presus dhf ranggit
TRANSCRIPT
BAB I
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Jambu Rt. 5 Giricahyo Purwosari
Tanggal masuk : 7 Januari 2013
Tanggal pemeriksaan : 11 Januari 2013
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Demam
B. Keluhan Tambahan : Pusing, mual, muntah, nyeri di sendi dan belakang bola
mata
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam selama
4 hari tersebut sering tinggi dan pernah turun setelah minum obat penurun panas
tetapi tidak sampai normal.
Pasien juga mengeluh rasa pusing seperti akan jatuh, mual, dan badan
terasa malas serta lemah untuk beraktivitas. Nyeri di belakang mata dan nyeri di
seluruh sendi tubuh dan otot terutama kaki dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
Tidak ada riwayat mimisan, perdarahan gusi, atau muncul bintik-bintik
merah pada kulit. Buang air kecil (+) warna kuning, tidak sakit dan tidak panas.
Buang air besar (+) tidak diare dan frekuensi seperti sebelum sakit. Nafsu makan
turun dan minum (+) sedikit. Os mengaku ada beberapa tetangga yang
mengalami gejala sama dan dirawat di rumah sakit.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang serupa : Pasien belum pernah
menderita sakit yang serupa.
1
Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit DM : Disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan :Pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan
dalam jangka waktu lama.
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit hati : Disangkal
Riwayat trauma : Disangkal
Riwayat mondok di RS : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang serupa : Disangkal
Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit DM : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit hati : Disangkal
Riwayat penyakit gastrointestinal : Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum : lemah
B. Kesadaran : kompos mentis
C. Vital sign : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler
Suhu : 38,3 oC
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
D. Status Umum
1. Pemeriksaan Kepala
- Kepala : mesochepal, simetris, tumor (-), tanda radang (-), bekas luka (-)
2
- Rambut : distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), kelopak edema
(-/-), mata cowong (-/-)
- Hidung : discharge (-), perdarahan (-), deviasi septum (-), nafas cuping
(-)
- Mulut : mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor bagian tengah (-),
darah
mengalir di posterior faring (-)
- Telinga : discharge (-), deformitas (-)
2. Pemeriksaan leher
Kaku kuduk (-), deviasi trakhea (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran
kelenjar thyroid (-), massa (-), JVP tidak meningkat.
3. Pemeriksaan thoraks
Pulmo
- inspeksi : bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris, tidak ada
bekas luka, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
- palpasi : vokal fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan (-)
- perkusi : sonor kedua lapangan paru
- auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
- inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- perkusi Kanan atas : SIC II LPS Sinistra
Kiri atas : SIC II LPS Dextra
Kanan bawah : SIC IV LPS Dextra
Kiri bawah : SIC V 1 jari medial LMC Sinistra
- palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
- auskultasi : S1 - S2 murni reguler, bising (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
3
- inspeksi : dinding perut lebih rendah daripada dinding dada, flat, tidak
ada luka,
- auskultasi: bising usus (+) normal
- palpasi : supel, permukaan perut setinggi dada, nyeri tekan epigastrum
(+), hepar dan lien tidak teraba dan nyeri tekan (-)
- perkusi : timpani
5. Pemeriksaan Ekstremitas
- udem (-/-) , ekstremitas hangat (+), nadi kuat
- uji torniquet positif (+)
- gerakan B B
B B
- kekuatan 5 5
5 5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan 7/1/2013Nilai
RujukanSatuan
Hb 16,9 12,0-16.0 gr/dl
Hct 50,6 36-46 %
AE 6,21 4.,0-5,0 106/uL
AL 5,5 4-10 103/uL
AT 32 150-450 103/uL
Eosinofil 0 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang 10 2-5 %
Segmen 29 51-67 %
4
Limfosit 53 20-35 %
Monosit 7 4-8 %
GDS 106 <200 mg/dl
Ureum Darah 26 17-43 mg/dl
Kreatin Darah 0,60 0,6 – 1,1 mg/dl
Sgot 85 <31 U/l
Sgpt 33 <31 U/l
Asam urat 3,03 2,3 – 6,1 mg/dl
Pemantauan AT/HMT
7/1/2013 8/1/2013 9/1/2013 10/1/2013 11/1/2013
AT 32/24 20/14/13 13/18 37/40 63
HMT 50,6/47 44/40/39 39/39,8 36,8/35 36
IgM Antidengue +
IgG Antidengue +
V. DIAGNOSIS BANDING
Observasi febris hari ke 4 dengan trombositopenia
1. Dengue Fever
2. Dengue Hemorrhagic Fever
VI. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Hemorrhagic Fever Grade 2
5
VII. PENATALAKSANAAN / TERAPI
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
- Inj Ondansetron 1A/8jam
- Mucogard syr 3 x 1 cth
- Paracetamol 3 x1
- Dextromethorphan 3 x 1
- Ambroxol 3 x 1
Follow up pasien
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
7/1/2013 S = os mengeluh pusing, lemes, mual,
nyeri ulu hati, nafsu makan turun, nyeri
retro orbita (+), nyeri otot dan sendi (+)
terutama daerah kaki, mimisan (-), gusi
berdarah (-), bab (+) tidak ada keluhan,
bak (+) tidak ada keluhan.
O = ku : lemas, cm
TD = 100/70
N = 100x
RR = 20x
T= 38,3
Kepala = CA -/-, SI -/-
Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler
+/+
Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
- Inj Ondansetron
1A/8jam
- Mucogard syr 3 x 1 cth
- Paracetamol 3 x1
pl
- cek AT/HMT/8jam
- cek ureum, kreatinin, as.
Urat, GDS, SGOT, SGPT
6
Ext = akral hangat, edema –
A = observasi febris hari ke 4 susp
DF/DHF
8/1/2013 S = os mengeluh pusing cenut-cenut,
nyeri perut (+) os sedang mentruasi,
lemes, mual, nyeri ulu hati, nafsu makan
turun, nyeri retro orbita (+) berkurang,
nyeri otot dan sendi (+) terutama daerah
kaki, mimisan (-), gusi berdarah (+)
sejak kemarin sore.
O = ku : lemas cm
TD = 100/70
N = 80x
RR = 20x
T= 36,1
Kepala = CA -/-, SI -/-
Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler
+/+
Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,
Ext = akral hangat, edema –
A = observasi febris hari ke 5 susp
DF/DHF
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
- Inj Ondansetron
1A/8jam
- Mucogard syr 3 x 1 cth
- Paracetamol 3 x1
9/1/2013 S = os mengeluh batuk berdahak (+)
dahak bercampur darah (+), lemes (+),
demam (-), bila batuk dada terasa sesak,
gusi berdarah (-), mual (-), muntah (-),
pusing (-), bab (+) n, bak (+) n
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
- Inj Ondansetron
1A/8jam
7
O = ku : sedang, cm
TD = 110/70
N = 92x
RR = 20x
T= 36,0
Kepala = CA -/-, SI -/-
Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler
+/+
Abd = distensi -, bu + n, nt -, timpani,
Ext = akral hangat, edema –
A = observasi febris hari ke 6 susp
DF/DHF
- Mucogard syr 3 x 1 cth
- Paracetamol 3 x1
+ Dextromethorphan 3 x
1
+ Ambroxol 3 x 1
pl. AT/HMT/8jam
10/1/2013 S = os merasa kondisi membaik, demam
(-), lemas (-), pusing (-), mual (-),
muntah (-), gusi berdarsh (-), batuk
berdahak (+) darah pada dahak (-)
O = ku : sedang, cm
TD = 110/70
N = 80x
RR = 24x
T= 36
Kepala = CA -/-, SI -/-
Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler
+/+
Abd = distensi -, bu + n, nt -, timpani,
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
- Inj Ondansetron
1A/8jam
- Mucogard syr 3 x 1 cth
- Paracetamol 3 x1
- Dextromethorphan 3 x 1
- Ambroxol 3 x 1
pl. AT/HMT/12jam
8
Ext = akral hangat, edema –
A = observasi febris hari ke 7 susp
DF/DHF
11/1/2013 S = os merasa kondisi membaik, demam
(-), lemas (-), pusing (-), mual (-),
muntah (-), gusi berdarsh (-), batuk
berdahak (-) tidak ada keluhan lain.
O = ku : sedang, cm
TD = 120/70
N = 100x
RR = 20x
T= 36,9
Kepala = CA -/-, SI -/-
Thorax = simetris, kg -, sonor, vesikuler
+/+
Abd = distensi -, bu + n, nt +, timpani,
Ext = akral hangat, edema –
A = observasi febris hari ke 8 susp
DF/DHF
- Infus RL 15 tpm
- Psidii 3 x 1
- Inj Ranitidin 1A/12 jam
BLPL
-ranitidin tablet 2 x 1
- domperidon 3 x 1
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) merupakan
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (famili Flaviviridae,
genus flavivirus). Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-
1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan Dengue Fever
(DF) atau Dengue Hemorrhagik Fever (DHF). Keempat serotipenya ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 terbanyak. Seperti halnya DF, DHF ditularkan melalui
gigitan nyamuk genus Aedes terutama Aedes Aegypti betina dan Aedes
Albopictus.1,2,3,4,5,6
Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan lewat nyamuk
paling banyak berkembang di dunia. Selama 50 tahun terakhir, insidensi kasus
dengue meningkat 30 kali lipat dibandingkan migrasi penduduk kenegara baru.
Pola penyebaran juga berubah yaitu peningkatan penyebaran di daerah rural yang
10
awalnya rendah. Setiap tahunnya sekitar 50 milyar kasus infeksi dengue
dilaporkan dan 2,5 juta orang tinggal di negara endemik dengan 70% kasus berada
di asia tenggara.3
Indonesia merupakan wilayah endemis DHF dan sejak tahun 2004 Indonesia
merupakan negara yang melaporkan jumlah kasus infeksi virus dengue terbanyak
di antara seluruh negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2005 WHO
menyatakan dengue merupakan penyakit yang dapat menimbulkan
kegawatdaruratan terhadap kesehatan masyarakat sehingga perhatian
internasional akan lebih diberikan sebagai implikasi untuk keamanan kesehatan
akibat gangguan dan menyebar epidemi yang cepat di luar perbatasan nasional.2,3
Sumber : World Organization map2
Gambar 1. Negara/daerah yang beresiko tertular infeksi virus dengue
(2008)
B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadi infeksi virus ini belum jelas. Perkembangan hipotesis
dari infeksi ini bermula pada tahun 1973 dimana Halstead mengajukan hipotesis
11
Negara beresiko tertular virus dengue
“Secondary Heterologous Infection” yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang oleh virus dengue yang berbeda serotipe. Reinfeksi ini
dikatakan menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Respons antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping
itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular.3
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 2. Hipotesis secondary heterologous Infection Dengue
Hemorrhagic Fever
Selain itu, terdapat hipotesis lain yang dinyatakan oleh Kurane dan Ennis
pada tahun 1994. Mereka menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktifasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non-netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag.
12
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya DHF dan Dengue Shock Syndrome
(DSS). Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DHF adalah:
Antibody Dependent Enhancement (ADE) respon humoral berupa
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag.
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue.
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu aktifasi komplemen ini
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a yang menyababkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Sedangkan trombositopenia pada infeksi dengue sseperti pada pasien ini dapat
terjadi melalui mekanisme: supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan
masa hidup trombosit. Destruksi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan
pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
petanda degranulasi trombosit.
C. MANIFESTASI KLINIS
Dengue memiliki spektrum yang luas dari presentasi klinis, sering kali dengan
evolusi klinis dan hasil yang tak terduga. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue
termasuk didalamnya DHF sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam
ringan yang tidak spesifik, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock
Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari, pada saat pertama kali penderita
masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk memprediksikan apakah penderita DF
tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat. Infeksi sekunder dengan
13
serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko
terjadinya manifestasi DHF yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS).1,2,3
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 3. Manifestasi klinis infeksi virus dengue
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan
recovery (penyembuhan) (gambar-1).5
Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5
Fase Febris
14
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini
biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan,
eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien
mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi
konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara
klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis.7,8,9 Warning signs meliputi:8
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati >2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran
mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.7,8,9
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.11
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.8,11
Fase Kritis
15
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai
cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus
diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah
37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas
kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan
hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya
terjadi selama 24-48 jam.8,11
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma. 8,11
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 8,11,12
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat
dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang
menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma.8
Fase Penyembuhan ( Recovery )
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual
cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien
membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami
16
ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus
generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan
pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang
disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera
setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian
cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan
edema paru atau gagal jantung kongestif.8
D. DIAGNOSIS
Diagnosis untuk kasus pasien kali ini adalah dengue haemorrhagic fever
derajat 1. Dalam menentukan diagnosis ini digunakan kriteria diagnosis dari
WHO yaitu sebagai berikut:
2. Dengue Fever (DF)
Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai
berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. myalgia/atralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (uji torniquet positif)
f. Leukopenia dan periksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DF/DHF
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
3. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
Kriteria diagnosis WHO untuk DHF harus memenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, terkadang bifasik
(saddle back fever).
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
a. Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2 )
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa, konjungtifa, saluran cerna, bekas suntikan, atau
tempat lain
d. Hematemesis atau melena
17
Pembesaran hati
Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :
a. Hematokrit meningkat >- 20% dibanding hematokrit rata-rata pada
usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama
b. Hematokrit turun hingga >- 20% dari hematokrit awal, setelah
pemberian cairan
c. Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemi
Pemeriksaan laboratorium:
Leukopenia, pada kasus dengue, tes ini akan menunjukkan gambaran
leukopenia. Oleh karena itu jika ditemukan adanya leukositosis dan
neutrofilia maka kemungkinan infeksi dengue dapat disingkirkan.
Thrombocytopenia (< 100.000 /mm3)
Hematocrit (micro-hematocrit). Ditemukannya hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit >20%).
Hipoproteinemia, akibat dari kebocoran plasma.
Kriteria WHO Sindroma Syok Dengue:
Nadi yang cepat dan lemah,
Perbedaan antara sistole dan diastole rendah (<20 mm Hg) atau,
Hipotensi,
Kulit yang dingin,
Perubahan status mental.
Derajat dengue haemorrhagic fever:
1. DHF derajat I: Demam mendadak 2-7 hari disertai dengan gejala klinik lain
dengan manifestasi perdarahan ringan yaitu tes torniquet yang positif.
2. DHF derajat II: Golongan ini lebih berat daripada derajat I oleh karena
ditemukan perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
18
3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II
namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, akral
dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS),
penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan
dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan
nadi tidak dapat terukur.
Pada Guideline for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in
Small Hospital yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2009, penggunaan
klasifikasi seperti disebutkan di atas didapatkan banyak kesulitan dalam
prakteknya Karen aperubahan cirri epidemiologi dan banyak kasus berat tetapi
tidak memenuhi semua kriteria DHF. UNtuk itu direkomendasikan untuk
mengklasifikasikan dengue berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
1. Dengue ringan, dibagi menjadi:
- dengue ringan tanpa tanda bahaya
- dengue ringan dengan tanda bahaya
Dimungkinkan dengue apabila: tinggal / mengunjungi daerah endemik dengue
dan mengalami demam diikuti 2 kriteria dari:
a. mual dan muntah
b. rash
c. Nyeri otot/sendi
d. Uji tourniquet positif
e. Leukopenia
f. Ditemukan tanda bahaya
antara lain :
- Nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen
- Munah persisten
- Akumulasi cairan (efusi, asites)
- Perdarahan mukosa
- Letargis, restlessness
19
- Hepatomegali >2 cm
- Pemeriksaan laboratorium : peningkatan HCT dengan penurunan jumlah
trombosit
2. Dengue berat
Dibagi menjadi:
a. Kebocoran plasma berat, yang mengarah pada:
- Syok
- Akumulasi cairan dengan distress pernapasan
b. Perdarahan hebat
c. Gangguan organ berat
- Liver : AST/ALT > 1000
- CNS : penurunan kesadaran
- Jantung dan organ lainnya
E. PENATALAKSANAAN
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan
indikasi rujuk atau rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang gawat darurat
dilakukan pemerisaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Bila:
a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran control dan berobat jalan ke poliklinik
damam waktu 24jam berikutnya, dan bila keadaan memburuk segera kembali
ke instalasi gawat darurat.
b. Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
20
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 5. Penatalaksanaan pasien gejala Dengue Hemorrhagic
Fever/DBD
Protokol 2 DBD Tanpa perdarahan spontan, masif dan syok
Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan spontan dan masif serta tanpa
syok di ruang rawat, pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama.
Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer
laktat atau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam
larutan garam atau NaCl 0,9%.
Rumus menghitung volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan:
1500+(20x(BB-20))
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb. Ht tiap 24 jam:
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000, pemberian cairan
tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap
12 jam.
2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
21
Hb, Ht meningkat,Trombosit
Normal/turun
Hb, Ht normal,Trombosit <100ribu
RawatObservasi
Rawat jalanPeriksa Hb, Ht,
trombosit/24 jam
ObservasiRawat jalan
Periksa Hb, Ht,trombosit/24 jam
Hb, Ht, trombosit normal
Hb, Ht normal,Trombosit
100-150ribu
Rawat
Dengan Gejala DBD
Pasien dapat dipulang apabila:
1. Keadaan umum atau kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam.
2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil
dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit
belum mencapai normal (> 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan. Apabila
pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit
belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu
1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera
dibawa ke UGD kembali.
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 6 . Penatalaksanaan pasien DBD tanpa perdarahan spontan, masiv dan
syok
Protokol 3 DBD dengan Peningkatan Ht >20%
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien
kemudian dipantau selama 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah
22
stabil, produksi urin meningkat, maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
mk/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukakan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 3ml/kbBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi
keadaan tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
meningkatkan jumlah cairan infus menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian
dilakukan pemantauan lagi dan bila menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan
dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan
perbaikan maka cairan dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok
maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue
pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
pemberian cairan awal.
23
Sumber : Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam3
Gambar 7 . Penatalaksanaan pasien DBD dengan Peningkatan Ht >20%
Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa, jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernafasaan, dan urin dilakukan sering dengan kewaspadaan
Hb, Ht, dan trombosit serta pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit diulang setiap 4-
6jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi
komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila
nilai Hb <10mg/dl. Tranfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai
atau tanpa KID.
Protokol 5 DBD Dewasa dengan Sindroma Syok Dengue.
Renjatan harus segera diatasi dengan penggantian cairan intravaskuler
yang hilang, karena angka kematian DBD dengan syok 10 x dibandingkan DBD
tanpa syok. Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utam. Selain itu
diberikan oksigen 2-4liter/menit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
darah lengkap, homeostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, klorida,
ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB/jam dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanandarah sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >20mmHg, frekuensi nadi
<100x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam), jumlah cairan dikurangi menjadi 7
24
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2jam keadaan stabil maka pemberian menjadi
5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 1-2 jam lagi keadaan membaik, pemberian cairan
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital
dan hematokrit stabil serta diuresis cukup, maka pemberian cairan perinfus harus
dihentikan karena dapat menyebabkan hipervolemia, edema paru, dan gagal
jantung.
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadi renjatan ulang dilakukan
terutama selama 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena cairan kristaloid
hanya 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam sejak
pemberian), oleh karena pemantau vital sign tetap dilakukan. Diuresis diusahakan
2ml/kgBB/jam. Bila pada fase awal renjatan belum teratasi maka tingkatkan
pemberian cairan kristaloid menjadi 20-30 ml/kgBB/jam, kemudian dievaluasi 20-
30 menit. Bila syok belum teratasi juga, perhatikan nilai hematokrit, jika
meningkat maka kebocoran plasma masih berlangsung, dan cairan di ganti koloid
10-20 ml/kgBB/jam dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Jika hematokrit
meningkat maka terjadi perdarahan internal, dan dilakukan tranfusi PRC
10ml/kgBB/jam serta dapat diulang sesuai kebutuhan.
Bila keadaan syok belum teratasi maka dilakukan pemasangan kateter
vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditingkatkan sampai maksimum yaitu 30
ml/kgBB/jam dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H2O. Bila masih
belum teratasi juga maka koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,
anemia, KID, infesi sekunder. Bila vena sentral sudah sesuai target tetapi renjatan
belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /vasopresor.
25
Indikasi Pulang Pasien DBD
Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:12
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan
makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak
ada gangguan pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
26
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien ini datang dengan keluhan utama demam yang tinggi mendadak
dan berlangsung terus menerus selama 4 hari. Pada pasien juga terdapat gejala
klinis tidak khas seperti lemas, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, dan
nyeri kepala. Tetangga pasien ada yang menderita DBD dan dirawat di rumah
sakit bersamaan dengan os. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
100/70 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, nyeri tekan epigastrium, serta uji
Rumple Leed positif. Hasil serologi anti Ig-M dan Ig-G menunjukkan hasil
positif.
Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka
DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,
adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,
dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebut
sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.
Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet
pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat
gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil
positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif
bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan
bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat
diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5
menit.
Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO
1997, antara lain:
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-
hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini
27
mengalami demam yang terus menerus dan tidak mereda dengan obat
penurun panas biasa selama 4 hari.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji
Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan lainnya yaitu
gusi berdarah.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat
trombositopenia dari saat di IGD hingga hari terakhir di ruang rawat inap
dengan trombosit paling rendah terjadi pada hari kedua rawat (13.000) dan
mengalami kenaikan pada hari-hari sesudahnya. Keadaan trombositopenia
pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit oleh sistem
retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat
tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,
tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
laboratorium, yakni terdapat penurunan hematokrit >20% setelah
mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini adalah
DBD derajat II oleh karena ditemukan perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain yaitu perdarahan gusi.
Untuk membuktikan etiologi DBD, pada pasien ini telah dilakukan
serologi anti Ig-M dan Ig-G dan hasilnya keduanya positif. Pada infeksi primer,
antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima setelah onset penyakit, yakni
setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat
dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada
infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat
bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup. Sedangkan pada
infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan
muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi
predominan pada infeksi sekunder.
28
Pilihan pemeriksaan dengan serologi anti Ig-M dan Ig-G pada pasien ini
sudah tepat karena pasien sedang dalam hari ke-7 febris dan jumlah Ig-M dan Ig-
G sudah banyak terdapat dalam sirkulasi. Selain itu, dibandingkan pemeriksaan
sejenis, pemeriksaan ini relatif lebih murah, hasilnya cepat, walaupun memiliki
sensitivitas dan spesifisitas rendah.
Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil
serologi positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif ,yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah. RL memiliki kadar natrium rendah (131 mmol/L)
dan klorida rendah (115 mmol/L) serta osmolaritas 273 mOsm/L sehingga tidak
bisa digunakan pada pasien dengan hiponatremia berat. RL juga sebaiknya tidak
diberikan pada pasien dengan penyakit hati dan sedang dalam terapi metformin
karena mengganggu metabolisme laktat.
Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik
yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam, inj ranitidin 1A/12jam, mucogard syr
3x1 cth, inj ondansetron 1A/8jam dan psidii 3x1. Ranitidin merupakan
penghambat pompa proton yang dapat menghambat sekresi asam lambung
sehingga dapat mengurangi gejala mual. Sedangkan ondansetron bersifat
antiemetik yang disebabkan kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dan
antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor trigger zone. Terapi ini
sudah sesuai karena pasien mengalami mual dan muntah yang mengakibatkan
turunnya nafsu makan.
Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keempat karena sudah bebas
demam selama 4 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu
makan membaik, status hemodinamik stabil, urin output normal, tidak ada
gangguan pernapasan), jumlah trombosit sejak hari kedua perawatan terus
meningkat dan hematokrit pada hari keempat stabil walaupun tanpa cairan
intravena.
29
30