preskes retno anes

48
Presentasi Kasus PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA PERITONITIS GENERALISATA ET CAUSA SUSPECT PERFORASI GASTER Disusun oleh : Retno Esti Respati Wirandari G 0002128 Pembimbing : dr. MH. Sudjito, Sp.An.KNA

Upload: apariminta-herning

Post on 05-Jul-2015

354 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRESKES RETNO ANES

Presentasi Kasus

PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA

PERITONITIS GENERALISATA ET CAUSA

SUSPECT PERFORASI GASTER

Disusun oleh :

Retno Esti Respati WirandariG 0002128

Pembimbing :

dr. MH. Sudjito, Sp.An.KNA

KEPANITERAAN KLINIK

LAB / SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAK. KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2008

Page 2: PRESKES RETNO ANES

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus

dengan judul “PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA

PERITONITIS GENERALISATA ET CAUSA SUSPECT PERFORASI

GASTER” dapat diselesaikan.

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti

kepaniteraan klinik di SMF Anestesiologi dan Reanimasi di FK UNS / RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku kepala bagian Anestesi dan

Reanimasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. dr. MH. Sudjito, SpAn,KNA selaku pembimbing.

3. dr. Soemartanto, SpAn.KIC, selaku staf ahli anestesi.

4. dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

5. dr. Sugeng Budi Santosa, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

6. dr. Benny Suryo Sudibyo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

7. dr. H. Marthunus Judin, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

8. dr. R. TH. Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

9. dr. Eko S, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

10. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

11. Semua pihak yang telah membantu selama penulisan laporan ini.

Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya

penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Agustus 2008

Penyusun

ii

Page 3: PRESKES RETNO ANES

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i

KATA PENGANTAR…………………………………………………… ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………… 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 3

BAB III. LAPORAN KASUS………………………………………… 18

BAB IV. PEMBAHASAN……………………………………………… 26

BAB V. KESIMPULAN……………………………………………… 28

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: PRESKES RETNO ANES

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak

terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis

bedah sehari – hari sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit

pada bayi baru lahir sampai orang tua dengan kelainan yang berat, melakukan

pembedahan jantung, transplantasi berbagai organ tubuh, yang berlangsung

berjam-jam dengan aman tanpa rasa sakit sedikitpun adalah akibat dukungan

tindakan anestesi yang canggih.

Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang

mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif

pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu

tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2)

anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversible yang disebabkan

oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian

besar operasi ( 70-75 %) dilakukan dengan anestesi umum, lainnya dengan

anestesi lokal / regional.

Dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap

yang harus dilaksanakan yaitu tahap pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi

dan pemeliharaan, serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan

keberhasilan suatu anestesi. Hal yang penting dalam tahap ini adalah : (1)

menyiapkan pasien, yang meliputi riwayat penyakit pasien, keadaan umum

pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik, obat-obat, dan macam anestesi

yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang timbul

pada waktu pelaksanaan anestesi dan komplikasi yang timbul pasca anestesi.

1

Page 5: PRESKES RETNO ANES

Tahap pelaksanaan anestesi meliputi premedikasi, induksi, dan

pemeliharaan. Obat-obat yang diberikan dapat berupa obat inhalasi atau intravena,

sampai stadium anestesi dikehendaki. Perlunya pemantauan pada tahap ini yaitu

pernafasan, sirkulasi, dan kedalaman anestesi, dilakukan secara berkala dan terus-

menerus untuk menghindari penyulit atau komplikasi yang dapat terjadi.

Pada tahap pemulihan, pengawasan ketat masih harus dilakukan, sampai

penderita benar-benar pulih dan cukup stabil untuk dipindah ke bangsal.

BAB II

2

Page 6: PRESKES RETNO ANES

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERITONITIS GENERALISATA

Hampir semua kelainan abdomen yang bersifat akut memerlukan

pembedahan sebagai upaya untuk diagnosis dan terapi. Pada kasus ini diperlukan

tindakan laparatomi explorasi mengingat dari temuan pemeriksaan fisik

didapatkan defans muskuler, nyeri tekan yang meluas, distensi perut, lekositosis

yang mendukung ke arah peritonitis generalisata. Pada setiap upaya pembedahan

diperlukan anestesi sebagai upaya untuk menghilangkan nyeri. Untuk melakukan

anestesi dengan aman salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah

mengetahui kasiat, efek samping dan cara kerja obat anestesi.

Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu

hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat

sementara dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan

obat – obat pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan

tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain – lain.

B. ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali ( reversible ). Komponen anestesi

yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Pada kasus ini

anestesi yang digunakan adalah anestesi umum.

Tanda-tanda klinis anesthesia umum (menggunakan zat anestesi yang

mudah menguap, terutama diethyleter) menurut Guedel, dengan teknik open drop:

- Stadium I : analgesia dari mulanya induksi anestesi hingga hilangnya

kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga hanya

pembedahan kecil yang dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini

berakhir ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata.

- Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya

respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.

3

Page 7: PRESKES RETNO ANES

- Stadium III : stadium pembedahan, dari mulai respirasi teratur hingga

berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane yaitu :

Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur

thoracoabdominal, anak mata terfiksasi kadang – kadang

eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi

meningkat, reflek faring dan muntah negative, tonus otot mulai

menurun.

Plane 2 : ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal

menurun, frekuensi nafas meningkat, anakmata terfiksasi di

tengah, pupil mulai midriasis, reflek cahaya mulai menurun

dan reflek kornea negative.

Plane 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena

terjadi kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil

melebar dan sentral, reflek laring dan peritoneum negative,

tonus otot makin menurun.

Plane 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena

otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana,

tonus otot sangat menurun, pupil midriasis dan reflek sfingter

ani dan kelenjsar air mata negative.

- Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralisis diafragma hingga

cardiac arrest.

1. PERSIAPAN PRA ANESTESI

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan

pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk

keberhasilan tindakan tersebut.

Adapun tujuan pra anestesi adalah:

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal dengan

melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan

pemeriksaan lain..

4

Page 8: PRESKES RETNO ANES

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi

yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.

c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American

Society Anesthesiology)

ASA I Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir,

tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris.

Angka mortalitas 2%

ASA II Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai

dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau

proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%

ASA III Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga

aktivitas harian / live style terbatas. Angka

mortalitas 38%

ASA IV Pasien dengan gangguan sistemik berat yang

mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan

operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina

menetap. Angka mortalitas 68%

ASA V pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan

operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan

hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.

Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E.

1. PREMEDIKASI ANESTESI

Dewasa ini dengan kemajuan teknik anestesi, tujuan premedikasi

bukan hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-

obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien

sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat

sebelum anestesi.

Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :

1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

5

Page 9: PRESKES RETNO ANES

2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

4. memberikan analgesia, misal pethidin

5. mencegah muntah, misal : droperidol

6. memperlancar induksi, misal : pethidin

7. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

8. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas

atropin.

9. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas

atropin dan hiosin

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis

pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan

demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus

selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik,

derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat

hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang

berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi,

macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan.

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan

sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:

1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.

2. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal

diazepam dan midazolam.

3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.

4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.

5. Antihistamin, misal prometazine.

6. Antasida, misal gelusil.

7. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine.

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam

pemakaian sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk

6

Page 10: PRESKES RETNO ANES

mendapatkan hasil yang diinginkan, misalnya kombinasi narkotik,

benzodiazepin, dan antikolinergik.

Obat premedikasi yang digunakan dalam kasus ini adalah:

a. Sulfas Atropin

Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik.

Terhadap SSP, atropin merangsang medulla oblongata dan

pusat lain di otak. Dalam dosis 0,5 mg atropin merangsang N vagus

dan menurunkan frekuensi jantung. Pada dosis yang besar sekali

atropin menyebabkan depresi nafas, eksitasi, disorientasi, delirium,

halusinasi, dan perangsangan lebih jelas di pusat yang lebih tinggi.

Lebih lanjut dapat terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata.

Terhadap saluran nafas. Atropin mengurangi sekresi hidung,

mulut, faring, dan bronkus.

Terhadap system kardiovaskuler. Pengaruh atropin terhadap

jantung bersifat bifasik. Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang sering

digunakan, frekuensi jantung menurun, mungkin disebabkan karena

perangsangan nukleus nervus vagus. Bradikardi biasanya tidak nyata

dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung.

Terhadap saluran cerna. Atropin bersifat menghambat

peristaltik lambung dan usus serta mengurangi sekresi liur dan

lambung.

Saluran kemih. Saluran kemih ini dipengaruhi oleh atropin

dalam dosis yang agak besar (kira-kira 1 mg), yang akan menyebabkan

retensi urin yang disebabkan oleh relaksasi muskulus detrusor dan

konstriksi sfingter uretra.

Efek samping atau toksik pada orang muda adalah mulut kering,

gangguan miksi, dan meteorismus. Pada orang tua terjadi efek sentral

terutama sindrom demensia. Efek samping lain bisa juga timbul muka

merah yang disebabkan efeknya terhadap vasodilatasi pembuluh darah.

Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.

Dosis : 0,01-0,02 mg/ kgBB.

7

Page 11: PRESKES RETNO ANES

Pemberian : SC, IM, IV

b. Pethidin

Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi

nafas dan efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah

pemberian SC atau IM, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik

menimbulkan perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan

konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal volume sedang

frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas tidak

disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat

hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat

keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada

penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini

tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat

jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena hipotensi akibat

vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin.

Absorbsi pethidin berlangsung baik pada semua cara pemberian.

Pada pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam

pertama. Pethidin dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal

sekitar 1/3 dosis yang diberikan.

Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi,

mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan

pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan ,

dan dapat diantagonis dengan naloxon.

Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc

Dosis : 1-2 mg/ kgBB

Pemberian : IV, IM,SC

1. INDUKSI

DI-ISOPROPYL PHENOL ( PROPOFOL, DIPRIVAN )

8

Page 12: PRESKES RETNO ANES

Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi

10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan 1,2 % phosphatide telur.

Pemberian intravena propofol (2 mg/kg BB) menginduksi

anestesi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang-kadang

terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan phlebitis atau

trombosis.

Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung.

Sesudah pemberian Propofol IV terjadi depresi pernapaasan sampai

apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premedikasi dengan

opiat.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke

otak, metabolisme otak dan tekanan intrakanial akan menurun. Tak

jelas adanya interaksi dengan obat pelemas otot. Keuntungan Propofol

karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi

yang minimal. Terjadi mual, muntah dan sakit kepala mirip dengan

thiopental.

Cepatnya induksi dan pemulihan dari anestesi berguna dalam

pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur yang cepat dan singkat.

Sediaan : dalam ampul, 200mg/20cc

Dosis : 1,5-2,5 mg/kg BB

Pemberian : IV

2. PEMELIHARAAN

Obat anestesi maintenance yang digunakan dalam kasus ini adalah:

a. Halothane

Merupakan cairan yang tidak berwarna, berbau enak serta tidak

merangsang / iritasi, mudah menguap (volatile), tidak mudah

meledak atau terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime absorber,

mudah diuraikan oleh cahaya karena itu harus disimpan dalam botol

berwarna gelap (ambard). Merupakan obat anestesia yang potent,

kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Overdosis relatif

9

Page 13: PRESKES RETNO ANES

mudah terjadi dengan gejala kegagalan pernafasan dan sirkulasi

yang dapat menyebabkan kematian. Efek terhadap SSP sama

dengan obat anestesia lain pada umumnya yaitu mendepresi kortek

serebral dan medulla. Pengaruhnya terhadap kardiovaskular adalah

vasodilatasi yang menimbulkan hipotensi dan bradikardi. Uap

halothane tidak menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan

karenanya induksi mudah dicapai tanpa batuk-batuk atau eksitasi.

Halothane mendepresi pernafasan yang pada tingkat permulaan

menyebabkan pernafasan lebih cepat (takipnu) dan dangkal, dan

pada stadium lebih dalam dapat timbul gagal nafas (henti nafas).

Halothane juga mempunyai efek relaksasi yang moderat terhadap

sistem otot.

Dosis : dosis induksi 2-4%, dosis pemeliharaan 0,5-2%

Pemberian : inhalasi

b. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak

iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah

terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber

(pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi

dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut

dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh

karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan

zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.

Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena

Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.

Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi

tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya

dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan

dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah

sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.

10

Page 14: PRESKES RETNO ANES

1. OBAT PELUMPUH OTOT

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga

menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat

ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,

misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi ,

misal kurarin.

Dalam anestesi umum , obat ini memudahkan dan menguragi cedera

tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang

dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

2 golongan obat pelumpuh otot yaitu :

a. Depolarisasi.

- Ada fasikulasi otot

- Berpotensiasi dengan antikolinesterase

- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan

tunggal atau tetanik

- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik

- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot

non depolarisasi dan asidosis

- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)

b. Non depolarisasi

- Tidak ada fasikulasi otot

- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik

inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane

- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan

tunggal atau tetanik

- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase

- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium

bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron

(rokuronium bromida).

11

Page 15: PRESKES RETNO ANES

Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :

Atrakurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang

mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice

leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat

terdahulu antara lain adalah :

Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu

reaksi kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak

bergantung pada fungsi hati dan ginjal.

Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.

Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna

Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg

atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada

suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv

Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada odsis yang dipakai. Pada

umumnya mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan

lama kerja atrakurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit.

Pemulihan fungsi syaraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama

kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase.

Atrakurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan

penyakit jantung, hati, dan ginjal yang berat.

6. ANTAGONIS PELUMPUH OTOT

Neostigmin Metil Sulfat ( Prostigmin )

Merupakan antikolinesterase yang mencegah hidrolisis dan menimbulkan

akumulasi asetilkholin. Obat ini mengalami metabolisme oleh kolinesterase serum

12

Page 16: PRESKES RETNO ANES

dan bentuk utuh obat sebagian diekskresi melalui ginjal. Mempunyai efek

nikotinik, muskarinik dan stimulan otot langsung. Efek muskarinik antara lain

bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna, pembentukan sekret jalan

nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi vesika

urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan bersama – sama

dengan atropin dosis 1 – 1,5 mg.

7. INTUBASI TRAKEA

Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan

nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan.sedangkan

ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal. Intubasi trakea

bertujuan untuk :

1. Mempermudah pemberian anestesi.

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

5. Pemakaian ventilasi yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut.

Indikasi intubasi trakea adalah: tindakan resusitasi, tindakan anestesi,

pemeliharaan jalan nafas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.

Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya

tindakan laringoskopi dan intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan

setelah ekstubasi.

C. TERAPI CAIRAN

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati

jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan

untuk :

1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

13

Page 17: PRESKES RETNO ANES

2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang

diberikan, misalnya terapi dengan menggunakan diuretic.

Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena pemasukan kurang, puasa,

muntah, penghisapan isi lambung, adanya fistula enterokutan, penumpukan

cairan pada ruang ketiga (ruang ekstra sel yang tidak berfungsi), seperti

pada ileus obstriktif, peritonitis.

Defisit cairan ekstra sel yang terjadi dapat diduga dengan berat

ringannya dehidrasi yang terjadi. Dehidrasi ringan ( defisit cairan ekstrasel

sesuai dengan 4% dari berat badan ), dehidrasi sedang ( defisit cairan

ekstrasel sesuai dengan 6% dari berat badan ), dan dehidrasi berat ( defisit

cairan ekstrasel sesuai dengan 8% dari berat badan ).

Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg

BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan cairan bertambah

10-15%.

Cairan yang diberikan bisa berupa cairan elektrolit (ringer laktat,

NaCl 0,9%), kalau perlu diberikan cairan koloid.

Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler,

tanda rehidrasi telah tercapai ialah dengan adanya produksi urin 0,5-1 ml/

kg BB/ jam

2. Selama operasi

Pada pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

a. Kekurangan cairan pra bedah

b. Kebutuhan untuk pemeliharaan

c. Bertambahnya “insensible loss karena suhu kamar bedah yang

tinggi, dan hiperventilasi.

d. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang

ketiga.

e. Terjadinya perdarahan.

14

Page 18: PRESKES RETNO ANES

Defisit cairan karena puasa, 50% nya diberikan pada jam I, 25%

nya pada jam kedua, dan 25% nya lagi pada jam ketiga.

Cairan yang diberikan ringer laktat dalam dekstrose 5%, atau

ringer laktat.

Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

f. Ringan = 4 ml/kgBB/jam.

g. Sedang = 6 ml / kgBB/jam

h. Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10

% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali

volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat

dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran / darah dengan

dosis 1-2 kali darah yang hilang.

1. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit

cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

D. PEMULIHAN

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan

anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu

ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Pasien yang dikelola adalah

pasien pasca anestasi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar

dimonitor jalan nafasnya apakah bebas ataukah tidak, ventilasinya cukup atau

tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas

karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini

juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi. Monitor kesadaran

merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi

gangguan jalan nafas. Sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh

sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan

hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi.

Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi.

15

Page 19: PRESKES RETNO ANES

Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien

dangan penyakit jantung.

Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan

ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian

pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang

disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

BAB III

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

1. No. CM : 910322

2. Nama : Tn. J

3. Umur : 65 tahun

4. Jenis Kelamin : Laki-laki

5. Alamat : Masaran, Sragen

6. Diagnosa Preoperatif : Peritonitis Generalisata et causa suspect

Perforasi Gaster

7. Diagnosa Postoperatif : Peritonitis Generalisata et causa Perforasi

Hollow viscus

8. Macam Operasi : Laparatomi eksplorasi

16

Page 20: PRESKES RETNO ANES

9. Macam Anestesi : General anestesi (Anestesi umum)

10. Tanggal Masuk : 11 Agustus 2008

11. Tanggal Operasi : 11 Agustus 2008

A. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesa

a. Keluhan utama : Nyeri di seluruh lapang perut

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluhkan

nyeri di seluruh lapang perut yang terus-menerus, awalnya nyeri

dirasakan di ulu hati, lama-kelamaan meyebar ke seluruh lapang perut.

Nyeri tidak menjalar, nyeri bertambah bila penderita berjalan dan

makan makanan. Nyeri disertai mual, namun tidak muntah, demam (-).

Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Karena nyeri

yang semakin bertambah penderita langsung dibawa ke RSUD Dr

Moewardi Solo.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat nyeri perut kanan bawah : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat hipertensi : (-)

Riwayat asma dan penyakit paru : (-)

Riwayat sakit jantung : (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

1. Pemeriksaan fisik:

Keadaan Umum : lemah, compos mentis, gizi kesan kurang

Tensi : 110 / 70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu Axiler : 37,2 C

Respirasi : 28 x/menit

Berat badan : 55 kg

17

Page 21: PRESKES RETNO ANES

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut : sianosis (-), gigi goyah / palsu (-)

Telinga : sekret (-), pendengaran baik

Leher : glandula thyroid di tengah, pembesaran limfonodi

(-), JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-)

Thorax : retraksi (-)

Pulmo I : Pengembangan paru kanan = kiri

P : Fremitus raba kanan = kiri

P : Sonor - Sonor

A: Suara dasar : vesikuler (+/+)

Suara tambahan : wheezing (-)

Jantung I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak kuat angkat

P : Batas jantung kesan tidak

melebar

A : Bunyi jantung I-II intensitas

normal, reguler, bising (-)

Abdomen : I : Dinding perut > dinding dada, distended (+), darm

contour (-), darm steifung (-)

P : Nyeri tekan (+) seluruh lapang perut, defans muskuler

(+), hepar dan lien tak teraba

P : Hipertimpani (+)

A : peristaltik (+) ↓ , metalik sound (-), borborigmi (-)

Ekstremitas : oedem (-), akral dingin (-)

Rectal Toucher : TMSA dbn, mukosa licin, ampula tidak kolaps,

massa (-), nyeri tekan (+) di seluruh lapangan

pemeriksaan, prostat tidak membesar, STLD (-),

feses (-).

2. Pemeriksaan penunjang

18

Page 22: PRESKES RETNO ANES

Laboratorium Darah :

Hb : 11,5 g/dl

Hct : 34,4 %

AE : 3,79.106 /uL

AL : 4.700 /uL

AT : 323.000 /uL

Gol.darah : B

PT : 14,3 detik

APTT : 25,1 detik

GDS : 78 mg/dl

Ureum : 51 mg/dl

Kreatinine : 1,1 mg/dl

Protein total : 6,4 mg/dl

Albumin : 3,5 g/dl

Natrium : 146 mmol/L

Kalium : 3,7 mmol/L

Clorida : 112 mmol/L

3. Kesimpulan

Pasien seorang laki-laki, usia 65 tahun, dengan keluhan utama

nyeri di seluruh lapang perut, dan didiagnosa : Peritonitis generalisata et

causa suspect perforasi gaster. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Vital

Sign : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi rate

28x/menit, suhu axiller 37,2oC, BB 55 kg. Cor dan pulmo dalam batas

normal, abdomen: didapatkan nyeri tekan di seluruh lapang perut, defans

muskuler (+), peristaltik menurun.

Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 11,5 g/dl,

Hct 34,4 %, AL 4.700 uL, AT 323.000 uL, GDS 78 mg/dl, Ureum 51

mg/dl, Kreatinine 1,1 mg/dl, Natrium 146 mmol/L, Kalium 3,7 mmol/L,

ion Clorida 112 mmol/L. Akan dilakukan Laparatomi eksplorasi dengan

General Anestesi.

Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA

II E.

B. RENCANA ANESTESI

1. Persiapan operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Suhu tubuh pasien di bawah 38 0 C

c. Puasa > 6 jam atau pasang NGT

19

Page 23: PRESKES RETNO ANES

d. Pasang I.V. line

e. Oksigenasi 3 L / menit

f. Infus RL , NaCl

g. Koreksi cairan hingga produksi urine 0,5-1 cc/kgBB/jam

h. Whole Blood 2 kolf

i. Konsul ICU untuk pengelolaan post op

2. Jenis anestesi : General Anestesi

3. Teknik anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tube no

7,5 respirasi terkontrol

4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg iv, Pethidin 50 mg iv,

Metoclopramid 10 mg iv, Miloz 3 mg iv,

Ketorolac 30 mg iv

5. Induksi : Propofol 100 mg I.V, Succinyl choline 60

mg I.V

6. Maintenance : N20 : 02 = 2 L : 3 L

Sevoflurane 2 - 4 vol %

7. Pelumpuh otot : Atracurium 30 mg I.V

Maintenance 10 mg I.V

8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,

kedalaman anestesi, cairan, dan perdarahan

9. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar.

D. TATA LAKSANA ANESTESI

1. Di ruang persiapan

20

Page 24: PRESKES RETNO ANES

a. Jam 11.00 dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita,

persetujuan operasi, lama puasa 6 jam, lembar konsul anestesi, obat-

obatan dan perlengkapan yang diperlukan.

b. Jam 11.25 pemeriksaan tanda-tanda vital

T : 110/70 mmHg Rr : 24 x/menit

N : 84 x/menit S : 36,8 oC

b. Infus NaCl 40 tetes/menit terpasang pada tangan kanan.

c. Mengganti pakaian penderita dengan pakaian operasi.

2. Di ruang operasi

a. Jam 11.40 penderita ditidurkan di ruang operasi telentang dilakukan

premedikasi pemberian SA 0,25 mg I.V serta pethidin 50 mg I.V,

Metoclopramid 10 mg iv, Miloz 3 mg iv, Ketorolac 30 mg iv

kemudian stetoskop dan manset dipasang pada tangan kanan.

b. Jam 11.45 dilakukan induksi dengan Propofol 100 mg I.V, lalu segera

kepala diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6

l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, dimasukkan Succinyl

choline 60 mg I.V, tampak fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan

intubasi dengan orotrachea no.7,5. Setelah terpasang baik dihubungkan

dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 3 l/menit dan N2O 2

l/menit. Untuk maintenance digunakan Sevoflurane 2 - 4 vol %.

c. Jam 11.55 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasi

sentral dan midriasis), ahli bedah dipersilakan memulai operasi,

selama operasi tanda vital dan Sat O2 dimonitor tiap 5 menit.

d. Jam 14.10 operasi selesai, alat anestesi dilepas, dan penderita

dipindahkan ke ICU.

21

Page 25: PRESKES RETNO ANES

Monitoring Selama Anestesi

16.35 140/66 70 99

16.40 120/52 68 99 Tracrium 10 mg I.V, Infus diganti NS

16.45 145/68 78 99

16.50 142/70 72 99

16.55 145/70 72 99

17.00 130/68 80 99

17.05 130/70 72 99 Tracrium 10 mg I.V

17.10 135/65 67 99

17.15 138/74 68 99 SA 1 ampul I.V, Prostigmin 1 ampul I.V

Jam 17.10 Operasi selesai

Jam 17.10 Anestesi selesai

Jam 17.50 Pasien dipindah ke bangsal

Monitoring Pasca Anestesi

Jam Tensi Nadi RR Keterangan17.20 130/80 76 20 O2 3 L / menit, lendir dihisap dan monitoring tanda

– tanda vital.17.30 120/70 80 20

17.40 120/80 80 20

17.50 120/70 84 20

1. Instruksi Pasca Anestesi

a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun di

bawah 90 mmHg, infus dipercepat. Bila muntah, berikan Primperan 1

ampul. Bila kesakitan, berikan Remopain 1 amp.

Jam Tensi Nadi Sa02 Keterangan

15.40 118/60 72 99 Induksi Propofol 100 mg I.V, Succinyl choline 50

mg I.V, O2 6 L / menit dan intubasi. Terpasang

infus RL

15.45 160/98 80 99 N20 : 02 = 2,5 : 3,5 total flow 6 L / menit,

Halothane 1,5 vol % dan Tracrium 30 mg I.V.

Operasi dimulai dan monitoring tanda – tanda vital

tiap 5 menit.

15.50 130/60 70 99

15.55 112/60 78 99

16.00 105/60 72 99

16.05 123/65 58 99 Infus RL

16.10 130/58 65 99 Tracrium 10 mg I.V

16.15 127/59 64 99

16.20 127/60 70 99

16.25 130/58 72 99

16.30 130/74 74 99

22

Page 26: PRESKES RETNO ANES

b. Lain-lain

- Anti biotik dari bagian bedah.

- Analgetik dari bagian bedah

- Puasa sampai dengan flatus.

- Post operasi cek Hb, bila < 10 mg/dL, transfusi sampai dengan Hb

> 10 mg/dL.

- Kontrol balance cairan

- Monitor vital sign

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik

akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.

A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK

Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana

kebutuhan cairan dapat meningkat, sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi.

operasi. Dapat terjadi sepsis.

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH

1. Cito yang jika tidak segera dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwa

pasien

2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.

3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)

23

Page 27: PRESKES RETNO ANES

Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan

teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu

dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI

1. Pemeriksaan pra anestesi

Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :

a. Puasa lebih dari 6 jam (pasien sudah puasa selama 6 jam)

b. Pemeriksaan laboratorium darah

Permasalahan yang ada adalah :

c. Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum

dilakukan anestesi dan operasi.

d. Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan

keadaan umum penderita.

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada

penderita perlu dilakukan :

e. Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.

f. Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya

muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.

g. Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada operasi ini

diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit dan amnesia dengan

menggunakan premedikasi sulfas atropin dan pethidin. Teknik anestesinya

semi closed inhalasi dengan pemasangan endotrakheal tube, dan

perencanaan ini sudah tepat karena bila dengan face mask bahaya aspirasi

dan terganggunya jalan napas lebih besar

h. Selama operasi dipasang ET teknik cepat.

1. Premedikasi

a. Untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus serta mencegah

adanya vagal reflek yang ditimbulkan oleh tindakan bedah itu sendiri

24

Page 28: PRESKES RETNO ANES

maka diberikan Sulfas atropin 0,25 mg I.V

b. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah, mengurangi

kebutuhan obat anestesi dan memudahkan induksi digunakan Pethidin

50 mg I.V

2. Induksi

a. Digunakan Propofol 100 mg I.V karena memiliki efek induksi yang cepat,

dengan distribusi dan eliminasi yang cepat.

b. Untuk mengurangi cedera karena pemasangan endotracheal tube,

merelaksasikan otot saluran napas, maka diberikan Succinyl choline 50

mg I.V dan dilanjutkan dengan pemberian Tracrium 30 mg I.V sebagai

pelemas otot.

1. Maintenance

Dipakai N2O dan O2 dengan perbandingan 2,5 L/3,5L.

Juga digunakan halothane 1,5 vol %, yang merupakan anestesi

inhalasi yang potent, di mana kekuatan anestesinya 4-5 kali eter atau 2 kali

kloroform. Halothane tidak merangsang / menimbulkan iritasi pada

saluran pernafasan sehingga induksi mudah dicapai tanpa batuk-batuk atau

eksitasi. Selain itu, masa pemulihan berjalan cepat. Terhadap sistem otot,

halothane mempunyai efek relaksasi yang moderat. Relaksasi otot

abdominal hanya dapat dicapai pada stadium dalam di mana telah terjadi

overdosis.

5. Terapi Cairan

a. Defisit cairan karena puasa 6 jam

35 cc x 55 kg x 6/24 jam = 481,25 cc

b. Kebutuhan cairan selama operasi besar dan karena trauma operasi

selama 1,5 jam

25

Page 29: PRESKES RETNO ANES

= (35 cc x 55 kg x 1,5/24 jam) + (8 cc x 55 kg x 1,5 jam)

= 120,3125 cc + 660 cc = 780,31 cc

c. Perdarahan yang terjadi = 450 cc

EBV = 70 cc x 55 kg = 3850 cc

Jadi kehilangan darah = 450/3850 x 100% = 11,68 %

Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 450 = 1350 cc

d. Kebutuhan cairan total = 481,25 + 680,31 + 1350 = 2511,56 cc

e. Cairan yang sudah diberikan :

1). Pra anestesi = 1000 cc

2). Saat operasi = 1500 cc

Total cairan yang masuk = 2500 cc

Jadi kurang cairan sebesar 11,56 cc, maka penambahan cairan masih

diperlukan saat pasien di bangsal ditambah kebutuhan cairan perhari

selama 24 jam.

26

Page 30: PRESKES RETNO ANES

BAB V

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi

yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita

mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul

sehingga dapat mengantisipasinya.

Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada

operasi cito laparatomi pada penderita laki-laki, usia 19 tahun, status fisik ASA II

E. Dengan diagnosis Peritonitis Generalisata et causa Appendicitis Perforasi

dengan menggunakan teknik anestesi semi closed dengan ET no.7 respirasi

terkontrol.

Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan

yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya

komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang

berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang

pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung

dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.

27

Page 31: PRESKES RETNO ANES

DAFTAR PUSTAKA

Dobson Michael B, Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994.

Gan, Sulistia, Farmakologi dan terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986.

Muhardi, M, dkk. Anastesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta, 1989.

Snow, J.C. Manual of Anasthaesiology, 2 nd edition, Little Brown and Company, Boston, 1982.

Wirjoatmojo, K. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000