print hal 6-13
DESCRIPTION
jkTRANSCRIPT
1
MENINGKATKAN KEMAMPUAN DECISION
MAKING Oleh: Hindri Asmoko1
Decision making (pengambilan keputusan) merupakan suatu hal yang
sudah biasa kita lakukan dalam kehidupan ini. Setiap hari kita melakukan proses
ini. Ada keputusan yang mudah dan cepat kita buat, tetapi terkadang perlu
berpikir lama untuk menentukannya. Ada keputusan yang kita lakukan dengan
sadar tetapi banyak juga keputusan yang seolah terjadi spontan dan refleks.
Proses pengambilan keputusan kita lakukan di mana saja, di rumah, di
kantor, atau di lingkungan lainnya. Ketika di pagi hari kita mau siap-siap
berangkat ke kantor, kita harus mengambil keputusan mau sarapan pagi atau tidak.
Mau berangkat ke kantor kita memutuskan naik apa? Bawa mobil sendiri atau
naik kendaraan umum. Kalau naik kendaraan umum, kita mau naik apa? Taksi,
kereta, bus, atau moda transportasi lain. Di kantorpun kita harus membuat
keputusan. Bagaimana kalau penjualan mengalami tren penurunan, ongkos
produksi naik, produktivitas pegawai menurun, penerimaan pajak di kantor ada
kemungkinan tidak tercapai, dan sebagainya. Demikianlah masih banyak hal lain
yang setiap saat harus kita putuskan.
Tulisan ini akan menguraikan mengenai proses pengambilan keputusan.
Harapannya kita dapat mengambil keputusan yang tepat baik untuk kepentingan
individu maupun kepentingan organisasi. Tulisan ini merupakan bagian penutup
dari serangkaian tulisan sebelumnya yang mencoba membedah kompetensi in-
depth problem solving and analysis. Oleh karena itu, kepada pembaca yang belum
sempat membaca tulisan sebelumnya, silahkan untuk membaca tulisan tersebut
agar lebih mudah merangkaikan dengan tulisan ini.
1 Penulis adalah Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Kepemimpinan, Pusdiklat Pengembangan SDM, BPPK, Magelang
2
Pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari dua bagian. Kedua bagian
tersebut adalah Pengertian Pengambilan Keputusan dan Model Pengambilan
Keputusan.
Pengertian Pengambilan Keputusan
Stoner, dkk (1995) menyatakan pembuatan keputusan – mengidentifikasi
dan memilih serangkaian tindakan untuk menghadapi masalah tertentu atau
mengambil keuntungan dari suatu kesempatan – adalah bagian penting dari
pekerjaan setiap manajer. Robbin dan Coulter (2012) mengemukakan manajer
pada setiap tingkatan dan di semua area organisasi membuat keputusan. Mereka
membuat pilihan. Misalnya, manajer level atas membuat keputusan menyangkut
tujuan organisasi, manajer level menengah dan bawah membuat keputusan
mengenai jadwal produksi, masalah kualitas produk, dan lain-lain.
Jones (2012) menjelaskan pengambilan keputusan organisasi adalah
proses untuk merespon suatu masalah dengan cara mencari dan memilih suatu
solusi atau tindakan yang akan menciptakan nilai bagi stakeholder organisasi.
Kepner-Tregoe dalam Modul Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
(2008) menyatakan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses
memilih tindakan dari beberapa alternatif untuk mencapai tujuan/sasaran.
Pengambilan keputusan dalam Kamus Kompetensi Departemen keuangan
(2007) merupakan bagian dari kompetensi in-depth problem solving and analysis.
Lebih lanjut dalam kamus kompetensi tersebut, kompetensi pemecahan dan
analisis masalah dijelaskan sebagai berikut;
Pemecahan dan Analisis Masalah Memecahkan masalah yang sulit melalui evaluasi yang seksama dan sistematis terhadap informasi, alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. Orang-orang yang kompeten, secara mendalam mampu menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah-masalah yang sulit. Mereka mempertimbangkan banyak sumber informasi, secara sistematis mengolah dan mengevaluasi informasi dengan membandingkan berbagai arah tindakan, dan secara hati-hati mendiskusikannya sebelum membuat keputusan akhir.
3
Penjelasan dalam kamus kompetensi di atas menunjukkan beberapa poin penting
dari kemampuan dalam pengambilan keputusan, yaitu
1. kemampuan mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah;
2. kemampuan mengembangkan alternatif pemecahan masalah;
3. kemampuan mengambil keputusan atas alternatif yang ada;
Untuk menjadi pengambil keputusan yang sukses, Gaspersz dan Fontana
(2011) mengemukakan beberapa tips:
1. Jangan takut masalah dan jangan menyatakan “kita tidak mempunyai masalah”. Masalah ada di mana-mana.
2. Selalu gunakan data yang dikumpulkan melalui pengukuran yang akurat. 3. Pelajari alat-alat manajemen untuk menyelesaikan masalah. 4. Tingkatkan kemampuan teknikal melalui keahlian khusus, teknik, dan triks. 5. Selalu ikuti langkah-langkah sistematik dalam solusi masalah. 6. Jangan mau diperdaya oleh solusi menarik yang ditampilkan. 7. Jangan pernah mencari “kambing hitam” atau menyalahkan sehingga
masalah tidak terselesaikan. 8. Jangan pernah menyalahkan situasi dan kondisi, tetapi kondisikan diri
Anda pada situasi dan waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Chaudhry dalam Gaspersz dan Fontana (2011) menyatakan untuk menjadi seorang
problem-solver yang berhasil, seseorang harus memiliki 10 karakter kualitas yaitu
kreatif, berkarakter pemimpin, analitikal, terstruktur, sistematik, intuitif, kritis,
informatif, synthesizer, dan berorientasi tim.
Model Pengambilan Keputusan Terdapat beberapa model dalam pengambilan keputusan. Jones (2012)
mengemukakan beberapa model pengambilan keputusan yaitu rational model,
Carnegie model, incrementalist model, unstructured model, dan garbage can
model. Masing-masing model diuraikan di bawah ini.
Rational Model
Stoner, dkk. (1995) menyatakan dalam model rasional pengambilan keputusan,
manajer memberi bobot pilihan yang tersedia dan menghitung tingkat risiko
4
optimal. Lebih lanjut, Stoner menjelaskan model ini berguna dalam membuat
keputusan tidak terprogram. Manajer yang menggunakan pendekatan rasional,
intelijen, dan sistematik lebih besar kemungkinannya untuk menghasilkan
penyelesaian bermutu tinggi.
Proses pengambilan keputusan dengan model rasional menurut Stoner,
dkk. (1995) meliputi empat tahapan yaitu tahap pertama pengamatan situasi, tahap
kedua kembangkan alternatif, tahap ketiga mengevaluasi alternatif dan memilih
yang terbaik, dan tahap keempat implementasikan keputusan dan monitor hasil.
Jones (2012) menyatakan langkah pengambilan keputusan model ini terdiri dari
tiga langkah yaitu langkah pertama mengidentifikasi masalah yang perlu
dipecahkan, langkah kedua merancang dan mengembangkan serangkaian
alternatif solusi atau tindakan untuk memecahkan masalah, dan langkah ketiga
membandingkan konsekuensi dari setiap alternatif, memutuskan solusi atau
tindakan yang paling baik, dan mengimplementasikannya. Robins (2012)
mengemukakan langkah pengambilan keputusan model ini meliputi identifikasi
masalah, identifikasi kriteria keputusan, identifikasi bobot kriteria keputusan,
mengembangkan alternatif, analisis alternatif, memilih alternatif, dan
mengimplementasikan alternatif terpilih.
Jones (2012) menyatakan model rasional dalam pengambilan keputusan
menggunakan beberapa asumsi. Asumsi pertama, pengambil keputusan
mempunyai semua informasi yang mereka butuhkan. Asumsi kedua, pembuat
keputusan dapat mengambil keputusan paling baik. Asumsi ketiga, pengambil
keputusan menyetujui apa yang akan dilakukan.
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan model rasional ini dapat
dilihat pada Gambar 1. Penjelasan masing-masing tahapan pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut.
Tahap 1: Identifikasi Masalah
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah kita mengidentifikasi
masalah. Dengan mengenali masalah yang dihadapi oleh organisasi kita dapat
menganalisis lebih lanjut untuk memecahkannya.
5
Gambar 1. Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan Model Rasional Sumber: Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Management Eleventh Edition, 2012, hal.
207
Proses merumuskan masalah sampai dengan mengidentifikasi masalah
sudah penulis paparkan secara panjang lebar pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Identifikasi Masalah
Identifikasi Kriteria Keputusan
Alokasi Bobot Kriteria
Mengembangkan alternatif
Evaluasi Efektivitas Keputusan
Memilih Alternatif
Implementasi Alternatif
Analisis Alternatif
6
Oleh karena itu, tahap 1 ini penulis tidak mengupas lebih lanjut. Pembaca dapat
membaca kembali tulisan-tulisan sebelumnya.
Tahap 2: Identifikasi Kriteria Keputusan
Pada tahap ini kita menentukan kriteria apa yang diperlukan untuk keputusan yang
akan diambil. Kepner dan Tregoe menyebutnya sebagai persyaratan pemilihan
dan membagi kriteria dalam dua bagian yaitu kriteria wajib (keharusan) dan
kriteria keinginan. Kriteria keharusan mempunyai ciri mutlak, terukur, dan
realistis. Kriteria keharusan bersifat wajib ada dan harus dipenuhi. Kriteria
keinginan bersifat relatif artinya digunakan untuk memilih mana alternatif yang
paling mendekati keinginan organisasi. Contoh: kriteria yang kita tetapkan untuk
pengadaan kebutuhan mobil operasional kantor. Beberapa kriteria diantaranya
kenyamanan dan keselamatan mobil, kapasitas penumpang, spesifikasi mesin,
penggunaan bahan bakar, eksterior mobil, interior mobil, servis purnajual, harga
dan sebagainya.
Tahap 3: Alokasi Bobot Kriteria
Langkah ketiga adalah kita menentukan bobot kriteria yang telah kita tentukan
pada tahap 2. Bobot kriteria untuk kebutuhan mobil operasional misalnya:
Kenyamanan dan keselamatan : 10
Spesifikasi mesin : 8
Kapasitas penumpang : 7
Penggunaan bahan bakar : 6
Servis purnajual : 5
Harga Mobil : 4
Tahap 4: Mengembangkan Alternatif
Pada tahap ini kita mengembangkan alternatif solusi atau tindakan untuk
memecahkan masalah yang ada. Kita dapat menggunakan teknik brainstorming
untuk mengembangkan alternatif solusi sebanyak-banyaknya. Brainstorming
merupakan teknik pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang di
7
dalamnya individu atau anggota kelompok mencoba meningkatkan kreativitas
dengan mengajukan alternatif secara spontan tanpa memperhatikan kenyataan
atau tradisi (Stoner, 1995). Contoh alternatif solusi untuk kebutuhan mobil
operasional, kita dapat memilih diantara berbagai merek mobil yang telah
memenuhi spesifikasi yang telah kita tentukan. Misalnya Mobil Merek A, Merek
B, Merek C, dan sebagainya. Demikian juga cara perolehan mobil operasional
tersebut, kita dapat memperoleh mobil dengan cara membeli tunai, menyewa, atau
leasing.
Pada tahap pengembangan alternatif solusi atau tindakan ini, kita tidak
perlu membatasi alternatif solusi yang diajukan oleh individu atau kelompok.
Sebanyak-banyaknya alternatif solusi akan semakin menunjukkan kreativitas kita
dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
Untuk contoh kebutuhan mobil operasional kantor di atas, masing-masing
merek mobil kita beri nilai untuk setiap kriteria. Penentuan nilai dalam contoh ini
kita menggunakan nilai skala 1-10. Misalkan nilai masing-masing merk mobil
tersebut adalah sebagai berikut:
No. Kriteria Mobil
Merek A
Mobil
Merek B
Mobil
Merek C
1. Kenyamanan dan Keselamatan 9 9 10
2. Spesifikasi Mesin 8 7 8
3. Kapasitas Penumpang 8 8 8
4. Penggunaan Bahan Bakar 7 4 5
5. Servis Purnajual 8 6 5
6. Harga Mobil 8 7 9
Tahap 5: Analisis Alternatif
Setelah kita mengembangkan alternatif solusi, langkah selanjutnya adalah
menganalisis setiap alternatif yang ada untuk menentukan alternatif mana yang
akan kita pilih. Pemilihan alternatif terbaik dilakukan dalam rangka memilih
8
alternatif yang paling menguntungkan bagi organisasi. Oleh karena itu perlu
dipertimbangkan berbagai hal diantaranya pertama aspek manfaat atau
keuntungan bagi organisasi. Alternatif yang memberikan manfaat paling besar
tentunya mendapat skor tinggi untuk dipilih. Aspek kedua adalah efektivitas.
Alternatif solusi dikatakan efektif apabila mampu menyelesaikan masalah dan
memberikan nilai tambah bagi organisasi. Aspek ketiga adalah kemudahan
pelaksanaan. Apakah mungkin alternatif solusi yang kita ajukan dapat
dilaksanakan atau tidak. Aspek berikutnya adalah biaya. Alternatif solusi yang
biayanya rendah mempunyai skor tinggi. Dengan mempertimbangkan berbagai
faktor tersebut, kita akan dapat menentukan alternatif solusi mana yang terbaik
bagi organisasi.
Contoh lanjutan dari pembelian mobil di atas, analisis dalam menentukan
merek mobil mana yang paling baik, kita lakukan dengan menghitung nilai bobot
dari masing-masing merek. Penggunaan nilai bobot kita lakukan karena masing-
masing kriteria mempunyai bobot yang berbeda. Apabila bobot dari masing-
masing kriteria sama, kita tidak perlu menghitung nilai bobot. Kita cukup
menjumlahkan nilai dari semua kriteria.
Nilai bobot merupakan perkalian dari nilai dengan bobot kriteria.
Berdasarkan contoh pada tahap sebelumnya, nilai bobot masing-masing merek
mobil dapat kita hitung sebagai berikut:
No. Kriteria Mobil
Merek A
Mobil
Merek B
Mobil
Merek C
1. Kenyamanan dan Keselamatan 90 90 100
2. Spesifikasi Mesin 64 56 64
3. Kapasitas Penumpang 56 56 56
4. Penggunaan Bahan Bakar 42 24 30
5. Servis Purnajual 40 30 25
6. Harga Mobil 32 28 36
Jumlah Nilai Bobot 324 284 311
9
Tahap 6: Memilih Alternatif
Setelah kita menganalisis semua alternatif solusi, langkah berikutnya
adalah menentukan satu alternatif solusi. Contoh pemilihan mobil operasional
kantor di atas, berdasarkan perhitungan nilai bobot pada tabel sebelumnya maka
alternatif mobil terbaik bagi organisasi adalah Mobil merek A. Alasan pemilihan
Mobil Merek A karena mempunyai nilai bobot paling tinggi yaitu 324.
Selanjutnya, untuk perolehan Mobil Merek A tersebut terdapat beberapa
cara yang dapat dilakukan organisasi. Diantaranya organisasi dapat membeli
secara tunai, membeli secara kredit, atau bahkan cukup dengan menyewa. Untuk
menentukan cara mana yang paling menguntungkan bagi organisasi, kita dapat
melakukan analisis lebih lanjut. Salah satu teknik analisis yang dapat kita gunakan
adalah dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis).
Masing-masing cara perolehan mobil operasional kita analisis manfaat maupun
biayanya. Selanjutnya kita hitung rasio antara manfaat dan biaya tersebut. Jadi
rumus rasionya adalah manfaat dibagi biaya. Cara perolehan yang terpilih adalah
yang mempunyai rasio paling besar.
Contoh analisis cara perolehan mobil operasional kantor di atas adalah
pertama kita menghitung manfaat. Manfaat yang diperoleh untuk masing-masing
cara perolehan adalah sama. Misalnya kita beri nilai skala manfaatnya 10. Kedua
kita menghitung biaya. Biaya untuk masing-masing cara perolehan berbeda.
Untuk pembelian tunai aspek biaya yang perlu dipertimbangkan adalah harga
perolehan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan selama masa pemakaian mobil,
biaya penyusutan mobil, dan lain-lain. Perolehan secara kredit biaya yang muncul
adalah uang muka, cicilan ditambah bunga yang dibebankan selama masa cicilan,
biaya asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain-lain. Perolehan
secara sewa, biayanya meliputi biaya sewa, biaya pemeliharan, dan lain-lain.
Untuk lebih menyederhanakan kita dapat membuat nilai skala biaya ini misalnya 1
sampai dengan 10. Semakin tinggi biayanya nilai skalanya semakin besar.
Misalnya setelah dihitung cara perolehan dengan pembelian tunai nilai skala
biayanya 5, pembelian kredit 8, sewa 6. Berdasarkan data ini, kita dapat
menghitung rasio biaya manfaatnya.
10
No. Cara Perolehan Nilai manfaat Nilai biaya Rasio Biaya
Manfaat
1. Pembelian tunai 10 5 2
2. Pembelian kredit 10 8 1.25
3. Sewa 10 6 1,67
Berdasarkan tabel di atas, maka cara perolehan mobil operasional kantor merek A
adalah dengan cara pembelian tunai karena memiliki rasio biaya manfaat paling
tinggi.
Tahap 7: Implementasi Alternatif
Tahap berikutnya setelah pemilihan alternatif solusi terbaik adalah
mengimplementasikannya. Contoh perolehan mobil operasional di atas adalah kita
melaksanakan perolehan mobil merek A dengan cara pembelian tunai.
Tahap 8: Evaluasi Efektivitas Keputusan
Tahap terakhir dalam proses pengambilan keputusan adalah mengevaluasi
hasil dari keputusan yang telah diambil. Kita perlu mengevaluasi apakah alternatif
solusi yang kita ambil telah mampu menyelesaikan masalah yang ada? Kalau
ternyata masalah belum terselesaikan, kita harus evaluasi dan analisis kembali
pada bagian mana terdapat kesalahan dalam analisis. Apabila dirasa perlu kita
dapat mulai kembali dari awal proses pengambilan keputusan ini.
Carnegie Model
Model lain selain model rasional dalam pengambilan keputusan adalah model
Carnegie. Model ini memperkenalkan asumsi yang lebih realistik dalam proses
pengambilan keputusan. Beberapa asumsi pada model rasional dibuat lebih
realistik. Diantaranya adalah satisficing, bounded rationality, dan organizational
coalitions.
11
Satisficing dilakukan untuk mengurangi biaya yang diperlukan dalam
memperoleh informasi. Model ini menggunakan informasi yang terbatas dalam
mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif solusi. Dengan keterbatasan
informasi, pembuat keputusan memuaskan diri dengan informasi yang ada dan
konsekuensinya alternatif solusi menjadi lebih terbatas.
Model rasional mengasumsikan manajer mempunyai kapasitas intelektual
untuk mengevaluasi semua alternatif solusi. Berbeda dengan model rasional,
model ini mengasumsikan adanya bounded rationality. Dalam asumsi ini, manajer
mempunyai kapasitas terbatas untuk memproses informasi.
Model rasional mengesampingkan preferensi dan nilai yang diyakini
pengambil keputusan. Sebaliknya model ini mengakui adanya preferensi dan nilai
yang diyakini oleh pengambil keputusan. Model ini memandang organisasi
sebagai koalisi dari berbagai kepentingan. Oleh karena itu, model ini menawarkan
organizational coalitions. Solusi yang dipilih adalah hasil dari kompromi, tawar
menawar, dan akomodasi antar koalisi.
Perbedaan antara model rasional dan model carnegie dalam pengambilan
keputusan dapat dilihat pada tabel berikut:
Model Rasional Model Carnegie
Informasi tersedia Informasi terbatas
Pengambilan keputusan adalah costless Pengambilan keputusan costly
Pengambilan keputusan bebas nilai Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
preferensi dan nilai pengambil keputusan
Rentang penuh dari alternatif yang
mungkin
Rentang terbatas dari alternatif yang
dihasilkan
Solusi yang dipilih berdasarkan
perjanjian kesepakatan
Solusi dipilih berdasarkan kompromi,
tawar menawar, dan akomodasi antar
koalisi
Solusi yang dipilih adalah paling baik
bagi organisasi
Solusi yang dipilih adalah memuaskan
organisasi
Sumber: Gareth R. Jones, Organizational Theory, Design, and Change, 2012.
12
Incrementalist Model
Pada model ini, pengambil keputusan memilih alternatif tindakan yang sedikit
atau secara inkremental berbeda dari sebelumnya, jadi mengurangi peluang
membuat kesalahan. Manajer mengoreksi atau menghindari kesalahan melalui
keberhasilan dari perubahan inkremental.
Unstructured Model
Model ini menggambarkan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada
lingkungan dengan tingkat ketidakpastian tinggi. Model pengambilan keputusan
ini dikembangkan oleh Henry Mintzberg dan rekan-rekan.
Beberapa hal yang menjadi poin penting dari model ini adalah pertama,
model ini mengakui adanya ketidakpastian di lingkungan organisasi. Kedua,
pengambil keputusan akan memikirkan kembali alternatif solusi yang sudah
diambil ketika mereka menghadapi hambatan atas alternatif tersebut. Ketiga,
proses pengambilan keputusan bukanlah suatu proses linier dan berurutan.
Keempat, model ini mencoba menjelaskan bagaimana organisasi membuat
keputusan yang bersifat tidak terprogram.
Garbage Can Model
Model pengambilan keputusan ini memandang pengambilan keputusan sebagai
proses tidak terstruktur atau bahkan ekstrim. Pendekatan yang digunakan dalam
proses pengambilan keputusan dimulai dari sisi solusi bukan dari sisi masalah.
Dengan kata lain, pengambil keputusan mungkin mengajukan solusi pada masalah
yang tidak ada sekarang ini. Mereka menciptakan masalah yang dapat dipecahkan
dengan solusi yang tersedia.
Model ini berupaya menciptakan peluang pengambilan keputusan yang
mereka dapat pecahkan sendiri didasarkan pada kompetensi dan skill yang
dimiliki. Contoh: bagaimana mendapatkan konsumen baru, bagaimana
menurunkan biaya produksi, bagaimana membuat inovasi produk, dan lain-lain.
13
Ketika organisasi menghadapi masalah baru yang dibuat sendiri, mereka
mencoba menemukan solusi berdasarkan identifikasi lingkungan atau operasional
internal organisasi. Tim-tim yang dibentuk menjadi koalisi akan mengajukan
solusi sendiri-sendiri. Koalisi yang berbeda kemungkinan akan menghasilkan
alternatif berbeda. Pemilihan alternatif tergantung pada definisi orang atau
kelompok terhadap situasi sekarang yang mereka yakini. Jadi proses pengambilan
keputusan mencoba meleburkan masalah, solusi, dan tim/kelompok atau orang
untuk tindakan organisasi.
Penutup Pembahasan mengenai upaya untuk meningkatkan kemampuan
pengambilan keputusan ini mengakhiri pembahasan penulis mengenai salah satu
kompetensi yang ada dalam kamus kompetensi Departemen Keuangan yaitu in-
depth problem solving and analisis. Penulis berharap mudah-mudahan
pembahasan dalam serangkaian tulisan ini dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai
suatu kompetensi yang bersifat ketrampilan, tentunya perlu terus diasah dengan
latihan secara terus menerus. Oleh karena itu, penulis berharap para pembaca yang
ingin meningkatkan kompetensi ini dapat terus berlatih. Penulis ucapkan selamat
berlatih terus dan mudah-mudahan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari baik di kantor maupun lingkungan lainnya sehingga mampu meningkatkan
kinerja dan melahirkan prestasi. Selamat berlatih dan berprestasi.
Daftar Rujukan
.... 2007. Kamus Kompetensi. Departemen Keuangan Republik Indonesia.
---. 2008. Modul pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Lembaga Administrasi Negara, Jakarta
Gaspersz, Vincent dan Avanti Fontana. 2011. Integrated Management Problem Solving Panduan bagi Praktisi Bisnis dan Industri. Penerbit Vinchristo Publication, Bogor.
Jones, Gareth R. 2012. Organizational Theory, Design, and Change. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
14
Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert Jr.. 1995. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. Prentice Hall, Inc., A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey.
Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2012. Management. Pearson Education Limited, Edinburgh Case, Harlow, Essex CM20 2JE, England.