prikom-17k 10111910 diotra henriyan manajemen konflik

21
MANAJEMEN KONFLIK TUGAS MATA KULIAH KEPRIBADIAN DAN KOMUNIKASI Dosen: Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom DIOTRA HENRIYAN 10111910 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015

Upload: diotra-henriyan

Post on 06-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah mengenai manajemen konflik dalam organisasi.

TRANSCRIPT

  • MANAJEMEN KONFLIK

    TUGAS MATA KULIAH KEPRIBADIAN DAN KOMUNIKASI

    Dosen:

    Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom

    DIOTRA HENRIYAN

    10111910

    PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

    FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

    UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

    2015

  • ii

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .................................................................................................. i

    BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

    BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

    BAB III PENUTUP ..................................................................................... 18

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi

    antara satu dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu

    konflik yang tidak dapat di hindarkan. Konflik terjadi karena disatu sisi orang-orang

    yang terlibat dalam suatu organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi dan misi yang

    berbeda-beda. Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan

    organisasi, konflik tidak dapat di singkirkan tetapi konflik bias menjadi kekuatan

    positif dalam suatu kelompok dan organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi

    berkinerja efektif.

    Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami

    faktor-faktor yang menyebabkan tinbulnya konflik, baik konflik di dalam individu

    maupun konflik antar perorangan, konflik di dalam kelompok dan konflik antar

    kelompok. Dalam menata sebuah konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan,

    kesabaran serta kesadaran semua pihak yang terlibat maupun yang berkepentingan

    dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat agar

    konflik dapat terselesaikan.

    1.2. Rumusan Masalah

    Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa rumusan masalah mengenai

    manajemen konflik, yaitu:

    1. Apakah definisi konflik?

    2. Bagaimana pandangan mengenai konflik?

    3. Apa sajakah faktor penyebab timbulnya konflik?

    4. Apa sajakah jenis-jenis konflik?

    5. Bagaimana strategi yang digunakan dalam manajemen konflik?

    6. Bagaimana penerapan manajemen konflik dalam organisasi?

  • 2

    1.3. Tujuan

    Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

    1. Mengetahui definisi konflik?

    2. Mengetahui pandangan mengenai konflik?

    3. Mengetahui faktor penyebab timbulnya konflik?

    4. Mengetahui jenis-jenis konflik?

    5. Mengetahui strategi yang digunakan dalam manajemen konflik?

    6. Mengetahui penerapan manajemen konflik dalam organisasi?

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Definisi Konflik

    Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare (Haney dalam

    Mardianto, 2000) yang berarti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang

    berarti mengendalikan, sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia (Echols dan

    Shadily, 2000) management berarti pengelolaan dan istilah manager berarti

    tindakan membimbing atau memimpin, sedangkan dalam bahasa Cina, manajemen

    adalah kuan lee yang berasal dari dua kata yaitu kuan khung (mengawasi orang

    kerja) dan lee chai (menmanajemen konfliksi uang) (Mardianto, 2000). Sehingga

    manajemem dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur orang bekerja dan

    menmanajemen konfliksi administrasi dengan baik. Menurut kamus besar bahasa

    Indonesia (1997) manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif

    dan efisien untuk mencaSpiritual tujuan. Manajemen merupakan proses penting

    yang menggerakkan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada

    usaha yang berhasil cukup lama.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

    sebuah tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber

    daya secara efektif untuk mencapai tujuan.

    Setelah memahami pengertian manajemen, selanjutnya adalah pengertian

    konflik. Menurut kamus bahasa Indonesia (1997), konflik berati percekcokan,

    pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau

    pertentangan pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap

    hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat,

    atau perbedaan kepentingan. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) konflik adalah

    situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau

    mengganggu tindakan pihak lain. Kendati unsur konflik selalu terdapat setiap

    bentuk hubungan antar pribadi, pada umumnya masyarakat memandang konflik

  • 4

    sebagai keadaan yang harus dihindarkan karena konflik dianggap sebagai faktor

    yang merusak hubungan.

    Menurut Vasta (Indati, 1996), konflik akan terjadi bila seseorang melakukan

    sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju

    dengan apa yang dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih

    mudah terjadi diantara orang-orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan

    dengan orang-orang yang berteman. Konflik muncul bila terdapat adanya

    kesalahpahaman pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu

    dan terdapat adanya antagonisme-antagonisme emosional. Konflik-konflik

    substantif (sunstantif conflict) meliputi ketidak sesuaian tentang hal-hal seperti

    tujuan alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur dan

    penegasan pekerjaan. Konflik ini biasa terjadi dalam sebuah organisasi sedangkan

    konflik-konflik emosional (emotional conflict) timbul karena perasaan marah,

    ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut, sikap menentang, maupun bentrokan-

    bentrokan kepribadian. Konflik inilah yang sering terjadi pada remaja dengan

    teman sebaya. Collins dan Lausen (Farida, 1996) memandang konflik pada remaja

    sebagai akibat dari perubahan peran yang diharapkan oleh lingkungan sosial di

    sekitarnya karena remaja mengalami transisi tahapan usia dan perubahan-

    perubahan menuju kematangan. Kecemasan dan akumulasi stres dari berbagai

    transisi tersebut umumnya akan meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik

    atau efektifnya penangan konflik.

    Menurut definisi konflik di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah

    segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat

    timbul pada berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri individu, antar individu,

    kelompok, organisasi, maupun negara. Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt

    dan Ladd (Indati, 1996) menyatakan bahwa proses untuk mendapatkan kesesuaian

    pada individu yang mengalami konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau

    bias disebut dengan manajemen konflik.

  • 5

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik

    adalah cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau

    perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan.

    2.2. Pandangan Mengenai Konflik

    Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau

    organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan,

    karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini,

    pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka

    konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner

    dan Freeman menyebut konflik tersebut sebagai konflik organisasional

    (organizational conflict).

    Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the

    Conflict Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat

    meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan

    organisasi berusaha untuk meminimalisir konflik.

    Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik,

    sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996:429) :

    1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

    Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik

    dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari.

    Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan

    istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten

    dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam

    dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil

    disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan

    dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk

    tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

    2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)

  • 6

    Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang

    wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik

    merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan

    konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga

    bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini

    mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai

    pertengahan 1970-an.

    3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)

    Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar

    suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan

    serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak

    inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu

    dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga

    kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan

    kreatif. Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang

    konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan

    pandangan modern (current view).

    2.3. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

    Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -

    belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai

    sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu :

    a. Komunikasi

    Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan

    kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi

    sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan

    semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam

    saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan

    menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

  • 7

    b. Struktur

    Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang

    mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan

    kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja),

    kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya

    kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara

    kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan

    derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya

    konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya,

    maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

    c. Variabel Pribadi

    Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang

    meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik

    kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan

    (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan

    menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang

    sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain,

    merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi

    tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan

    hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi

    konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan

    (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional,

    dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap

    bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan

    (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan

    keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-

    pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya,

    serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik,

    huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

  • 8

    Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga faktor dalam antecedent

    conditions, Schermerhorn merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu:

    1. Ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities)

    2. Persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas

    3. Rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers)

    4. Konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan

    5. Perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan

    kebutuhan, nilai-nilai, dan perbedaan tujuan.

    Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent

    conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut :

    1. Ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai.

    2. Batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih.

    3. Persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas.

    4. Pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate

    (communication).

    5. Kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak

    dapat menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain).

    6. Kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan

    dengan semakin meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi

    pekerjaan).

    7. Peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau

    tidak masuk akal.

    8. Batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga

    sulit dipenuhi (unreasonable deadlines).

    9. Pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang

    terlibat dalam proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk

    konflik).

    10. Pengambilan keputusan melalui konsensus.

  • 9

    11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki

    harapan yang tidak realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi,

    akan lebih mudah untuk konflik).

    12. Tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.

    Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan organisasi harus

    proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam

    organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus

    segera mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau

    konflik yang nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik

    tidak meluas ke seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan.

    Untuk itulah maka manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik,

    sehingga konflik tidak menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup

    organisasi, tetapi menjadi faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja

    organisasi.

    2.4. Jenis-Jenis Konflik

    Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang

    digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan

    pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari

    fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu

    organisasi.

    1. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi

    Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi

    seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat

    macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :

    a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang

    memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi.

    Misalnya, antara atasan dan bawahan.

    b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka

    yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam

  • 10

    organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar

    departemen yang setingkat.

    c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini

    yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf

    yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

    d. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang

    mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

    2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

    Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner

    membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:

    a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual).

    Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang

    saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi

    batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini,

    menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik

    peranan .

    b. Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi

    karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan

    individu yang lain.

    c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between

    individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan

    diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.

    d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict

    among groups in the same organization). Konflik ini terjadi

    karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda

    dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini

    terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat

    dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin

    kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas

  • 11

    pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi

    secara keseluruhan .

    e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik

    ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi

    menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya,

    dalam perebutan sumberdaya yang sama.

    3. Konflik Dilihat dari Fungsi

    Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam,

    yaitu:

    a. Konflik fungsional (Functional Conflict)

    Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian

    tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.

    b. Konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).

    Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian

    tujuan kelompok.

    Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional

    atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional

    bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,

    konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang

    lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional

    adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja

    individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun

    kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional.

    Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi

    menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

    2.5. Strategi dalam Manajemen Konflik

    a. Menghindar

  • 12

    Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang

    memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya

    tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran

    merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang

    berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat

    didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan Biarlah

    kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan

    menentukan tanggal untuk melakukan diskusi

    b. Mengakomodasi

    Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi

    pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang

    lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi

    kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang

    menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain

    dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

    c. Kompetisi

    Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih

    banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau

    ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini

    mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang

    penting untuk alasan-alasan keamanan.

    d. Kompromi atau Negosiasi

    Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang

    bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan

    kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

    e. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

    Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat

    mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari

  • 13

    semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling

    memperhatikan satu sama lainnya.

    f. Pemecahan persoalan

    Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar semua

    pihak mempunyai keinginan menangualngi konflik yang terjadi dan

    karenanya oerlu dicarikan ukuran-ukuran yang dapat memuaskan

    pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Atas dasar asumsi tersebut

    maka dalam strategi pemecahan persoalan harus selalu dilalui dua tahap

    penting, yaitu proses penemuan gagasan dan proses pematangannya.

    Hasil penelitian yang pernah dilakukan Amerika membuktikan bahwa

    usaha pemecahan persoalan menjadi lebih produktif bila semua gagasan

    dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dibahas.

    Penelitian yang sama juga membuktikan bahwa mutu cara pemecahan

    akan lebih baik bila pimpinan terlebih dahulu membahas persoalannya

    sebelum membicarakan cara pemecahannya. Karena maksud

    pemecahan persoalan ialah untuk membahas berbagai macam

    kemungkinan, maka justru menciptakan kemungkinan berbeda

    pendapat, bukan menghilangkannya.

    g. Musyawarah

    Dalam strategi ini terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa

    sebenarnya yang menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan

    itulah kemudian kedua belah pihak yang sedang dalam pertikaian

    mengadakan pembahasan untuk mendapatkan titik pertemuan.

    Pada waktu perundingan atau musyawarah tersebut dilakukan dapat

    pula dikembangkan suatu konsensus bahwa setelah terjadi

    kesepakatan, masing-masing pihak harus berusaha mencegah

    timbulnya konflik lagi.

    h. Persuasi

  • 14

    Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan

    menemukan kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi dari tujuan pihak-

    pihak yang sedang bertikai.

    i. Mencari lawan yang sama

    Strategi ini pada prinsipnya hampir sama dengan strategi ketiga.

    Perbedaannya adalah bahwa pada strategi ini semua diajak untuk lebih

    bersatu kaena harus menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang

    dianggap merupakan lawan dari kedua belah pihak yang bertikai.

    j. Meminta bantuan pihak ketiga

    Hal yang penting adalah mengetahui dibidang apa pertikaian , dalam

    arti apakah terjadinya berkaitan dengan konflik politik, konflik

    wewenang, konflik hukum, konflik teknis pekerjaan, dan lainnya. Hal

    ini penting guna dapat memilih pihak ketiga yang kiranya dapat untuk

    menanggulangi akibat yang lebih negatif dari suatu konflik.

    k. Peningkatan interaksi dan komunikasi

    Alasan penggunaan strategi ini adalah bahwa bila pihak-pihak yang

    berkonflik dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada

    suatu saat mereka akan dapat lebih mengerti dan menghargai dasar

    pemikiran dan prilaku pihak lain. Pengertian dan penghargaan ini

    penting, karena dapat mengurangi pandangan buruk terhadap kelompok

    lain.

    l. Latihan kepekaan

    Strategi ini bisa disebut encounter session strategi ini umumnya

    digunakan untuk menghadapi konflik yang terjadi dalam suatu

    kelompok ataupun antar kelompok. Pihak-pihak yang berkonflik diajak

    masuk dalam satu kelompok. Dalam kelompok ini masing-masing

    pihak diberi kesempatan menyatakan pendapatnya termasuk

    pendapatnya yang negatif, mengenai pihak yang lain. Sementara itu,

  • 15

    pihak yang dikritik diharapkan mendengarkannya lebih dahulu

    kemudian dapat pula mengemukakan pendapatnya. Dengan telah

    dikeluarkan, segala perasaan atau ganjalan yang dikandung,

    diharapkan masing-masing pihak akan lega.

    2.6. Penerapan Manajemen Konflik

    Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan

    karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan

    konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak

    hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak

    pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi

    menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan

    tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan

    hubungan antara orang-orang yang terlibat.

    Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar

    keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara

    dalam pengelolaan konflik, yaitu:

    1. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya

    rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara

    ini adalah:

    a) minta bantuan orang luar

    b) menyimpang dari peraturan (going against the book)

    c) menata kembali struktur organisasi

    d) menggalakkan kompetisi

    e) memilih manajer yang cocok

    2. Meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau

    kontra-produktif

    3. Menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang disampaikan

    Stoner adalah:

  • 16

    a) Dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara

    paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui

    suara terbanyak.

    b) Kompromi

    c) Pemecahan masalah secara menyeluruh.

    Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini

    dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk

    menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah

    pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan

    penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik

    dapat dilakukan dengan cara :

    1. Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu

    pengertian

    2. Keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi

    jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang

    emosional

    3. Belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain

    sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain

    4. Mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan

    cara mencari tujuan-tujuan bersama

    5. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari

    alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.

    6. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif

    penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik

    mempelajari dan memberikan tanggapan

    7. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara

    mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu

    penyelesaian

  • 17

    8. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga

    pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan

    untuk menyelesaikan masalah

    9. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah

    dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat

    dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan

    mengikatkan diri pada penyelesaian itu

    10. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian

    konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-

    pihak yang terlibat konflik.

    Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu

    dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :

    1. Bersaing

    2. Kolaborasi

    3. Mengelak

    4. Akomodatif

    5. Kompromi

    Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini

    melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :

    1. Menghindari konflik

    2. Mengaburkan konflik

    3. Mengatasi konflik dengan cara:

    a) Dengan kekuatan (win lose solution)

    b) Dengan perundingan.

  • 18

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau

    pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam

    organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-

    hambatan yang menciptakan terjadinya konflik.

    Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau

    pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi

    pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik

    tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh

    pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus

    terjadi dalam organisasi.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    Echols, J.M, and Shadily, H. 1983. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta :Penerbit P.T.

    Gramedia.

    Fisher, dkkk. 2002. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak.

    The British Council

    Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan

    Pustaka

    Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta :

    Gramedia

    Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status

    Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas

    Gajah Mada. Jurnal Psikologi, No. 2

    Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan).

    Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.

    Garry Dessler. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. Jakarta : PT. Prehelinso.

    1989.

    Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta :

    BPFE. 2001.

    Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung :

    Alfabeta. 2006.

    Robbins S. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta : PT

    Prenhalinddo.1996.

    Indrawijaya, Adam I. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo.2009.