presus

33
PRESENTASI KASUS DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS Disusun Oleh : Melan Mulyana G1A211030 Pembimbing : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: august-gurniwa

Post on 02-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS

Disusun Oleh :

Melan Mulyana

G1A211030

Pembimbing :

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Presus

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

“DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS”

Disusun oleh:

Melan Mulyana G1A211030

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di

bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo

Purwokerto.

Purwokerto, Maret 2012

Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

2

Page 3: Presus

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat

rahmat dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul “Dermatitis

Kontak Iritan Kronis” ini dapat diselesaikan.

Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan

kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing.

2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin di RS. Margono Soekarjo.

3. Rekan-rekan Co-Assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas

semangat dan dorongan serta bantuannya.

Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di

dalam maupun di luar lingkungan RS. Margono Soekarjo.

Purwokerto, Maret 2012

Penyusun

3

Page 4: Presus

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I LAPORAN KASUS............................................................................... 5

A. Identitas Pasien................................................................................... 5

B. Anamnesis.......................................................................................... 5

C. Pemeriksaan Fisik............................................................................... 6

D. Resume............................................................................................... 9

E. Diagnosis Banding.............................................................................. 9

F. Diagnosis Kerja.................................................................................. 9

G. Pemeriksaan penunjang...................................................................... 9

H. Terapi.................................................................................................. 9

I. Prognosis............................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 11

A. Definisi............................................................................................... 11

B. Epidemiologi...................................................................................... 11

C. Etiologi............................................................................................... 12

D. Patogenesis......................................................................................... 12

E. Gejala Klinis....................................................................................... 14

F. Histopatologi...................................................................................... 16

G. Diagnosis............................................................................................ 16

H. Terapi.................................................................................................. 17

I. Prognosis............................................................................................ 17

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 18

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 21

4

Page 5: Presus

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 32 tahun

Suku : Jawa

Alamat : Griya Karen Indah, Sokaraja, Banyumas

Pekerjaan : Bidan

B. Anamnesis

Keluhan utama : Gatal

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit kelamin RS. Prof

Margono Soekarjo pada tanggal 21 Maret

2012 dengan keluhan gatal di jari tangan

kiri. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1

bulan yang lalu. Awalnya kulit terasa gatal,

kemudian terlihat kemerahan, kering,

sehingga sering digaruk dan lama-kelamaan

kulit menjadi tebal dan bersisik. Keluhan

ini muncul setelah pasien mencuci piring

dengan menggunakan sabun cuci piring.

Setiap selesai mencuci piring dengan

menggunakan sabun tersebut, keluhan yang

sama pun selalu muncul, tetapi ketika tidak

mencuci piring, walaupun dalam keadaan

berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak

muncul. Pasien pernah berobat dan

mendapatkan salep betamethason. Dengan

salep ini, keluhan sedikit berkurang tetapi

ketika habis, keluhan pun muncul kembali.

5

Page 6: Presus

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat alergi makanan seperti udang, ikan

laut, telur disangkal

Riwayat alergi debu disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat alergi makanan seperti udang, ikan

laut, telur disangkal

Riwayat alergi debu disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat menderita keluhan yang sama

disangkal

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat Sosial : Pasien tinggal dengan suami, 1 orang anak,

dan 1 orang pembantu. Pasien bekerja

sebagai bidan. Di rumah, pasien biasa

mencuci piring dengan menggunakan sabun

cuci piring. Setiap hari pasien mencuci

piring sebanyak 4-6 kali dengan durasi

sekitar 20 menit. Untuk pekerjaan rumah

yang lain, seperti mencuci pakaian,

dikerjakan oleh pembantunya.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : Tidak dilakukan pengukuran

Status Generalis : Dalam Batas Normal

6

Page 7: Presus

Status Dermatologis

Lokasi : Digiti 2, 3, dan 4 manus sinistra

Efloresensi :Skuama halus dengan dasar makula eritematosa,

tidak berbatas tegas, regional dan likenifikasi

7

Page 8: Presus

Gambar 1.1 Ruam yang terdapat pada digiti 2, 3, dan 4 manus sinistra

8

Page 9: Presus

D. Resume

Pasien, perempuan, 32 tahun dengan keluhan gatal di jari tangan kiri.

Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya kulit terasa

gatal, kemudian terlihat kemerahan, kering, sehingga sering digaruk dan

lama-kelamaan kulit menjadi tebal dan bersisik. Keluhan ini muncul setelah

pasien mencuci piring dengan menggunakan sabun cuci piring. Setiap selesai

mencuci piring dengan menggunakan sabun tersebut, keluhan yang sama pun

selalu muncul, tetapi ketika tidak mencuci piring, walaupun dalam keadaan

berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak muncul. Pasien pernah berobat dan

mendapatkan salep betamethason. Dengan salep ini, keluhan sedikit

berkurang tetapi ketika habis, keluhan pun muncul kembali. Riwayat alergi

makanan seperti telur, udang, ikan laut disangkal. Rwayat alergi debu dan

dingin disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat atopi disangkal. Riwayat

keluarga yang mempunya keluhan yang sama disangkal. Riwayat sosial,

pasien bekerja sebagai bidan dan di rumah, pasien biasa mencuci piring

dengan menggunakan sabun cuci piring. Setiap hari pasien mencuci piring

sebanyak 4-6 kali dengan durasi sekitar 20 menit. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya skuama halus dengan dasar makula eritematosa, tidak

berbatas tegas, regional dan likenifikasi pada digiti 2, 3, dan 4 manus sinistra.

E. Diagnosis Banding

- Dermatitis Kontak Iritan Kronis

- Dermatitis Kontak Alergika

- Neurodermatitis

- Tinea Manus

- Skabies

F. Diagnosis Kerja

Dermatitis Kontak Iritan Kronis

9

Page 10: Presus

G. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, usulan pemeriksaan penunjang

adalah uji tempel, uji KOH

H. Terapi

Medikamentosa : - Kortikosteroid topikal, seperti clobetasol

proprianate 0,05% , dioleskan 2 kali sehari

- Loratadin 10 mg 1 kali sehari

Non Medikamentosa : Menghindari kontak dengan alergen, yaitu sabun

pencuci piring. Bila ingin mencuci piring, pasien

bisa menggunakan sarung tangan, Setelah mencuci,

pasien disarankan membersihkan tangan dari iritan

menggunakan pembersih yang ringan. Pasien

disarankan secara teratur memakai pelembab kulit

I. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

10

Page 11: Presus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

DKI merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai

eritema, edema ringan dan pecah-pecah (Hogan, 2011).

B. Epidemiologi

DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,

ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan

cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini

disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak

datang berobat atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda et al., 2007).

Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan

kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan

makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi

pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Sekitar 80%

dermatitis tangan okupasional karena iritan lebih sering mengenai tukang

bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan

karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja

yang sering terpapar. Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000

pekerja.Insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per

10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2011)

Pada bayi bisa terjadi dermatitis popok. Hal ini disebkan oleh ureum

yang terlepas karena kerja enzim bakteri di feses sehingga menyebabkan

dermatitis kontak iritan di glutea, paha atas, dan perut bagian bawah

(Harahap, 2000).

C. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan bersifat iritan.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang

sufisien dengan frekuensi yang sufisien misalnya bahan pelarut, detergen,

11

Page 12: Presus

minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu, minyak, fiberglass, pelarut-

pelarut organik, dan lain sebagainya (Djuanda et al., 2007); (Keefner &

Curry, 2004).

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,

daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi

faktor lain, di antaranya adalah lama kontak, kekerapan (terus menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan dan

trauma fisik, serta suhu dan kelembaban lingkungan (Djuanda et al., 2007).

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,

misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan

perbedaan permeabilitas. Selain itu, usia, ras, jenis kelamin, penyakit kulit

yang pernah atau sedang dialami, juga berpengaruh terhadap terjadinya

dermatitis kontak iritan (Djuanda et al., 2007).

D. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh

bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak

lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan

mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis

(Djuanda et al., 2007).

Dermatitis kontak iritan merupakan manifestasi klinis suatu proses

inflamasi yang disebabkan karena proses pengeluaran sitokin proinflamasi

dari sel-sel kulit (terutama keratinosit) sebagai respon terhadap stimulus

kimiawi (Hogan, 2011)..

Ada dua jenis bahan iritan, yaitu bahan iritan kuat dan iritan lemah,.

Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada

hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling

rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya

kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada

terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda et al., 2007).

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid

membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan

12

Page 13: Presus

merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran

mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA),

diasilgliserida (DAG), platelet activating factor = PAF), dan inositida (IP3).

AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT

menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga

memudahkan transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak

sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi selt

mast melepaskan histamin, LT, PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat

perubahan vaskular (Trihapsoro, 2003); (Djuanda et al., 2007).

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan

sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage

colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T helper

mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan

stimulasi autokrin dan profilerasi sel tersebut (Djuanda et al., 2007).

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi

intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan

TNF α , suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag,

dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan

sitokin (Djuanda et al., 2007).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di

tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila

iritan kuat. Kelainan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang

kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena

delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya

sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan (Djuanda et al.,

2007).

E. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat

iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberikan

gejala kronik. Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada

yang mengklasifikasikan DKI menjadi 10 macan, dan ada pula yang

13

Page 14: Presus

mengklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu DKI akut, termasuk luka bakar

kimiawi dan DKI kumulatif. Berikut ini merupakan jenis-jenis DKI.

1. DKI akut

DKI akut terjadi setelah satu atau beberapa bahan-bahan iritan kuat

sehingga terjadi kerusakan epidermis yang bersifat peradangan.

Penyebabnya adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam

hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.

Biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul (Harahap, 2000);

(Djuanda et al., 2007). Pada umumnya kelainan kulit muncul segera,

intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak

dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa

terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema, edema, bula, mungkin

juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya

asimetris (Djuanda et al., 2007).

2. DKI akut lambat

Kelainan kulit baru terlihat setelah 8-24 jam atau lebih. Bahan

iritan yang menimbulkan reaksi akut lambat, misalnya podofilin, antralin,

asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat.

Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang

terbang malam hari (dermatitis venenata), penderita baru merasa pedih

setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah

menjadi vesikel atau bahkan nekrosis (Djuanda et al., 2007).

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis

Nama lain dermatitis ini ialah dermatitis iritan kumulatif,

disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang (faktor

fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau

dingin; juga bahan, contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan

air) (Harahap, 2000); (Djuanda et al., 2007). Dermatitis kontak iritan

kronis mungkin terjadi karena karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi

suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis

kontak iritan tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.

14

Page 15: Presus

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-

bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan

rentetan kontak merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis iritan

kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering

ditemukan (Djuanda et al., 2007).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun

kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas.

Bila kontak terus berlangsung, akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris

(fisur) seperti pada kulit tumit tukang cuci yang sering terkena detergen.

Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa

eritema sehingga diabaikan oleh penderita (Djuanda et al., 2007).

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena

itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain.

Contoh pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu tukang

cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, dan

penata rambut (Hogan, 2011); (Djuanda et al., 2007).

4. Reaksi iritan

Raksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang

yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan

pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan (Djuanda et al.,

2007).

5. DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau

laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling

cepat 6 minggu. Paling sering terjadi di tangan (Djuanda et al., 2007).

6. DKI noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai

perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis

(Djuanda et al., 2007).

15

Page 16: Presus

7. DKI subyektif

DKI ini disebut juga DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat

namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas)

setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat

(Djuanda et al., 2007).

F. Histopatologi

Gambaran histologik dermatitis kontak iritan tidak khas. Pada

dermatitis kontak iritan akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi

vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di dermis bagian atas. Eksositosis

di epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi

nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis ini dapat

menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemulan limfosit

dan neutrofil (Djuanda et al., 2007)

G. Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang

cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih

mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada

umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis

kontak iritan kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran

klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis

kontak alergi. Untuk itu diperlukan uji tempel untuk bahan yang dicurigai

(Djuanda et al., 2007)

H. Terapi

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik, maupun kimiawi serta

menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan

dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan

sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan

pelembab untuk memperbaiki kulit kering (Djuanda et al., 2007).

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang

16

Page 17: Presus

kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat

pelindung diri yang adekuat diperlukan bagimereka yang bekerja dengan

bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan (Djuanda et al., 2007).

I. Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan

dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi

pada dermatitis kontak iritan kronik yang penyebabnya multifaktor, juga pada

penderita atopi (Djuanda et al., 2007).

17

Page 18: Presus

BAB III

PEMBAHASAN

DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan

atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya

(Hogan, 2011). Pasien pada kasus ini adalah seorang wanita yang sering

melakukan aktivitas mencuci piring setiap harinya, melibatkan tangan dengan

menggunakan sabun cuci piring. Sabun cuci piring merupakan salah satu bahan

iritan. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit, dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang cukup

dengan frekuensi yang adekuat. Masing-masing individu memiliki predisposisi

yang berbeda terhadap berbagai iritan (Keefner & Curry, 2004); (Djuanda et al.,

2007).

Dari anamnesis dikatakan keluhan muncul sejak 1 bulan yang lalu.

Awalnya kulit terasa gatal, kemudian terlihat kemerahan, kering, sehingga sering

digaruk dan lama-kelamaan kulit menjadi tebal dan bersisik. Keluhan ini muncul

setelah pasien mencuci piring dengan menggunakan sabun cuci piring. Setiap

selesai mencuci piring dengan menggunakan sabun tersebut, keluhan yang sama

pun selalu muncul, tetapi ketika tidak mencuci piring, walaupun dalam keadaan

berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak muncul. Pasien pernah berobat dan

mendapatkan salep betamethason. Dengan salep ini, keluhan sedikit berkurang

tetapi ketika habis, keluhan pun muncul kembali. Riwayat alergi makanan seperti

telur, udang, ikan laut disangkal. Rwayat alergi debu disangkal. Riwayat asma

disangkal. Riwayat atopi disangkal. Riwayat keluarga yang mempunya keluhan

yang sama disangkal. Riwayat sosial, pasien bekerja sebagai bidan dan di rumah,

pasien biasa mencuci piring dengan menggunakan sabun cuci piring. Setiap hari

pasien mencuci piring sebanyak 4-6 kali dengan durasi sekitar 20 menit.

Dari kondisi tersebut dapat dilihat adanya faktor lama dan frekuensi

paparan yakni adanya paparan yang berulang tapi ringan pada pasien. Dari faktor

lingkungan, aktivitas mencuci menggunakan tangan yang sering setiap harinya

18

Page 19: Presus

pada pasien merupakan aktivitas yang melibatkan gesekan dan berisiko terjadinya

trauma mikro serta kelembaban rendah.

Secara klinis pada kasus dapat digolongkan menjadi DKI kumulatif/kronis.

Hal ini sesuai dengan hal-hal yang tercakup didalamnya yakni penyebabnya

adalah iritan lemah, onset berhari-hari, berminggu-minggu, dan bahkan bertahun-

tahun, kulit tampak kering, kemerahan, bersisik, terjadi penebalan kulit, dan bila

terus-terusan dapat retak. adanya riwayat kontak berulang-ulang dan berhubungan

dengan pekerjaan. Selain itu juga dari anamnesis didapatkan informasi tidak

adanya riwayat atopi atau riwayat alergi pada pasien. Dari pemeriksaan fisik

ditemukan skuama halus dengan dasar makula eritematosa, difus, regional, serta

likenifikasi yang terletak pada digiti 2, 3, dan 4 manus sinistra. Hal ini sesuai

dengan gejala klinis pada DKI kronis, yaitu pada pemeriksaan fisiknya ditemukan

kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan

likenifikasi, batas kelainan tidak tegas.

Diagnosis banding dari DKI pada pasien ini adalah DKA, neurodermatitis,

tinea manus, dan skabies. Berikut ini merupakan alasan-alasan diagnosis banding

tersebut disingkirkan.

1. DKA

Gejala klinis DKA hampir mirip dengan DKI, yaitu gatal. Pada yang

akut biasanya didapatkan adanya bercak eritema, edema, papulovesikel, vesikel

dan bula. Pada yang kronis biasanya terlihat kering, berskuama, papul,

likenifikasi, dan juga fisur. Pada pasien ini eritema pada kulitnya tidak berbatas

tegas, sedangkan pada DKA eritemanya berbatas tegas. Untuk mendukung

diagnosis DKI maka perlu dilakukan uji tempel sehingga dapat dipastika kalau

pasien ini tiidak menderita DKA (Djuanda et al., 2007).

2. Neurodermatitis

Neurodermatitis merupakan peradangan kulit kronis, gatal sekali,

berbatas jelas, ditandai dengan likenifikasi akibat garukan yang berulang. Pada

neurodermatitis, gatal biasanya timbul ketika seseorang berada dalam keadaan

stress (Radmanesh & Sharifi, 2011). Pada pasien ini, gatal tidak timbul ketika

19

Page 20: Presus

pasien sedang dalam keadaan stress sehingga diagnosis neurodermatitis bisa

disingkirkan

3. Tinea manus

Tinea manus hampir mirip dengan dermatitis. Tanda klinis yang

membedakannya yaitu kelainannya berbatas tegas, tepi lesi aktif (menunjukkan

peradangan), sedangkan pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda-tanda

tersebut (Graham & Burns, 2005). Untuk memastikannya, bisa dilakukan uji

KOH (Djuanda et al., 2007).

4. Skabies

Skabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabei. Predileksi skabies di antaranya adalah sela-sela jari

tangan. Pasien ini tidak menderita skabies, karena tidak didapatkan 4 tanda-

tanda kardinal, yaitu pruritus nokturnal, menyerang manusia secara

berkelompok, adanya kanalikulus, dan ditemukannya tungau (Djuanda et al.,

2007).

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan

faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa

komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab

untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi

peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan

yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai

upaya pencegahan.

Untuk DKI kronis, secara topikal diberikan salep mengandung steroid

dengan potensi sangat tinggi, yaitu clobetasol proprianate 0,05% dengan

pemberian 2 kali sehari. Steroid ini diberikan karena sebelumnya pasien

mendapatkan pengobatan betamethason tetapi efeknya kurang poten. Untuk

menghilangkan rasa gatal, diberikan antihistamin (loratadin 10 mg 1 tablet/hari).

Pasien disarankan secara teratur memakai pelembab kulit dan menghindari

pajanan dengan sabun cuci piring. Jika terpaksa harus mencuci piring, pasien

disarankan untuk menggunakan sarung tangan.

20

Page 21: Presus

BAB IV

KESIMPULAN

1. DKI merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema,

edema ringan dan pecah-pecah

2. DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan

atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya

3. DKI diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah DKI akut

dan DKI kronis

4. Pasien pada kasus ini menderita DKI kronis karena sering terpapar oleh iritan

lemah secara berulang-ulang dan dari hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik

mengarah ke DKI kronis

5. Pengobatan DKI kronis dilakukan secara medikamentosa, yaitu dengan

pemberian kortikosteroid topikal dan anti histamin serta non medikamentosa

yaitu edukasi tentang penyakit dan cara untuk mencegah paparan yang

berulang

21

Page 22: Presus

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. et al., 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI.

Graham, R. & Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga.

Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.

Hogan, D.J., 2011. Irritant Contact Dermatitis. [Online] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview [Accessed 25 Maret 2012].

Keefner, D.M. & Curry, C.E., 2004. Contact Dermatitis. In Handbook of Nonprescription Drugs. 12th ed. Washington: APA.

Radmanesh, M. & Sharifi, M., 2011. Lichen simplex chronicus, neurotic excoriation and nodular. Iranian Journal of Dermatology, 14(1).

Trihapsoro, I., 2003. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam malik Medan. USU.

22