profil peres e pan dan ev aluasi interaks i obat ... · pdf fileprofil peresepan dan evaluasi...
TRANSCRIPT
PROFIL PERESEPAN DAN EVALUASI INTERAKSI OBAT
ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI
RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH
YOGYAKARTA TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fitriani
NIM : 028114109
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Jika kamu merasa lelah dan tidak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia,Tuhan tau betapa keras engkau berusaha
Ketika kamu memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi, Tuhan sudah membuka mata dan memanggil namamu . . . . .
Tidak penting berapa kali anda jatuh tetapi yang penting adalah berapa kali anda bangkit kembali (Abraham Lincoln)
Kupersembahkan Skripsiku ini kepada:
Yesus Kristus & Bunda Maria atas bimbingan dan kasih-Nya Bapak dan Mama tercinta sebagai bakti dan penghargaanku
Saudara-saudaraku tersayang Mas Anto terkasih dan Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugerah dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PROFIL PERESEPAN DAN EVALUASI INTERAKSI
OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI
RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN
2005”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
kepada penulis.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes yang telah membimbing dan memberikan
kritik dan saran kepada penulis.
3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan
saran kepada penulis.
4. Seluruh staf rekam medik di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
5. Bapak dan Mama untuk kasih sayang, doa tulus, dukungan dan
kepercayaannya yang selalu bisa meyakinkan penulis untuk melakukan yang
terbaik.
6. Saudara-saudara penulis: Bang Agus, Ce Emi dan Petro, Veri, Devi atas doa
dan dukungan serta sukacita yang diberikan.
7. Saudara- saudaraku atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
8. Kak Veron, Bastian, kak Berta atas semua jasanya dalam memulai kehidupan
di Yogyakarta
9. Seluruh keluarga Mas Anto untuk dukungannya selama ini.
10. Indri Novianto atas doa, perhatian, bantuan serta pengalaman hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
11. Saudara-saudaraku Linda Yunita, Linda Bor, Wiwi, Siska, Fina, Tupix, Hen
Gere, farah, Langatan atas semua kesempatan untuk lebih menikmati hidup.
12. Rendeng dan keluarga kecilnya atas semua bantuan, keceriaan dan dukungan
yang telah diberikan.
13. Teman-temanku Wira, Duma, Reni, Devi, Via, Tori, Erni, Ulin, Nia, Isna,
Tari, atas kebersamaan selama ini
14. Semua teman-teman praktikum kelompok D dan kelas B angkatan 2002 untuk
semua dukungan dan bantuan selama ini.
15. Teman-teman KKN: Nana, Wawan, Tomi, Datu, Mei, Inge.
16. Temen-temen kost: Idha, Vina, Sri, Kristin, Tiar, Dani, dan Semua orang
terdekat di hati yang dengan tulus mengiringi langkah kaki penulis, dahulu
dan sekarang, selalu dan selamanya.
17. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Yogyakarta, 18 Agustus 2007
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
INTISARI
Hipertensi merupakan kejadian yang sering terjadi pada lanjut usia dan merupakan salah satu risiko terjadinya komplikasi-komplikasi berupa penyakit stroke, jantung, diabetes melitus dan ginjal. Penelitian ini bertujuan mengetahui profil peresepan dan evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005. Tujuan khusus untuk mengetahui karakteristik pasien, golongan dan jenis obat antihipertensi, jumlah, cara pemberian obat, interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain.
Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik yang bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengambilan data dan tahap penyelesaian data.
Dari hasil penelitian diperoleh kasus hipertensi sebanyak 81 pasien,
berdasarkan umur terdapat 66,7% terjadi pada usia 65-≤75 tahun dan pada usia 76-≤90 tahun terdapat 30,9% serta pada umur diatas 91 tahun sebesar 2,5%. Dilihat dari jenis kelamin, jumlah wanita sebesar 61,8% dan laki-laki (38,3%). Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VII prehipertensi sebesar 7,4%, hipertensi tingkat 1 sebesar 24,7% dan hipertensi tingkat 2 sebesar 67,9%. Jenis penyakit yang banyak menyertai pasien adalah stroke (41,8%). Rata-rata pasien menginap selama 9 hari. Obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah ACE inhibitor (28,5%). Jumlah obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu tunggal sebesar 55,5%. Cara pemberian obat secara oral sebesar 90,9% sedangkan injeksi sebesar 9,1%. Interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi diuretik dan ACE inhibitor yaitu sebesar 25,9%. Interaksi obat antihipertensi dengan obat lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida sebanyak 28,6%.
Kata kunci : hipertensi, geriatri, profil peresepan, interaksi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Hypertension is incident commonly experienced by older people and one of the risks that result such stroke, heart attack, diabetes mellitus and kidney. This research aimed at knowing the prescription profile and the evaluation of antihypertension interaction in geriatric patient in Treatment Installation of Panti Rapih Hospital of Yogyakarta. The specific goal is to know the geriatric patient characteristics, medicines type and category, the amount of medicine, medicines taking method, the treatment duration and the interaction potential between antihypertension medicine and other antihypertension medicine and interaction between antihypertension medicine and other medicine
This research is an observational research with non analytical descriptive plan. The steps of the research covers collecting data and data analysis.
From the research, it can be obtained the case of hypertension consist of
eighty patients, based on the age, there are 66,7% for 65 - ≤75 years old patient, 30,9% % for 76 - ≤90 year old patient, 2,5% for above 91 years old consist of 38.3% men and 61.8% women. While based on the sex total male who suffer from the diseases were lesser than female. The classification of the hypertension based on the JNC VII was prehypertension (7,4%), hypertension level 1 (24.7%) and 67.9% in level 2. The type of hypertension experienced by the patients mostly include in stroke by 41.8%. Patients stay in the hospital 9 day on the overage The antihypertension drugs commonly used in was ACE inhibitor by 28.7%. Total antihypertension drugs largely used was single by 55.5%. Orally medicine given is 90.9% and 9.1% by injection. The most interaction happened between diuretic and ACE inhibitor are 25,9%.The most interaction between antihypertension medicine and other medicine happened between ACE inhibitor and antasida by 28,6%.
Keywords: hypertension, older, prescription profile, drugs interaction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... v
INTISARI ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 3
C. Keaslian Penelitian ..................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................... 6
A. Hipertensi ................................................................................... 6
1. Definisi ...................................................................................... 6
2. Penyebab .................................................................................. 7
3. Patofisiologi ............................................................................. 7
4. Manifestasi Klinis ..................................................................... 8
5. Diagnosis ................................................................................... 9
6.Tujuan dan Sasaran Pengobatan.................................................. 9
7. Strategi Terapi............................................................................ 10
B. Obat Antihipertensi .................................................................... 15
1. Diuretik ................................................................................ 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
2. Beta Bloker .......................................................................... 16
3. Vasodilator ........................................................................... 17
4. ACE Inhibitor ....................................................................... 17
5. Antagonis Kalsium ............................................................... 18
6. Antagonis Reseptor Angiotensin II .. .................................... 18
7. Antihipertensi Bekerja di Sentral .... ..................................... 19
C. Obat Non Antihipertensi ............................................................ 20
1. Obat Antihiperlipidemia ........................................................ 20
2. Obat Antiangina ..................................................................... 21
3. Obat Analgesik ...................................................................... 21
4. Obat Gout .............................................................................. 22
D. Penggunaan Obat Rasional ......................................................... 22
E. Geriatri ........................................................................................ 24
a. Farmakokinetika usia lanjut ................................................... 24
b. Perubahan farmakodinamik usia lanjut .................................. 26
C. Interaksi Obat ............................................................................. 27
1. Interaksi farmasetika .............................................................. 29
2. Interaksi farmakokinetika ...................................................... 29
3. Interaksi farmakodinamik ...................................................... 30
D. Keterangan Empiris .................................................................... 31
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. .. . 32
B. Definisi Operasional ................................................................ .. 32
C. Subyek Penelitian ....................................................................... 33
D. Bahan Penelitian ... ...................................................................... 33
E. Lokasi Penelitian ... ..................................................................... 34
F. Tata Cara Pengumpulan Data ..................................................... 34
G. Tata Cara Analisis Hasil ............................................................. 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 36
A. Gambaran Subjek Uji.................................................................. 36
1. Pasien ditinjau dari Jenis Kelamin .................... .................... 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
2. Pasien ditinjau dari Umur .. ................................................... 37
3. Klasifikasi Pasien berdasarkan JNC VII ............................ 38
4. Penyakit Lain yang Menyertai Pasien Hipertensi ................ 39
5. Lama perawatan pasien hipertensi geriatri .. ......................... 41
B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi .. ....................................... 43
1. Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi ... ........................... 43
2. Golongan dan Jenis Obat Non Antihipertensi ...................... 47
3. Jumlah Obat ......................................................................... 49
4. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi dengan Diagnosis ................................................................. 53
5. Cara pemberian obat ............................................................ 55
C. Evaluasi Interaksi Obat ....................................... ....................... 56
1. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat
Antihipertensi Lain .............................................................. 58
a. diuretik dan ACE inhibitor ............................................... 59
b. diuretika dan AH yang bekerja di sentral ......................... 59
c. diuretika dan β-bloker ...................................................... 59
d. diuretika dan antagonis kalsium ....................................... 59
e. diuretika dan antagonis reseptor angiotensin II ................ 59
f. ACE inhibitor dan AH yang bekerja di sentral ................ 60
g. ACE inhibitor dan antagonis kalsium ............................... 60
h ACE inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II ....... 60
i AH yang bekerja di sentral dan beta-bloker ..................... 60
j. AH yang bekerja di sentral dan antagonis kalsium .......... 61
k. AH bekerja disentral dan antagonis reseptor
angiotensin II .................................................................. 61
l. beta-bloker dan antagonis kalsium ................................... 61
m. beta-bloker dan antagonis reseptor angiotensin II .......... 61
n. antagonis kalsium dan antagonis reseptor angiotensin .... 62
2. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain ................. 62
a. ACE inhibitor dan antidiabetik ......................................... 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
b. ACE inhibitor dan antasida ............................................... 64
c. ACE inhibitor dan NSAIDs .............................................. 64
d. ACE inhibitor dan alupurinol ........................................... 65
e. loop diuretik dan NSAIDs ................................................ 65
f. loop diuretik dan kolestiramin ......................................... 66
g. beta-bloker dan antasida .................................................. 66
h. beta-bloker dan NSAIDs .................................................. 67
C. Rangkuman Pembahasan ............................................................. 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 69
A. Kesimpulan ................................................................................ 69
B. Saran ........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ... 71
LAMPIRAN ................................................................................................. . 74
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
I. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Pasien >18 Tahun
Menurut Joint National Committee VII ............... ………………… 6
II. Modifikasi Pola Hidup dalam Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut JNC VII.. ............................................................................ 11
III. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien dengan
Indikasi Penyulit Menurut JNC VII .... ............................................. 12
IV. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Proses Kinetika
pada Geriatri...................................................................................... 26
V. Distribusi Jenis Diagnosis Penyakit Lain yang menyertai Pasien
Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun
2005................................................................................................... 39
VI. Lama perawatan pasien hipertensi geriatri di instalasi
Rawat Inap RSPR tahun 2005........................................................... 42
VII. Distribusi Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi yang
digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Tahun 2005 ....................................................................................... 44
VIII. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Lain Berdasarkan Kelas Terapi
yang Digunakan di Instalasi RSPR Tahun 2005 ............................... 47
IX. Distribusi Jumlah Obat Antihipertensi yang Digunakan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005.............. 49
X. Distribusi Penggunaan Kombinasi tiga Golongan Obat Antihipertensi
pada Pasien Geriatri di Instalasi RSPR Tahun 2005 ....................... 52
XI. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi
Geriatri Menurut JNC VII ................................................................ 53
XII. Persentasi Cara Pemberian Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat
Inap RSPR Tahun 2005 .................................................................... 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
XIII. Distribusi Interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan
Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Tahun 2005 ....................................................................................... 56
XIV. Distribusi Interaksi Jenis Obat Anithipertensi dengan Jenis
Obat Antihipertensi di Instalasi RSPR Tahun 2005 ......................... 57
XV. Distribusi Interaksi dan Golongan Obat Antihipertensi
dengan Golongan Obat Lain di Instalasi Rawat Inap RSPR
Tahun 2005 ...................................................................................... 63
XVI. Distribusi Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain di
Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 ........................................... 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC VII ................................ 14
2. Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit panti Rapih tahun 2005 ..................................... 36
3. Distribusi Umur Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Tahun 2004 ......................................................... 38
4. Klasifikasi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan JNC VII di
Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005 .................................................. 39
7. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal
di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005 ............................ 50
8. Distribusi Penggunaan Kombinasi Dua Jenis Obat Antihipertensi
di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005.............................. 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Umur, Jenis kelamin, Diagnosis Penyakit, Lama Inap, Golongan
Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri Berdasarkan Rekam Medis
di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta tahun 2005 ....................... 74
2. Data Umum Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 .............................. 77
3. Daftar Diagnosa Kematian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .......................................................................................... 103
4. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ...... 104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan di
negara maju dan mempunyai angka kejadian yang tinggi di masyarakat. Hal ini
disebabkan karena kebiasaan makanan dan pola hidup sehari-hari. Hipertensi
cenderung meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang
mengarah ke pola hidup negara industri. Data penderita hipertensi masyarakat
Indonesia sesuai laporan WHO menunjukkan bahwa kira-kira 50% penderita
hipertensi tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa tekanan darah mereka
meninggi dan dari 50% orang yang diketahui menderita hipertensi hanya 25%
yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (Darmojo,
2004).
Usia lanjut menurut WHO adalah seseorang dengan umur 65 tahun atau
lebih sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah yang
berusia diatas 60 tahun. Di negara-negara maju, lebih dari 60% populasi geriatri
menderita hipertensi (Darmojo, 2004). Laporan dari studi penyakit jantung
Framingham menunjukkan bahwa setelah usia pertengahan dan lanjut usia 90%
mengalami hipertensi di dalam sisa hidupnya. Hipertensi pada lansia merupakan
salah satu risiko yang paling penting untuk terjadinya komplikasi-komplikasi
berupa penyakit jantung, diabetes dan stroke, sehingga hipertensi memerlukan
penanganan yang tepat dan segera (Siburian, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di Indonesia penduduk dengan usia 65 tahun jumlahnya terus meningkat
dan mereka merupakan pengguna obat yang paling utama. Timbulnya berbagai
penyakit akan meningkat dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, pasien
lanjut usia memerlukan lebih banyak obat terutama bagi mereka yang menderita
bermacam-macam penyakit (Prest, 2003).
≥
Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah salah satu rumah sakit swasta
yang berada di Yogyakarta yang terletak di jalan Cik Dik Tiro nomor 30. Rumah
Sakit Panti Rapih mempunyai misi menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh secara ramah, adil, profesional, ikhlas, hormat dan semangat Katolik
yang gigih membela hak hidup insani dan berpihak kepada yang berkekurangan
(Anonim,1998). Rumah Sakit Panti Rapih merupakan rumah sakit rujukan yang
cukup besar dengan jumah pasien yang cukup banyak untuk diteliti dibandingkan
dengan lembaga pelyanan kesehatan lain.
Sebagai lembaga pelayanan kesehatan, RSPR terlibat dalam penanganan
pasien hipertensi geriatri. Tercatat pada tahun 2003 RSPR merawat 166 pasien
hipertensi geriatri (31,3%) dari 530 pasien hipertensi. Pada tahun 2004 merawat
121 pasien hipertensi geriatri (25,7%) dari 471 pasien hipertensi. Berdasarkan
daftar diagnosa kematian, hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta sepanjang tahun 2005 menduduki peringkat ketiga. Melihat
cukup banyaknya kasus hipertensi terjadi pada pasien geriatri, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui seperti apakah profil peresepan obat
antihipertensi dan evaluasi interaksi obat antihipertensi pada geriatri di Instalasi
Rawat Inap RSPR tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat disusun
perumusan masalah - masalah sebagai berikut ini, seperti apa:
1. karakteristik pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi jenis kelamin, umur,
klasifikasi hipertensi menurut VII, penyakit penyerta, lama perawatan?
2. gambaran profil peresepan antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi
golongan dan jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non
antihipertensi, jumlah obat antihipertensi, kesesuaian pemilihan obat
antihipertensi berdasarkan JNC VII serta cara pemberian?
3. evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi interaksi obat
antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi
dengan obat lain?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa pernah dilakukan Lidia (2005) dengan judul Profil
Peresepan Antihipertensi pada Pasien Lanjut Usia di Instalasi Rawat Inap di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta tahun 2002. Penelitian ini berbeda dalam
hal lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini menggunakan lokasi instalasi rawat
inap Rumah Sakit Panti Rapih dan waktu penelitian yaitu tahun 2005.
Penelitian tentang profil peresepan serupa juga pernah dilakukan oleh
Prasetyo (2005) yaitu tentang Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta tahun
2004. Penelitian ini berbeda dalam hal objek, lokasi dan waktu penelitian serta
evaluasi interaksinya. Penelitian ini menggunakan instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rapih Tahun 2005 dan objek yang diteliti lebih spesifik yaitu pasien
hipertensi geriatri. Evaluasi interaksi pada penelitian ini membahas interaksi obat
antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi
dengan obat lain sedangkan penelitian Prasetyo (2005) hanya membahas tentang
interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain.
D. Manfaat Penelitian
Tinjauan profil peresepan obat antihipertensi pada pasien geriatri di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, manfaat hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
Dapat digunakan sebagai informasi untuk mengembangkan konsep
pelayanan farmasi di rumah sakit.
2. Manfaat praktis
a. hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk bahan
pertimbangan mutu pelayanan kesehatan melalui penggunaan obat
secara rasional khususnya pada pasien lanjut usia.
b. dapat dijadikan referensi untuk penyusunan standar terapi di suatu
rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil peresepan dan evaluasi
interaksi antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, khususnya
tentang:
a. karakteristik pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, yang meliputi jenis kelamin,
umur, klasifikasi hipertensi menurut JNC VII, penyakit penyerta, lama
perawatan.
b. profil peresepan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, yang meliputi golongan dan
jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non antihipertensi,
jumlah obat antihipertensi, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi
berdasarkan JNC VII, serta cara pemberian.
c. evaluasi interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi
interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan interaksi
obat antihipertensi dengan obat lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih
dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih dan diukur lebih dari satu kali
kesempatan (Chobanian, Bakris, Black, Cushman, Green, and Joseph, 2003). Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC) VII mengklasifikasikan tekanan darah untuk usia 18
tahun ke atas menjadi empat kelompok yaitu tekanan darah normal, prehipertensi,
hipertensi tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2. Pasien yang tekanan darahnya
berada dalam kategori prehipertensi memiliki risiko dua kali lebih besar untuk
terkena hipertensi dibanding dengan orang yang tekanan darahnya lebih rendah
(Chobanian, et al., 2003).
Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Pasien >18 Tahun Menurut Joint National Committee VII (Chobanian, et al., 2003)
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥160 ≥100
2. Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi essensial
dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial atau primer adalah hipertensi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
tidak jelas penyebabnya, biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor.
Bukti epidemiologis menunjuk pada faktor genetik dan pola gaya hidup yang
diduga sebagai penyebab terjadinya hipertensi essensial (William, 2001).
Hipertensi dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Meskipun demikian
munculnya hipertensi lebih berhubungan dengan pola hidup bukan keturunan.
Pola hidup antara lain stres, asupan garam, dan alkohol (Clarke and Hebron,
1999).
Berbeda dari hipertensi essensial, hipertensi sekunder dapat diketahui
penyebabnya. Penyebabnya adalah pengunaan obat yang dapat meningkatkan
tekanan darah, sebagai contoh kortikosteroid, sibutramin, eritropoetin. Penyebab
lain adalah penyakit penyerta seperti ginjal, endokrin (Chobanian, et al., 2003).
3. Patofisiologi
Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer yang
dapat dirumuskan: Tekanan Darah = Curah Jantung x Total Resistensi Perifer.
Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah perifer
normal maka tekanan darah akan meningkat. Resistensi perifer dipengaruhi oleh
viskositas darah, diameter pembuluh darah. Viskositas darah yang semakin
meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula agar darah
dapat mengalir melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi diperlukan
untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang mengalami penyempitan
(Setiawati dan Bustami, 1995).
Pengaturan tekanan darah dikontrol oleh saraf simpatis. Baroreseptor
perifer yang mendeteksi adanya perubahan mengirim pesan ke pusat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kardiovaskuler di otak bagian medula. Hal ini akan memacu saraf untuk
mengubah tekanan darah. Stimulasi pada adrenoreseptor ß1 di jantung akan
meningkatkan kontraksi jantung. Stimulasi pada adrenoreseptor ß2 dalam arteri
mengakibatkan vasodilatasi, sedangkan stimulasi pada adrenoreseptor 1 di arteri
mengakibatkan vasokonstriksi (Saseen dan Carter, 2005).
Pengaturan tekanan darah juga dipengaruhi ginjal melalui sistem renin
angiotensin-aldosteron. Renin merupakan enzim yang diproduksi di
juktaglomerular. Jika ada perubahan tekanan darah di ginjal dan berkurangnya
kadar natrium, klorida, kalium maka renin akan dilepaskan dari juktaglomerular
aparatus. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I di dalam
darah, kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting
enzyme (ACE). Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi. Angiotensin II juga
dapat menstimulasi sintesis aldosteron dari adrenal korteks sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah (Saseen dan Carter, 2005).
4. Manifestasi Klinis
Hipertensi jarang memperlihatkan gejala yang spesifik sehingga pasien
yang didiagnosis hipertensi kebanyakan dari mereka merasa sehat. Tanda utama
hipertensi primer adalah kenaikan tekanan darah. Manifestasi lain seperti hidung
berdarah dan mudah lelah (Clarke and Hebron, 1999). Keluhan lain yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah antara lain pusing, cepat lemas,
dan impotensi. Gejala lain akibat komplikasi hipertensi adalah gangguan
penglihatan, neurologi, jantung dan gangguan fungsi ginjal (Santoso, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
5. Diagnosis
Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang
terjadi pada pengukuran berulang. Diagnosis digunakan sebagai prediksi terhadap
konsekuensi yang dihadapi pasien (Benowitz, 2001). Menurut JNC VII, diagnosis
hipertensi ditegakkan berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali pengukuran
tekanan darah pada saat yang berbeda. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari
pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau tekanan darah sistolik 140 mmHg. Diagnosis hipertensi
boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran bila tekanan darah diastolik ≥120
mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥210 mmHg (Setiawati dan
Bustami,1995).
Parameter Mean Arterial Pressure (MAP) dapat digunakan untuk
menggambarkan tekanan darah. Pada tekanan darah normal nilai MAP adalah 70-
100 mmHg. Mean Arterial Pressure = ( ) ,3
TDDTDDTDS+
− dimana TDS adalah
tekanan darah sistolik dan TDD adalah tekanan darah diastolik. Sebagai contoh,
jika tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 mmHg
maka MAP adalah 93 mmHg, dimana nilai 93 mmHg terdapat dalam range
tekanan darah normal.
6.Tujuan dan Sasaran Terapi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi. Ini berarti tekanan darah
harus diturunkan hingga tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun
kualitas hidup, sambil mengendalikan faktor-faktor resiko kardiovaskuler lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
(Anonim, 2000). Pada Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII menyatakan
sasaran tekanan darah yang ingin dicapai untuk sebagian besar pasien kurang dari
140/90 mmHg atau kurang dari 130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes
melitus atau penyakit ginjal kronis.
Kebanyakan pasien hipertensi khususnya yang berumur lebih dari 50
tahun akan mencapai sasaran tekanan darah diastolik setelah tekanan darah
sistoliknya tercapai. Oleh karena itu fokus utama sebaiknya pada pencapaian
sasaran tekanan darah sistolik (Chobanian, et al., 2003). Pada umumnya obat-obat
antihipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi curah jantung
atau menurunkan resistensi perifer. Pada hipertensi sistolik dibutuhkan terapi obat
yang efektif menurunkan tekanan sistolik namun juga memperhatikan tekanan
diastolik (Anonim, 2001).
7. Strategi Terapi
Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi beberapa tahap yaitu,
memastikan bahwa tekanan darah benar-benar mengalami kenaikan pada
pengukuran berulang kali, menentukan target dalam penurunan tekanan darah,
melakukan terapi non farmakologis meliputi pengamatan secara umum terhadap
pola hidup pasien, kemudian terapi farmakologis meliputi pengoptimalan
penggunaan obat tunggal antihipertensi dalam terapi, bila perlu berikan kombinasi
penggunaan obat antihipertensi, dan melakukan monitoring secara rutin. Terapi
hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis (Greene and Harris, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Terapi non farmakologis dilakukan dengan modifikasi pola hidup yang
berguna untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Modifikasi
pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah, menambah efektifitas
penggunaan obat antihipertensi, dan menurunkan resiko kardiovaskuler.
Modifikasi utama pola hidup yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain
penurunan berat badan pada kasus obesitas, pengurangan asupan kalium, asupan
natrium, dan kalsium, melakukan kegiatan fisik seperti olahraga ringan, dan
mengurangi konsumsi alkohol (Chobanian, et al., 2003).
Tabel II. Modifikasi Pola Hidup dalam Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII (Chobanian, et al., 2003)
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan
penurunan tekanan darah (mmHg)
Penurunan berat badan
Menjaga berat badan normal (Body Mass Index 18,5-24,9 kg/m2)
5-20 per 10 Kg penurunan berat
badan
Pola makan Mengkonsumsi buah-buahan,
sayuran, dan makanan rendah kadar lemak
8-14
Kurangi asupan natrium
Kurangi asupan natrium < 2,4 gram perhari
2-8
Aktivitas fisik Olahraga teratur seperti aerobik ringan minimal 30 menit per hari 4-9
Kurangi alkohol
Membatasi konsumsi alkohol, pada pria tidak lebih dari 30 ml etanol per hari dan pada wanita tidak lebih dari
15 etanol ml per hari
2-4
Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian obat-obat antihipertensi
secara rasional. Biasanya pemilihan obat antihipertensi terwujud dalam resep
dokter. Peresepan yang rasional meliputi tepat dosis, tepat pasien, tepat penderita,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tepat penderita, tepat cara pemberian, tepat jumlah atau frekuensi serta lama
pemberian, tepat secara ekonomis, tepat pemberian informasi, tepat monitoring
efek samping obat. Proses terapi hipertensi membutuhkan waktu yang panjang
dan biasanya pengobatan hipertensi berlangsung seumur hidup. Untuk itu,
dibutuhkan strategi terapi yang tepat dan rasional (Prastowo,1995).
Pengobatan dengan antihipertensi harus dimulai dengan dosis yang
terendah obat tersebut yang masih efektif menurunkan tekanan darah. Dosis
dinaikkan bila efek terapeutik yang sesuai belum tercapai. Kombinasi dengan obat
antihipertensi lain diberikan bila tekanan darah masih tetap belum terkendali.
Ganti obat antihipertensi dengan golongan lain bila tidak ada respon atau tidak
ditoleransi oleh pasien (Rahardjo, 2001).
Tabel III. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien dengan Indikasi Penyulit Menurut JNC VII (Chobanian et al, 2003)
Antihipertensi yang direkomendasikan
Indikasi Penyulit
Diuretika
ACE
Inhibitor
Beta-bloker
Antagonis reseptor
angiotensin II
Antagonis
Ca
Antagonis aldosteron
Gagal jantung √ √ √ √ - √
Infark miokard - √ √ - - √
Penyakit koroner √ √ √ - √ -
Diabetes melitus √ √ √ √ √ -
Ginjal kronik - √ - √ - -
Stroke √ √ - - - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Algoritme dari penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VII:
Hipertensi tingkat 1
umumnya menggunakan Diuretik jenis Thiazid dapat dianjurkan ACE inhibitor, ARB, beta-bloker,CCB,
atau kombinasi
Obat antihipertensi sesuai dengan indikasi penyakit
penyulit.
Obat antihipertensi lain ACE inhibitor, ARA, beta-
bloker, atau kombinasi
Terapi farmakologi
Hipertensi dengan penyakit tambahan
Hipertensi tingkat 2
kombinasi dua jenis obat antihipertensi
(diuretik jenis tiazid dan ACE inhibitor atau ARB,
beta-bloker, CCB )
Hipertensi tanpa penyakit tambahan
Target tekanan darah tidak tercapai
Lakukan peningkatan dosis atau tambahan obat antihipertensi hingga target tekanan darah tercapai, konsultasikan dengan ahli hipertensi
Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah (<140/90 mmHg atau <130/ 80 mmHg untuk pasien dengan penyakit diabetes
dan ginjal)
Modifikasi gaya hidup
Gambar 1. Algoritma Terapi Antihipertensi berdasarkan JNC VII
(Chobanian, et al., 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
B. Obat Antihipertensi
Terapi antihipertensi pada pasien hipertensi usia lanjut dapat mengurangi
kematian akibat kardiovaskuler dan komplikasi dengan penyakit lain pada pasien
lanjut usia dengan hipertensi sistolik secara bermakna (Saseen dan Carter, 2005).
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan
simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer (Benowitz,
2001). Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis
menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan
menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah (Saseen dan
Carter, 2005). Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi yaitu :
a. diuretik golongan tiazid
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII merekomendasikan diuretik tiazid
sebagai antihipertensi pilihan pertama dalam terapi hipertensi tanpa penyakit
penyerta. Tiazid merupakan diuretik yang bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium pada tubulus distal. Diuretik tiazid mulai bekerja 1-2 jam
setelah pemberian secara oral dengan durasi selama 12-24 jam. Sebagai contoh
bendrofluazid, klortalidon, klorotiazid, klopamid, indapamid (Anonim, 2000).
b. diuretik kuat
Dalam terapi hipertensi, diuretik kuat merupakan antihipertensi yang lebih
kuat dibanding dengan diuretik tiazid. Diuretik kuat bekerja menurunkan tekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
darah dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada ascending
loop henle dan di tubulus distal ginjal. Sebagai contoh yaitu frusemid, bumetanid,
torasemid (Anonim, 2000).
c. diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium merupakan antagonis aldosteron. Mekanisme
kerjanya dengan cara berkompetisi dengan aldosteron pada bagian reseptor di
tubulus distal, sehingga dapat menghambat efek aldosteron pada otot halus
arteriola dengan baik, meningkatkan eksresi garam dan air, mencegah kehilangan
kalium dan ion hidrogen (Lacy dkk, 2003). Jenis diuretik ini merupakan diuretik
lemah. Obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik ini adalah amilorid,
spironolakton, dan triamteren. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan
diuretik lain untuk mencegah atau mengurangi efek hipokalemia dari diuretik lain
(Setiawati dan Bustami, 1995). Diuretik hemat kalium berguna untuk menghindari
terjadinya deplesi kalium yang berlebihan (Benowitz, 2001).
2. Penghambat Adrenergik (beta-bloker)
Mekanisme kerja beta-bloker sebagai antihipertensi masih belum jelas.
Diperkirakan ada beberapa cara pengurangan denyut jantung dan kontraktilis
miokard menyebabkan curah jantung berkurang. Selain itu adrenoreseptor β juga
terletak pada permukaan membran dari sel juxtaglomerular dan penyekat
adrenoreseptor β menghambat pelepasan renin. Penghentian penggunaan
penghambat β secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
secara tiba-tiba dengan nilai tekanan darah diatas nilai sebelum terapi. Untuk
menghindari hal ini, maka dosis pemberian penghambat β ditingkatkan bertahap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
selama selama 1 sampai 2 minggu sebelum akhirnya melanjutkan pemakaian obat
ini (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat beta-bloker yang sering digunakan
adalah yang sering digunakan adalah atenolol, betaksolol, labetolol
3. Vasodilator
Obat antihipertensi golongan ini menurunkan tekanan darah dengan
merelaksasi otot polos vaskuler sehingga menurunkan tahanan vaskuler sistemik
yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Penurunan tahanan arteri
menimbulkan respon kompensasi oleh baroreseptor dan sistem saraf simpatis.
Termasuk dalam kelas terapi ini adalah hidralazin dan minoxidil (Benowitz,
2001). Kompensasi yang terjadi akibat aktifitas baroreseptor seperti peningkatan
aliran keluar sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan denyut
jantung, peningkatan curah jantung, dan pelepasan renin. Selain itu juga terjadi
retensi air dan garam yang mana hal–hal tersebut diatas melawan efek hipotensi
dari vasodilator. Oleh karena itu, pemberian vasodilator harus diberikan bersama
dengan diuretik dan penghambat β untuk mengatasi adanya kompensasi dari
baroreseptor (Saseen dan Carter, 2005).
4. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE inhibitor)
Penghambat enzim pengkonversi angiotensin dianggap sebagai terapi
kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien hipertensi (Chobanian, et al.,
2003). Penghambat enzim konversi angiotensin bekerja dengan cara menghambat
pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Selain itu juga menghambat
degradasi vasodilator poten yaitu bradikinin (Williams, 2000). Penghambat enzim
pengkonversi angiotensin juga merangsang sintesis dari beberapa substansi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
vasodilator termasuk prostaglandin E2 dan protasiklin. Peningkatan bradikinin
akan meningkatkan efek hipotensi dari penghambat ACE sehingga menyebabkan
batuk kering (Saseen dan Carter, 2005).
Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) memfasilitasi terbentuknya
angiotensin II yang mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah
arteri. Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan
dan terdapat dalam beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE
terletak pada sel endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak
di pembuluh darah bukan di ginjal (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat golongan
ini diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes dengan nefropati. Pada beberapa
pasien, obat golongan ini menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat
cepat. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah kaptopril, benazepril,
enalapril maleat (Anonim, 2000).
5. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat gerakan ion kalsium yaitu
mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam sel
otot polos, otot jantung dan saraf. Dengan berkurangnya kadar kalsium bebas
dalam sel-sel tersebut menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh
darah, kontraksi otot jantung. Penurunan kontraktilitas otot jantung akan
mengakibatkan penurunan curah jantung (Anonim, 2000). Contoh obat golongan
ini adalah nifedipin, diltiazem, amlodipin, nimodipin, verapamil dan felodipin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
6. Antagonis Reseptor Angiotensin II
Antagonis Reseptor Angiotensin II mempunyai sifat menghambat yang
mirip dengan ACE inhibitor. Perbedaannya obat-obat golongan ini tidak
menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak
menimbulkan efek samping batuk kering. Obat-obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah losartan, valsartan, kandesartan (Anonim, 2000).
Penghambat ACE menghambat efek dari angiotensin II yang berasal dari
jalur sistem renin angiotensin–aldosteron, sedangkan antagonis reseptor
angiotensin II menghambat angiotensin II dari semua jalur. Antagonis reseptor
angiotensin II secara langsung menghambat reseptor angiotensin II tipe 1 yang
menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi saraf simpatis,
pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriola efferent pada glomerulus.
Antagonis reseptor angiotensin II tidak menghambat reseptor angiotensin II tipe 2.
Oleh karena itu, keuntungan dari stimulasi reseptor angiotensin II tipe 2 seperti
vasodilatasi, perbaikan jaringan dan penghambatan pertumbuhan sel tetap
berlangsung ketika obat antagonis reseptor angiotensin II digunakan. Pada pasien
hipertensi dengan diabetes nefropati, perkembangan keparahan diabetes nefropati
berkurang secara signifikan dengan terapi antagonis reseptor angiotensin II.
(Saseen dan Carter, 2005).
7. Antihipertensi Bekerja di Sentral
Klonidin salah satu obat golongan ini bekerja dengan jalan menstimulasi
reseptor α2 susunan saraf pusat. Stimulasi ini menyebabkan pengurangan aliran
simpatis dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan denyut vagal. Dipercaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
juga bahwa stimulasi perifer dari presinaptik reseptor α2 dapat menyebabkan
pengurangan aktifitas saraf simpatis. Pengurangan aktifitas saraf simpatis
bersamaan dengan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis, dapat menurunkan
denyut jantung, curah jantung, dan tahanan perifer. Klonidin sering digunakan
untuk terapi hipertensi berat (Saseen dan Carter, 2005).
C. Obat Non Antihipertensi
1. Obat Antihiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan patologis akibat kelainan
metabolisme lemak darah yang ditandai dengan meningginya kadar kolesterol
darah (hiperkolesterolemia), trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi
keduanya. Antihiperlipidemia adalah obat yang digunakan unutk menurunkan
kadar lipid plasma Menurunkan kadar lipid plasma dapat menurunkan resiko
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit yang ditandai dengan penebalan
pembuluh darah dan hilangnya elastisitas arteri. Sebagai contoh obat golongan ini
adalah golongan fibrat dan statin (Setiawati dan Bustami, 1995).
Fibrat adalah suatu derivat asam isobutirat yang diubah oleh esterase
serum menjadi asam klofibrat. Mekanisme kerja obat ini dapat merangsang enzim
lipoprotein lipase (LPL) sehingga bersihan Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) meningkat. Kadar High Low Density (HDL) meningkat secara tidak
langsung akibat menurunnya kadar trigliserida VLDL. Senyawa HDL memiliki
kemampuan untuk mengambil kolesterol yang tertimbun dalam pembuluh darah.
Selain itu karena menghambat sintesa kolesterol dalam hati dan merangsang
sekresi kolesterol ke dalam empedu dan feses, obat ini juga dapat menurunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kadar kolesterol dalam jaringan (Setiawati dan Bustami, 1995). Statin bekerja
dengan menghambat secara kompetatif enzim HMG CoA reduktase yaitu enzim
untuk sintesis kolesterol (Anonim, 2000).
2. Obat Antiangina
Angina atau nyeri disebabkan oleh timbunan metabolit di dalam otot
jantung. Angina pektoris merupakan penyakit nyeri dada hebat yang terjadi akibat
aliran darah koroner tidak cukup memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh
jantung. Pemberian obat antiangina bertujuan untuk mengatasi dan mencegah
serangan angina pektoris dan mencegah serangan angina jangka panjang. Contoh
obat antiangina seperti nitrat (Setiawati dan Bustami, 1995).
Nitrat merupakan obat yang dapat mengobati serangan angina dengan cara
mendilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner. Dilatasi vena menyebabkan
penurunan aliran balik ke jantung sehingga tekanan darah diastolik akan menurun.
Tekanan diastolik yang menurun akan menyebabkan pula penurunan resistensi
perifer sehingga menyebabkan tekanan sistolik menurun (Setiawati dan Bustami,
1995).
3. Obat Analgesik
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan ketergantungan dan toleransi. Sebagai contoh obat
yang termasuk dalam golongan analgesik opioid adalah morfin, kodein,
dekstromoramid. Pada umumnya obat yang termasuk dalam golongan non opioid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
tidak menimbulkan banyak efek samping. Nalokson merupakan contoh obat dari
golongan non opioid (Anonim, 2000).
4. Obat Gout
Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh atritis akut berulang
karena endapan monosodium urat di persendian dan tulang rawan. Pengobatan
gout bertujuan untuk meredakan dan mencegah serangan gout berulang. Serangan
gout akut dapat diobati dengan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) seperti
sulindak, diklofenak indometasin, kolkisin. Untuk pengobatan gout jangka
panjang dapat digunakan alupurinol, probenesid (Setiawati dan Bustami, 1995).
D. Pengobatan Rasional
Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat-obat yang
sesuai kebutuhan klinik dan dalam dosis yang tepat. Adapun kriteria-kriteria
penggunaan obat yang rasional adalah sebagai berikut:
1. obat tepat yaitu mempertimbangkan kemanjuran, keamanan dan ekonomis
bagi pasien.
2. indikasi tepat yaitu alasan penulisan resep didasarkan pada pertimbangan
medis yang baik.
3. cara penggunaan obat tepat mencakup besarnya dosis, cara pemberian,
frekuensi pemberian, dan lama pemberian.
4. pemberian obat disertai dengan penjelasan yang tepat kepada pasien atau
keluarganya (Siregar, 2005).
Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi
tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
obat. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari
berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang
tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya
meningkatnya efek samping obat, meningkatnya kegagalan pengobatan,
meningkatnya resistensi antimikroba dan sebagainya. Latar belakang terjadinya
masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena berbagai faktor ikut berperan,
seperti faktor yang berasal dari dokter, pasien dan sarana pelayanan yang tidak
memadai (Anonim, 2000).
Untuk tercapainya tujuan pengobatan yang efektif, aman, ekonomis, maka
pemberian obat harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut :
1. indikasi tepat
2. pemilihan obat yang tepat, yakni obat yang aman, ekonomis dan sesuai dengan
kondisi pasien
3. dosis dan cara pemberian obat secara tepat
4. penilaian kondisi pasien dan informasi untuk pasien harus tepat
5. Pemberian obat pada lansia harus diupayakan serasional mungkin.
Pemberian obat yang rasional pada lansia dapat dilakukan dengan cara
jumlah obat yang diberikan harus seminimal mungkin, sebaiknya dosis obat yang
diberikan pada lansia dikurangi (dosis rendah). Pendengaran, penglihatan dan
ingatan yang menurun mengurangi kepatuhan pasien sehingga sebaiknya
dilakukan penjelasan tentang penyakit dan pengobatannya. Perlu juga
diperhatikan wadah obat, sebaiknya mudah dibuka dan terbuat dari bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
transparan karena lansia seringkali mengenal obat dari bentuk dan warna.
Kemasan harus memberikan petunjuk yang jelas (Martono, 2004).
E. Geriatri
Menurut data dari USA-Bureau of the Sensus tahun 2000 jumlah lanjut
usia sebesar 7,28% dari jumlah populasi dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
lanjut usia di Indonesia akan meningkat sebesar 11,34%. Selain itu pada tahun
2025 Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan lansia terbesar didunia.
Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dengan mempertahankan
struktur fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit
(Martono, 2004).
Faktor fisiologik dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Semakin lanjut
usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsional anatomi akan
semakin besar. Penurunan fungsional anatomi organ-organ tersebut menyebabkan
lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut. Selain itu faktor psikologi
juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Masalah psikologi yang dialami oleh
golongan lansia adalah mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua
yang terjadi seperti kemunduran badaniah. Dengan bertambahnya umur kecepatan
bergerak dan daya berpikir akan menurun sehingga golongan ini seringkali
dianggap terlalu lamban. Selain itu pada wanita lansia faktor psikologik terjadi
pada masa menopouse (Martono, 2004).
Banyak obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia akan menimbulkan
banyaknya masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
kepatuhan. Polifarmasi merupakan problem utama dalam kelompok pasien ini.
Semakin banyak jumlah obat yang diterima pasien maka makin besar pula resiko
efek samping obat, interaksi obat dan interaksi obat-penyakit. Pemakaian obat
pada lansia didasarkan pada perubahan farmakokinetik serta farmakodinamik,
karena hal tersebut akan berkaitan dengan perubahan fisiologik pada organ dan
sistem tubuh yang mempengaruhi respon tubuh terhadap obat (Sumartono, 2003).
1. Farmakokinetika lansia
Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat
untuk mencapai efek terapeutik yang diharapkan. Perubahan-perubahan
farmakokinetik pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam
bioavailbilitas obat tersebut (Prest, 2003).
Perubahan farmakokinetik yang dialami orang lanjut usia antara lain
terjadi pada mekanisme absorpsi. Bertambahnya usia kemungkinan dapat
mengakibatkan perubahan kecepatan sejumlah obat yang diabsorsi. Absorbsi obat
di lambung dan di usus secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang
berarti. Penurunan aliran darah dan motilitas usus tidak mengurang jumlah obat
yang diabsorbsi. Tetapi bila obat yang diabsorbsi mengalami metabolisme lintas
maka obat yang masuk ke sirkulasi darah akan semakin kecil (Martono, 2004).
Dengan bertambahnya usia, faktor-faktor yang menentukan distribusi obat
termasuk komposisi tubuh, ikatan plasma, dan aliran organ akan mengalami
perubahan. Pada usia lanjut komposisi tubuh total air dalam tubuh akan menurun
sehingga menyebabkan penurunan volume distribusi obat yang larut air.
Akibatnya konsentrasi obat dalam plasma akan meningkat. Jumlah albumin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
menurun dengan bertambahnya usia. Obat-obat yang akan terikat dengan protein,
sehingga konsentrasi obat bebas akan meningkat. Perubahan aliran darah organ
akan mengakibatkan penurunan perfusi pada anggota gerak, hati, otot jantung dan
otak. Obat- obat yang mempunyai daya kelarutan dalam lemak yang tinggi akan
terdistribusi lebih luas sehingga kerja obat akan menjadi lebih lambat (Prest,
2003).
Penderita lanjut usia biasanya mengalami penurunan metabolisme yang
menyebabkan meningkatnya bioavailabilitas obat dalam darah. Perubahan
tersebut disebabkan adanya gangguan metabolisme lintas pertama sehingga
menurunkan kapasitas metabolisme obat di hati. Kapasitas fungsi hepar pada
lansia juga menurun, sehingga massa dan aliran darah sudah berkurang .
Metabolisme obat di hepar berlangsung dengan katalis atau aktivitas enzim.
Aktivitas enzim ini dapat dirangsang oleh obat (inducer) seperti rimpafisin,
diazepam dan dapat dihambat oleh inhibitor seperti alupurinol, simetidin
(Martono, 2004).
Perubahan paling berarti yang terjadi pada usia lanjut ialah berkurangnya
fungsi ginjal. Dengan bertambahnya umur aliran darah, filtrasi glomerulus dan
sekresi tubuli ginjal teraus mengalami reduksi. Hal ini menyebabkan ekskresi obat
berkurang, akibatnya terjadi perpanjangan intensitas kerja obat. Selain itu,
perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah penurunan aliran darah ke ginjal
sehingga kecepatan filtrasi glomerulus berkurang, akibatnya konsentrasi obat
dalam jaringan meningkat. Pada pasien lanjut usia perlu penyesuaian dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
terutama obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit seperti digoksin dan
aminoglikosida (Bustami, 2001).
Tabel IV. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Proses Kinetika pada Lanjut Usia (Martono, 2004)
Perubahan Fisiologi pada Lansia Perubahan dalam Proses Farmakokinetika
Penurunan permukaan absorsi Penurunan aliran darah
Penurunan pH saluran cerna Perubahan motilitas saluran cerna
absorbsi
Penurunan cairan tubuh total Penurunan massa tubuh tidak
berlemak Penurunan albumin serum
distribusi
Penurunan aliran darah hepar Penurunan aktivitas enzim Penurunan induksi enzim
metabolisme Penurunan aliran darah ginjal Penurunan aliran glomerulus
Penurunan sekresi tubulus
ekskresi
2. Perubahan farmakodinamik usia lanjut
Perubahan farmakodinamik pada lansia dapat mengubah respon terhadap
obat. Respon seluler pada lansia akan mengalami penurunan. Penurunan
kemampuan menjaga keseimbangan hameostatis terkait penurunan endokrin dan
respon organ, perubahan pada reseptor dan tempat perubahan respon jaringan
sasaran itu sendiri dapat menyebabkan perubahan respon terhadap obat (Prest,
2003). Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia
seluler intesitas pengaruhnya akan menurun, misanya agonis beta untuk
mengobati asma diperlukan dosis yang lebih besar. Sebaliknya obat yang bekerja
dengan menghambat proses biokimia seluler maka efek farmakologik obat akan
meningkat sehingga menyebabkan efek toksik (Martono, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
F. Interaksi Obat
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai perubahan efek satu obat akibat
obat lain yang diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih obat berinteraksi
sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah.
Interaksi obat dapat membahayakan baik dengan meningkatkan toksisitas obat
atau dengan mengurangi khasiatnya. Namun interaksi beberapa obat bersifat
menguntungkan (Prest, 2003).
Interaksi yang menguntungkan misalnya (1) penisilin dengan probenesid,
probenesid dapat menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga
meningkatkan kadar penisilin dalam plasma; (2) kombinasi obat antihipertensi,
dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping; (3) kombinasi obat
anti kanker juga dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping
(Setiawati dan Bustami, 1995). Interaksi obat yang berakibat merugikan, misalnya
warfarin jika diberikan bersama dengan fenilbutason, fenilbutason menghambat
metabolisme warfarin sehingga kadar warfarin dalam tubuh meningkat yang akan
menyebabkan pendarahan (Stockley, 1994).
Penilaian potensial interaksi obat mempertimbangkan manifestasi klinis
yang ditimbulkan oleh interaksi dan arti klinis dari interaksi tersebut. Arti klinis
dari interaksi obat berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang ditimbulkan.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu memonitoring keadaan pasien dan
mengganti terapi untuk mencegah efek samping yang berbahaya. Faktor utama
yang mendefinisikan arti klinis dari interaksi obat yaitu significance rating yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
terdiri atas onset dari timbulnya efek, potensi keparahan dari interaksi, dan
dokumentasi manifestasi klinis dari interaksi yang telah terjadi (Tatro, 2001).
Onset didefinisikan kecepatan efek klinis yang dapat timbul dari suatu
interaksi. Onset dibedakan menjadi dua yaitu cepat dan tertunda. Dikategorikan
cepat jika efek klinis yang muncul dalam 24 jam setelah pemberian dan
dibutuhkan tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul sedangkan onset
tertunda adalah efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari
atau beberapa minggu setelah pemberian dan tidak diperlukan tindakan segera
untuk mengatasi efek yang timbul (Tatro, 2001).
Tingkat keparahan terdiri dari mayor, moderat, dan minor. Keparahan
interaksi tergolong mayor jika efek yang terjadi membahayakan jiwa pasien atau
dapat menyebabkan kerusakan permanen. Keparahan interaksi tergolong moderat
jika efek yang terjadi dapat menyebabkan perburukan status kesehatan pasien
sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit, perawatan yang lebih
lama atau terapi tambahan. Keparahan interaksi minor jika efek yang timbul
biasanya ringan atau mungkin tidak timbul dan tidak mempengaruhi outcome
terapi dan tidak dibutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001).
Dokumentasi diartikan sebagai tingkat kepercayaan bahwa suatu interaksi
dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Dokumentasi berdasarkan literatur
primer dan juga berdasarkan interaksi yang pernah terjadi. Dokumentasi dibagi
menjadi lima yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely.
Dikategorikan established jika terbukti terjadi pada suatu penelitian yang
terkontrol baik. Dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
terjadi tetapi belum terbukti secara klinis. Dikategorikan suspected jika efek dari
interaksi mungkin terjadi, terdapat data yang baik tetapi butuh penelitian lebih
lanjut. Dikategorikan possible jika efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data
yang ada sangat terbatas. Dikategorikan unlikely jika terjadinya efek dari interaksi
diragukan dan tidak ada data bukti klinis yang baik tentang perubahan efek klinis
(Tatro, 2001). Ada beberapa keadaan dimana obat berinteraksi dengan mekanisme
yang unik. Menurut mekanisme kerja interaksi obat dibagi menjadi:
1. interaksi farmasetika
Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan secara bersamaan
menyebabkan inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, umumnya terjadi
diluar tubuh dan berakibat hilangnya efek farmakologik obat yang diberkan.
Sebagai contoh penisilin dan aminoglikosida (Anonim, 2000).
2. interaksi farmakokinetika
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi terjadi apabila suatu obat
mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan
demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia
dalam tubuh untuk menimbulkan efek farmakologiknya (Anonim, 2000).
Interaksi dalam absorpsi dapat mengubah kecepatan absorpsi atau jumlah
total obat yang diabsorpsi. Pengurangan jumlah total obat yang diabsorpsi dapat
berakibat pada pengobatan yang tidak efektif Sebagai contoh pemberian
kolestiramin menyebabkan berkurangnya absorpsi furosemid (Anonim, 2000).
Interaksi dalam proses distribusi terjadi bila obat-obat dengan ikatan
protein yang lebih kuat menggeser obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Hal ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi obat bebas dalam darah sehingga dapat meningkat efek
toksik, misalnya fenitoin, warfarin, tolbutamid (Prest, 2003).
Interaksi metabolisme terjadi bila suatu obat menghambat metabolisme
obat lain, sehingga kadar obat lain dalam plasma meningkat dan menyebabkan
peningkatan efek toksik sebagai contoh pemberian rifampisin dengan kontrasepsi
oral (Anonim, 2000).
Interaksi dalam ekskresi terjadi bila obat mempengaruhi ekskresi obat lain
sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Sebagai
contoh pemberian metotreksat dengan obat anti inflamasi non steroid yang
menyebabkan meningkatnya kadar metotreksat (Fradgley, 2003).
3. interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah
oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada
reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama (Fradgley,
2003). Kebanyakan interaksi farmakodinamik dapat diperkirakan kejadiannya
sehingga bisa dihindari sedini mungkin apabila dokter yang bersangkutan
mengetahui mekanisme kerja obat tersebut (Setiawati dan Bustami, 1995).
Mekanisme interaksi farmakodinamik secara garis besar dapat dibagi menjadi:
a. sinergis
interaksi ini terjadi bila dua obat yang mempunyai efek farmakologi sama
digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, penggunaan metotreksat
dengan kotrimoksazol dapat menyebabkan megaloblastosis sumsum tulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
belakang karena keduanya merupakan antagonis asam folat. Suplemen kalium
dapat menyebabkan hiperkalemia bagi pasien yang memperoleh pengobatan
dengan diuretik hemat kalium seperti amilorida, triamteren (Stockley, 1994).
b. antagonis
antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi
yang berlawanan. Sebagai contoh, antikoagulan dapat memperlama waktu
penjendalan darah yang akan dihambat oleh vitamin K. Contoh lain yaitu
penisilin yang bersifat bakterisida akan menghambat sintesa dinding sel
bakteri, memerlukan sel yang terus tumbuh dan membelah diri. Dengan
adanya tetrasiklin yang bersifat bakteriostatik akan menghambat sintesis
protein dan pertumbuhan bakteri (Stockley, 1994).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, distribusi penyakit lain, lama
perawatan. Profil peresepan obat antihipertensi meliputi golongan dan jenis,
jumlah obat, kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII dan
cara pemberian. Evaluasi interaksi meliputi interaksi obat antihipertensi dengan
obat antihipertensi lain dan interaksi obat antihipertensi dengan obat lain pada
pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun
2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Profil Peresepan dan Evaluasi Interaksi Obat
Antihipertensi Pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti
Rapih tahun 2005 ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan
deskriptif non analitik. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data
retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada
lembar catatan medis pasien hipertensi geriatri yang terjadi selama tahun 2005.
B. Definisi Operasional
1. Profil peresepan yaitu gambaran peresepan obat pada pasien geriatri hipertensi
yang menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode
2005 yang meliputi golongan dan jenis obat, jumlah obat, kesesuaian
pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII dan cara pemberian.
2. Pasien hipertensi geriatri (usia lanjut) adalah pasien yang berumur ≥65 tahun
dengan diagnosis hipertensi dan menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta tahun 2005.
3. Penyakit penyerta adalah penyakit lain yang menyertai selain penyakit
hipertensi pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih tahun 2005 seperti jantung, diabetes melitus.
4. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan kelas terapinya yang
digunakan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
4. Jenis obat adalah obat dengan nama generik obat dan nama dagang yang
digunakan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih tahun 2005.
5. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah golongan obat antihipertensi yang
digunakan bersama oleh setiap pasien hipertensi geriatri.
6. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai pasien masuk hingga
diperbolehkan pulang bagi pasien hipertensi geriatri.
7. Cara pemberian obat adalah cara penggunaan obat pasien hipertensi geriatri di
Instalansi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005, seperti oral,
injeksi.
8. Interaksi obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempengaruhi obat lain
yang diberikan dalam waktu yang bersamaan dan dapat menyebabkan efek
yang menguntungkan maupun merugikan antara obat antihipertensi yang
dikaji secara teoritis dengan mengacu kepada Drugs Interaction, (Stockley,
1994) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia, (Anonim, 2000), Drug
Interaction Facts, (Tatro, 2001).
C. Subyek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi geriatri
rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
catatan medik (medical record) pasien hipertensi geriatri selama tahun 2005 di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sub Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Panti
Rapih Jalan Cik Dik Tiro no 36 Yogyakarta.
F. Tata Cara Pengumpulan Data
Penelitian mengenai profil peresepan obat dan evaluasi interaksi
antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta tahun 2005 meliputi dua tahap yaitu:
1. tahap pengambilan data
Proses pengambilan data diawali dengan penelusuran jumlah pasien
geriatri yang menderita hipertensi selama tahun 2005, didapatkan data total
pasien hipertensi geriatri selama tahun 2005 sebanyak 81 pasien, kemudian
dilakukan pencatatan data rekam medik dari 81 pasien tersebut yang meliputi :
nomor registrasi, nama, umur, jenis kelamin, macam obat, cara pemberian,
tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, penyakit penyerta, tekanan darah
pasien sebelum dan sesudah perawatan.
2. tahap penyelesaian data
Penyelesaian data meliputi proses pencatatan data yaitu mencatat data
pasien yang ada di lembar rekam medis ke dalam catatan khusus dan disajikan
dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode
deskriptif menggunakan buku-buku standar dan literatur yang ada seperti
Informatorium Obat Nasional Indonesia (Anonim, 2000), dan Drugs
Interaction (Stockley, 1994 ), Drug Interaction Facts, (Tatro, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
G. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh
informasi tentang presentasi (%):
1. jenis kelamin pasien hipertensi geriatri.
2. umur pasien berdasarkan WHO yaitu kelompok umur elderly (usia 65-≤75),
old (usia 76-≤90), dan very old (usia ≥91).
3. tingkatan hipertensi berdasarkan JNC VII yaitu prehipertensi, hipertensi
tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2.
4. penyakit lain selain hipertensi yang menyertai pasien geriatri
5. lama perawatan, dikelompokkan berdasarkan lama perawatan yang diberikan
pada pasien.
6. jenis dan golongan obat yang diberikan, dihitung dari jumlah jenis dan
golongan obat tertentu yang digunakan dibagi jumlah keseluruhan obat
antihipertensi dikalikan 100%.
7. penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi.
8. kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII, dikelompokan
menjadi dua yaitu berdasarkan jumlah obat dan berdasarkan penyakit penyulit.
9. cara pemberian obat yang digunakan, dikelompokkan berdasarkan cara
pemberian obat yang diberikan pada pasien.
10. potensial interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain dan
interaksi obat antihipertensi dengan obat lain dikelompokkan berdasarkan
jenis dan golongan obat antihipertensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah total kasus hipertensi selama tahun 2005 sebanyak 440 kasus,
pasien geriatri (≥ 65 tahun) sebanyak 106 kasus. Data yang diambil sebanyak 81
kasus, hal ini dikarenakan ada data yang tidak lengkap meliputi ada pasien yang
meninggal dunia, tidak adanya obat antihipertensi yang dipakai. Deskripsi umum
hasil penelitian dan pembahasan akan disajikan sebagai berikut ini.
A. Karakteristik Pasien Hipertensi Geriatri
Proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati kartu status
rekam medik penderita. Pasien yang diteliti adalah seluruh penderita hipertensi
geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama
tahun 2005. Dicatat nomor registrasi, nama, umur, jenis kelamin, macam obat,
cara pemberian, tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, penyakit penyerta,
tekanan darah pasien sebelum dan sesudah perawatan.
1. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Geriatri
Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi
61,7%
38,3%
Pria Wanita
Gambar 3. Klasifikasi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit panti Rapih tahun 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 3 menunjukkan angka kejadian hipertensi pada wanita lebih besar
dibanding pria. Dari 81 kasus yang ada 50 kasus (61,7%) terjadi pada wanita dan
pada pria sebanyak 31 kasus (38,3%). Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor
yang dapat meningkatkan tekanan darah yaitu stres dan menopouse. Secara
psikologis wanita lebih rentan terhadap stres dibanding pria. Stres dapat
meningkatkan hormon adrenalin dan noradrenalin sehingga pembuluh darah akan
menyempit. Selanjutnya akan terjadi kenaikan tekanan darah.
Menurut Phillip (2005), wanita lebih banyak menderita penyakit
kardiovaskuler setelah menopouse. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya
hormon estrogen setelah menopouse. Hormon estrogen dapat melindungi wanita
dari penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi karena menyebabkan vasodilatasi
arteri jantung. Namun tidak berarti bahwa setiap wanita yang sudah menopouse
akan mengalami kenaikan tekanan darah.
2. Distribusi Umur Pasien Geriatri
Dalam penelitian ini klasifikasi umur lansia dibagi menjadi tiga yaitu
elderly (usia 65 - ≤75), old (usia 76 - ≤90) dan very old (usia ≥91). Distribusi
penderita hipertensi geriatri berdasarkan kelompok umur di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 dari 81 kasus terdapat 54 kasus
(66,7%) terjadi pada usia 65 - ≤75 tahun, pada usia 76 - ≤90 tahun terdapat 25
kasus (30,9%) serta pada usia ≥91 tahun sebanyak 2 kasus (2,5%). Distribusi
umur pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih ditunjukkan
pada gambar 4 di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Distribusi Umur Pasien Hipertensi
66,7%
2,5%30,9%
Elderly Old Very old
Gambar 4. Distribusi Umur Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005.
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa angka kejadian hipertensi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 paling banyak diderita
pada kelompok elderly (65 - ≤75 tahun). Meningkatnya tekanan darah pada lansia
mungkin disebabkan pola hidup yang tidak sehat saat masih muda. Menurut
Darmojo (2004), tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
akibat bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh darah perifer
sehingga elastisitasnya berkurang. Selanjutnya akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer, akhirnya tekanan darah meningkat.
3. Klasifikasi Pasien Hipertensi Berdasarkan JNC VII
Dalam penelitian ini, JNC VII digunakan sebagai acuan untuk
mengelompokkan pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih. Dari data yang diperoleh pasien hipertensi geriatri yang dirawat di
Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005 sebagian besar merupakan pasien
hipertensi tingkat 2 (≥160/100 mmHg) sebanyak 55 kasus (67,9%), hipertensi
tingkat 1 sebanyak 20 kasus (24,7%) dan prehipertensi hanya 6 kasus (7,4%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
7,4%
24,7%
67,9%
0.00%10.00%
20.00%
30.00%
40.00%50.00%
60.00%70.00%
PrehipertensiHipertensi tingkat 1Hipertensi tingkat 2
Pros
enta
se (%
)
Klasifikasi Hipertensi
Gambar 5. Klasifikasi Pasien Hipertensi Geriatri Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien hipertensi terbanyak adalah
pasien hipertensi tingkat 2. Hal ini dikarenakan hipertensi tidak memberikan
gejala khas sehingga pasien tidak menyadari kalau sebenarnya mereka sudah
menderita hipertensi. Pasien baru menyadari ketika tekanan darahnya diukur
sudah mencapai hipertensi tingkat 2. Keadaan ini sesuai dengan William (2001)
yang menyatakan bahwa orang yang menderita hipertensi tidak menyadarinya
karena hipertensi berjalan terus menerus seumur dan sering tanpa adanya keluhan
khas selama belum terjadi komplikasi pada organ tubuh.
Mengingat hipertensi sering kali tidak memberikan gejala untuk jangka
panjang maka sebaiknya walaupun belum mencapai usia 65 tahun sangat
diperlukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, khususnya pada pasien yang
memiliki orangtua atau saudara yang menderita hipertensi.
4. Distribusi Penyakit Lain
Hipertensi pada lansia merupakan salah satu risiko terjadinya komplikasi-
komplikasi berupa penyakit jantung, stroke, ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
sehingga hipertensi memerlukan penanganan yang tepat dan segera. Pada
penelitian ini, pasien hipertensi geriatri yang dirawat di RSPR memiliki penyakit
lain yang menyertainya. Diagnosis penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi
geriatri adalah stroke, diabetes mellitus, ginjal, jantung, dislipidemia, Urinary
Tract Infection (UTI), asma, dispepsia, hipoglikemia, dan hiperglikemia. Jumlah
pasien dengan diagnosis penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi geriatri di
instalasi rawat inap RSPR tahun 2005 ditunjukkan pada tabel V.
Tabel V. Distribusi Jenis Diagnosis Penyakit Lain yang Menyertai Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun 2005
No Diagnosis Jumlah pasien Persentasi (%)
1 Stroke 23 41,8 2 Diabetes mellitus 5 9,1 3 Ginjal 5 9,1 4 Jantung 4 7,3 5 Urinary Tract Infection (UTI) 1 1,8 6 Asma 2 3,6 7 Dislipidemia 2 3,6 8 Dispepsia 3 5,5 9 Hipoglikemia 2 3,6 10 Hiperglikemia 2 3,6
Total 55 100
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien hipertensi
geriatri adalah stroke sebanyak 23 kasus (41,8%). Tekanan darah yang meningkat
menyebabkan pembuluh darah pecah biasanya ditandai dengan pendarahan
serebral. Kondisi ini mengakibatkan otak kekurangan oksigen akibat
penyumbatan pecahnya pembuluh darah sehingga menimbulkan kelumpuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
setengah badan. Oleh karena itu, penting dilakukan penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi untuk mengurangi resiko stroke.
Penyakit lain yang menyertai pasien hipertensi geriatri adalah diabetes
melitus sebanyak 5 kasus (9,1%). Diabetes melitus merupakan penyakit penyerta
pada pasien hipertensi geriatri karena pasien mengalami gangguan metabolisme
glukosa akibat faktor usia. Dengan meningkatnya kadar gula dalam darah
menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam darah. Akibatnya hormon
insulin tidak mampu mengubah gula yang lebih tersebut dan kepekaan terhadap
insulin akan berkurang. Mekanisme ini dapat menyebabkan tekanan arteri
meningkat. Menurut Kiongdo (1996), penderita usia lanjut yang menderita
diabetes melitus dan hipertensi dapat mengalami arterosklerosis sehingga
meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu sangat penting dilakukan
pengukuran glukosa darah secara teratur.
Dalam penelitian ini terdapat 5 kasus (9,1%) pasien yang menderita
penyakit ginjal. Hal ini disebabkan faktor usia, dimana fungsi renal pada usia
lanjut mengalami penurunan. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan lesi
pada pembuluh darah perifer dan kapiler glomerulus sehingga menurunkan fungsi
filtrasi glomerulus. Oleh sebab itu obat-obat yang diekskresikan atau
dimetabolisis melalui ginjal, memerlukan penyesuaian dosis. Perkembangan
kerusakan ginjal pada hipertensi biasanya ditandai oleh meningkatnya proteinuria.
Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif
(William, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5. Lama Perawatan
Faktor yang menyebabkan pasien harus melakukan rawat inap yaitu
karena banyak keluhan kesehatan baik keluhan utama maupun komplikasinya
yang dianggap serius atau tidak ada anggota keluarga yang merawat pasien.
Lamanya perawatan pasien hipertensi di rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih
sangat beragam. Bila kondisi penyakit pasien parah maka pasien tersebut akan
lebih lama menginap dibanding pasien dengan kondisi penyakit yang ringan.
Tabel VI. Distribusi Lama Menginap Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Lama menginap (hari) Jumlah pasien Persentasi (%)
1 1 1 1,2 2 2 7 8,6 3 3 8 9,9 4 4 6 7,4 5 5 8 9,9 6 6 7 8,6 7 7 12 14,8 8 8 4 4,9 9 9 6 7,4 10 10 3 3,7 11 11 7 8,6 12 12 1 1,2 13 13 2 2,5 14 14 1 1,2 15 17 3 3,7 16 18 1 1,2 17 19 1 1,2 18 20 1 1,2
19 21 2 2,5 Total 81 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Dari tabel VI dapat dilihat bahwa jangka waktu perawatan yang paling
lama adalah 21 hari (2,5%), sedangkan jangka waktu perawatan yang paling cepat
adalah 1 hari (1,2 %). Lama perawatan yang paling banyak adalah 7 hari (14,8%)
dan rata-rata lama perawatan adalah 9 hari. Hasil data di atas menunjukkan bahwa
pada umumnya lama perawatan pasien geriatri lebih dari satu hari yang mungkin
dikarenakan kondisi pasien yang mulai melemah dan membutuhkan penanganan
khusus sehingga kebanyakan dokter menyarankan agar pasien menjalani rawat
inap lebih dari 1 hari.
B. Profil Peresepan Obat
Profil peresepan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat
Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dilihat berdasarkan
golongan dan jenis obat antihipertensi, golongan dan jenis obat non antihipertensi,
jumlah obat antihipertensi yang digunakan, kesesuaian pemilihan obat dengan
diagnosis, cara pemberian obat antihipertensi.
1. Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan
Terapi hipertensi digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
mencegah komplikasi penyakit lain yang terkait dengan tingginya tekanan darah.
Menurut JNC VII obat antihipertensi yang disarankan adalah diuretik, angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II, beta-bloker,
dan obat yang bekerja di sentral, serta vasodilator. Golongan dan jenis obat
antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih ditunjukkan pada tabel VII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Tabel VII. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005
No Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus
Persentasi (%)
Total Persentasi
(%) kaptopril 25 19,1
perindopril 1 0,8
ramipril 4 3,1 1. ACE inhibitor
imidapril 8 6,1
28,5
amlodipin 18 13,7
nifedipin 12 9,2 2. Antagonis Ca diltiazem HCl 2 1,5
24,6
karvedilol 7 5,3 3 Beta- bloker bisoprolol
fumarat 3 2,3 7,7
furosemid 18 13,7 4 Diuretika
indapamida 3 2,3 16,2
5 Antihipertensi bekerja di sentral klonidin 13 9,9 10,0
valsartan 13 9,9 6
Antagonis reseptor angiotensin II losartan 4 3,15
13,1
Total 131 100 100
Pada tabel VII dapat dilihat antihipertensi yang banyak digunakan adalah
ACE inhibitor, diikuti antagonis Ca, diuretika, antagonis reseptor angiotensin II,
antihipertensi bekerja disentral, beta-bloker. Jika dibandingkan dengan penelitian-
penelitian terdahulu, penelitian Lidia (2005) menunjukkan bahwa ACE inhibitor
lebih sering diberikan pada pasien lanjut usia, diikuti antagonis Ca, diuretik,
antihipertensi bekerja sentral, antagonis reseptor angiotensin II, vasodilator, beta-
bloker. Penelitian Prasetyo (2005) juga menyebutkan bahwa ACE inhibitor lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
banyak digunakan, diikuti antagonis Ca, diuretik, antagonis reseptor angitensin II,
antihipertensi bekerja sentral.
Sama seperti penelitian Lidya (2005) dan Prasetyo (2005), pada penelitian
ini antihipertensi yang banyak digunakan adalah ACE inhibitor sebanyak 28,5%.
Golongan ACE inhibitor yang banyak digunakan adalah kaptopril sebesar 19,1%.
Tentu saja hal ini berbeda dengan JNC VII dan standar pengobatan Rumah Sakit
Panti Rapih yang merekomendasikan diuretik sebagai obat hipertensi pilihan
pertama. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor bermanfaat dan aman
digunakan oleh pasien lanjut usia terutama pada dosis yang rendah serta efektif
mengurangi resiko stroke (Saseen dan Carter, 2005). Menurut Massie (2002),
keuntungan penggunaan ACE inhibitor relatif memiliki sedikit efek samping
dibandingkan dengan antihipertensi lain. Angiotensin converting enzyme inhibitor
juga dianjurkan pada pasien dengan nefropati diabetes karena dapat mengurangi
proteinuria dan dapat menstabilkan fungsi ginjal.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selain ACE inhibitor,
antihipertensi yang banyak digunakan adalah antagonis kalsium sebesar 24,6%.
Pedoman pengobatan RSPR dan JNC VII menyebutkan antagonis kalsium sebagai
salah satu golongan antihipertensi tahap pertama. Antagonis kalsium dapat
mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pasien lanjut usia
dengan hipertensi sistolik (Saseen dan Carter, 2005). Menurut Harvey dan
Woorward (2001) antagonis kalsium terbukti memiliki efektifitas, keamanan, dan
dapat ditoleransi oleh pasien lanjut usia. Selain itu pemilihan antagonis sebagai
antihipertensi didasarkan pada keefektifannya menurunkan tekanan darah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dapat menetralkan efek metabolik. Golongan antagonis kalsium yang banyak
digunakan pada penelitian ini yaitu amlodipin sebesar 13,7%.
Golongan obat ketiga yang banyak digunakan adalah diuretik sebanyak
16,2%. Hal ini dikarenakan diuretik berkhasiat menurunkan tekanan darah
terutama pada penderita lanjut usia dan efek antihipertensi berlangsung lebih
lama serta efektif dalam dosis yang rendah (Saseen dan Carter, 2005). Golongan
diuretik yang paling banyak digunakan adalah furosemid sebanyak 18 kasus
(13,7%). Keadaan ini tidak sesuai dengan JNC VII yang merekomendasikan
diuretik tiazid sebagai antihipertensi pilihan pertama dalam terapi hipertensi.
Furosemid termasuk dalam golongan diuretik kuat.
Antagonis reseptor angiotensin II yang banyak diresepkan adalah valsartan
sebesar 9,9% (13 kasus). Walaupun bukan antihipertensi pilihan pertama, tapi
antihipertensi golongan ini masih banyak diresepkan. Efek samping antagonis
reseptor angiotensin II kurang lebih sama dengan ACE inhibitor. Obat-obat
golongan ini dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien yang harus
menghentikan terapi dengan ACE inhibitor akibat batuk kering. Penggunaan
antagonis kalsium lebih sedikit dibandingkan dengan ACE inhibitor karena
menurut Massie (2002), antagonis reseptor angiotensin II memiliki harga yang
lebih mahal dan pengalaman penggunaan jangka panjang masih terbatas.
Obat antihipertensi yang paling sedikit digunakan dalam terapi hipertensi
pada geriatri di RSPR adalah beta-bloker yaitu sebesar 7,7%. Penggunaan beta-
bloker pada penderita hipertensi yang disertai gagal ginjal kronik dapat
memperburuk fungsi ginjal. Beta-bloker lebih efektif diberikan pada populasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan aktivitas renin yang tinggi seperti pasien muda (Massie, 2002). Menurut
Mycek (2001), adanya komplikasi penyakit pada usia lanjut dapat menurunkan
efektifitas beta-bloker. Penyakit yang dapat mengurangi efek terapeutik
penggunaan beta-bloker, misalnya penyakit ginjal, asma dan gagal jantung.
2. Golongan dan Jenis Obat Non antihipertensi yang Digunakan
Pada penelitian ini pasien geriatri juga menerima obat lain selain obat
antihipertensi. Penggolongan obat non antihipertensi dilakukan dengan mengacu
pada Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Dari data yang ada dapat kita
ketahui bahwa terdapat 88 macam obat non antihipertensi yang diberikan pada
pasien hipertensi geriatri.
Tabel VIII. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Non Antihipertensi Berdasarkan Kelas Terapi yang Digunakan pada Pasien Geriatri di
Instalasi Rawat Inap RSPR Tahun 2005 Obat Kelas Terapi Golongan Jenis Obat Jumlah
Kasus Persentasi
(%) Antiangina Nitrat isosorbit
dinitrat 12 13,6
simvastatin 6 6,8 Statin atorvastatin 4 4,5
Antihiperlipi
demia Resin penukar ion
falterol 1 1,1
Antikoagulan Antifibrinolitik asam traneksamat
2 2,3
Kardiovaskuler
Inotropik Positif
Glikosida jantung
digoksin 1 1,1
diazepam 3 3,4 klobazam 2 2,3
Antiepilepsi
pirasetam 1 1,1 Antidepresan sentralin 1 1,1 Psikofarmaka Antihipnotik estazolam 3 3,4
metoklopramid
1 1,1
domperindon 1 1,1
Susunan Saraf
Pusat
Obat Mual dan Vertigo
betahistin hidroklorida
5 5,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Lanjutan Tabel VIII
Teofilin aminopilin 1 1,1 Antiasma Stimulan
adrenoreseptorsalbutamol 1 1,1
Saluran Nafas
Obat batuk dan
ekspektoran
ekspektoran dekstrometorfan
3 3,4
Antagonis reseptor H2
ranitidin 7 8,0
Saluaran Cerna
Antitukak Khelator sukralfat 2 2,3
dipiron 4 4,5 Analgesik
Non Opioid asam
mefenamat 1 1,1
Analgesik Analgesik
Opioid tramadol 1 1,1
Vitamin asam folat 4 4,5 Gizi dan darah Mineral Seng garam seng 1 1,1
Obat Gout
alupurinol
7
8,0
ketoprofen 5 5,7
Penyakit otot
dan sendi
Obat untuk penyakit
reumatik dan gout
AINS
diklofenak 4 4,5 Hormonal Antidiabetik Antidiabetik
oral glibenklamid 4 4,5
Total 88 100
Dari data tabel VIII obat non antihipertensi yang paling banyak diberikan
adalah antiangina sebanyak 12 kasus (13,6%) dan antihiperlipidemia sebanyak 11
kasus (12,4%). Kelas terapi antiangina yang digunakan adalah golongan nitrat
yang bekerja dengan merelaksasi otot polos pembuluh vena sehingga tekanan
darah menurun. Obat golongan ini juga dapat memperbaiki sirkulasi koroner pada
penderita aterosklerosis koroner dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner.
Obat antihiperlipidemia pada penderita hipertensi dibutuhkan untuk
mengurangi kadar lipid dalam pembuluh darah sehingga dapat meningkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
elastisitas pembuluh darah. Pada penelitian ini, obat antihiperlipidemia yang
banyak digunakan adalah golongan statin sebanyak 11 kasus.
Dari data tabel VIII, obat untuk penyakit otot dan sendi yang banyak
digunakan adalah golongan AINS sebanyak 9 kasus sedangkan golongan antigout
sebanyak 7 kasus. Menurut IONI (2000), AINS memiliki efek analgesik yang
bertahan lama sehingga efektif pada pengobatan nyeri berulang akibat radang.
Biasanya serangan gout akut diobati dengan AINS sedangkan alupurinol tidak
efektif dalam mengatasi serangan akut.
2. Jumlah Obat
Antihipertensi yang ideal adalah antihipertensi yang memenuhi kriteria
seperti efektif lebih dari 24 jam dengan dosis rendah, mempunyai respon yang
tinggi untuk semua kelompok penderita hipertensi, tidak memiliki efek samping
dan harganya murah. Kriteria obat antihipertensi yang ideal sulit dicapai dengan
monoterapi. Oleh karena itu dilakukan percobaan untuk mencapai terapi obat
antihipertensi yang ideal dengan mengkombinasikan obat antihipertensi tambahan
dalam dosis rendah (Neutel, 2002). Variasi jumlah obat untuk penderita hipertensi
dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel IX. Distribusi Jumlah Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Jumlah Antihipertensi Jumlah kasus Persentasi (%)
1 Tunggal 45 55,5
2 2 kombinasi 25 30,9
3 3 kombinasi 11 13,6 Total 81 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Dari data tabel IX, dapat dilihat pemberian obat tunggal sebanyak 45 kasus
(55,5%), pemberian 2 macam kombinasi sebanyak 25 kasus (30,9%) sedangkan
pemberian 3 macam kombinasi antihipertensi sebanyak 11 kasus (13,6%). Jumlah
obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah pemberian tunggal. Pada
pasien lanjut usia sebaiknya diberi terapi kombinasi obat antihipertensi.
Pemberian tunggal kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien
lansia dengan beragam patologi.
Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal
33,3%
8,9%
15,6%
31,1%
11,1%
0%5%
10%15%20%25%30%35%
Antihipertensi Bekerja di Sentral
ACE Inhibitor
β-bloker
Antagonis Ca
Antagonis reseptor angiotensin II
Obat Antihipertensi
Pros
enta
se (%
)
Gambar 8. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005.
Menurut Neutel (2002), terapi kombinasi sangat efektif menurunkan
tekanan darah pada lanjut usia. Terapi kombinasi memiliki dosis yang lebih kecil
sehingga efek samping yang terjadi relatif lebih rendah. Keuntungan lain dari
terapi kombinasi adalah biaya terapi yang lebih murah dibandingkan dosis
monoterapi. Data pada gambar 8 memperlihatkan bahwa penggunaan ACE
inhibitor secara tunggal mempunyai persentasi paling besar yaitu 15 kasus
(33,3%), diikuti antagonis Ca secara tunggal sebanyak 14 kasus (31,1%), beta-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bloker sebanyak 7 kasus (15,6%), antagonis reseptor angiotensin II sebanyak 5
kasus (11,1%), antihipertensi bekerja di sentral sebanyak 4 kasus (8,9%).
Penggunaan Obat Antihipertensi Dua Kombinasi
16,0%
36,0%
4,0%
20,0%
4,0%
8,0%8,0%
4,0%
0%
5%
10%
15%20%
25%
30%
35%
40% Diuretik dan Antagonis Ca
Diuretik dan ACE Inhibitor
ACE Inhibitor dan Antagonis reseptor angiotensin IIACE Inhibitor dan Antihipertensi bekerja di sentralACE Inhibitor dan Antagonis Ca
Antihipertensi bekerja sentral dan Antagonis Ca
Antagonis Ca dan Antagonis reseptor angiotensin II
ß-bloker dan Antagonis CaObat Antihipertensi
Pros
enta
se (%
)
Gambar 9. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Dua
Kombinasi di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005.
Pemberian dua kombinasi antihipertensi pada pasien lanjut usia dilakukan
dengan menggabungkan dua obat antihipertensi dari kelas yang berbeda dan
bekerja secara sinergis (Raharjo, 2001). Pemberian dua kombinasi dapat diberikan
bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran. Obat kedua
ditambahkan dengan dosis yang rendah dan tidak meningkatkan dosis obat
pertama. Hal ini untuk memaksimalkan efek penurunan tekanan darah dengan
efek samping seminimal mungkin. Pada penelitian ini pemberian dua kombinasi
yang paling banyak diberikan adalah golongan diuretik dan ACE inhibitor yaitu
sebanyak 9 kasus (36,0%) karena kombinasi ini memiliki efek yang sinergis
dalam menurunkan tekanan darah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Tabel X. Distribusi Penggunaan Kombinasi Tiga Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No Kombinasi Tiga Golongan Obat Antihipertensi
Jumlah Persentasi (%)
1 Diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium 2 18,2
2 Diuretik, ACE inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II 2 18,2
3 Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II 2 18,2
4 Diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis kalsium
1 9,1
5 Diuretika, beta-bloker, antagonis reseptor angiotensin II
1 9,1
6 Diuretik, ACE inhibitor, antihipertensi bekerja di sentral
1 9,1
7 ACE inhibitor, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor angiotensin II 1 9,1
8 ACE inhibitor, beta-bloker, antagonis reseptor angiotensin II 1 9,1
Total 11 100
Dari data tabel X dapat kita ketahui bahwa terdapat 11 kasus penggunaan
tiga macam kombinasi obat antihipertensi. Penggunaan tiga macam kombinasi
antihipertensi mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu kombinasi (diuretik,
ACE inhibitor, antagonis kalsium), (diuretik, ACE inhibitor, antagonis reseptor
angiotensin II), (diuretik, antihipertensi bekerja di sentral, antagonis reseptor
angiotensin II) masing-masing sebanyak 2 kasus (18,2%). Kombinasi tiga obat
antihipertensi digunakan untuk pengobatan hipertensi berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
3. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi Berdasarkan JNC VII
Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak dibandingkan dengan standar
yang ada di Rumah Sakit Panti Rapih karena standar pengobatan yang ada kurang
lengkap. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang disusun oleh JNC VII
direkomendasikan untuk pasien hipertensi agar target penurunan tekanan darah
dapat tercapai. Kelas terapi obat yang direkomendasikan JNC VII merupakan
hasil pertimbangan dari berbagai klinik tentang keuntungan penggunaan obat
antihipertensi tertentu dengan indikasi penyulit tertentu. Untuk melihat kesesuaian
pemilihan obat antihipertensi dilakukan dengan cara membandingkan dengan
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC) VII.
Tabel XI. Kesesuaian Pemilihan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Penyulit Berdasarkan JNC VII di Instalasi Rawat Inap
RSPR Tahun 2005 Keterangan
No
Penyakit penyulit Sesuai Tidak Sesuai
1 Stroke 20 3
2 Asma 2 - 3 Ginjal 4 1 4 Jantung 2 2 5 Dispepsia 3 - 6 Dislipidemia 2 - 7 Diabetes mellitus 5 -
Total 38 6
Dari data tabel XI terlihat bahwa jumlah pemilihan antihipertensi dengan
penyakit penyulit yang sesuai dengan JNC VII sebanyak 38 kasus sedangkan yang
tidak sesuai dengan JNC VII sebanyak 6 kasus. Antagonis reseptor angiotensin II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dan ACE inhibitor merupakan terapi yang direkomendasikan oleh JNC VII untuk
pasien hipertensi dengan penyakit ginjal karena dapat melindungi ginjal. Namun
pada pasien dengan penyakit ginjal penggunaan beta-bloker tidak dianjurkan.
karena dapat memperburuk penyakit ginjal. Pada penelitian ini terdapat satu
pasien yang mengalami penyakit ginjal, sehingga pemberian beta-bloker tidak
dianjurkan untuk pasien tersebut.
Angiotensin converting Enzyme inhibitor atau antagonis reseptor
angiotensin II merupakan first line bagi pasien hipertensi dengan diabetes melitus.
Kedua obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga kadar gula dalam
darah menurun. Diuretik, beta-bloker dan antagonis kalsium juga bisa digunakan
dalam terapi hipertensi dengan diabetes melitus (Saseen dan Carter, 2005).
Pasien dengan penyakit stroke mendapat terapi antihipertensi antagonis
kalsium. Menurut JNC VII sebaiknya pasien dengan penyakit stroke mendapat
obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini
terdapat 2 pasien hipertensi dengan penyakit jantung mendapat terapi antagonis
kalsium. Pasien hipertensi dengan penyakit jantung sebaiknya tidak mendapat
terapi antihipertensi antagonis Ca karena dapat memperparah penyakit jantung
tersebut.
3. Cara Pemberian
Dari data tabel XII dapat diketahui bahwa prosentase terbesar cara
pemberian obat antihipertensi pada geriatri di Instalasi Rawat Inap RSPR tahun
2005 yaitu pemberian obat antihipertensi dengan cara peroral sebanyak 120 kasus
(90,9%), sedangkan pemberian secara injeksi sebanyak 12 kasus (9,1%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel XII. Prosentase Cara Pemberian Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Cara Pemberian Jumlah Persentasi (%)
1 Oral 120 90,9 2 Injeksi 12 9,1
Total 132 100
Cara pemberian injeksi sedikit digunakan karena lebih mahal, nyeri, dan
pengunaannya harus dilakukan oleh tenaga medis, serta obat yang telah
disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Menurut Benowitz (2001), obat
antihipertensi yang diberikan secara injeksi berguna untuk mempercepat
penurunan tekanan darah, sedangkan penggunaan obat antihipertensi peroral
berguna untuk mengontrol tekanan darah secara bertahap.
Pemberian secara oral banyak digunakan karena perawatan hipertensi
membutuhkan jangka waktu yang panjang sehingga membutuhkan cara
pemberian yang mudah dilakukan, paling aman dan murah, serta efek samping
yang relatif lebih ringan. Menurut Bustami (2001), pemberian terapi secara oral
pada pasien lanjut usia harus memperhatikan bahwa pasien lanjut usia seringkali
sulit menelan tablet yang besar. Sebaliknya juga pasien yang penglihatannya
sudah berkurang atau tangannya kaku sulit memegang tablet berukuran kecil.
C. Evaluasi Interaksi Antihipertensi
Untuk melihat interaksi obat dilakukan dengan cara membandingkan
dengan literatur yaitu Drugs Interaction, Stockley (1994) dan Informatorium Obat
Nasional Indonesia, Anonim (2000), Drug Interaction Facts, Tatro (2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
1. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lain
Tabel XIII. Distribusi Interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Antihipertensi Lainnya Di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Tahun 2005
No Golongan Golongan Interaksi Jenis Interaksi Jumlah kasus
Persentasi (%)
1 Diuretik ACE inhibitor Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 15 25,9
2 Diuretik Antihipertensi bekerja sentral
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 5 8,6
3 Diuretik Beta-bloker Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 1 1,7
4 Diuretik Antagonis Ca Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 7 12,1
5 Diuretik Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 5 8,6
6 ACE inhibitor Antihipertensi bekerja sentral
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 5 8,6
7 ACE inhibitor Antagonis Ca Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 5 8,6
8 ACE inhibitor Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 2 3,5
9 Antihipertensi
bekerja di sentral
Beta-bloker Meningkatkan resiko hipertensi Farmakodinamik 1 1,7
10 Antihipertensi
bekerja di sentral
Antagonis Ca Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 3 5,2
11 Antihipertensi
bekerja di sentral
Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 2 3,5
12 Beta-bloker Antagonis Ca Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 1 1,7
13 Beta-bloker Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 2 3,5
14 Antagonis Ca Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif Farmakodinamik 4 6,9
Total 58 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel XIV. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Jenis Obat Antihipertensi Lainnya Di Instalasi RSPR Tahun 2005
No Jenis Obat Antihipertensi
Jenis Obat Antihipertensi Jenis Interaksi Jumlah
Kasus Persentasi
(%)
1 furosemid Kaptopril farmakodinamik 9 15,5
2 furosemid klonidin farmakodinamik 5 8,6 3 furosemid valsartan farmakodinamik 2 3,5
4 furosemid losartan farmakodinamik 3 5,2 5 furosemid perindopril farmakodinamik 1 1,7 6 furosemid ramipril farmakodinamik 3 5,2 7 furosemid amlodipin farmakodinamik 2 3,5 8 furosemid nifedipin farmakodinamik 3 5,2 9 furosemid karvediol farmakodinamik 1 1,7
10 indapamid imidapril farmakodinamik 2 3,5 11 indapamid amlodipin farmakodinamik 2 3,5 12 kaptopril nifedipin farmakodinamik 1 1,7 13 kaptopril valsartan farmakodinamik 2 3,5 14 kaptopril klonidin farmakodinamik 4 6,9 15 ramipril nifedipin farmakodinamik 2 3,5 16 ramipril klonidin farmakodinamik 1 1,7 17 imidapril amlodipin farmakodinamik 1 1,7 18 imidapril nifedipin farmakodinamik 1 1,7 19 amlodipin karvediol farmakodinamik 1 1,7 20 amlodipin klonidin farmakodinamik 1 1,7 21 amlodipin valsartan farmakodinamik 4 6,9 22 klonidin nifedipin farmakodinamik 2 3,5 23 klonidin valsartan farmakodinamik 1 1,7 24 klonidin losartan farmakodinamik 1 1,7 25 klonidin karvediol farmakodinamik 1 1,7 26 valsartan karvediol farmakodinamik 2 3,5
Total 58 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Dalam terapi hipertensi, dokter dengan pertimbangan tertentu akan
memberikan satu atau lebih obat antihipertensi pada pasien lansia. Pemberian
antihipertensi lebih dari satu dapat menimbulkan interaksi obat. Dalam penelitian
ini potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain
terjadi pada 58 pasien atau sebesar 71,6% dari total 81 pasien hipertensi geriatri.
a. diuretik dan ACE inhibitor
Data tabel XIII menunjukkan bahwa kombinasi diuretik dan ACE inhibitor
paling banyak digunakan yaitu sebesar 25,9%. Interaksi jenis obat antihipertensi
yang banyak terjadi dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan kaptopril
sebanyak 9 kasus (15,5%). Menurut Stockley (1994) kombinasi ini efektif dalam
menurunkan tekanan darah karena mempunyai efek sinergis tetapi dapat
menyebabkan hipokalemia karena penggunaan furosemid dan menyebabkan
meningkatnya efek hipotensif (bisa ekstrim).
Secara teoritis kombinasi ini mempunyai onset tertunda dimana efek klinis
dari interaksi obat timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah
pemberian. Tingkat keparahan interaksi ini bersifat minor yaitu efek yang timbul
biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan. Tingkat
kepercayaan dikategorikan suspected yaitu efek interaksi mungkin terjadi, tetapi
butuh penelitian lebih lanjut (Tatro, 2001). Untuk mengurangi efek samping ini
sebaiknya dilakukan penyesuaian dosis dengan pemberian dosis pertama harus
diberikan dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan atau dengan mengurangi
dosis diuretik atau bahkan menghentikan pemberian diuretik (Stockley, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. diuretik dan antihipertensi bekerja di sentral
Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi
dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan klonidin sebanyak 5 kasus
(8,6%). Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan
(Anonim, 2000). Kombinasi antihipertensi bekerja di sentral dengan tiazid
dianjurkan untuk memperkuat efeknya tetapi sebaiknya dosis diturunkan untuk
mengurangi efek samping (Tjay dan Rahardjo, 2002).
c. diuretik dan beta-bloker
Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi
pada furosemid dan karvedilol sebanyak 1,7%. Interaksi ini dapat meningkatkan
efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000).
d. diuretik dan antagonis Ca
Dalam penelitian ini, interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini
banyak terjadi pada furosemid dan nifedipin sebesar 5,2%. Kombinasi ini
memberikan efek yang merugikan karena antagonis kalsium hanya memberikan
penambahan efek yang kecil bila digunakan bersama diuretik (Anonim, 2000).
e. diuretik dan antagonis reseptor angiotensin II
Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi
dalam golongan ini adalah interaksi furosemid dan losartan sebesar 5,2%.
Kombinasi ini menguntungkan karena dapat meningkatkan efek hipotensif
(Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
f. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antihipertensi bekerja di sentral
Pada penelitian ini interaksi jenis obat antihipertensi yang banyak terjadi
adalah interaksi kaptopril dan klonidin sebanyak 4 kasus (8,6%). Kombinasi ini
menyebabkan efektivitas kaptopril akan tertunda dan efek hipotensif timbul secara
berlebihan. Penatalaksanaan interaksi ini dengan cara menurunkan dosis kaptopril
(Stockley, 1994). Keadaan ini sesuai Setiawati dan Bustami (1995) yang
menyatakan bahwa Pemberian ACE inhibitor bersama klonidin sebaiknya
dihindari karena dapat menimbulkan efek hipotensif yang berat dan
berkepanjangan.
g. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antagonis Ca
Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada ramipril
dan nifedipin sebanyak 2 kasus (3,5%). Kombinasi ini memberikan efek yang baik
karena dapat meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000).
h. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II
Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada
kaptopril dan valsartan sebesar 3,5 %. Kombinasi ini menyebabkan meningkatnya
efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000).
i. antihipertensi bekerja di sentral dan beta-bloker
Pada penelitian ini interaksi antar jenis obat antihipertensi terjadi pada
klonidin dan karvedilol sebesar 1,7%. Interaksi ini juga menyebabkan
meningkatnya tekanan darah secara drastis saat penggunaan klonidin dihentikan.
Oleh karena itu, terapi dengan beta-bloker perlu dihentikan sebelum
menggunakan klonidin (Stockley, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
j. antihipertensi bekerja di sentral dan antagonis reseptor angiotensin II
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dan
menguntungkan (Anonim, 2000). Prosentase interaksi antihipertensi bekerja di
sentral dan antagonis reseptor angiotensin II dalam penelitian ini sebesar 3,5%.
k. antihipertensi bekerja di sentral dan antagonis Ca
Interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini terjadi pada klonidin
dan nifedipin sebesar 3,5%. Menurut Stockley (1994), bila digunakan secara
bersamaan menyebabkan efek hipotensif. Pada penggunaan klonidin yang perlu
diperhatikan adalah penghentian secara tiba-tiba yang dapat mengakibatkan krisis
hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah secara drastis. Penatalaksanaan
interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring efek hipotensif yang
mungkin terjadi.
l. beta-bloker dan antagonis Ca
Kombinasi beta-bloker dengan antagonis Ca aman dan bermanfaat untuk
terapi hipertensi. Bila dikombinasi dengan nifedipin, diltiazem aman tetapi perlu
diperhatikan untuk pasien dengan gagal jantung kemungkinan menjadi lebih
parah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring efek hipotensif yang mungkin terjadi
(Stockley, 1994). Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini
terjadi pada amlodipin dan karvedilol sebesar 1,7%.
m. beta-bloker dan antagonis reseptor angiotensin II
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif. Tujuan
pemberian obat antihipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah kembali ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
normal, maka kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang menguntungkan
(Anonim, 2000). Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini
terjadi valsartan dan karvedilol sebanyak 2 kasus (3,5%).
n. antagonis kalsium dan antagonis reseptor angiotensin II
Persentasi interaksi jenis obat antihipertensi dalam golongan ini banyak
terjadi pada amlodipin dan valsartan sebanyak 4 kasus (6,9%). Interaksi yang
terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dan menguntungkan (Anonim, 2000).
2. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain
Pasien lanjut usia sering menerima bermacam-macam obat untuk penyakit
dan gejala yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan bertambahnya resiko
interaksi obat antihipertensi dengan obat lain. Potensial interaksi antara obat
antihipertensi dengan obat antihipertensi lain terjadi pada 21 pasien (25,9%).
Tabel XV. Distribusi interaksi Golongan Obat Antihipertensi dengan Golongan Obat Lain di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Tahun 2005
No Obat Antihipertensi
Obat Lain Jenis Interaksi Jumlah Kasus
Persentasi (%)
Antidiabetik Farmakodinamik 3 14,3 Antasida Farmakokinetik 6 28,6 NSAIDs Farmakodinamik 4 19,1
1
ACE inhibitor
Alupurinol Farmakodinamik 4 19,1 NSAIDs Farmakodinamik 1 4,8 2 Loop diuretik
Kolestiramin Farmakokinetik 1 4,8 Antasida Farmakokinetika 1 4,8 3 Beta-bloker NSAIDs Farmakodinamik 1 4,8
Total 21 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel XVI. Distribusi Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Lain Berdasarkan Significance Rating dan Konsekuensi Klinis di Insatalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 *) Significance Rating
Obat Antihipertensi
Obat Lain
Onset Tingkat keparahan
Tingkat kepercayaan
Konsekuensi Klinis
Antidiabetik
- - - peningkatan efek hipoglikemik
Antasida
cepat
minor
possible
antasida akan mengurangi
absorpsi kaptopril
NSAIDs - - - berkurangnya efektivitas kaptopril
ACE inhibitor
Alupurinol cepat mayor possible reaksi hipersensitivitas
NSAIDs cepat minor probable efektivitas frusemid akan berkurang
Loop diuretik
Kolestiramin cepat moderat suspected Absorbsi frusemid berkurang
Antasida - - - absorbsi β-bloker berkurang
Beta-bloker
NSAIDs tertunda moderat Probable
efek beta-bloker berkurang
Keterangan: tanda - = tidak tercantum dalam literatur Tatro, 2001.
a. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antidiabetik
Mekanisme interaksi ini belum diketahui dan hanya terjadi pada sedikit
orang saja. Ada pendapat yang menyebutkan kombinasi ini menyebabkan
peningkatan efek hipoglikemik karena peningkatan pemakaian glukosa dan
meningkatnya sensitivitas insulin. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan
dengan cara monitoring penggunaan (Stockley, 1994). Persentasi interaksi
angiotensin converting enzyme inhibitor dan antidiabetik dalam penelitian ini
sebanyak 3 kasus (14,3%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
b. angiotensin converting enzyme inhibitor dan antasida
Antasida dapat mengurangi absorbsi kaptopril di gastrointestinal sehingga
mengurangi efektivitas kaptopril sebagai antihipertensi. Secara teoritis kombinasi
ini mempunyai onset cepat dimana efek klinis muncul dalam waktu 24 jam setelah
pemberian dan memiliki tingkat keparahan tergolong minor yaitu efek yang
timbul biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan.
Kombinasi ini juga mempunyai tingkat kepercayaan interaksi possible, dimana
efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada sangat terbatas. Untuk
menghindari efek samping sebaiknya pemberian antasida 1-2 jam setelah
pemberian kaptopril (Tatro, 2001). Persentasi interaksi angiotensin converting
enzyme inhibitor dan antasida pada penelitian ini sebanyak 6 kasus (28,6%).
c. angiotensin converting enzyme inhibitor dan NSAIDs
Kombinasi ini menyebabkan berkurangnya efektivitas kaptopril. Bila
digunakan bersama-sama maka akan menghambat sintesis prostalglandin sehingga
efektivitas kaptopril sebagai antihipertensi berkurang. Untuk menghindari efek
samping ini, sebaiknya dosis kaptopril ditingkatkan dan monitoring tekanan darah
(Stockley, 1994). Dari hasil penelitian, interaksi angiotensin converting enzyme
inhibitor dan NSAIDs sebanyak 4 kasus (19,1%).
d. angiotensin converting enzyme inhibitor dan alupurinol
Mekanisme interaksi ini belum diketahui. Kemungkinan kombinasi ini
dapat menyebabkan meningkatnya reaksi hipersensitivitas. Alupurinol dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas, sehingga bila diberikan bersama kaptopril
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
yang bersifat dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas maka menyebabkan
reaksi sensitivitas berat (Tatro, 2001).
Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi ini adalah onset tertunda,
dimana efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau
beberapa minggu setelah pemberian. Pemberian kombinasi ini sebaiknya hati-hati
karena mempunyai tingkat keparahan mayor yang dapat membahayakan jiwa
pasien atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Tingkat kepercayaan
interaksi ini bersifat possible yaitu efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data
yang ada sangat terbatas. Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan
cara monitoring penggunaan atau dengan memberi terapi hipersensitivitas
(Stockley, 1994). Pada penelitian interaksi angiotensin converting enzyme
inhibitor dan alupurinol sebanyak 4 kasus (19,1%).
e. loop diuretik dan NSAIDs
Dengan adanya NSAIDs akan menghambat sintesis prostaglandin renal,
sehingga tekanan darah renal akan meningkat. Akibatnya efektivitas furosemid
akan berkurang (Stockley, 1994). Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi
ini adalah onset cepat, dimana efek klinis muncul dalam waktu 24 jam setelah
pemberian. Efek klinis dari interaksi ini bersifat minor yaitu efek yang timbul
biasanya ringan atau tidak timbul dan tidak dibutuhkan terapi tambahan.
Kombinasi ini juga mempunyai tingkat kepercayaan probable yaitu interaksi yang
timbul sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti secara klinis (Tatro, 2001).
Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara monitoring penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
dan bila perlu dosis furosemid ditingkatkan (Stockley, 1994). Persentasi interaksi
loop diuretik dan NSAIDs dalam penelitian ini sebanyak 1 kasus (4,8%).
f. loop diuretik dan kolestiramin
Kombinasi ini menyebabkan absorbsi furosemid berkurang.
Kolesterotiramin merupakan resin penukar ion yang dapat mengikat furosemid
dalam usus sehingga menyebabkan efek furosemid berkurang (Stockley, 1994).
Secara teoritis onset yang ditimbulkan interaksi ini adalah onset cepat dan
mempunyai tingkat keparahan moderat, dimana efek yang timbul menyebabkan
memperburuk kesehatan pasien. Tingkat kepercayaan interaksi ini dikategorikan
suspected yaitu efek dari interaksi ini mungkin terjadi, tetapi butuh penelitian
lebih lanjut (Tatro, 2001). Untuk menghindari efek samping ini sebaiknya
furosemid diberikan 2-3 jam sebelum pemberian kolestiramin (Stockley, 1994).
Dari hasil penelitian, interaksi loop diuretik dan kolestiramin sebanyak 1 kasus
(4,8%).
g. beta bloker dan antasida
Mekanisme interaksi ini belum pasti, akan tetapi ada pendapat yang
mengatakan kemungkinan berhubungan dengan tertundanya pengosongan
lambung yang disebabkan oleh antasida, akibatnya absorbsi beta-bloker
berkurang. Penatalaksanaan interaksi ini perlu dilakukan penyesuaian dosis
(Stockley, 1994). Dari hasil penelitian, interaksi beta-bloker dan antasida
sebanyak 1 kasus (4,8%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
h. beta bloker dan NSAIDs
Kombinasi ini menyebabkan efek beta-bloker berkurang. Mekanisme
interaksi ini adalah NSAIDs akan menghambat sintesis prostaglandin ginjal
sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.
Penatalaksanaan interaksi ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan dosis
frusemid dan monitoring tekanan darah (Stockley, 1994). Secara teoritis
kombinasi ini mempunyai onset tertunda dimana efek klinis dari interaksi obat
timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemberian. Interaksi ini
juga mempunyai tingkat keparahan moderat sehingga mungkin dibutuhkan rawat
inap di rumah sakit atau terapi tambahan. Tingkat kepercayaan interaksi ini
dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin terjadi tetapi
belum terbukti secara klinis (Tatro, 2001). Persentasi interaksi beta-bloker dan
NSAIDs dalam penelitian ini sebanyak 1 kasus (4,8%).
D. Rangkuman Pembahasan
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman
profil peresepan dan evaluasi interaksi antihipertensi pada pasien geriatri di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non analitik.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengambilan data dan tahap
penyelesaian data. Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik atau
kartu permintaan obat pasien geriatri Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih
tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bila ditinjau dari karakteristik
pasien, jenis kelamin pasien hipertensi geriatri yang paling banyak adalah wanita
sebesar 61,7% sedangkan pasien pria sebesar 38,3%. Kelompok umur yang paling
banyak terjadi hipertensi adalah kelompok umur 65 - ≤75 tahun yaitu sebesar
66,7%. Menurut JNC VII klasifikasi hipertensi yang paling banyak terjadi adalah
hipertensi tingkat 2 yaitu sebesar 67,9%, sedangkan hipertensi tingkat 1 sebanyak
24,7% dan prehipertensi sebesar 7,4%. Dilihat dari penyakit penyerta yang paling
banyak diderita oleh pasien hipertensi geriatri adalah stroke sebesar 41,8%.
Prosentase menginap terbanyak yakni 7 hari (14,8%).
Dilihat dari profil peresepan, golongan obat antihipertensi yang paling
banyak digunakan oleh pasien geriatri adalah ACE inhibitor sebesar 28,5%.
Golongan dan jenis obat non antihipertensi yang banyak digunakan adalah obat
untuk penyakit reumatik dan gout sebesar 18,2%. Jumlah obat antihipertensi yang
banyak digunakan yaitu tunggal sebesar 55,5%, kombinasi dua obat sebesar
30,9%, sedangkan kombinasi tiga obat sebesar 13,6%. Kesesuaian pemilihan
antihipertensi berdasarkan penyakit penyulit yang sesuai dengan JNC VII
sebanyak 38 kasus, sedangkan yang tidak sesuai sebanyak 6 kasus. Cara
pemberian obat secara oral sebesar 90,9%, sedangkan injeksi sebesar 9,1%.
Evaluasi interaksi obat antihipertensi yang terjadi antara obat
antihipertensi dengan antihipertensi lain yang paling sering terjadi adalah interaksi
diuretik dan ACE inhibitor yaitu sebesar 25,9%. Interaksi obat antihipertensi
dengan obat lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida
sebesar 28,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal-hal
sebagai berikut ini.
1. Karakteristik pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta tahun 2005, meliputi jenis kelamin pasien hipertensi geriatri yang
paling banyak adalah wanita sebesar 61,7%. Kelompok umur yang paling
banyak terjadi hipertensi adalah kelompok umur 65-≤75 tahun sebanyak 54
kasus (66,7%). Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII yang paling banyak
adalah pasien hipertensi tingkat 2 sebanyak 55 kasus (67,9%) sedangkan
penyakit penyerta yang banyak diderita pasien adalah stroke sebanyak 23
kasus (28,4%) sedangkan rata-rata pasien menginap selama 9 hari.
2. Profil peresepan antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005, meliputi golongan obat
antihipertensi yang paling banyak digunakan oleh pasien geriatri adalah ACE
inhibitor sebesar 28,5%. Golongan obat non antihipertensi yang banyak
digunakan adalah obat untuk penyakit reumatik dan gout sebesar 18,2%.
Jumlah obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu tunggal sebanyak 45
kasus (55,5%). Kesesuaian pemilihan obat antihipertensi berdasarkan JNC VII
sebanyak 38 kasus. Cara pemberian obat yang banyak digunakan adalah
secara oral sebanyak 120 kasus (90,9%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
3. Evaluasi interaksi obat antihipertensi yang terjadi pada pasien geriatri di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005,
meliputi interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi diuretik dan ACE
inhibitor sebanyak 15 kasus (25,9%) yang memiliki onset tertunda dan tingkat
keparahan interaksi bersifat minor. Interaksi obat antihipertensi dengan obat
lain yang paling banyak terjadi yaitu ACE Inhibitor dan antasida sebanyak 6
kasus (28,6%) dengan onset cepat dan tingkat keparahan bersifat minor.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberi saran
sebagai berikut ini.
1. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai drug related problem dan melihat kondisi
subyek secara keseluruhan seperti data laboratorium.
2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai evaluasi interaksi obat antihipertensi secara
prospektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, hal 47-74, 83-90,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2001, Pengendalian Hipertensi: Laporan Komisi Pakar WHO, diterjemahkan oleh Kosasih, P., ITB, Bandung.
Benowitz, N.L., 2001, Obat Antihipertensi, dalam Sjabana, D., Rahardjo.,
Sastrowardoyo, W., Hamzah., dkk, (Editor), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, 276-304, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Bustami, Z.S., 2001, Obat Untuk Kaum Lansia, edisi kedua, hal 1-19, ITB,
Bandung.
Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A., and Joseph, L. I., 2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The JNC 7 Report, http//www.jama-ama-assn.org/cgi/content/full/289.19.2560v1, diakses 20 Februari 2006
Graham-Clarke, E. M. and Hebron, B. S., 1999, Hipertension. in: Clinical
Pharmacy and Therapeutic, 247-258, Harcourt Publisher, London. Darmojo, B., 2004, Teori Proses Menua, dalam Darmojo, B., Martono, H.,
(Editor), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi III, hal 3-12, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A.,
(Editor), Farmasi Klinis, Edisi VIII, 119-130, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Greene, R. J., Hariss, N. D., 1999, Phatology and Theraupetic for Pharmacist A
Basic for Clinic Pharmacy Practice, Second Edition, 93-115, The Pharmaceutical Press, London.
Harvey, P. A. and Woodward, M. C., 2001, Management of Hypertension in
Older People, Geriatric Therapeutics, Aged Care Servis Austin and Repatriation Medical Centre, Victoria.
Katzung, B. G., 2004, Aspek Khusus Farmakologi Geriatrik dalam: Farmakologi
Dasar dan Klinik, Edisi IV, 487-500, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Kiongdo, G., 1996, Penatalaksana Hipertensi Ringan Menurut Rekomendasi WHO/ISH, 1993, dalam Medika, no.12, tahun XXII, 726, Penerbit PT Grafiti Medika Press, Jakarta.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2003, Drug Information Handbook, Ninth edition, Lexi Comp Inc, Canada, 85-86, 231-233, 246-248, 631-632, 1000-1002.
Lidya, T., 2005, Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Lanjut Usia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Tahun 2002, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Martono, H., 2004, Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua, dalam
Darmojo, B., Martono, H., (Editor), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi III, hal 56-60, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Massie, M. D., 2002, Sistemic Hypertension, In Tierney, L. M., Mcphee, S.J.,
Papodakis,M.A., Current Medical Diagnosis And Treatment (CMDT), 43th edition, Lange Medical Books, MC Graw- Hill, hal 465-481.
Mycek, M.J, Harvey, R.A., Champe, P.C., dan Fisher, B.D., 2001, Farmakologi
Ulasan Bergambar, diterjemahkan oleh Azwar Agoes, edisi II, Widya Medika, Jakarta, 181-193.
Nagle, B.A., and Erwin, W.G., 1997, Geriatric, in DiPiro, J.T.,et al. (eds),
Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach, 93-96, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut.
Neutel, J.M., 2002, The Use of Combination Drug Therapy in The Treatment of
Hypertension, www.medscape.com/viewarticle/436706, diakses 21 September 2006.
Phillip, 2005, Menopouse Women and Hypertension,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?itool=abstractplus&db=pubmed&cmd=Retrieve&dopt=abstractplus&list_uids=1274949, diakses tgl 21 januari 2007.
Prastowo, P. C., 1995, Penggunaan Obat Secara Rasional, Warta ISFI Jawa
Tengah, Edisi 13, 31-36. Prasetyo, 2005, Profil Peresepan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Ianap
Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia, dalam Aslam, M., Tan,C.K., Prayitno, A., (Editor), Farmasi Klinis, Edisi VIII, 119-130, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Rahardjo, P. J., 2001, Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan
Hipertensi, Simposium on Practical Aspect of Hypertension, Sub bagian Ginjal dan Hipertensi, Bagian IPD, 31-36, FKUI, Jakarta.
Santoso, M., 2006, Gambaran Pola Komplikasi Penderita HTN yang Dirawat di
RSUD Koja tahun 2004-2006, Cermin Dunia Kedokteran, No 150
Saseen, J.J., Carter, B.L., 2005, Hypertension, in DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 185-214, Appleton and Lange, USA.
Setiawati, A. dan Bustami, Z. S., 1995, Antihipertensi, dalam Ganiswara, S. G.
(Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 315-342.
Siburian, 2004, Perhatian Khusus Bagi Lansia Penderita Hipertensi
http://www.gizi.net/cgi bin/berita/fullnews.cgi?newsid1078805826,57204, diakses tgl 3 Januari 2007.
Siregar, C., 2005, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Buku Kedokteran,
Jakarta, Hal 90-92. Stockley, H.I., 1994, Drug Interactions, Black Well Science, USA, 1-11, 353,
357, 358, 362. Sumartono, W. R., Aryatami, K. N., 2003, Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah pada Usia 55 Tahun menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga, http//www.kalbefarma.com/files/cdk/files/05p, diakses 17 September 2005.
Tatro, D. S., 2001, Drug Interaction Facts, 6 th edition, Facts and Comparison A
Wolters Kluwer Company, hal 21, 45, 55, 237, 245, 451, 783-793, 102. Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta.
Williams, H.G., 2001, Hipertensive Vascular Disease, dalam Isselbacher K.J. et
al. (eds), Harrison, 15th edition, Principless of Internal Medicine, Vol 1, The McGraw-Hill Company, USA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
No L/P Umur Komplikasi LamaInap
Kondisi TD
Klasifikasi hipertensi
Diuretika Penghambat ACE
Antihipertensi bekerja di sentral
Pengeblok β Antagoniskalsium
Antagonis reseptor
angiostensin II 1 L 81 th - 7 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 2 P 68 th - 17 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 3 P 78 th - 7 hari ↓ Tingkat 2 √ 4 P 83 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ 5 P 69 th Stroke 6 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 6 P 65 th - 8 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 7 L 81 th Stroke 10 hari ↓ Tingkat 2 √ 8 L 75 th - 4 hari ↓ Prehipertensi √ 9 P 65 th Dispepsia 6 hari ↓ Tingkat 1 √ 10 P 74 th 1 hari ↓ Tingkat 2 √ 11 P 89 th Jantung 13 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 12 P 85 th - 5 hari ↓ Tingkat 2 √ 13 L 78 th - 2 hari ↓ Tingkat 2 √ 14 P 65 th Stroke 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 15 P 75 th - 9 hari ↓ Prehipertensi √ 16 P 65 th jantung 7 hari ↓ Tingkat 1 √ √ √ 17 P 81 th UTI 11 hari ↓ Tingkat 1 √ √ √ 18 P 76 th Ginjal 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 19 P 81 th - 3 hari ↓ Prehipertensi √ 20 P 71 th - 4 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 21 L 65 th Vertigo 9 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 22 P 77 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 23 P 74 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ 24 P 65 th - 3 hari ↓ Prehipertensi √ √ 25 L 70 th Stroke 6 hari ↓ Tingkat 2 √ 26 P 89 th - 3 hari ↓ Tingkat 1 √ 27 P 69 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ 28 P 89 th Stroke 9 hari ↓ Tingkat 2 √ 29 P 89 th hipoglikemia 8 hari ↓ Tingkat 2 √ 30 L 68 th - 3 hari ↓ Tingkat 1 √ 31 P 65 th Dispepsia 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 32 L 73 th Vertigo 7 hari ↓ Tingkat 2 √
74
Lampiran 1. Umur, Jenis kelamin, Diagnosis Penyakit, Lama Inap, Golongan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatri Berdasarkan Rekam Medis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33 L 86 th Stroke 7 hari ↓ Tingkat 2 √ 34 P 65 th Vertigo 6 hari ↓ Tingkat 2 √ 35 P 80 th Stroke 7 hari ↓ Tingkat 2 √ 36 P 66 th - 2 hari ↓ Tingkat 2 √ 37 P 80 th Asma 10 hari ↓ Tingkat 1 √ 38 P 87 th Diabetes Melitus 8 hari ↓ Tingkat 2 √ 39 P 65 th - 7 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 40 L 65 th Asma 3 hari ↓ Tingkat 1 √ 41 L 72 th Dislipidemia 3 hari ↓ Tingkat 1 √ 42 P 71 th - 21 hari ↓ Prehipertensi √ 43 P 73 th - 11 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 44 P 76 th Stroke 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 45 L 80 th - 9 hari ↓ Prehipertensi √ 46 L 74 th Stroke 9 hari ↓ Tingkat 2 √ 47 L 66 th Stroke 8 hari ↓ Tingkat 2 √ √ √ 48 L 66 th Stroke 3 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 49 L 71 th Diabetes Melitus 4 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 50 P 66 th - 2 hari ↓ Tingkat 2 √ 51 P 66 th Hipoglikemia 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 52 P 77 th - 30 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 53 L 65 th Ginjal kronik 10 hari ↓ Tingkat 2 √ 54 L 69 th Stroke 4 hari ↓ Tingkat 2 √ 55 L 93 th - 5 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 56 P 75 th Stroke 6 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 57 P 77 th - 7 hari ↓ Tingkat 1 √ 58 P 70 th Hiperglikemia 12 hari ↓ Tingkat 1 √ 59 L 65 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 60 L 69 th Stroke 9 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 61 L 70 th Ginjal diabetes 19 hari ↓ Tingkat 1 √ √ 62 L 70 th - 17 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 63 L 68 th Diabetes melitus 4 hari ↓ Tingkat 2 √ 64 L 65 th Stroke 3 hari ↓ Tingkat 2 √ 65 P 82 th Vertigo 5 hari ↓ Tingkat 2 √ 66 L 76 th Vertigo 2 hari ↓ Tingkat 1 √ 67 P 70 th Hiperglikemia 17 hari ↓ Tingkat 2 √
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keterangan :
L = laki-laki P = perempuan
68 L 73 th Dislipidemia 7 hari ↓ Tingkat 1 √ √ 69 P 80 th - 2 hari ↓ Tingkat 1 √ 70 P 70 th Vertigo 6 hari ↓ Tingkat 1 √ 71 L 75 th - 2 hari ↓ Tingkat 2 √ 72 L 65 th Stroke 21 hari ↓ Tingkat 1 √ √ √ 73 P 73 th Jantung 1 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 74 P 72 th Ginjal 20 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 75 L 65 th Stroke 14 hari ↓ Tingkat 2 √ 76 L 65 th Jantung 7 hari ↓ Tingkat 1 √ √ √ 77 L 91 th Stroke 11 hari ↓ Tingkat 2 √ 78 P 74 th - 6 hari ↓ Tingkat 1 √ √ 79 P 70 th Ginjal, diabetes
melitus 4 hari ↓ Tingkat 1 √
80 P 70 th Diabetes Melitus 7 hari ↓ Tingkat 2 √ √ 81 P 75 th - 2 hari ↓ Tingkat 1 √ √
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Data Umum Pasien Hipertensi Geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
Pasien 1
TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amiodaron HCl Cordaron 2 x 1 Oral Aritmia supraventrikel dan ventrikel
Dekstromertofan Romilar 3 x 1 Oral Antitusif
Klonidin Catapres 3 x 1 Oral Hipertensi
No Reg
130610
220/110
130/80
Furosemid Lasik 1 x 1 IV Hipertensi
Pasien 2 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Losartan Angioten
1 x 1 Oral Hipertensi
Metformin HCl Diabex
2 x 1 Oral Antidiabetik
Klobazam Frisium
3 x ½ Oral Terapi epilepsi
Karvedilol Dibloc 2 x ½ Oral Hipertensi
033403
220/95
130/80
Klonidin Catapres 3 x 1 IV Hipertensi
Pasien 3 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Tramadol HCl Tramol 3 x 1 Oral Nyeri klonik
Amlodipin Tensivask 3 x 1 Oral Hipertensi
Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperlipidemia tipe IIa
131182
160/90
130/80
Pirasetam Pirasetam 3 x 1 Oral Mioklonik kortikal
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 4 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Kaptopril Kaptopril 4 x 1 Oral Hipertensi
Enerbol 3 x 1 Oral Susah berpikir
410440 190/120 120/60
Amoksilin Amoksisilin 4 x 1 Oral Antibiotik
Pasien 5 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Kaptopril Kaptopril 3 x 1 Oral Hipertensi Klonidin Catapres 3 x 1 Oral Hipertensi
Amlodipin Norvask 3 x 1 Oral Hipertensi Amoksisilin amoksisilin 3 x 1 Oral Antibiotik
471013
220/130
130/80
Metoklopramide Primperan 1 x 1 IV Mual muntah
Pasien 6 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amlodipin Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperlipidemia tipe IIa
Isosorbitdinitrit Cedocard 3 x 1 Oral Angina
470648
160/100
120/80
Frusemid Lasik 1 x 1 IV Hipertensi
Pasien 7 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Co-desgorin mesilat
Ergotika 1 x 1 Oral Migrain
Enziplek 3 x 1 Oral Saluran cerna
470242
200/120
160/100
Kaptopril Kaptopril 2 x 1 Oral Hipertensi
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 8 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Tizanidin Sirdalut 3 x 1 Oral Pelemas otot rangka
Diazepam Diazepam 3 x 1 Oral Ansiolitik
Kaptopril Kaptopril 2 x 1 Oral Antihipertensi
Keteprofen Pronalges 3 x 1 Oral Nyeri dan gangguan otot
Diklofenak sodium Voltaren 1 x 1 Oral Radang dan reumatik
Ranitidin Rantin 2 x 1 Oral Ulkus lambung
268051
269/150
130/80
Estazolam Esilgan 1 x 1 Oral Ansietas
Pasien 9 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Klorzoksazon Myonal 2 x 1 Oral Spasme otot rangka
Natrium diklofenak
Voltaren 1 x 1 Oral Nyeri dan radang pada penyakit reumatik
Betahistin hidroklorida
Merislon 3 x 1 Oral vertigo
Kaptopril Captopril 1 x 1 Oral Antihipertensi
Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperkolesterol primer
Siprofloksasin Ciprofloksasin 2 x 1 Oral Antibiotik
Ranitidin Rantin 1 amp IV Ulkus lambung
471708
130/90
120/80
Pankreatin Primperan 1 amp IV Gangguan saluran cerna
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 10 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Kaptopril Capoten 1 x 1 Oral Hipertensi
Fenitoin Phenytoin 2 x 1 Oral Epilepsi
472695
150/100
110/70 Ranitidin Rantin 2 x 1 Oral Tukak lambung
Pasien 11 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Imidapril Tanapres 1 x 1 Oral Hipertensi
Nifedipin Adalat oros 1 x 1 Oral Antihipertensi
Furosemid Lasix 1 x ½ Oral Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Aspar. K 1 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
249057
170/90
150/90
Isosorbide dinitrat Cedocard 3 x 1 Oral Pengobatan angina
Pasien 12 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Betahistin hidroklorida
Merislon 3 x 1 Oral Vertigo
Domperidon Vometa 3 x 1 Oral Mual muntah
Fluvastatin Lescol 3 x 1 Oral Hiperkolesterolemia
Diltiazem hidroklorida
Herbeser 1 x 1 Oral Angina, hipertensi
Sefiksim Starcef 2 x 1 Oral Antibiotik
408220
180/80
130/80
Alopurinal Zylonic 1 x 1 Oral Batu asam urat
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 13 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
CO- degokrin mesilat
Ergotika 1 x 1 Oral Memperbaiki fungsi mental 209786
160/90 130/70
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 14 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Blopres 1 x 1 Oral Antihipertensi
Pirasetam Neurotam 2 x 1 Oral Sindrom invulsi pada geriatri
Amoksisilin Amoxan 3 x 1 Oral Antibiotik
Amlodipin besilat
Tensivask 1 x 1 Oral Antihipertensi
471868
190/110
160/100
Nicholin 2 x 1 IV Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak
Pasien 15 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amaryl 1 x 1 Oral Antidabetik
Pirasetam Neurotam 4 x 1 Oral Sindrom invulsi pada geriatri
Kaptopril Capoten 3 x 1 Oral Antihipertensi
208143
180/110
160/100
Siprofloksasin Ciprofloksasin 2 x 1 Oral Antibiotik
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 16 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Nikotinamid Bekombion F 3 x 1 Oral Sariawan, kerusakan parenkim
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Losartan Angioten 1 x 1 Oral Hipertensi
Aspar K 2 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
Frusemid Lasix 1 x ½ Oral Edema karena gagal ginjal. hipertensi
Amoxisilin Amoxilin 3 x 1 Oral Antibiotik
472066
200/110
140/100
Ranitidin Rantin 2 x 1 IV Ulkus lambung
Pasien 17 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Ranitidin Zantac 3 x 1 Oral Tukak lambung Amaryl 1 x 1 Oral Antidiabetes
Alopurinol Zyloric 1 x 1 Oral Profilaksis batu asam urat
Valsartan Blopress 1 x 1 Oral Hipertensi Plavix 1 x 1 Oral Mengurangi keparahan
aterosklerosis Atorvastatin Lipitor 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia Detrusitol 2 x 1 Oral Mengurangi aktivitas kandung
kemih Frusemid Lasik 1 x 1 Oral Edema karena gagal ginjal,
hipertensi
396267
140/70
110/70
Ketosteril 3 x 1 Oral Terapi infusiensi ginjal kronik
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 18 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Aspar K 2 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
Nikotinamid Bekombion F 3 x 1 Oral Sariawan, kerusakan parenkim
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Siprofloksasin Ciprofloksasin 2 x 1 Oral Antbiotik
Alopurinol Allupurinol 2 x 1 Oral Profilaksis batu asam urat
Folavit 2 x 1 Oral Suplemen
Bromheksin Mucoheksin 3 x 1 Oral Mukolitik
471953
160/80
120/70
Frusemid Lasix 1 x 1 IV Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 19 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Blopres 1 x 1 Oral Antihipertensi
Sefaklor Mediconcef 2 x 1 Oral Antibiotik
Natrium diklofenak
Voltaren R 1 x 1 Oral Nyeri dan radang pada reumatik
471404
130/70
120/80
Gingkan 3 x 1 Oral Gamgguan peredaran di otak
Pasien 20 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amlodipin besilat
Norvask 1 x ½ Oral Hipertensi
Bisoprolol fumarat
Concor 1 x ½ Oral Hipertensi
204189
160/150
120/70 Alprazolam Xanax 2 x 1 Oral Ansietas
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Natrium diklofenak
Catalflan. D 3 x 1 Oral Nyeri pada radang
Linkomisin Lincosin 3 x 1 Oral Antibiotik
Dipiron Cetalgin * 3 x 1 Oral Sakit kepala
Pasien 21 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Asetosal farmasal 1 x 1 Oral Demam
Aspar K 1 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
Isosorbide dinitrat
Cedocard 2 X 1 Oral Pengobatan angina
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Sefriakson Cefriakson 2 x 1 Oral Antibiotik
234859
189/119
120/80
Frusemid Lasix 2 x 1 IV Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 22 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Citaz 2 x 1 Oral Gejala iskemik Klonidin
hidroklrida Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Diazepam Valium 1 x 1 Oral Ansiolitik Enerbol 3 x 1 Oral Glikotropikum
Seftriakson Cefriakson 1 x 1 Oral Antibiotik Valsartan Aprovel 1 x 1 Oral Hipertensi
470521
220/150
180/100
Frusemid Lasik 3 x 1 amp IV Edema, hipertensi
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 23 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Nimodipin Nimotop 3 x 1 Oral Gangguan neurologik
Asam traneksamat
Kalnex 2 x 1 Oral Antifibrinolitik
230712
170/100
100/80
Klonidin hidroklorida
Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 24 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amlodipin Tensivask 1 x 1 Oral Antihipertensi
Valsartan Aprovel 1 x 1 Oral Hipertensi
462914
130/70
120/80
Klobazam Frizium 1 x 1
Oral ansietas
Pasien 25 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cilostazol Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Amilodipin besilat
Tensivask 1 x 1 Oral Antihipertensi
473182
192/125
150/80
Nicholin 2 x 1 IV Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 26 No reg
TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Imidapril Tanapres 3 x 1 Oral Hipertensi
Lysmin 3 x 1 Oral Multivitamin
24871
2
140/90
120/70
Enzyplek 3 x 1 Oral Nutrisi saluran cerna
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 27 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperkolesterol primer
Citaz 2 x 1 Oral Gejala iskemik
Klonidin hidroklrida
Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Enerbol 3 x 1 Oral Daya pikir menurun
429713
174/106
150/90
CO- degokrin mesilat
Ergotika 1 x 1 Oral Memperbaiki fungsi mental
Pasien 28 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cilostazol Citaz 2 x 1 Oral Gejala iskemik 257052 210/90 130/80
Klonidin hidroklrida
Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 29 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Bromheksin Mukoheksin 3 x 1 Oral Mukolitik
239415
160/90
140/80
Setirizin hidroklorida
Ryzen 1 x 1 Oral Alergi
Pasien 30 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Diltiazem hidroklorida
Herbeser 2 x 1 Oral Hipertensi 245190
14/70
130/70
Ubi Q 1 x 1 Oral Antioksidan
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 31 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cedocard 1 x 1 Sublingual angina
Dipiron Cetalgin * 3 x 1 Oral Sakit kepala
Imidapril Tanapres 3 x 1 Oral Hipertensi
428732
165/120
130/70
Indapamid Natrilik 1 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 32 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Dipiron Cetalgin* 1 x 1 Oral Sakit kepala
Nifedipin Adalat 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
160329
160/90
120/70
Sefriakson Cefriakson 1 x 1 Oral Antibiotik Pasien 33
No reg TD masuk TD kleuar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi
Sertralin Zolaft 1 x 1 Oral Depresi
Ramipril Triatec 1 x 1 Oral Hipertensi
122126
180/100
130/80
Nicholin 2 x 1 IV Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 34 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Losartan Angioten 1 x 1 Oral Hipertensi 040825
180/100
150/100 Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperkolesterol primer
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 35 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Clopidogrel Plavix 1 x 1 Oral Mengurangi keparahan aterosklerosis
474764
211/91 130/80
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 36 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Nifedipin Adalat oros 1 x 1 Oral Antihipertensi 475446
220/150
140/80 Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Pasien 37 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Betahistin hidroklorida
Merislon 3 x 1 Oral Vertigo
Sefiksim Starcef 2 x 1 Oral Antibiotik
Celebex 2 x 1 Oral Osteoatritis
Nifedipin Adalat 3 x 1 Oral Hipertensi, angina
Terbutalin sulfat
Bricasma 3 x 1 Oral Asma bronkial
453791
145/90
130/90
Ranitidin Zantac 2 x 1 Oral Tukak lambung
Pasien 38 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Clopidogrel Plavix 1 x 1 Oral Mengurangi keparahan aterosklerosis
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi
336829
180/90
150//80
Ramipril Triatec 1 x 1 Oral Hipertensi
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sefriakson Cefriakson 2 x 1 IV Antibiotik
Pasien 39 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Losartan Angioten 1 x 1 Oral Hipertensi
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Aspar K 2 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
Frusemid Lasix 1 x 1 IV Edema karena gagal ginjal hipertensi
Ultravita 1 x 1 Oral Pengobatan defisiensi vitamin
475431
208/144
150/70
Klonidin hidroklorida
Catapres 3 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 40 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Bromheksin Mukoheksin 3 x 1 Oral Mukolitik 475461
140/100
120/80 Kaptopril Capoten 2 x 1 Oral hipertensi
Pasien 41 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Aprovel 1 x 1 Oral Hipertensi
Diazepam Diazepam 1 x 1 Oral ansietas
Atorvastatin Lipitor 3 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
OBH 3 x 1 Oral Pengeluaran dahak
268484
180/90
140/80
Asam traneksamat
Kalnex 3 x 1 Oral Fibrinolisis lokal
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 42 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cedocard 3 x 1 Oral Angina
Ubi Q 1 x 1 Oral Antioksidan
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Amlodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
427118
130/80
120/80
Ranitidin Zantac 2 x 1 IV Tukak lambung
Pasien 43 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Klonidin hidroklrida
Clonidin 3 x ½ Oral Hipertensi
Nifedipin Adalat 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
Estazolam Esilgan 1 x 1 Oral Ansietas
006229
190/120
140/90
Frusemid Lasik 1 x ½ Oral Edema karena gagal ginjal, hipetrensi
Pasien 44 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Diovan 1 x 1 Oral Hipertensi
Alprazolam Xanax 1 x 1 Oral Ansietas
323423
190/90
170/100
Amilodipin besilat
Tensivask 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
Pasien 45 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Nikotinamid Bekombion F 3 x 1 Oral Sariawan, kerusakan parenkim
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Estazolam Esilgan 1 x 1 Oral Ansietas
Parasetamol Parasetamol 3 x 1 Oral Antipiretik
Alopurinol Allupurinol 1 x 1 Oral Profilaksis batu asam urat
Amilodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 46 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Blopres 1 x 1 Oral Hipertensi
Cedocard 3 x 1 Oral Angina Amilodipin
besilat Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Siprofloksasin Ciprofloksasin 2 x 1 Oral Antibiotik
Nimodipin Nimotop 3 x 1 Oral Gangguan neurologik iskemik
478504
220/100
130/70
Ranitidin Rantin 2 x 1 IV Ulkus lambung
Pasien 47 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amilodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Indapamid Natrilix 1 x 1 Oral Hipertensi
Clopidogrel Plavix 1 x 1 Oral Mengurangi keparahan aterosklerosis
Asetosal Faramasal 1 x 1 Oral Nyeri ringan
478870
160/100
150/90
Imidapril Tanapres 1 x 1 Oral Hipertensi
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 48 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cilostazol Citaz 3 x 1 Oral Gejala iskemik
Sefriakson Cefriakson 2 x 1 Oral Antibiotik
Ramipril Triatec 1 x 1 Oral Hipertensi
Klonidin hidroklorida
Catapres 2 x 1 Oral Hipertensi
479209
230/120
160/90
Ranitidin Rantin 2 x 1 IV Ulkus lambung
Pasien 49 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama
paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amilodipin besilat Tensivask 1 x 1 Oral Hipertensi, angina valsartan Blopress 1 x 1 Oral Hipertensi
245378
170/90
160/90 Diklofenak
sodium Voltaren 1 x 1 IM Radang dan reumatik
Pasien 50 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Bisoprolol fumarat
Concor 1 x 1 Oral Hipertensi, angina 479454
170/100
130/90
Diazepam Diazepam 1 x 1 Oral Ansietas
Pasien 51 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Konidin hidroklorida
Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Betahistin hidroklorida
Mertigo 3 x 1 Oral Vertigo
453678
189750
150/100
180/100
160/100 Aminopilin Aminopilin* 3 x 1 Oral Obstruksi jalan nafas, asma akut
berat
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kaptopril Kaptopril* 2 x 1 Oral Hipertensi ringan
Ultravita 2 x 1 Oral
Plantacid 3 x 1 Oral Tukak lambung
Pasien 52 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Encepabol F 1 x 1 Oral Daya pikr menurun
Ketokonazol Mycoral 1 x 1 Oral Anti jamur
Kaptopril Capoten 2 x 1 Oral Hipertensi
035245
190/100
130/90
Nifedipin Adalat Oros 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
Pasien 53 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Imidapril Tanapres 1 x 1 Oral Hipertensi
Isosorbide dinitrat
Cedocard 3 x 1 Oral Angina
Bromheksin Mukoheksin 3 x 1 Oral Mukolitik
Aspar K 3 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
014422
173/125
105/80
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Pasien 54 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Citaz 2 x 1 Oral Gejala iskemik
046165
160/150
140/90 Karvedilol Dilbloc 1 x 1 Oral Hipertensi essensial
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
CO-dergokrin oksalat
Ergotika 1 x 1 Oral Untuk pasien geriatri dengan demensia ringan
Pasien 55 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amilodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Indapamid Natrilix 1 x 1 Oral Hipertensi
Isosorbide dinitrat
Cedocard 3 x 1 Oral Angina
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
107400
189/109
130/90
Ambroxol Ambroxol * 3 x 1 Oral Mukolitik
Pasien 56 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Salbutamol Ventolin exp 3 x 1 Oral Asma
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Alopurinol Zyloric 1 x 1 Oral Profilaksis batu asam urat
Ketoprofen Pronalges 3 x 1 Oral Nyeri radang dan reumatik
481971
160/100
110/70
Frusemid Lasix 3 x 1 IV Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 57 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amilodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Atorvastatin Lipitor 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
448733
150/90 120/80
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 58 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Nifedipine Adalat Oros 1 x 1 Oral Angina, hipertensi
Ranitidin Zantac 2 x 1 Oral Tukak lambung
Okskarbazepin Trileptal 2 x 1 Oral Epilepsi, tonik klonik primer
228640
150/90
140/85
Celebrex 1 x 1 Oral Osteoatritis
Pasien 59 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Citaz 2 x 1 Oral Gejala iskemik
Neuratam 2 x 1 Oral Sindrom invulsi pada geriatri
Klonidin hidroklorida
Klonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Ketoprofen Pronalges 1 x 1 Oral Nyeri radang dan reumatik
Nifedipin Nipedipin * 2 x 1 Oral Angina dan hipertensi
479277
180/90
160/90
Enoksaaparin Lovenox 2 x 1 IV Pengobatan trombosis vena
Pasien 60 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Ramipril Triatec 1 x 1 Oral Hipertensi
Nifedipine Adalat Oros 1 x 1 Oral Angina, hipertensi
Cedocard 2 x 1 Oral Angina
316017
180/100
120/70
Siprofloksasin Ciprofloksasin 2 x 1 Oral Antibiotik
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 61 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Aspar K 1 x 1 Oral Suplemen kalsium untuk obat diuretika
Amilodipin besilat
Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
Domperidon Vometa 3 x 1 Oral Mual muntah
Fluvastatin Lescol 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
Celebrex 1 x 1 Oral Osteoatritis
129971
196/110
140/90
Furosemid Lasix 1 x 1 IV Edema karena gagal ginjal, hipertensi
Pasien 62 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Kaptopril Captopril 1 x 1 Oral Hipertensi
Imidapril Tanapres 1 x 1 Oral Hipertensi
Asamfolat Asam folat 3 x 1 Oral Vitamin
284759
210/100
140/80
Furosemid Lasix 3 x 1 IV Osteoastritis, hipertensi
Pasien 63 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Glibenklamid Glibenklamid 1 x 1 Oral NIDDM ringan sedang
Asam mefenamat
Mefinal 3 x 1 Oral Nyeri ringan
Pharmaton F 1 x 1 Oral
Sefotiam Ceradolan 2 x 1 Oral Antibioiik
480402
210/100
130/80
Celebrex 2 x 1 Oral Osteoatritis
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Valsartan Blopres 1 x 1 Oral Hipertensi
Seftriakson Rochepin * 1 x 1 IV Antibiotik
Pasien 64 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 1 x 1 Oral Iskemia
Clopidogrel Plavix 1 x 1 Oral aterosklerosis
Valsartan Blopress 1 x 1 Oral Hipertensi
Atorvastatin Lipitor 1 x 1 Oral Hiperkolesterol primer
Salbutiamin Arcalion 1 x 1 Oral Vitamin B1
154748
160/110
140/90
Nicholin 2 x 1 IV Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 65 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Bethahistin hidroklorida
Merislion 3 x 1 Oral vertigo
Ultravita 1 x 1 Oral Pengobatan defisiensi vitamin
Nifedipin Adalat Oros 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
330402
220/90
180/80
Ketoprofen Pronalges 2 x 1 Oral Nyeri radang dan reumatik
Pasien 66 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Cilostazol Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi essensial
496808
150/90
145/90 Nicholin 2 x 1 IV Kehilangan kesaaran akibat
kerusakan otak
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 67 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Asam folat Asam folat 3 x 1 Oral Vitamin B12
Nifedipin Adalat oros 1 x 1 Hipertensi
486487
170/90
160/90
Ferofumarat Hemobion * 1 x 1 Oral Anemia
Pasien 68 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan
pakai Cara pakai Indikasi
CO Amoksiklav Clanexi 3 x 1 Oral Antibiotik
Amilodipin besilat Norvask 1 x 1 Oral Hipertensi
Aspark 2 x 1 Oral Suplemen kalsium
Digoksin Lanoxin 2 x ½ Oral Gagal jantung
485865
140/90
130/70
Furosemid Lasix 1 x 1 IV Osteoastritis. hipertensi
Pasien 69 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Amilodipin besilat
Tensivask 1 x 1 Oral Hipertensi, angina
Ketoprofen Pronalges 3 x 1 Oral Nyeri radang dan reumatik
134687
150/100
140/80
Domperidon Vometa 3 x 1 Oral Sindrom dipepsia
Pasien 70 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Aracalion 1 x 1 Oral Treatment asthenia
Flunarisin Unalium 1 x 1 Oral Gangguan peredaran darh serebral dan perifer
504174
140/90
130/80 Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kaptopril Captopril 2 x ½ Oral Hipertensi
Dipiron Novalgin 1 x 1 Oral Sakit kepala akut dan kronik
Pasien 71 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Alopurinol Zyloric 1 x 1 Oral Profilaksis gout dan batu asam urat
504886
160/120 150/90
Kaptopril Captopril 2x 1 Oral Hipertensi
Pasien 72 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Sukralfat Inpepsa 3 x 1 Oral Tukak lambung
Valsartan Blopress 2 x 1 Oral Hipertensi
Klonidin hidroklorida
Catapres 2 x 1 Oral Hipertensi
Alopurinol Allopurinol 3 x 1 Oral Profilaksis gout dan batu asam urat
Kaptopril Captopril 3 x 1 Oral Hipertensi
274284
155/90
150/90
Sefriakson Cefriakson 1 x 1 Oral Antibiotik
Pasien 73 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Isosorbid dinitrat
Cedocard 3 x1 Oral Angina
Furosemid Lasix 1 x ½ Oral Gagal ginjal akut, hipertensi
KI aspartat Aspark 1 x 1 Oral Suplemen kalsium
320830
170/80
150/80
Kaptopril Captopril 3 x 1 Oral Hipertensi
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 74 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Perindopril Prexum 1 x 1 Oral Hipertensi, gagal jantung
Arcalion 1 x 1 Oral Vitamin B1
Difenhidramin Sanadryl 3 x 1 Oral Batuk basah
Cursil 2 x 1 Oral Liver
Flunarisin Sibelium 3 x 1 Oral Penyakit pembuluh darah arteri
Exelon 1 x 1 Oral Alzheimer
Furosemid Lasix 1 x 1 Oral Gagal ginjal akut, hipertensi
500385
160/80
110/70
Aspark 1 x 1 Oral Suplemen kalsium
Pasien 75 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Plavix 1 x 1 Oral Mengurangi keparahan aterosklerosis
Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Asetosal Aspilet 1x 1 Oral Nyeri ringan, demam
Karvedilol Dibloc 1 x 1 Oral Hipertensi essensial
504005
160/100
120/90
Alopurinol Zyloric 1 x ½ Oral Profilaksis gout dan batu asam urat
Pasien 76 No TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan
pakai Cara pakai Indikasi
Braxidin 2 x 1 Oral Pengobatan gejala yang disebabkan oleh kecemasan, tukak
lambung
Alprazolam Xanax 2 x 1 Oral Ansietas
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Eupilin 2 x 1 Oral Asma bronkial
Myoviton 3 x 1 Oral Letih, mudah lelah
Kaptopril Captopril 2 x 1 Oral Hipertensi
Klonidin hidroklorida
Clonidin 2 x 1 Oral Hipertensi
Frusemid Extra lasix IV Edema , gagal ginjal, hipertensi
Pasien 77 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 1 x 1 Oral Gejala iskemia
Karvedilol Dilbloc 1 x 1 Oral Hipertensi essensial
Ariceft 1 x 1 Oral Terapi demensia rinagn
Sukralfat Inpepsa 4 x 1 Oral Tukak lambung
426573
220/110
140/80
Nicholin 2 x 1 Oral Kehilangan kesaaran akibat kerusakan otak
Pasien 78 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Aspark 3 x 1 Oral Suplemen kalsium
Kaptopril Captopril 2 x ½ Oral Hipertensi
Simvastatin Simvastatin 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
Garam seng Zegase 1 x 1 Oral Vitamin dan mineral
Levofloksasin Reskuin 1 x 1 Oral Antibiotik
094657
150/90
130/80
Furosemid Lasix 1 x 1 Oral Osteoastritis, hipertensi
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien 79 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Imidapril Tanapres 1 x 1 Oral Hipertensi 287737 150/90 140/90
Domperidon Motilium 3 x 1 Oral Mual muntah
Pasien 80 No TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Pletaal 2 x 1 Oral Gejala iskemia
Valsartan Blopress 1 x 1 Oral Hipertensi
Amaryl 1 x 1 Oral Diabetes melitus tipe II
Asam mefenamat
Mefinal 3 x 1 Oral Hipersensifitas atau tukak pada peradangan
249491
216/118
130/80
Kaptopril Captopril 3 x 1 Oral Hipertensi
Pasien 81 No reg TD masuk TD keluar Nama obat Nama paten Aturan pakai Cara pakai Indikasi
Valsartan Diovan 1 x 1 Oral Hipertensi
Bisoprololfumarat Concor 1 x 1 Oral Hipertensi
Atorvastatin Lipitor 1 x 1 Oral Hiperkolesterolemia primer
Enzyplex 2 x 1 Oral Saluran cerna
CO-dergokrin oksalat
Ergotika 3 x 1 Oral Untuk pasien geriatri dengan demensia ringan
432020
140/70
120/80
Ranitidin Zantac 2 x 1 Oral Tukak lambung
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
DAFTAR DIAGNOSA KEMATIAN RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
RUANG PERAWATAN : SEMUA
NO NAMA DIAGNOSA ~ ICD-10 JUMLAH
LK H/M
PR
H/M
I DM E14 0 / 30 0 /30 60
2 STROKE 164------ 0/ 20 0 /20 40
3 HYPERTENSI (PRIMER) 110 0 / 27 0 / 36
1610 0 / 15 0 / 18 33 4
5
STROKE HAEMORRHAGE
CHF ( CONGESTIVE HEARTT FAILURE 150.0 0/ 15 0 / 12 27
6 BAYI LAHIR (BBL (BERAT 1000 - 2499 GR) P07.1 0 / 11 0 / 10 21
7 CH -> CIRRHOSIS HEPATIS K74.6 0 / 9 0 /10 19
8 CONTUSIO CEREBRI S06.2 0 / 13 0 / 6 19
9 CRF > CHRONIC RENAL FAILURE N18.9 0 / 10 0 / 7 17
10 IHD (ISCHEMIC HEART DISEASES) 124.9 0/ 7 0 / 8 15
1I CA PAKU C34.9 0/ 12 0 /2 14
12 SDH (SUBDURAL HEMATOMA - TRAUMATIC)
13 SEPSIS
506.5
A41.9
0 /
0 /
10
10
0 /4
0 /3
14
13
0 /4 11 14 COPD CHRONIC OBSTRUCTIV PULMONARY DI J44.9
15 DECOMPENSATION CORDIS 151.9
0/
0/
7
4 0 / 6 10
16 GE / DIARE ACUT A09 0/ 6 0 10
17 BRONCHOPNEMONIA J18.0 0/ 7 0/ 2 9
18 AMI INFERIOR 121.1 0/ 3 0 /5 8
19 FEBBRIS R50.9 0/ 4 0/ 4 8
20 CPC (COR PULMONALE CHRONIC) 127.9 0/ 3 0 /4 7
21 ISCHEMIC CEREBRAL 167.8 0/ 6 0/ 1 7
22 HEMATEMESIS K92.0 0/ 4 0/ 2 6
23 TM ABDOMEN (JINAK) D36.7 0/ 1 0 / 6
Lampiran 3. Daftar Diagnosa Kematian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Lampiran 4. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
HIPERTENSI
BATASAN
Hipertensi bila tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar sama dengan 90 mmHg.
INDIKASI PERAWATAN
Hipertensi gawat darurat (Hypertensive Emergency) dan Hipertensi Gawat (Hypertensive Urgency).
DASAR DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik Hipertensi, komplikasi organ target, funduskopi.
Laboratorium Darah : Hb, Ht, gula puasa, kreatinin, asam urat, Ca Koesterol (total dan HDL), trigliserida. Urin : Urinalisis.
Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi dan foto dada.
PENGELOLAAN PENDERITA
1. Terapi tanpa obat (untuk hipertensi ringan tanpa
komplikasi) : a. Penurunan berat badan b. Pembatasan garam c. Pembatasan akohol . .
2. Terapi obat antihipertensi
a. Pendekatan layanan bertingkat : diuretic (Hct), reserpin, hydralazin
b. Pendekatan layanan bertingkat individual Langkah 1
Obat pilihan pertama diuretik, beta blocker, penghambat ACE, antagonis kalsium
Langkah 2 • Meningkatkan dosis obat pilihan pertama • diganti obat pilihan pertama yang lain • ditambah obat jenis lain (kombinasi 2) diuretik, beta bloker,
penghambat ACE, antagonis kalsium Alfa bloker, alfa-2 agonis sentral, reserpin atau vasodilator.
Langkah 3 : Ditambah obat ke-3 atau ke-4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
2. Clonidine intravena (dapat diulang sampai 3 kali). Apabila tidak menunjukkan perbaikan dapat diberikan obat per oral : nifedipin sublingual.
b. Hipertensi Gawat 1. Furosemid intravena. 2. Clonidine per oral ('loading dose), nifedipin, captopril.
PROGNOSIS
Baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
KRISIS HIPERTENSI
DEFINISI Krisis hipertensi ditandai oleh kelainan progresif dari fimgsi ginjal, dan otak pada penderita hipertensi berat atau kenaikan mendadak tekanan darah diastolik, biasanya > 120 mmHg. Angka kejadian krisis hipertensi berkisar antara 1-7% dari kasus hipertensi. Krisis lebih sering terjadi pada usia 40 - 60 tahun setelah menderita hipertensi 2-10 tahun. Keadaan yang sering kali berkaitan dengan hipertensi 2-10 tahun. Keadaan yang sering kali berkaitan dengan krisis hipertensi adalah hipertensi esensial, pielonefritis kronik, dan glomerulonefritis. Pada pcnderita usia muda (dibawah 30 tahun) piclonefritis kronik dan glomerulonefritis lebih sering sebagai penyebab. Keadaan lain yaug berkaitan dcn;an krisis hipertensi ini adalah lupus eritematosus sistemik, skleroderma, poliarteritis nodosa, stenosis arteri renalis Imilateral, trombosis atau emboli, toksemia gravidarum, pasca radiasi area ginjal, aldosteron primer, hiperadrenokortisisme, feokromositoma, tumor ginjal dengan produk ektopik rzntin, dan minum efedrina, amfetamina, atau makanan bagi penderita yang sedang minum obat penghambat monoamina oksidase (MAO inhibitor) KLASIFIKASI Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure membedakan krisis hipertensi menjadi dua keadaan, yaitu hipertensi gawat dararut (hypertensive emergency) dan hipertensi gawat (hypertensive urgency). HIPERTENSI GAWAT DARURAT Hipertensi Ensefalopati adalah sindroma klinis akut reversibel sebagai akibat kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat teijadi pada orang normal (notmotensif) yang oleh sesuatu sebab tekanan darahnya mendadak naik misalnya 160/100 mmHg. Pada penderita hipertensi kronik keadaaan ini mungkinn tidak terjadi walau tekanan darahnya mencapai 225 mmHg. Disebutkan bahwa terdapat autoregulasi di otak. Aliran darah di otak berjalan dengan baik. jika tekanan darah arterial rata (mean arterial blood pressure ) berkisar antara 60-120 mmHg,sedang pada penderita hipertensi kronik tekanan arterial ini bergeser ke kanan. Jika tekanan darah arterial rerata melampaui nilai ambang autoregulasi otak, maka akan terjadi hiperfusi dan kebocoran cairan ke jaringan otak sehingga timbul gejala ensefalopati. HIPERTENSI MALIGNA BERAT DENGAN KOMPLIKASI DISFUNGSI ORGAN SASARAN Keadaan ini disebut pula sebagai hipertensi akselerasi (accelerated hypertension). Tekanan darah yang tinggi > 200/130 mmHg akan melibatkan arteriolitis nekrotik di organ sasaran (ginjal dan otak). Terjadi kerusakan arteiole yang progresif yang dapat berakibat nefrosklerosis dan retinopati berupa perdarahan dan eksudasi (KW III), dengan atau tanpa edema papil. Termasuk dalam kategori ini adalah : • Gagal jantung kiri akut disertai edema paru • infark miokard akut atau angina pektoris, unstable • aneurisma aorta disekans (disecting aortic aneurysma)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Gambaran Klinis Hipertensi Gawat Darurat Tekanan darah : biasanya tekana darah diastolik > 130 mmHg Funduskopi : perdarahan eksudat, dengan / tanpa edema papil Status neurologis : sakit kepala, bingung, defisit fokal,kejang, koma Jantung : iktus nyata, hipertrofi, gagal Jantung Ginjal : oliguria, azotemia Gastrointestinal : mual, muntah
HIPERTENSI GAWAT
Tekanan darah tinggi tanpa disertai disfungsi organ sasaran, akan tetapi potensial menyebabkan komplikasi kerusakan organ sasaran. Oleh karena itu, tekanan harus diturunkan secepatnya (24 Jam). Termasuk dalam kategori ini adalah : • Hipertensi maligna (accelerated hypertension). • Hipertensi perioperatif.
• Feokromositoma dan sindroma withdrawl akibat penahentian obat antihipertensi yang mendadak.
• Infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat.
MANIFESTASI KLINIS
Kelainan ginjal, mata, dan susunan saraf pusat mungkin mencolok, akan tetapi perubahan-perubahan pada ketiga organ ini biasanya teilihat selama perjalanan penyakit tekanan darah ini biasanya terlihat se!ama perjalanan Penyakit. Tekanan darah pada umumnya tetapi dapat pula sangat berfluktuasi. Tekanan darah diastolik yang lebih besar dari 120 mmHg sama sekali tidak menunjukkan akan kemungkinan adanya krisis hipertensi.
Perubahan awal dari mata dapat berupa eksudat lunak, perdarahan dan edema papil. Edema papil merupakan komponen yang bervariasi terutama pada mereka yang perjalanan penyakitnya pelan-pelan, akan tetapi pada mereka yang perjalanannya akut dan progresif edema papil mungkin tidak dijumpai. Edema papil biasanya diikuti oleh neuroretinitis, tetapi dapat pula dijumpai sendirian. Bermacam tingkat kebutaan dapat dijumpai dan dapat pulih dengan terapi yang sesuai. Tetapi harus pula diketahui bahwa perubahan mata mungkin tetap berlanjut sampai beberapa minggu setelah tekanan darah terkontrol. Nekrosis fibrinoid artetiola dengan kebocoran plasma ke sekitamya menimbulkan eksudat cotton wool dan perdarahan bentuk nyala api akibat pecahnya pembuluh darah. Edema papil dapat timbul akibat edema serebri lokal atau menyeluruh. Kebutaan sebagai akibat neuroretinitis dan spasme arteria obliteratif berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Hipertensi ensefalopati mungkin timbul mendadak atau pelan-pelan dan biasanya didahului atau disertai nyeri kepala yang berat. Manifestasi neurologik bervariasi, tetapi biasanva berakhir dengan kejang dan koma. Kelainan primer yang mendasarinya adalah emboli kecil multipel di otak yang berkaitan dengan edema serebri. Proses ini terjadi akibat vasokontriksi yang menyertai tekanan darah yang meninggi. Vasokontriksi arteri di otak lebih ringan dibandingkan vasa perifer, tetapi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di otak dan edema. Hipertensi ensefalopati sering sulit dibedakan dengan edema paru pada penderita dengan Hipertensi atai ansietas dengan peninggian tekanan darah yang sementara saja. Perubahan neuro psikiatrik dari ketiga macam penyakit ini sangat mirip. Hipertensi ensefalopati dijumpai pada beberapa kasus iskemia gravidarum dan pada anak atau remaja dengan nefritis akut walaupun tekanan darah sekitar 140/90 mmHg, karena tekanan darah pada kelompok umur ini mungkin sudah menunjukkan peninggian tekanan diastolik 30-50 mmHg. Gagal ginjal seringkali ada dan mungkin mendominasi gambaran klinis krisis hipertensi. Gambaran patologinya berupa nekrosis fibrinoid dan endarteritis arteriole praglomerulus dan arten interlobuler.Akibatnya akan timbul iskemia dan nekrosis glomeruli don timbul gagal ginjal. Selain dari itu, kelainan lain pada ginjal mungkin tampak, misalnya pielonefritis kronik. Krisis hipertensi mungkin timbul mendadak sebagai gagal ginjal akut (GGA) oliguria dengan atau tanpa ensefalopati. Hanya sekitar 40% kasus menunjukkan edema papil, tetapi hampir 50% menunjukkan perdarahan dan/atau eksudat. Krisis hipertensi harus selalu dipikirkan jika menegakkan diagnosis GGA akibat vaskulitis akut, glomerulonefritis, atau ATN (acute tubular necrosis). Uremia progresif merupakan 30-60% kematian akibat hipertensi maligna. Dan telah nyata bahwa akan sangat bermanfaat terhadap pendenita demikian bila tekanan darah diastolilmya diturunkan menjadi sekitar 90-1000 mmHg. Dengan menurunkan tekanan darah akan memperbaild iskemia dan akan diikuti dengan perbaikan fungsi ginjal. walaupun pada beberapa keadaan fungsi ginjal akan tampak memberat pada awal penurunan tekanan darah. Fungsi ginjal umumnya akan mernbaik beberapa minggu atau bulan berikutnya. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin. Penurunan tekanan darah secara cepat mengandung resiko hipoperfusi otak. Dianjurkan agar penurunan tekanan darah diastolik jangan kurang dari 110 mmHg. Ke1ompok penderita hipertensi gawat darurat memerlukan rawat map di rumah sakit, sedang hipertensi gawat boleh dilakukan di luar rumah sakit. Evaluasi awal penderita hipertensi gawat darurat dan hipertensi gawat disajikan dalam daftar berikut : • Furusemid 40 mg intravena • Nitroprusida natrium. Dosis diberikan 0,5 - 1,5. Aksi kerjanya sangat cepat,
namun memerlukan pemantauan tekanan darah sepanjang pemberian. • Hidralazina (MAO inhibitor). Efeknya memperkuat vasodilator dari epinefiin dan
isoproterenol. • Nitrogliserina • Kombinasi fentolamina dan propanolol • Reserpin. Efeknya tidak menentu, dosis 1 mg intramuskuler, diulang dengan dosis dua kali
dalam 4 jam setelah pemberian per-tama jika belum diperoleh hasil yang diinginkan. Dosis maksimal sekali beri 10 mg, dosis sehari 20 mg.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Evaluasi Hipertensi Gawat Darurat dan Hipertensi Gawat Anamnesis
• Riwayat hipertensi dan obat yang digunakan • Masukan obat simpatomimetic atau vasopresor • Gejala serebral, kardiovasa, dan gangguan visus
Pemeriksaan • Tekanan darah • Funduskopi • Status neuroloeis • Status kardiorespirasi
Status hidrasi
Pemeriksaan Penunjang • Hematokrit dan darah apus • Urinalisis • Kadar kreatinin, glukosa darah, elektrolit • X-foto thorax • EKG
• Klonidin. Ptimberian intravena, pada awalnya menaikkan tekanan darah (dapat dicegah dengan
pemberian fentolamina. 5 menit sebelum injeksi, atau dengan jaian diencerkan) • Intravena
klonidin 150 ug ( ampul) diuretika dalam 10 m1 larutan glukusa 5% disuntikkan pelan-pelan (5 menit). Lakukan pengukuran tekanan darah setiap 10 menit. Efek puncak dicapai 30-60 menit setelah pemberian. Jika setelah 40 menit tekanan diastolik masih 120 mmHg pemberian klonidin dapat diulangi. Bila tetap tidak memuaskan boleh diberikan dalam bentuk infus.
Infus Diberikan dengan dosis 0.9 - 1,0 ml Dextrose 5 %. Kecepatan infus disesuaikan dengan respon penurunan tekanan darah diastolik yang diinginkan. Intramuskuler Jika diberikan intramuskuler penurunan tekanan darah terjadi pelan-pelan, berlangsung sekitar 4 jam. Dosis maksimal sehari 1200 ug.
-->
• Diazoxida. Daya kerjanya langsung pada otot polos menyebabkan vasodilatasi. Sangat efektif sebagai obat antihipertensi, namun tidak boleh diberikan kepada penderita dengan edema paru, aneurisma aorta disekans, dan perdarahan intraserebral. Dosis 150 mg diberikan intravena dalam 30 detik (bolus, didahului pemberian furosemida 40 mg intravena), atau dengan infus 300-450 mg ( 5 mg/kgBB) dengan kecepatan 15 mg/merit, selama 20-30 menit. Efek hipotensinya berlangsung 4-12 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
BIOGRAFI PENULIS
Fitriani, anak ketiga dari pasangan suami-istri David
Lauth dan Paulina. Lahir di kabupaten Putussibau-
Kalimantan Barat, 15 Juli 1983. Menyelesaikan Sekolah
Dasar tahun 1995 di Sekolah Dasar Karya Budi. Jenjang
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diempuh di
SLTP karya Budi, lulus tahun 1998. Pendidikan Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) ditempuh di SLTA Karya Budi,
lulus tahun 2001.
Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Farmasi tahun angkatan
2002.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI