presus krisis ht
TRANSCRIPT
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 55 Tahun
Alamat : Palimanan Barat
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal masuk RS : 24 Desember 2011
Tanggal keluar RS : 28 Desember 2011
ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak ± 2 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit. Keluhan ini dirasakan semakin memberat pada 3 hari belakangan ini, Sesak
dirasakan pada saat pasien sedang tiduran, sehingga pasien menggunakan 2 bantal. Selain itu
pasien juga mengeluh batuk tanpa disertai dahak yang dirasakan oleh pasien sejak 2 hari yang
lalu. Pusing juga dikeluhkan oleh pasien. Pasien mempunyai riwayat darah tinggi 3 tahun
yang lalu. Buang air kecil dan buang air besar normal.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit darah tinggi
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku di keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama
seperti pasien
1
STATUS PRESEN
Kesadaran :
Kompos mentis, tampak sakit sedang
Status gizi :
Gizi sedang
Tanda vital
Tensi : 250/170 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,0 °C
Kepala :
Rambut tidak mudah tercabut
Konjungtiva pucat +/+
Sklera ikterik -/-
Sekret telinga -/-
Tonsil T1/T1
Faring normal
Leher
Trakea tidak deviasi
Kelenjar getah bening tidak teraba
Kelenjar tiroid tidak membesar
JVP 5+0
Toraks
Dinding dada: bentuk simetris, tidak terlihat massa, tidak ada sikatriks.
Paru:
Inspeksi: bentuk simetris
Palpasi: fremitus taktil dan fremitus vokal kanan dan kiri
normal
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler
Jantung:
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikula kiri
Perkusi:
2
Batas atas jantung : SIC 3 linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri : SIC 6 linea midkalvikula sinistra
Batas jantung kanan : SIC 5 linea parasternal dextra
Auskultasi: bunyi jantung 1 dan 2 reguler, Murmur - , Gallop –
Abdomen
Inspeksi: Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada
pelebaran pembuluh darah
Palpasi: nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), tidak teraba massa,
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas : Normal
Bawah : Normal
Genital
Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Rutin
(24 Desember 2011)
Hemoglobin : 10,7 g/dl 11,0 – 17,0
Leukosit : 7,8 103/μl 4,0 – 10,0
Limfosit : 1,7 103/μl 1,0 – 5,0
Monosit : 1,3 103/μl 0,1 – 1,0
Granulosit : 4,8 103/μl 2,0 – 8,0
Hematokrit : 34,0 % 35,0 – 55,0
MCV : 85 μm3 80,0 – 100,0
MCH : 26,8 pg 26,0 – 34,0
MCHC : 31,5 g/dl 31,0 – 35,5
Trombosit : 283 103/μl 150 – 400
LED : 190 -15/-10
KGDS : 94 mg/dl
3
Laboratorium Kimia Klinik
(25 Desember 2011)
Ureum : 73 10 - 50
Kreatinin : 2,82 0,6 – 1,38
As.Urat : 6,63 3,34 – 7,0
Cholesterol total : 179 -220/ resiko tinggi
SGOT : 20 0 – 38,0
SGPT : 13 0 - 41
Foto Toraks PA
(27 Desember 2011)
4
EKG
5
6
RESUME
Seorang pria berusia 55 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak
± 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan ini dirasakan semakin memberat pada 3
hari belakangan ini, Sesak dirasakan pada saat pasien sedang tiduran, sehingga pasien
menggunakan 2 bantal. Selain itu pasien juga mengeluh batuk tanpa disertai dahak yang
dirasakan oleh pasien sejak 2 hari yang lalu. Pusing juga dikeluhkan oleh pasien. Pasien
mempunyai riwayat darah tinggi 3 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb menurun ( 10,7 ), ureum meningkat (73) dan kreatinin meningkat (2,82) . Pada
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pembesaran jantung.
Diagnosa Kerja
Hipertensi Emergency
Diagnosa Banding
Hipertensi Urgency
Tatalaksana
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
7
FOLLOW UP
24 Desember 2011
Kesadaran : kompos mentis
Sesak nafas (+), lemas, nafsu makan menurun
Tensi : 200/120 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan: 24x/menit
Suhu : 36°C
Kepala : normocephal
Mata : CA +/+
Thorax : simetris
Jantung : Bunyi jantung 1, 2 reguler
Paru : sonor di seluruh lapang paru, vesikuler
Abdomen : Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada pelebaran pembuluh
darah
Ekstrimitas : atas : DBN
Bawah : DBN
Diagnosis : Hipertensi Emergency
Terapi
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
25 Desember 2011
Kesadaran : kompos mentis
Sesak nafas (+), lemas, nafsu makan menurun
8
Tensi : 160/120 mmHg
Nadi : 92x/menit
Pernapasan: 22x/menit
Suhu : 36,2°C
Kepala : normocephal
Mata : CA +/+
Thorax : simetris
Jantung : Bunyi jantung 1, 2 reguler
Paru : sonor di seluruh lapang paru, vesikuler
Abdomen : Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada pelebaran pembuluh
darah
Ekstrimitas : atas : DBN
Bawah : DBN
Diagnosis : Hipertensi Emergency
Terapi
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
26 Desember 2011
Sesak nafas (+), lemas (+)
Tensi : 180/130 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan: 22x/menit
Suhu : 36,3°C
Kepala : normocephal
Mata : CA +/+
Thorax : simetris
9
Jantung : Bunyi jantung 1, 2 reguler
Paru : sonor di seluruh lapang paru, vesikuler
Abdomen : Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada pelebaran pembuluh
darah
Ekstrimitas : atas : DBN
Bawah : DBN
Diagnosis : Hipertensi Emergency
Terapi
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
27 Desember 2011
Sesak nafas berkurang
Tensi : 210/130 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan: 24x/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala : normocephal
Mata : CA +/+
Thorax : simetris
Jantung : Bunyi jantung 1, 2 reguler
Paru : sonor di seluruh lapang paru, vesikuler
Abdomen : Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada pelebaran pembuluh
darah
Ekstrimitas : atas : DBN
Bawah : DBN
Diagnosis : Hipertensi Emergency
10
Terapi
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
28 Desember 2011
Sesak nafas berkurang, sakit kepala (+)
Tensi : 180/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan: 20x/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala : normocephal
Mata : CA -/-
Thorax : simetris
Jantung : Bunyi jantung 1, 2 reguler
Paru : sonor di seluruh lapang paru, vesikuler
Abdomen : Simetris, datar, tidak terlihat benjolan, tidak ada pelebaran pembuluh
darah
Ekstrimitas : atas : DBN
Bawah : DBN
Diagnosis : Hipertensi Emergency
Terapi
RL 15 tetes/menit
Captopril 2 x 25 mg
Amilodipin 1 x 10 mg
KSR 1 x 1
ISDN 1 x 5 mg
Furosemid 2 x 40 mg
11
Cefotaxim 2 x 1 gr iv
Antasida 3 x 1 C
Ranitidin 2 x 1
Prognosis : Dubia ad Bonam
PEMBAHASAN
12
KRISIS HIPERTENSI
DEFINISI KRISIS HIPERTENSI
Definisi Krisis Hipertensi secara umum adalah terjadinya peningkatan tekanan darah
diastolik (TDD) >120 mmHg. Termasuk dalam kategori ini adalah pasien yang menderita
hipertensi emergensi, hipertensi urgensi atau hipertensi berat.
Istilah “krisis” seolah-olah menggambarkan diperlukannya suatu tindakan yang segera
harus dilakukan, padahal untuk dua kategori terakhir (hipertensi urgensi dan hipertensi berat)
menurunkan tekanan darah (TD) dengan cepat merupakan kontra indikasi, sehingga ada yang
mengusulkan agar terminology krisis tersebut ditinjau kembali.
Kelainan yang terjadi pada hipertensi emergensi secara keseluruhan berhubungan
dengan TDD >120 mmHg, walaupun demikian tidak semua pasien yang dating dengan
hipertensi berat merupakan hipertensi emergensi. Penting bagi seorang dokter untuk dapat
mengenal perbedaan antara hipertensi emergensi dan hipertensi berat sehingga penurunan
tekanan darah yang terlalu cepat bahkan sampai mencapai TD normal terutama bila tidak
disertai kerusakan organ target (KOT) yang akut malahan akan berakibat fatal. Perlu
dipahami pula pada pasien yang menderita hipertensi kronis tidak terkontrol dalam jangka
lama akan juga menderita KOT yang kronis. Pasien hipertensi yang sebelumnya tidak pernah
diobati atau pengelolaannya tidak baik cenderung untuk mengalami kenaikan TD yang
mendadak menjadi tinggi. Pasien-pasien dengan hipertensi sekunder juga merupakan pasien-
pasien yang memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadi peningkatan TD yang mendadak
apabila dibandingkan dengan pasien-pasien hipertensi esensial.
Hipertensi emergensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120 mmHg yang
disertai KOT yang akut (system saraf pusat, jantung atau ginjal). Pada keadaan ini diperlukan
penurunan TD dalam hitungan menit sampai jam menggunakan obat-obat parenteral dan
memerlukan pemgelolaan di ICU.
Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120mmHg tapa disertai
KOT akut. Ciri khas hipertensi urgensi adalah adanya hipertensi yang berat dapat disertai
atau tanpa disertai keluhan-keluhan sakit kepala hebat, rasa cemas atau sesak nafas. Pada
pemeriksaan fisik tidak menggambarkan adanya ancaman KOT. Pada keadaan ini diperlukan
penurunan TD dalam waktu 24-48 jam menggunakan obat oral dan tidak memerlukan
perawatan intensif. Definisi ini masih menjadi masalah oleh karena pada keadaan ini tidak
terjadi KOT yang akut dan masih dipertanyakan apakah penurunan tekanan darah memang
13
harus dilakukan dalam 24-48 jam. Kata urgensi sebenarnya hanya pemikiran dokter semata
untuk menurunkan TD segera dan bukan merupakan keluhan yang sebenarnya terjadi pada
pasien.
Hipertensi berat didefinisikan sebagai TD sistolik >180mmHg dan TDD >110mmHg.
Seperti pada hipertensi urgensi kuncinya adalah tidak terdapat KOT yang akut dan
memerlukan penurunan TD secara bertahap menggunakan terapi kombinasi obat anti
hipertensi oral dalam jangka waktu tertentu. Pasien-pasien dalam kategori ini harus dievaluasi
dengan baik terhadap kemungkinan adanya kelainan jantung, ginjal atau penyebab hipertensi
lainnya.
Hipertensi maligna adalah terminologi yang tua dan tidak dipergunakan lagi. Keadaan
ini menghubungkan kenaikan TD dengan retinopati Keith-Wagener-Barker stadium IV
(papiledema, perdarahan retina dan eksudasi retina). Istilah diatas biasa dipergunakan untuk
menggambarkan hipertensi emergensi dengan kelainan sistem saraf pusat.
Hipertensi akselerasi adalah keadaan yang menghubungkan kenaikan TD dengan
retinopati Keit-Wagener-Barker stadium III (perdarahan retina, eksudasi retina dan
papiledema).
Klasifikasi retinopati Keith-Wagener-Barker tidak menggambarkan secara akurat dari
beratnya kenaikan TD sehingga terminologi tersebut sudah jarang dipergunakan lagi.
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI EMERGENSI
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada
dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
1. Peran langsung dari peningkatan TD
2. Peran mediator endokrin dan parakrin
4.1 Peran peningkatan Tekanan Darah
Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan
autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan
KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan
memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan
endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid
di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi
iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui
dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya.
14
Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel
endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan
vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak
terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat
dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial
pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi
endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti
sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1.
Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,
menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang
teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi
fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin
meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial
pembuluh darah yang makin parah dan meluas.
4.2 Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin
Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam
patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan
vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang
berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula.
Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer
pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi
natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali
untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah
dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
DIAGNOSIS KRISIS HIPERTENSI
Sebenarnya tidak terdapat tekanan darah yang tertentu merupakan krisis hipertensi,
namun merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital (susunan
saraf pusat, kardiovaskuler, ginjal) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai.
Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu tertentu,
terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan penurunan
tekanan darah segera meskipun tidak perlu menjadi normal, untuk membatasi atau mencegah
terjadinya kerusakan organ sasaran.
15
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan
darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Krisis hipertensi dibagi
menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Hipertensi emergency, situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau
progresif. Kerusakan yang dapat terjadi antara lain :
1. Neurologik ; Encephalopati Hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral atau subdural)
atau iskemik, papil edema.
2. Kardiovaskuler ; Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung dengan
edema peru, diseksi aorta.
3. Renal ; Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma.
4. Mikroangiopati ; anemia hemolitik.
5. Preeklampsia dam eklampsia.
Riwayat penyakit ditujukan pada system neurologist dan kardiovaskular, medikasi
dan penggunaan obat. Keluhan neurologi mungkin dramatik, tetapi sering kali berupa gejala
yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, malaise, dan persepsI yang samar-samar tentang
kemampuan mental, dan merupakan satu-satunya tanda dekompensasi SSP akut. Riwayat
penyakit SSP atau serebrovaskular sebelumnya harus dicari, karena komplikasi terapetik
lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit tersebut.
Hipertensi Urgency, situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna (ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan
tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Diagnosis, Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan
Hipertensi Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ;
1. Amamnesis ; Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah
rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan
penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik ;
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer
(raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi
femoral, radial-femoral pulse leg ),
16
b. Mata ; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang
hebat arteriol.
c. Jantung ; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung
S3 dan S4 serta adanya murmur.
d. Paru ; perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis
dan patologis.
3. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta,
dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan
elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung jenis komponen darah dan
SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.
PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan
yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan
darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan
merupakan tujuan pengobatan.
Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target
akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan.
Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek
penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan
pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai
tekanan darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua
jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam.
Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat
dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan
darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara
bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg.
Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti
Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam.
Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang.
Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.
17
OBAT – OBAT PADA HIPERTENSI EMERGENSI DAN URGENSI
NO NAMA OBATCARA
KERJADOSIS
ONSET OF
ACTION
DURASI OF
ACTION
EFEK
SAMPING
PERHATIAN
KHUSUS
1Natrium
NitroprusidVasodilator
0,25 – 10
µg/kg/menit secara
drip IV (maks. 10
menit)
Segera 3 – 5 menit
Mual, muntah,
tremor,
berkeringat,
hipotensi
Hati-hati dg
TTIK atau
azotemia
2Labetalol
hidroklorida
α dan β
Blocker
20 – 40 mg tiap 10
menit
IV bolus sampai
300 mg,
0,5 – 2,0 mg menit
infus
5 – 10
menit
3 – 6
jam
Keluhan GI,
bronkospasme,
hipotensi,
bradikardia,
block jantung
Kecuali gagal
jantung
NO NAMA OBATCARA
KERJADOSIS
ONSET OF
ACTION
DURASI OF
ACTION
EFEK
SAMPING
PERHATIAN
KHUSUS
3Nikardipin
hidroklorida
Calcium
channel
Blocker
5 mg/jam, dinaikan
1– 2,5 mg/jam
setiap 15 menit
sampai 15 mg/jam
IV
1 –5
menit
3 – 6
jam
Takikardia, sakit
kepala, flushing,
flebitis lokal
Dapat presipitasi
iskemia miokard
4Fenoldopam
mesilat
Dopamin
reseptor
agonist
0,1 – 1,6
µg/kg/menit
IV
4 – 5
menit < 10 menit
Takikardia,
hipotensi,
peningkatan
tekanan
intraokuler
Hati-hati dg
glaukoma
5 Nitrogliserin Vasodilator
0,25 – 5
µg/Kg/menit
IV
2 – 5
menit
3 – 5
menit
Mual, muntah,
sakit kepala,
methe-
moglobinuria
Indikasi khusus
pada iskemia
miokard
6 EnalaprilatACE
Inhibitor
1,25 – 5 mg setiap
6 jam
IV
15
menit
6
jam
Respon
bervariasi
Indikasi khusus
pada gagal
ventrikel kiri,
hindari IMA
7Hidralazin
hidrokloridaVasodilator
10 – 20 mg IV
10 – 50 mg IM
10 – 20 menit
20 – 30 menit
2 – 6
jam
Takikardia, sakit
kepala, flushing,
muntah, angina
yang memberat
Indikasi khusus
pada eklampsia
8 Diazoksid Vasodilator
50 – 150 mg IV
bolus, dapat
diulang setiap 5 –
15 menit; atau 15 –
30 mg/menit infus
1 – 2
menit
4 – 24
jam
Takikardia,
flushing, mual,
nyeri dada
Pada CAD dan
diseksi aorta
18
sampai maksimum
600 mg
9Esmolol
hidroklorida β Blocker
500 µg/kg bolus
dalam 1 menit,
dilanjutkan 25 –
200
µg /kg / menit
infus
1 – 2
menit10 - 30 menit
Keluhan GI,
bradikardia,
hipotensi
Indikasi khusus
pasa diseksi
aorta dan
perioperatif
10 Furosemid Diuretik 10 – 80 mg
IV bolus
15
menit4 jam
Hipokalemia,
hipotensi
NO NAMA OBATCARA
KERJADOSIS
ONSET OF
ACTION
DURASI OF
ACTION
EFEK
SAMPING
PERHATIAN
KHUSUS
11 TrimetaphanGangliocic
Blocker0,5 – 5 mg / menit
1 – 3
menit10 menit
Hipotensi, ileus,
retensio urine,
respiratory arrest
Indikasi khusus
pasa diseksi
aorta
12 Nifedipine
Calcium
channel
Blocker
Diawali 10 mg,
dapat diulang
setelah 30 menit
( oral )
15
menit
2 – 6
jam
Hipotensi,
takikardia, sakit
kepala, angina,
miokardial
infark, stroke
Respone tidak
dapat diprediksi
13 ClonidineCentral
simpatolitik
Diawali 0,1 – 0,2
mg, lalu 0,1 mg
setiap jam sampai
0,8 mg ( oral )
30 - 60
menit6 – 8 jam sedasi Efek rebound
14 CaptoprilACE
Inhibitor
12,5 – 25 mg
( Oral )15 - 30 menit
4 - 6
jamHipotensi
DAFTAR PUSTAKA
.
19
1. Jose Rusma. Krisis Hipertensi diambil dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi 4. 2007. Halaman 616-617
2. Naomi D.L. Hipertensive Vascular Disease, diambil dari buku Harrison’s Pronciples
of Internal Medicine 16th Edition. Halaman 1463-1480
3. Bo E. Madsen. Hypertension, Hypertevsive Crisis, diambil dari buku Emergency
Medicine Secrets 5 edition. Halaman 219-227
4. Budi Setiawan. Krisis Hipertensi, diambil dari buku Panduan Pelayanan Medik.
Halaman 171-173
5. Faisal Yunus. Krisis Hipertensi, diambil dari buku Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Halaman 522-523
20