print hal 6-13

14
1 MENINGKATKAN KEMAMPUAN DECISION MAKING Oleh: Hindri Asmoko 1 Decision making (pengambilan keputusan) merupakan suatu hal yang sudah biasa kita lakukan dalam kehidupan ini. Setiap hari kita melakukan proses ini. Ada keputusan yang mudah dan cepat kita buat, tetapi terkadang perlu berpikir lama untuk menentukannya. Ada keputusan yang kita lakukan dengan sadar tetapi banyak juga keputusan yang seolah terjadi spontan dan refleks. Proses pengambilan keputusan kita lakukan di mana saja, di rumah, di kantor, atau di lingkungan lainnya. Ketika di pagi hari kita mau siap-siap berangkat ke kantor, kita harus mengambil keputusan mau sarapan pagi atau tidak. Mau berangkat ke kantor kita memutuskan naik apa? Bawa mobil sendiri atau naik kendaraan umum. Kalau naik kendaraan umum, kita mau naik apa? Taksi, kereta, bus, atau moda transportasi lain. Di kantorpun kita harus membuat keputusan. Bagaimana kalau penjualan mengalami tren penurunan, ongkos produksi naik, produktivitas pegawai menurun, penerimaan pajak di kantor ada kemungkinan tidak tercapai, dan sebagainya. Demikianlah masih banyak hal lain yang setiap saat harus kita putuskan. Tulisan ini akan menguraikan mengenai proses pengambilan keputusan. Harapannya kita dapat mengambil keputusan yang tepat baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan organisasi. Tulisan ini merupakan bagian penutup dari serangkaian tulisan sebelumnya yang mencoba membedah kompetensi in- depth problem solving and analysis. Oleh karena itu, kepada pembaca yang belum sempat membaca tulisan sebelumnya, silahkan untuk membaca tulisan tersebut agar lebih mudah merangkaikan dengan tulisan ini. 1 Penulis adalah Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Kepemimpinan, Pusdiklat Pengembangan SDM, BPPK, Magelang

Upload: enypurwaningsih

Post on 02-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jk

TRANSCRIPT

Page 1: print hal 6-13

1

MENINGKATKAN KEMAMPUAN DECISION

MAKING Oleh: Hindri Asmoko1

Decision making (pengambilan keputusan) merupakan suatu hal yang

sudah biasa kita lakukan dalam kehidupan ini. Setiap hari kita melakukan proses

ini. Ada keputusan yang mudah dan cepat kita buat, tetapi terkadang perlu

berpikir lama untuk menentukannya. Ada keputusan yang kita lakukan dengan

sadar tetapi banyak juga keputusan yang seolah terjadi spontan dan refleks.

Proses pengambilan keputusan kita lakukan di mana saja, di rumah, di

kantor, atau di lingkungan lainnya. Ketika di pagi hari kita mau siap-siap

berangkat ke kantor, kita harus mengambil keputusan mau sarapan pagi atau tidak.

Mau berangkat ke kantor kita memutuskan naik apa? Bawa mobil sendiri atau

naik kendaraan umum. Kalau naik kendaraan umum, kita mau naik apa? Taksi,

kereta, bus, atau moda transportasi lain. Di kantorpun kita harus membuat

keputusan. Bagaimana kalau penjualan mengalami tren penurunan, ongkos

produksi naik, produktivitas pegawai menurun, penerimaan pajak di kantor ada

kemungkinan tidak tercapai, dan sebagainya. Demikianlah masih banyak hal lain

yang setiap saat harus kita putuskan.

Tulisan ini akan menguraikan mengenai proses pengambilan keputusan.

Harapannya kita dapat mengambil keputusan yang tepat baik untuk kepentingan

individu maupun kepentingan organisasi. Tulisan ini merupakan bagian penutup

dari serangkaian tulisan sebelumnya yang mencoba membedah kompetensi in-

depth problem solving and analysis. Oleh karena itu, kepada pembaca yang belum

sempat membaca tulisan sebelumnya, silahkan untuk membaca tulisan tersebut

agar lebih mudah merangkaikan dengan tulisan ini.

1 Penulis adalah Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Kepemimpinan, Pusdiklat Pengembangan SDM, BPPK, Magelang

Page 2: print hal 6-13

2

Pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari dua bagian. Kedua bagian

tersebut adalah Pengertian Pengambilan Keputusan dan Model Pengambilan

Keputusan.

Pengertian Pengambilan Keputusan

Stoner, dkk (1995) menyatakan pembuatan keputusan – mengidentifikasi

dan memilih serangkaian tindakan untuk menghadapi masalah tertentu atau

mengambil keuntungan dari suatu kesempatan – adalah bagian penting dari

pekerjaan setiap manajer. Robbin dan Coulter (2012) mengemukakan manajer

pada setiap tingkatan dan di semua area organisasi membuat keputusan. Mereka

membuat pilihan. Misalnya, manajer level atas membuat keputusan menyangkut

tujuan organisasi, manajer level menengah dan bawah membuat keputusan

mengenai jadwal produksi, masalah kualitas produk, dan lain-lain.

Jones (2012) menjelaskan pengambilan keputusan organisasi adalah

proses untuk merespon suatu masalah dengan cara mencari dan memilih suatu

solusi atau tindakan yang akan menciptakan nilai bagi stakeholder organisasi.

Kepner-Tregoe dalam Modul Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan

(2008) menyatakan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses

memilih tindakan dari beberapa alternatif untuk mencapai tujuan/sasaran.

Pengambilan keputusan dalam Kamus Kompetensi Departemen keuangan

(2007) merupakan bagian dari kompetensi in-depth problem solving and analysis.

Lebih lanjut dalam kamus kompetensi tersebut, kompetensi pemecahan dan

analisis masalah dijelaskan sebagai berikut;

Pemecahan dan Analisis Masalah Memecahkan masalah yang sulit melalui evaluasi yang seksama dan sistematis terhadap informasi, alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. Orang-orang yang kompeten, secara mendalam mampu menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah-masalah yang sulit. Mereka mempertimbangkan banyak sumber informasi, secara sistematis mengolah dan mengevaluasi informasi dengan membandingkan berbagai arah tindakan, dan secara hati-hati mendiskusikannya sebelum membuat keputusan akhir.

Page 3: print hal 6-13

3

Penjelasan dalam kamus kompetensi di atas menunjukkan beberapa poin penting

dari kemampuan dalam pengambilan keputusan, yaitu

1. kemampuan mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah;

2. kemampuan mengembangkan alternatif pemecahan masalah;

3. kemampuan mengambil keputusan atas alternatif yang ada;

Untuk menjadi pengambil keputusan yang sukses, Gaspersz dan Fontana

(2011) mengemukakan beberapa tips:

1. Jangan takut masalah dan jangan menyatakan “kita tidak mempunyai masalah”. Masalah ada di mana-mana.

2. Selalu gunakan data yang dikumpulkan melalui pengukuran yang akurat. 3. Pelajari alat-alat manajemen untuk menyelesaikan masalah. 4. Tingkatkan kemampuan teknikal melalui keahlian khusus, teknik, dan triks. 5. Selalu ikuti langkah-langkah sistematik dalam solusi masalah. 6. Jangan mau diperdaya oleh solusi menarik yang ditampilkan. 7. Jangan pernah mencari “kambing hitam” atau menyalahkan sehingga

masalah tidak terselesaikan. 8. Jangan pernah menyalahkan situasi dan kondisi, tetapi kondisikan diri

Anda pada situasi dan waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

Chaudhry dalam Gaspersz dan Fontana (2011) menyatakan untuk menjadi seorang

problem-solver yang berhasil, seseorang harus memiliki 10 karakter kualitas yaitu

kreatif, berkarakter pemimpin, analitikal, terstruktur, sistematik, intuitif, kritis,

informatif, synthesizer, dan berorientasi tim.

Model Pengambilan Keputusan Terdapat beberapa model dalam pengambilan keputusan. Jones (2012)

mengemukakan beberapa model pengambilan keputusan yaitu rational model,

Carnegie model, incrementalist model, unstructured model, dan garbage can

model. Masing-masing model diuraikan di bawah ini.

Rational Model

Stoner, dkk. (1995) menyatakan dalam model rasional pengambilan keputusan,

manajer memberi bobot pilihan yang tersedia dan menghitung tingkat risiko

Page 4: print hal 6-13

4

optimal. Lebih lanjut, Stoner menjelaskan model ini berguna dalam membuat

keputusan tidak terprogram. Manajer yang menggunakan pendekatan rasional,

intelijen, dan sistematik lebih besar kemungkinannya untuk menghasilkan

penyelesaian bermutu tinggi.

Proses pengambilan keputusan dengan model rasional menurut Stoner,

dkk. (1995) meliputi empat tahapan yaitu tahap pertama pengamatan situasi, tahap

kedua kembangkan alternatif, tahap ketiga mengevaluasi alternatif dan memilih

yang terbaik, dan tahap keempat implementasikan keputusan dan monitor hasil.

Jones (2012) menyatakan langkah pengambilan keputusan model ini terdiri dari

tiga langkah yaitu langkah pertama mengidentifikasi masalah yang perlu

dipecahkan, langkah kedua merancang dan mengembangkan serangkaian

alternatif solusi atau tindakan untuk memecahkan masalah, dan langkah ketiga

membandingkan konsekuensi dari setiap alternatif, memutuskan solusi atau

tindakan yang paling baik, dan mengimplementasikannya. Robins (2012)

mengemukakan langkah pengambilan keputusan model ini meliputi identifikasi

masalah, identifikasi kriteria keputusan, identifikasi bobot kriteria keputusan,

mengembangkan alternatif, analisis alternatif, memilih alternatif, dan

mengimplementasikan alternatif terpilih.

Jones (2012) menyatakan model rasional dalam pengambilan keputusan

menggunakan beberapa asumsi. Asumsi pertama, pengambil keputusan

mempunyai semua informasi yang mereka butuhkan. Asumsi kedua, pembuat

keputusan dapat mengambil keputusan paling baik. Asumsi ketiga, pengambil

keputusan menyetujui apa yang akan dilakukan.

Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan model rasional ini dapat

dilihat pada Gambar 1. Penjelasan masing-masing tahapan pengambilan

keputusan adalah sebagai berikut.

Tahap 1: Identifikasi Masalah

Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah kita mengidentifikasi

masalah. Dengan mengenali masalah yang dihadapi oleh organisasi kita dapat

menganalisis lebih lanjut untuk memecahkannya.

Page 5: print hal 6-13

5

Gambar 1. Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan Model Rasional Sumber: Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Management Eleventh Edition, 2012, hal.

207

Proses merumuskan masalah sampai dengan mengidentifikasi masalah

sudah penulis paparkan secara panjang lebar pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Identifikasi Masalah

Identifikasi Kriteria Keputusan

Alokasi Bobot Kriteria

Mengembangkan alternatif

Evaluasi Efektivitas Keputusan

Memilih Alternatif

Implementasi Alternatif

Analisis Alternatif

Page 6: print hal 6-13

6

Oleh karena itu, tahap 1 ini penulis tidak mengupas lebih lanjut. Pembaca dapat

membaca kembali tulisan-tulisan sebelumnya.

Tahap 2: Identifikasi Kriteria Keputusan

Pada tahap ini kita menentukan kriteria apa yang diperlukan untuk keputusan yang

akan diambil. Kepner dan Tregoe menyebutnya sebagai persyaratan pemilihan

dan membagi kriteria dalam dua bagian yaitu kriteria wajib (keharusan) dan

kriteria keinginan. Kriteria keharusan mempunyai ciri mutlak, terukur, dan

realistis. Kriteria keharusan bersifat wajib ada dan harus dipenuhi. Kriteria

keinginan bersifat relatif artinya digunakan untuk memilih mana alternatif yang

paling mendekati keinginan organisasi. Contoh: kriteria yang kita tetapkan untuk

pengadaan kebutuhan mobil operasional kantor. Beberapa kriteria diantaranya

kenyamanan dan keselamatan mobil, kapasitas penumpang, spesifikasi mesin,

penggunaan bahan bakar, eksterior mobil, interior mobil, servis purnajual, harga

dan sebagainya.

Tahap 3: Alokasi Bobot Kriteria

Langkah ketiga adalah kita menentukan bobot kriteria yang telah kita tentukan

pada tahap 2. Bobot kriteria untuk kebutuhan mobil operasional misalnya:

Kenyamanan dan keselamatan : 10

Spesifikasi mesin : 8

Kapasitas penumpang : 7

Penggunaan bahan bakar : 6

Servis purnajual : 5

Harga Mobil : 4

Tahap 4: Mengembangkan Alternatif

Pada tahap ini kita mengembangkan alternatif solusi atau tindakan untuk

memecahkan masalah yang ada. Kita dapat menggunakan teknik brainstorming

untuk mengembangkan alternatif solusi sebanyak-banyaknya. Brainstorming

merupakan teknik pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang di

Page 7: print hal 6-13

7

dalamnya individu atau anggota kelompok mencoba meningkatkan kreativitas

dengan mengajukan alternatif secara spontan tanpa memperhatikan kenyataan

atau tradisi (Stoner, 1995). Contoh alternatif solusi untuk kebutuhan mobil

operasional, kita dapat memilih diantara berbagai merek mobil yang telah

memenuhi spesifikasi yang telah kita tentukan. Misalnya Mobil Merek A, Merek

B, Merek C, dan sebagainya. Demikian juga cara perolehan mobil operasional

tersebut, kita dapat memperoleh mobil dengan cara membeli tunai, menyewa, atau

leasing.

Pada tahap pengembangan alternatif solusi atau tindakan ini, kita tidak

perlu membatasi alternatif solusi yang diajukan oleh individu atau kelompok.

Sebanyak-banyaknya alternatif solusi akan semakin menunjukkan kreativitas kita

dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

Untuk contoh kebutuhan mobil operasional kantor di atas, masing-masing

merek mobil kita beri nilai untuk setiap kriteria. Penentuan nilai dalam contoh ini

kita menggunakan nilai skala 1-10. Misalkan nilai masing-masing merk mobil

tersebut adalah sebagai berikut:

No. Kriteria Mobil

Merek A

Mobil

Merek B

Mobil

Merek C

1. Kenyamanan dan Keselamatan 9 9 10

2. Spesifikasi Mesin 8 7 8

3. Kapasitas Penumpang 8 8 8

4. Penggunaan Bahan Bakar 7 4 5

5. Servis Purnajual 8 6 5

6. Harga Mobil 8 7 9

Tahap 5: Analisis Alternatif

Setelah kita mengembangkan alternatif solusi, langkah selanjutnya adalah

menganalisis setiap alternatif yang ada untuk menentukan alternatif mana yang

akan kita pilih. Pemilihan alternatif terbaik dilakukan dalam rangka memilih

Page 8: print hal 6-13

8

alternatif yang paling menguntungkan bagi organisasi. Oleh karena itu perlu

dipertimbangkan berbagai hal diantaranya pertama aspek manfaat atau

keuntungan bagi organisasi. Alternatif yang memberikan manfaat paling besar

tentunya mendapat skor tinggi untuk dipilih. Aspek kedua adalah efektivitas.

Alternatif solusi dikatakan efektif apabila mampu menyelesaikan masalah dan

memberikan nilai tambah bagi organisasi. Aspek ketiga adalah kemudahan

pelaksanaan. Apakah mungkin alternatif solusi yang kita ajukan dapat

dilaksanakan atau tidak. Aspek berikutnya adalah biaya. Alternatif solusi yang

biayanya rendah mempunyai skor tinggi. Dengan mempertimbangkan berbagai

faktor tersebut, kita akan dapat menentukan alternatif solusi mana yang terbaik

bagi organisasi.

Contoh lanjutan dari pembelian mobil di atas, analisis dalam menentukan

merek mobil mana yang paling baik, kita lakukan dengan menghitung nilai bobot

dari masing-masing merek. Penggunaan nilai bobot kita lakukan karena masing-

masing kriteria mempunyai bobot yang berbeda. Apabila bobot dari masing-

masing kriteria sama, kita tidak perlu menghitung nilai bobot. Kita cukup

menjumlahkan nilai dari semua kriteria.

Nilai bobot merupakan perkalian dari nilai dengan bobot kriteria.

Berdasarkan contoh pada tahap sebelumnya, nilai bobot masing-masing merek

mobil dapat kita hitung sebagai berikut:

No. Kriteria Mobil

Merek A

Mobil

Merek B

Mobil

Merek C

1. Kenyamanan dan Keselamatan 90 90 100

2. Spesifikasi Mesin 64 56 64

3. Kapasitas Penumpang 56 56 56

4. Penggunaan Bahan Bakar 42 24 30

5. Servis Purnajual 40 30 25

6. Harga Mobil 32 28 36

Jumlah Nilai Bobot 324 284 311

Page 9: print hal 6-13

9

Tahap 6: Memilih Alternatif

Setelah kita menganalisis semua alternatif solusi, langkah berikutnya

adalah menentukan satu alternatif solusi. Contoh pemilihan mobil operasional

kantor di atas, berdasarkan perhitungan nilai bobot pada tabel sebelumnya maka

alternatif mobil terbaik bagi organisasi adalah Mobil merek A. Alasan pemilihan

Mobil Merek A karena mempunyai nilai bobot paling tinggi yaitu 324.

Selanjutnya, untuk perolehan Mobil Merek A tersebut terdapat beberapa

cara yang dapat dilakukan organisasi. Diantaranya organisasi dapat membeli

secara tunai, membeli secara kredit, atau bahkan cukup dengan menyewa. Untuk

menentukan cara mana yang paling menguntungkan bagi organisasi, kita dapat

melakukan analisis lebih lanjut. Salah satu teknik analisis yang dapat kita gunakan

adalah dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis).

Masing-masing cara perolehan mobil operasional kita analisis manfaat maupun

biayanya. Selanjutnya kita hitung rasio antara manfaat dan biaya tersebut. Jadi

rumus rasionya adalah manfaat dibagi biaya. Cara perolehan yang terpilih adalah

yang mempunyai rasio paling besar.

Contoh analisis cara perolehan mobil operasional kantor di atas adalah

pertama kita menghitung manfaat. Manfaat yang diperoleh untuk masing-masing

cara perolehan adalah sama. Misalnya kita beri nilai skala manfaatnya 10. Kedua

kita menghitung biaya. Biaya untuk masing-masing cara perolehan berbeda.

Untuk pembelian tunai aspek biaya yang perlu dipertimbangkan adalah harga

perolehan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan selama masa pemakaian mobil,

biaya penyusutan mobil, dan lain-lain. Perolehan secara kredit biaya yang muncul

adalah uang muka, cicilan ditambah bunga yang dibebankan selama masa cicilan,

biaya asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain-lain. Perolehan

secara sewa, biayanya meliputi biaya sewa, biaya pemeliharan, dan lain-lain.

Untuk lebih menyederhanakan kita dapat membuat nilai skala biaya ini misalnya 1

sampai dengan 10. Semakin tinggi biayanya nilai skalanya semakin besar.

Misalnya setelah dihitung cara perolehan dengan pembelian tunai nilai skala

biayanya 5, pembelian kredit 8, sewa 6. Berdasarkan data ini, kita dapat

menghitung rasio biaya manfaatnya.

Page 10: print hal 6-13

10

No. Cara Perolehan Nilai manfaat Nilai biaya Rasio Biaya

Manfaat

1. Pembelian tunai 10 5 2

2. Pembelian kredit 10 8 1.25

3. Sewa 10 6 1,67

Berdasarkan tabel di atas, maka cara perolehan mobil operasional kantor merek A

adalah dengan cara pembelian tunai karena memiliki rasio biaya manfaat paling

tinggi.

Tahap 7: Implementasi Alternatif

Tahap berikutnya setelah pemilihan alternatif solusi terbaik adalah

mengimplementasikannya. Contoh perolehan mobil operasional di atas adalah kita

melaksanakan perolehan mobil merek A dengan cara pembelian tunai.

Tahap 8: Evaluasi Efektivitas Keputusan

Tahap terakhir dalam proses pengambilan keputusan adalah mengevaluasi

hasil dari keputusan yang telah diambil. Kita perlu mengevaluasi apakah alternatif

solusi yang kita ambil telah mampu menyelesaikan masalah yang ada? Kalau

ternyata masalah belum terselesaikan, kita harus evaluasi dan analisis kembali

pada bagian mana terdapat kesalahan dalam analisis. Apabila dirasa perlu kita

dapat mulai kembali dari awal proses pengambilan keputusan ini.

Carnegie Model

Model lain selain model rasional dalam pengambilan keputusan adalah model

Carnegie. Model ini memperkenalkan asumsi yang lebih realistik dalam proses

pengambilan keputusan. Beberapa asumsi pada model rasional dibuat lebih

realistik. Diantaranya adalah satisficing, bounded rationality, dan organizational

coalitions.

Page 11: print hal 6-13

11

Satisficing dilakukan untuk mengurangi biaya yang diperlukan dalam

memperoleh informasi. Model ini menggunakan informasi yang terbatas dalam

mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif solusi. Dengan keterbatasan

informasi, pembuat keputusan memuaskan diri dengan informasi yang ada dan

konsekuensinya alternatif solusi menjadi lebih terbatas.

Model rasional mengasumsikan manajer mempunyai kapasitas intelektual

untuk mengevaluasi semua alternatif solusi. Berbeda dengan model rasional,

model ini mengasumsikan adanya bounded rationality. Dalam asumsi ini, manajer

mempunyai kapasitas terbatas untuk memproses informasi.

Model rasional mengesampingkan preferensi dan nilai yang diyakini

pengambil keputusan. Sebaliknya model ini mengakui adanya preferensi dan nilai

yang diyakini oleh pengambil keputusan. Model ini memandang organisasi

sebagai koalisi dari berbagai kepentingan. Oleh karena itu, model ini menawarkan

organizational coalitions. Solusi yang dipilih adalah hasil dari kompromi, tawar

menawar, dan akomodasi antar koalisi.

Perbedaan antara model rasional dan model carnegie dalam pengambilan

keputusan dapat dilihat pada tabel berikut:

Model Rasional Model Carnegie

Informasi tersedia Informasi terbatas

Pengambilan keputusan adalah costless Pengambilan keputusan costly

Pengambilan keputusan bebas nilai Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh

preferensi dan nilai pengambil keputusan

Rentang penuh dari alternatif yang

mungkin

Rentang terbatas dari alternatif yang

dihasilkan

Solusi yang dipilih berdasarkan

perjanjian kesepakatan

Solusi dipilih berdasarkan kompromi,

tawar menawar, dan akomodasi antar

koalisi

Solusi yang dipilih adalah paling baik

bagi organisasi

Solusi yang dipilih adalah memuaskan

organisasi

Sumber: Gareth R. Jones, Organizational Theory, Design, and Change, 2012.

Page 12: print hal 6-13

12

Incrementalist Model

Pada model ini, pengambil keputusan memilih alternatif tindakan yang sedikit

atau secara inkremental berbeda dari sebelumnya, jadi mengurangi peluang

membuat kesalahan. Manajer mengoreksi atau menghindari kesalahan melalui

keberhasilan dari perubahan inkremental.

Unstructured Model

Model ini menggambarkan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada

lingkungan dengan tingkat ketidakpastian tinggi. Model pengambilan keputusan

ini dikembangkan oleh Henry Mintzberg dan rekan-rekan.

Beberapa hal yang menjadi poin penting dari model ini adalah pertama,

model ini mengakui adanya ketidakpastian di lingkungan organisasi. Kedua,

pengambil keputusan akan memikirkan kembali alternatif solusi yang sudah

diambil ketika mereka menghadapi hambatan atas alternatif tersebut. Ketiga,

proses pengambilan keputusan bukanlah suatu proses linier dan berurutan.

Keempat, model ini mencoba menjelaskan bagaimana organisasi membuat

keputusan yang bersifat tidak terprogram.

Garbage Can Model

Model pengambilan keputusan ini memandang pengambilan keputusan sebagai

proses tidak terstruktur atau bahkan ekstrim. Pendekatan yang digunakan dalam

proses pengambilan keputusan dimulai dari sisi solusi bukan dari sisi masalah.

Dengan kata lain, pengambil keputusan mungkin mengajukan solusi pada masalah

yang tidak ada sekarang ini. Mereka menciptakan masalah yang dapat dipecahkan

dengan solusi yang tersedia.

Model ini berupaya menciptakan peluang pengambilan keputusan yang

mereka dapat pecahkan sendiri didasarkan pada kompetensi dan skill yang

dimiliki. Contoh: bagaimana mendapatkan konsumen baru, bagaimana

menurunkan biaya produksi, bagaimana membuat inovasi produk, dan lain-lain.

Page 13: print hal 6-13

13

Ketika organisasi menghadapi masalah baru yang dibuat sendiri, mereka

mencoba menemukan solusi berdasarkan identifikasi lingkungan atau operasional

internal organisasi. Tim-tim yang dibentuk menjadi koalisi akan mengajukan

solusi sendiri-sendiri. Koalisi yang berbeda kemungkinan akan menghasilkan

alternatif berbeda. Pemilihan alternatif tergantung pada definisi orang atau

kelompok terhadap situasi sekarang yang mereka yakini. Jadi proses pengambilan

keputusan mencoba meleburkan masalah, solusi, dan tim/kelompok atau orang

untuk tindakan organisasi.

Penutup Pembahasan mengenai upaya untuk meningkatkan kemampuan

pengambilan keputusan ini mengakhiri pembahasan penulis mengenai salah satu

kompetensi yang ada dalam kamus kompetensi Departemen Keuangan yaitu in-

depth problem solving and analisis. Penulis berharap mudah-mudahan

pembahasan dalam serangkaian tulisan ini dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai

suatu kompetensi yang bersifat ketrampilan, tentunya perlu terus diasah dengan

latihan secara terus menerus. Oleh karena itu, penulis berharap para pembaca yang

ingin meningkatkan kompetensi ini dapat terus berlatih. Penulis ucapkan selamat

berlatih terus dan mudah-mudahan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari baik di kantor maupun lingkungan lainnya sehingga mampu meningkatkan

kinerja dan melahirkan prestasi. Selamat berlatih dan berprestasi.

Daftar Rujukan

.... 2007. Kamus Kompetensi. Departemen Keuangan Republik Indonesia.

---. 2008. Modul pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Lembaga Administrasi Negara, Jakarta

Gaspersz, Vincent dan Avanti Fontana. 2011. Integrated Management Problem Solving Panduan bagi Praktisi Bisnis dan Industri. Penerbit Vinchristo Publication, Bogor.

Jones, Gareth R. 2012. Organizational Theory, Design, and Change. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Page 14: print hal 6-13

14

Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert Jr.. 1995. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. Prentice Hall, Inc., A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey.

Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2012. Management. Pearson Education Limited, Edinburgh Case, Harlow, Essex CM20 2JE, England.