preskes sh
DESCRIPTION
preskesTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
SEORANG WANITA USIA 77 TAHUN DENGAN
SUSPEK STROKE HEMORAGIK
Oleh:
M. Arief Syaifuddin G9911112090
Gilar Rizki Aji P. G9911112072
Yohana Endrasari G9911112146
Agatha Dinar G9911112006
Galih Ratna A. G99121019
Siti Zahra Ni’mah G99121044
Albert Krisnayudha S. G99121002
Salamah Ary W. G0002136
Pembimbing:
dr. FX Soetedjo Widjoyo, Sp.S (K)
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
BAB ISTATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. H
Umur : 77 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Banjarsari
No. RM : 01057446
Tanggal Masuk : 31 Maret 2013
Tanggal Periksa : 1 April 2013
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam SMRS. Sebelum
mengalami penurunan kesadaran pasien merasa sesak dan di bawa ke RS
Panti Waluyo. Pasien diberi nebulizer oleh bagian paru namun tiba-tiba
pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan yang kemudian di ikuti
dengan penurunan kesadaran. Pasien juga susah di ajak bicara, jika di
tanya hanya menjawab aaaah atau hanya mengerang.
Dari keterangan keluarga, pasien mengeluh nyeri kepala sejak
kurang lebih 3 jam sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran.
Pasien juga mengalami muntah sebanyak 3 kali.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (+) sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat stroke/TIA : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat minum obat bebas : disangkal
6. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tiga kali sehari, porsi sedang dengan
nasi dan lauk pauk seadanya. Pasien jarang makan buah dan minum susu.
Sejak sakit pasien tidak mau makan dan minum.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
3
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tinggal bersama anaknya di
rumah. Pasien membayar biaya perawatan di RSDM dengan Jamkesmas.
ANAMNESIS SISTEM
Anamnesis sistem dilakukan tanggal 1 April 2013.
a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+), kejang (-)
b. Sistem Indera
- Mata : berkunang - kunang (-), pandangan dobel (-),
penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
- Telinga : pendengaran berkurang (-), telinga berdenging
(), keluar cairan (-), darah (-), nyeri (-)
c. Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-),
gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi
(-) tidur mendengkur (-)
f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-)
g. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-), susah
BAB (-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung
(-), nafsu makan berkurang (-), ampek (-), tinja
lunak, warna kuning.
h. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-),
i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-)
j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (+/-),
sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), sakit sendi lutut kiri (-),
kelemahan (+/-)
4
l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak
stabil (-)
m.Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa
tebal (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : sakit sedang, gizi kesan kurang
Vital sign
TD :170/100 mmHg
Nadi : 120x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/ menit tipe thoracoabdominal
Suhu : 37,10C (per aksiler)
Status Neurologisa. Kesadaran : GCS E2V2M5
b. Fungsi luhur : sulit dievaluasi
c. Fungsi vegetatif : kateter urin, Nasogastric Tube
d. Fungsi sensorik : sulit dievaluasi
e. Fungsi motorik dan reflek :
Kekuatan Tonus R.fisiologis R.patologis N +3 +2 + -
N +3 +2 + -Lateralisasi (D)
f. Nervus Cranialis
1. N. I : s.d.e
2. N. II : dalam batas normal
3. N. III, IV, VI : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),
Doll’s eye (-/-)
4. N. V : refleks kornea (-/+)
5. N.VII : s.d.e
5
6. N. VIII : s.d.e
7. N. IX : gag relfeks (+)
8. N. X : gag refleks (+)
9. N.XI : s.d.e
10. N. XII : s.d.e
i. Meningeal Sign
- Kaku kuduk : (-)
- Tanda Brudzinski I : (-)
- Tanda Brudzinski II : (-)
- Tanda Brudzinski III : (-)
- Tanda Brudzinski IV : (-)
- Tanda Kernig : (-/-)
j. Provokasi test
- Laseque : (-/-)
- Patrick : (-/-)
- Contra Patrick : (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
6
7
Pemeriksaan 31/3 Satuan Nilai normal
Hematologi Rutin
Hb 12.0 g/dl 12.0 – 15.6
Hct 34 33 – 45
AL 10.1 103/l 4.5 - 11.0
AT 183 103/l 150 - 450
AE 4.88 106/l 4.10 – 5.10
Gol. Darah BIndex Eritrosit
MCV 70.4 /um 80-96
MCH 24.6 Pg 28-33
MCHC 34.9 g/dl 33-36
RDW 13.7 % 11.6 – 14.6
MPV 8.9 Fl 7.2 – 11.1
PDW 17 % 25 – 65Hitung Jenis- eosinofil
- basofil
- netrofil
- limfosit
- monosit
1.60
0.50
79.00
13.40
6.30
%
%
%
%
%
00.00-4.00
00.00-2.00
55.00-80.00
22.00-44.00
0.00-7.00
Kimia Klinik
GDS 180 mg/dl 60-140
GDP mg/dl 70-110
G2PP mg/dl 80-140
HbA1c % 4.8 – 5.9
SGOT 25 u/l 0-35
SGPT 24 u/l 0-45
Kreatinin 0.8 mg/dl 0.6 -1.1
Ureum 40 mg/dl < 50Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 4.9 mmol/L 3.3-5.1
Klorida 98 mmol/L 98-106
Kalsium ion mmol/L 1.17-1.29Serologi Hepatitis
HbsAgNon
reaktifnon reaktif
E. RESUME
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam SMRS, terjadi
setelah pasien di nebulizer dan pasien tiba-tiba sulit dibangunkan serta di ikuti
kelemahan anggota gerak kanan. Pasien juga susah diajak bicara.
Dari keterangan keluarga, sebelumnya pasien mengeluh nyeri kepala
(+), demam (-), muntah (+), kejang (-), riwayat trauma (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/100mmHg, nadi
120x/menit, respirasi 24x/menit. Pada pemeriksaan status neurologis GCS
E2V2M5, fungsi sensorik dan fungsi luhur sulit di evaluasi. Fungsi vegetatif
menggunakan kateter urin dan pipa nasogastrik. Pemeriksaan kekuatan
motorik terdapat lateralisasi dextra, kekuatan tonus meningkat pada ekstremitas
kanan, pemeriksaan reflek fisiologis meningkat pada ekstremitas kanan, dan
didapatkan refleks patologis pada ekstremitas kanan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemia.
F. DIAGNOSIS
K: Penurunan kesadaran, hemiparese dextra
T: Subcortex hemisfer cerebri sinistra
E: Suspek stroke hemoragik
G. PENATALAKSANAAN
1. Head up 30°
2. O2 3 liter/menit
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
5. Injeksi Sohobion 5000mcq/24 jam drip
H. PLANNING
1. Konsul Interna
2. CT Scan Kepala polos
3. Monitoring KUVS
8
I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STROKE
1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan
arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau
perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan
arachnoidea (WHO, 2005).
2. Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik
(20%). Stroke hemoragik sendiri diklasifikasikan lagi menjadi perdarahan
intraserebral (PIS) sebanyak 15% dan perdarahan subaraknoid (PSA)
sebanyak 5% (Warlow, 2008).
3. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan
penyebab pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka
mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke
iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan mandirinya
lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama
(Nassisi, 2009)
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar
antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan
umur. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria dibanding
dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi
tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).
10
4. Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):
a. Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif
akibat hipertensi yang tidak terkontrol; resiko tahunan perdarahan
rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan hipertensi;
diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
b. Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi
protein β-amyloid; dapat berupa perdarahan lobar pada orang berusia
diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 10,5%;
diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan,
MRI, dan juga Angiografi.
c. Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri
dan vena; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 18%; dapat
dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan radiosurgery; diagnosis
berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.
d. Aneurisma intrakranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya
berhubungan dengan perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan
rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, dimana berkurang 3% tiap
tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils dapat
secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis
berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.
e. Angioma Kavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh
jaringan ikat; resiko perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi
dengan eksisi bedah atau radiosurgery; diagnosis berdasarkan gambaran
MRI.
11
f.Venous Angioma
Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan
sangat kecil (0,15%); diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan
angiografi konvensional.
g. Dural venous sinus thrombosis
Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik;
antikoagulan dan agen trombolitik transvenosus dapat
memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12
bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan
gambaran MRI dan angiografi.
h. Neoplasma intrakranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular; outcome jangka panjang ditentukan oleh karakterisitik dari
neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan gambaran MRI.
i.Koagulopati
Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan
agen trombolitik; koreksi cepat abnormalitas bersangkutan penting untuk
menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
j.Penggunaan kokain dan alkohol
Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vaskuler
yang mendasari; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
5. Manifestasi Klinis
Stroke hemoragik mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dibanding dengan stroke iskemik. Pasien dengan stroke hemoragik
mempunyai defisit neurologis yang sama dengan stroke iskemik namun
cenderung lebih parah (Nassisi, 2008). Beberapa gejala khas terjadinya
perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:
a. Hipertensi reaktif akut
Tekanan darah tinggi yang jauh melampaui level hipertensi kronik
yang dialami pasien, merupakan suatu sangkaan kuat terjadinya
perdarahan.
12
b. Muntah
Muntah pada saat onset perdarahan serebral jauh lebih sering
terjadi dibandingkan pada infark serebral.
c. Nyeri kepala
Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada perdarahan serebral
akibat peninggian tekanan intrakranial, namun pada 50% kasus sakit
kepala absen ataupun ringan.
d. Kaku kuduk
Kaku kuduk juga sering ditemukan pada stroke perdarahan, namun
hal ini pun sering absen ataupun ringan, terutama jika terjadi penurunan
kesadaran yang dalam.
e. Kejang
Kejang yang terjadi biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari
pertama dari 10% kasus perdarahan supratentorial. Kejang sering terjadi
belakangan, beberapa bulan bahkan tahun setelah kejadian
Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut
Smith (2005) dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:
a. Putaminal Hemorrhages
Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan,
juga dapat meluas ke kapsula interna. Hemiparesis kontralateral
merupakan gejala utama yang terjadi. Pada perdarahan yang ringan,
gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi melantur, dan
diikuti melemahnya lengan dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola
mata. Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor
ataupun koma akibat kompresi batang otak.
b. Thalamic Hemorrhages
Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada
seluruh sisi kontralateral tubuh. Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat
terjadi pada perdarahan yang sedang sampai berat akibat kompresi
ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat terjadi
13
pada lesi hemisfer dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer
non-dominan. Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya
sementara.
c. Pontine Hemorrhages
Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam
hitungan menit. Sering juga terjadi rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-
point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan mata horizontal pada
manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga
sering terjadi dalam beberapa jam.
d. Cerebellar Hemorrhages
Perdarahan serebelum biasanya ditandai dengan gejala-gejala
seperti sakit kepala oksipital, muntah berulang, serta ataksia gait. Dapat
juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah lesi, serta paresis saraf
kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi
stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
e. Lobar Hemorrhages
Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang
terjadi terbatas menyerupai gejala-gejala pada stroke iskemik.
6. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan cerebrospinal fluid
(CSF) merupakan metode yang paling sering dipakai untuk menegakkan
diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya darah atau CSF yang
xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi antara hematom dengan
rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang kecil.
Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat
menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi
kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance
imaging (MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya
di ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab
14
lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan,
sedangkan paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas
perubahan sinyal pada MRI. CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu
perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minggu dan kemudian
membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara
posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan
astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat membedaakan 5 stage
dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage
I, subakut stage II, dan kronik.
Penggunaan angiografi pada diagnosis dari PIS menurun setelah
adanya CT dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat
diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurisma, tumor,
PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white
matter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap
terbatas oleh karena perkembangan imaging otak yang non-invasif (El
Mitwalli, 2000)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
a. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan
tanda klinik meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologik dan skala stroke, studi diagnostik stroke akut meliputi
CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal,
EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
15
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologik pada hari pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
pasien yang mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30º.
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
16
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama
>20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan
diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat
antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian
diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati
dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal
hemostasis, KGD, analisa urin, AGD dan elektrolit.
Bila curiga PSA lakukan pungsi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
b. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara
5-12 mmHg.
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
17
Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu
diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan
menelan atau kesadaran menurun.
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedik dan fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan
sensitivitas kuman.
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga
normoglikemia.
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas
lainnya.
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)
a. Terapi Medik pada PIS Akut
1. Terapi hemostatik
18
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah
obat hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang
resisten terhadap pengobatan factor VII replacement dan juga
bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang
menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah
highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian
dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
2. Reversal of Anticoagulation
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di
berikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex
concentrate dan vitamin K.
Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS
yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa
menit. Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation
factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer
weight heparindiberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau
keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya
perdarahan.
19
8. Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan
tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka
prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel
berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi,
2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau
efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular,
yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang
didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF
dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
20
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
2. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available from:http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm [accessed 2 April 20 13 ].
3. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of Advanced Nursing Practice. 4 : 2.
4. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic . Departement of Emergency Medicine, Mount Sinai Medical Center. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview [accessed 2 April 2013
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI.
6. Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8thEd. New York: McGraw-Hill.
7. Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In:Kasper, D.L. et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine.New York: McGraw-Hill, 2372-2392.
8. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage.N Engl J Med , 344: 19
9. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008. Stroke: Practical Management 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.
10. World Health Organization, 2004. The Atlas of Heart Disease and Stroke. World Health Organization.
21
11. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
12. Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia. Available from:http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4[accessed 2 April 2013].
22