presus bph - dr. tri
DESCRIPTION
ddfffTRANSCRIPT
IDENTITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTABST ILMU PENYAKIT BEDAH
NO.RM : ((-((-((
IDENTITAS
Nama Lengkap
: Bp. S
Jenis Kelamin
: Laki laki Umur
: 69 Tahun
No. RM
: 49 02 54 Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta Alamat
: Golo UH.V/897 RT.05/02 Umbulharjo YogyakartaTanggal Masuk RS : 09 November 2009, pukul 13.30 WIBTanggal Pemeriksaan : 10 November 2009, pukul 07.00 WIB
Dokter yang merawat: dr. Tri Sudaryono, Sp.B
Ko asisten : Veby Novri Yendri Tanggal 10 November 2009 (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
: Tidak bisa BAK Keluhan Tambahan
: Nyeri perut di bawah pusar
+ Mei 2009
09 November 2009 10 November 2009 Mulai muncul gejala
HMRS Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang : (Secara kronologis setiap masalah yang ditemukan diidentifikasi lengkap)
Pasien datang ke poliklinik penyakit bedah RSUD Wirosaban Kodya Yogyakarta dengan keluhan tidak bisa kencing sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, dan senantiasa menggunakan selang kateter untuk berkemih, selain itu pasien juga merasakan sakit pada perut di bawah pusar.Sejak sekitar 6 bulan yang lalu, pasien pertama kali mengeluhkan adanya gangguan buang air kecil (BAK), sebelum kencing pasien merasa harus mengedan terlebih dahulu, setelah menunggu beberapa saat pasien baru dapat berkemih, pancaran air kencing dirasakan tidak jauh, sering terputus putus, dan menetes pada akhir kencing, pasien merasa nyeri saat berkemih, juga disertai rasa belum puas sehabis berkemih. Pasien juga merasa terganggu pada malam hari, dikarenakan seringnya muncul rasa ingin berkemih. Dalam semalam bisa 3 5 kali ingin berkemih. Perubahan posisi dalam berkemih tidak mempengaruhi keluhan pasien. Dikarenakan kondisi pasien yang tidak membaik, maka pasien datang memeriksakan dirinya untuk pertama kali ke UGD RSUD Wirosaban Yogyakarta. Dilanjutkan dengan pemeriksaan di poliklinik. Oleh dokter spesialis bedah, pasien dianjurkan untuk operasi, namun pasien menolak saat itu, dan dipasangkan kateter untuk memperlancar berkemih. Pasien memiliki riwayat mengeluarkan darah saat berkemih setelah pemasangan selang kateter untuk pertama kali. Selama itu pasien rutin kontrol untuk mengganti kateter, dan pada bulan November pasien barulah berkenan untuk mondok dan persiapan operasi.
Saat anamnesis pasien tidak merasakan badannya demam, tidak ada keluhan nyeri pinggang yang menjalar, warna air kencing juga jernih, tidak terdapat kemerahan. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya gangguan BAB. 2. Riwayat Penyakit dahulu Riwayat penyakit yang sama
: ada sejak 6 bulan yang lalu, dan tidak diobatiRiwayat penyakit Ginjal: disangkalRiwayat penyakit Hipertensi: disangkalRiwayat penyakit Appendisitis
: disangkal
Riwayat penyakit Obstipasi kronik: disangkalRiwayat penyakit Hepar
: disangkal
Riwayat penyakit Asma
: disangkal
Riwayat penyakit DM
: disangkal
Riwayat operasi: disangkal3. Riwayat Penyaki keluarga yang diturunkan ( sebutkan penyakitnya terutama yang ada hubungan dengan penyakit sekarang ).Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa sebelumnyaRiwayat penyakit Hipertensi: disangkal
Riwayat penyakit Appendisitis
: disangkal
Riwayat penyakit Obstipasi kronik: disangkal
4. Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat: Penurunan kesadaran (-), kejang (-), pusing (-), demam (-)
Sistem Kardiovaskuler: Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), biru (-)
Sistem Respirasi
: Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), mengi (-)
Sistem Pencernaan: Mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), diare (-), BAB (+) baikSistem Urogenital: BAK sulit, mengedan sebelum BAK (+), sakit saat BAK (+), air kemih pancaran lemah (+), terputus putus (+), tidak puas berkemih (+), nyeri
saat berkemih (+), kemerahan (-)Sistem Muskuloskeletal: Gerakan bebas (+), nyeri otot (-), nyeri tulang (-).Sistem Integumentum: Gatal (-), Pucat (-), kuning (-), hitam (-)5. Ringkasan Anamnesis
Seorang laki laki usia 68 tahun, datang ke poliklinik bedah RSUD Wirosaban Kodya Yogyakarta, dengan keluhan gangguan berkemih sejak 6 bulan yang lalu. Disertai dengan rasa nyeri yang terkadang muncul pada bagian perut di bawah pusar di atas kelamin. Gangguan berkemih yang dirasakan pasien : pasien harus mengedan terlebih dahulu sebelum berkemih, pancaran air kemih lemah, sering terputus putus, nyeri saat berkemih, dan selalu merasa tidak puas setelah berkemih. Pasien sering terbangun malam hari untuk berkemih 3 5 kali dalam semalam.Diagnosa kerja : Retensio urine e.c Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)Diagnosa Banding :
1. Vesicholitiasis2. Prostatitis3. Uretritis
4. Striktur uretra
5. Ca ProstatPEMERIKSAAN JASMANINama : Tn. M. JRuang : Bougenville
Umur : 74 TahunKelas : III
A. Status Generalisata
KU
: Tampak baik dan terpasang infus ditangan kiri.
Kesadaran
: Komposmentis Kesan Gizi
: KurusTanda utama
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, isi dan tegangan : teraba kuat dan teratur
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36 C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan: 166 cmKepala: - Bentuk
: normocephal
- Rambut
: hitam, distribusi merata
Mata:- Palpebra
: oedema - / -
- Konjungtiva : anemis - / -
- Sklera
: ikterus - / -
- Arcus senilis : - / -
- Pupil
: bulat, isokor
- Refleks cahaya : + / +
- Katarak
: - / -Telinga:- Bentuk
: simetris
- Serumen
: + / +
- Discharge: - / -
Hidung:- Bentuk
: simetris
- Deviasi septum : tidak ada
- Discharge: tidak ada
- Nafas cuping hidung : tidak ada
Mulut:- Bibir
: mukosa bibir basah. Sianosis (-)
- Lidah
: coated tongue (-)
- Tonsil
: T1-T1 tenang
- Mukosa faring : tidak hiperemisGigi:8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8Leher: - KGB
: tidak ada pembesaran
- Kelenjar thyroid : tidak ada pembesaran
- JVP
: tidak ada peningkatanThoraks:- Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis kanan dan kiri
Palpasi : fokal fremitus taktil kanan dan kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : redup, batas jantung normal, kardiomegali (-)
Auskultasi : S1 > S2 regular, Murmur (-), Gallop (-)Abdomen:- Inspeksi
: datar, simetris
- Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
- Perkusi
: timpani di seluruh lapang abdomen
- Palpasi
: supel, NT (-), massa (-), hepar dan limpa tidak terabaEkstremitas :- Superior
: Akral hangat (+), sianosis (-), edema (-), perfusi baik
- Inferior
: Akral hangat (+), sianosis (-), edema (-), perfusi baikGenitalia: Laki lakiAnogenital: Luka (-), nyeri (-), hemorrhoid (-)B. Status LokalisataRegio Suprapubik
Inspeksi: Datar, tidak tampak massa
Palpasi:Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi: Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran skrotum, tampak DC 18F,
produksi (+), urine berwarna kuning jernih.
Palpasi: Nyeri tekan (-), tidak teraba massa.
Regio Anal
Inspeksi: Tidak tampak massa
Palpasi: Nyeri tekan (-)
RT: Tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa rektum licin, teraba massa antara jam 11 dan jam 1, kenyal, permukaan licin, simetris, batas atas tidak dapat diraba.
Hand scoon: feses(+), darah(-), lendir(-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (tanggal : 30 Oktober 2009)PARAMETERHASILNILAI NORMALUNIT
Hematology Automatic
Leukosit7,04,6-10,610e3/ul
Eritrosit 3,484,2-5,410e3/ul
Hemoglobin10,412,0-18,0gr/dl
Hematokrit34,637-47%
MCV99,481-99Fl
MCH29,927-31Pg
MCHC30,133-37gr/dl
Trombosit293150-45010e3/ul
Differential Telling Mikroskopois
Basofil00%
Eosinofil00-5%
Netrofil staf00-3%
Netrofil segment5940-74%
Limfosit4110-48%
Monosit00-8%
Penunjang
Waktu perdarahan
Waktu penjendalan 150 ml 7Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.3Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-gajala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen Iversen.Tabel 1. Skor Madsen Iversen dalam bahasa IndonesiaPertanyaan12345
PancaranNormalBerubah-ubahLemahMenetes
Mengedan pada saat berkemihTidakYa
Harus menunggu pada saat akan kencingTidakYa
Buang air kecil terputus-putusTidakYa
Kencing tidak lampiasTidak tahuBerubah-ubahTidak lampias1 kali retensi>1 kali retensi
InkontinensiaYa
Kencing sulit ditundaTidak adaRinganSedangBerat
Kencing malam hari0-123-4>4
Kencing siang hari>3 jam sekali2-3 jam sekali1-2 jam sekali 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urine
derajat 1 : < 50 ml
derajat 2 : 50-100 ml
derajat 3 : >100 ml
derajat 4 : retensi urin total
3. Intra vesikal grading
derajat 1 : prostat menonjol pd bladder inlet
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :
derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm 8Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal 2Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml, sedangkan derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.1,2Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.1,2Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 2,7
Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :
1. Observasi (Watchful waiting)2. Medikamentosa
a. Penghambat adrenergik (b. Fitoterapi
c. Hormonal
3. Operatif
a. Prostatektomi terbuka
Retropubic infravesika (Terence millin)
Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)
Transperineal
b. Endourologi
Trans urethral resection (TUR)
Trans urethral incision of prostate (TUIP)
Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)
Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP)
Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)
Teknik koagulasi
4. Invasif minimal
Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)
Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
Trans urethral needle ablation (TUNA)
Stent urethra dengan prostacath 11Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher buli-buli. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Mengenai penatalaksanaan konservatif non operatif akan dibahas pada bab tersendiri, pada bab ini hanya akan dibahas tentang penatalaksanaan secara operatif saja yang terbagi dalam prostatektomi terbuka dan prostatektomi endourologi.
1. Prostatektomi terbuka
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi :
Perdarahan
Infeksi
Osteitis pubis
Trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :
1. Batu buli
2. Batu ureter distal
3. Divertikel
4. Uretrokel
5. Adanya sistsostomi
6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis Kerusakan spingter eksterna minimal
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
Inkontinensia (