhi pemilihan jenis makanan (Proverawati et al. 2008).
Menurut Maghubat et al. (2011) anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan
sumber karbohidrat dibandingkan perempuan seperti kentang goreng. Hasilnya
jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan memiliki perbandingan 50.0%;
50.0% setiap sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis
jenis kelamin contoh tidak berbeda secara signifikan (p=1.000). Oleh karena nilai
p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persensentase
jenis kelamin contoh antar sekolah.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Laki-laki 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0
Perempuan 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
40
Uang Jajan
Uang saku merupakan uang yang diterima oleh siswa dari orang tua yang
digunakan untuk berbagai keperluan masing-masing. Uang jajan merupakan
sejumlah uang dari uang saku yang dialokasikan untuk keperluan jajan terutama
dalam bentuk makanan, camilan, minuman, maupun buah dan olahannya. Besar
uang jajan mempengaruhi pemilihan dan pembelian anak terhadap makanan
jajanan. Anak yang memiliki uang jajan rendah akan sulit untuk menentukan
kualitas maupun kuantitas jenis jajanan. Menurut Yufilda (2001) uang jajan
berhubungan dengan frekuensi jajan anak. Uang jajan siswa dikelompokkan
menjadi lima kategori, yaitu: sangat rendah berkisar lebih kecil dari Rp1,000,
rendah dengan kisaran dari Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000, sedang
dengan kisaran Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000, tinggi dengan kisaran
Rp3,000 dan lebih kecil dari Rp4,000, dan sangat tinggi dengan kisaran lebih
besar atau sama dengan Rp 4,000. Pengkategorian ini didasarkan pada asumsi
uang jajan siswa sudah bisa digunakan untuk membeli makanan jajanan dengan
harga yang paling murah Rp500 dan paling tinggi lebih besar atau sama dengan
Rp5,000.
Tabel 15 di bawah menggambarkan kelompok uang jajan contoh yang
dialokasikan sebagai uang jajan per hari. Besar kecilnya uang jajan bisa
menggambarkan berapa besar uang saku yang diterima contoh. Menurut
Sumarwan (2011) pengeluaran bisa menjadi salah satu indikator pendapatan
seseorang. Berdasarkan pengkategorian uang jajan contoh secara umum
berkisar pada sebaran Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000.
Uang jajan paling tinggi berada pada kategori rendah antara Rp1,000 dan lebih
kecil dari Rp2,000 dengan total mencapai 38.8%. Uang jajan pada sebaran
rendah paling tinggi di SD C1 mencapai 88.5%. Uang jajan contoh pada SD P1
dan SD P2 ada yang mencapai kategori sangat tinggi mencapai 6.3% dan 18.2%
dibandingkan dengan SD C1 (0.0%). Apabila dibandingkan antar sekolah rata-
rata uang jajan SD P2 lebih tinggi dibandingkan SD yang ada mencapai
Rp2,613±1,262.
Besar kecilnya uang saku yang dialokasikan menjadi uang jajan bisa
disebabkan beberapa faktor, yaitu: jumlah uang saku yang ada dan jarak
sekolah. Semakin banyak jumlah uang saku yang diberikan akan memudahkan
contoh untuk mengalokasikannya menjadi uang jajan dan sebaliknya. Jauhnya
jarak sekolah memungkinan contoh membagi uang saku menjadi uang jajan dan
41
uang transportasi sehingga uang jajan menjadi berkurang. Berdasarkan uji
statistik menggunakan Kruskal-Wallis besar uang saku contoh antar sekolah
berbeda secara signifikan (p=0.000). Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besar uang jajan contoh antar sekolah.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan
Uang Jajan (Rupiah) P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
1000-<2000 3 9.4 5 22.7 23 88.5 31 38.8
2000-<3000 15 46.9 7 31.8 3 11.5 25 31.3
3000-<4000 12 37.5 6 27.3 0 0.0 18 22.5
≥4000 2 6.3 4 18.2 0 0.0 6 7.5
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Rata-rata-SD 2,484±788 2,613±1,262 1,788±351 2,294±913
Usia
Kebiasaan makan seseorang umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan
masa lalu. Faktor umur pada seseorang merupakan salah satu faktor yang
menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu. Tidak
dapat dipungkiri kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang.
Hidayat (2004) yang mengatakan usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi.
Pernyataan di atas mengimplikasikan semakin bertambah usia seseorang
kebutuhan gizi semakin bertambah dan mengalami perubahan baik jumlah,
kualitas, dan cara makan seseorang. Perbedaan usia akan mempengaruhi
perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2011). Umumnya
anak sekolah lebih suka mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu
(Gharib dan Rhashed 2011).
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan usia
Umur (Tahun) P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
9-<10 2 6.3 2 9.1 1 3.8 5 6.3
10-<11 17 53.1 3 13.6 9 34.6 29 36.3
11-<12 5 15.6 7 31.8 8 30.8 20 25.0
≥12 8 25.0 10 45.5 8 30.8 26 32.5
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Rata-rata 10.7±1.1 11.0±1.0 10.8±0.8 10.9±1.1
Tabel 16 di atas menggambarkan berbagai kelompok rentang usia contoh
antar SD. Siswa yang menjadi contoh umumnya berada pada rentang usia 10
42
tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi mencapi 36.3%. Rentang usia 10
tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi di SD P1 mencapai 53.1%
dibandingkan dengan SD P1 dan C1. Rentang usia 9 tahun dan lebih kecil dari
10 tahun paling rendah mencapai 3.8% di SD C1 dan 45.5% rentang usia lebih
besar atau sama dengan 12 paling tinggi di SD P2. Rata-rata umur SD P2 lebih
tinggi dibandingkan dengan SD yang ada sekitar 11.0±1.0 tahun.
Tinggi rendahnya nilai rata-rata usia kemungkinan disebabkan beberapa
faktor, yaitu: metode pengambilan contoh, umur, dan jumlah contoh.
Pengembilan contoh secara acak memungkinan bisa mempengaruhi keadaan
ini. Sehingga contoh yang diambil tidak dikontrol usiannya. Perbedaan usia yang
terpaut jauh bisa mempengaruhi tinggi rendahnya hasil rata-rata apalagi dengan
jumlah siswa yang berbeda. Sehingga tidak heran terdapat pebedaan nilai rata-
rata usia antar sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis
umur contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.093). Oleh
karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
usia contoh antar sekolah.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang ilmu gizi,
zat gizi, serta interaksi antara zat gizi dengan status gizi dan kesehatan.
Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang dari konsumsi
pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996, diacu dalam Sukandar 2007).
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang terhadap gizi diperlukan
metode pengukuran khusus. Pengukuran pengetahun gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda
(multiple choice test) (Khomsan 2000). Pengukuran ini sangat penting
dikarenakan tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi
keadaan gizi yang bersangkutan (Khomsan 2000).
Tabel 17 di bawah menggambarkan tingkat pengetahuan gizi contoh
antar sekolah. Tingkat pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada kategori
sedang mencapai 47.5%. Hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD P2
(71.13) tergolong kategori sedang lebih tinggi dibandingkan dengan di SD P1
(68.43). Sedangkan SD C1 berada pada kategori tingkat pengetahuan gizi buruk
dengan nilai rata-rata hanya 53.26. Tingginya rata-rata tingkat pengetahuan gizi
43
pada SD P2 kemungkinan disebabkan materi yang diberikan oleh tim CSR suatu
perusahaan yang bekerjasama dengan salah satu institut perguruan tinggi.
Adanya materi tambahan yang diberikan oleh tim salah satu institusi di SD P2
tentang pendidikan gizi mengenai makanan dan jajanan diyakini mempengaruhi
nilai rata-rata di SD P2 lebih tinggi dari SD lainnya. Berdasarkan uji statistik
menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pengetahuan gizi contoh antar sekolah
berbeda secara signifikan (p=0.001). Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan gizi contoh antar
sekolah
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi
Pengetahuan Gizi P1 P2 C1 Total
n % n % n % n %
Baik (>80) 7 21.9 5 22.7 1 3.8 13 16.3
Sedang(60-80) 18 56.3 12 54.5 8 30.8 38 47.5
Buruk(<60) 7 21.9 5 22.7 17 65.4 29 36.3
Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0
Rata±rata 68.43±15.42 71.13±18.25 53.26±14.69 64.3±17.6
Untuk menentukan tingkat pengetahuan gizi contoh, digunakan metode
Multiple Choice Test (MCT) dengan 20 pertanyaan. Pertanyaan yang dijawab
oleh contoh mengenai pengetahuan gizi umum seperti pengertian zat gizi,
sumber zat gizi, fungsi zat gizi, akibat kekurangan zat gizi, serta jenis maupun
kelompok makanan jajanan sumber zat gizi. Alasan pemilihan beberapa
kelompok pertanyaan ini diduga semua materi telah didapatkan di sekolah
terutama pada mata pelajaran IPA. Pertanyaan yang paling banyak dijawab
dengan benar oleh contoh dari semua pertanyaan adalah mengenai makanan
jajanan sumber air mencapai 96.3% dari total contoh. Persentase tertinggi bisa
menjawab dengan benar pertanyaan ini di SD P1 mencapai 96.9% dibandingkan
dengan di SD P2 dan SD C1. Tingginya persentase kemampuan menjawab
mengenai makanan sumber air diduga pertanyaan ini merupakan hal yang
sangat umum dan sederhana sekali.
Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar adalah mengenai
zat gizi sumber pembangun hanya mencapai 31.3% dari total contoh. Persentase
tertinggi bisa menjawab dengan benar pertanyaan ini di SD P2 mencapai 54.5%.
Ketidakmampuan contoh dalam menjawab pertanyaan tersebut dengan benar
diduga adanya kata yang jarang didengar oleh contoh seperti kata “pembangun”
44
yang ada dalam kalimat. Tingginya persentase contoh di SD P2 menjawab
dengan benar pertanyaan tersebut diduga adanya penambahan materi mengenai
makanan dan gizi oleh salah satu institusi perguruan tinggi. Oleh sebab itu
kemungkinan ada hubungan antara tingkat pemahaman gizi dengan pemberian
tambahan materi yang berkaitan dengan gizi.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan gizi yang benar
No Pertanyaan P1 (32) P2 (22) C1 (26) Total (80)
n % n % N % n %
1 Pengertian zat gizi 31 96.9 19 86.4 23 88.5 73 91.3
2 Pengertian makanan 17 53.1 8 36.4 7 26.9 32 40.0
3 Zat gizi sumber tenaga 6 18.8 16 72.7 9 34.6 31 38.8
4 Zat gizi sumber pembangun 5 15.6 12 54.5 8 30.8 25 31.3
5 Zat gizi pengatur fungsi dan kerja organ tubuh
14 43.8 14 63.6 10 38.5 38 47.5
6 Kebutuhan air putih per hari 11 34.4 16 72.7 15 57.7 42 52.5
7 Zat gizi pada nasi, mie, dan roti 21 65.6 18 81.8 5 19.2 44 55.0
8 zat gizi pada mentega dan minyak goreng
26 81.3 21 95.5 22 84.6 69 86.3
9 zat gizi pada jambu biji dan kendondong
27 84.4 18 81.8 20 76.9 65 81.3
10 Pengertian makanan jajanan 24 75.0 10 45.5 10 38.5 44 55.0
11 Makanan camilan termasuk kedalam makanan
24 75.0 15 68.2 18 69.2 57 71.3
12 Jenis makanan jajanan kelompok camilan
28 87.5 18 81.8 12 46.2 58 72.5
13 Contoh makanan jajanan sumber energi
17 53.1 9 40.9 6 23.1 32 40.0
14 Contoh makanan jajanan sumber protein
25 78.1 14 63.6 14 53.8 53 66.3
15 Contoh makanan jajanan sumber air
31 96.9 21 95.5 25 96.2 77 96.3
16 Penyakit akaibat makanan jajanan tidak sehat
30 93.8 19 86.4 21 80.8 70 87.5
17 Vitamin pencegah sariawan 26 81.3 20 90.9 17 65.4 63 78.8
18 fungsi kalsium dalam tubuh 30 93.8 18 81.8 17 65.4 65 81.3
19 Gondok akibat kekurangan 21 65.6 14 63.6 13 50.0 48 60.0
20 akibai kurang konsumsi vitamin A
25 78.1 13 59.1 5 19.2 43 53.8
Karakteristik Makanan Jajanan
Selera terhadap makanan berkaitan dengan perasaan seseorang
sehingga penilaian terhadap makanan tidak bersifat mutlak. Hal yang
mempengaruhi selera dapat berasal dari tubuh sendiri, makanan, dan lingkungan
(Wiharta 1982). Harga, warna, bentuk, tekstur, suhu, dan rasa merupakan faktor
dari makanan yang bisa mempengaruhi selera seseorang (Sumarwan 2011).
Oleh sebab itu sangat diperlukan untuk mengidentifikasi karakteristik makanan.
45
Karakteristik makanan yang diidentifikasi adalah kelompok makanan jajanan
digoreng di lingkungan sekolah yang dijadikan contoh dalam penelitian. Jumlah
makanan jajanan yang diidentifikasi sebanyak 12 jenis sesuai dengan jenis yang
ditanyakan pada contoh. Untuk gambar masing-masing makanan jajanan dapat
dilihat pada lampiran 8.
Bakso Goreng
Bakso goreng merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi
tergantung keinginan konsumen, umumnya anak sekolah hanya membeli Rp500
per porsinya. Bakso goreng disajikan menggunakan tusukan untuk
menggambungkan setiap bakso yang dibelah-belah sehingga bakso yang
berbentuk bulat hanya berbentuk setengah bulat. Rasa bakso agak asin dan
memiliki after taste agak amis dengan warna yang kecoklatan. Rasa pedas pada
bakso goreng diperoleh dari saus yang ditambahkan. Bakso goreng sudah
digoreng sebelumnya sehingga tidak lagi panas. Permukaan bakso memiliki
tekstur yang lembut namun agak sedikit liat pada saat dikunyah.
Batagor
Batagor merupakan salah satu makanan jajanan yang dijual dengan
harga yang bervariasi dan bisa dibeli dengan harga Rp500 per porsi. Batagor
disajikan mengunakan plastik sebagai wadah setelah dipotong-potong sehingga
bentuk batagor tidak beraturan lagi. Rasa dominan pada batagor adalah gurih
sedikit asin dan rasa manis yang diperoleh dari bumbu kacang. Sebelum diberi
bumbu kacang warna batagor agak kekuningan dan menjadi kecoklatan setelah
ditambahkan bumbu kacang. Umumnya batagor sudah digoreng sebelum
penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen. Permukaan
batagor memiliki tekstur yang agak kasar tetapi renyah pada saat dimakan.
Chicken Nugget
Chicken Nugget merupakan salah satu makanan jajanan yang dijual
dengan harga Rp500 per porsi dengan bentuk bulat yang digepengkan. Rasa
dominan adalah rasa gurih dengan warna agak kuning kecoklatan. Tekstur
permukaan chicken nugget kasar tetapi renyah pada saat dimakan. Umumnya
46
chicken nugget sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas
pada saat dibeli konsumen.
Cireng
Cireng merupakan makanan jajanan dengan isi yang bervariasi, seperti:
abon, ayam, dan daging. Harga per porsi adalah Rp500 dengan bentuk yang
bervariasi yang dibedakan berdasarkan isi pada cireng. Cireng isi abon dibentuk
seperti “Love” sedangkan cireng isi ayam dan cireng isi daging dibentuk
setengah lingkaran menyerupai kue kroket. Rasa cireng (kulit) umumnya sama
agak asin kecuali isi setiap cireng berbeda, seperti: isi ayam rasa dominan
adalah gurih dan pedas, isi abon rasa dominan adalah rasa abon, dan isi daging
rasa dominan adalah rasa bawang (after taste). Warna dan tekstur cireng sama
antar cireng isi abon, cireng isi, ayam, dan cireng isi daging yaitu kuning
keemasan dan tekstur yang lembut serta agak liat pada saat dipegang maupun
digigit. Umumnya cireng sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi
panas pada saat dibeli konsumen.
Donat
Donat merupakan makanan jajanan berbentuk lingkaran dan ditaburi gula
sehingga memberi rasa manis dengan harga Rp500 per porsi. Permukaan donat
agak kasar tetapi pada saat dimakan mudah dikunyah. Umumnya donat sudah
digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli
konsumen dan berwarna kuning kecoklatan.
Tahu Goreng
Tahu goreng merupakan makanan jajanan yang dijual dengan harga
Rp500 per porsi dan berbentuk kubus. Rasa yang dominan adalah rasa gurih
sedikit asin dengan tekstur agak kasar terutama pada lapisan luar. Umumnya
tahu goreng sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada
saat dibeli konsumen dan berwarna kuning keemasan.
Tempe Goreng
Tempe goreng merupakan makanan jajanan yang dijual dengan harga
Rp500 per porsi dan berbentuk pipih. Rasa yang dominan adalah rasa gurih
47
sedikit asin dengan tekstur agak kasar. Umumnya tempe goreng sudah digoreng
sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen dan
berwarna kuning keemasan.
Bakwan
Bakwan merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi Rp500
dengan bentuk yang pipih. Rasa yang dominan adalah gurih dengan tekstur agak
kasar. Umumnya bakwan sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi
panas pada saat dibeli konsumen dan berwarna kuning keemasan
Onde-onde
Onde-onde merupakan makanan jajanan berbentuk bulat dengan isi
kacang hijau dan ditaburi biji wijan pada permukaan onde-onde. Harga per porsi
bisa dibeli dengan harga Rp 500 per porsi. Rasa yang dominan adalah rasa
manis dengan tekstur kasar pada saat dimakan. Umumnya onde-onde sudah
digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli
konsumen dan berwarna kuning keemasan.
Risoles
Risoles merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi Rp500
dengan bentuk tabung. Rasa yang dominan adalah asin pada isinya dengan
tekstur agak kasar pada saat dipegang. Umumnya risoles sudah digoreng
sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen dan
berwarna kuning keemasan.
Preferensi dan Alasan Jajan Contoh di Sekolah
Preferensi makanan jajanan bisa dikatakan sebagai tingkat kesukaan
seseorang terhadap makanan jajanan dengan cara membandingkan jenis
makanan jajanan yang ada. Tingkat preferensi dikelompokkan menjadi lima
kategori, yaitu: sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat tidak suka. Jenis
makanan jajanan merupakan camilan yang ada di lingkungan sekolah. Untuk
mengetahui tingkat preferensi pada makanan jajanan dibedakan antar sekolah.
Pengelompokan ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang kuat
terhadap preferensi pada makanan jajanan di sekolah masing-masing.
48
Karakteristik makanan merupakan faktor yang bisa mempengaruhi
kesukaan seseorang terhadap jenis makanan selain karakteristik individu dan
karakteristik keluarga. Tekstur, harga, rasa, kemasan, dan penampakan
merupakan karakteristik pada makanan yang bisa mempengaruhi tingkat
kesukaan pada anak (Sumarwan 2011). Ketersediaan suatu makanan (Gibney et
al. 2008) dan suhu makanan (Gobel et al. 2011) bisa mempengaruhi kesukaan
seseorang. Tidak bisa dipungkiri tahu atau tidaknya seseorang terhadap
kandungan zat gizi akan memberikan penyeleksian terhadap makanan. Faktor-
faktor ini secara tidak langsung dapat memberikan gambaran mengenai alasan
mereka suka atau tidak suka terhadap jenis makanan jajanan. Oleh sebab itu
alasan siswa memilih makanan jajanan dikelompokkan menjadi delapan kategori
yang umumnya adalah karakteristik pada makanan jajanan, seperti: harga, rasa,
bentuk, warna, suhu, tekstur, gizi, dan ketersediaan.
Tabel 19 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat
kesukaan jajan terhadap makanan jajanan camilan. Bakso goreng (bakso tusuk)
merupakan makanan jajanan yang disukai (sangat suka dan suka) di setiap SD.
Keadaan ini terlihat pada tingginya total persentase kesukaan pada makanan
jajanan ini dibandingkan dengan jenis makanan jajanan lainnya mencapai 86.3%.
Persentase tertinggi tingkat kesukaan bakso goreng mencapai 88.5% di SD C1
dibandingkan dengan SD P1 dan SD P2. Chicken nugget merupakan camilan
dengan total persentase tertinggi tingkat kesukaan mencapai 77.6% selain bakso
goreng. Sedangkan cireng isi abon dan bakwan merupakan camilan dengan
persentase total tertinggi tidak disukai (tidak suka dan sangat tidak suka)
mencapai 15.1% dan 8.8%. Persentase tertinggi tidak suka terhadap cireng isi
abon dan bakwan mencapai 22.7% di SD P2 dan 15.4 % di SD C1. Secara
umum contoh menyukai semua makanan jajanan meskipun ada makanan
jajanan yang dibedakan berdasarkan persentase tidak suka (tidak suka dan
sangat tidak suka) paling tinggi dibandingkan dengan makanan jajanan lainnya
mencapai 15.1% (cireng isi abon) dan 8.8% (bakwan) tetapi kedua jenis camilan
ini sebenarnya disukai contoh di atas 50.0% (62.5% untuk cireng isi abon dan
57.6% untuk bakwan). Uji statistik menggunakan Kruskal Wallis menggambarkan
tingkat preferensi makanan jajanan contoh untuk setiap jenis makanan jajanan
umumnya tidak berbeda secara signifikan (p>0.05). Situasi ini disebabkan jenis
makanan jajanan ke tiga sekolah tidak jauh berbeda antar sekolah. Namun
terdapat perbedaan nyata pada bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007). Oleh
49
karena ada nilai p<0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
tingkat preferensi jajan contoh antar sekolah khususnya pada bakwan dan
risoles.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan
Tingkat P1 P2 C1 Total P
Kesukaan n % n % n % n %
Bakso Goreng
Sangat suka 8 25.0 10 45.5 13 50.0 31 38.8
0.203
Suka 19 59.4 9 40.9 10 38.5 38 47.5
Biasa 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3
Tidak suka 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Chicken Nugget
Sangat suka 16 50.0 11 50.0 10 38.5 37 46.3
0.843
Suka 8 25.0 6 27.3 11 42.3 25 31.3
Biasa 7 21.9 3 13.6 3 11.5 13 16.3
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0.0 3 3.8
Sangat tidak suka 0 0.0 0 0.0 2 7.7 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Abon
Sangat suka 5 15.6 7 31.8 6 23.1 18 22.5
0.637
Suka 14 43.8 6 27.3 12 46.2 32 40.0
Biasa 8 25.0 4 18.2 6 23.1 18 22.5
Tidak suka 2 6.3 5 22.7 0 0.0 7 8.8
Sangat tidak suka 3 9.4 0 0.0 2 7.7 5 6.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Sangat suka 11 34.4 5 22.7 3 11.5 19 23.8
0.027*
Suka 11 34.4 9 40.9 7 26.9 27 33.8
Biasa 9 28.1 6 27.3 12 46.2 27 33.8
Tidak suka 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5.0
Sangat tidak suka 0 0.0 1 4.5 2 7.7 3 3.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Risoles
Sangat suka 9 28.1 4 18,2 3 11.5 16 20.0
0.007*
Suka 17 53.1 11 50.0 7 26.9 35 43.8
Biasa 6 18.8 6 27.3 15 57.7 27 3.,8
Tidak suka 0 0.0 1 4.5 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Uji Kruskal-Walis berbeda nyata pada level p*<0.05; Makanan ajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 1
Hasil perhitungan pada penelitian menunjukkan bakwan dan risoles
merupakan makanan jajanan paling banyak disukai contoh di SD P1 mencapai
64.4% dan 81.2%. Tingginya tingkat kesukaan contoh pada makanan jajanan ini
50
diduga faktor ketersediaan yang ada di lingkungan sekolah terutama pada SD P1
yang lebih beragam baik jumlah kantin dan penjaja serta jenis camilan yang
dijual. Berdasarkan pengamatan kedua jenis camilan ini lebih mudah didapatkan
di SD P1. Hal ini disebabkan kantin dan warung yang ada di sekitar SD P1 ada
yang menjual makanan jajanan ini selain penjaja jajanan dibandingkan SD P2
dan SD C1 yang umumnya hanya bergantung pada penjaja makanan jajanan.
Adanya akses seperti ketersediaan untuk memperoleh suatu barang dan jasa
akan memudahkan seseorang untuk memperolehnya (Gibney et al. 2008). Hal ini
diduga yang mempengaruhi tingginya contoh di SD P1 menyukai makanan
jajanan tersebut.
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh contoh dapat dilihat pada
Tabel 20 alasan contoh menyukai camilan terutama disebabkan karena faktor
harga (murah dan sangat murah) dan rasa (gurih, pedas, dan manis) baik
makanan jajanan yang sangat disukai (bakso goreng dan chicken nugget)
maupun sebaliknya (bakwan dan risoles). Hal ini terlihat pada banyaknya contoh
memilih karena faktor harga dan rasa. Namun setiap makanan jajanan ada faktor
tertentu yang paling dominan dan sebaliknya dalam mempengaruhi preferensi
contoh. Sebanyak 43.8%, 20.0%, 25.0%, 31.3%, dan 15.0% contoh memberikan
alasan karena harga yang mempengaruhi tingkat preferensi jajan terhadap bakso
goreng, chicken nugget, cireng isi abon, bakwan dan risoles. Sebanyak 46.3%,
63.8%, 63.8%, 55.0%, 56,3% contoh memberikan alasan karena rasa yang
mempengaruhi tingkat preferensi jajan terhadap bakso goreng, chicken nugget,
cireng isi abon, bakwan, dan risoles. Berdasarkan data di atas faktor rasa pada
camilan sangat dominan mempengaruhi tingkat kesukaan contoh dibandingkan
faktor yang ada.
Berdasarkan hasil observasi harga makanan jajanan digoreng hanya
dipatok lima ratus rupiah per satuan (porsi) yang merupakan harga tergolong
murah dan sangat murah menurut contoh. Berdasarkan hasil penelitian harga
yang ditawarkan penjaja dan kantin di bawah rata-rata uang jajan contoh
meskipun dengan rata-rata uang jajan terkecil di setiap sekolah seperti di SD C1.
Harga yang terjangkau akan memudahkan seseorang dalam memilih dan
membeli sesuatu yang diinginkan tidak terkecuali pada makanan jajanan.
Keadaan ini diduga mempengaruhi tingginya kesukaan contoh terhadap
makanan jajanan yang ada dan banyaknya contoh memilih faktor harga selain
rasa sebagai alasan dalam menentukan tingkat preferensi jajan mereka.
51
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan
Karakteristik P1 P2 C1 Total
Jajanan n % n % n % n %
Bakso
Harga 18 56.3 8 36.4 9 34.6 35 43.8
Rasa 11 34.4 10 45.5 16 61.5 37 46.3
Bentuk 3 9.4 2 9.1 0 0.0 5 6.3
Warna 0 0.0 0 0.0 1 3.8 1 1.3
Gizi 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Chicken Nugget
Harga 7 21.9 5 22.7 4 15.4 16 20.0
Rasa 17 53.1 13 59.1 21 80.8 51 63.8
Bentuk 2 6.3 1 4.5 0 0.0 3 3.8
Warna 3 9.4 0 0.0 0 0.0 3 3.8
Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3
Tekstur 1 3.1 0 0.0 1 3,8 2 2.5
Gizi 1 3.1 3 13.6 0 0.0 4 5.0
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Abon
Harga 6 18.8 7 31.8 7 26,9 20 25.0
Rasa 22 68.8 11 50.0 18 69,2 51 63.8
Bentuk 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3
Warna 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3
Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3
Tekstur 3 9.4 0 0.0 1 3,8 4 5.0
Gizi 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Harga 13 40.6 3 13.6 9 34.6 25 31.3
Rasa 15 46.9 15 68.2 14 53.8 44 55.0
Bentuk 1 3.1 0 0.0 2 7.7 3 3.8
Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3
Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0.0 5 6.3
Ketersediaan 1 3.1 0 0.0 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Risoles
Harga 5 15.6 4 18.2 3 11.5 12 15.0
Rasa 23 71,9 10 45.5 12 46.2 45 56.3
Bentuk 3 9,4 2 9.1 2 7.7 7 8.8
Warna 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3
Tekstur 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3
Gizi 1 3,1 4 18.2 0 0.0 5 6.3
Ketersediaan 0 0.0 0 0.0 9 34,6 9 11.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis jajanan dengan persentase lebih tinggi; Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 2
Bentuk yang menarik ditambah penyajian makanan yang praktis diduga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya contoh menyukai
bakso goreng (bakso tusuk) dan chicken nugget. Bakso goreng dan chicken
nugget disajikan seperti sate menggunakan tusukan. Keadaan ini sesuai dengan
penelitian Proverawati et al. (2008) bahwa telur puyuh yang disajikan
mengunakan tusukan menyerupai sate dalam penyajiannya termasuk makanan
52
jajanan yang paling banyak disukai contoh. Artinya anak-anak menyukai
makanan jajanan yang disajikan sedemikian rupa sehingga memberi kesan
semenarik mungkin. Keadaan ini terjadi dikarenakan anak-anak penuh imajinasi
tinggi (Yusuf et al. 2008).
Adanya pemahaman mengenai zat gizi pada suatu makanan diduga
mempengaruhi banyaknya contoh menyukai chicken nugget. Namun tidak bisa
dipungkiri pemahaman mengenai zat gizi tidak selalu menjadi alasan seseorang
untuk menyukai makanan terlihat pada bakwan yang merupakan salah satu jenis
makanan jajanan yang tidak disukai contoh paling tingggi. Situasi ini terlihat pada
tingginya contoh memilih karena zat gizi pada bakwan sebagai alasan yang
mempengaruhi tingkat kesukaan selain rasa dan harga. Hal ini bisa disebabkan
kesukaan seseorang terhadap suatu makanan tidak dipengaruhi oleh satu faktor
saja (zat gizi). Banyaknya contoh tidak menyukai cireng isi abon disebabkan
tekstur yang liat sehingga menyulitkan contoh dalam mengonsumsinya. Keadaan
ini diduga yang mempengaruhi contoh tidak menyukai cireng isi abon. Anak-anak
umumnya menyukai makanan yang lunak dan mudah dikunyah (Proverawati et
al. 2008).
Berdasarkan paparan di atas setiap makanan jajanan memiliki
karakteristik tersendiri untuk menarik konsumen. Maksudnya setiap karaktersitik
pada makanan jajanan ada yang mempengaruhi dan sebaliknya terhadap tingkat
kesukaan seseorang pada makanan jajanan tertentu. Intinya makanan harus
disajikan dalam bentuk standar makanan (Yusuf et al. 2008). Untuk bisa menilai
karakteristik standar pada makanan setiap individu dipengaruhi oleh situasi
sebelumnya. Sehingga bisa saja setiap individu memiliki penilaian yang berbeda
terhadap makanan yang sama. Faktor yang bisa mempengaruhi keadaan ini bisa
disebabkan kebiasaan dan naluriah masing-masing individu (Wiharta 1982).
Kebiasaan seseorang terhadap suatu makanan tertentu diyakini bisa
mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang sehingga tidak heran ada makanan
yang disukai dan tidak disukai meskipun tersedia. Kebiasaan konsumsi
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seperti: orang tua, teman
sebaya, dan media massa (Sumarwan 2011). Artinya anak-anak akan menirukan
apa yang dilakukan oleh orang yang ada disekitarnya tidak terkecuali dalam
penentuan pola makannya.
53
Frekuensi Jajan Contoh di Sekolah
Frekuensi jajan merupakan sering atau tidaknya seseorang mengonsumsi
makanan jajanan tertentu. Untuk mengetahui tingkat frekuensi jajan contoh
dikelompokkan ke dalam hari, minggu, bulan, dan tahun kemudian dikonversi ke
tahun yang bertujuan untuk memudahkan dalam membandingkan data.
Frekuensi dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: satu (sangat sering), dua
(sering), tiga (jarang), empat (hampir tidak pernah), lima (tidak pernah sama
sekali). Pengelompokan tingkat frekuensi menjadi lima kategori bertujuan untuk
menggambarkan tingkat frekuensi jajan lebih spesifik.
Umumnya frekuensi jajan contoh sangat rendah. Contoh yang sering
jajan (sering dan sangat sering) tidak mencapai 50.0% dibandingkan dengan
contoh yang jarang jajan (hampir tidak pernah dan tidak pernah sama sekali)
mencapai di atas 50.0%. Berdasarkan Tabel 21 di bawah tingkat frekuensi jajan
contoh pada bakwan dan bakso goreng merupakan beberapa jenis makanan
jajanan dengan persentase lebih tinggi yang sering (sering dan sangat sering)
dibeli oleh contoh di sekolah masing-masing. Tingginya total persentase
terhadap bakwan dan bakso goreng mencapai 17.5% dan 20.1%. Persentase
tertinggi mencapai 36.3% di SD P2 (bakwan), dan 23.0% di SD C1 (bakso
goreng).
Batagor dan cireng isi sapi merupakan beberapa jenis makanan jajanan
dengan total persentase tertinggi jarang dibeli (sangat jarang dan tidak pernah
sama sekali) mencapai 72.5% (80.8% di SD C1) dan 67.5% (80.8 di SD C1).
Berdasarkan data tersebut, tingkat kesukaan diduga mempengaruhi tingkat
frekuensi jajan contoh. Hal ini terlihat pada tingginya frekuensi jajan terhadap
bakso goreng sedangkan berdasarkan tingkat preferensi bakso goreng
merupakan jenis camilan yang banyak disukai contoh.
Usia anak sekolah merupakan usia yang rentan sekali menerima stimulus
dari luar. Artinya mereka mudah sekali menerima dan meniru apa yang dilakukan
berdasarkan pengamatan mereka dalam kehidupan sehari-hari khususnya orang
tua. Sumarwan (2011) pembentukan sikap dan preferensi makan tidak hanya
dipengaruhi oleh orang tua. Hal ini disebabkan anak usia sekolah memiliki
karakter yang sangat mudah terpengaruh oleh teman sekolah, media massa, dan
program pemasaran berbagai produk makanan lainnya, sehingga belum menjadi
konsumen yang kritis. Akibatnya anak-anak akan menyukai jenis camilan yang
disukai teman maupun orang tuanya. Keadaan ini diduga yang mempengaruhi
54
tingginya frekuensi jajan contoh terhadap bakwan meskipun berdasarkan tingkat
preferensi merupakan salah satu camilan yang tidak disukai paling banyak
mencapai 8.8% dibandingkan dengan jenis camilan yang ada. Dengan demikian
tingkat kesukaan anak terhadap frekuensi jajan pada makanan jajanan tidak
selalu dipengaruhi oleh dirinya sendiri melainkan lingkungan luar dan tergantung
pada intensitas seseorang terhadap faktor lingkungan yang ada di sekitarnya.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan
Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total
P n % n % n % n %
Bakso Goreng
Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 3 11,5 5 6,3
0,678
Sering 6 18,8 2 9,1 3 11,5 11 13,8
Jarang 8 25 8 36,4 9 34,6 25 31,3
Hampir Tidak Pernah 17 53,1 11 50 11 42,3 39 48,8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Batagor Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 1 3,8 3 3,8
0,283
Sering 2 6,3 1 4,5 0 0 3 3,8
Jarang 9 28,1 3 13,6 4 15,4 16 20
Hampir Tidak Pernah 20 62,5 17 77,3 21 80,8 58 72,5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Sapi
Sangat Sering 2 6,3 1 4,5 0 0 3 3,8
0,114
Sering 2 6,3 4 18,2 0 0 6 7,5
Jarang 10 31,3 2 9,1 5 19,2 17 21,3
Hampir Tidak Pernah 18 56,3 15 68,2 21 80,8 54 67,5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Onde-onde
Sangat Sering 0 0 1 4,5 0 0 1 1,3
0,021*
Sering 1 3,1 1 4,5 1 3,8 3 3,8
Jarang 7 21,9 11 50 6 23,1 24 30
Hampir Tidak Pernah 24 75 9 40,9 19 73,1 52 65
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 0 0 2 2,5
0,002*
Sering 4 12,5 7 31,8 1 3,8 12 15
Jarang 6 18,8 7 31,8 5 19,2 18 22,5
Hampir Tidak Pernah 21 65,6 7 31,8 20 76,9 48 60
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis jajanan dengan persentase lebih tinggi; Uji Kruskal-Walis berbeda nyata pada level p*<0.05; Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 3
55
Uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan tingkat frekuensi
jajan contoh antar sekolah umumnya tidak berbeda secara signifikan (p > 0.05)
yang diduga bisa disebabkan faktor kebiasaan dan sudah terbentuknya pola
konsumsi contoh terhadap jenis camilan sehingga sulit diubah meskipun banyak
faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat frekuensi jajan. Pola konsumsi yang
sudah terbentuk merupakan hasil suatu proses kebiasaan seseorang dalam
rentan waktu tertentu pada setiap makanan.
Tabel 21 di atas menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada
bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021). Oleh karena ada nilai p<0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi jajan contoh antar
sekolah. SD P2 merupakan SD dengan persentasi frekuensi jajan paling tinggi
pada kedua jenis camilan ini mencapai 36.3% dan 9.0%. Berdasarkan Tabel 19
faktor gizi merupakan salah satu faktor selain faktor harga, rasa, dan bentuk
pada bakwan dan onde yang dominan menjadi alasan contoh menyukai jenis
camilan ini mencapai 18.2% dan 4.5% (sumber karbohidrat dan protein). Adanya
pemahaman gizi mengenai peran makanan sebagai sumber zat gizi di SD ini
bisa disebabkan dengan adanya program tentang pendidikan gizi yang sedang
berlangsung. Artinya tingginya persentase contoh di SD P2 membeli bakwan dan
onde-onde diduga karena adanya pemahaman mereka terhadap kandungan gizi
pada makanan tersebut dibandingkan SD P1 dan SD C1.
Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG
Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang diolah oleh
pengrajin makanan di tempat penjualan maupun di rumah yang disajikan sebagai
makanan siap santap dalam wadah atau sarana penjualan dalam bentuk, rupa,
dan jenisnya baik sarana penjualan maupun jenis makanan jajanan yang dijual.
Makanan jajanan biasanya tersusun dari aneka ragam pangan dengan variasi
bentuk, rupa, dan jenis yang sangat beragam (Forum Koordinasi PMT-S Tingkat
Pusat 1997). Jenis jajanan ini bisa dijadikan sumber energi dan zat gizi karena
sumber bahan olahan berasal dari kelompok padi-padian dan daging
(Kementerian Agama RI 2012). Menurut Khomsan (2005), diacu dalam
Tresnawati (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan
energi dan 2% dari kebutuhan protein. Rata-rata persentase kontribusi makanan
snack (pagi) terhadap asupan energi dan zat gizi mencapai 9% untuk energi, 8%
untuk protein, 13% untuk kalsium, 6% untuk zat besi, dan 7% untuk vitamin C
56
(Kusharto dan Sa’diyyah 2011). Menurut Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki
(2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah
mencapai 36%, protein 29%, dan zat besi 52.0%. Penelitian Rakhmawati (2009)
menunjukkan makanan jajanan menyumbangkan 22.4% zat besi, 21.2% kalsium,
dan 20.5% vitamin C.
Gambar 8 di bawah menunjukkan kontribusi energi dan zat gizi terhadap
kecukupan dari gizi contoh antar sekolah. Secara umum kontribusi energi dan zat
gizi makanan jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan
SD P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5%
untuk kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya
kontribusi energi dan zat gizi di SD P2 karena tingginya frekuensi jajan contoh
dan berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang nyata antara
frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD P2 lebih
tinggi persentase frekuensi jajan. Adanya pemahaman akan pentingnya zat gizi
akan mempengaruhi pemilihan jenis makanan baik secara kualitas dan kuantitas
yang diduga dapat mempengaruhi tingginya kontribusi asupan energi dan zat
gizi. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan gizi antar SD dan SD P2 merupakan SD paling tinggi tingkat
pengetahuan gizi. Situasi di atas yang menjadi penyebab tingginya kontribusi
energi dan zat gizi di SD P2.
Gambar 8 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh antar sekolah
Gambar 9 di bawah menunjukkan total kontribusi energi dan zat gizi
terhadap kecukupan dari gizi pada makanan jajanan di sekolah secara
keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian total kontribusi energi dan zat gizi
mencapai 44% untuk energi, 68.9% untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2%
0
20
40
60
80
Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit.C (mg)
(%)
SD P1 SD P2 SD C1
57
untuk zat besi, dan 5.6% untuk vitamin C. Total kontribusi energi (44%) dan
protein (68.9%) lebih tinggi kecuali zat besi (37.2%) yang menunjukkan hasil
yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian Judarwanto (2008),
diacu dalam Rizki (2009) mencapai 36% (energi), 29% (protein), dan 52% (zat
besi). Tingginya total kontribusi energi dan protein diduga akibat dominannya
bahan olahan makanan jajanan contoh yang berasal dari sumber karbohidrat,
kacang-kacangan, dan daging yang merupakan sumber energi dan protein paling
banyak dibandingkan dengan sumber bahan makanan yang berasal dari buah-
buahan dan sayur. Tingginya total persentase kontribusi zat besi apabila
dibandingkan dengan kalsium dan vitamin C diduga sumber bahan makanan
yang berasal dari kacang-kacangan dan daging yang merupakan sumber zat
besi (Almatsier 2001).
Gambar 9 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh keseluruhan
Rendahnya persentase kontribusi kalsium apabila dibandingkan dengan
hasil penelitian Rahmawati (2009) kecuali dibandingkan dengan literatur pada
Kusharto dan Sa’diyyah (2011) yang menunjukkan nilai yang sama diduga akibat
sumber bahan olahan makanan jajanan setempat. Bahan olahan yang digunakan
untuk membuat makanan jajanan pada penelitian ini merupakan bahan pangan
yang umumnya rendah sumber kalsium, karena berasal dari sumber karbohidrat,
kacang-kacangan, dan daging apabila di bandingkan dengan susu dan hasil
susu. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium karena sumber
ketersediaanya biologinya yang tinggi (Almatsier 2001). Dominannya ketiga
bahan pangan ini diduga mempengaruhi rendahnya persentase kontribusi
vitamin C karena sumber makanan rendah vitamin terutama vitamin C
dibandingkan dengan buah dan sayur yang merupakan sumber vitamin. Hal ini
0
20
40
60
80
Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit.C (mg)
(%)
Total ke tiga SD
58
menunjukkan kualitas makanan berupa kandungan energi dan zat gizi salah
satunya dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan. Pengolahan dengan cara
pemanasan terutama dengan cara digoreng bisa merusak beberapa vitamin
terutama vitamin C karena mudah teroksidasi (Almatsier 2001). Hal ini diduga
yang menjadi peyebab rendahnya kontribusi vitamin C pada makanan jajanan
terutama makanan jajanan digoreng. Kesimpulannya adalah frekuensi jajan,
pemilihan makanan jajanan, jumlah kebutuhan energi dan zat gizi per individu,
dan cara pengolahan makanan merupakan fakto-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya kontribusi energi dan zat gizi pada makanan jajanan.
Hubungan Preferensi Jajan dengan Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Pemilihan makanan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hasil
penelitian Poverawati et al. (2008) menggambarkan preferensi sampel laki-laki
dan perempuan terhadap jenis makanan agar-agar berbeda secara bermakna.
Sebanyak 23 sampel laki-laki dan 14 sampel perempuan menyukai jenis
makanan ini. Artinya tingkat kesukaan pada jenis makanan tertentu ada yang
didominani oleh laki-laki atau perempuan. Keadaan ini sangat dikhawatirkan
mengingat tingginya kebutuhan gizi bagi anak usia sekolah. Salah satu cara
untuk mencukupi kebutuhan gizi adalah dengan cara mengonsumsi makanan
yang beragam selain bergizi dan berimbang. Untuk mengonsumsi makanan yang
beragam berarti mengonsumsi aneka jenis makanan tanpa ada yang didominani
termasuk makanan pada makanan jajanan. Makanan jajanan merupakan salah
satu jenis camilan yang bisa dijadikan alternatif makanan sumber energi dan zat
gizi. Alasannya karena makanan jajanan ini umumnya terdiri atas bahan pangan
sumber energi dan zat gizi (protein) (Kementrian Agama RI 2012).
Energi dan protein merupakan dua dari sekian banyak zat gizi yang
diperlukan oleh anak usia sekolah terutama dalam proses pertumbuhan
(perubahan ukuran dan komposisi tubuh) (Barasi 2007). Ukuran dan komposisi
tubuh yang tidak ideal (kurus, kegemukan, dan overweight) merupakan masalah
serius yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh sebab itu diperlukan informasi
mengenai tingkat preferensi jajan mengingat makanan jajanan bisa dijadikan
alternatif dalam pemenuhan energi dan zat gizi yang berguna untuk
pertumbuhan anak usia sekolah.
59
Sebagian besar kebutuhan gizi pada usia kanak-kanak umumnya sama
antara anak laki-laki dan perempuan, peningkatan hanya sedikit antara usia yang
lebih muda (4 sampai 6 tahun) dan usia yang lebih tua (7 sampai 10 tahun).
Tetapi peningkatan kebutuhan gizi akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Berdasarkan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia maka tingkat
kecukupan antara laki-laki dan perempuan dimulai pada usia 10 tahun. Artinya
jumlah zat gizi yang dibutuhkan berbeda antar jenis kelamin dan usia. Perbedaan
kebutuhan ini bisa disebabkan oleh aktifitas dan komposisi tubuh (Barasi 2007).
Tabel 22 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan
preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin. Bakso
goreng, chicken nugget, cireng isi ayam, dan tempe goreng merupakan makanan
jajanan yang paling tinggi disukai (sangat suka dan suka) baik laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan tingginya tingkat persentase terhadap preferensi
perjenis kelamin maka laki-laki umumnya memiliki tingkat persentase paling
tinggi dibandingkan perempuan. Sebanyak 12 jenis makanan jajanan yang
ditanyakan hanya lima jenis makanan jajanan (batagor, cireng isi abon, cireng isi
sapi, cireng isi ayam, dan tempe goreng) yang paling tinggi persentase disukai
perempuan sisanya disukai oleh laki-laki.
Tingginya persentase kesukaan laki-laki terhadap makanan jajanan
diduga kebutuhan kalori yang dibutuhkan akibat aktifnya laki-laki terutama dalam
bermain dan berolahraga dibandingkan dengan perempuan. Makanan jajanan
merupakan salah satu camilan yang padat energi yang bisa membantu
memenuhi kebutuhan energi. Oleh sebab itu laki-laki lebih banyak menyukai jenis
camilan ini. Tetapi berdasarkan komposisi bahan olahanya perempuan cendrung
memilih makanan yang lengkap dan tinggi mengandung sumber energi, protein,
dan zat besi dibandingkan laki-laki terutama pada ke lima jenis makanan jajanan
yang paling tinggi disukai apabila dilihat dari kelompok sumber pangannya.
Hasil uji Correlations-Spearman menggambarkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan preferensi terhadap jenis
makanan jajanan (P>0.05). Artinya tidak ada hubungan apakah laki-laki atau
perempuan yang lebih menyukai setiap jenis makanan jajanan. Hal ini
menunjukkan tingkat kesukaan contoh terhadap jajan pada makanan jajanan
sulit diubah meskipun kebutuhan gizi berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada setiap jenis makanan jajanan baik contoh
laki-laki dan perempuan menyukai camilan yang dibuktikan dengan tingginya
60
contoh menyukai setiap jenis makanan jajanan mencapai di atas 50%. Hal ini
sesuai dengan penelitian di Spayol yang menyatakan anak-anak cendrung
menyukai makanan sumber karbohidrat dan protein dibandingkan makanan yang
kaya akan serat (Rodrigo et al. 2003). Situasi ini bisa diduga karena
ketidaktahuan contoh terhadap kebutuhan gizi. Preferensi contoh terhadap
makanan jajanan di sekolah bisa dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan teman
sebaya (Sumarwan 2011). Artinya anak-anak akan mengonsumsi camilan yang
sama dengan teman mereka. Akibatnya jenis camilan yang dikonsumsi tidak ada
yang didominani baik laki-laki maupun perempuan.
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan
camilan menurut jenis kelamin
Camilan Jenis
Kelamin
Tingkat Kesukaan Total P-
Value (r)
1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso goreng
Laki-laki 16 40.0 21 52.5 2 5.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.427 (0.090) Perempuan 15 37.5 17 42.5 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100
chicken nugget
Laki-laki 22 55.0 10 25.0 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.940 (0.009) Perempuan 15 37.5 15 37.5 6 15.0 2 5.0 2 5.0 40 100
Cireng isi ayam
Laki-laki 13 32.5 16 40.0 10 25.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.143 (0.091) Perempuan 19 47.5 13 32.5 3 7.5 5 12.5 0 0.0 40 100
Tempe goreng
Laki-laki 12 30.0 18 45.0 9 22.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.423 (-0.091) Perempuan 16 40.0 15 37.5 9 22.5 0 0.0 0 0.0 40 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p>0.05 (tidak signifikan); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 4
Uang Jajan
Uang jajan merupakan bagian dari uang saku yang diperoleh dari orang
tua/wali yang digunakan untuk membeli makanan jajanan. Besar uang jajan
mempengaruhi pemilihan dan pembelian anak terhadap makanan jajanan. Anak
yang memiliki uang jajan rendah akan sulit untuk menentukan kualitas maupun
kuantitas jenis camilan. Menurut Sumarwan (2011) pendapatan seseorang akan
menentukan daya beli yang selanjutnya akan mempengaruhi pola konsumsi.
Artinya akan ada perbedaan terhadap tingkat preferensi seseorang terhadap
jenis makanan jajanan akibat besar kecilnya uang saku. Oleh sebab itu perlu
diketahui tingkat kesukaan pada makanan jajanan terhadap besar kecilnya uang
jajan siswa.
61
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan
Camilan Uang Jajan (Rupiah)
Tingkat Kesukaan Total
P- Value
(r) 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso Goreng
Rendah 16 51.6 12 38.7 2 6.5 1 3.2 0 0 31 100
0.230 (0.136)
Sedang 8 32 10 40 6 24 1 4 0 0 25 100
Tinggi 5 27.8 12 66.7 1 5.6 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 4 66.7 0 0 0 0 0 0 6 100
Cireng Isi Ayam
Rendah 12 38.7 9 29 8 25.8 2 6.5 0 0 31 100
0.379
(-0.100)
Sedang 10 40 10 40 3 12 2 8 0 0 25 100
Tinggi 6 33.3 8 44.4 2 11.1 2 11.1 0 0 18 100
Sangat Tinggi 4 66.7 2 33.3 0 0 0 0 0 0 6 100
Onde-onede
Rendah 7 22.6 14 45.2 10 32.3 0 0 0 0 31 100
0.948 (0.007)
Sedang 5 20 6 24 10 40 3 12 1 4 25 100
Tinggi 5 27.8 8 44.4 5 27.8 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100
Tempe Goreng
Rendah 13 41.9 10 32.3 8 25.8 0 0 0 0 31 100
0.895 (-0.015)
Sedang 7 28 10 40 7 28 1 4 0 0 25 100
Tinggi 5 27.8 10 55.6 3 16.7 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 3 50 3 50 0 0 0 0 0 0 6 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p>0.05 (tidak signifikan); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 5
Tabel 23 di atas mengambarkan tingkat sebaran contoh berdasarkan
preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan.
Bakso goreng, tempe goreng, dan cireng isi ayam merupakan tiga dari sekian
makanan jajanan dengan persentase teratas yang disukai oleh contoh apabila
dijumlahkan berdasarkan kategori uang jajan (sangat rendah sampai sangat
tinggi) pada setiap jenis makanan jajanan. Apabila dilihat perkalsifikasi uang
saku maka bakso goreng, tempe goreng, cireng isi ayam, dan tempe goreng
merupakan jenis camilan dengan persentase paling tinggi mencapai 100%
disukai (sangat suka dan suka) pada kategori uang jajan contoh sangat tinggi.
Namun dapat disimpulkan sebagian besar contoh pada berbagai kategori uang
jajan menyatakan menyukai semua camilan yang dibuktikan dengan tingginya
tingkat kesukaan contoh berdasarkan kalsifikasi uang jajan pada setiap jenis
makanan jajanan mencapai lebih besar atau sama dengan 50%. Meskipun pada
onde-onde contoh yang memiliki uang saku berada pada kategori sedang hanya
menyukai sekitar 44.0% dari total contoh yang berada pada kategori uang saku
sedang. Artinya tidak ada perbedaan yang menonjol antar klasifikasi uang jajan
62
dengan preferensi jajan pada makanan jajanan yang dipilih. Hal ini dikuatkan
hasil uji Correlations-Spearman yang menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara klasifikasi uang jajan terhadap preferensi pada makanan
jajanan (P>0.05).
Hasil observasi yang dilakukakan harga jenis camilan yang digoreng
umunya dipatok Rp500/porsi. Sedangkan hasil penelitian rata-rata uang jajan
contoh berdasarkan Tabel 14 berkisar Rp2,294.00±913 dan SD C1 berada pada
kategori uang jajan terendah berkisar Rp1,788±351. Keadaan ini dapat kita
simpulkan uang jajan contoh lebih besar dari harga setiap jenis makanan
jajanan. Artinya anak-anak memiliki kemampuan untuk membeli makanan
jajanan. Menurut Khomsan (2002) jajan bagi anak digunakan untuk
meningkatkan rasa gengsi dimata teman sebayanya dan sering digunakan untuk
menggambarkan status ekonomi (Almatsier 2003). Biasanya anak akan
melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebaya termasuk dalam hal menyukai
dan membeli makanan apalagi didukung dengan kemampuan daya beli. Besar
uang jajan yang ditunjukkan dengan kemampuan daya beli akan mempengaruhi
frekuensi jajan (Yufilda 2001). Hal ini diduga yang menyebabkan preferensi
contoh terhadap makanan jajanan sulit diubah dan setiap kelompok pada
kalsifikasi uang jajan menyukai camilan yang sama (tidak ada yang mendominasi
jenis jajanan) meskipun uang jajan contoh berada pada rentang sangat rendah
sampai sangat tinggi. Akibatnya tidak ada hubungan yang signifikan antara uang
jajan dengan preferensi jajan contoh.
Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesukaan
seseorang terhadap makanan. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan
selera dan merek (Sumarwan 2011). Menurut Gibney et al. (2008) faktor
kebiasaan makan dan pengalamam makan mempengaruhi populasi dalam
memilih makanan dari pada faktor genetik. Faktor umur pada seseorang
menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu.
Berdasarkan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia maka tingkat
kecukupan antara laki-laki dan perempuan dimulai pada usia 10 tahun. Artinya
jumlah zat gizi yang dibutuhkan berbeda antar jenis kelamin dan usia tertentu.
Perbedaan kebutuhan ini bisa disebabkan oleh aktifitas dan komposisi tubuh
(Barasi 2007). Tetapi hasil penelitian Proverawati et al. (2008) perbedaan
63
preferensi jajan siswa sudah terlihat pada usia lebih dini (usia taman kanak-
kanak) yang mana terdapat hubungan yang signifikan terutama pada jenis
makanan jajanan, seperti: agar-agar, sate telur puyuh, krekes goreng, dan sus isi
sayuran. Oleh sebab itu pentingnya memahami preferensi jajan siswa pada usia
lebih dini perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan pola makan anak umumnya
mempengaruhi pola makan mereka pada saat diusia dewasa.
Tabel 24 di bawah mengambarkan tingkat sebaran contoh berdasarkan
preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori usia. Bakso
goreng dan cireng isi ayam merupakan dua dari sekian makanan jajanan dengan
persentase teratas yang disukai oleh contoh apabila dijumlahkan beradasarkan
kategori usia 9 tahun dan lebih besar atau sama dengan 12 tahun. Berdasarkan
kalsifikasi usia maka tahu goreng dan risoles merupakan jenis makanan jajanan
dengan persentase paling tinggi disukai mencapai 100% (sangat suka dan suka)
pada kategori usia 9 tahun dan sampai lebih kecil dari 10 tahun. Sebagian besar
contoh pada berbagai kategori usia umumnya menyukai semua camilan yang
dibuktikan dengan tingginya tingkat kesukaan contoh pada setiap kalsifikasi usia
mencapai lebih besar atau sama dengan 50%. Artinya tingkat kesukaan secara
umum pada camilan ini tidak ada perbedaan yang menonjol antar klasifikasi usia
terhadap jenis camilan yang dipilih.
Berdasarkan Tabel 20 rasa (pedas, asin, gurih, dan manis) pada
makanan diduga faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesukaan contoh. Hal
ini terlihat pada tingginya total persentase contoh memilih rasa sebagai alasan
mereka menyukai makanan jajanan dibandingkan faktor yang ada, contohnya
terlihat pada jenis camilan dengan persentase teratas yang mana faktor karena
rasa merupakan sebagai alasan contoh mencapai 46.3% (bakso goreng) dan
65.0% (cireng isi ayam). Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Wiharta (1982)
anak-anak umumnya menyukai setiap jenis makanan jajanan dengan rasa manis
dan ada juga anak yang menyukai rasa asin. Artinya setiap anak memiliki naluri
tersendiri terhadap makanan jajanan yang disukai atau tidak.
Faktor harga, tekstur, dan bentuk pada bakso goreng merupakan
beberapa faktor dengan persentase tertinggi selain rasa apabila dibandingkan
dengan faktor yang ada pada Tabel 20. Berdasarkan observasi bakso goreng
merupakan makanan yang disajikan dalam bentuk yang menarik dan
menggunakan tusukan seperti sate sehingga memudahkan contoh dalam
mengonsumsinya. Keadaan yang menarik merupakan faktor penyebab contoh
64
dalam menyukai makanan jajanan (Proverawati et al. 2008). Tekstur yang sesuai
dengan keinginan contoh (liat dan kenyal) merupakan faktor yang mempengaruhi
tingginya persentase kesukaan terhadap cireng isi ayam. Beberapa situasi di
atas diduga mempengaruhi tingginya contoh menyukai jenis camilan seperti
bakso goreng dan cireng isi ayam
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan
camilan menurut usia
Camilan Usia
(Tahun)
Tingkat Kesukaan Total P-
Value (r)
1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso Goreng
9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100
0.093 (0.189)
10-<11 13 44.8 12 41.4 4 13.8 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 8 40.0 9 45.0 3 15.0 0 0.0 0 0.0 20 100
≥12 6 23.1 17 65.4 2 7.7 1 3.8 0 0.0 26 100
Batagor
9-<10 2 40.0 2 40.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.024* (0.252)
10-<11 12 41.4 10 34.5 7 24.1 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 9 45.0 7 35.0 2 10.0 0 0.0 2 10.0 20 100
≥12 6 23.1 6 23.1 9 34.6 5 19.2 0 0.0 26 100
Cireng Isi Ayam
9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100
0.082 (0.195)
10-<11 10 34.5 14 48.3 4 13.8 1 3.4 0 0.0 29 100
11-<12 12 60.0 5 25.0 1 5.0 2 10.0 0 0.0 20 100
≥12 6 23.1 10 38.5 8 30.8 2 7.7 0 0.0 26 100
Risoles
9-<10 4 80.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.014* (0.274)
10-<11 6 20.7 14 48.3 9 31.0 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 3 15.0 9 45.0 7 35.0 1 5.0 0 0.0 20 100
≥12 3 11.5 11 42.3 11 42.3 1 3.8 0 0.0 26 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan
persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p*<0.05 (bermakna); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 6
Menurut Yusuf et al. (2008) bentuk, tekstur, dan warna yang sesuai
dengan keadaan standar akan mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang.
Artinya makanan harus disajikan dalam bentuk standar seperti bakso berbentuk
bulat harus disajikan dalam bentuk bulat begitu juga pada jenis makanan jajanan
yang lain. Berdasarkan paparan di atas setiap makanan memiliki karakteristik
tersendiri untuk menarik konsumen. Artinya setiap karakteristik pada makanan
jajanan ada yang berpengaruh dan sebaliknya. Tetapi untuk menilai karakteristik
standar pada makanan sangat dipengaruhi oleh situasi sebelumnya. Sehingga
bisa saja setiap individu memiliki penilaian yang berbeda terhadap jenis
makanan jajanan yang sama.
65
Menurut Sumarwan (2011) faktor yang mempengaruhi preferensi pangan
anak adalah lingkungan (orang tua, teman, dan media masa) dan karakteristik
makanan itu sendiri. Sehingga apa yang dikonsumsi orang tua dan teman
sebaya akan disukai anak. Tahu goreng dan risoles merupakan makanan jajanan
yang sering ditemui di lingkungan dan dikonsusmi oleh orang yang ada di sekitar
contoh. Usia anak sekolah merupakan usia yang rentan sekali menerima
stimulus dari luar. Artinya mereka mudah sekali menerima dan meniru apa yang
dilakukan berdasarkan pengamatan mereka dalam kehudupan sehari-hari
khususnya orang tua. Menurut Lickona (2007), diacu dalam Megawangi (2009)
anak usia pada usia 8.5 sampai 14 tahun tergolong fase Peer-orientid Morality
(Memenuhi harapan lingkungan) yang mana orang tua merupakan orang yang
bijak dan perlu untuk diikuti nasehatnya. Sedangkan Sumarwan (2011)
pembentukan sikap dan preferensi makan tidak hanya dipengaruhi oleh orang
tua. Hal ini disebabkan anak usia sekolah memiliki karakter yang sangat mudah
terpengaruh oleh teman sekolah, media massa, dan program pemasaran
berbagai produk makanan lainnya. Artinya mereka belum menjadi konsumen
yang kritis. Akibatnya anak-anak akan menyukai jenis camilan yang disukai
teman maupun orang tuanya. Situasi ini diduga yang menyebabkan contoh
diusia 9 tahun dan lebih kecil dari 10 tahun lebih menyukai tahu goreng dan
risoles. Sehingga dapat kita simpulkan semakin muda usia akan semakin mudah
menerima dan terpengaruh oleh lingkungan sekitar salah satunya dalam
pemilihan makanan jajanan.
Hasil uji Correlations-Spearman menggambarkan tidak terdapat
hubungan nyata antara usia dengan preferensi terhadap makanan jajanan
secara umum (P>0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kategori
usia terhadap preferensi jajan pada setiap jenis makanan jajanan secara umum
meskipun ada beberapa jenis makanan jajanan yang banyak disukai pada
kategori usia tertentu. Keadaan ini diduga rentang usia yang tidak terlalu jauh
dan berada pada siklus yang sama (usia sekolah). Sehingga dari kebutuhan zat
gizi tidak jauh berbeda dan berdampak pada pola konsumsi yang sama. Menurut
Sumarwan (2011) siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usia
sedangkan konsumen yang berbeda usia akan mengonsumsi produk dan jasa
yang berbeda. Pada penelitian ini siklus usia yang menjadi sampel pada
umumnya tergolong pada anak usia sekolah (6-12 tahun) meskipun ada yang di
66
atas 12 tahun (12 tahun 4 bulan). Artinya usia responden yang menjadi sampel
masih dan tidak terlalu jauh pada siklus yang sama yaitu usia sekolah.
Hasil penelitian lainnya terutama pada batagor (p=0.037, r=0.252), dan
risoles (p=0.014, r=0.274) menggambarkan ada hubungan yang signifikan
(p<0.05). Artinya ada hubungan antara kategori usia yang berbeda terhadap
tingkat preferensi jajan contoh terutama dalam memilihan makanan jajanan
khususnya batagor dan risoles. Pada Tabel 22 di atas menunjukkan semakin
bertambah usia tingkat kesukaan contoh tehadap risoles semakin rendah
(rendah persentasenya). Keadaan ini mengindikasikan semakin bertambah usia
seseorang semakin tidak menyukai risoles. Berbeda dengan batagor meskipun
pada umumnya semakin bertambah usia contoh mengalami penurunan tetapi
pada usia 11 tahun dan lebih kecil dari 12 tahun contoh yang menyukai batagor
mencapai 80.0%. Keadaan ini menunjukkan adanya perubahan nafsu makan
pada contoh.
Di usia sekolah anak-anak masih mengalami pertumbuhan yang ditandai
adanya perubuhan ukuran tubuh dan komposisi tubuh (Barasi 2007). Bukti nyata
contoh masih dalam proses pertumbuhan bisa dilihat dari pola konsumsi batagor
dan risoles yang mana pada kategori usia tertentu ada contoh yang menyukai
jajanan ini sangat banyak dan sebaliknya. Situasi ini disebabkan masa
pertumbuhan akan menyebabkan nafsu makan berubah-ubah karena laju
pertumbuhan berubah-ubah pula (Barasi 2007). Hal ini diduga yang meyebabkan
adanya hubungan yang ditandai penurunan dan peningkatan jumlah contoh
menyukai batagor dan risoles pada kategori pada usia tertentu.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar dari
pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga
(Sukandar 2007). Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang
dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Tingkat pengetahuan gizi
seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan
yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan gizi yang bersangkutan (Suhardjo
1996, diacu dalam Sukandar 2007).
Tabel 25 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan
preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut tingkat pengetahuan
67
gizi. Bakso goreng dan cireng isi ayam merupakan jenis makanan jajanan yang
paling banyak disukai (sangat suka dan suka) contoh pada berbagai tingkat
pengetahuan gizi. Berdasarkan observasi bakso goreng disajikan sangat menarik
dengan tusukan sehingga memudahkan contoh untuk memegang pada saat
mengonsumsinya. Menurut Proverawati (2008) tampilan yang menarik akan
mempengaruhi tingkat kesukaan contoh. Penampakan merupakan salah satu
karakteristik pada makanan yang bisa mempengaruhi tingkat kesukaan pada
anak selain harga, rasa, dan kemasan (Sumarwan 2011). Cireng isi ayam
merupakan jenis camilan tradisional yang sering dijumpai di masyarakat dan di
lingkungan sehingga contoh sudah biasa dalam mengonsumsinya. Faktor
kebiasaan diyakini mempengaruhi tingkat kesukaan tidak terkecuali pada
makanan. Tradisi, kepercayaan, dan nilai-nilai merupakan bagian dari faktor
utama yang mempengaruhi kesukaan, cara menyiapkan makanan, menyajikan
makanan, dan status gizi terutama dalam pola makan (Gibney et al. 2008).
Pernyataan-peryataan di atas diduga yang mempengaruhi banyaknya contoh
menyukai bakso goreng dan cireng isi ayam.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan
camilan menurut pengetahuan gizi
Camilan Pengetahuan
Gizi
Tingkat Kesukaan Total
P- Value
(r) 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso Goreng
Baik 2 15.4 7 53.8 4 30.8 0 0.0 0 0.0 13 100
Sedang 14 36.8 21 55.3 2 5.3 1 2.6 0 0.0 38 100 (0.039)* (0.231)
Buruk 15 51.7 10 34.5 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100
Cireng Isi Ayam
Baik 7 53.8 6 46.2 0 0.0 0 0.0 0 0.0 13 100 0.003* (0.314)
Sedang 18 47.4 13 34.2 3 7.9 4 10.5 0 0.0 38 100
Buruk 7 24.1 10 34.5 10 34.5 2 6.9 0 0.0 29 100
Bakwan
Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100 0.906
(-0.013) Sedang 12 31.6 12 31.6 11 28.9 2 5.3 1 2.6 38 100
Buruk 6 20.7 10 34.5 10 34.5 1 3.4 2 6.9 29 100
Risoles
Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100 0.668
(-0.049) Sedang 10 26.3 17 44.7 11 28.9 0 0.0 0 0.0 38 100
Buruk 5 17.2 13 44.8 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100
*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p*<0.05 (bermakna); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 7
Berdasarkan tingkat pengetahuan gizi maka cireng isi ayam merupakan
jenis makanan jajanan dengan persentase paling tinggi disukai mencapai 100%
(sangat suka dan suka) pada kategori tingkat pengetahuan gizi baik kecuali pada
68
onde-onde, cireng isi abon, bakwan, dan risoles umumnya contoh yang
menyukai tidak sampai separuh (<50%). Dapat disimpulkan sebagian besar
contoh pada berbagai kategori tingkat pengetahuan gizi menyukai semua
camilan pada makanan jajanan yang dibuktikan dengan tingginya tingkat
kesukaan contoh pada setiap kategori mencapai lebih besar atau sama dengan
50%. Situasi ini dibuktikan dengan hasil uji Correlations-Spearman
menggambarkan tidak terdapat hubungan nyata antara pengetahuan gizi dengan
preferensi terhadap makanan jajanan pada umumnya (p>0.05) kecuali pada
bakso goreng dan cireng isi ayam (p<0.05). Hal ini diduga karena preferensi
contoh sulit diubah meskipun pengetahuan gizi bertambah. Artinya contoh yang
memiliki pengetahuan gizi baik, gizi sedang, dan gizi buruk secara umum tidak
ada hubungan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan pada jenis camilan
tertentu kecuali bakso goreng (p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003,
r=0.314). Nilai p<0.05 menunjukkan korelasi antara tingkat preferensi jajan
dengan pengetahuan gizi terhadap makanan jajanan bakso goreng dan cireng isi
ayam bermakna. Artinya ada hubungan antara kategori tingkat pengetahuan gizi
yang berbeda terhadap tingkat preferensi contoh terutama dalam pemilihan
makanan jajanan seperti bakso goreng dan cireng isi ayam.
Cireng isi ayam merupakan salah satu makanan jajanan yang berbahan
dasar tepung sagu dan daging ayam. Sehingga jenis camilan ini tergolong
makanan sumber karbohidrat dan protein. Karbohidrat dan protein merupakan
zat gizi sebagai sumber energi dan zat pembangun untuk tubuh kita. Seseorang
yang mengetahui akan pentingnya makanan terutama untuk kesehatan akan
memperhatikan, memilih, dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Menurut
Khomsan (2000) tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi
keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan gizi yang baik bisa
menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk
(Suhardjo 1988, diacu dalam Sukandar 2007). Keadaan ini diduga yang
mempengaruhi banyaknya contoh menyukai cireng isi ayam terutama dengan
tingkat pengetahuan gizi baik karena mengetahui fungsi makanan sebagai
penghasil energi dan zat gizi yang berguna bagi kesehatan. Berbeda dengan uji
statistik menunjukkan terdapat hubungan yang nyata negatif antara pengetahuan
gizi dengan preferensi jajan terhadap bakso goreng (p=0.039, r=-0.231), artinya
semakin baik pengetahuan gizi maka contoh semakin tidak menyukai bakso
69
goreng. Hal ini diduga dengan semakin baiknya pengetahuan gizi contoh maka
semakin beranekaragam pula pilihan terhadap jenis camilan digoreng dan
berakibat pada menurunnya kesukaan terhadap bakso goreng.
Hubungan Preferensi Jajan dengan Frekuensi Jajan Contoh
Pentingnya mengetahui hubungan antara preferensi jajan dengan
frekuensi jajan bertujuan untuk melihat kebiasaan makan seseorang. Kebiasaan
makan tidak lepas dari aspek budaya dan lingkungan di mana seseorang berada.
Menurut Gibney et al. (2008) ada bukti yang menunjukkan bahwa tradisi,
kepercayaan, dan nilai-nilai merupakan sebagian dari faktor utama yang
mempengaruhi kesukaan, cara menyiapkan makanan, menyajikan makanan, dan
status gizi terutama dalam pola makan.
Anak usia sekolah umumnya masih berada pada masa pertumbuhan
yang memerlukan asupan gizi yang optimal. Dengan demikian sangat perlu untuk
melihat kebiasaan makan siswa terutama dalam mengonsumsi makanan jajanan.
Tabel 26 di bawah menggambarkan hubungan antara preferensi jajan terhadap
frekuensi jajan contoh berkorelasi positif dan signifikan (P<0.05) pada batagor
(p=0.002, r=0,344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016,
r=0.270), dan risoles (p=0.000, r=0.397) yang menunjukkan bahwa korelasi
antara preferensi jajan dengan frekuensi jajan adalah bermakna dengan arah
korelasi yang positif. Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan mempengaruhi
frekuensi seseorang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati
(2010) yang membuktikan ada hubungan antara preferensi dengan frekuensi.
Tabel 26 Hubungan preferensi jajan dengan frekuensi jajan contoh
Correlation Spearman's Batago
r Chicken Nugget
Cireng Isi Abon
Risoles
Batagor Sig. (2-tailed) 0.002*
Chicken Nugget
Sig. (2-tailed)
0.045*
Cireng Isi Abon Sig. (2-tailed)
0.016*
Risoles Sig. (2-tailed)
0.000* *Data yang disajikan adalah data jajanan dengan nilai p*<0.05 (bermakna); data lainnya
bisa dilihat pada lampiran 11
70
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Besar keluarga contoh tergolong kategori sedang (65,5%) dan paling
banyak di SD P2 mencapai 72.7% dengan jumlah anggota keluarga lima sampai
tujuh orang. Pendidikan ayah dan ibu umumnya berada di sebaran tidak/belum
tamat SD sampai SMA/setara dan hanya 1.3% (bapak) dan 2.5% (ibu) berada
pada perguruan tinggi. Sebagian besar pendapatan orang tua berada pada
kategori sedang (48.8%) dan paling banyak di SD P1 dan SD P2 mencapai
53.1% dan 50.0%. Karakteristik keluarga contoh tidak berbeda secara signifikan
(p>0.05)
Contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 siswa.
Uang jajan contoh berkisar Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000
dan lebih banyak berada pada kategori rendah berkisar Rp1,000 dan lebih kecil
dari Rp2,000 dengan total mencapai 38.8% (88.5% di SD C1). Rentang usia
contoh sebagian besar berada pada rentang 10 tahun dan lebih kecil dari 11
tahun mencapai 36.3%. Pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada
kategori sedang (47.5%) dengan hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD
P2 (71.13) tergolong kategori sedang dan lebih tinggi dibandingkan dengan SD
P1 dan SD C1. SD C1 tergolong tingkat pengetahuan gizi buruk (53.26).
Karakteristik contoh tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) kecuali pada uang
jajan (p=0.000) dan pengetahuan gizi (p=0.001).
Makanan jajanan bisa diperoleh dengan harga Rp500 per porsi dengan
bentuk yang divariasikan sedemikan rupa, seperti: berbentuk “love”, berbentuk
tabung, berbentuk bulat, berbentuk pipih, berbentuk segi empat, dan berbentuk
menyerupai kue kroket. Tekstur, warna, suhu, dan rasa tidak diperhatikan oleh
penjual dengan baik sehingga berdampak pada tekstur yang kasar, warna yang
kecoklatan dan kehitaman, suhu yang dingin, dan rasa asin meskipun dari segi
preferensi pasti berbeda antar individu. Hal ini harus diperhatikan mengingat
pengolahan sangat mempengaruhi kualitas gizi dari makanan.
Tingkat kesukaan (suka dan sangat suka) contoh terhadap semua
makanan jajanan sangat tinggi mencapai di atas 50.0%, jika dibedakan
perkategori tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka) cireng isi abon dan
bakwan adalah jenis makanan jajanan dengan persentase paling tinggi tidak
disukai contoh. Persentase total contoh paling tinggi menyukai (sangat suka dan
suka) bakso goreng mencapai 86.3% dan chicken nugget mencapai 77.6%,
71
sedangkan cireng isi abon mencapai 15.1% dan bakwan mencapai 8.8%
merupakan jenis makanan jajanan yang paling tinggi persentase total contoh
tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka). Faktor harga dan rasa merupakan
dua dari sekian banyak faktor yang paling dominan menjadi alasan contoh
menyukai maupun sebaliknya pada setiap jenis makanan jajanan. Tekstur, zat
gizi, dan bentuk pada makanan jajanan dan adanya karena kebiasaan contoh
terhadap jenis makanan jajanan yang bisa disebabkan karena budaya
merupakan beberapa faktor yang diyakini mempengaruhi tinggi atau rendahnya
tingkat kesukaan contoh.
Setiap makanan jajanan memiliki karakteristik tersendiri untuk menarik
konsumen. Maksudnya setiap karaktersitik pada makanan jajanan ada yang
berpengaruh dan sebaliknya, intinya makanan jajanan harus disajikan dalam
bentuk standar. Untuk bisa menilai karakteristik standar pada makanan setiap
individu dipengaruhi oleh situasi sebelumnya. Sehingga bisa saja antar individu
memiliki penilaian yang berbeda terhadap jenis makanan jajanan yang sama.
Akibatnya pada kasus makanan tertentu ada contoh yang suka dan tidak suka
pada makanan yang sama. Berdasarkan uji beda sebagian besar jenis makanan
jajanan yang disukai contoh di setiap sekolah tidak berbeda nyata kecuali pada
bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007) yang mana SD P1 paling tinggi
persentase suka terhadap kedua jenis makanan jajanan ini dibandingkan dengan
SD P2 dan SD C1.
Total persentase tingkat frekuensi (sering dan sangat sering) jajan contoh
terhadap semua jenis makanan jajanan rendah jika dibandingkan dengan tingkat
preferensi hanya mencapai mencapai 20.1% paling tinggi. Bakwan (17.5%) dan
bakso goreng (20.1%) merupakan beberapa jenis makanan jajanan camilan yang
sering (sering dan sangat sering) dibeli. Batagor dan cireng isi sapi merupakan
beberapa jenis makanan jajanan dengan total persentase tertinggi jarang dibeli
(sangat jarang dan tidak pernah sama sekali) mencapai 72.5% dan 67.5%. Uji
statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar tingkat frekuensi
jajan contoh pada bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021) yang mana SD
P2 paling tinggi persentase frekuensi jajan terhadap kedua jenis makanan
jajanan ini dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1.
Kontribusi energi dan zat gizi terhadap kecukupan dari gizi makanan
jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan sekolah di SD
P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5% untuk
72
kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya kontribusi
energi dan zat gizi di SD P2 diduga akibat tingginya frekuensi jajan contoh yang
sangat tinggi yang mana berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang
nyata antara frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD
P2 Lebih tinggi persentase jajannya. Sedangkan total rata-rata kontribusi energi
dan zat gizi di sekolah secara keseluruhan mencapai 44% untuk energi, 68.9%
untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2% untuk zat besi, dan 5.6% untuk
vitamin C.
Hasil uji Correlations-Spearman’s terdapat hubungan nyata antara
makanan jajanan dengan karakteristik individu, seperti: usia dan pengetahuan
gizi. Korelasi antara usia dengan preferensi jajan pada pada batagor (p=0.037,
r=0.252) dan risoles (p=0.014, r=0.274) adalah bermakna. Hasil penelitian
diperoleh nilai signifikan (p<0.05) pada tingkat pengetahuan gizi yang
menunjukkan korelasi antara preferensi dengan makanan jajanan bakso goreng
(p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314) adalah bermakna.
Nilai r=-0.231 (bakso goreng) dan nilai r=0.0314 (cireng isi ayam) dengan
preferensi menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dan positif. Artinya, semakin
tinggi tingkat pengetahuan gizi pada seseorang akan mempengaruhi tingginya
tingkat kesukaan terhdap cireng isi ayam dibandingkan dengan bakso goreng.
Sementara ada hubungan yang signifikan antara tingkat preferensi contoh
dengan frekuensi terhadap makanan jajanan seperti batagor (p=0.002, r=0.344),
chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), dan
risoles (p=0.000, r=0.397) yang menunjukkan bahwa korelasi antara preferensi
jajan dengan frekuensi jajan adalah bermakna dengan arah korelasi yang positif.
Saran
Preferensi makanan jajanan anak sebaiknya diarahkan untuk
mengonsumsi makanan jajanan yang aman dan bergizi. Hal ini terlihat pada
rendahnya kontribusi vitamin C dibandingkan dengan kontribusi zat gizi lainnya
seperti zat besi. Padahal ada hubungan antara vitamin C dengan zat besi
terutama dalam proses absorbsi yang mana proses absorbsi zat besi akan baik
jika ada vitamin C dan sebaliknya. Peran orang tua dan guru sangat diperlukan
untuk mencapai situasi di atas tidak terkecuali penjaja jajanan yang berperan
sebagai penyedia makanan jajanan.
73
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2012. Cara Jitu Meransang Nafsu Makan Anak. www. Go4healthylife. [27 Maret 2012].
______. 2011. Warna dan Efek Psikologis Terhadap Nafsu Makan. www.dokterumum [ 27 Februari 2012].
______. 2012. Uji Chi-Square (X2). http://fkm.unair.ac.id/s2k3.statistik/chiaqure. [27 Februari 2012].
______. 2012. Uji Statistik. http://sovi88.wordpress.com/2011/2012/uji-statistik. [27 Februari 2012]. ______. 2012. Ahlinya Lambung. www. Facebook.com/ ahlinya lambung/
post467379056634160. [7 Desember 2012].
______. 2003. Lokasi Bantarkambing. www. Google Map. [9 Januari 2013] [BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2006-20011.http://ntt-academia.org/Pangantt/ RAN-Gizi-Pangan-Bahasa. [30 Januari 2012].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi. Indonesia. www.bps.co.id. [8 Agustus 2012].
[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2009. Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015. www. Bkp. bangka. Go .id/ donlot/ tahan-pangan-dan-gizi-2015_datastudi.pdf. [30 Januari 2012].
[KEMENAGRI] Kementrian Agama RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Bagi Siswa RA dan MI Tahun 2012. http://mapendajatim.files.wordpress.com/2012/04/2012-pedoman-pmtas.pdf. [8 Agustus 2012].
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
_________. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Siswa Sekolah (PJAS) Nasional 2008. Bogor: Southheast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center IPB Direktorat Surveilan Penyuluhan Kemanan Pangan BPOM RI.
Barasi ME. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Bruun H et al . 2009. Adult Intake Patterns Are related to Adult and Chilhood Socioeconomic Status. The Journal of Nutrition. 19.13341.
Candraningsih F, Sumarwan U. 1996. Preferensi dan Persepsi Konsumen Terhadap Makanan Tradisional Sunda. Media Gizi dan Keluarga: XX(1): 53-60.
Forum Koordinasi PMT-AS Tingkat Pusat. 1997. Pedoman Pelatihan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Tingkat Desa/Kelurahan, Jakarta dalam Butar. 2005. Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Protein yang Bersumber dari Makanan Jajanan Dihubungkan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Negeri No.060923 Simpang Marindal Medan Tahun 2005. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
74
Gharib N, Rasheed P. 2011. Energy and Macronutrient Intake and Dietary Pattern Among School Children In Bahrain: A Cross-sectional Study. Nutrition Jurnal. 10:62
Gibney MJ, Margets BM, Keraney JM, Arab L. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat: Jakarta: EGC.
Gobel SY, Prawiningdyah Y, Budiminingsari RD. 2011. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 7, No 3: 112-120.
Harahap H, Puspitasari DS.1992. Pengasuhan dan Keadaan Gizi Anak dari Ibu Yang Berkerja Di Jakarta. PGM: 15:55-65.
Hartanti Y. 2006. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan dan Status Gizi Anak 1-2 tahun di Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2005. [Tesis]. Semarang: Program Studi Magister Masyarakat, Program Pasca Sarjana. Universitas Dipenogoro.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Hidayat A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi.
Hurlock E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.
Irawati A, Damanhuri, Fachruozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid Sekolah Dasar di Kota Bogor. PGM:15:21-28
Judarwanto W. 2008. Antisipasi Perilaku Makan Anak Sekolah [Terhubung Berkala] htt//www.Pdpersi.co.id dalam Rizki J. 2009. Kontribusi Makanan Jajanan, Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Serta Morbiditas Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
___________. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. www. gizi.depkes. [2 Desember 2012].
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.
______. 2002. Pangan dan Gizi [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB.
______. 2005. Pangan dan Gizi Untuk kesehatan 2. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dalam Tresnawati M. 2009. Analisis Sistem Pengolahan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2011. Penilaian Konsumsi Pangan. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Isntitut Pertanian Bogor.
75
Maghubat et al. 2011. Food Preferences and Dietary Intakes of philipino Adolescents in Metro Manila, The Philippines. Mal J Nutr. Vol. 17, No. 1:31-41.
Megawangi. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: IHF.
Mukherjee M, Chaturvedi L, Bhalwan C. 2008. Determinants of Nutritional Status of School Children. MJAFI. Vol 64:227-231.
Osei A, Pandey P, Spiro D, Nielson J, Sherstha R, Talukder Z, Quin V, Haselow N. 2010. Household Food Insecurity and Nutritional Status of Children Aged 6 to 23 Months in Kailali District of Nepal. Food and Nutrition Bulletin. Vol.31, No.4: 483-494.
Pollit E, Jacoby E, Cueto S.1996. School Breakfast and Codition Among Nutritionally At-risk Chldren in Peruvian Andes. Nutrition Revew. Vol. 54,No.4.April(ii)S22-S26 dalam Cahyaningrum F. 2005. Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Anak Pansti Asuhan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Proverawati A, Prawirohartono E, Kunjjoro T.2008. Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, dan Motivasi Dari Guru Serta Hubunganya dengan Preferensi makan Sekolah pada Anak Prasekolah di TK Universitas Muhammadiyah Purwekerto. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol 5,No 2:78-83.
Rizki J. 209. Kontribusi Makanan Jajanan, Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Serta Morbiditas Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Rodrigo P, Ribas L, Serre-majem Li, Arnceta J. 2003. Food Preference of Spanish Chlidren and Young People: The endKid Study. European Journal of Clinical Nutrition %7.Suppl 1, 545-548.
Syarifah. 2010. Kebiasaan Jajan Serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [Skripsi]. Bogor : Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sanjur D. 1982. Social and Culture Perspective In Nutrition. New York: Prntice Hall dalam Tiyas YTC. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.
______. 1982. Social And Culture Perspective In Nutrition. New York: Prntice Hall dalam Martianti. 2000. Kebiasaan Jajan dan Preferensi Terhadap Makanan Jajanan pada Mahasiswa IPB di Wilayah Dramaga, Bogor Dasar Di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.
Singarimbun M et al. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES dalam Tiyay Y. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota bogor. .[Skripsi].Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, dalam Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, dan Gizi.
76
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi (Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat). Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Susanti L. 1999. Kebiasaan Makanan dan Aktivitas Fisik dalam Hubungannya Dengan Gizi Lebih Pada Murid Taman Kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB.
Syarifah NP. 2009. Kebiasaan Jajanan serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. IPB.
Tiyas YTC. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.
Tresnawati M. 2009. Analisis Sistem Pengolahan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Hidayat A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan 1. Jakarta: Direktoral Jendral Pendidikan.
Wiharta A. 1982. Masalah Kesulitan Makan Pada anak. Cermin Dunia Kedokteran. http://www/scribid/doc/76756284/cdk-027-masalah-anak-anak/ [6 April 2012].
Winarno FG . 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Mbrio Press dalam Rosa R. 2011. Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan. [Skripsi]. Bogor, Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.
Wirakusumah E, Pranadji DK. 1989. Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). [Diktat]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Yasmin G, Madanijah S. 2010. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Terkait Gizi dan Kemananan Pangan di Jakarta dan sukabumi. Vol.5, No3: 148-157 Jurnal Gizi dan Pangan.
Yuflida. 2001. Pengetahuan, Sikap serta Praktek Konsumsi Sarapan Pagi dan Makanan Jajanan Anak Sekolah di SD PMT-AS dan SD Non PMT-AS. [Skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.
Yusuf L, Yuli A, Kasmita, Faridah A. 2008. Teknik Perancanaan Gizi Makanan. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
77
Lampiran 1. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan
Tingkat P1 P2 C1 Total P
Kesukaan n % n % n % n %
Bakso Goreng
Sangat suka 8 25 10 45.5 13 50 31 38.8
0.203
Suka 19 59.4 9 40.9 10 38.5 38 47.5
Biasa 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3
Tidak suka 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Batagor
Sangat suka 13 40.6 9 40.9 7 26.9 29 36.3
0.300
Suka 12 37.5 4 18.2 9 34.6 25 31.3
Biasa 7 21.9 4 18.2 8 30.8 19 23.8
Tidak suka 0 0 4 18.2 1 3.8 5 6.3
Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Chicken Nugget
Sangat suka 16 50 11 50 10 38.5 37 46.3
0.843
Suka 8 25 6 27.3 11 42.3 25 31.3
Biasa 7 21.9 3 13.6 3 11.5 13 16.3
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8
Sangat tidak suka 0 0 0 0 2 7.7 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Abon
Sangat suka 5 15.6 7 31.8 6 23.1 18 22.5
0.637
Suka 14 43.8 6 27.3 12 46.2 32 40
Biasa 8 25 4 18.2 6 23.1 18 22.5
Tidak suka 2 6.3 5 22.7 0 0 7 8.8
Sangat tidak suka 3 9.4 0 0 2 7.7 5 6.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Ayam
Sangat suka 13 40.6 11 50 8 30.8 32 40
0.205
Suka 17 53.1 4 18.2 8 30.8 29 36.3
Biasa 1 3.1 4 18.2 8 30.8 13 16.3
Tidak suka 1 3.1 3 13.6 2 7.7 6 7.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Sapi
Sangat suka 6 18.8 8 36.4 9 34.6 23 28.8
0.820
Suka 16 50 6 27.3 8 30.8 30 37.5
Biasa 8 25 6 27.3 7 26.9 21 26.3
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 2 7.7 5 6.3
Sangat tidak suka 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Donat
Sangat suka 7 21.9 9 40.9 7 26.9 23 28.8
0.658
Suka 13 40.6 5 22.7 11 42.3 29 36.3
Biasa 9 28.1 6 27.3 6 23.1 21 26.3
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 1 3.8 4 5
Sangat tidak suka 2 6.3 0 0 1 3.8 3 3.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Onde-onde
Sangat suka 6 18.8 8 36.4 5 19.2 19 23.8
0.424
Suka 10 31.3 7 31.8 12 46.2 29 36.3
Biasa 15 46.9 4 18.2 9 34.6 28 35
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8
Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tahu Goreng
Sangat suka 7 21.9 3 13.6 10 38.5 20 25
0.211
Suka 16 50 11 50 9 34.6 36 45
Biasa 6 18.8 5 22.7 7 26.9 18 22.5
Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8
Sangat tidak suka 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tempe Goreng Sangat suka 10 31.3 7 31.8 11 42.3 28 35
0.486 Suka 16 50 7 31.8 10 38.5 33 41.3
78
Tingkat P1 P2 C1 Total P
Kesukaan n % n % n % n %
Biasa 5 15.6 8 36.4 5 19.2 18 22.5
Tidak suka 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Sangat suka 11 34.4 5 22.7 3 11.5 19 23.8
0.027
Suka 11 34.4 9 40.9 7 26.9 27 33.8
Biasa 9 28.1 6 27.3 12 46.2 27 33.8
Tidak suka 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5
Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 2 7.7 3 3.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Risoles
Sangat suka 9 28.1 4 18.2 3 11.5 16 20
0.007
Suka 17 53.1 11 50 7 26.9 35 43.8
Biasa 6 18.8 6 27.3 15 57.7 27 33.8
Tidak suka 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
79
Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan
Karakteristik P1 P2 C1 Total
Jajanan n % n % n % n %
Bakso
Harga 18 56.3 8 36.4 9 34.6 35 43.8
Rasa 11 34.4 10 45.5 16 61.5 37 46.3
Bentuk 3 9.4 2 9.1 0 0 5 6.3
Warna 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3
Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Batagor
Harga 14 43.8 5 22.7 6 23.1 25 31.3
Rasa 16 50 14 63.6 17 65.4 47 58.8
Bentuk 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5
Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Tekstur 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Gizi 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Chicken Nugget
Harga 7 21.9 5 22.7 4 15.4 16 20
Rasa 17 53.1 13 59.1 21 80.8 51 63.8
Bentuk 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8
Warna 3 9.4 0 0 0 0 3 3.8
Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Tekstur 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5
Gizi 1 3.1 3 13.6 0 0 4 5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Abon
Harga 6 18.8 7 31.8 7 26.9 20 25
Rasa 22 68.8 11 50 18 69.2 51 63.8
Bentuk 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Tekstur 3 9.4 0 0 1 3.8 4 5
Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Ayam
Harga 4 12.5 6 27.3 11 42.3 21 26.3
Rasa 25 78.1 13 59.1 14 53.8 52 65
Bentuk 0 0 0 0 0 0 0 0
Warna 0 0 0 0 0 0 0 0
Suhu 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3
Tekstur 3 9.4 1 4.5 0 0 4 5
Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng Isi Sapi
Harga 8 25 8 36.4 10 38.5 26 32.5
Rasa 20 62.5 11 50 16 61.5 47 58.8
Bentuk 3 9.4 0 0 0 0 3 3.8
Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Suhu 0 0 0 0 0 0 0 0
Tekstur 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5
Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Donat
Harga 8 25 7 31.8 2 7.7 17 21.3
Rasa 17 53.1 10 45.5 22 84.6 49 61.3
Bentuk 5 15.6 3 13.6 1 3.8 9 11.3
Warna 0 0 0 0 0 0 0 0
Tekstur 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8
Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Ketersediaan 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
80
Karakteristik P1 P2 C1 Total
Jajanan n % n % n % n %
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Onde-onde
Harga 8 25 4 18.2 8 30.8 20 25
Rasa 17 53.1 13 59.1 16 61.5 46 57.5
Bentuk 7 21.9 4 18.2 1 3.8 12 15
Tekstur 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3
Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tahu Goreng
Harga 5 15.6 5 22.7 3 11.5 13 16.3
Rasa 18 56.3 10 45.5 20 76.9 48 60
Bentuk 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3
Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Tekstur 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8
Gizi 2 6.3 4 18.2 0 0 6 7.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tempe Goreng
Harga 5 15.6 1 4.5 1 3.8 7 8.8
Rasa 18 56.3 15 68.2 23 88.5 56 70
Bentuk 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5
Warna 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3
Suhu 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5
Tekstur 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Gizi 6 18.8 5 22.7 0 0 11 13.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Harga 13 40.6 3 13.6 9 34.6 25 31.3
Rasa 15 46.9 15 68.2 14 53.8 44 55
Bentuk 1 3.1 0 0 2 7.7 3 3.8
Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0 5 6.3
Ketersediaan 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Risoles
Harga 5 15.6 4 18.2 3 11.5 12 15
Rasa 23 71.9 10 45.5 12 46.2 45 56.3
Bentuk 3 9.4 2 9.1 2 7.7 7 8.8
Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Tekstur 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0 5 6.3
Ketersediaan 0 0 0 0 9 34.6 9 11.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
81
Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan
Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total
P n % n % n % n %
Bakso goreng
Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 3 11.5 5 6.3
0.678
Sering 6 18.8 2 9.1 3 11.5 11 13.8
Jarang 8 25 8 36.4 9 34.6 25 31.3
Hampir Tidak Pernah 17 53.1 11 50 11 42.3 39 48.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Batagor Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8
0.283
Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8
Jarang 9 28.1 3 13.6 4 15.4 16 20
Hampir Tidak Pernah 20 62.5 17 77.3 21 80.8 58 72.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Chicken nugget
Sangat Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8
0.45
Sering 1 3.1 3 13.6 4 15.4 8 10
Jarang 9 28.1 8 36.4 8 30.8 25 31.3
Hampir Tidak Pernah 20 62.5 10 45.5 14 53.8 44 55
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng isi abon
Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5
0.061
Sering 4 12.5 1 4.5 2 7.7 7 8.8
Jarang 7 21.9 9 40.9 2 7.7 18 22.5
Hampir Tidak Pernah 20 62.5 11 50 22 84.6 53 66.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng isi ayam
Sangat Sering 3 9.4 1 4.5 0 0 4 5
0.073
Sering 2 6.3 3 13.6 1 3.8 6 7.5
Jarang 9 28.1 6 27.3 4 15.4 19 23.8
Hampir Tidak Pernah 18 56.3 12 54.5 21 80.8 51 63.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Cireng isi sap
Sangat Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8
0.114
Sering 2 6.3 4 18.2 0 0 6 7.5
Jarang 10 31.3 2 9.1 5 19.2 17 21.3
Hampir Tidak Pernah 18 56.3 15 68.2 21 80.8 54 67.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Donat
Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5
0.904
Sering 3 9.4 2 9.1 0 0 5 6.3
Jarang 9 28.1 5 22.7 13 50 27 33.8
Hampir Tidak Pernah 19 59.4 14 63.6 13 50 46 57.5
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Onde-onde
Sangat Sering 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3
0.021
Sering 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8
Jarang 7 21.9 11 50 6 23.1 24 30
Hampir Tidak Pernah 24 75 9 40.9 19 73.1 52 65
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tahu goreng
Sangat Sering 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3
0.616
Sering 3 9.4 1 4.5 4 15.4 8 10
Jarang 8 25 11 50 9 34.6 28 35
Hampir Tidak Pernah 20 62.5 10 45.5 13 50 43 53.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Tempe goreng
Sangat Sering 2 6.3 0 0 2 7.7 4 5
0.136
Sering 2 6.3 4 18.2 4 15.4 10 12.5
Jarang 11 34.4 13 59.1 11 42.3 35 43.8
Hampir Tidak Pernah 17 53.1 5 22.7 9 34.6 31 38.8
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Bakwan
Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5
0.002 Sering 4 12.5 7 31.8 1 3.8 12 15
Jarang 6 18.8 7 31.8 5 19.2 18 22.5
Hampir Tidak Pernah 21 65.6 7 31.8 20 76.9 48 60
82
Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total
P n % n % n % n %
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
Risoles
Sangat Sering 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8
0.157
Sering 4 12.5 3 13.6 2 7.7 9 11.3
Jarang 3 9.4 6 27.3 6 23.1 15 18.8
Hampir Tidak Pernah 24 75 11 50 18 69.2 53 66.3
Total 32 100 22 100 26 100 80 100
83
Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada jajanan camilan menurut jenis kelamin
Camilan Jenis
Kelamin
Tingkat Kesukaan Total
P 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso goreng
Laki-laki 16 40.0 21 52.5 2 5.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.427
Perempuan 15 37.5 17 42.5 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100
Batagor Laki-laki 17 42.5 7 17.5 13 32.5 2 5 1 2.5 40 100
0.940 Perempuan 12 30.0 18 45 6 15.0 3 7.5 1 2.5 40 100
Chicken nugget
Laki-laki 22 55.0 10 25 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.143
Perempuan 15 37.5 15 37.5 6 15.0 2 5 2 5.0 40 100
Cireng isi abon
Laki-laki 10 25.0 13 32.5 12 30.0 3 7.5 2 5.0 40 100 0.924
Perempuan 8 20.0 19 47.5 6 15.0 4 10 3 7.5 40 100
Cireng isi ayam
Laki-laki 13 32.5 16 40 10 25.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.290
Perempuan 19 47.5 13 32.5 3 7.5 5 12.5 0 0.0 40 100
Cireng isi sapi
Laki-laki 13 32.5 13 32.5 10 25.0 3 7.5 1 2.5 40 100 0.900
Perempuan 10 25.0 17 42.5 11 27.5 2 5 0 0.0 40 100
Donat Laki-laki 11 27.5 16 40 9 22.5 2 5 2 5.0 40 100
0.968 Perempuan 12 30.0 13 32.5 12 30.0 2 5 1 2.5 40 100
Onde-onde
Laki-laki 11 27.5 14 35 12 30.0 2 5 1 2.5 40 100 0.629
Perempuan 8 20.0 15 37.5 16 40.0 1 2.5 0 0.0 40 100
Tahu goreng
Laki-laki 11 27.5 18 45 7 17.5 1 2.5 3 7.5 40 100 0.685
Perempuan 9 22.5 18 45 11 27.5 2 5 0 0.0 40 100
Tempe goreng
Laki-laki 12 30.0 18 45 9 22.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.423
Perempuan 16 40.0 15 37.5 9 22.5 0 0 0 0.0 40 100
Bakwan Laki-laki 10 25.0 15 37.5 13 32.5 2 5 0 0.0 40 100
0.346 Perempuan 9 22.5 12 30 14 35.0 2 5 3 7.5 40 100
Risoles Laki-laki 6 15.0 20 50.0 12 30.0 2 5 0 0.0 40 100
0.609 Perempuan 10 25.0 15 37.5 15 37.5 0 0 0 0.0 40 100
84
Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada camilan
menurut kategori uang jajan
Camilan Uang Jajan (Rupiah)
Tingkat Kesukaan Total
P 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso goreng
Rendah 16 51.6 12 38.7 2 6.5 1 3.2 0 0 31 100
0.230 Sedang 8 32 10 40 6 24 1 4 0 0 25 100
Tinggi 5 27.8 12 66.7 1 5.6 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 4 66.7 0 0 0 0 0 0 6 100
Batagor
Rendah 9 29 12 38.7 8 25.8 1 3.2 1 3.2 31 100
0.425 Sedang 10 40 6 24 5 20 3 12 1 4 25 100
Tingi 7 38.9 5 27.8 5 27.8 1 5.6 0 0 18 100
Sangat Tinggi 3 50 2 33.3 1 16.7 0 0 0 0 6 100
Chicken nugget
Rendah 13 41.9 12 38.7 3 9.7 1 3.2 2 6.5 31 100
0.787 Sedang 13 52 5 20 6 24 1 4 0 0 25 100
Tinggi 8 44.4 7 38.9 2 11.1 1 5.6 0 0 18 100
Sangat Tinggi 3 50 1 16.7 2 33.3 0 0 0 0 6 100
Cireng isi abon
Rendah 7 22.6 13 41.9 8 25.8 1 3.2 2 6.5 31 100
0.802 Sedang 6 24 8 32 7 28 2 8 2 8 25 100
Tinggi 4 22.2 8 44.4 2 11.1 4 22.2 0 0 18 100
Sangat Tinggi 1 16.7 3 50 1 16.7 0 0 1 16.7 6 100
Cireng isi ayam
Rendah 12 38.7 9 29 8 25.8 2 6.5 0 0 31 100
0.379 Sedang 10 40 10 40 3 12 2 8 0 0 25 100
Tinggi 6 33.3 8 44.4 2 11.1 2 11.1 0 0 18 100
Sangat Tinggi 4 66.7 2 33.3 0 0 0 0 0 0 6 100
Cireng isi sapi
Rendah 12 38.7 8 25.8 10 32.3 1 3.2 0 0 31 100
0.276 Sedang 7 28 10 40 6 24 2 8 0 0 25 100
Tinggi 3 16.7 9 50 4 22.2 2 11.1 0 0 18 100
Sangat Tinggi 1 16.7 3 50 1 16.7 0 0 1 16.7 6 100
Donat
Rendah 9 29 14 45.2 8 25.8 0 0 0 0 31 100
0.400 Sedang 8 32 5 20 7 28 3 12 2 8 25 100
Tinggi 4 22.2 9 50 4 22.2 1 5.6 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 2 33.3 0 0 1 16.7 6 100
Onde-onede
Rendah 7 22.6 14 45.2 10 32.3 0 0 0 0 31 100
0.948 Sedang 5 20 6 24 10 40 3 12 1 4 25 100
Tinggi 5 27.8 8 44.4 5 27.8 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100
Tahu goreng
Rendah 12 38.7 10 32.3 8 25.8 1 3.2 0 0 31 100
0.335 Sedang 5 20 10 40 7 28 1 4 2 8 25 100
Tinggi 2 11.1 11 61.1 3 16.7 1 5.6 1 5.6 18 100
Sangat Tinggi 1 16.7 5 83.3 0 0 0 0 0 0 6 100
Tempe goreng
Rendah 13 41.9 10 32.3 8 25.8 0 0 0 0 31 100
0.895 Sedang 7 28 10 40 7 28 1 4 0 0 25 100
Tinggi 5 27.8 10 55.6 3 16.7 0 0 0 0 18 100
Sangat Tinggi 3 50 3 50 0 0 0 0 0 0 6 100
Bakwan
Rendah 6 19.4 9 29 13 41.9 2 6.5 1 3.2 31 100
0.563 Sedang 8 32 10 40 5 20 0 0 2 8 25 100
Tinggi 3 16.7 7 38.9 6 33.3 2 11.1 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100
Risoles Rendah 6 19.4 10 32.3 14 45.2 1 3.2 0 0 31 100
0.345 Sedang 6 24 12 48 7 28 0 0 0 0 25 100
85
Camilan Uang Jajan (Rupiah)
Tingkat Kesukaan Total
P 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Tinggi 2 11.1 12 66.7 3 16.7 1 5.6 0 0 18 100
Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100
86
Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan
camilan menurut usia
Camilan Usia
(Tahun)
Tingkat Kesukaan Total
P 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso goreng
9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100
0.093 10-<11 13 44.8 12 41.4 4 13.8 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 8 40.0 9 45.0 3 15.0 0 0.0 0 0.0 20 100
>12 6 23.1 17 65.4 2 7.7 1 3.8 0 0.0 26 100
Batagor
9-<10 2 40.0 2 40.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.024 10-<11 12 41.4 10 34.5 7 24.1 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 9 45.0 7 35.0 2 10.0 0 0.0 2 10.0 20 100
>12 6 23.1 6 23.1 9 34.6 5 19.2 0 0.0 26 100
Chicken nugget
9-<10 2 40.0 1 20.0 0 0.0 1 20.0 1 20.0 5 100
0.709 10-<11 14 48.3 11 37.9 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100
11-<12 10 50.0 6 30.0 3 15.0 0 0.0 1 5.0 20 100
>12 11 42.3 7 26.9 7 26.9 1 3.8 0 0.0 26 100
Cireng isi abon
9-<10 1 20.0 1 20.0 1 20.0 1 20.0 1 20.0 5 100
0.439 10-<11 8 27.6 13 44.8 6 20.7 1 3.4 1 3.4 29 100
11-<12 6 30.0 6 30.0 3 15.0 3 15.0 2 10.0 20 100
>12 3 11.5 12 46.2 8 30.8 2 7.7 1 3.8 26 100
Cireng isi ayam
9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100
0.082 10-<11 10 34.5 14 48.3 4 13.8 1 3.4 0 0.0 29 100
11-<12 12 60.0 5 25.0 1 5.0 2 10.0 0 0.0 20 100
>12 6 23.1 10 38.5 8 30.8 2 7.7 0 0.0 26 100
Cireng isi sapi
9-<10 3 60.0 0 0.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.061 10-<11 8 27.6 14 48.3 6 20.7 1 3.4 0 0.0 29 100
11-<12 8 40.0 7 35.0 2 10.0 2 10.0 1 5.0 20 100
>12 4 15.4 9 34.6 11 42.3 2 7.7 0 0.0 26 100
Donat
9-<10 2 40.0 1 20.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.976 10-<11 8 27.6 13 44.8 5 17.2 2 6.9 1 3.4 29 100
11-<12 4 20.0 6 30.0 8 40.0 0 0.0 2 10.0 20 100
>12 9 34.6 9 34.6 6 23.1 2 7.7 0 0.0 26 100
Onde-onede
9-<10 1 20.0 3 60.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.716 10-<11 8 27.6 10 34.5 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100
11-<12 3 15.0 7 35.0 8 40.0 1 5.0 1 5.0 20 100
>12 7 26.9 9 34.6 9 34.6 1 3.8 0 0.0 26 100
Tahu goreng
9-<10 3 60.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.581 10-<11 6 20.7 13 44.8 8 27.6 1 3.4 1 3.4 29 100
11-<12 5 25.0 8 40.0 6 30.0 1 5.0 0 0.0 20 100
>12 6 23.1 13 50.0 4 15.4 1 3.8 2 7.7 26 100
Tempe goreng
9-<10 2 40.0 1 20.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.869 10-<11 10 34.5 13 44.8 6 20.7 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 7 35.0 9 45.0 4 20.0 0 0.0 0 0.0 20 100
>12 9 34.6 10 38.5 6 23.1 1 3.8 0 0.0 26 100
Bakwan
9-<10 3 60.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 5 100
0.275 10-<11 7 24.1 11 37.9 9 31.0 1 3.4 1 3.4 29 100
11-<12 6 30.0 3 15.0 8 40.0 2 10.0 1 5.0 20 100
>12 3 11.5 12 46.2 10 38.5 1 3.8 0 0.0 26 100
Risoles
9-<10 4 80.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100
0.014 10-<11 6 20.7 14 48.3 9 31.0 0 0.0 0 0.0 29 100
11-<12 3 15.0 9 45.0 7 35.0 1 5.0 0 0.0 20 100
>12 3 11.5 11 42.3 11 42.3 1 3.8 0 0.0 26 100
87
Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada jajanan camilan menurut pengetahuan gizi
Camilan Basah
Pengetahuan Gizi
Tingkat Kesukaan Total
P 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
Bakso goreng
Baik 2 15.4 7 53.8 4 30.8 0 0.0 0 0.0 13 100
0.039 Sedang 14 36.8 21 55.3 2 5.3 1 2.6 0 0.0 38 100
Buruk 15 51.7 10 34.5 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100
Batagor
Baik 4 30.8 3 23.1 4 30.8 2 15.4 0 0.0 13 100
0.192 Sedang 11 28.9 16 42.1 8 21.1 1 2.6 2 5.3 38 100
Buruk 14 48.3 6 20.7 7 24.1 2 6.9 0 0.0 29 100
Chicken nugget
Baik 3 23.1 5 38.5 5 38.5 0 0.0 0 0.0 13 100
0.281 Sedang 20 52.6 10 26.3 6 15.8 1 2.6 1 2.6 38 100
Buruk 14 48.3 10 34.5 2 6.9 2 6.9 1 3.4 29 100
Cireng isi abon
Baik 2 15.4 4 30.8 3 23.1 3 23.1 1 7.7 13 100
0.208 Sedang 8 21.1 17 44.7 8 21.1 2 5.3 3 7.9 38 100
Buruk 8 27.6 11 37.9 7 24.1 2 6.9 1 3.4 29 100
Cireng isi ayam
Baik 7 53.8 6 46.2 0 0.0 0 0.0 0 0.0 13 100
0.005 Sedang 18 47.4 13 34.2 3 7.9 4 10.5 0 0.0 38 100
Buruk 7 24.1 10 34.5 10 34.5 2 6.9 0 0.0 29 100
Cireng isi sapi
Baik 2 15.4 7 53.8 3 23.1 1 7.7 0 0.0 13 100
0.943 Sedang 13 34.2 13 34.2 9 23.7 2 5.3 1 2.6 38 100
Buruk 8 27.6 10 34.5 9 31.0 2 6.9 0 0.0 29 100
Donat
Baik 4 30.8 4 30.8 3 23.1 1 7.7 1 7.7 13 100
0.450 Sedang 9 23.7 15 39.5 11 28.9 1 2.6 2 5.3 38 100
Buruk 10 34.5 10 34.5 7 24.1 2 6.9 0 0.0 29 100
Onde-onede
Baik 3 23.1 2 15.4 7 53.8 1 7.7 0 0.0 13 100
0.229 Sedang 6 15.8 19 50.0 12 31.6 0 0.0 1 2.6 38 100
Buruk 10 34.5 8 27.6 9 31.0 2 6.9 0 0.0 29 100
Tahu goreng
Baik 0 0.0 7 53.8 3 23.1 2 15.4 1 7.7 13 100
0.141 Sedang 12 31.6 16 42.1 8 21.1 1 2.6 1 2.6 38 100
Buruk 8 27.6 13 44.8 7 24.1 0 0.0 1 3.4 29 100
Tempe goreng
Baik 4 30.8 6 46.2 3 23.1 0 0.0 0 0.0 13 100
0.686 Sedang 15 39.5 15 39.5 7 18.4 1 2.6 0 0.0 38 100
Buruk 9 31.0 12 41.4 8 27.6 0 0.0 0 0.0 29 100
Bakwan
Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100
0.906 Sedang 12 31.6 12 31.6 11 28.9 2 5.3 1 2.6 38 100
Buruk 6 20.7 10 34.5 10 34.5 1 3.4 2 6.9 29 100
Risoles
Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100
0.668 Sedang 10 26.3 17 44.7 11 28.9 0 0.0 0 0.0 38 100
Buruk 5 17.2 13 44.8 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100
88
Lampiran 8. Gambar makanan jajanan digoreng
Bakso Goreng Batagor Chicken Nugget
Cireng Isi Ayam Cireng Isi Abon Cireng Isi Daging
Donat Onde-onde Tahu Goreng
Tempe Goreng Bakwan Risoles
89
Lampiran 9. Karakteristik Makanan Jajanan
no
Nama
Makanan
Jajanan
Harga/porsi
(Rp) Bentuk Warna Suhu Rasa Tekstur
1 Bakso goreng 500 Setengah
bulat kecoklatan Ruang
Asin dan
agak amis
Lembut
dan liat
2 Batagor 500 Tidak
beraturan kecoklatan Ruang
Gurih, asin,
dan manis
Kasar dan
liat
3 Chcken
nugget 500
Bulat
gepeng
Kuning
kecoklatan Ruang gurih
Kasar dan
renyah
4 Cireng isi
abon 500 “love”
Kuning
keemasan Ruang Rasa abon
Lembut
dan liat
5 Cireng isi
ayam 500 Kue kroket
Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan
pedas
Lembut
dan liat
6 Cireng isi sapi 500 Kue kroket Kuning
keemasan Ruang
Rasa
bawang
Lembut
dan liat
7 Tahu goreng 500 Kubus Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan
agak asin Kasar
8 Tempe
goreng 500 Pipih
Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan
agak asin
Agak
kasar
9 Bakwan 500 pipih Kuning
keemasan Ruang Gurih
Agak
kasar
10 Donat 500 Lingkaran Kuning
kecoklatan Ruang manis
Agak
kasar
11 Onde-onde 500 Bulat Kuning
keemasan Ruang Manis Kasar
12 Risoles 500 Tabung Kuning
keemasan Ruang Asin
Agak
kasar
90
90
Lampiran 10. Hubungan karakteristik individu dengan preferensi makanan jajanan
Correlations
bakso goreng batagor
chiken nuget
cireng isi
abon
cireng isi
ayam cireng isi sap donat
onde-onde
tahu goreng
tempe goreng bakwan risoles
Spearman's rho
Jenis Kelamin Correlation Coefficient
.090 .009 .165 -.011 -.120 .014 .005 .055 .046 -.091 .107 -.058
Sig. (2-tailed)
.427 .940 .143 .924 .290 .900 .968 .629 .685 .423 .346 .609
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Umur Correlation Coefficient
.189 .252 .042 .088 .195 .210 -.003 .041 .063 .019 .124 .274
Sig. (2-tailed)
.093 .024 .709 .439 .082 .061 .976 .716 .581 .869 .275 .014
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Uang Saku Correlation Coefficient
.136 -.091 -.031 .028 -.100 .123 .095 .007 .109 -.015 -.066 -.107
Sig. (2-tailed)
.230 .425 .787 .802 .379 .276 .400 .948 .335 .895 .563 .345
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Pengetahuan Gizi
Correlation Coefficient
-.231 -.147 -.122 -.142 .314 .008 -.086 -.136 -.166 .046 -.013 -.049
Sig. (2-tailed)
.039 .192 .281 .208 .005 .943 .450 .229 .141 .686 .906 .668
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
91
91
Lampiran 11. Hubungan frekuensi jajan dengan preferensi makanan jajanan
Correlations
Jenis Jajanan bakso goreng
batagor chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap
donat onde-onde
tahu goreng
tempe goreng
bakwan Risoles
Spearman's rho
bakso goreng
Correlation Coefficient
.109
Sig. (2-tailed) .338
N 80
batagor
Correlation Coefficient
.344
Sig. (2-tailed)
.002
N
80
chiken nuget
Correlation Coefficient
.225
Sig. (2-tailed)
.045
N
80
cireng isi abon
Correlation Coefficient
.270
Sig. (2-tailed)
.016
N
80
cireng isi ayam
Correlation Coefficient
.192
Sig. (2-tailed)
.088
N
80
cireng isi sap
Correlation Coefficient
.168
Sig. (2-tailed)
.136
92
92
Correlations
Jenis Jajanan bakso goreng
batagor chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap
donat onde-onde
tahu goreng
tempe goreng
bakwan Risoles
N
80
donat
Correlation Coefficient
-.012
Sig. (2-tailed)
.918
N
80
onde-onde
Correlation Coefficient
.046
Sig. (2-tailed)
.683
N
80
tahu goreng
Correlation Coefficient
.047
Sig. (2-tailed)
.679
N
80
tempe goreng
Correlation Coefficient
-.058
Sig. (2-tailed)
.611
N
80
bakwan
Correlation Coefficient
.184
Sig. (2-tailed)
.102
N
80
risoles
Correlation Coefficient
.397
Sig. (2-tailed)
.000