presus gyn ket

47
PRESENTASI KASUS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG Disusun oleh : Dwi Yuliannisa Amri 20100310133 SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Upload: agungwibowo

Post on 11-Jan-2016

236 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

medis

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Gyn Ket

PRESENTASI KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Disusun oleh :

Dwi Yuliannisa Amri

20100310133

SMF OBSTETRI GINEKOLOGI

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Presus Gyn Ket

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun oleh:

Dwi Yuliannisa Amri

20100310133

Telah dipresentasikan pada:

Maret 2015

Bantul, Maret 2015

Menyetujui dan mengesahkan,

Pembimbing

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Page 3: Presus Gyn Ket

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan di laksanakan pada segala bidang. Tujuan pembangunan

kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Komplikasi

kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan yang penting, bila tidak

ditanggulangi akan menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi. Kematian seorang ibu

dalam proses reproduksi merupakan tragedi yang mencemaskan. Keberadaan seorang ibu

merupakan tonggak untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu

merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini dapat

dipastikan sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat maupun angkatan kerja.

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat 536.000

wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal

per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka Kematian Ibu (AKI) di

negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup dan 450 per 100.000 kelahiran

hidup di negara yang berkembang, hal ini berarti 99% dari kematian ibu oleh karena

kehamilan dan persalinan berasal dari negara berkembang.

Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat AKI sebesar

13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000 kelahiran hidup di Malaysia,

110/100.000 kelahiran hidup di Thailand, 380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan

420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI di Rumah Sakit periode 2001-

2005 cenderung menurun dari 7,5/1000 kelahiran hidup pada tahun 2001 menjadi 0,9/1000

kelahiran hidup pada tahun 2005. Namun pada tahun 2004, AKI mengalami kenaikan tajam

dari sebelumnya 1,1/1000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 8,6/1000 kelahiran

hidup.

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada tahun 2006

adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya dengan proporsi

47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan proporsi 31,5%.5 Kehamilan

ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian

oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang

pecah.

Page 4: Presus Gyn Ket

Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan

berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan kehamilan yang

berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi

keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik Terganggu

(KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan

perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan

hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat

penderita akan meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.

Insiden rate Kehamilan ektopik di Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari

3 kali lipat selama tahun 1970 dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000

kehamilan. Berdasarkan data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate

kehamilan ektopik di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000

kehamilan. Dan pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000

kehamilan. Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan

Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik meningkat

dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama periode 1970-1974 sampai

1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000 kehamilan.

Di Indonesia frekuensi kehamilan ektopik bervariasi antara 1 dalam 28 persalinan

sampai 1 dalam 329 persalinan. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode

tahun 1971-1975 terdapat 1 kehamilan ektopik diantara 24 persalinan, pada tahun 1987

terdapat 153 kasus diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan.

Page 5: Presus Gyn Ket

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telurnya yang telah

dibuahioleh spermatozoa, berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus,atau

tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.Implantasi ditempat lain dianggap

sebagai kehamilan ektopik. Kata ini berasal dari bahasa yunani ektopos-di luar

tempatnya.Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang

mengalami mengalami gangguan dapat berupa abortus atau ruptur apabila masa kehamilan

berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba, dan hal ini dapat berbahaya

bagi wanita tersebut.

B. Lokasi

Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Tuba Fallopii (95%-98% dari seluruh kehamilan ektopik), yaitu pada:

-          Pars interstisialis (2%)

-          Istmus (25%)

-          Ampulla (55%)

-          Infundibulum (1%)

-          Fimbria (17%)

2. Uterus, yaitu pada :

-          Kanalis servikalis (<1%)

-          Divertikulum

-          Kornu (1-2%)

-          Tanduk rudimenter

3. Ovarium (<1%)

4. Intraligamenter (<%)

5. Abdominal (1-2%)

-          Primer

-          Sekunder

6. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy)

Page 6: Presus Gyn Ket

Kehamilan Abdominal

Kebanyakan kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat

ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.Implantasi primer

di dalam rongga abdomen amatlah jarang.Mortalitas akibat kehamilan abdominal tujuh kali

lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamila

intrauterin.Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi

intravaskular diseminata (DIC), emboli paru atau terbentuknya fistula antara kantong amnion

dengan usus.Pada kehamilan abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding

tuba secara bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun

juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba.Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba

plasenta mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga

abdomen.Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria,

dan pada kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterina.Diagnosis kehamilan

abdominal berawal dari indeks kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan ultrasonografik

berikut, meskipun tidak patognomonis, harus segera membuat kita berpikir akan suatu

kehamilan abdominal: 1) tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan

janin, 2) plasenta terletak di luar uterus, 3) bagian-bagian janin dekat dengan dinding

abdomen ibu, 4) letak janin abnormal, dan 5) tidak ada cairan amnion antara plasenta dan

janin.

Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan bagi si ibu.Oleh

sebab itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati namun terlalu besar

untuk diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi. Karena letak

janin yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin

dan berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk

abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun

dapat merusak organ-organ ibu di sekitarnya. Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan,

janin yang mati mengalami proses mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam

rongga abdomen selama lebih dari 15 tahun. Penanganan kehamilan abdominal sangat

berisiko tinggi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat

implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium(4). Sebelum

operasi, cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal

dua jalur intravena yang cukup besar.

Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula.Plasenta boleh diangkat

hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat diidentifikasi

Page 7: Presus Gyn Ket

dan diligasi.Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan lepasnya plasenta sering

mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta ditinggalkan in situ.Pada sebuah

laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit kembali karena perdarahan tidak

dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ,

plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4 bulan(10). Komplikasi-komplikasi yang sering

terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan abses intraabdomen dan infeksi organ-organ

sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten. Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan

ultrasonografi dan pengukuran kadar b-hCG serum. Pemberian methotrexate untuk

mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang

terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat

mengakibatkan sepsis. Embolisasi per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat

implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik(9).

Kehamilan Ovarium

Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Spiegelberg merumuskan kriteria

diagnosis kehamilan ovarium: 1) tuba pada sisi ipsilateral harus utuh, 2) kantong gestasi

harus menempati posisi ovarium, 3) ovarium dan uterus harus berhubungan melalui

ligamentum ovarii, dan 4) jaringan ovarium harus ditemukan dalam dinding kantong gestasi.

Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan tuba.

Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi

tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.Manifestasi klinik

kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus

luteum.Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus luteum

atau perdarahan korpus luteum.Kehamilan ovarium terganggu ditangani dengan pembedahan

yang sering kali mencakup ovariektomi.Bila hasil konsepsi masih kecil, maka reseksi parsial

ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi

kehamilan ovarium yang belum terganggu(3).

Kehamilan Serviks

Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup

jarang.Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan.Burg

mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang

disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi.Dikatakan pula bahwa

instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium

Page 8: Presus Gyn Ket

tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik. Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan

serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase

traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman(7).

Kehamilan serviks juga berhubungan dengan fertilisasi in-vitro dan transfer embrio.

Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang

dalam jaringan fibrosa dinding serviks.Lamanya kehamilan tergantung pada tempat

nidasi.Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar kemungkinan janin

dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan hebat.Perdarahan per vaginam

tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya mengalami perdarahan hebat.

Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu. Prinsip dasar penanganan

kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan

serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil konsepsi masih kecil dan

dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks sering

kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung sedikit jaringan otot dan

tidak mampu berkontraksi seperti miometrium.Bila perdarahan tidak terkontrol, sering kali

histerektomi harus dilakukan.Hal ini menjadi dilema, terutama bila pasien ingin

mempertahankan kemampuan reproduksinya. Beberapa metode-metode nonradikal yang

digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri

hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis. Kateter

Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan balon kateter segera

dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan.Selanjutnya vagina ditampon dengan

kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan

hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi angiografik arteri

uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan hasil yang baik,

seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia24. Sebelum kuretase dilakukan,

arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan angiografi. Pada

kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase tidak signifikan.Seperti pada

kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi kehamilan serviks.Methotrexate

adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks

ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil yang baik bila usia

gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat diberikan secara intramuskular,

intraarterial maupun intraamnion(8).

C. Etiologi

Page 9: Presus Gyn Ket

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar

penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan

didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur mengalami hambatan

sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.

Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa faktor,

yaitu

1. riwayat infertilitas

2. riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

3. operasi pada tuba

4. infeksi pelvis

5. paparan Diethylstil-bestrol (DES)

6. penggunaan IUD

7. Riwayat endometriosis

8. Riwayat penggunaan obat untuk induksi ovulasi

9. Penyakit radang panggul (PID : Pelvic Inflammatory Disease)

Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme

anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari

implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba. Normalnya, seperti

disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba ketempat

implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii selama

proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.

Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf

yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel

telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter

biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami

rupture dan mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal

berkaitan dengan faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi

pada rahim termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi

sekunder dari kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.

Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung

terjadinya kehamilan ektopik :

1. Faktor dalam lumen tuba :

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga

lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;

Page 10: Presus Gyn Ket

b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia

uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;

c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi

yang tidak sempurna.

Gambar 2 : Gambaran mikroskopik dari saluran tuba

2. Faktor pada dinding tuba :

a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam

tuba;

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur

yang dibuahi ditempat itu.

3. Faktor diluar dinding tuba :

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur;

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4. Faktor lain :

a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau

sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.

Page 11: Presus Gyn Ket

Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi

premature;

b) Fertilisasi in vitro.

Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab utama.

Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal kehamilan ektopik. Tempat

keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai peran dalam kehamilan

ektopik. Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari ovarium telah dianggap sebagai

penyebab dari terlambatnya transport blastokist, dan oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi

dari arah kontralateral ditemukan pada sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan

laparatomi. Bagaimanapun juga, Saito dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana

terjadi implantasi pada wanita dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus

luteum berada di ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor,

hipotesis dari mereka adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan

ovulasi dari kontralateral ovarium.

Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal, yang mana

peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat merusak kontraktilitas

normal tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada wanita yang

digambarkan secara fisiologis dan farmakologis mempunyai kadar progestin yang

meningakat. Secara iatrogenik, dapat terjadi peningkatan estrogen dan progesterone setelah

induksi ovulasi baik itu dengan clomiphene citrate atau human menopausalgonadotrophins,

dan dilaporkan terjadi kenaikan angka kehamilan ektopik pada wanita dengan perlakuan

seperti itu.Kemungkinan penyebab lainnya adalah perkembangan embrionik yang abnormal.

Stratford memeriksa 44 konseptus dari gestasi ektopik dengan mikrodiseksi dan potongan

histologik dan menemukan sekitar duapertiga abnormal dan setengahnya mempunyai

banormalitas structural umum. Kelainan abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport

normal di tuba.7

Tatum dan Schmidt menyimpulkan bahwa kehamilan yang mucul yang dikarenakan

kegagalan beberapa metode kontrasepsi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk

menjadi ektopik dibandingkan pada wanita yang hamil karena tidak memakai alat

kontrasepsi. Wanita yang menjadi hamil sewaktu memakai IUD Copper T380 atau

kontrasepsi oral progestin saja, mempunyai kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami

kehamilan ektopik. Wanita yang menjadi hamil selama memakai progesterone-releasing IUD

bahkan lebih tinggi, sekitar 25%, bahkan bila dibandingkan dengan wanita yang tidak

Page 12: Presus Gyn Ket

memakai alat kontrasepsi sama sekali, kemungkinan terjadi kehamilan ektopik lebih besar

dua lipat. Hal ini disebabkan progesterone menghambat kontraksi tuba. Walaupun pada

banyak laporan yang mengatakan bahwa riwayat aborsi yang diinduksi meningkatkan resiko

terjadinya kehamilan ektopik, Levin dkk. menunjukkan metode statistik yang digunakan

untuk mengontrol efek dari faktor-faktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang diinduksi tidak

meningkatkan secara bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu baru akan

nyata bila sudah dua atau lebih aborsi.

D. Patofisiologi

Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling

umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut adalah

isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%), dan seperti

yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang.Kehamilan pada

daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru

mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan

biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi rupture.Pada proses awal

kehamilan apabila endometrium tidak mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka

embrio dapat tumbuh disaluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti

pada kehamilan pada umumnya. karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk

pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan

dalam bentuk berikut ini.

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.

Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati

secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot

endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh

lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena

pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan

mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan

merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada

beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan

yang terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari

korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium

Page 13: Presus Gyn Ket

dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada

endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya

hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat

berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya

terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam

tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi,

tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan

tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu

antara lain :

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi

kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak

mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi

koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari

koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya

pseudokapsularis.Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari

derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan

selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah

ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi

telur yang dibuahi.

Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,

sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya

terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars

amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil

konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.Pada pelepasan

hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung,

dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan

akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas

di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae

tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

3. Ruptur tuba

Page 14: Presus Gyn Ket

Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada saluran

lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik

gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama

oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum

berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan

bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih

lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus

atau pemeriksaan vagina.

Gambar 3 : Ruptur tuba

Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba

tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,

akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah

ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,

terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat

keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib

janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati

dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah

menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi

oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus

dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

E. Gambaran Klinik

Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes

hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan diagnosis

Page 15: Presus Gyn Ket

dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi sudah meningkat

dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari fimbriae atau ruptur, maka

dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala,

maka kita sebut kehamilan ektopik belum terganggu.

Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,

amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam

memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama.

Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan

gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang

umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan,

nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan

ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak

khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada

tanda vital dan pemeriksaan abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi

akibat perdarahan banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan

ektopik walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal

tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang

normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam,

dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya

tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral abdomen atau

nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang

bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan

ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik secara

tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dart dkk., massa adneksa hanya muncul kurang

dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat

juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan

kehamilan ektopik.

Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan

kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi

penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang gawat darurat yang

menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan klinik saja.

F. Diagnosis Diferensial

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial ialah:

Page 16: Presus Gyn Ket

1) Infeksi pelvik,

2) abortus iminens atau abortus inkompletus, dan

3)Torsi kista ovarium,

4)Appendisitis

Biasanya anamnesis, gambaran klinik, dan beberapa metode pemeriksaan dapat

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik.

Ruptura korpus luteum dapat menimbulkan gejala yang menyerupai kehamilan

ektopik terganggu.Anamesis yang cermat mengenai siklus haid penderita dapat menduga

ruptura korpus luteum. Jika keadaan mengizinkan dengan laparoskopi dapat diperoleh

kepastian apa yang menyebabkan perdarahan intraperitoneal.

G. Diagnosis

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum

terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu

sehingga menimbulkan gejala. Gejala-gejala yang perlu diperhatikan adalah:

a. Nyeri perutmerupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik.terganggu Pada

kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan

keras. Rasa nyeri mungkin unilateral atau bilateral pada abdomen bagian bawah

atau pada seluruh abdomen, atau malahan di abdomen bagian atas. Dengan

adanya hemiperitoneum , rasa nyeri akibat iritasi diafragma bisa dialami pasien.

Diperkirakan bahwa serangan nyeri hebat pada ruptura kehamilan ektopik, ini

disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum peritonei.(6)

b. Perdarahan :Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan

perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan

biasanya berwarna hitam. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan,

perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari

endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami

perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat gelap

dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Meskipun perdarahan vaginal yang

masif lebih menunjukkan kemungkinan abortus inkompletus intrauteri daripada

kehamilan ektopik, namun perdarahan semacam ini bisa terjadi pada kehamilan

tuba.

c. Adanya Amenorea: amenorea sering ditemukan walau hanya pendek saja

sebelum diikuti perdarahan, malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak ada

Page 17: Presus Gyn Ket

riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinankemungkinan kehamilan

tuba dapat disingkirkan. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap

perdarahan pervaginam sebagai periode menstruasi yang normal, dengan

demikian memberikan tanggal haid yang keliru.

d. Keadaan Umum : tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba,

keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan

anemi. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik

terganggu.(1)

e. Perut: pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus.

Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan

nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Tanda

Cullen dapat terlihat di sekitar pusat atau linea alba terlihat biru hitam dan lebam.

Pada pemeriksaan dalam didapatkan kavum Douglas menonjol karena darah yang

terkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptur bila serviks

digerakan akan terasa nyeri sekali (slinger pain). Douglas crise : nyeri pada penekanan kavum

Douglas. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti dapat dipikirkan

kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus

dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.

Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu

yang harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.

Anamnesis.Mencari tanda-tanda yang menyokong kearah diagnosis, Misalnya Trias

dari KET. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk

beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda.

Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus.

Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan

nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah

mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-

gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil,

riwayat menstruasinya.

Pemeriksaan umum: Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan

kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda

syok dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak

Page 18: Presus Gyn Ket

mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung

dan nyeri tekan.2

Pemeriksaan ginekologi :Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda

kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus

dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor

disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba

menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang

terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

Pemeriksaan laboratorium : Para dokter di ruang gawat darurat biasanya

menggunakan beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis

kehamilan, dan untuk membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan

ektopik. β-hCG diproduksi oleh trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-

kira 1 minggu sebelum haid berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan

besar tidak terjadi kehamilan. Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien

dengan tes serum β-hCG negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal

kenaikan kadar β-hCG dua kali lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai

mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah

mencapai nilai puncaknya, dan pada saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan

USG. Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis

kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan

intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum lainnya adalah pemeriksaan darah rutin

untuk mengetahui kadar hemoglobin yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang

sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi

yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik.

Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000.

H. Penatalaksanaan

Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi

bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada

pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau

ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara

lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus

menerima segala resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.

Page 19: Presus Gyn Ket

I. Terapi Bedah

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.

Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi )

dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan

teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak

terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,

atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini

membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja

salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil

dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi

laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak

lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

Dalam melakukan laparotomy ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

a.       Kondisi Pasien saat itu

b.      Kondisi anatomik organ pelvis

c.       Keinginan penderita akan organ reproduksinya

d.      Lokasi kehamilan ektopik

e.       Kemampuan teknik pembedahan mikro dokter operator

f.       Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat (2,3)

Hasil pertimbangan tersebut menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada

kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan

salpingostomi atau reanostomosis tuba. Apabila kondisi pasien buruk , misalnya syok lebih

baik dilakukan salpingektomi.

Gambar 6 : Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik

Page 20: Presus Gyn Ket

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil

ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan

kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki

hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang

berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan

terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan

menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan

tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi

trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada

isthmus.

Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan

ektopik di pars ampullaris.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari

reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan

lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik

yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras (milking)

untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.

Page 21: Presus Gyn Ket

Gambar 8 : Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada laparaskopi.

Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah kanan

di E.

Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang

hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi

laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada

dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang

paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan

trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post

operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.

J. Terapi FarmaKologi

Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-

obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta

segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang

lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat

sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486).

Disini akan dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk

terapi obat.

K. Methotrexate

Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka dkk. untuk

kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti oleh Miyazaki (1983) dan Ory dkk. yang

menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak

dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.

Lalu, sengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai diperbandingkan

pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.

Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian

methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan oleh Pisarska dkk. (1997)

direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari

4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari

Page 22: Presus Gyn Ket

3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut American

College of Obstetricians and Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk

menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan

ulkus peptik.

Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis

asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Methotrexat bekerja

mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan menginhibisi kerja enzim

dihydrofolate reduktase, maka selanjutnya akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pasien

yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan

hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.

Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis

variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari

ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari

plasma dalam rata-rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-

hCG, kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.10

L. Prognosis

Prognosis tergantung jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis dan

tindakan yang tepat.Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.Prognosis juga tergantung dari cepatnya

pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka

angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan

mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya

tumbuh.

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.

Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat

mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang

berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang,

kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus didukung

kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.

.

Page 23: Presus Gyn Ket

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. TN

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Bandungan, Karangtalun, Imogiri, Bantul.

B. Anamnesis

Tanggal : 17 Februari 2015 Pukul : 15.20

1. Keluhan utama

Nyeri perut kanan.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien rujukan dari PKU bantul dengan keterangan G2P1A0 dengan usia kehamilan 6

minggu merasa lemas sejak kemarin dan terasa perut di bagian bawah terasa sakit dan

terasa mules mules saat berjalan, perdarahan dari jalan lahir (-).

3. Riwayat Obstetri Ginekologi

Riw. Haid : menarche 14 th, lama haid 5 hari, siklus 28 hari, nyeri saat haid(+)

Riw. Menikah : menikah 1x dengan suami sekarang sejak 4 th yll saat berumur 37

tahun

Riw. KB : Suntik 2 tahun

Riwayat Kehamilan : G2P1A0

I : 2 Maret 2011, aterm, partus spontan pervaginam, ditolong oleh bidan, ♂, BB 3200

gr

II : Hamil ini

Hari Pertama Haid Terakhir : 6/01/2015

Hari Perkiraan Lahir : 13/10/2015

Umur Kehamilan : 6 minggu

Page 24: Presus Gyn Ket

Riw. ANC : 1 kali oleh bidan, Trimester I : 1 kali di bidan.

Imunisasi TT : (-)

Keluhan selama hamil : (-)

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma, dan alergi disangkal.

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma, dan alergi disangkal.

C. Pemeriksaan fisik

1. Status Generalis

KU : baik, compos mentis, anemis

Vital sign : TD : 110/70 mmHg R : 26 x/menit

N : 140 x/menit t : 36,5 ‘C

TB : 156 cm

BB : 40 kg

Kepala : CA (+)/(+), SI (-)/(-), edema palpebra(-)

Leher : pemb. kel. limfonodi(-), pemb. kel. tyroid(-)

Thorax : simetris(+), retraksi(-), SDV(+)/(+), ST(-)

S1 S2 reguler(+), bising jantung(+)

Abdomen : sikatrik(+), besar perut sesuai usia kehamilan(+),

bising usus(+) normal

Ekstremitas : hangat(-)/(-), edema(-)/(-)

2. Status Obstetri

Inspeksi : KU sedang tampak lemas dan pucat, sadar.

Palpasi abd : TFU belum teraba

Px. Dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, OUE terbuka, AK(-), STLD(+),

Slinger pain (+).

D. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium:

Page 25: Presus Gyn Ket

Hematologi

HB : 6,6 gr%

AL : 17,25 ribu/µL

AT : 217 ribu/µL

HMT : 19,1 %

Golongan Darah

Gol. Darah : B

Hemostatis

PPT : 20,7 detik

APTT : 31,6 detik

Control PPT : 13,6 detik

Control APTT : 31,8 detik

Elektrolit

Natrium : 137,0

Kalium : 4,05

Klorida : 102,2

Kimia klinik

Fungsi ginjal

SGOT : 7

SGPT : 10

Protein Total : 5,07

Albumin : 2,55

Globulin :2,52

Fungsi Ginjal

Ureum : 28

Creatinin : 0,58

Diabetes

GDS : 125

Hepatitis

HbsAg : negatif

USG:

Cairan bebas di cavum douglas, GS intrauterine (-)

Kesan : KET

E. Diagnosis

KET pada G2P1A0

Syok Hipovolemik grade II oleh karena perdarahan.

F. Terapi

Laparotomi emergency

G. Laporan Tindakan Operasi

Tanggal 17 Februari 2015 Pukul 17.00

Page 26: Presus Gyn Ket

Laporan Tindakan Operasi :

Prosedur operasi rutin,

Setelah anestesi, disinfeksi medan operasi, pasang duk steril.

Dilakukan insisi kulit linea mediana,

Diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum parietale tampak culler sign (+)

Tampak ruptur tuba pars ampularis sinistra KET tuba sinistra

Lakukan salpingektomi sinistra

Kontrol perdarahan

Dilakukan reperitonealisasi parietal

Dinding abdomen dijahit demi lapis, kulit dijahit intrakutan

Operasi selesai

Perdarahan ± 1000 ml

Durante op transfusi 1 PRC

Intruksi Pasca :

Observasi tanda-tanda perdarahan

Observasi KU dan Vital sign

Infus RL 20 tpm

Injeksi cefotaxime 1gr/12 jam

Injeksi ketorolac 30mg/8jam

Balance cairan

Cek HB 6 jam post op

Page 27: Presus Gyn Ket

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diagnosa

Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi (fertilisasi)

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan Ektopik Terganggu ialah

kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang

melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba. Gambaran klinik klasik untuk kehamilan

ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan. Pasien TN (29) rujukan dari PKU

Bantul dengan mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah.

Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien sedang hamil 6 minggu. Ini adalah kehamilan

kedua pasien. Pasien hamil pertama kali pada tahun 2008, dengan kelahiran normal. Hari

pertama menstruasi terakhir (HMPT) adalah 6 januari 2015, dan hari perkiraan lahir (HPL)

adalah 13 oktober 2015. Pasien mengaku hasil PP testnya positif.

Gejala yang terjadi disini dapat mengacu ke beberapa penyebab seperti abortus iminens,

abortus inkompletus, KET, infeksi pelvic, torsi kista ovarium, appendisitis dan lainnya. Dari

pemeriksaan fisik, pasien nampak sadar penuh, lemas, kedua konjungtiva mata nampak anemis.

Tanda-tanda vital pasien menunjukan kearah syok hipovolemic dengan tekanan 110/70 mmHg

dan nadi 140x/menit. Pada palpasi abdomen didapatkan nyeri ketika ditekanpada kuadran kanan

dan kiri bawah. Pada pemeriksaan dalam, nampak ostium uteri eksterna terbuka, terdistensi,

cavum douglas menonjol, sarung tangan lendir darah (+) dan Slinger pain (+). Pada pemeriksaan

dengan ultrasonografi, tidak nampak adanya gestational sac intrauterine dan Cairan bebas di

cavum douglas. Dari pemeriksaan serial hemoglobin (Hb), menujukkan hasil 6,6 gr/dL dimana

mengindikasikan terjadi perdarahan aktif. Pasien terdiagnosis sebagai Sekundigravida dengan

usia kehamilan 6 minggu dengan kehamilan ektopik terganggu.

Berdasarkan uraian di atas, kehamilan ektopik pada pasien ini adalah jenis akut. Hal ini

dikarenakan pasien mengeluhkan nyeri abdomen akut, dan nyeri goyang pada penekanan

abdomen. Pada proses operasi juga ditemukan produk kehamilan serta ruptura di bagian ampula

tuba, yang berdekatan dengan ovarium.

Manajemen untuk pasien ini yaitu dilakukan salpingektomi sinistra dan pengangkatan

produk kehamilan atas indikasi KET. Kemudian pasien juga diberikan cefotaxime, ketorolac,

kalnex, serta transfusi darah sampai kadar Hb naik di atas 10 gr/dL.

Page 28: Presus Gyn Ket

B. Etiologi

Pada pasien ini, riwayat penggunaan KB diduga menjadi penyebab utama terjadinya

kehamilan ektopik. Penggunaan KB bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, namun terdapat

kemungkinan penggunaan KB tersebut gagal. Kegagalan fungsi kontrasepsi justru meningkatkan

resiko terjadinya kehamilan ektopik.

C. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama pada kasus kehamilan ektopik terganggu adalah berupa tindakan

operatif,. Tindakan operatif dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, misalnya

usia pasien, keinginan untuk hamil lagi, riwayat kehamilan sebelumnya, kondisi tuba, letak dan

ukuran produk kehamilan, dan adanya komplikasi yang memperberat. Sebelum dilakukan

tindakan operasi, pasien harus stabil secara hemodinamik. Bila terjadi perdarahan yang tak

terkendali akibat rupture, maka tindakan operatif radikal lebih diutamakan daripada konservatif.

Setelah operasi, penting untuk dilakukan kontrol perdarahan dan nyeri. Pada pasien ini,

diberikan obat antibiotik (Cefotaxime, profilaksis), antinyeri (Ketorolac), antifibrinolitik

(Kalnex), dan vitamin B1 & B2 (Alinamin).

D. Prognosis

Prognosis tergantung jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis dan

tindakan yang tepat. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari cepatnya

pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

Page 29: Presus Gyn Ket

BAB V

KESIMPULAN

Telah diuraikan di atas kasus seorang wanita 38 tahun yang mengeluhkan nyeri perutnya. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan

klinis, pasien didiagnosis dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Pasien kemudian menjalani rawat inap dan menjalani tindakan

salfingektomi sinistra dan pengangkatan produk kehamilan.

KET terjadi karena terhambatnya saluran dari ovarium menuju lapisan endometrium kavum uteri, yang disebabkan oleh

terjadinya kerusakan maupun gangguan bentuk saluran. Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan kehamilan ektopik, salah

satunya adalah riwayat penggunaan kontrasepsi.

Terdapat 2 jenis terapi, yaitu operatif dan medikamentosa. Terapi operatif dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa

kriteria, yang nantinya akan digunakan untuk memutuskan apakah pembedahan yang dilakukan adalah konservatif atau radikal. Terapi

medikamentosa hanya dilakukan jika belum terjadi rupture dan kondisi hemodinamik pasien masih stabil.

Page 30: Presus Gyn Ket

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjoksastro, Hanifa dkk, Ilmu Kandungan. Ed 2, Cet. 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.

B. Achmad. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi.Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

Siswosudarno, Risanto., Ova Emilia.2008. Obsterti Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press

Cunningham, G. F., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap, L. C., Hauth, J. C Wenstrom, K. D. (2006). Obstetri Williams volume 1 (21th ed).

Jakarta: EGC.

Dhaliwal, Gupta, Gopalan. (2003). Induced Abortion and Subsequent Pregnancy Outcome. The Journal of Family Welfare, 1, 49.

Owen, J., Yost, N., Berghella, V., Thom, E., Swain, M., Miodovnik, M., et al. (2001). Mid-Trimester Endovaginal Sonography in Women

at High Risk for Spontaneous Preterm Birth. The Journal of The American Medical Association, 11, 286.

Sepilian, Vicken P. et al. (2013). Ectopic Pregnancy. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/2041923