prinsip dasar terapi imunologi - never ending...

34
1 Prinsip Dasar Terapi Imunologi A. Pendahuluan Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit kanker dengan cara imunologik. Namun sayang, sampai sekarang cara tersebut belum memberikan hasil yang efektif, baik yang diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan operasi, kemoterapi, maupun radioterapi. Usaha ini ditujukan untuk memperoleh imunitas terhadap tumor secara spesifik dengan menggunakan berbagai preparat antigen tumor atau nonspesifik untuk membantu respons imun terutama makrofag. Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa respon imun humoral maupun respon imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan dan berbagai mekanisme efektor terbukti dapat membunuh sel tumor in vitro. Rekayasa pada imunologi berhubungan erat dengan keperluan terapi. Dan sistem imunologi yang dapat digunakan sebagai pilihan terapi kanker. Rekayasa yang berhubungan dengan sistim imunologi yang berguna untuk menghadapi sel kanker, antara lain antibodi monoklonal, sitokin termasuk Lymphokine Activated Killer (LAK) dan Tumor Infiltrating Limphocytes (TILs). Berdasarkan pada pemahaman mengenai dasar imunologi terhadap kanker maka dikembangkan berbagai macam imunoterapi dengan berbagai macam mekanismenya yang diharapkan dapat meningkatkan respon imun tubuh terhadap sel kanker . Interaksi antara sistem imun dan sel kanker mulai diketahui pada sekitar tahun 1890an. Dr.William Coley (18621936) adaalah seorang ahli bedah tulang yang berasal dari Amerika, selain itu ia adalah seorang peneliti kanker dan dijuluki bapak kanker imunoterapi. Coley meneliti kasus sarkoma yang pada seorang pasien bernama Fred Stein, kanker mengalami perbaikan setelah demam tinggi akibat infeksi erisipelas disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun spesifik (adaptive/acquired) dan non spesifik (natural/innate). Respons imun spesifik bergantung pada adanya pemaparan benda asing, pengenalan, kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya, respons non spesifik terjadi sesudah pemaparan inisial terhadap benda asing. Respons non spesifik ini tidak bergantung pada pengenalan spesifik. Respons imunologik menjalankan 3 fungsi yaitu pertahanan, homeostasis, dan pengawasan.

Upload: duongdan

Post on 02-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

1

Prinsip Dasar Terapi Imunologi

A. Pendahuluan

Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit

kanker dengan cara imunologik. Namun sayang, sampai sekarang cara tersebut belum

memberikan hasil yang efektif, baik yang diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan

operasi, kemoterapi, maupun radioterapi. Usaha ini ditujukan untuk memperoleh imunitas

terhadap tumor secara spesifik dengan menggunakan berbagai preparat antigen tumor atau

nonspesifik untuk membantu respons imun terutama makrofag.

Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa respon imun humoral

maupun respon imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan dan berbagai

mekanisme efektor terbukti dapat membunuh sel tumor in vitro. Rekayasa pada imunologi

berhubungan erat dengan keperluan terapi. Dan sistem imunologi yang dapat digunakan

sebagai pilihan terapi kanker. Rekayasa yang berhubungan dengan sistim imunologi yang

berguna untuk menghadapi sel kanker, antara lain antibodi monoklonal, sitokin termasuk

Lymphokine Activated Killer (LAK) dan Tumor Infiltrating Limphocytes (TILs).

Berdasarkan pada pemahaman mengenai dasar imunologi terhadap kanker maka

dikembangkan berbagai macam imunoterapi dengan berbagai macam mekanismenya yang

diharapkan dapat meningkatkan respon imun tubuh terhadap sel kanker . Interaksi antara

sistem imun dan sel kanker mulai diketahui pada sekitar tahun 1890an.

Dr.William Coley (1862–1936) adaalah seorang ahli bedah tulang yang berasal dari

Amerika, selain itu ia adalah seorang peneliti kanker dan dijuluki bapak kanker imunoterapi.

Coley meneliti kasus sarkoma yang pada seorang pasien bernama Fred Stein, kanker

mengalami perbaikan setelah demam tinggi akibat infeksi erisipelas disebabkan oleh

Streptococcus pyogenes.

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun spesifik

(adaptive/acquired) dan non spesifik (natural/innate). Respons imun spesifik bergantung pada

adanya pemaparan benda asing, pengenalan, kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya,

respons non spesifik terjadi sesudah pemaparan inisial terhadap benda asing. Respons non

spesifik ini tidak bergantung pada pengenalan spesifik. Respons imunologik menjalankan 3

fungsi yaitu pertahanan, homeostasis, dan pengawasan.

Page 2: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

2

Fungsi pertama sistem imun adalah pertahanan melawan invasi mikroorganisme. Jika

elemen pertahanan selular berhasil menyebar, maka hospes akan muncul sebagai pemenang

dalam perjuangan melawan mikroorganisme. Akan tetapi, apabila elemen-elemen ini

hiperaktif, tanda-tanda tertentu yang tidak diinginkan seperti alergi, dan hipersensitivitas akan

muncul. Sebaliknya, apabila elemen-elemen ini hipoaktif, kerentanan terhadap infeksi ulang

akan bertambah seperti terlihat pada penyakit defisiensi imun.

Lingkungan kita mengandung banyak sekali mikroba infeksius seperti virus, bakteri,

jamur, protozoa, dan parasit multiselular. Mikroba ini dapat menyebabkan penyakit dan

apabila berkembang secara tidak terkendali dapat membunuh hospesnya. Namun,

kebanyakan infeksi mikroba pada individu normal mempunyai masa hidup yang pendek dan

meninggalkan sedikit kerusakan. Hal ini diakibatkan oleh adanya sistem imun yang melawan

agen infeksius tersebut.

Fungsi kedua, homeostasis memenuhi segala kebutuhan umum dari organisme

multiselular untuk mempertahankan keseragaman jenis sel tertentu. Homeostasis ini

memperlihatkan fungsi degenerasi dan katabolik normal dari isi tubuh dengan pembersihan

elemen-elemen sel yang rusak seperti eritrosit dan leukosit dalam sirkulasi. Elemen-elemen

sel ini mungkin rusak selama perjalanan hidup normal atau sebagai akibat yang merugikan.

Contoh penyimpangan homeostasis adalah penyakit autoimun di mana mekanisme

homeostasis pada penyakit ini terlalu ditingkatkan.

Mekanisme fisiologik imunitas non-spesifik berupa komponen normal tubuh yang

tidak memerlukan induksi oleh paparan mikroba dari luar, meskipun jumlahnya dapat

meningkat akibat infeksi. Mekanisme tersebut tidak menunjukkan spesifitas, dan tidak

tergantung atas pengenalan spesifik bahan asing. Pertahanan tersebut mampu melindungi

tubuh terhadap banyak patogen potensial. Disebut non-spesifik karena tidak ditujukan

terhadap mikroorganisme tertentu, dan memang telah ada dalam tubuh dan siap berfungsi

yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai komponennya. Sedangkan sistem imun

spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat

memberikan respon.

Fungsi ketiga dari sistem imun masih baru dikenal dan disebut sebagai fungsi

pengawasan diri (surveillance). Fungsi pengawasan ini memonitor pengenalan jenis-jenis sel

abnormal yang secara tetap selalu timbul dalam hidup. Sel-sel mutan ini dapat terjadi

disebabkan oleh pengaruh virus tertentu atau zat-zat kimia. Sistem imun diberi tugas

pengenalan dan pembuangan benda-benda baru yang didapat yang sebagian besar dari tugas

ini terjadi di permukaan sel. Kegagalan mekanisme ini ditetapkan sebagai penyebab utama

Page 3: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

3

pekembangan penyakit-penyakit neoplasma. Supaya dapat terjadi fagositosis, partikel bakteri

tersebut harus melekat pada permukaan sel fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit

harus bergerak menuju sasaran.

B. Sistem Imun Non Spesifik

Suatu sistem imun terdepan dengan memberikan respons secara langsung terhadap

antigen. Sistem imun ini telah ada dan siap sejak lahir yang terdapat pada permukaan tubuh

dan berbagai komponen dalam tubuh, terbagi atas 4 bagian (Pertahanan fisik dan mekanik,

biokimia, humoral, selular) :

1. Pertahanan fisik dan mekanik

Kulit, selaput lendir, bulu silia saluran nafas, batuk, bersin, yang dapat mencegah

mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.

2. Pertahanan biokimia

Keringat dan sekresi sebaseus yang bersifat anti mikroba. Bahan lisozim dalam

keringat, ludah, air mata, air susu yang melindungi tubuh terhadap bakteri. Juga asam

lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus, pH vagina yang rendah.

3. Pertahanan humoral

a. Komplemen

Berfungsi untuk meningkatkan fagositosis (opsonisasi) dan mempermudah destruksi

sel target dengan aktivitas menghancurkan langsung membran sel, melepaskan bahan

kemotaktik untuk mengarahkan makrofag ke bakteri, mengendap pada permukaan sel target

memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan mendestruksi.

b. C Reaktive Protein (CRP)

Yang dibentuk badan saat infeksi yang berguna sebagai opsonin dan dapat

mengaktifkan komplemen.

c. Sitokin

Sitokin merupakan molekul mediator yang mudah larut. Sitokin kadang disebut

monokin bila berasal dari monosit, limfokin berasal dari limfosit, interleukin bila mempunyai

aktivitas dalam leukosit dan interferon dengan aktivitas antiviral.

Cara kerja sitokin melalui reseptor permukaan sel target dan berfungsi secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, dengan sifat lebih satu efek terhadap sel

target (pleiotrofik), autoregulasi (fungsi autokrin), dan terhadap sel yang letaknya jauh

(fungsi parakrin). Secara tidak langsung, dengan sifat menginduksi ekspresi reseptor untuk

Page 4: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

4

sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin lain merangsang sel (sinergisme), mencegah

ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonism),

Fungsi sitokin ini antara lain :

- Aktivasi sel T

- Aktivasi sel B

- Berfungsi dalam inflamasi

- Efek sitotoksisitas : dapat membunuh penyebab infeksi dan sel tumor secara

langsung melalui TNF (Tumor Necrosis Factor) alfa atau tidak langsung melalui sel NK

(Natural Killer)

4. Pertahanan selular

a. Sel fagosit

Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap antigen, misalnya

bakteri, adalah menghancurkan bakteri yang bersangkutan secara non spesifik dengan proses

fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peran penting, khusus

nya makrofag demikian pula neutrofil dan monosit.

C. Sistem Imun Spesifik

Semua vertebra mampu memberikan tanggapan dan menolak benda dan konfigurasi

asing karena memiliki sel-sel khusus yang bertugas untuk mengenali dan membedakan

apakah konfigurasi itu asing atau milik diri sendiri. Sel yang dimaksud adalah sel limfosit.

Konfigurasi asing tadi dinamakan antigen, sedang proses serta fenomena yang menyertainya

dinamakan respon imun. Respon imun spesifik artinya bahwa setiap konfigurasi akan

dihadapi oleh sel atau mediator yang khusus.

1. Pertahanan humoral

Limfosit B berperan dalam imunitas humoral dengan mensintesa dan mensekresi

antibodi. Sel B yang matang dan dapat berespons terhadap antigen ini berasal dari sel pre B

(B Cell Progenitor) dan kemudian berdiffrensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan

sejumlah besar antibodi. Limfosit yang matang setelah berinteraksi dengan antigen, oleh

adanya sinyal rangsangan sel dan sitokin akan berubah menjadi sel yang menghasilkan

antibodi berupa imunoglobulin Ig A, D, E, G, M.

2. Pertahanan seluler

Limfosit T berperan dalam sistem imunitas seluler. Pada orang dewasa sel T dibentuk

dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi dalam kelenjar timus. 90-

95% dari semua sel timus mati tinggal 5-10% yang menjadi matang dan meninggalkan timus,

Page 5: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

5

sel T belajar mengenal antigen dalam hubungannya dengan jenis Major Histocompatibility

Complex (MHC). Sel T mengenal antigen melalui reseptor antigen permukaan sel, sedangkan

sel B dapat langsung berikatan dengan antigen. Didapati dua subset T yang secara fenotip dan

fungsional berbeda yaitu : Sel T helper (Th) dengan pertanda permukaan CD 4 dan

T sitotoksik (Tc) dengan pertanda pertanda sel CD 8

Sel T CD 4 membantu sel B menghasilkan antibodi dan berinteraksi dengan antigen

yang dipresentasikan oleh APC yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II. Sel T CD

8 bersifat sitotoksik (sel yang dapat membunuh target yang membawa antigen) dan mereka

berinteraksi dengan antigen tersebut pada sel target yang berhubungan dengan molekul MHC

klas I. Sel T CD 8 juga mengandung sel Tc yang dapat menghambat fungsi biologis dari

sel B.

Walaupun fungsi biologis primer dari sel Tc adalah untuk melisis sel yang terinfeksi

virus, sel Tc dapat melisis sel tumor secara langsung. Sel Tc mengenali antigen dengan

molekul MHC klas I pada sel tumor melalui reseptor antigen spesifik sel T, yang akan

menuntun kepada rangkaian peristiwa lisis sel target.

Berbeda dengan kebanyakan fungsi tubuh yang biasanya dibawakan oleh suatu organ

yang solid, maka fungsi kekebalan yang dibawakan oleh sistem imun merupakan suatu

kumpulan sel dan molekul yang tersebar diseluruh tubuh kita, namun bekerja sama satu sama

lain secara terkoordinir, peranan yang jelas terlihat adalah pada proses infeksi, dimana terjadi

invasi mikroba. Selain itu telah dibuktikan pula adanya peranan sistem imun dalam eliminasi

sel tumor. Gangguan sistem imun yang berakibat ketidak-seimbangan respons imun juga

dapat menimbulkan kelainan seperti terlihat pada reaksi hipersensitivitas atau alergi dan

penyakit autoimun.

D. Respon Imun Humoral

Respon imun humoral dilaksanakan oleh sel B dan produknya, yaitu : antibodi, dan

berfungsi dalam pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler. Respon ini diawali dengan

diferensiasi limfosit B menjadi sel plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi

spesifik ke dalam darah. Pada respon humoral juga berlaku respon primer yang membentuk

sel memory. Setiap limfosit diprogramkan untuk memproduksi satu jenis antibodi spesifik

terhadap antigen tertentu (clonal selection). Antibodi ini berikatan dengan antigen

membentuk kompleks antigen-antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen. Agar limfosit B

berdiferensiasi dan membentuk antibodi diperlukan peran sel T helper. Makrofag akan

memberikan sinyal ke sel T untuk merangsang sel B membentuk antibodi. Selain oleh sel Th,

Page 6: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

6

produksi antibodi juga diatur oleh sel T suppressor, sehingga produksi antibodi seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan.

E. Rekayasa Immunologi Humoral

Rekayasa immunologi pada kanker terbagi dua yaitu aktif dan pasif imunoterapi.

Yang termasuk pasif imunoterapi pemakaian reagen anti tumor yang dibiakkan secara in vitro

seperti antibodi monoklonal atau sitokin. Ada lagi yang disebut dengan adoptive selular

terapi yaitu pemakaian efektor seperti lymphokine activated effector cell ataupun tumor

infiltrating lymphocyte.

Alasan utama pendekatan imunologi pada terapi kanker adalah bahwa terapi kanker

yang saat ini digunakan memakai obat-obatan yang membunuh atau menghambat

pembelahan sel, mempunyai efek yang berat pada sel normal. Sehingga terapi kanker

menyebabkan morbiditas yang tinggi. Sebaliknya respon imun terhadap tumor bersifat

spesifik pada antigen tumor sehingga tidak menyebabkan jejas pada sebagian besar sel

normal. Oleh karenanya imunoterapi merupakan terapi tumor yang spesifik. Imunoterapi

tumor bekerja dengan cara mengaktifkan respon imun host terhadap tumor (imunitas aktif)

atau pemberian antibodi spesifik terhadap tumor atau sel T (imunitas pasif).

Lymphokine Activated Killer Cell

Lymphokine activated killer cells (LAK) diproduksi in vitro dengan jalan

membiakkan sel limfosit dari penderita (atau yang diperoleh dari tumor) dengan IL-2.

Selanjutnya limfosit tersebut diinfuskan kembali kepada penderita.

Mesin elektroforesis digunakan untuk mengeluarkan limfosit dari penderita. Limfosit

ini kemudian dirangsang dengan IL-2, dan ini akan mengubah limfosit menjadi sel LAK,

yang mampu menghancurkan sel kanker tetapi tidak sel normal. Sel LAK ini bersama IL-2

diinfuskan kembali ke badan pasien sehingga akan merangsang sel LAK dalam waktu

singkat. Pengembangan rekayasa genetik IL-2 rekombinan ini memungkinkan penggunaan

secara klinis. Terbukti bahwa pemberian sel LAK bersamaan IL-2 dapat menyebabkan

regresi massa metastase berbagai neoplasma manusia.

Yang menarik adalah peran sel NK yang diaktifkan dengan stimulasi IL-2 dalam

membunuh sel tumor. Sel itu disebut dengan lymphokine activated killer cells (LAK cells)

dapat diperoleh secara in vitro dengan memberikan IL-2 dosis tinggi pada biakan sel limfosit

darah perifer atau sel tumor infiltrating lymphocytes (TIL) yang berasal dari penderita

kanker. Sel-sel yang diaktifkan oleh limfokin ini (LAK cells) menunjukkan peningkatan

Page 7: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

7

aktivitas sitotoksis yang sangat jelas. Besar kemungkinan bahwa sel LAK dapat digunakan

dalam imunoterapi.

Tumor Infiltration Lymphocytes

Sebagai alternatif , telah dipertimbangkan penggunaan antigen spesifik autologus

limfosit T untuk menunjukkan target tumor dan menekan toksisitas hospes. Tumor infiltrating

lymphocyte (TIL) secara langsung melawan melanoma telah dipelajari dalam suatu uji klinik

dan menunjukkan kemampuan menentukan lokasi tumor, dan mengkonfirmasi antigen

spesifik TIL dibandingkan dengan LAK.

Beberapa sitokin ini memiliki aktivitas anti tumor pada tumor tertentu. Interferon

(IFN) telah diteliti dapat menghambat proliferasi sel, meningkatkan ekspresi gen dan

merangsang proliferasi dan sitotoksitas dari sel T sitotoksik dan sel NK. Interleukin 2 (IL-2)

merangsang proliferasi dari limfosit T, sel NK. sel limphokine-activated killer" (LAK) dan

tumor infiltrating lymphocytes (TILs), IL-2 digunakan dengan LAK atau dengan TILs.

Adapun efek samping utama penggunaan IL-2 adalah ”capillary-leak syndrome" hasil dari

hipotensi, kehilangan berat badan, edema pulmonum dan edema perifer. Interleukin 4 (IL- 4)

dapat meningkatkan proliferasi limfosit T dan B. Interleukin 12 (IL-12) menunjukkan

aktifitas anti tumor dengan menyebabkan proliferasi limfosit T dan sel NK.

Penelitian klinik yang sudah dilakukan adalah pemberian IL-2 dosis tinggi atau

dengan kombinasi imunoterapi adoptif seluler. Setelah pemberian IL-2 jumlah limfosit T dan

B dan sel NK darah meningkat. Diduga IL-2 bekerja dengan cara menstimulasi proliferasi

dan aktivitas sel NK dan CTLs.

Imunoterapi pasif

Imunoterapi pasif yaitu transfer efektor imun, termasuk tumor-specific sel T dan

antibodi, kepada pasien. Imunisasi pasif pada tumor cepat timbul tetapi efek imunitas yang

ditimbulkannya tidak lama.

Terapi seluler adoptif

Imunoterapi seluler adoptif adalah transfer sel imun yang telah dikultur yang

mempunyai reaktifitas antitumor, kepada host yang mengandung tumor. Sel yang ditransfer

berasal dari limfosit pasien tumor. Salah satu protokol imunoterapi seluler adoptif adalah

pembuatan sel limfokine activated killer (LAK) dengan cara mengeluarkan darah perifer dari

Page 8: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

8

tumor pasien, kemudian mengkultur sel-sel tersebut dengan konsentrasi IL-2 yang tinggi, dan

menginjeksi sel LAK kembali ke pasien.

Gambar 1. Terapi seluler adoptif.

Pada terapi ini, limfosit diisolasi dari darah tumor pasien, yang kemudian dikultur dengan

IL-2. Hasil kultur ini kemudian diinfus kembali ke pasien.

Seperti yang telah diketahui, sel LAK berasal dari sel NK. Terapi adoptif dengan sel

LAK autolog dengan kombinasi pemberian obat IL-2, meningkatkan regresi tumor pada

hewan coba. Namun, percobaan terapi sel LAK belum dapat dilakukan pada kasus tumor

yang metastasis, dan efikasi terapi ini sangat bervariasi pada tiap pasien. Variasi ini adalah

dalam hal isolasi tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dari infiltrat sel radang yang terdapat

di dalam dan sekeliling tumor yang diambil dari spesimen hasil reseksi operasi, dan

banyaknya TILs yang tumbuh pada kultur IL-2. Pendekatan ini dilakukan karena TILs dapat

meningkatkan CTLs yang spesifik terhadap tumor dan untuk aktifasi sel NK. Penelitian terapi

dengan memakai TILs pada manusia masih sedang berlangsung.

Page 9: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

9

F. Terapi Selular

Granulosit bergranula besar (large granular lymphocyte = LGL), sel-sel NK, dan sel-

sel LAK (lymphokine-activated killer cell) termasuk keluarga efektor non-Major

Histocompatibility Complex yang mengenal dan melisis berbagai tumor. Yang terpenting, sel-

sel karsinoma ovarium baik yang sensitif maupun resisten terhadap kemoterapi, mengalami

lisis yang diperantarai oleh LAK atau diaktivasi oleh makrofag. Namun sayang, sel-sel

efektor yang teraktivasi gagal menentukan lokasi dalam tumor setelah mengalami transfer.

Bahkan, dosis tinggi secara sistemik Ril-2 diperlukan untuk memacu respons antitumor dan

masa hidup yang panjang dari LAK setelah ditransfer menghasilkan toksisitas yang

bermakna. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dan kecenderungan kanker ovarium tersisa

dalam kavum peritonium, hanya sedikit pasien dengan kanker ovarium yang menerima LAK

dan IL-2 secara sistemik.

Terapi regional dengan LAK dan rIL-2 merupakan strategi untuk memfokuskan

perhatian terhadap respons antitumor danmenurunkan toksisitas sismik. Farmakokinetik IL-2

yang baik tampak pada pasien-pasien kanker ovarium dengan adanya bukti aktivasi LAK.

Hasil pemberian LAK dan rIL-2 secara intraperitoneal telah dilaporkan pada 20 pasien

kanker ovarium yang refrakter pada 2 pusat penelitian. Toksisitas memberikan hasil yang

hampir sama pada pemberian IL-2 secara sistemik, kecuali rasa sakit akibat iritasi peritoneal,

asites, dan fibrosis peritoneal dengan perlengketan yang membatasi hasil pengobatan.

Mediator yang terlibat pada proses fibrosis dan inflamasi peritoneal bersifat multifaktorial,

dan mungkin kesulitan untuk mengatasinya tanpa mengurangi potensial terapinya. Aktivitas

LAK intraperitoneal dapat dipelihara selama durasi pengobatan untuk masing-masing siklus.

Induksi sekunder Interferon-y (IFN-y) cukup untuk mengaktivasi makrofag peritoneal insitu.

Berdasarkan suatu uji random terhadap terapi sistemik, penggunaan sitokin dosis tinggi

cukup menunjukan dukungan terhadap efek antitumor dari LAK dan IL-2. Penelitian lebih

lanjut tentang hal tersebut dibatasi oleh toksisitas dan mahalnya biaya yang diperlukan.

Sebagai alternatif, telah dipertimbangkan penggunaan antigen spesifik autologus

limfosit-T untuk menunjukkan target tumor dan menekan toksisitas hospes. Tumor

infiltrating lymphocyte (TIL) secara langsung melawan melanoma autologus telah dipelajari

dalam suatu uji klinik dan menunjukkan kemampuan menentukan lokasi tumor, dan

mengonfirmasi antigen spesifik TIL dibandingkan dengan LAK. Sedikit informasi yang ada

berkaitan dengan antigen spesifik limfosit dari tumor-tumor selain melanoma seperti kanker

ovarium. Jalur pengklonan dari tumor atau cairan asites kanker ovarium secara umum adalah

CD3+

dengan ekspresi bervariasi CD4 dan CD8. Meskipun beberapa klon menunjukan

Page 10: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

10

aktivitas seperti sel NK, sebagian dari klon secara dominan menunjukkan fungsi melisis sel-

sel kanker ovarium autologus dan dapat menghambat dengan antibodi secara langsung

melawan reseptor sel T. jika TIL terkandung dalam tumor solid ovarium dan kemudian

dikultur dengan rIL-2 konsentrasi tinggi (1.000U/mL) mayoritas sel-selnya adalah CD3+

tetapi tanpa aktivitas lisis antitumor secara spesifik. Teknik kultur menggunakan IL-2

konsentrasi lemah dan/atau sensitisasi in vitro dengan tumor autologus atau kerja sama

dengan rTNF-a mungkin menghasilkan kesuksesan dalam menstimuli pertumbuhan sel-sel

efektor antigen spesifik.

G. Imunologi Tumor

Keseimbangan dalam tubuh akan berubah bila suatu sel mengalami tranformasi

maligna. Sel yang mengalami transformasi maligna dapat menimbulkan respons sistim imun.

Karena pada sel-sel tersebut selain terjadi perubahan fenotipik sel normal, juga terjadi

hilangnya komponen antigen permukaan yang tidak ditemukan pada sel normal atau

perubahan lain pada membran sel. Imunitas seluler lebih banyak berperan dibanding imunitas

humoral dalam menghadapi tumor

Di bidang penyakit kanker, khususnya kanker ginekologi, penelitian imunologi

ditunjukan pada upaya diagnosis dan terapi. Teknologi monoklonal telah mengubah

pengertian tentang pengorganisasian dan regulasi respon imun. Pengkloningan gen untuk

reseptor antigen, molekul perekat sel permukaan, dan protein pembawa sinyal telah

menambah pemahaman tentang imunitas pada tingkat selular dan subselular. Perkembangan

yang pesat pada bidang ini telah menimbulkan pemahaman baru tentang heterogenitas sel

yang terlibat pada sistem imun untuk memberikan signal mulai bekerjanya sistem imun dan

faktor-faktor yang mengatur pertumbuhan sel. Sistem imum terlibat dalam kanker, hal ini

bisa dilihat pada beberapa keadaan, misalnya regresi spontan kanker, insidens kanker yang

meningkat pada penderita imunodefisiensi. Salah satu sub bidang dari imunologi adalah

tumor imunologi.

Selama 25 tahun terakhir terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam bidang

imunologi. Hal ini ditandai oleh penemuan molekul-molekul yang berperan dalam sistem

imun seperti komplemen, interleukin, reseptor sel, dan gen respons imun yang berhubungan

dengan major histocompatibility complex ( MHC).

Page 11: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

11

1. Imunitas Seluler Pada Kanker

Limfosit T

Sebelum ditemukannya antibodi monoklonal, cara yang digunakan untuk

membedakan populasi limfosit T dari limfosit B adalah dengan mereaksikan suspensi limfosit

dengan eritrosit domba, karena sel T dapa membentuk roset dengan eritrosit domba secara

spontan, sifat ini tidak dimiliki oleh sel B. Berkat adanya antibodi monoklonal kemudian

terungkap bahwa molekul pada permukaan sel T yang dapat mengikat eritrosit domba

tersebut terdiri molekul glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor sel T (TCR)

Agar TCR dapat berfungsi, ekspresi TCR selalu harus disertai ekspresi CD3 atau

dalam bentuk kompleks dengan CD3. kalau fungsi TCR adalah mengikat antigen, maka

fungsi CD3 adalah meneruskan sinyal dari membran plasma ke nukleus sehingga sel T

menjadi aktif. Sel T merupakan 65-80% dari jumlah limfosit yang ada dalam sirkulasi.

Maturasi timosit melibatkan beberapa fase dimana sinyal-sinyal yang diberikan oleh faktor

pertumbuhan , molekul adesi dan TCR, dan berbagai faktor nuklear, mengatur proses

pematangan dan diferensiasi dan menentukan sel mana yang akan meninggalkan kelenjar

timus setelah ia matang.

Pada sistem immunitas spesifik seluler, Limposit T sangat berperan. Pada orang

dewasa sel T dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi porliferasi dan diferensiasinya terjadi

dalam kelenjar thymus. Selama proses maturasi di thymus, sel T belajar mengenal antigen

dalam hubungannya dengan jenis Major Histocompatibility Complec (MHC).

Sel T mengenal antigen melalui reseptor antigen permukaan sel, sedang sel B dapat

langsung berikatan dengan antigen. Ada 2 subset T yang secara fenotip dan fungsional

berbeda, yaitu :

1. Sel T helper dengan petanda permukaan CD4

2. Sel T supresor dan T sitotoksik dengan petanda permukaan CD8

Sel T CD4 akan membantu sel B hasilkan antibodi, dan berinteraksi dengan antigen

yang dipresentasikan oleh APC yang berhubungan dengan molekul MHC II. Sel T CD4 juga

berfungsi sebagai sel helper terhadap sel T lain. Sel T CD8 bersifat sitotoksik, maksudnya

sel tersebut dapat membunuh target yang membawa antigen dan merka berinteraksi dengan

antigen tersebut pada sel target yang berhubungan dengan molekul MHC I. Sel T CD 8 juga

mengandung sel T supresor yang dapat menghambat fungsi biologis dari sel B atau sel T

lainnya. Jadi sel T sitotoksik (CD4) mengenali antigen spesifik melalui peran dari MHC kelas

II sedangkan sel T helper (CD8) mengenali antigen melalui peran MHC kelas I.

Page 12: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

12

Limfosit B

Sel B adalah sel yang bertanggung jawab atas pembentukan imunoglobulin (Ig) dan

merupakan 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah. Sel B masih belum pernah terpapar

terdapat pada sumsum tulang, umumnya menunjukkan respon yang lebih lambat dibanding

dengan sel B yang terdapat pada jaringan limfoid primer. Setelah terdapat rangsangan

antigen, limfosit B akan mengalami perkembangan melalui 2 jalur , yaitu :

1. Berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menbentuk imunoglobulin

2. Membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat sebagai sel memori. Dimana sel

memori adalah sel yang mengekspresikan sIg, proliferasinya tergantung pada sel T. Sel

memori ini berperan dalam respon imun sekunder.

Interaksi sel T dan sel B sangat penting untuk pembentukan sel B memori dan ikatan

CD4 pada permukaan sel B merupakan hal yang penting. Untuk mempertahankan sel memori

diperlukan interaksi terus menerus dengan sel CD4. Sebagian besar sel B memori diduga

mengalami class switching dan lebih sensitif terhadap rangsangan antigen. Rangsangan

berikutnya pada sel B akan menimbulkan reaksi anamestik dan menyebabkan sel B

berproliferasi menjadi sel plasma yang mensekresikan imunglobulin spesifik yang sebagian

besar adalah IgG. Sel B memori dapat dapat mengenal antigen dan berinteraksi dengan

afinitas yang tinggi walaupun kadar antigen sangat rendah. Hal ini disebabkan sel B memori

mempunyai sIg yang berfungsi sebagai reseptor spesifik untuk antigen. Dengan proses

endositosis antigen yang ditangkap oleh sIg tersebut masuk ke dalam sitoplasma hanya

dalam waktu beberapa menit dan kemudian diproses menjadi peptida-peptida. Melalui

mekanisme eksositosis fragmen antigen tersebut bersama-sama dengan MHC kelas II

disajikan pada limfosit T, sehingga dengan demikian sel B juga dapat berfungsi sebagai

antigen presenting cell.

Sel NK (Natural Killer)

Sebagian limfosit tidak mempunyai antigen permukaan seperti yang dimiliki oleh

limfosit T maupun limfosit B, karena itu dahulu populasi sel ini disebut dengan null cell,

walaupun kemudian ternyata bahwa sel itu mempunyai reseptor untuk Fc. Sel-sel ini bersifat

non fagositik, non aderen dan secara fenotip berbeda dengan sel T mupun B, yaitu tidak

memiliki CD3/TCR maupun sIg. Untuk membedakannya dengan sel T maupun sel B, sel ini

memiliki penanda permukaan CD16 (yang merupakan reseptor untuk Fc) dan CD 56. Ciri

permukaan CD16 atau CD56, saat ini digunakan untuk memastikan bahwa sel itu adalah

Page 13: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

13

sel NK. Sel ini dapat membunuh sel sasaran secara spontan tanpa sensitisasi terlebih dahulu

tanpa bergantung pada produk-produk MHC, karena itu disebut dengan NK (natural killer).

Selain tidak dikendalikan oleh MHC, sel ini juga tidak berinteraksi dengan sel sasaran

melalui reseptor sel T (TCR) seperti halnya sel T. Sel NK memegang peran penting dalam

dalam pertahanan alamiah terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit infeksi

virus. Sebagian besar sel NK dapat berfungsi sebagai sel yang membunuh sel sasaran yang

terinfeksi virus dan sel sasaran lain yang dilapisi dengan Ig sehingga sel NK berfungsi

sebagai sel sitotoksik yang bergantung pada antibodi (antibody dependent cell mediated

cytotoxicity : ADCC). Lisis sel sasaran oleh sel NK dapat terjadi dalam beberapa menit

setalah terpapar dengan sel sasaran. Mekanisme sitolisis berlangsung dalam 4 tahap, mirip

dengan sel efektor yan lain, yaitu :

1. Pengikatan sel target

2. Aktivasi sel efektor melalui sinyal dan transduksi sinyal

3. Melancarkan serangan pada sel target

4. Pelepasan sel NK dari sel target dan siklus ulangan

Sel Fagosit

Istilah reticulo endothelial system (RES) adalah istilah lama yang merupakan sebutan

kolektif untuk semua sel fagosit yang dapat hidup lama di seluruh jaringan tubuh. Sekarang

sistem tersebut disebut dengan sistem fagosit makrofag. Sebenarnya dalam sistem fagosit

dikenal 2 kelompok sel yaitu sel mononuklear yang diperankan oleh sel makrofag dan sel

polimorfonuklear yang diperankan oleh neutrofil dan eosinofil.

Sel Monosit

Asal fagosit mononuklear adalah sel asal dalam sumsum tulang. Sesudah

berproliferasi dan menjadi matang, sel tersebut masuk ke dalam peredaran darah. Di dalam

sirkulasi sel ini disebut monosit yang berfungsi sebagai sel fagosit

Sel Makrofag

Setelah 24 jam sel monosit akan bermigrasi ke sirkulasi darah ke menuju tempat

tujuan di berbagai jaringan dan disana berdiferensiasi menjadi makrofag. Sebagai contoh

disini adalah sel Kuppfer di liver..

Makrofag memiliki reseptor yang dapat mengenal antigen non self sweperti reseptor

manosa yang mengikat LPS. Menurut fungsinya makrofag dapat dibagi menjadi 2 golongan,

Page 14: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

14

ayitu fagosit profesional dan yang satu lagi adalah makrofag yang berfungsi sebagai antigen

presenting cell

Bila fagosit terpapar oleh partikel , maka partikel tersebut akan ditangkap dan ditelan

dengan bantuan membran selnya . opsonin dalam plasma dan cairan jaringan meningkatkan

proses tersebut. Bila partikel sudah ditelan, membran menutup, partikel digerakkan ke

sitoplasma sel dan terbentuk vakuol fagosit dan fagosom. Lisosom adalah kantong dengan

enzim bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom.

Di dalam fagolisosom, bahan yang ditelan tadi dicerna oleh enzim yang terkandung

dalam granul lisosom. Isi granul lisosom adalah penting untuk memecah bahan yang telah

ditelan tadi. Isi granul nmenghancurkan bahan asing terutama melalui enzimnya seperti

enzim hidrolitik. Enzim-enzim tersebut dapat mencerna komponen membran sel bakteri.

Beberapa enzim dapat merusak protein mantel atau envelop membran virus.

Neutrofil

Netrofil merupakan 70% dari jumlah lekosit dalam sirkulasi. Biasanya hanya berada

dalam sirkulasi kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi . Butir-butir azurofilik primer

(lisosom) mengandung hidrolase asam , mieoloperoksidase dan neutromidase, sedang butir-

butir sekunder atau spesifik mengandung laktoferin dan lizosim. Neutrofil mempunyai

reseptor untuk fraksi Fc antibodi (Fcγ-R) dan komplemen.

Eosinofil

Eosinofil merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tanpa alergi. Seperti

neutrofil, eosinofil juga berfungsi sebagai fagosit . Eosinofil dapat pula dirangsang untuk

degranulasi seperti halnya pada sel mast dan basofil dan melepas mediator. Salah satu dari

mediator tersebut adalah arilsulfatase dan histaminase yang dapat menginaktifkan histamin

sehingga eosinofil pernah dianggap sebagai sel peredam alergi. Mediator-mediator yang

dilepas oleh sel mast/basofil berperan pada reaksi alergi.

Eosinofil mengandung berbagai granul seperti major basic protein (MBP), eosinofilic

cationic protein (ECP) daan eosinofilic peroxidase (EPO) yang bersifat toksisk dan dapat

menghancurkan sel sasaran bila dilepas. Eosinofil dapat mengikat skistosoma yang dilapisi

IgE untuk kemudian melalui degranulasi melepaskan protein yang toksik. Oleh karena itu

eosinofil diduga berperan pada imunitaws parasit. Eosinofil memiliki berbagai reseptor antara

lain untuk IgE dengan afinitas yang lemah seperti halnya dengan sel mast dengan afinitas

yang kuat.

Page 15: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

15

2. Terapi Selular

Granulosit bergranula besar (large granular lymphocyte = LGL), sel-sel NK, dan sel-

sel LAK (lymphokine-activated killer cell) termasuk keluarga efektor non-Major

Histocompatibility Complex yang mengenal dan melisis berbagai tumor. Yang terpenting,

sel-sel karsinoma ovarium baik yang sensitif maupun resisten terhadap kemoterapi,

mengalami lisis yang diperantarai oleh LAK atau diaktivasi oleh makrofag. Namun sayang,

sel-sel efektor yang teraktivasi gagal menentukan lokasi dalam tumor setelah mengalami

transfer. Bahkan, dosis tinggi secara sistemik Ril-2 diperlukan untuk memacu respons

antitumor dan masa hidup yang panjang dari LAK setelah ditransfer menghasilkan toksisitas

yang bermakna. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dan kecenderungan kanker ovarium

tersisa dalam kavum peritonium, hanya sedikit pasien dengan kanker ovarium yang menerima

LAK dan IL-2 secara sistemik.

Terapi regional dengan LAK dan rIL-2 merupakan strategi untuk memfokuskan

perhatian terhadap respons antitumor danmenurunkan toksisitas sismik. Farmakokinetik IL-2

yang baik tampak pada pasien-pasien kanker ovarium dengan adanya bukti aktivasi LAK.

Hasil pemberian LAK dan rIL-2 secara intraperitoneal telah dilaporkan pada 20 pasien

kanker ovarium yang refrakter pada 2 pusat penelitian. Toksisitas memberikan hasil yang

hampir sama pada pemberian IL-2 secara sistemik, kecuali rasa sakit akibat iritasi peritoneal,

asites, dan fibrosis peritoneal dengan perlengketan yang membatasi hasil pengobatan.

Mediator yang terlibat pada proses fibrosis dan inflamasi peritoneal bersifat multifaktorial,

dan mungkin kesulitan untuk mengatasinya tanpa mengurangi potensial terapinya. Aktivitas

LAK intraperitoneal dapat dipelihara selama durasi pengobatan untuk masing-masing siklus.

Induksi sekunder Interferon-y (IFN-y) cukup untuk mengaktivasi makrofag peritoneal insitu.

Berdasarkan suatu uji random terhadap terapi sistemik, penggunaan sitokin dosis tinggi

cukup menunjukan dukungan terhadap efek antitumor dari LAK dan IL-2. Penelitian lebih

lanjut tentang hal tersebut dibatasi oleh toksisitas dan mahalnya biaya yang diperlukan.

Sebagai alternatif, telah dipertimbangkan penggunaan antigen spesifik autologus

limfosit-T untuk menunjukkan target tumor dan menekan toksisitas hospes. Tumor

infiltrating lymphocyte (TIL) secara langsung melawan melanoma autologus telah dipelajari

dalam suatu uji klinik dan menunjukkan kemampuan menentukan lokasi tumor, dan

mengonfirmasi antigen spesifik TIL dibandingkan dengan LAK. Sedikit informasi yang ada

berkaitan dengan antigen spesifik limfosit dari tumor-tumor selain melanoma seperti kanker

ovarium. Jalur pengklonan dari tumor atau cairan asites kanker ovarium secara umum adalah

CD3+ dengan ekspresi bervariasi CD4 dan CD8. Meskipun beberapa klon menunjukan

Page 16: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

16

aktivitas seperti sel NK, sebagian dari klon secara dominan menunjukkan fungsi melisis sel-

sel kanker ovarium autologus dan dapat menghambat dengan antibodi secara langsung

melawan reseptor sel T. jika TIL terkandung dalam tumor solid ovarium dan kemudian

dikultur dengan rIL-2 konsentrasi tinggi (1.000U/mL) mayoritas sel-selnya adalah CD3+

tetapi tanpa aktivitas lisis antitumor secara spesifik. Teknik kultur menggunakan IL-2

konsentrasi lemah dan/atau sensitisasi in vitro dengan tumor autologus atau kerja sama

dengan rTNF-a mungkin menghasilkan kesuksesan dalam menstimuli pertumbuhan sel-sel

efektor antigen spesifik.

3. Antibodi

Imunoglobulin dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat

kontak dengan antigen. Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang

mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan larut tersebut adalah molekul antibodi

yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai

imunglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik.

Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen baru lainnya yang

sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka

imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama, meskipun ada beberapa

imunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa.

Namun demikian aktivitas biologinya sebagian besar terletak pada komponen

polipeptidanya. Fungsi Ig disamping mengikat antigen, tetapi secara tidak spesifik dapat

mengikat komplemen serta mengikat permukaan mastosit sehingga terjadi pelepasan bahan

histamin.

Sebuah molekul Immunoglobulin monomer terdiri dari 4 rantai polipeptida yang

masing masing diikat melalui ikatan disulfida. Unit dasar ini terdiri atas sepasang rantai

panjang dan rantai pendek polipeptida. Rantai panjang dan rantai pendek terdiri dari

rangkaian asam amino. Rantai panjang disebut rantai H atau heavy chain mempunyai BM dua

kali lipat dari rantai pendek atau rantai L atau Light chain. Penggal penggal rangkaian asam

amino dipisahkan oleh ikatan sulfida intra rantai yang dinamakan domain

Dalam setiap rantai terdapat 2 regio, yaitu regio Variabel (regio V), merupakan ujung

dengan rangkaian asam aminonya tidak tetap (beragam) dan berada dekat gugus NH2,

sedangkan regio Constan (regio C) merupakan daerah dengan rangkaian asam amini yang

tetap dan berada dekat gugus COOH. Pada regio V terjadi iktan antibodi-antigen yang disebut

epitop.

Page 17: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

17

Bila molekul immunoglobulin dibubuhi enzim papain, maka molekul tersebut terputus

pada rantai H didepan ikatan disulfida sehingga pecah menjadi 2 Fragmen Fab dan sebuah

Fragmen Fc. Setiap Fragmen Fab masih tetap mampu mengikat antigen sedang fragmen Fc

masih tetap dapat terikat pada reseptor Fc pada permukaan sel.

Berdasarkan struktur rantai H, antibodi dibedakan menjadi 5 kelas, yaitu IgG, Ig A,

Ig M, IgD, IgE. Molekul Immunoglobulin mempunyai lebih dari satu fungsi, yang masing

masing dilaksanakan oleh bagian tertentu dari molekul tersebut.

1. Sebagai antibodi mengikat antigen atau epitop penyebab timbulnya respons immun

bersangkutan. Fungsi ini dilakukan pada regio V dari rantai H dan rantai L.

2. Mengikat reseptor pada membran mastosit sehingga timbul degranulasi yang dapat

menimbulkan gejala alergi, juga dapat mengaktifkan komplemen karena dapat

mengikat molekul komponen komplemen, dan juga dapat menembus plasenta.

Semua fungsi ini dilaksanakan oleh bagian molekul Fc.

Mekanisme kerja antibodi dalam rangka mempertahankan tubuh terhadap agen

penyakit, antibodi akan bekerja mematikan aktivitas agen penyebab penyakit melalui

Aglutinasi, Presipitasi, Netralisasi dan Lisis.

Berbagai partikel besar dengan antigen pada permukaan seperti bakteri terikat

bersama sama menjadi satu kelompok, hal ini merupakan mekanisme aglutinasi. Sedangkan

Kompleks Ag-AB demikian besar sehingga tidak larut, membentuk presipitat, mekanisme ini

disebut Presipitasi. Netralisasi adalah antibodi menutupi tempat yang toksik dari agen yang

bersifat antigenik. Sedangkan Lisis adalah antibodi yang menyerang membran sel agen

hingga robek.

4. Antigen

Secara fungsional antigen dapat dibagi menjadi imunogen dan hapten. Imunogen

adalah bahan yang dapat menimbulkan respon imun sedangkan hapten adalah molekul yang

dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada secara langsung tetapi tidak dapat

merangsang pembentukan antibodi secara langsung. Yang dimaksud dengan antigen adalah

bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi

yang sudah ada. Hapten merupakan determinan antigen dengan berat molekul yang kecil dan

baru menjadi imunogen bila diikat oleh protein pembawa (carrier) besar. Contoh hapten ialah

berbagai golongan antibiotik dan obat lain dengan berat molekiul yang kecil. Hapten

biasanya dikenal oleh sel B sedangkan carrier oleh sel T.

Page 18: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

18

Hapten merupakan determinan antigen dengan berat molekul yang kecil dan baru

menjadi imunogen bila diikat oleh protein pembawa (carrier) besar. Carrier sering digabung

dengan hapten dalam usaha imunisasi. Hapten membentuk epitop pada molekul carrier yang

dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi.

Epitop atau determinan antigen adalah bagian antigen yang dapat menginduksi

pembentukan antibodi dan dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau

reseptor pada limfosit. Yang disebut dengan paratop ialah bagian dari antibodi yang mengikat

epitop.

Menurut kimiawinya antigen dapat dibagi menjadi :

1. Hidrat arang (polisakarida). Hidrat arang pada umumnya bersifat imunogenik.

Glikoprotein yang merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat

menimbulkan respon imun terutama pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respon

imun yang ditimbulkan golongan darah ABO yang sifat antigen dan spesifitas imunnya

berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah

2. Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein

pembawa (carrier). Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid

3. Asam nukleat. Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila

diikat protein pembawa. DNA dalam bentyuk heliks biasanya tidak imunogenik.

Respon imun terhadap DNA terjadi pada penderita SLE

4. Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan

dan univalen.

Sistem imun bersifat dapat membedakan agen self atau nonself dan hanya

memberikan respon terhadap paparan antigen nonself. Jaringan tumor mengekpresikan

antigen yang dikenali sebagai molekul asing oleh sisten imun individu yang bersangkutan (

host). Jaringan tumor walaupun tumbuh dari jaringan self, tapi komponen selnya telah

mengalami perubahan sehingga berbeda dari jaringan normal dan akan dikenali sistem imun

sebagai nonself.

Page 19: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

19

H. Respon imun terhadap tumor

Gambar 2 . Respon imun terhadap sel tumor

Antigen Presenting Cell (APC) memberikan kostimulator yang menghasilkan sinyal

untuk CD8+ sel T sitotoksik untuk mendestruksi sel tumor. APCs juga mengekspresikan

MHC klas II yang mengaktivasi CD4+ sel T helper T (Gambar 5). Setelah sel T sitotoksik

dapat mengenali sel tumor, maka sel T akan mendestruksi sel tumor. Sistem imun seluler

dapat menghancurkan sel tumor secara in vitro. Pada umumnya destruksi sel tumor melalui

mekanisme seluler. Mekanisme seluler pada destruksi tumor adalah melalui destruksi oleh sel

T sitotoksik, dan destruksi oleh sel NK.

1. Konsep tumor antigen

Sel tumor, baik ditransplantasikan atau ditumbuhkan dengan rangsangan, merupakan

benda asing terhadap hospes tempat sel tumor tersebut. Mekanisme-mekanisme imun yang

dapat bekerja melawan sel tumor pada dasarnya sama seperti mekanisme dalam membentuk

respons terhadap benda-benda asing lain. Pemahaman mendasar dalam bidang imunologi

khususnya di bidang kanker ginekologi adalah konsep bahwa secara kimiawi tumor memiliki

antigen pada sel permukaannya yang berbeda baik secara kuantitatif maupun kualitatif

dengan sel-sel normal dari hospes. Protein, lemak dan bermacam karbohidrat dapat disimpan

sebagai tumor terkait antigen (TAA = tumor associated antigen). Beberapa TAA dapat

dikenali sebagai hospes dan dapat memperantarai resistensi transplantasi tumor spesifik untuk

pertumbuhan tumor. Tumor yang tumbuh secara spontan memiliki kemampuan yang jelek

Page 20: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

20

untuk mengenal respon imun jika dibandingkan dengan tumor yang diinduksi oleh virus atau

zat kimiawi.

Antigen tumbuh dalam beberapa tumor sebagai akibat perubahan neoplastik dan

spesifik untuk setiap tumor atau kelompok tumor. Antigen ini disebut dengan antigen

transplantasi terkait tumor atau tumor associated transplantation antigen (TATA) atau antigen

terkait tumor atau tumor associated antigen (TAA). Keduanya adalah antigen permukaan sel

dan membangkitkan respons imun spesifik bila disuntikkan pada hospes yang sesuai. Artinya

asal antigen dipengaruhi agen onkogenik. Antigen tersebut ada dibawah pengendalian

genetik. Selama lebih dari dua dekade, antibodi monoklonal dari tikus telah digunakan untuk

mendeteksi TAA yang baru. Reagen monoklonal disekresi dari peranakan sel somatik melalui

fusi jalur dengan sel mieloma. Masing-masing antibodi monoklonal bereaksi dengan

antigenik tunggal pada TAA.

Gambar 3. TSTA (Tumor specific Transplantation Antigen) dan TATA (Tumor

associated Transplantation Antigen)

Awal klasifikasi antigen dibagi berdasarkan gambaran ekspresi (patterns of

expression). Antigen yang diekspresikan oleh sel tumor tetapi tidak oleh sel normal adalah

disebut dengan tumor specific antigen transplantation (TSTA), contohnya adalah ras, bcr-abl.

Antigen tumor yang juga diekspresikan oleh sel normal disebut dengan tumor associated

transplantation antigen (TATA) contohnya adalah tyrosinase dan MAGE-1 (melanoma

antigen).

Page 21: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

21

Gambar 4. TATA pada melanoma (tyrosinase antigen dan MAGE-1 antigen)

Antigen Tumor Menurut Sebab

1. Antigen tumor karena bahan kimia atau fisik yang karsinogen, Antigen yang

ditimbulkan bahan kimia dan radiasi punya spesifisitas antigen masing masing.

Tumor yang berasal dari transformasi sel tunggal punya antigen sama, sedangkan

berbagai tumor yang ditimbulkan oleh bahan karsinogen yang sama punya antigen

yang berbeda. Antigen tumor oleh karena kimia dan fisik ini tidak menunjukkan

reaksi silang.

2. Antigen tumor karena Virus, Tumor yang ditimbulkan oleh virus menunjukkan

reaksi silang. Setiap virus mencetuskan ekspresi antigen yang sama dan tidak

bergantung dari asal jaringan. Selama pematangan antigen tersebut tidak

diekspresikan, tetapi akan diekspresikan kembali akibat deregulasi gen penjamu atas

pengaruh virus onkogenik.

3. Antigen Onkofetal, Tumor mengekspresikan dirinya melalui permukaannya, atau

melalui produk yang dilepas kedalam darah dan ditemukan dalam kadar yang rendah

yang tidak ada pada jaringan normal. Contohnya adalah antigen onkofetal seperti

Carcino Embrionic antigen (CEA) pada kanker kolon. CEA diatas 2,5 mg/ml

ditemukan dalam sirkulasi penderita kanker kolon, kanker Pankreas, kanker Paru,

kanker Payudara dan Kanker Lambung. Pada penderita non neoplastik CEA juga

Page 22: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

22

ditemukan, misalnya pada Empisema, Kolitis ulseratif, Pankreatitis, perokok atau

peminum alkohol. Alpha feto Protein (AFP) juga merupakan antigen onkofetal yang

ditemukan dalam kadar yang tinggi pada Fetus Normal dan Hepatoma.

I. Terapi Antibodi

Pemanfaatan sistem antigen antibodi untuk perkembangan klinik bergantung pada

beberapa faktor biologis dan fisik. Faktor-faktor itu meliputi densitas antigen, mekanisme

katablisme, spesifisitas tumor, ekspresi antigen yang bersifat heterogen, mekanisme efektor,

dan kemampuan pengikatan. Di samping itu, pemilihan secara aman material untuk uji klinik

memperoleh hambatan secara teknik seperti halnya hambatan dalam metodologi dalam

penelitian-penelitian laboratorium praklinik.

Banyak sekali jumlah dan variasi antibodi monoklonal yang secara langsung melawan

antigen terkait dengan kanker ovarium telah dikembangkan. Antibodi-antibodi ini dikenal

unik atau bagian dari petanda diferensiasi epitelial, komponen-komponen darah, musin,

reseptor onkogen terkait faktor pertumbuhan, atau protein intraseluler. Pada kebanyakan

kasus, antigen terkait tumor (TAA) mengambil bagian dalam reaksi dengan jaringan hospes

normal dan tidak secara nyata bersifat spesifik terhadap tumor tertentu. Dengan kata lain,

antibodi autologus pada pasien dengan kanker ovarium sering bereaksi dengan antigen pada

jaringan normal. Sebagai contoh, pasien-pasien kanker ovarium dengan degenerasi serebelar

paraneoplastik menghasilkan antibodi serum antisel Purkinje juga bereaksi dengan antigen

saraf yang diekspresikan oleh tumor avarium.

Efek antitumor secara langsung dari antibodi sapi yang tidak terkonjugasisangat

jarang. Terkadang reagen menimbulkan efek melalui transduksi sinyal transmembran atau

melalui blokade faktor pertumbuhan. Akan tetapi, reseptor faktor pertumbuhan terlihat pada

rentang yang lebar dari jaringan hospes yang normal, dan untuk suksesnya mencapai target

memerlukan metode untuk mengoptimalkan pertahanan tumor secara selektif. Pada keadaan

ini, perbedaan secara kuantitatif pada ekspresi antigen, kinetik reseptor, transduksi sinyal,

atau kombinasi strategi yang digunakan untuk mencapai target dengan reagen multipel

memungkinkan pengembangan reagen yang berhasil guna.

Keterbatasan aktivitas antibodi yang tidak terkonjugasi menyebabkan sebagian besar

uji-uji klinik dalam bidang terapi kanker memfokuskan diri pada antibodi yang terkonjugasi

dengan radionuklida, toksin, dan obat-obat sitotoksik. Berbagai gambaran seperti internalisasi

antigen, degradasi lisosom, penyebaran, dan heterogenitas ekspresi mempengaruhi pilihan

antibodi terkonjugasi dan antibodi spesifik. Sebagai contoh, beberapa obat dan toksin

Page 23: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

23

terkonjugasi memerlukan internalisasi dan hidrolisa asam untuk memperantarai toksisitas

selular. Secara umum, reagen-reagen ini bersifat toksik hanya terhadap sel yang

mengekspresikan dan mengalami internalisasi antigen target. Sebaliknya, internalisasi

beberapa radiokonjugasi berkaitan dengan penurunan kemanjuran dan peningkatan toksisitas

hospes akibat katabolisme intraseluler.

Heterogenitas ekspresi antigen sering tampak di antara gambaran histologis yang

berbeda dan pada pasien-pasien secara individu, tetapi dapat muncul pada pasien yang sama

sepanjang waktu, di antara lokasi tumor yang berbeda dalam satu pasien pada satu lokasi, di

antara sel-sel yang berbeda dalam satu tumor, dan di antara keturunan sel-sel antigen negatif

dan antigen positif sepanjang waktu. Untuk alasan ini, heterogenitas dapat menentukan batas

kemaknaan pada suatu uji klinik. Penggunaan antibodi secara kombinasi dapat

mengompensasi heterogenitas ekspresi antigen yang tampak di antara individu dengan kanker

ovarium. Pengembangan antibodi spesifik mungkin dapat menemukan aplikasinya dalam

pencitraan atau diagnosis.

Antibodi monoklonal yang spesifik terhadap tumor berguna dalam imunoterapi

spesifik. Kemampuan antibodi sebagai ”peluru magic” menarik minat peneliti sejak lama dan

masih merupakan bidang penelitian yang aktif. Antitumor antibodi menghancurkan tumor

melalui mekanisme efektor yang sama dengan yang dipakai untuk menghancurkan mikroba,

termasuk proses opsonisasi, fagositosis dan aktifasi sistem komplemen. Antibodi monoklonal

spesifik untuk produk onkogen Her-2/Neu, yang terekspresi dalam kadar tinggi pada

beberapa tumor, terbukti berhasil dalam terapi pasien kanker payudara dan sekarang telah

disahkan dalam pemakaian klinik. Anti-Her-2/Neu antibodi berhubungan dengan fungsi

sinyalisasi pertumbuhan pada molekul Her-2/Neu. Salah satu masalah dalam pemakaian

antitumor antibodi adalah hilangnya varian antigen dari sel tumor, dimana sel tumor tidak

lagi mengekspresikan antigen yang dikenali oleh antibodi. Untuk menghindari hal ini, dapat

dipakai campuran dari beberapa antibodi spesifik untuk bermacam-macam antigen yang

diekspresikan oleh tumor yang sama.

Kohler dkk (1977), memperlihatkan kemungkinan dapat dilakukan stimulasi

hibridisasi antara sel ganas plasma yang dapat hidup di dalam kultur kontinyu dan sel

limfoid. Sel hibrid tersebut dapat tumbuh pada kultur dan menghasilkan antibodi dengan

spesifisitas tertentu yang dapat diseleksi melalui kloning. Tehnik dasar untuk menghasilkan

antibodi monoklonal diperlihatkan pada gambar dibawah. Sel-sel dari limpa tikus yang telah

diimunisasi oleh antigen asing ditempatkan pada kultur berisi sel mieloma yang tumbuh

kontinyu dengan adanya glikol polietilen yang merangsang sel bergabung/fusi. Sel mieloma

Page 24: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

24

yang digunakan pada eksperimen ini adalah mutan yang tidak dapat mensekresi imunoglobin

dan setelah diseleksi di dalam medium yang berisi Hiposantin, Aminopterin, dan Timidin

(medium HAT). Sel-sel limpa normal tidak dapat tumbuh pada kultur, hanya sel-sel hibrid,

hasil dari fusi yang dapat tumbuh pada media HAT, sejak kehilangan enzim melalui fusi sel

limfoid limfa. Setelah seleksi pada media HAT, sel hibrid adalah klon melalui penempatan

sel individu ke dalam kultur jaringan. Antibodi disekresi oleh masing-masing klon (dikenal

sebagai "hybridoma”) yang mempunyai produk spesifik.

Gambar 5. Produksi Monoklonal Antibodi

Beberapa antibodi dapat dibuat dari sel Rodent merupakan suatu masalah jika mereka

digunakan untuk pengobatan kanker pada manusia, karena mereka dapat dikenal sebagai

protein asing dan akan meningkatkan respon imun yang dapat menghilangkan aktivitasnya.

dengan cepat dinetralisir atau menyebabkan reaksi anafilaksis. Respon ini disebabkan oleh

Page 25: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

25

"Human Antimouse Antibodi" (HAMA). Kekuatan dari reaksi ini dapat diturunkan atau

dieliminasi dengan menggunakan antibodi monoklonal manusia dan jika penderita yang

mempunyai sel-sel limfoid digunakan sebagai pasangan fusi, monoklonal kultur "hibrydoma”

yang stabil melalui fusi dari limfoid manusia dan sel mieloma tikus telah melalui kehilangan

kromosom manusia yang efektif dari sel hibrid, konsekuensinya kegagalan dalam mensekresi

antibodi. Masalah ini juga didapatkan dengan upaya melakukan fusi sel limfoid manusia

dengan sel myeloma manusia.

Antibodi monoklonal juga dapat meningkatkan aktivitas antitumor melalui "blocking"

pada reseptor yang menginduksi proliferasi. Antibodi monoklonal mengenal permukaan

determinan sel kanker manusia yang terekspresi. Sejumlah faktor yang membatasi efektifitas

terapi antibodi monoklonal.

Faktor yang mempengaruhi efektifitas antibodi monoklonal

a. Antigenic Cross-Reactivity

Oleh karena banyak antigen tumor tidak bersifat “tumor-specific", antibodi

monoklonal mungkin bereaksi dengan beberapa jaringan normal. Hal penting ialah toksisitas

muncul karena reaktivasi silang, sebagai contoh walaupun antigen diekspresikan hanya pada

limfosit B atau T. Konsekuensi pengobatan limfoma dengan menggunakan antibodi

monoklonal adalah limfopenia dengan imunosupresi.

b. Penetrasi tumor

Efektifitas imunoterapi dengan antibodi monoklonal tergantung dari kemampuan

antibodi monoklonal untuk mencapai sel tumor. Suntikan antibodi anti tumor, dapat

menyebabkan ikatan antibodi sel tumor. Hal ini berhubungan dengan ekspresi dari target

antibodi dan juga faktor fisik seperti aliran darah yang ireguler dan penetrasi yang lambat dari

antibodi yang besar serta pembuluh darah tumor, sering dikacaukan oleh peningkatan tekanan

intersisial tumor.

c. Respon imun dari antibodi tikus

Penyebabnya adalah antibodi monoklonal dari murin atau rat sistem imun manusia

dapat mengenal mereka sebagai protein asing. Pengobatannya adalah membuat "Human

Antimouse Antibodies” (HAMA). Respon imun dapat langsung pada regio konstan atau

variabel dari antibodi, terdapat efek netralisasi.

d. Defek dari sistem imun host

Aktifitas terapi dari antibodi monoklonal tergantung dari aktivitas sistim imun host,

baik komplemen atau reseptor Fc menghasilkan sel efektor yang berfungsi dalam melisiskan

Page 26: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

26

sel tumor, sistem imun pada pasien dengan kanker mungkin tidak sempuma, kanker

menghasilkan imunosupresi melalui berbagai mekanisme, tambahan beberapa terapi kanker

seperti kombinasi kemoterapi dan radiasi. Terapi ini juga bersifat imunosupresif dan

mengurangi efektifitas antibodi monoclonal.

Peningkatkan efektifitas antibodi monoklonal

1. Chimeric atau antibodi monoklonal manusia, antibodi monoklonal tikus kurang

efektif jika dibandingkan dari antibodi monoklonal manusia dalam berinteraksi

dengan sel efektor manusia dan komplemen manusia, selain itu antibodi monoklonal

tikus dapat merangsang respon HAMA. Berdasarkan hal ini antibodi monoklonal

direkayasa genetik sehingga antibodi "chimeric" atau menjadi mirip dengan manusia,

berisi hanya regio variabel murin yang dikenal antigen tumor.

2. Radiolabeled antibodi monoklonal: Radoisotop yang ditempelkan pada antibodi

monoklonal dibuat menjadi target radiasi sel kanker. Pasangan antibodi yang dipakai

umumnya menggunakan "radio isotop long range H emitting” seperti B yodium 131

(131J), dan remium 186 (186 Re) dengan pendekatan ini masalah penetrasi tumor

dapat digunakan ikatan sel tumor dapat di atasi. Studi pada hewan memperlihatkan

dosis radiasi dengan menggunakan "radiolabeled" spesifik lebih efektif dibanding

dengan antibodi monoklonal nonspesifik. Antibodi monoklonal “radiolabeled" dapat

menginduksi regresi dari beberapa keganasan hematologik.

3. Imunotoksin. Konjugasi suatu toksin pada antibodi monoclonal dapat untuk

mempersiapkan sistim imun berfungsi untuk mematikan sel. tetapi masalah target

pada masing-masing dan setiap sel tumor masih ada. Walaupun beberapa molekul

toksin dibutuhkan dalam mematikan sel, tidak adanya ekspresi pada sel kanker dapat

tercegahnya proses ini. Terdapat tiga molekul toksin yang sedang diteliti yaitu ricin,

eksotoksin pseudomonas dan toksin diphtheria. Eksotoksin pseudomonas adalah

protein rantai tunggal yang menghambat sintesis protein irreversibel, berikatan

dengan glikoprotein permukaan sel dengan berat molekul tinggi. Saat ini toksin

dimodifikasi melalui rekayasa yang menghilangkan regio molekul yang berikatan

dengan jaringan hati dan berikatan dengan antibodi monoklonal lain. Toksin juga

dapat berikatan dengan reseptor growth factor melalui rekayasa genetik rekombinan.

Ricin adalah glikoprotein 65kDa yang berisi sub unit A dan B. Sub unit A membunuh

sel melalui inaktivasi ribosom, jika subunit B bertanggungjawab tehadap ikatan sel

nonspesifik. Toksin diphtheri adalah polipeptida rantai tunggal yarg menghambat

Page 27: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

27

sintesis protein selular. toksin diphtheri dengan ikatan sel ditempatkan IL-2 yang telah

diuji pada penderita keganasan sel T refrakter yang terekspresi pada reseptor IL-2,

toksisitas termasuk domain dan peningkatan transmin hepar tetapi respon pengobatan

dapat dilihat. Strategi untuk menghindari toksisitas dan imunotoksin yaitu melalui

pembelahan sel kanker dari sumsum tulang untuk transplantasi autologus

4. Peningkatan fungsi efektor sitokin. Studi hewan memperlihatkan pemberian sitokin

seperti, IL-2 atau GM-CSF dapat meningkatkan efektifitas terapi antibodi

monoklonal. Peningkatan jumlah dan aktivitas sitokin ini tergantung dari reseptor Fc

sel efektor dan peningkatan kemampuan antibodi sitotoksin seluler dependen. Sebagai

conton terapi anti idiotipe monoklonal meningkat pada penderita limfoma folikular

melalui terapi konkomitan dengan interferon.

Antibodi monoklonal mempunyai peran penting dalam perkembangan tumour marker

seperti OC125 yang reaktif terhadap molekul yang diproduksi oleh sel kanker ovarium yaitu

Ca-125, sehingga dapat diukur kadar Ca-125 dan digunakan di dalam monitoring pengobatan

kanker ovarium. Antibodi monoklonaldapat mengaktivasi respon anti tumor melalui beberapa

cara :

• Aktivasi komplemen dan lisis sel tumor

• Menginduksi efek anti proliferasi

• Meningkatkan aktivitas sel fagosit

• Melalui media ADCC

Berbagai macam strategi pengobatan beradasarkan antibodi monoklonal tengah diuji

coba sebagai pengobatan ajuvan tumor/kanker. Beberapa diantaranya adalah :

1. Antibodi Monoklonal Anti-HER2

Diketehaui bahwa HER-2/neu merupakan suatu onkogen yang berperan penting di

dalam patogenesis kanker payudara. Oleh karena terjadi overekspresi onkogen tersebut pada

banyak kanker, sedangkan HER-2/neu antigen sendiri merupakan protein tirosin kinase

transmembran yang homolog dengan reseptor epidermal growth factor (EGF), maka onkogen

tersebut merupakan salah satu target sasaran pengobatan immnunoterapi pada tumor.

Penelitian menunjukkan bahwa antibodi monoklonal terhadap HER2/neu dapat

meningkatkan responsitivitas sel tumor terhadap TNF dan pemberian cisplatin serta

menghambat repair DNA setelah pemberian cisplatin pada tumor payudara dan kanker

ovarium. Antibodi monoklonal anti HER-2/neu, khususnya humanized monoclonal antibody

Page 28: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

28

Herceptin (Genentech, South San Francisco, CA) telah diuji coba pada beberapa uji klinis

dan hasilnya menunjukkan bahwa anti HER-2/neu tersebut efektif sebagai terapi ajuvant

untuk kanker payudara dan kanker ovarium

The gyncological Oncology Group (GOG) sedang melakukan uji klinis fase I/II terhadap

Herceptin pada kanker ovarium. Di antara penderita penderita kanker ovarium rekuren,

ternyata overekspresi HER-2/neu hanya kurang dari 12% dan pada penelitian terhadap 41

penderita menunjukkan overeall response rate hanya sebesar 10%. Sekarang masih sedang

diuji coba pemberian Herceptin tersebut dikombinas dengan pemberian kemoterapi dari

golongan taxane dan platinum.

2. Antibodi Monoklonal Anti CA 125

Bentuk pendekatan inovatif terapi imunologi pada kanker adalah pemberian antibodi

monoklonal dengan target sasaran tumour-specific antigen yang bersirkulasi di dalam darah

,selain terhadap antigen tumor itu sendiri. Oregovomab, suatu antibodi monoklonal murin

terhadap CA 125 (dimana pada hampir 90% pasien kanker ovarium stadium lanjut terjadi

overekspresi dari Ca 125) yang mampu berikatan dengan Ca 125 di dalam sirkulasi dan

kemudian membentuk kompleks imun (antibodi-antigen kompleks) yang akan dikenali

sebagai benda asing oleh karena mengandung antibodi murin. Selanjutnya kompleksa imun

tersebut akan „dimakan‟ oleh APC dan kemudian antigen Ca 125 tersebut dipresentasikan

kepada sel T yang merupakan sel efektor pada respon imun spesifik terhadap kanker.

J. Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral

Salah satu interaksi antara respon imun seluler dengan humoral adalah interaksi yang

disebut dengan dengan antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). Istilah ini

diberikan karena sitolisis baru terjadi bila ada bantuan antibodi. Dalam hal ini antibodi

berfungsi melapisi antigen sasaran (opsonisasi), sehingga sel NK (natural killer cell) yang

mempunyai reseptor fragmen Fc antibodi tersebutdapat melekat pada sel atau antigen sasaran.

Pengikatan sel NK melalui reseptornya pada kompleks antigen-antibodi mengakibatkan sel

NK dapat menghancurkan sel target. Penghancuran sel target itu terjadi melalui pelepasan

berbagai enzim dan sitokin langsung pada sel target. Dalam mengenali antigen secara

spesifik, ada 3 macam molekul pengikat antigen (antigen binding molecules) yang terlibat,

yaitu Reseptor antigen pada permukaan sel B (imunoglobulin permukaan, sIg), Reseptor

antigen pada permukaan sel T (TCR), dan Molekul major histocampatibility complex (MHC)

kelas I dan II

Page 29: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

29

K. Terapi Sitokin

Interleukin 2

Interleukin-2 juga merupakan salah satu modalitas imunoterapi, pada penelitian awal

menunjukkan bahawa IL-2 yang diberikan secara intravena pada penderita melanoma,

kanker kolon dan kanker ovarium mampu merangsang proses linfositosis, meningkatkan

reseptor IL-2 dan mengaktivasi LAK cells dan meningkatkan potensi sel NK. Selain itu IL-2

juga dapat diberikan secara intraperitoneal dengan harapan lebih meningkatkan paparan

intraperitoneal terhadap IL-2. Penelitian menunjukkan bahwa IL-2 yang diberikan secara

intraperitoneal ternyata mempunyai konsentrasi 100 kali lebih tinggi di cavum peritonei

dibanding pemberian secara sistemik. Toksisitas pemberian IL-2 adalah : demam, fatigue,

mialgia, diare dan mual. Saat ini sedang dilakukan beberapa penelitian yang mengkombinasi

pemberian IL-2 dengan modalitas pengobatan yang lain, salah satunya adalah pemberian

kombinasi IL-2, G-CSF dan EPO.

Terapi Sel Dendritik

Sel kanker dapat tumbuh dan berkembang karena sitem imun tidak memberikan

sinyal yang kuat untuk membunuh dan menghancurkan sel tumor. Pada beberap kasus, sel

kanker dapat melakukan down-regulasi respon imun oleh karena sel kanker mengeluarkan

beberapa sitokin dan molekul yang menghambat respon imun.. Sel dendritik adala sel APC

yang berperan penting dalam menginduksi sel T, baik sel T sitotoksik maupun sel T helper.

Terdapat 2 tantangan di dalam pemberian sel dendritik tersebut, yaitu : identifikasi tumour-

specific antigen dan induksi respon imun yang efektif terhadap antigen tersebut.

Vaksin

Human papilloma virus risiko tinggi mempunyai kaitan yang erat dengan

karsinogenesis kanker serviks. Hampir 100% kanker serviks mengandung DNA viruis HPV.

Dengan latar belakang ini maka diharapkan dapat dibuat suatu vaksin terhada HPV.

Pendekatan pengembangan vaksin HPV tersebut bertujuan untuk profilaksis ataupun

terapeutik. Vaksinasi HPV yang bersifat profliaktik bertujuan untuk membangkitan antibodi

di epitel genital terhadap protein HPV L1 dan L2, oleh karena kedua protein tersebut

berperan penting di dalam proses masuknya virus ke dalam sel epitel. Tantangan yang timbul

pada vaksin terhadap L1 dan L2 adalah kenyataan bahwa sel keratinosit yang mengalami

transformasi akibat HPV ternyata tidak lagi mengekspresikan protein L1 dan L2, namun

mengeekpresikan protein HPV yang lain, yaitu : E6 dan E7 sehingga diharapkan peran

imunoterapi untuk membangkitan sel T yang rekatif terhadap E6 dan E7 tersebut.

Page 30: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

30

Kekurangan vaksin HPV di dalam mengatasi kanker serviks adalah terbatasnya

kemampuan vaksin tersebut hanya pada satu jenis HPV, padahal seperti telah diketahui,

terdapat banyak jenis HPV yang terlibat di dalam proses karsinogenesis kanker serviks.

Penelitian awal diarahkan kepada vaksin terhadap HPV 16 oleh karena dari penelitian

epidemiologi dianggap incidence infeksi HPV jenis ini termasuk tinggi. Sehingga

pengembangan vaksin HPV masih berjalan sampai sekarang, dan diarahkan untuk

memperoleh data epidemiologis yang akurat untuk menentukan jenis HPV yang terlibat

sebelum dapat dibuat vaksin yang efektif.

L. Vaksinasi memakai sel tumor dan antigen tumor

Imunisasi penderita tumor dengan sel tumor yang mati atau antigen tumor dapat

menyebabkan peningkatan respon imun terhadap tumor. Identifikasi peptida yang dikenali

oleh tumor-spesifik CTLs dan kloning gen yang mengkode tumor-spesifik antigen yang

dikenali oleh CTLs menghasilkan banyak kandidat untuk pembuatan vaksin tumor.

Pendekatan vaksin yang mula-mula dilakukan yang sampai saat ini masih dicoba adalah

imunisasi dengan memakai antigen tumor yang telah dimurnikan ditambah ajuvan. Kemudian

dilakukan imunisasi dengan memakai profesional APCs seperti sel dendritik yang dimurnikan

dari pasien dan diinkubasi dengan antigen tumor atau ditransfeksi dengan gen yang

mengkode antigen ini, dan dengan injeksi plasmid yang mengandung cDNA yang mengkode

antigen tumor (vaksin DNA).

Vaksin yang berbasis sel dan DNA adalah cara yang terbaik untuk menginduksi

respon CTL karena antigen yang dikode disintesis dalam sitoplasma dan memasuki jalur

MHC klas I pada antigen presentasi. Keterbatasan terapi tumor dengan vaksin adalah bahwa

vaksin ini harus dapat bersifat terapeutik dan bukan hanya preventif, dan sering sulit untuk

menginduksi respon imun yang kuat untuk mengeradikasi semua sel pada tumor.

Perkembangan tumor yang diinduksi oleh virus dapat dihambat dengan vaksinasi

preventif yang memakai antigen virus atau virus hidup yang dilemahkan. Pada manusia

program vaksinasi terhadap virus hepatitis B (HBV) dapat menurunkan insidens karsinoma

hepatoseluler yaitu kanker hepar. Kanker serviks merupakan kanker yang penting untuk

pengembangan vaksin karena ekspresi antigen yang khas dari etiologi primernya yaitu human

papiloma virus (HPV). Vaksinasi HPV untuk mencegah karsinoma serviks merupakan jenis

rekombinan vaksin, artinya menggunakan partikel virus yaitu gen virus HPV yang

digabungkan dengan gen yeast.

Page 31: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

31

Vaksin Kanker

Telah diketahui bahwa sistem imun vertebrata dapat membedakan dirinya dan benda

asing, dimana sistem imun dapat mengenali tumor sebagai benda asing. Penelitian imunologi

tumor memerlukan model hewan yang mungkin saja tidak relevan dengan kanker pada

manusia. Saat ini kita telah mengetahui bahwa antigen yang berhubungan dengan tumor

(tumor associated antigen) memang ada dan kita dapat mengembangkan vaksin kanker

melalui pengenalan terhadap protein ini pada sistem imun.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak perusahaan biotek mengembangkan strategi

pembuatan vaksin untuk melawan melanoma dan berbagai kanker lainnya. Strategi ini

mempunyai 1 kesamaan yaitu menginduksi cell-mediated response terhadap tumor associated

antigen. Antigen yang dipakai untuk membuat vaksin berasal dari tumor pasien atau tumor

cell-lines. Caranya adalah tumor dibiopsi atau dioperasi, dikultur dan dipakai sebagai

imunogen.

Pemakaian tumor yang telah diketahui sebagai sumber imunogen lebih praktis dan

relatif murah. Sampel dari berbagai tumor ditumbuhkan dalam media kultur kemudian

proteinnya diekstraksi sebagai sumber imunogen bagi banyak pasien. Selain lebih murah,

strategi ini juga dapat menentukan imunogenisitas antigen tumor yang tumbuh pada sel

kultur. Beberapa tumor dapat mengekspresikan kadar tumor-associated antigen yang tinggi

dan lebih bersifat imunogenik dari lainnya. Selain itu, sel tumor ini mengekspreikan MHC

klas I yang dipresentasikan oleh sebagian besar populasi sel tumor, yang berarti antigen

intrasel akan dipresentasikan dengan baik. Sel kemudian diradiasi sehingga sel tersebut tidak

membelah dan dipakai untuk imunisasi. Pendekatan cara ini sekarang dipakai sebagai standar

pembuatan imunogen karena juga biayanya lebih murah.

Presentasi antigen merupakan hal yang sangat penting dalam strategi imunisasi dan

salah satu cara meningkatkan imunisasi melawan antigen tumor adalah memanipulasi

presentasi antigen. Antigen-presenting cell seperti sel dendritik merupakan kandidat yang

sangat bagus dipakai dalam protokol vaksinasi. Dendreon adalah perusahaan yang pertama

kali mengisolasi prekursor sel dendritik dari darah pasien, lalu memasukkan imunogen ke

dalam sel dendritik dan memasukkan kembali sel dendritik yang mengandung antigen ke

aliran darah pasien kanker. Perusahaan ini juga mengidentifikasi tumor-associated antigen

yang mencegah berbagai kanker. Jadi, terapi dengan sel dendritik dapat dipakai untuk

berbagai jenis tumor.

Page 32: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

32

Variasi cara vaksinasi juga dilakukan oleh Genzyme Molecular Oncology.

Pendekatannya juga memakai sel dendritik, namun tidak memakai antigen yang telah

diketahui. Mereka membuat fusi sel dendritik pasien memakai polietilen glikol, dengan sel

tumor yang telah diinaktifasi yang diambil dari pasien yang sama. Keuntungan dari cara ini

adalah bahwa sel hibrid yang dihasilkan mempunyai antigen presenting bagi sel dendritik dan

juga mengandung antigen dari sel tumor pasien. Sel dendritik kemudian akan memproses

antigen tumor ini dan antigen tersebut akan dipresentasikan pada sistem imun pasien.

Cara lain namun cukup menjanjikan hasilnya adalah pendekatan yang berdasarkan

pemahaman yang sejak lama, yaitu sel tumor yang bersifat imunogenik. Hewan coba yang

diinjeksi dengan sel tumor yang telah mati, tidak akan menderita tumor apabila dimasukkan

dalam jaringan hidup. Pada saat dasar pengetahuan ini dieksplorasi, ditemukan bahwa heat-

shock protein (HSPs) berperan penting dalam sistem imun. HSPs membawa peptide

imunogenik, sehingga bekerja sebagai molekul chaperon. HSPs melekat pada CD91, yaitu

reseptor yang terdapat pada APCs seperti sel dendritik dan makrofag. Pada skenario ini,

kompleks HSP/peptida dari sel tumor melekat pada CD91 di APCs yang kemudian

diinternalisasi. HSP/peptida ini dipresentasikan kembali sebagai kompleks peptide/MHC klas

I pada APC, dan menyebabkan respon sel T CD8+. Hal ini cukup menarik karena antigen

eksogen biasanya dipresentasikan oleh molekul MHC klas II. Namun, penelitian lain

menunjukkan bahwa HSPs yang diisolasi dari jaringan tumor merupakan induser yang kuat

bagi tumor-specific CTLs.

Mekanisme perlekatan kompleks HSP/antigen pada CD91, dan dibawa ke MHC klas I

masih belum banyak diketahui. Namun telah jelas bahwa komples HSP/antigen apabila

dipresentasikan pada APCs menyebabkan aktifasi sel T CD8+. Terdapat berbagai pendekatan

dalam sistem imun dalam merespon antigen tumor. Dalam dekade terakhir banyak

perusahaan bioteknologi yang mengembangkan vaksin kanker, dan uji klinik fase II atau fase

III memberikan optimisme dalam bidang ini pada penelitian klinik.

Augmentasi imunitas host terhadap tumor dengan sitokin dan ko- stimulator

Peningkatan imunogenisitas sel tumor dengan cara transfeksi gen ko-stimulator atau

gen sitokin. Sel tumor yang tidak adekuat menstimulir sel T apabila ditrasnplantasikan pada

hewan coba, tidak akan ditolak dan akan bertumbuh menjadi tumor. Transfeksi sel tumor ini

dengan gen yang mengkode ko-stimulator atau sitokin dapat meningkatkan imunogenisitas

tumor, T-cell mediated rejection, sehingga tidak ada pertumbuhan tumor. Pada beberapa

Page 33: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

33

penelitian, paparan sel tumor yang sudah dimodifikasi ini menginduksi imunitas dari sel

tumor yang tidak ditransfeksi.

Imunitas seluler terhadap tumor dapat ditingkatkan dengan mengekspresikan ko

stimulator dan sitokin pada sel tumor yang akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi

limfosit T dan sel NK. Sel tumor dapat menginduksi respon imun yang lemah karena sel

tumor tersebut tidak mempunyai ko-stimulator dan biasanya tidak mengekspresikan molekul

MHC klas II sehingga tidak terjadi aktivasi sel T helper.

Terdapat 2 pendekatan untuk membangkitkan respon imun host terhadap tumor yaitu

memberikan ko stimulasi secara artifisial pada tumor-spesifik sel T, dan pemberian sitokin

eksogen yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivasi sel T, sehingga menggantikan

fungsi sel T helper. Efikasi dalam meningkatkan ko stimulasi sel T dalam imunoterapi anti

tumor diperlihatkan pada percobaan hewan dimana sel tumor ditransfeksi dengan gen yang

mengkode molekul B7 ko stimulator. Sel tumor yang mengekspresikan B7 ini kemudian

menginduksi imunitas yang melawan sel tumor.

Keberhasilan model tumor eksprimental ini menyebabkan percobaan terapi dengan

memakai sampel tumor pasien in vitro, dimana sel tumor ini ditransfeksi dengan gen ko

stimulator, diradiasi, dan dimasukkan kembali ke pasien. Pendekatan ini berhasil meskipun

jika antigen imunogenik yang terekspresi pada tumor tidak diketahui.

Sitokin dapat dipakai untuk meningkatkan respon imun adaptif dan innate terhadap

tumor. Caranya adalah sel tumor ditransfeksi dengan gen sitokin untuk melokalisir efek

sitokin di tempat yang diperlukan. Contohnya apabila tumor ditransfeksi dengan gen IL-2,

IL-4, atau GM-CSF (Granulocyte-Macrophage-Colony Stimulating Factor), diinjeksikan

pada hewan coba, maka tumor akan ditolak atau mulai berkembang dan kemudian mengecil.

Pada beberapa kasus terdapat akumulasi infiltrat sel radang yang padat di sekelliling tumor

yang mensekresi sitokin. Pada penelitian juga ditemukan bahwa injeksi tumor yang

mensekresi sitokin menginduksi imunitas yang dimediasi oleh sel T yang kemudian melawan

sel tumor. Jadi produksi lokal dari sitokin dapat meningkatkan respon sel T terhadap antigen

tumor.

Page 34: Prinsip Dasar Terapi Imunologi - Never Ending Studyelearningobgynunpadrshs.com/uploads/.../Prinsip_dasar_imunoterapi.pdf · Pada penelitian menggunakan hewan percobaan terlihat bahwa

34

DAFTAR PUSTAKA

1. DiSaia P, Creasman WT. Tumor Imunology, Host Defense Mechanism and Biologic

therapy dalam Clinical Gynecology Oncology, Mosby, Philadelphia,2007:593-607

2. Suwiyoga K. Imunologi Tumor. Dalam : Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB (Eds).

Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta, 2006, hal : 79-92.

3. Mader. The Lymphatic System And Body Defenses. In : Understanding Human

Anatomy and Physiology. 5th Ed. McGraw-Hill. 2004. p 254-266.

4. Van de Graff. Circulatory system. In : Human Anatomy, 6th ed, The McGraw-

Hill,2001, p 582-587.

5. Silbernagl S, Dispopoulos A. Immune system. In : Color atlas of physiology, 6th ed.,

p 94-102, Thieme. New York, 2009

6. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Immunity to tumors. In : Cellular and Molecular

Immunology, 6th ed., Saunders. 2007, p 397-417.