presus 2 (kpd dgn letak sungsang)
DESCRIPTION
obgynTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KPD DENGAN LETAK SUNGSANG
Pembimbing:
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG
Disusun Oleh:
Dyah Gupita
1320221113
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
“Presentasi Kasus KPD dengan Letak Sungsang”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:Dyah Gupita 1320221113
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal
Dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG ............................. .............................
Mengesahkan:Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
dr. Hary Purwoko, SpOG, KFER
BAB I
PENDAHULUAN
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri . Tipe letak sungsang yaitu : Frank
breech (50 – 70 %) yaitu kedua tungkai fleksi ; complete breech ( 5 – 10%) yaitu tungkai atas
lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas
ekstensi, presentasi kaki.1,2
Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki resiko. Hal
ini dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Banyak Faktor yang dapat menyebabkan
kelainan letak presentasi bokong , diantaranya paritas ibu dan bentuk panggul ibu. Angka
Kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak
adalah pada ibu dengan multigravida dibanding dengan primigravida, sedangkan jika
dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presentasi bokong terbanyak adalah pada
panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin tidak baik pada pintu panggul atas.3
Baik Ibu dan Janin akan menghadapi resiko yang lebih besar pada presentasi bokong
daripada presentasi kepala meski tidak sama derajatnya. Pada sebuah analisis terhadap 57.819
kehamilan di belanda, Schutte dkk. (1985) Melaporkan bahwa bahkan setelah dilakukan koreksi
berdasarkan usia kehamilan, defek kongenital dan berat lahir, mortalitas perinatal lebih tinggi
pada bayi dengan presentasi bokong. Mereka tidak menyimpulkan bahwa presentasi bokong
tidak terjadi secara kebetulan, melainkan merupakan konsekuensi kualitas janin yang jelek.3
Pada letak sungsang akan terjadi peningkatan tekanan intrauterine, dengan tekanan yang
berlebihan ini vaskularisasi berlangsung tidak lancar yang dapat mengakibatkan selaput ketuban
kekurangan jaringan ikat. Sehingga menyebabkan selaput ketuban tidak kuat atau lemah dan
bila terjadi sedikit pembukaan serviks saja maka ketuban akan mudah pecah.1
Berikut ini disajikan suatu kasus seorang wanita 30 tahun dengan G2P1A0H1 uk 38-39
mgg/T/H/IU letak sungsang dengan KPD. yang selanjutnya ditatalaksana sesuai prosedur tetap
di RSUP NTB. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosis, tindakan, dan penatalaksanaannya
sudah tepat dan sesuai dengan literatur yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Letak sungsang
2.1.1 Definisi
Letak sungsang didefinisikan sebagai keadaan janin memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan sedangkan bokong di bagian terbawah.1
2.1.2 Etiologi
Menurut Cunningham (2005), penyebab letak sungsang adalah :3
1) Grandemultipara dengan peregangan otot-otot uterus akibat sering hamil dan melahirkan
2) Gemelli : yaitu kehamilan lebih dari satu janin sehingga ada janin yang mengambil posisi
abnormal untuk mengimbangi ruangan di dalam rahim
3) Hidramnion : yang memberikan ruangan yang luas pada janin akibat cairan yang terlalu
banyak sehingga janin bebas bergerak.
4) Oligohidramnion, yaitu kondisi dimana cairan ketuban terlalu sedikit
5) Hidrosefalus, yaitu gangguan cairan di dalam otak yang menyebabkan cairan menjadi
berlebihan
6) Anensefalus, yaitu suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentuk
7) Riwayat presentasi bokong
8) Tumor panggul.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak
sungsang sebagai berikut : 1,4
a. Letak Bokong Murni
1) Teraba bokong
2) Kedua kaki menjungkit ke atas sampai kepala bayi
b. Letak Bokong kaki sempurna
1) Teraba bokong
2) Kedua kaki berada di samping belakang
c. Letak Bokong tak sempurna
1) Teraba bokong
2) Di samping bokong teraba satu kaki
d. Letak Kaki atau lutut
Bila bagian terendah teraba salah satu atau kedua kaki atau lutut.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala tidak teraba di bagian
bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri . kadang – kadang bokong janin teraba bulat dan
dapat memberikan kesan seolah – olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakan semudah
kepala seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain daripada yang
terdahulu , karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilicus. 1
Biasanya, dengan Leopold I, kepala janin yang keras, bulat dan dapat diraba dengan
balotemen sudah menempati bagian fundus uteri. Leopold II, menunjukkan punggung sudah
berada pada sisi abdomen dan bagian – bagian kecil berada pada sisi yang lain. Pada perasat
leopold III, bila engagement belum terjadi – diameter intertrokanterika panggul janin belum
melewati pintu atas panggul – bokong janin masih dapat digerakkan diatas pintu atas panggul.
Setelah terjadi engagement perasat Leopold IV menunjukkan posisi yang mapan di bawah
simfisis. Suara jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit di atas
umbilkus, sedangkan bila telah terjadi engagement kepala janin, suara jantung terdengar paling
keras di bawah umbilkus.3
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat , karena
misalnya dinding perut tebal , uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka
diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu-raguan, harus
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik. Setelah ketuban pecah, dapat
diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan sacrum , kedua tuber ossis iskii, dan anus.
Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, maka
harus dibedakan dengan tangan. 1
Pada kaki tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar
dengan jari – jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan antara bokong
dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot,
sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa
ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping
bokong sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di
samping bokong. 1
2.1.5 Komplikasi persalinan letak Sungsang
Menurut Sarwono (2006), komplikasi persalinan letak sungsang dapat dibagi sebagai
berikut :
a. Komplikasi pada ibu
Trias komplikasi pada ibu; perdarahan, robekan jalan lahir dan infeksi.
Infeksi terjadi karena :
1) Ketuban pecah saat pembukaan belum lengkap
2) Persalinan berlangsung lama
3) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam.
b. Komplikasi pada bayi
1) Asfiksia bayi dapat disebabkan oleh :
a). Kemacetan persalinan kepala; aspirasi air ketuban
b). Perdarahan atau edema jaringan otak
c). Kerusakan persendian tulang leher.
2.1.5. Penatalaksanaan
Prosedur persalinan sungsang
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang terbaik
ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang pervaginam
memberi trauma yang sangat berarti pada janin. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak
sungsang harus dilahirkan perabdominam.. Untuk melakukan penilaian apakah letak sungsang
dapat melahirkan pervaginam atau harus perabdominam kadang – kadang sukar.4
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih tepat
apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau per-abdominam, sebagai berikut.
0 1 2
Paritas Primi Multi
Usia Kehamilan > 39 mgg 38 mgg < 37 mgg
Taksiran berat janin > 3630 gram 3629 – 3176 gram < 3176
Pernah letak
sungsang
Tidak 1 kali > 2 kali
Pembukaan serviks < 2 cm 3 cm > 4 cm
Station - 3 -2 -1 atau lebih rendah
Arti Nilai :
≤ 3 : Persalinan perabdominam
4 : Evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat
dilahirkan pervaginam
5 : Dilahirkan per-vaginam
Jenis Persalinan sungsang
1. Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam
dibagi menjadi 3 yaitu :4
a. persalinan spontan
janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu itu sendiri
b. Manual Aid
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c. Ekstraksi sungsang
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Perabdominam
Jenis-jenis persalinan sungsang:
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakal dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan
pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu: 4
a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin dilahirkan
sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan
memakai tenaga, penolong.
2. Persalinan perabdominam (seksio sesaria).
Prosedur pertolongan persalinan spontan4
Tahapan :
1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong
sampai pusat (skapula depan).
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai
lahirnya mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Teknik : 4
1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali lagi
persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran .janin harus selalu
disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva. Ketika
timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat bokong
mulai membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5 unit oksitosin intramuskuler.
3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong
lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar
sumbu panjang paha, sedangkan jani-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak
teregang, tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan
janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
punggung ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan,
sehingga gerakan tersebut disesuaikan dengan gaya berat badan janin.
Bersamaan dengan dilakukannya hiferlordossis, seorang asisten melakukan ekspresi
Kristeller pada fundus uteri sesuai dengan sumbu panggul. Dengan gerakan
hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar, perut, badan lengan, dagu, mulut dan akhirnya
kepala.
5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas dan rawat tali
pusat.
Keuntungan : 4
Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong tidak ikut
masuk ke dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling mendekati persalinan
fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian : 4
Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin
secara Bracht. Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku
seperti pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
Prosedur Manual Aid
Indikasi : 4
Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan, misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari awal sudah direncanakan untuk
manual aid.
Tahapan : 4
1. Tahap pertama :lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri.
2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara :
a) Klasik (Deventer)
b) Mueller
c) Lovset
d) Bickenbach.
3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara
a) Mauriceau (Veit-Smellie)
b) Najouks
c) Wigand Martin-Winckel
d) Parague terbalik
e) Cunam piper
Tehnik : 4
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua melahirkan bahu dan
langan oleh penolong:
1. Cara klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan
secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan
belakang berada di ruang yang luas
(sacrum), kemudian melahirkan lengan
depan yang berada di bawaah simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan
penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut
janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa
kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin. Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan. Keuntunga cara
klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi
kerugiannya lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong harus masuk
ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.4
2. Cara Mueller
Prinsip melahirkan bahu dan lengan
secara Mueller ialah melahirkan bahu
dan lengan depan lebih dulu dengan
ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang
dengan femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media
dan jari telunjuk pada krisat iliaka dan jari-jari lain mencengkram bagian depan. Kemudian
badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah
simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah bahu depan
dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak
masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi. 4
3. Cara lovset
Prinsip melahirkan persalinan secara
Lovset ialah memutar badan janin
dalam setengah lingkaran bolak-balik
sambil dilakukan traksi curam ke
bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis
dan lengan dapat dilahirkan. Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat
dilakukan pada semua letak sungsang, minimal bahay infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan
dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit. 4
4. Cara Bickhenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara klasik. 4
Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after
coming head)
1. Cara Mauriceau
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin
dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah
dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari
keempat mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak
diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk
dan jari ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung. Kedua tangan
penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi
kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin
dari arah punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi,
ubun-ubun besar dan akhirnya lahirnya seluruh kepala janin. 4
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong tidak dimasukkan ke
dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik bahu
curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah
bawah. Cara ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat. 4
3. Cara Prague Terbalik
Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat sacrum dan
muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong mencengkeram leher dari bawah dan
punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada
bahu janin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion,
kepala janin dapat dilahirkan. 4
4. Cara Cunam Piper
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua
kaki dan kedua lengan janin diletakkan dipunggung
janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu. Pemasangan
cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan
pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam
dimasukkan dari arah bawah sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak
dibawah simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion
berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir. 4
2.1.6 Prognosis
Baik ibu maupun janin akan menghadapi resiko yang lebih besar pada presentasi bokong
daripada presentasi kepala meski tidak sama derajatnya.3,5
1. Morbiditas maternal
Karena frekuensi pelahiran dengan tindakan lebih tinggi – termasuk di dalamnya seksio sesarea,
terdapat morbiditas maternal yang lebih tinggi dan mortalitas yang sedikit lebih tinggi pada
kehamilan yang dipersulit dengan presentasi bokong persisten.3,5
2. Morbiditas dan mortalitas janin dan bayi
Prognosis bayi pada presentasi bokong jauh lebih buruk daripada presentasi puncak kepala.
Faktor penyebab utama kematian perinatal ini adalah kelahiran prematur, kelainan kongenital,
serta trauma lahir.3,5
2.1.7 Penyulit pada Pelahiran Pervaginam
Pelahiran bokong akan menarik umbilicus dan tali pusat masuk ke dalam panggul, yang akan
menekan tali pusat. Oleh karenanya, begitu bokong melewati introitus vagina, perut, dada,
lengan dan kepala harus segera dilahirkan. Hal ini meliputi pelahiran bagian – bagian yang
semakin padat secara berturut turut. Pada janin aterm, moulage kepala hingga derajat tertentu
boleh jadi sangat penting agar kepala berhasil melewati jalan lahir. Pada situasi yang tidak
menguntungkan ini, alternative yang ada pada pelahiran pervaginam tidak memuaskan :3
1. Pelahiran dapat tertunda beberapa menit sementara aftercoming head menyesuaikan
dengan panggul ibu, namun hipoksia dan asidosis bertambah berat. 3
2. Pelahiran dapat dipacu dan akan menyebabkan trauma akibat kompresi, traksi atau
keduanya.
Pada janin preterm, perbedaan ukuran antara kepala dan bokong sering lebih besar daripada
janin aterm. Kadang – kadang, bokong dan ekstremitas bawah janin preterm dapat melewati
serviks uteri dan dilahirkan, padahal serviks belum membuka secara adekuat untuk dilewati
kepala bayi tanpa trauma. 3
2.2 Ketuban Pecah dini
2.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda – tanda awal persalinan.
Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini
pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 -10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini.1,5
2.2.2 Mekanisme ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur,
jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.1,6
Faktor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal
karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.1
Mendekati waktu persalinan, Keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah kepada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini. 1,6
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. 1
2.2.3 Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada
dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau
mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin tes) merah
menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada
tidaknya infeksi. Tanda – tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 oC serta air ketuban
keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardi mungkin
mengalami infeksi intrauterine. Tentukan tanda – tanda persalinan dan skoring pelvic. Tentukan
adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi kehamilan).1,7,8
2.2.4 Penatalaksananan
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu,
dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negative bila diberi
deksametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda
infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32 -37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu.1
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25 -50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda
– tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5
lakukan pematangan serviks lalu diinduksi. Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan.1
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibatn ketuban pecah dini bergantung pada usia pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya
persalinan normal. 1,7
a. Persalinan prematur
setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28 – 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 1
b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan adank meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umunya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten. 1
c. Hipoksia dan asfiksia
dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. 1
d. Sindrom deformitas janin
Ketuban Pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan kanin terlambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar. 1
BAB III
STATUS OBSTETRI
I. IDENTITAS
Nama : Ny S
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
RM : 008732
Tanggal masuk : 28 April 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluarnya air dari jalan lahir (rembes)
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS merupakan rujukan Puskesmas dengan G2P1A0 uk 38-39 mgg T/H/IU Letak sungsang
dengan KPD. Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS,
berwarna jernih dan tidak bercampur darah. Nyeri perut menjalar hingga ke pinggang
dirasakan oleh pasien sejak pukul 21.00 (27/04/2013), OS menyangkal terdapat lendir yang
campur dengan darah (-), gerakan Janin masih dirasakan oleh pasien .
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os menyangkal pernah menderita penyakit kandungan, tidak pernah menjalani operasi
apapun terkait dengan organ reproduksinya. Riwayat penyakit hipertensi diakui diderita sejak
hamil. Riwayat penyakit jantung, ginjal, kencing manis ataupun asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit
berat lainnya disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial :
Os menyangkal riwayat merokok, namun di sekitarnya terdapat anggota keluarga yang sering
merokok (suami).
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah menikah 1x, dengan suami sekarang 10 tahun, menikah pertama
kali usia 25 tahun.
HPHT : 02/08/2012
HPL : 09/05/2013
- Riwayat ANC
Frekuensi : 7 kali
ANC terakhir : 06/04/2013
Hasil : Dalam batas normal
- Riwayat USG : -
- Riwayat kehamilan:
1. ♀, 9 bulan, BL tidak tahu, spontan, rumah, dukun, 9 tahun, hidup
2. Ini
- Riwayat KB : Suntikan 3 bulan
- Rencana KB : Suntikan 3 bulan
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : CM
Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 82 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea nigra (+),
defense muscular (-)
- Ekstremitas : edema - - , akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS OBSTETRI
L1 : Kepala
L2 : Puka
L3 : Bokong
L4 : 4/5
TFU : 32 cm
Lingkar perut : 93 cm
TBJ : 2976 gram
HIS : 2x10’-15’’
DJJ : 12-13-12
VT : ø 3 cm, eff 25%, ketuban (-), teraba bokong ↓H I, tidak teraba bagian kecil
janin/tali pusat.
ZA skor = 5
o Paritas: (multi) = 1
o Pernah letak sungsang: (tidak) = 0
o TBJ : (<3176 g) = 2
o Usia Kehamilan: (38 mgg) = 1
o Stasion ( < -3) = 0
o Pembukaan serviks (3 cm) = 1
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- HGB : 11,3 g/dl
- RBC : 4,23 / µL
- WBC : 11,56/ µL
- PLT : 286/ µL
- HCT : 33,6%
- HBsAg : (-)
VI. DIAGNOSIS
G2P1A0H1 uk 38-39 minggu T/H/IU Letak Sungsang inpartu kala I fase laten dengan KPD
12 jam
VII. PLANNING
Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. USG abdomen
Terapi
a. Observasi kesra ibu dan janin.
b. Inj ampicilin 1 gr / 6 jam
c. R/ Rencana terminasi kehamilan perabdominam cito
Monitoring
a. Observasi keadaan umum & tanda vital ibu
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan : Manual Aid
Indikasi : Letak sungsang
Lahir tanggal, jam : 28/04/2013 : 08.45
Jenis kelamin : Laki - laki
APGAR Score : 3 - 7
Lahir : Hidup
Berat : 3000 gr
Panjang : 50 cm
Amnion : Jernih
Kelainan kongenital : (-)
Anus : (+)
IX. PLASENTA
Lahir : Spontan
Lengkap : Ya
Berat : + 500 gram
Perdarahan : 250 cc
X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 19 x/menit
Suhu : 36,6ºC
Kontraksi uterus : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Perdarahan aktif : (-)
Lochea rubra : (+)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, diajukan suatu kasus seorang wanita, 30 tahun yang kemudian di
diagnosa dengan diagnosa G2P1A0H1 uk 38-39 minggu T/H/IU Letak Sungsang inpartu kala I
fase laten dengan riwayat keluar air.Selanjutnya akan dibahas :
Pasien di diagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria kehamilan, diantaranya
tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu: amenorrhea, perut membesar, pigmentasi kulit pada
areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti kehamilan yaitu: adanya
gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin dan
tedapat denyut jantung janin. Pasien pada kasus ini menghingat hari pertama haid terakhirnya
02/08/2012, sehinggadapat ditentukan usia kehamilanya yaitu 38-39 minggu. Dari leopold 1
didapatkan TFU 32 cm, sedangkan lingkar perut pasien 93 cm sehingga taksiran berat janin
adalah 2976 gram, yang menunjukkan bahwa janin telah viabel untuk dilahirkan. Janin tunggal
hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak
sungsang dimana teraba kepala di bagian fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di
sebelah kiri, serta bokong berada di bagian bawah.
Diagnosa riwayat keluar air ditegakkan karena pasien mengeluh terdapat keluar air dari
jalan lahir sejak pukul 19.00 (27/04/2013) dan pada saat pemeriksaan dalam di RSUP NTB
didapatkan tanda – tanda inpartu yaitu His 2 x 10‘- 15“, dan adanya penipisan dan pembukaan
serviks.
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat pada pasien dengan KPD dan kehamilan
aterm diberikan antibiotika inj ampicilin 1 gr/ 6 jam iv . Dalam kasus ini karena sudah terdapat
tanda – tanda inpartu sehingga dilakukan observasi kemajuan persalinan. Menurut ZA skor juga
didapatkan skor 5, hal didapatkan melalui evaluasi paritas yaitu multipara didapatkan skor 1,
tidak pernah letak sungsang didapatkan skor 0 , TBJ <3176 g didapatkan skor 2, usia kehamilan
38 mgg didapatkan skor 1, dan stasion < -3 didapatkan skor 0, serta pembukaan serviks 3 cm
didapatkan skor 1. Hal ini menunjukkan pasien dapat dilahirkan secara pervaginam.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi pada penderita ini didapatkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Persentasi bokong murni
2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (2976 g)
3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat
4. Tidak ada riwayat seksio sesaria
5. Dari pengukuran dengan ZA skor didapatkan skor = 5
6. Penderita tidak ada riwayat obstetric yang buruk
7. Denyut jantung janin yang baik yaitu 134 x/menit (regular)
Hal ini mendukung bahwa pasien dapat melahirkan secara pervaginam.
Persalinan pada pasien ini menggunakan manual aid yang artinya janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong. Pada pasien ini
terjadi kemacetan pada pelahiran bahu, lahirnya bahu dan lengan memakai teknik Lovset.
Sedangkan lahirnya kepala pada pasien ini menggunakan teknik mauriceau.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yaitu G2P1A0H1 uk 38-39 minggu T/H/IU Letak Sungsang inpartu kala I fase laten
dengan riwayat keluar air.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu tindakan pelahiran
secara pervaginam dengan menggunakan manual aid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2010. Letak Sungsang, dalam Ilmu kebidanan, edisi keenam.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 606-622
2. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of delivery and outcome of 699
term singleton breeech deliveries at a single center. Am J Obstet Gynecol 2002;187:1694-8.
3. Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: Williams Obstetrics.22 st
edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division, 509-536.
4. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama, cetakan kelima.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 103-132.
5. Benson, C,R. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Ed. 9. Jakarta : EGC
6. Jeremy Oats and Suzanne Abraham. 2005. Llewellyn-Jones Fundamentals of Obstetrics and
Gynaecology 8th Edition. Elsevier Mosby, Edinburgh
7. DeCherney, Alan H, et.al. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,
Tenth Edition. Philadelphia : McGraw-Hills Companies
8. Doddy, A. K., et al. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan Ginekologi RSU
Mataram. RSU Mataram : Mataram