preskas - status asmatikus

Upload: natasha-setyasty-primaditta

Post on 17-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Presentasi kasus Program Internsip Dokter Indonesia sebagai salah satu prasyarat penyelesaian program. Kasus gawat darurat mengenai Status Asmatikus pada anak dengan Asma Bronkiale yang mengalami eksaserbasi akut kategori berat.

TRANSCRIPT

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    1/32

    1

    IDENTITAS PASIEN

    No. Medrek : 510312 Nama : An. RIP Umur : 12 tahun 7 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Griya Asri, Sumber Jaya, Tambun Selatan Agama : Islam Tanggal MRS : 22 Juni 2013 Tanggal periksa: 22 Juni 2013

    ANAMNESISKeluhan Utama : Sesak nafas

    Pasien sejak 5 jam SMRS mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan mendadak dan

    terus menerus. Keluhan terjadi setelah pasien mengikuti pelajaran olahraga dan tidak

    menghilang dengan istirahat. Keluhan dirasakan sejak 1 hari SMRS dan semakin berat.

    Pasien menjadi sulit berbicara dan perlu dibantu oleh ibu pasien saat berjalan. Pasien merasa

    lebih nyaman saat duduk dibandingkan berbaring.

    Keluhan disertai bunyi nafas mengi, batuk berdahak putih kental terutama padamalam hari, pilek, nyeri tenggorokan, panas badan, nyeri kepala, dan lemas. Keluhan tidak

    disertai keringat malam, mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan,

    suara mengorok, nyeri menelan, nyeri dada, nyeri ulu hati, nyeri pinggang, bengkak, keluhan

    BAK dan BAB.

    Pasien mengalami radang tenggorokan sejak 2 hari SMRS dan belum mengonsumsi

    obat. Pasien sebelumnya telah berobat ke klinik 3 jam SMRS dan dilakukan nebulisasi

    sebanyak 3 kali dengan kombiven. Karena tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke IGD RSUD

    Kabupaten Bekasi.

    Riwayat keluhan yang sama sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu. Keluhan biasa

    dirasakan saat pasien kelelahan setelah beraktivitas dan dirasa membaik setelah diuap.

    Riwayat penyakit asma telah diketahui sejak usia 3 tahun. Riwayat alergi makanan ditemukan

    pada udang. Riwayat penyakit yang sama di keluarga ditemukan pada kakek dan ayah pasien.

    Pasien pernah mendapat pengobatan OAT selama 1 tahun pada tahun 2011 dan dinyatakan

    sembuh. Pasien tidak memiliki obat-obatan untuk sesak nafas di rumah.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    2/32

    2

    PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum: tampak sakit sedang; posisi tripod (+) Kesadaran : compos mentis Berat badan : 32 kg Tanda vital : nadi : 124x/menit

    RR : 36x/menit

    Suhu : 37,3O C

    KEPALAMata konjungtiva anemis -/-

    sklera ikterik -/-

    Hidung pernafasan cuping hidung (+)

    Bibir perioral cyanosis(+)

    Tenggorok Faring tampak hiperemis

    Tonsil T2-T1 hiperemis (-) dentritus (-)

    LEHER retraksi suprasternal (+)KGB tidak teraba membesar

    THORAKSPulmo bentuk dan gerak simetris

    retraksi interkostal (+)

    perkusi hipersonor

    VBS kiri = kanan; Rh (-/-) ; Wh (+/+) ekspirasi memanjang

    Cor bunyi jantung murni reguler; murmur (-/-)

    ABDOMEN datar lembut; retraksi epigastrik (+)BU (+) normal

    nyeri tekan () turgor baik

    hepar & lien tidak teraba membesar

    EKSTREMITASakral dingin; aksosianosis (-)

    capillary refill time < 2

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Darah

    Hemoglobin : 15,7 g/dl Leukosit : 13.400/mm3

    Eritrosit : 5,9 jt/mm3

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    3/32

    3

    Hematokrit : 47,8 Trombosit : 283.000/mm3

    GDS : 106 mg/dl

    PEMERIKSAAN PENUNJANG Rontgen toraks PA

    DIAGNOSIS KERJA

    Status Asmatikus

    PENATALAKSANAAN

    O2 3-4 L dengan nasal canule Inhalasi kombiven 1 amp (ulang per 20 menit max. 3x) Inhalasi kombiven (per 6 jam) + fulmicort (per 12 jam) Methylprednisolon 3 x 62,5mg IVFD RL + 1 amp Aminophilin 125mg (drip per 12 jam) Ranitidine 1 amp per 12 jam

    FOLLOW UP

    Tanggal/jam Keadaan pasien Laboratorium Instruksi

    22/06/13

    (20.50)

    N : 128x/menit

    RR: 36x/menitS : 37,3

    OC

    BB: 32 kg

    Hemoglobin: 15,7g/dl

    Leukosit:13.400/mm3

    Eritrosit : 5,9jt/mm

    3

    Hematokrit : 47,8 Trombosit :

    283.000/mm3

    GDS : 106mg/dl

    Protap dr. Saadah Sp.A

    IVFD RL 1 kolf +Aminophilin 1 amp per24 jam

    Injeksi Metilprednisolon3 x amp

    Inhalasi Kombiven respul per 6 jam

    Ceftriaxon 1500 mg per24 jam

    Ranitidine amp per 12jam

    23/06/13 N : 100x/menitRR : 44x/menitS : 36,5OCBB : 32 kg

    P/ Terapi lanjut

    24/06/13 N : 110x/menitRR : 20x/menitS : 36,4

    OC

    BB : 32 kg

    P/ Terapi lanjut

    25/06/13 N : 100x/menit Boleh Pulang

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    4/32

    4

    RR: 24x/menitS : 36OCBB: 32 kg

    PENDAHULAN

    DEFINISI

    Menurut Global Initiatives for Asthma (GINA) Updated 2012, asma adalah penyakit

    inflamasi kronik pada saluran napas dihubungkan dengan hiperesponsivitas saluran nafas

    yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat

    (rasa dada tertekan), dan batuk berulang terutama pada malam hari atau pagi hari. Gejala

    tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi, dan

    seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

    Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun

    2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

    karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari

    (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada

    pasien dan/atau keluarganya.

    EPIDEMIOLOGI

    Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics(NCHS) pada tahun 2003,

    prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada

    dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak

    daripada laki-laki. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar

    250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000

    terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    5/32

    5

    Gambar: prevalensi dan tingkat mortality asma

    Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan

    kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995

    menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%.1

    ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

    Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terkena asma bisa dibagi menjadi 2 yaitu

    faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya asma, yaitu host factor (genetik), dan

    faktor-faktor yang memicu timbulnya gejala-gejala asma (faktor lingkungan).2

    TabelFactor Influencing the Development and Expression of Asthma2

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    6/32

    6

    Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang

    memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik.

    Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

    alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap,

    pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu

    (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya

    parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan

    pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang

    kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca.

    PATOGENESIS

    Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh

    serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai

    sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel

    epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen,

    virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe

    cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4

    Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap

    alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan

    histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos

    bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9

    jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,

    netrofil, dan makrofag.

    Pada remodelingsaluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan

    deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses

    dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam

    proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,

    fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur

    yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,

    hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh

    darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan

    peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    7/32

    7

    peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan

    obstruksi jalan napas.

    GambarAirway Inflammation3

    PATOFISIOLOGI

    Skema Mekanisme Terjadinya Asma

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    8/32

    8

    Airway hyperresponsiveness; merupakan karakteristik fungsional yang abnormal pada

    pasien asma, yang bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas pada pasien asma akibat

    respon dari stimulus yang sebenarnya tidak akan menimbulkan reaksi apapun pada orang

    normal. Hal ini kemudian akan menyebabkan keterbatasan aliran udara yang bervariasi dan

    gejala hilang timbul. Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam airway

    hyperresposivenessantara lain:

    1. Excessive contraction of airway smooth muscle:dapat disebabkan oleh peningkatanvolume dan/atau kontraktilitas dari airway smooth muscle cells.

    2. Uncoupling of airway contraction: terjadi akibat perubahan pada diding saluran nafasakibat proses inflamasi yang menyebabkan penyempitan saluran nafas dan hilangnyamaximum plateau of contractionyang ditemukan pada normal airwayketika substansi

    bronkokonstriksi diinhalasi.

    3. Thickening of the airway wall: karena adanya edema dan perubahan struktural yangmemperburuk penyempitan saluran nafas disebabkan kontraksi airway smooth muscle

    untuk alasan geometrik.

    4. Sensory nerves: dapat disensitisasi oleh inflamasi yang berakibat padabronkokonstriksi yang berlebihan terhadap respon stimulus sensori.2

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    9/32

    9

    Penyempitan saluran nafas adalah hasil akhir dari gejala-gejala dan perubahan-

    perubahan yang terjadi pada asma. Beberapa faktor yang berperan terjadinya penyempitan

    saluran nafas pada asma adalah:

    1. Airway smooth muscle contraction: merupakan respon akibat banyaknya mediatorbronkokonstriksi. Akibatnya terjadi hyperplasia kronik dari otot polos, pembuluh

    darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.

    2. Airway edema: disebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskular akibat respon darimediator inflamasi. Berperan dalam eksaserbasi akut.

    3. Airway thickening: karena adanya perubahan structural, sering disebut jugaremodeling. Berperan dalam kasus lebih berat dan tidak dapat pulih sepenuhnya

    dengan terapi saat ini.

    4. Mucus hypersecretion: adanya peningkatan sekresi mucus dan inflammatory exudatesdapat menyebabkan penyumbatan lumen (mucus plugging).2

    Gambar: Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

    DIAGNOSIS

    Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk

    dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari

    (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada

    pasien.2,7

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    10/32

    10

    Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya

    umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak

    yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi

    paru yang sederharna denganpeak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.

    Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan

    dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna

    untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8

    1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasibronkodilator.3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

    Anamnesis

    Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk

    dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas

    dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat

    serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih

    lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah

    berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis

    dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8

    Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain; riwayat

    penyakit/gejala:

    Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

    Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

    Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan

    Pemeriksaan fisik

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    11/32

    11

    Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada

    serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik

    di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan

    sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezingterutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan

    peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda

    atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8

    Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal

    sebagai berikut, sesuai derajat serangan:

    Inspeksio pasien terlihat gelisah,o sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi

    epigastrium, retraksi suprasternal),

    o sianosis Palpasi

    o biasanya tidak ditemukan kelainano pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus

    Perkusio biasanya tidak ditemukan kelainan

    Auskultasio ekspirasi memanjang,o mengi,o suara lendir

    Pemeriksaan Penunjang

    Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis

    gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi posteroanterior. Pada AGD dapat

    dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan

    penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada

    pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    12/32

    12

    histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitif

    dapat ditegakkan.

    DIAGNOSIS BANDING

    Pada anak 5 tahun atau kurang

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    13/32

    13

    Diagnosis asma pada masa early childhoodsangat didasari oleh keputusan klinis dan

    penilaian dari gejala-gejala dan penemuan fisik. Episode wheezingdan batuk sangat sering

    ditemukan pada anak-anak yang tidak terkena asma, terutama pada anak yang berumur

    kurang dari 3 tahun. Tiga kategori wheezing yang dapat ditemukan pada anak berumur 5

    tahun atau kurang:

    1. Transient early wheezingSering ditemukan pada 3 tahun pertama. Ini sangat erat hubungannya dengan

    prematuritas dan prenatal smoking.

    2. Persistent early-onset wheezing(sebelum 3 tahun)Anak-anak yang mempunyai gejala ini mempunyai episode wheezing yang berulang

    yang berhubungan dengan infeksi viral respiratorik akut, tidak ada tanda-tanda atopi

    dan tidak mempunyai riwayat atopi pada keluarga. Gejala biasanya muncul pada usia

    sekolah dan terkadang masih muncul pada usia 12 tahun. Infeksi biasanya disebabkan

    oleh RSV pada anak-anak yang berumur 2 tahun kebawah.

    3. Late-onset wheezing/asthmaAnak-anak mempunyai asma yang muncul selama masa childhood dan terus berlanjut

    sampai dewasa. Biasanya mempunyai riwayat atopi.

    Penyebab-penyebab wheezing yang lain yang harus diperhatikan antara lain:

    - Chronic rhinosinusitis- Gastroesophageal reflux (GERD)- Recurrent viral lower respiratory tract

    infection

    - Cystic fibrosis- Bronchopulmonary dysplasia- Tuberculosis

    - Congenital malformation causingnarrowing of the intrathoracic

    airways

    - Foreign bady aspiration- Primary cilliary dyskinesia syndrome- Immune deficiency- Congenital heart disease

    Older chi ldrendan dewasa

    Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

    Keadaan-keadaan lain yang perlu diperhatikan antara lain:

    - Hyperventilation syndrome dan panicattacks

    - Upper airway obstruction daninhaledforeign bodies

    - Vocal cord dysfunction

    - Other forms of obstructive lungdisease, particularly COPD

    - Non-obstructive forms of lung disease(e.g., diffuse parenchymal lung

    disease)

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    14/32

    14

    - Non-respiratory causes symptoms (e.g., left ventricular failure)KLASIFIKASI

    Berat ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik

    sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2

    agonis, dan uji faal paru) serta obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis

    obat, kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Asma diklasifikasikan atas asma tanpa

    serangan dan asma saat serangan (akut).

    1) Klasifikasi Asma Tanpa Serangan

    Klasifikasi derajat berat ringan penyakit asma menurut Pedoman Nasional Asma

    Anak (PNAA), terbagi menjadi 3 derajat penyakit, yaitu:

    Parameter klinis kebutuhan

    obat dan faal paru

    Asma Episodik

    Jarang

    Asma Episodik

    SeringAsma Persisten

    Frekuensi serangan < 1x / bulan > 1x / bulan Sering

    Lama serangan < 1 minggu > 1 mingguHampir sepanjang

    tahun, tidak ada remisi

    Intensitas serangan di

    antara serangan

    Biasanya ringan

    tanpa gejala

    Biasanya sedang

    sering ada gejala

    Biasanya berat gejala

    siang dan malam

    Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

    Pemeriksaan fisik di luar

    seranganNormal Mungkin terganggu Tidak pernah normal

    Obat pengendali Tidak perlu perlu Perlu

    Uji faal paru >80% 60-80% 15%0 >30% >50%

    GINA membagi asma berdasarkan asthma severity didasari atas tingkat gejala,

    airflow limitation, dan lung function kedalam 4 kategori:

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    15/32

    15

    2) Asma Saat Serangan (Akut)

    Serangan akut (eksaserbasi) asma adalah episode peningkatan yang progresif

    (perburukan) dari gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai

    kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya

    tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan dengan pencetus.

    Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan

    sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Derajat serangan

    akan menentukan terapi yang diterapkan.

    Parameter klinis,

    Fungsi paru,

    Laboratorium

    RinganSedang

    Berat

    Sesak (breathless)

    Berjalan

    Bayi :

    Menangis keras

    Berbicara

    Bayi :

    Tangis pendek

    & lemah

    Kesulitan

    menetek dan

    makan

    Istirahat

    Bayi :

    Tidak mau

    minum /

    makan

    Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    16/32

    16

    Duduk bertopang

    lengan

    Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

    KesadaranMungkin

    irritable

    Biasanya

    irritable

    Biasanya

    Irritable

    Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada

    Wheezing

    Sedang, sering

    hanya pada akhir

    ekspirasi

    Nyaring,

    Sepanjang

    ekspirasi

    inspirasi

    Sangat

    nyaring,

    Terdengar

    tanpa

    stateskop

    Penggunaan otot

    Bantu respiratorikBiasanya tidak Biasanya ya Ya

    Retraksi

    Dangkal,

    Retraksi

    Interkosta

    Sedang,

    ditambah

    Retraksi

    suprasternal

    Dalam,

    ditambah

    Napas cuping

    hidung

    Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu

    Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:

    Usia frekuensi napas normal

    60%

    >80%

    Nilai terbaik)

    40-60%

    60-80%

    60 mmHg < 60 mmHg

    PaCO2

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    17/32

    17

    diklasifikasikan menjadi: 1) penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2)

    penatalaksanaan asma jangka panjang.

    Secara khusus; tujuan dari penatalaksanaan asma adalah untuk:

    a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asmab. Mencegah eksaserbasi akutc. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkind. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercisee. Menghindari efek samping obatf. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibelg. Mencapai dan mempertahankan kontrol dari gejala asmah. Mencegah kematian karena asmai. Khusus anak; untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi

    genetiknya

    Tujuan tatalaksana saat serangan:2

    Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan

    Penatalaksanaan asma pada anak dibagi menjadi beberapa komponen:

    Tatalaksana KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada penderita dankeluarga

    Mengidentifikasi dan mengurangi paparan terhadap faktor pencetus Terapi Medikamentosa

    1. Penatalaksanaan Asma Akut (saat serangan)

    Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh

    pasien. Semua anak yang mengalami serangan asma harus dinilai derajat serangan; ringan,

    sedang, berat, atau ancaman henti napas. Cara nebulisasi dan jenis obat yang digunakan

    bergantung pada derajat serangan sama yang terjadi dan kemudian dinilai hasil nebulisasi

    yang diberikan.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    18/32

    18

    Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan penyempitan

    jalan nafas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke

    keadaan normal secepatnya, dan merenacanakan tatalaksana mencegah kekambuhan.

    Status Asmatikus adalah asma eksaserbasi akut yang tidak responsif terhadap

    penanganan awal dengan bronkodilator. Status asmatikus dapat bervariasi dari bentuk ringan

    dengan bronkospasme, airway inflammation, dan mucus plugging yang menyebabkan

    kesulitan bernafas, retensi karbondioksida, hipoksemia, dan gagal nafas.

    Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:

    Bronkodilator (-2 agonis kerja cepat dan ipatropium bromida) Kortikosteroid sistemik

    1.1 Tatalaksana di rumahUntuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin.

    Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek

    samping sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan

    yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam waktu 30 menit setelah

    inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah

    sakit.

    1.2 Tatalaksana di ruang emergencyPenderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.

    Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat

    ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20

    menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini

    sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian

    derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Berikut ini

    pentalaksanaan serangan asma sesuai derajat serangan:

    1.2.1 Serangan Asma RinganPada serangan asma ringan dengan sekali nebulisasi pasien dapat menunjukkan

    respon yang baik. Pasien dengan derajat serangan asma ringan diobservasi 1-2 jam, jika

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    19/32

    19

    respon tersebut bertahan pasien dapat dipulangkan dan jika setelah observasi selama 2 jam

    gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma derajat sedang.

    Sebelum pulang pasien dibekali obat -2 agonis (hirupan atau oral) yang harus

    diberikan tiap 4-6 jam dan jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan

    steroid oral jangka pendek selama 3-5 hari. Pasien juga dianjurkan kontrol ulang ke klinik

    rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana dan jika sebelum

    serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga evaluasi

    ulang yang dilakukan di klinik rawat jalan.

    1.2.2 Serangan Asma SedangPada serangan asma sedang dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien

    hanya menunjukkan respon parsial (incomplete response) dan pasien perlu diobservasi di

    ruang rawat sehari (one day care) dan walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan

    keadaan darurat, pasien yang akan diobservasi di ruang rawat sehari langsung dipasang jalur

    parenteral sejak di unit gawat darurat (UGD).

    Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid

    oral (metilprednisolon 0,5-1 mg/kgbb/hari) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari.

    Pada serangan sedang dapat diberikan -2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Bila

    diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian intravena.

    1.2.3 Serangan Asma BeratPada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak

    menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada. Pada keadaan ini pasien

    harus dirawat inap dan jika pasien menunjukkan gejala dan ancaman henti napas pasien harus

    langsung dirawat diruang intensif. Pasien diberikan oksigen 2-4 L/menit sejak awal termasuk

    saat dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks.

    Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian cairan intravena dan koreksi

    terhadap asidosis dan pada pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas, foto

    toraks harus langsung dibuat untuk mendeteksi kemungkinan pneumotoraks dan

    pneumomediastinum. Pada ancaman henti napas hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah

    diberi oksigen (kadar PaO245 mmHg). Pada ancaman henti

    napas diperlukan ventilasi mekanik.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    20/32

    20

    Nebulisasi 2-agonis kombinasi antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2

    jam, jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis; jarak pemberian dapat

    diperlebar menjadi 4-6 jam.

    Pasien juga diberikan kortikosteroid intravena 0,5-1 mg/kg/BB/hari per bolus setiap

    6-8 jam dan aminofilin intravena dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:

    Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis awalsebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstros 5% atau gram fisiologis sebanyak 20

    ml diberikan dalm 20-30 menit.

    Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4 jam), dosis yangdiberikan adalah setengah dari dosis inisial.

    Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20/ml. Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.

    Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan

    pemberian aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien dapat

    dipulangkan dengan dibekali 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam

    selama 1-2 hari. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan

    dalam 1-2 hari untuk evalasi ulang tatalaksana.

    1.2.4 Pemberian Obat Saat DipulangkanPenderita dapat dipulangkan dengan pertimbangan sebagai berikut:

    Untuk serangan ringan atau sedang yang dengan satu atau 2x nebulisasi terjadirespons baik/perbaikan yang sempurna dan sesudah observasi 1 jam di UGD tidak

    terjadi serangan ulang.

    Penderita ruang rawat sehari (RRS) yang tidak mengalami respons dengan 2xnebulisasi di UGD tetapi megnalami perbaikan sempurna sesudah perawatan selama

    12 jam di RRS

    Penderita dengan derajat serangan berat yang mengalami perbaikan sempurna sesudahobservasi pengobatan selama 24 jam di ruang rawat inap.

    Obat yang digunakan pada waktu dipulangkan sama untuk semua penderita. Obat tersebut

    adalah: 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam; steroid oral diberikan jikapencetus serangan infeksi virus hanya diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari).

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    21/32

    21

    2. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang

    Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat

    pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    22/32

    22

    jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini

    tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu.

    Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat

    profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik

    saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah

    tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelanpelan yaitu 25 % setiap

    penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai dalam 68 minggu.9

    Tingkat kontrol asma dari seorang pasien dan pengobatan yang didapat sebelumnya

    menentukan pemilihan obat untuk mengontrol asma. Jika asma tidak terkontrol dengan

    regimen pengobatan sebelumnya, maka pengobatan ditingkatkan sampai asma terkontrol.

    Jika kontrol asma dapat dipertahankan selama paling sedikit 3 bulan, maka pengobatan dapat

    diturunkan untuk mencapai dosis serendah mungkin dalam mengontrol asma.

    Ketika kontrol asma telah tercapai, monitoring lebih lanjut diperlukan untuk

    mempertahankan kontrol dan meminimalisir biaya serta memaksimalkan keamanan dari

    pengobatan. Pengobatan harus disesuaikan secara berkala, sesuai dengan tingkat kontrol asma

    pasien.

    Tingkat Kontrol Dari Asma

    Karakteristik TerkontrolTerkontrol

    SebagianTidak Terkontrol

    Gejala harian (2x/minggu) 2x/minggu

    Tiga atau lebih karakteristik dari

    tingkat terkontrol sebagian dapat

    (+)/minggu

    Keterbatasan dalam

    aktivitas fisik(-) (+)

    Gejala malam hari (-) (+)

    Penggunaan reliever (2x/minggu) 2x/minggu

    Fungsi paru (APE

    atau VEP1)Normal

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    23/32

    23

    bentuk inhalasi. Namun, pemakaian obat inhalasi/hirupan (Metered Dose Inhaler atau Dry

    Powder Inhaler) cukup sulit untuk anak usia kurang dari 5 tahun dan biasanya hanya

    diberikan pada anak yang sudah mulai besar (usia >5 tahun) dan ini pun memerlukan teknik

    penggunaan yang benar yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan

    tidak ada/tidak dapat digunakan, maka -agonis diberikan per oral.

    Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator semakin kurang berperan dalam tatalaksana

    asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat -agonis oral

    pun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan

    timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan -agonis oral tunggal dengan dosis

    besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi

    dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasikan dengan teofilin.

    Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak

    menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma episodik ringan.

    Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat controller pada Asma

    Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa

    anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan. Jika dengan

    pemakaian 2-agonis hirupan lebih dari 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan pra-

    aktivitas fisik) atau serangn sedang/berat muncul >1x/bulan atau pengobatan yang diberikan

    sudah adekuat dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang baik maka

    tatalaksananya berpindah ke asma episodik sering.

    Asma Episodik Sering

    Jika penggunaan 2-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung

    penggunaan praaktivitas fisis) atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam

    sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.1,3 Tahap

    pertama obat pengendali pada asma episodik sering adalah pemberian steroid hirupan dosis

    rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid,

    sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-

    200 ug/hari budesonid (50-100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun,

    dan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12

    tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 ug/hari, atau

    setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.

    Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa anti-

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    24/32

    24

    inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian

    efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan

    inflamasinya. Jika setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis

    rendah tidak menunjukkan respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau

    aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap keduayaitu menaikkan dosis steroid

    hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten.

    Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya

    tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang lebih berat

    (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke

    yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikan

    penggunaannya.

    Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran pencetus, cara

    penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rintis dan

    sinusitis dan dengan penatalaksanaan rinitis dan sinusitis secara optimal dapat memperbaiki

    asma yang terjadi secara bersamaan.

    Asma Persisten

    Dalam keadaan tertentu, dianjurkan menggunakan steroid inhalasi dosis tinggi terlebih

    dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid inhalasiditurunkan sampai dosis terkecil optimal. Dosis yang dianggap aman adalah setara

    budesonide 400 ug/hari.

    Pada penatalaksanaan asma persisten terdapat dua alternatif, yaitu dengan menggunakan

    steroid hirupan dosis medium dengan memberikan budenoside 200-400 ug/hari budesonid

    (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia 12 tahun. Selain itu, dapat digunakan alternatif

    pengganti dengan menggunakan steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (Long

    Acting -2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR) atau ditambahkan

    Anti-Leukotriane Receptor (ALTR.)

    Apabila dengan pengobatan tersebut selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma,

    maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid

    sampai dengan dosis tinggi pada pemberian >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason)

    untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari

    flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Atau tetap dosis medium ditambahkan

    dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    25/32

    25

    dibuktikan keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala asmanya, dan

    memperbaiki kualitas hidupnya.

    Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 ug/hari namun tetap tidak

    mempunyai respons, maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi, penggunaan

    kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan

    steroid hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil hanya bila bahaya

    dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.8 Untuk steroid oral sebagai

    dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis

    terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik harus

    berhati-hati karena mempunyai efek samping yang cukup berat.

    Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau

    perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapat dikurangi

    bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara

    itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.3

    Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena perbedaan

    kemampuan menggunanakan alat inhalasi. Dmeikian juga kemauan anak perlu

    dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa

    (Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Berikut

    tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan usia.

    Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya peningkatan

    enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi. Mengenai pemantauan uji

    fungsi hati pada pemberian antileukotrien belum ada rekomendasi.

    Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif (misalnya ketotifen dan

    setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan asma tipe rinitis, hanya

    untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan kototifen sebagai obat pengendali

    (controller) pada asma anak tidak lagi digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang

    berarti.

    2.1 Obatobat Pereda (Reliever)Adalah obat yang dipakai sesuai kebutuhan, yaitu untuk mengurangi bronkokonstriksi

    dan menghilangkan gejala-gejala asma dengan segera. Termasuk golongan ini adalah beta 2

    agonis inhalasi kerja cepat, antikolinergik inhalasi, teofilin kerja cepat, dan beta 2 agonis oral

    kerja cepat.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    26/32

    26

    Tabel Jenis Obat Asma

    2.1.1 BronkodilatorShort-acting 2 agonist

    Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada

    anak. Reseptor 2-agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-

    sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan

    pemberianshort acting2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    27/32

    27

    yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,

    penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

    Obatyang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9

    Dosis salbutamol:

    Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20

    menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis

    maksimum 15 mg/jam).

    Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis tebutalin:

    Oral: 0,050,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasiPemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak

    dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi

    (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10

    menit, lama kerjanya 46 jam.

    Serangan ringan : MDI 24 semprotan tiap 34 jam. Serangan sedang : MDI 610 semprotan tiap 12 jam. Serangan berat : MDI 10 semprotan.Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan

    ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping

    takikardi lebih sering terjadi.9

    Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBBsetiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

    Dosis terbutalin IV: 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit,dilanjutkan dengan 0,10,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

    Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,

    palpitasi, dan takikardi.

    Methylxanthine

    Efek bronkodilatasi methylxanthine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapikarena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    28/32

    28

    diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2-agonist dan

    antikolinergik(12). Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal, atau

    parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri

    setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat

    kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi.

    Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air

    susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi

    bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada

    konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

    Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan:

    0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam;

    > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9

    2.1.2 AntikolinergikObat yang digunakan adalah ipratropium bromida. Kombinasi dengan

    nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran

    0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025

    % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 820 tetes; usia kecil 6 tahun 410 tetes.

    Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergikinhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9

    2.1.3 KortikosteroidKortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial

    inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2)

    serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan

    sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat

    sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk

    mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 1224 jam. Preparat

    oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1

    2 mg/kgBB/hari diberikan 23 kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon

    merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik,

    efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis

    metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis

    Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1

    mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 68 jam.9

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    29/32

    29

    2.2 Obatobat Pengontrol (Controller)

    Adalah obat yang dipakai setiap hari dalam jangka panjang untuk menjaga agar gejala

    asma tetap terkendali melalui efek anti inflamasi obat. Obat-obat asma pengontrol pada anak-

    anak termasuk inhalasi dan sistemik, yaitu: glukokortikoid inhalasi dan sistemik, leukotrien

    modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin, dan long acting oral 2-

    agonist.1,10

    2.2.1 Inhalasi glukokortikosteroidGlukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif

    dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan

    penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan

    asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan

    inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi

    frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan

    kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi

    bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai

    400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak,

    gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.1,10

    2.2.2 Leukotri ene Receptor Antagonist (LTRA)Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin

    hasilnya lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan

    cystenil leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan

    perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction

    danlate asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan

    tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas.

    Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak

    usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.1,10

    2.2.3 Long acting2-Agonist (LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian

    ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV 1

    pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway

    remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi

    fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    30/32

    30

    (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini

    mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10

    2.2.4 Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid

    yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan

    glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid

    inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara

    bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.1,10

    2.3 Cara Pemberian Obat7UMUR ALAT INHALASI

    < 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

    Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat

    perenggang (spacer)

    5-8 tahun Nebuliser

    MDI dengan spacer

    Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,

    Turbuhaler)

    >8 tahun Nebuliser

    MDI (metered dose inhaler)

    Alat Hirupan Bubuk

    Autohaler

    Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut

    (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek

    sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang

    lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat.

    Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

    2.4 Terapi SuportifBentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi cairan.

    Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun masker. Perlu

    dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai

    normal > 95%).9

    Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan

    cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    31/32

    31

    cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik

    Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif

    tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang

    diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.

  • 5/27/2018 Preskas - Status Asmatikus

    32/32

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    1. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. GlobalInitiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

    2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta:UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.

    3. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

    4. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003.5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

    Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

    Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

    6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, SetyantoDB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

    IDAI ; 2008. h.98-104.

    7.

    Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen KasusRespiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas

    Suddharprana; 2007.h. 97-106.

    8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K,dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit

    IDAI; 2005.

    9. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, SupriyatnoB, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

    Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.

    10.Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, SupriyatnoB, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

    Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

    11.Kartasasmita CB. Asma Anak. Dalam: Garna H, Nataprawira HM, penyunting.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. edisi keempat. Bandung: Dept.

    IKA FKUP RSHS; 2012. H. 863-873.