profil vertikal suhu udara dan akumulasi panas … · suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap...

51
PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI NOWA ADIPATI SIREGAR DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: vudien

Post on 13-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN

AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH

PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Vertikal Suhu

dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak

Ternaungi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Nowa Adipati Siregar

NIM G24080047

ABSTRAK

NOWA ADIPATI SIREGAR. Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas

Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi. Dibimbing

oleh IMPRON.

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai

jualnya adalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Suhu udara

mempunyai pengaruh terhadap respon akumulasi panas (heat unit) dan fenologi

tanaman kemudian berguna untuk penentuan masa tanam suatu tanaman pada

berbagai kondisi suhu lingkungan, dimulai dari masa penanaman benih sampai

masa panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil vertikal suhu dan

kelembaban udara disekitar tajuk tanaman serta menganalisis pengaruh naungan

paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah. Hasil

penelitian menunjukkan profil vertikal suhu udara dan kelembaban relatif

disekitar tajuk tanaman cabai merah sangat fluktuatif yaitu memiliki pola lapse

rate dan inversi pada setiap ketinggian. Akumulasi panas tanaman cabai merah

tanpa naungan dan naungan 50% sebesar 1750 Cohari dan 2005 C

ohari (15% lebih

besar daripada tanaman tanpa naungan). Secara keseluruhan, pemakaian naungan

paranet dapat menurunkan suhu udara sebesar 0.3 oC. Tanaman cabai merah tidak

cocok ditanam dengan menggunakan naungan 75% karena fase generatif tanaman

menjadi terhambat.

Kata kunci: profil vertikal suhu udara, akumulasi panas, cabai merah (Capsicum

annuum L.), fenologi, naungan.

ABSTRACT

NOWA ADIPATI SIREGAR. Temperature Vertical Profile and Heat Unit of Red

Pepper on Paranet Shaded and Non-shaded Condition. Supervised by IMPRON.

Red pepper (Capsicum annuum L.) is an economically high valued plant

which its selling influenced by physical factors such as quality and appearance.

Air temperature affects heat unit response and plant phenology which can be used

to determine planting period on various environment temperature condition,

starting from seed planting until harvesting period. This research aimed to observe

temperature and relative humidity vertical profiles around plant canopy and to

analyse paranet shading influence toward heat unit and phenology of red pepper

plant. The result shows air temperature and relative humidity vertical profile

around plant canopy are fluctuative as having lapse rate and inversion pattern at

each height.Heat unit of non-shaded and 50%-shaded red pepper plant are 1750

Coday and 2005 C

oday respectively (15% greater than without shading). As a

whole, using of paranet shading can decrease air temperature by 0.3 oC. Red

pepper plant is unsuitable to be planted using 75%-shading because its generative

phase become obstructed.

Keyword: air temperature vertical profile, heat unit, red pepper (Capsicum

annuum L.), phenology, shading.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN

AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH

PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Judul Skripsi : Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah

pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi

Nama : Nowa Adipati Siregar

NIM : G24080047

Disetujui oleh

Dr IrImpron, MAgrSc

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah

perkembangan dan pertumbuhan tanaman, dengan judul Profil Vertikal Suhu dan

Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak

Ternaungi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut

peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1. Keluarga tercinta, Bapak, Mama, Bang Dika, Teh Shita, Anggi, Adinda,

Vista dan Abi yang penulis sangat sayangi atas dukungan, do’a dan kasih

sayang yang telah diberikan selama ini.

2. Dr Ir Impron, MAgrSc, selaku dosen pendamping yang telah membimbing

dan memberikan arahan dalam penyelesaian karya tulis ini.

3. Ir Bregas Budianto, AssDpl dan Yon Sugiarto, SSi MSc, selaku dosen

penguji sidang tugas akhir.

4. Dr Ir Rini Hidayati, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan nasehat selama penulis menuntut ilmu di Departemen

Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

5. Nuryadi,SSi MSi, selaku Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga

Bogor yang telah menyediakan lahan penelitian tugas akhir.

6. Seluruh dosen GFM yang telah memberikan ilmu dan wawasannya.

7. Bapak Yudi atas kediaannya dalam membantu pengolahan lahan penelitian.

8. Seluruh staf Tata Usaha GFM Pak Badrudin, Bu Wanti, Pak Azis, Pak

Nandang, Mas Kiki, Pak Pono atas bantuan untuk semua urusan

administrasi.

9. Teman satu bimbingan skripsi (Kresna Rahardian, Enda Ulinata, Rizal

Choirul Insani, dan Ika Purnamasari), sahabat terbaik GFM 46 Muharrom,

Winda, Hijjaz, Rikson, Dimas, Edo, Ipin, Noya, Ika F, Silvi, Dissa, Wayan,

Lidya, Risa, May, Risna, Eka Fay, Nita, Fahmi, Wengki, Tommy, Santi,

Dodik, Zaenal, Icha, Ervan, Ocha, Jame, Dwi Putri, Ima, Sholah, Rini Abu,

Eko, Hanifah, Iif, Halimah, Normi, Gaseh, Depe, Hifdy, Dieni, Zia,

Bambang, Khabib, Alin, Didi, Rini, Eka A dan Umar, teman satu angkatan

(Citra, Iput, Taufik, Geno, Hanifah dan teman-teman GFM 45 lainnya)

serta adik-adik GFM 47 yang telah bersedia direpotkan dan memberikan

motivasi selama ini.

10. Teman terbaik kostan Hamas Mas Arief, Kak Dimas, Kak David, Kak

Budi, Hario, Lucky, Dede, Heru, dan Fajar atas keceriaan dan dukungan

selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

Nowa Adipati Siregar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) 2

Cabai Besar Varietas Seloka IPB 3

Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) 4

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU) 5

Naungan 6

METODE 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Bahan 6

Alat 6

Metode Pelaksanaan 7

Pengamatan 8

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman 11

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah 14

Akumulasi Panas (Heat Unit) dan Fenologi Tanaman Cabai Merah 14

Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Fase perkembangan cabai merah (Capsicum annuum L.) 4

2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah 15

3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian 17

DAFTAR GAMBAR

1 Cabai merah varietas Seloka IPB (Capsicum annum L ) 3

2 Jarak antar tanaman dalam baris untuk perlakuan naungan 7

3 Pembagian petak perlakuan 10

4 Lokasi penelitian 11

5 Profil vertikal suhu udara di sekitar tanaman cabai merah pada (a) 2

MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan

50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -) 12

6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada

(a) 2 MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───),

naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data perhitungan akumulasi panas (heat unit) 22

2 Persentase perpindahan fase perkembangan tanaman cabai merah 25

3 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa semai 26

4 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa tanam 27

5 Data selisih hari setiap fase perkembangan antar naungan 29

6 Data selisih hari antar selang fase perkembangan pada kondisi tanpa

naungan 0% dan naungan 50% 30

7 Data selisih nilai suhu udara pada setiap ketinggian 30

8 Data selisih nilai kelembaban udara pada setiap ketinggian 31

9 Data produksi panen cabai merah Seloka IPB 31

10 Data kalibrasi sensor suhu bola basah dan bola kering 31

11 Analisis ragam regresi linear suhu bola kering dengan naungan 33

12 Analisis ragam regresi linear kelembaban relatif dengan naungan 33

13 Deskripsi lengkap cabai merah varietas Seloka IPB 33

14 Perubahan fase pada tanaman cabai merah tanpa naungan 35

15 Penyakit tanaman cabai merah (a) antraknosa (b) keriting daun 37

16 Kondisi lahan penelitian ketika masa (a) semai (b) tanam 37

17 Sensor suhu bola basah dan bola kering 38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) adalah komoditas sayuran yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai

jualnyaadalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Tanaman

cabai merah merupakan tanaman hortikultur yang sangat bermanfaat. Cabai merah

banyak digunakan sebagai bahan makanan, pelengkap, penghangat serta penyedap

cita rasa masakan. Menurut Prajnanta (2007), selain untuk penyedap masakan,

cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan

manusia.

Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Setiap tanaman memiliki kisaran suhu lingkungan yang

berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya.

Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan

generatif suatu tanaman. Suhu lingkungan yang mengalami perubahan akan

mempengaruhi proses respirasi, laju penyerapan nutrisi, laju transpirasi, proses

fotosintesis dan pembukaan stomata pada tanaman. Suhu yang terlalu tinggi atau

rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan akan

dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman.

Tanaman membutuhkan sejumlah satuan panas untuk mencapai tingkat

perkembangan tertentu hingga masa panen. Jumlah satuan panas yang

diakumulasi selama masa perkembangan tanaman dinamakan akumulasi panas

(heat unit). Analisis akumulasi panas pada setiap fase perkembangan suatu jenis

tanaman perlu dilakukan dimulai dari penyemaian benih sampai dengan masa

panen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemakaian naungan

paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah di lahan

penelitian BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian sebelumnya, Polii

(2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman

cabai merah yang ditanam pada berbagai ketinggian. Pembudidaya tanaman cabai

merah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk memprediksi penentuan

perkembangan tanaman dan khususnya bagi berbagai keperluan pada masa panen.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk:

1. Mengamati profil vertikal suhu udara dan kelembaban udara disekitar tanaman

cabai merah (Capsicum annuum L.).

2. Mengamati pengaruh pemakaian naungan terhadap perkembangan tanaman

cabai merah (Capsicum annuum L.).

3. Menghitung dan menganalisis akumulasi panas cabai merah (Capsicum

annuum L.) yang diberi perlakuan naungan dengan menggunakan metode

Heat Unit.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisitik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Tanaman cabai pada awalnya tumbuh di daratan Amerika Selatan dan

Amerika Tengah sejak 2500 tahun sebelum Masehi (Wiryanta 2002). Masyarakat

yang pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di

Amerika Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko.

Awal mula penyebaran cabai ke seluruh dunia dilakukan oleh seorang pelaut Italia

yang mendarat di Pantai Salvador, kepulauan Bahama yaitu Christoper

Columbus.Dia menemukan penduduk asli yang menggunakan buah merah

menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan mereka.

Klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut (Wiryanta 2002):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae (Solanales)

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L

Cabai merah merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan

(Solonaceae), diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies yang

terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kecil lainnya. Sebagian besar

dari semua spesies yang ada merupakan tumbuhan daerah tropis tetapi yang

bernilai ekonomis atau yang sudah dimanfaatkan hanya beberapa spesies

saja.Tanaman cabai diperkirakan mempunyai sekitar 20 spesies yang sebagian

besar tumbuh di daratan Amerika.

Tanaman cabai merah merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak

dengan batang berkayu dan memiliki banyak cabang.Tinggi tanaman cabai

berkisar antara 50-90 cm (Setiadi 2008). Tanaman ini memiliki bentuk daun bulat

telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing. Tanaman cabai merah memiliki

bentuk bunga seperti terompet. Bunga tanaman cabai merupakan bunga lengkap

dan bunga berkelamin ganda. Ukuran buah tanaman cabai sangat bervariasi

bentuk dan ukurannya tergantung dari spesiesnya. Perakaran cabai merah

merupakan akar tunggang yang terdiri dari akar utama (primer) dan akar lateral

(sekunder). Panjang akar primer berkisar antara 35-50 cm dan akar sekunder

berkisar antara 35-45 cm (Prajnanta 2007).

Cabai merah memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia.Menurut Kunri

(2010) cabai merupakan sumber vitamin A, B, C, E dan mineral.Secara medis

cabai merah dapat digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit dan

antibiotik.Sifat obat dari cabai dapat mengobati berbagai penyakit pada organ

dalam seperti kanker, jantung dan paru-paru.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai tidak lepas dari faktor

topografi dan iklim. Menurut George (2010), tanaman cabai dapat tumbuh pada

tanah dengan pH 6 – 6,5. Jika pH tanah kurang dari kisaran tersebut maka

pengapuran harus dilakukan untuk menetralkan tanahnya. Ketinggian tempat yang

cocok untuk tanaman cabai daerah tropis yaitu berkisar antara 150-1800 mdpl

3

(Valenzuela 2010). Tanah harus berstruktur remah atau gembur tetapi cabai masih

dapat tumbuh pada tanah dengan struktur lempung, agak liat, tanah merah maupun

tanah hitam (Setiadi 2008). Tanah dengan kondisi tersebut harus diolah terlebih

dahulu sebelum ditanami.

Tanaman cabai dapat tumbuh optimal dengan lama penyinaran cahaya

matahari sekurang-kurangnya selama 10-12 jam untuk fotosintesis, pembentukan

bunga dan buah serta pemasakan buah (Wiryanta 2002). Cabai merah dapat

tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu rata-rata 30 oC. Suhu ideal untuk

perkecambahan benih cabai yaitu 25-30 oC.Suhu optimum untuk pertumbuhannya

adalah 24-32 oC (Kunri 2010). Jika suhunya terlalu rendah atau tinggi

pertumbuhan tanaman dan perkembangan bunga akan tehambat dan

mengakibatkan kualitas buah menjadi rendah. Tanaman cabai merah memiliki

suhu dasar yang berbeda pada setiap fase perkembangan secara umum, yaitu

kecambah 11.8 oC, berbunga 9.6

oC dan berbuah 10.7

oC (Polii 2003). Menurut

Prajnanta (2007) cabai memerlukan curah hujan 1500-2500 mm/tahun.Cabai

dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tipe iklim A, B, C dan D

berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.

Cabai Besar Varietas Seloka IPB

Cabai merah varietas Seloka IPB merupakan hasil persilangan antara cabai

merah besar IPB C2 dan IPB C5. Cabai Seloka IPB adalah varietas cabai bersari

bebas yang memiliki produktivitas tinggi dan cocok ditanam pada dataran rendah

hingga menengah. Cabai merah iniberadaptasi dengan baik di dataran rendah

dengan ketinggian 100 – 250 mdpl. Produktivitas cabai merah ini mencapai 11.59

ton/ha dengan potensi produktivitas sebesar 0.92 kg/tanaman (Wibowo et al.

2010). Jumlah buah pada setiap tanamanberkisar 51 – 80 buah. Rasa buah cabai

merah Seloka IPB sangat pedas dengan kadar capsaicin 917.25 – 979.15 ppm.

Cabai ini memiliki umur mulai berbunga 25 – 29 HST dan umur mulai panen 71 –

78 HST.

Gambar 1 Cabai merah varietas Seloka IPB (Capsicum annum L )

(Sumber: Wibowo et al. 2010)

4

Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Kajian mengenai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan suatu

tanaman sangat penting. Setiap jenis tanaman memiliki respon fisiologis dan

morfologis yang berbeda-beda dalam siklus hidup mereka. Perubahan fisiologis

dan morfologis pada tanaman melalui berbagai tahap pertumbuhan dan

perkembangan. Kebutuhan air dan nutrisi tanaman pun akan berubah-rubah

seiring dengan meningkatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Fenologi merupakan ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara

alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut sangat dipengaruhi oleh

keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban

udara (Felwess 2006 dalam Yulia 2007 ). Perubahan fenologi suatu tanaman

merupakan fenomena yang sudah lazim ketika terjadi perubahan lingkungan

tumbuh yang sangat besar. Analisis mengenai fenologi menjadi faktor penting

dalam kemampuan adaptasi suatu tanaman terhadap perubahan lingkungan

tumbuh yang terjadi secara alami atau dikondisikan pada lingkungan terentu (Nur

et al. 2010).

Studi mengenai fenologi tanaman cabai merah pernah dilakukan oleh

Marwanti (1985) dalam Harini (1997). Hasil studi fenologi cabai tersebut

disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Fase perkembangan cabai merah (Marwanti 1985)

Fase

Umur

Tanaman

Hari Setelah

Berbunga

(HSB)

Deskripsi Fase perkembangan

1 0 Kuncup baru muncul: mahkota bunga belum mekar,

tetapi masih tertutup oleh kelopak bunga

2 9 Mahkota bunga mulai muncul

3 11 Mahkota bunga makin mengembang dan hampir

mekar

4 12 Mahkota bunga mekar penuh

5 14 Mahkota bunga menutup kembali, layu, dan

akhirnya terlepas dari tangkainya

6 20 Buah mulai terbentuk, berwarna hijau muda, kulit

buah sangat lunak, panjang buah kira-kira 2 cm

7 33

Buah telah berkembang menjadi lebih besar,

panjangnya 5-6 cm, berwarna hijau muda dan masih

lunak

8 45 Buah masih berwarna hijau muda, tetapi kulit buah

dan tangkai buah agak liat, panjang buah 8-10 cm

9 50 Warna kulit buah mulai memerah pada seperempat

ujungnya

10 51 Kulit buah memerah pada separoh ujungnya

11 53 Buah berwarna merah merata dengan tangkai liat

12 58 Kulit buah mulai berkerut, tangkai buah mongering

dah mudah lepas dari batang

5

Pengamatan mengenai fenologi biasa dilakukan pada fase vegetatif dan

generatif dari suatu tanaman dan dilakukan dengan mengamati fase

perkecambahan, pembungaan, pembentukan biji, dan saat panen. Menurut Tabla

dan Vargas (2004), fenologi perbungaan suatu jenis tumbuhan merupakan salah

satu karakter penting dalam siklus tumbuhan, karena pada fase tersebut terjadi

proses awal bagi suatu tumbuhan untuk berkembang biak. Suatu tumbuhan

memiliki respon yang berbeda-beda terhadap pola perbungaan dan pemunculan

biji tetapi pada umumnya diawali oleh pemunculan kuncup bunga dan diakhiri

dengan pematangan buah.

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)

Suhu udara merupakan salah satu faktor iklim yang dapat dijadikan sebagai

indikasi jumlah energi panas didalam suatu sistem.Suhu udara dapat menentukan

berbagai tingkat pertumbuhan dari segi fisiologis, perkembangan vegetatif dan

generatif. Suhu udara berpengaruh langsung pada proses fotosintesis, respirasi,

permeabilitas dinding sel, absorb air dan hara, transpirasi, aktivitas enzim dan

koagulasi protein (Sungadji 2001).

Konsep perkembangan tanaman (fenologi) selama siklus hidupnya dapat

diduga dengan menggunakan konsep akumulasi panas atau heat unit (HU).

Menurut Rittner dan McCabe (2004), konsep heat unit pertama kali dikemukakan

oleh Reamur pada tahun 1735. Reamur menjelaskan bahwa terdapat hubungan

numerik antara pengukuran meteorologi dengan pertumbuhan tanaman.Reamur

mengembangkan skala termometer dan mempelajari hubungan antara suhu dan

pertumbuhan tanaman. Reamur menerbitkan hasil studinya dengan nama

Reamur’s Thermal Constant atau konsep heat unit (Reifsnyder 2005). Konsep

heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari.

Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman

sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman.

Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman (s) berbanding lurus

dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar (Tb), sehingga dapat

diformulasikan sebagai berikut:

s∑(T Tb)

n

i

Keterangan :

AP = akumulasi panas (oC hari)

s = fase perkembangan tanaman

T = suhu rata-rata harian

Tb = suhu dasar tanaman cabai merah fasekecambah 11.8 oC,

faseberbunga 9.6 oC dan fase berbuah 10.7

oC(Polii 2003)

6

Naungan

Faktor lingkungan di atas permukaan tanah dan di sekitar perakaran

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu

faktor iklim seperti suhu udara, radiasi matahari, kelembaban udara, curah hujan

dan kecepatan angin. Intensitas radiasi matahari dapat mempengaruhi suhu udara.

Intensitas radiasi matahari yang tinggi mengakibatkan suhu udara menjadi

meningkat. Menurut Koesmaryono (1996) interaksi antara suhu udara dan radiasi

matahari dapat mempengaruhi suhu daun yang kemudian dapat berpengaruh pada

proses fotosintesis tanaman.

Kondisi iklim mikro yang tidak sesuai dengan karakteristik tanaman tertentu

dapat diatasi dengan memodifikasi lingkungan disekitar tanaman. Salah satunya

yaitu dengan memberikan naungan selama masa tanam. Prinsip dasar naungan

yaitu suatu bentuk modifikasi lingkungan disekitar tanaman dengan tujuan untuk

mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Menurut

Supijatno (2006), sifat yang dicari untuk toleransi terhadap naungan adalah

kemampuan yang tinggi untuk melakukan fotosintesis secara efisien dalam

kondisi defisit cahaya. Hal ini berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi

tanaman yang berkaitan dengan proses fotosintesis. Naungan berkorelasi dengan

suhu sehingga dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari dan pembentukan biji

(Feng et al. 2001 dalam Wang dan Campbell 2004).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 di lahan

milik Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor dan

Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut

Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah benih cabai merah varietas

Seloka IPB, pupuk (kompos, urea, KCl, NPK, TSP) abu sekam, fungisida, larutan

atonik dan furadan 3G.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensor suhu bola basah dan

bola kering, digital multimeter, cangkul, kored, tugal, ajir, gembor, paranet Sun

Net 50 % dan 75 %, bambu penyangga paranet, mulsa plastik hitam perak, pot

tray, sprayer dan seperangkat komputer yang dilengkapi software Microsoft

Office 2007 dan SPSS Statistics 17.

7

Metode Pelaksanaan

Pembuatan sensor suhu bola kering dan bola basah

Sensor suhu bola kering dan bola basah yang dibuat sebanyak dua unit,

yaitu untuk pengukuran akumulasi panas dan profil suhu udara. Sensor suhu bola

kering dan bola basah dibuat dengan menggunakan LM35D. Sensor ini memiliki

akurasi± 0.5 oC dengan dengan syarat kondisi pengukuran nilai rata-rata suhu

harian berada diantara suhu minimum dan maksimum (Texas Instruments 1999).

Resolusi sensor suhu LM35D sebesar 10 mV/oC yang berarti bahwa setiap

kenaikan suhu 1 oC maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.

Ketelitian sensor ini kurang lebih seperempat derajat celcius pada temperatur

ruang.Data yang telah diambil menggunakan sensor suhu tersebut kemudian di

kalibrasi (Lampiran 10) menggunakan data suhu dari Stasiun Klimatologi Klas 1

BMKG Dramaga Kabupaten Bogor.

Penyemaian Benih

Kegiatan penyemaian benih cabai untuk penanaman di lahan dilakukan

dengan menggunakan potray, kemudian tanaman dipindahkan ke lahan setelah

berumur 30-40 hari (tanaman memiliki 4-5 helai daun).

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan dari gulma, penggemburan

tanah, pembuatan bedengan, pemberian pupuk dasar dan pemberian mulsa pada

setiap bedengan.

Pemasangan naungan

Naungan yang digunakan pada kegiatan penelitian adalah paranet dengan

kerapatan 75 % dan 50 %. Posisi naungan berada diatas tanaman (menutupi semua

tanaman) dengan tiang penyangga yang terbuat dari bambu atau kayu dengan

tinggi 1,8 m. Banyaknya tiang penyangga disesuaikan dengan kondisi lapangan

dan ukuran lahan. Naungan dipasang sejak awal penanaman. Naungan secara

vertikal dipasang pada sisi Timur dan Barat agar ketika matahari terbit atau

terbenam,tanaman didalam naungan tidak terlalu terkena sinar matahari.

Penanaman

Penanaman cabai merah di lahan menggunakan mulsa plastik dan perlakuan

naungan dengan lebar bedengan 1 m, jarak antar bedengan 50 cm dan jarak antar

baris 40 cm x 50 cm. Satu bedengan berisi dua baris tanaman, dimana setiap baris

memiliki 27 tanaman (9 baris tiap ulangan). Posisi bedengan mengarah pada arah

Barat dan Timur agar sinar matahari merata ketika menyinari tanaman.

Penanaman cabai merah di lahan dilakukan selama 3 - 3,5 bulan.

Gambar 2 Jarak antar tanaman dalam baris untuk perlakuan naungan

8

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengairan (setiap hari),

pemasangan ajir, pemupukan (setiap dua minggu sekali), penyulaman dan

pengendalian hama penyakit tanaman (setiap dua minggu sekali). Dosis pupuk

yang digunakan adalah 220 Liter air ditambah 5 kg pupuk kandang, 400 ml

atonik, 600 ml pupuk cair dan 4 kg NPK.

Pemanenan

Kegiatan pemanenan merupakan tahap akhir dari budidaya cabai. Cabai

merah di dataran rendah pada umumnya dipanen pada umur 75-80 HST dengan

tingkat kemasakan 85% sampai dengan 90%. Pemanenan dilakukan dengan

memetik buah tanaman cabai merah.

Pengamatan

Kondisi Iklim Makro

Kondisi iklim makro dapat dilihat dengan menggunakan data sekunder dari

Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang

digunakan adalah data suhu udara rata-rata harian.

Kondisi Iklim Mikro

Pengukuran kondisi iklim mikro dilakukan pada setiap perlakuan pada petak

percobaan yaitu mengukur suhu udara dan profil suhu udara di dalam tajuk

tanaman. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu udara dan profil suhu udara

dalam tajuk tanaman yaitu termometer bola basah dan bola kering. Pengamatan

profil suhu udara dilakukan untuk setiap 20 cm sampai 100 cm pada setiap

perlakuan. Pengukuran suhu udara dilakukan pada pukul 07.30, 13.30 dan 17.30

WIB atau disesuaikan dengan waktu pengukuran yang dilakukan oleh stasiun

pengamatan cuaca. Selama masa tanam, pengukuran suhu udara juga dilakukan

satu jam sekali tiap dua minggu sekali. Kelembaban udara dihitung berdasarkan

data suhu bola kering dan bola basah hasil pengukuran.

Prosedur Analisis Data

Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)

Persamaan yang digunakan untuk menentukan akumulasi panas pada

tanaman adalah sebagai berikut:

s∑(T Tb)

n

i

Keterangan :

AP = akumulasi panas (oC hari)

s = fase perkembangan tanaman

T = suhu rata-rata harian

Tb = suhu dasar tanaman cabai merah fase kecambah 11.8 oC,

fase berbunga 9.6 oC dan fase berbuah 10.7

oC (Polii 2003).

9

Kelembaban Udara

Kelembaban udara dihitung berdasarkan data suhu bola kering dan bola

basah hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan - persamaan:

P 0 (2 0 00 5

2 )5 2

γ = p

0 5 0

es(TBK) = 0 08 [ 7 27 T

T 2 7 ]

es(TBB) = 0 08 [ 7 27 T

T 2 7 ]

ea = es(TBB) – γ (T –T )

RH = ea

es(T ) 00

Keterangan:

P : tekanan atmosfer (kPa)

z : ketinggian tempat stasiun Klimatologi Dramaga = 207 (mdpl)

γ : konstanta psikrometri (kPa oC

-1)

Cp : bahang spesifik pada tekanan konstan (MJ kg-1o

C-1

)

: rasio berat molekul uap air dalam udara kering = 0.622

TBK : suhu bola kering

TBB : suhu bola basah

es(TBK) : tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering (kPa)

es(TBB) : tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah (kPa)

ea : tekanan uap aktual (kPa)

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Regresi Linear Sederhana. Ukuran petak percobaan seluruhnya adalah 13 m x 10

m, jarak antar bedengan dan perlakuan adalah 50 cm. Kultivar cabai yang

digunakan hanya satu jenis. Setiap tanaman ditanam dengan jarak tanam 50 cm x

40 cm dan tiga kali ulangan. Jumlah tanaman yang diperlukan untuk pengamatan

suhu udara adalah 600 tanaman dimana setiap perlakuan menggunakan 162

tanaman. Taraf perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Perlakuan naungan (N) sebagai petak utama :

N0 = tanpa naungan

N50 = naungan 50 %

N75 = naungan 75 %

10

Model linear yang digunakan adalah:

y α βx

dimana:

y = peubah tak bebas

x = peubah bebas

α = intersep/perpotongan dengan sumbu tegak

β = kemiringan/gradient

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

(annova). Analisis statistik dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan

akumulasi panas pada setiap fase tanaman cabai merah akibat pengaruh perlakuan

naungan. Pengujian dilakukan menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan

sebagai pengaruh nyata apabila F tabel lebih kecil daripada F hitung. Data yang

dianalisis adalah data suhu bola kering dan kelembaban relatif pada masa tanam

saja karena ketika masa semai perlakuan berupa naungan belum dilakukan. Selang

kepercayaan yang digunakan yaitu 95% dan taraf nyata 5%. Nilai P-value pada

kedua respon lebih kecil dari 0.05 (taraf nyata) yaitu sebesar 0.000. Nilai F-hitung

antara pengaruh naungan terhadap suhu bola kering dan kelembaban udara secara

berturut-turut sebesar 18.7 dan 18.2. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai F-

tabel yaitu 3.9 maka tolak H0, artinya peubah bebas (naungan) berpengaruh nyata

terhadap peubah tak bebas (suhu bola kering dan kelembaban relatif).

Gambar 3 Pembagian petak perlakuan

Keterangan:

N0 = Tanpa Naungan U1 = Ulangan 1

N50 = Naungan 50% U2 = Ulangan 2

N75 = Naungan 75% U3 = Ulangan 3

Pengolahan Data

Data suhu udara yang diperoleh dari penelitian akan diolah dengan

menggunakan software Microsoft Excel dan Microsoft Word, sedangkan

pengolahan data secara statistik yaitu dengan menggunakan SPSS Statistics 17.0.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lahan penelitian Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten

Bogor terletak pada 06º31' LS dan 106º44' BT dengan ketinggian tempat 207

mdpl. Suhu udara rata-rata lokasi penelitian diluar naungan, naungan 50% dan

75% secara berturut-turut 27.4, oC, 27.2

oC dan 27.1

oC. Kelembaban udara rata-

rata sebesar 79% dan curah hujan selama penelitian sebesar 994 mm dengan hari

hujan sebanyak 75 hari.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman

Pengukuran profil suhu dan kelembaban udara udara dilakukan pada

ketinggian 20 cm setiap 2 minggu sekali (2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST,10 MST

dan 12 MST). Profil suhu udara disekitar tajuk sangat fluktuatif pada setiap

ketinggian (Gambar 5). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang

mempengaruhi kondisi lingkungan ketika pengukuran seperti angin, tutupan tajuk,

dan tidak adanya pembatas vertikal antar perlakuan. Kondisi tersebut dapat

menyebabkan udara bergerak bebas antar perlakuan yang akan menggerakan tajuk

tanaman sehingga mempengaruhi nilai radiasi, suhu dan kelembaban udara yang

diukur didalam tajuk tanaman. Suhu udara ketika cuaca cerah relatif lebih tinggi

dibandingkan saat berawan atau mendung. Hal tersebut terjadi karena radiasi netto

yang diterima oleh permukaan bumi pada siang hari salah satunya dipergunakan

untuk memanaskan udara (bahang terasa), sehingga suhu udara relatif menjadi

panas (Perdinan 2002).

12

Pukul 07.00

Pukul 14.00

Pukul 17.00

(a)

(b)

Gambar 5 Profil vertikal suhu udara disekitar tanaman cabai merah pada (a)2

MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan

50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)

Profil vertikal suhu pada ketinggian 0 - 20 cm, 40 - 60 cm dan 80 – 100 cm

di sekitar tajuk tanaman setiapkondisi naungan memiliki pola lapse rate

(penurunan suhu), sedangkan pola inversi (peningkatan suhu) terjadi pada

ketinggian 20 - 40 cm dan 60 - 80 cm. Berdasarkan Gambar 4, terdapat pola lapse

rate dan inversi pada 2 MST dan 8 MST dengan kisaran selisih nilai suhu yang

berbeda pada setiap ketinggian (Lampiran 7). Selisih nilai suhu pola lapse rate

pada 2 MST dan 8 MST secara berturut-turut berkisar 0.1 oC – 0.3

oC dan 0.2

oC –

0.6 oC sedangkan pada pola inversi secara berturut- turut berkisar 0

oC - 0.3

oC

dan 0.2 oC – 0.6

oC. Pada semua kondisi naungan, pola inversi ketika 2 MST lebih

banyak terjadi sedangkan ketika 8 MST pola lapse rate lebih banyak terjadi

0

20

40

60

80

100

23.5 23.8 24.1 24.4

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

0

20

40

60

80

100

25.2 25.5 25.8 26.1 26.4 26.7

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

0

20

40

60

80

100

26.7 27.0 27.3 27.6 27.9 28.2 28.5

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

0

20

40

60

80

100

30.3 30.6 30.9 31.2 31.5 31.8

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

0

20

40

60

80

100

24.6 24.9 25.2 25.5

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

0

20

40

60

80

100

25.8 26.1 26.4 26.7 27.0 27.3

Keti

nggia

n (cm

)

Suhu (ºC)

13

daripada pola inversi. Kisaran selisih nilai suhu pada 8 MST terlihat lebih tinggi

dan fluktuatif daripada 2 MST. Hal tersebut terjadi karena pada 8 MST, kondisi

morfologi tanaman sudah rimbun oleh daun sehingga mempengaruhi nilai suhu

udara disekitar tanaman.

Pukul 07.00

Pukul 14.00

Pukul 17.00

(a)

(b)

Gambar 6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada

(a) 2 MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───),

naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)

Sama halnya pada suhu udara, profil vertikal kelembaban relatif juga sangat

berfluktuatif (Gambar 6). Kelembaban relatif rata-rata berdasarkan ketinggian

ketika indeks luas daun (ILD) minimum (2 MST) untuk tanaman tanpa naungan,

naungan 50% dan naungan 75% secara berturut-turut yaitu 89%, 85% dan 86%

sedangkan ketika ILD maksimum (8 MST) nilai rataan kelembaban relatif secara

berturut-turut sebesar 81%, 79% dan 80%. Suhu pada saat ILD maksimum

0

20

40

60

80

100

83 85 87 89 91 93 95

Keti

nggia

n (cm

)

Kelembaban Relatif (%)

0

20

40

60

80

100

76 78 80 82 84 86

Keti

ng

gia

n (cm

)

Kelembaban Relatif (%)

0

20

40

60

80

100

74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94

Keti

nggia

n (cm

)

Kelembaban Relatif (%)

0

20

40

60

80

100

70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

Ket

ing

gia

n (

cm)

Kelembaban Relatif (%)

0

20

40

60

80

100

80 82 84 86 88 90 92

Ket

inggia

n (cm

)

Kelembaban Relatif (%)

0

20

40

60

80

100

78 80 82 84 86 88 90

Ket

ing

gia

n (cm

)

Kelembaban Relatif (%)

14

cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan saat ILD minimum pada

semua jenis naungan. Nilai suhu yang cenderung tinggi pada saat ILD maksimum

terjadi karena daun yang lebih luas mengakibatkan nilai radiasi yang diterima

lebih tinggi sehingga mempengaruhi nilai suhu. Nilai kelembaban relatif pada ILD

minimum lebih tinggi dibandingkan dengan ILD maksimum. Nilai kelembaban

relatif berbanding terbalik terhadap suhu (Allen et al. 1998) sehingga saat ILD

minimum dengan suhu yang lebih rendah memiliki nilai kelembaban relatif yang

cenderung lebih tinggi dibandingkan saat ILD maksimum.

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah

Fase perkembangan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan generatif.Fase

vegetatif tanaman cabai merah terdiri dari tiga fase sedangkan fase generatifnya

terdiri dari dua belas fase (Marwanti 1985 dalam Harini 1997). Fenologi tanaman

cabai merah terdiri dari perkecambahan (FV1-FV3), pembungaan (FG1-FG5) dan

pembentukan buah (FG6-FG11). Tanaman cabai merah varietas Seloka IPB

memiliki persentase perkecambahan sebesar 85% dari jumlah benih tetapi

persentase perkecambahan tersebut tidak dijadikan sebagai acuan sebagai

penentuan perpindahan fase tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas

tanaman cabai merah yang dilakukan oleh Polii (2003) menggunakan persentase

perkembangan sebesar 50% dan dijadikan sebagai acuan perpindahan fase

perkembangan tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas di lahan penelitian

BMKG Dramaga yaitu menggunakan persentase perkembangan 50% - 60% yang

dijadikan sebagai acuan perpindahan fase perkembangan.Jika jumlah tanaman dari

satu fase telah mencapai 50% - 60% dari jumlah tanaman dalam satu perlakuan

maka fase tanaman dalam perlakuan tersebut telah memasuki fase selanjutnya.

Akumulasi Panas (Heat Unit) Tanaman Cabai Merah

Konsep heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif

terhadap panjang hari. Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan

suhu dasar tanaman sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan

dan umur tanaman. Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman

(s) berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar

(Tb).

Tabel 2 menunjukkan nilai akumulasi panas dan deskripsi fase

perkembangan tanaman cabai merah dari setiap kondisi naungan. Tanaman yang

berada pada kondisi tanpa naungan memerlukan 1750 Cohari atau 106 HSS

hingga panen pertama sedangkan pada kondisi naungan 50% memerlukan 2005

Cohari atau 123 HSS hingga panen pertama. Akumulasi panas fase generatif

(FG1-FG11) tanaman dengan kondisi naungan 75% tidak dapat diamati karena

ketika pengamatan tiga tanaman contoh tetap berada pada fase FV3 (muncul

cabang pertama) dan jumlah tanaman tidak ada yang mencapai 50% - 60% untuk

berpindah ke fase selanjutnya sampai dengan tanaman mati karena penyakit

antraknosa dan keriting daun. Menurut penelitian Ernila (2012) cabai merah

Seloka IPB sangat rentan terhadap penyakit antraknosa. Akumulasi panas fase

15

vegetatif tanaman pada kondisi naungan 75% dapat teramati yaitu sebesar 45

Cohari (FV1), 111 C

ohari (FV2) dan 710 C

ohari (FV3). Fase perkecambahan

(FV1) dan muncul daun (FV2) pada semua kondisi naungan memiliki nilai

akumulasi panas yang sama. Hal ini terjadi karena tanaman berada pada masa

semai yang belum mendapat perlakuan. Fase generatif ke 12 (FG12) pada semua

perlakuan tidak dapat diamati karena selalu dilakukan pemanenan cabai merah

pada semua tanaman.

Tabel 2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah

HST/HSS

Akumulasi

Panas

(Cohari)

s

Simbol

Fase

Deskripsi Fase

Perkembangan Naungan Naungan Naungan

0% 50% 0% 50% 0% 50%

0/3 0/3 45 45 0.026 0.020 FV1 Perkecambahan

0/7 0/7 111 111 0.063 0.053 FV2 Muncul Daun Pertama

8/42 11/45 653 694 0.373 0.346 FV3 Muncul Cabang

Pertama

13/47 19/53 735 821 0.420 0.409 FG1

Kuncup baru muncul:

mahkota bunga belum

mekar, tetapi masih

tertutup oleh kelopak

bunga

23/57 25/59 913 926 0.522 0.462 FG2 Mahkota bunga mulai

muncul

25/59 29/63 949 996 0.542 0.497 FG3

Mahkota bunga makin

mengembang dan

hampir mekar

29/63 31/65 1020 1032 0.583 0.515 FG4 Mahkota bunga mekar

penuh

34/68 34/68 1111 1086 0.635 0.542 FG5

Mahkota bunga

menutup kembali,

layu, dan akhirnya

terlepas dari

tangkainya

43/77 48/82 1271 1331 0.726 0.664 FG6

Buah mulai terbentuk,

berwarna hijau muda,

kulit buah sangat

lunak, panjang buah

kira-kira 2 cm

48/82 53/87 1353 1414 0.773 0.705 FG7

Buah telah

berkembang menjadi

lebih besar,

panjangnya 5-6 cm,

berwarna hijau muda

dan masih lunak

55/89 70/104 1470 1691 0.840 0.843 FG8

Buah masih berwarna

hijau muda, tetapi

kulit buah dan tangkai

buah agak liat,

panjang buah 8-10 cm

16

66/100 77/111 1650 1805 0.943 0.900 FG9

Warna kulit buah

mulai memerah pada

seperempat ujungnya

70/104 81/115 1717 1873 0.981 0.934 FG10 Kulit buah memerah

pada separoh ujungnya

72/106 89/123 1750 2005 1 1 FG11

Buah berwarna merah

merata dengan tangkai

liat

Tidak melakukan pengamatan FG12

Kulit buah mulai

berkerut, tangkai buah

mengering dan mudah

lepas dari batang

Keterangan: HST = hari setelah tanam, HSS = hari setelah semai, s = proporsi satuan panas

terhadap akumulasi panas, FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n.

Nilai akumulasi panas tanaman cabai merah pada kondisi naungan 50%

(Tabel 2) lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tanpa naungan. Salah satu

faktor yang mempengaruhi adalah faktor iklim yaitu radiasi matahari dan suhu

udara. Radiasi matahari dan suhu udara yang berinteraksi dapat mengubah suhu

daun sehingga mempengaruhi proses fotosintesis tanaman (Koesmaryono 1996).

Pada dasarnya pemberian naungan memiliki tujuan untuk mengurangi intensitas

radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Apabila tanaman berada pada kondisi

kekurangan cahaya, toleransi tanaman terhadap pemberian naungan adalah

kemampuan tinggi agar dapat melakukan fotosintesis secara efisien yang akan

mempengaruhi sifat morfologi dan fisiologi tanaman (Supijatno 2006).

Tanaman yang berada didalam naungan 50% memerlukan jumlah hari yang

lebih banyak untuk mencapai masa panen dibandingkan dengan tanaman tanpa

naungan. Selisih waktu panen antara kedua perlakuan tersebut mencapai 17 hari.

Selisih waktu panen disebabkan oleh adanya perbedaan jangka waktu setiap fase

pada kedua perlakuan yaitu 0 - 18 hari. Nilai proporsi akumulasi panas fase

perkembangan terhadap akumulasi panas total (s) pada tanaman tanpa naungan

maupun naungan 50% semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman.

Hal tersebut terjadi karena semakin bertambahnya umur tanaman hingga

mencapai panen maka panas yang dibutuhkan oleh tanaman pun akan bertambah

sehingga akumulasi panas pada setiap fase semakin meningkat seiring

bertambahnya umur tanaman.

Tabel 3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian

Tahap

Perkembangan Tanaman

Akumulasi Panas (Co hari)

Lahan

BMKG

Dramaga

Penelitian Polii (2003) Lahan

BMKG

Kayuwatu Warembungan Tomohon

(207 mdpl) (67 mdpl) (375 mdpl) (770 mdpl) Kecambah 45 66 67 69 Berbunga 1111 1153 1167 1167 Berbuah 1750 1408 1412 1426

17

Tabel 3 menunjukkan nilai akumulasi panas tanaman cabai merah di

berbagai ketinggian. Polii (2003) melakukan penelitian mengenai akumulasi panas

cabai merah pada tiga tempat, yaitu lahan BMKG Kayuwatu, Warembungan dan

Tomohon. Suhu dasar yang digunakan pada penelitian Polii (2003) merupakan

hasil perhitungan dengan cara mengekstrapolasi hubungan antara suhu rata-rata

harian dengan laju perkembangan. Suhu dasar tersebut memiliki nilai yang

berbeda untuk setiap fase perkembangan tanaman secara umum (kecambah,

berbunga dan berbuah), yaitu secara berturut-turut sebesar 11.8 oC, 9.6

oC dan

10.7 oC. Ketiga nilai suhu dasar tersebut digunakan pada penelitian mngenai

akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Polii (2003), terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman

cabai merah di lahan penelitian BMKG Dramaga Bogor dengan lahan BMKG

Kayuwatu, Warembungan dan Tomohon. Hal tersebut terjadi karena varietas

cabai merah yang digunakan berbeda. Penelitian Polii (2003) menggunakan cabai

merah keriting (Capsicum annuum var. Longum Sendt) sedangkan penelitian

akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga menggunakan cabai merah besar

(Capsicum annuum L var. Seloka). Perbedaan varietas sangat mempengaruhi

perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan dan karakteristik tanaman

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik dari setiap tanaman. Program genetik

merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan diekspresikan pada satu atau

keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan dapat diekspresikan pada

berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman sehingga

menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno1995).

Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai akumulasi panas dan

fenologi tanaman cabai merah pada setiap kondisi naungan, yaitu suhu udara,

radiasi matahari, dan faktor lain. Pada dasarnya faktor-faktor tersebut juga saling

mempengaruhi satu sama lain. Radiasi matahari dan suhu udara mempengaruhi

pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tangkai daun) dan

generatif tanaman (Syakur 2012). Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010)

perubahan meristem vegetatif menjadi generatif membawa perubahan besar

terhadap perkembangan tanaman seperti asimilasi meningkat, respirasi meningkat

dan kecepatan pengangkutan air dan hara ke arah organ bunga juga meningkat.

Pengaruh Suhu Udara

Suhu udara merupakan faktor yang paling mempengaruhi nilai akumulasi

panas tanaman.Pemberian naungan dengan kerapatan yang berbeda sangat

berkorelasi dengan suhu udara disekitar tanaman sehingga dapat mempengaruhi

viabilitas serbuk sari dan pembentukan biji (Feng et al. 2001 dalam Wang dan

Campbell 2004). Salah satu penyebab lambatnya proses perubahan fase pada

tanaman dengan kondisi naungan 50% dan 75% adalah lebih rendahnya suhu

udara di dalam naungan daripada suhu udara di luar naungan. Menurut Harjadi

(1979) suhu dapat mengendalikan reaksi biokimia, fisiologi dan mengendalikan

kestabilan sistem enzim pada tanaman. Selain itu, suhu juga dapat mempengaruhi

sejumlah proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti respirasi,

18

fotosintesis, dormansi, pembungaan dan pembentukan buah. Suhu rendah

menyebabkan laju fotosintesis menjadi lambat sehingga mengakibatkan laju

pertumbuhan dan perkembangan menjadi lambat. Apabila suhu udara disekitar

tanaman terlalu rendah atau tinggi dapat menghambat perkembangan bunga

sehingga kualitas buah menjadi rendah, menghambat waktu panen dan

menurunkan produksi panen (Lampiran 9). Hal tersebut terjadi pada tanaman

dengan naungan 50% dan 75%. Jumlah produksi dan waktu panen tanaman tanpa

naungan berbanding terbalik dengan tanaman didalam naungan. Terdapat faktor

lain yang mempengaruhi akumulasi panas tanaman karena selisih nilai rata-rata

suhu udara pada setiap perlakuan selama masa tanam tidak terlalu berbeda.

Pengaruh Radiasi Matahari

Intensitas radiasi matahari berbanding lurus dengan suhu udara. Tanaman

akan tetap mempertahankan proses fotosintesis dalam kondisi kekurangan cahaya.

Proses fotosontesis sangat memiliki pengaruh kuat terhadap fenologi tanaman

karena menurut Harjadi (1979) laju fotosintesis berbanding lurus dengan

intensitas radiasi matahari. Kondisi defisit cahaya dapat mengakibatkan

metabolisme tanaman menjadi terganggu.

Naungan mempengaruhi intensitas radiasi yang diterima oleh tanaman.

Pemberian naungan 50% dan 75% menyebabkan intensitas radiasi matahari yang

diterima tanaman secara berturut-turut 50% dan 25% sehingga suhu di sekitar

tanaman menurun. Kombinasi pengaruh suhu dan radiasi matahari menunjukkan

adanya keterkaitan antara radiasi dengan akumulasi panas tanaman cabai merah.

Masa tanam dan nilai akumulasi panas tanaman yang berada diluar naungan lebih

rendah dibandingkan dengan tanaman yang berada di dalam naungan.Tanaman

yang berada di luar naungan mendapat intensitas radiasi matahari lebih besar

daripada di dalam naungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa radiasi matahari

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pengaruh Faktor Lain

Selain suhu udara dan radiasi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi

akumulasi panas dan fenologi tanaman seperti fitohormon pertumbuhan dan

perkembangan tanaman yaitu auksin dan giberelin. Akumulasi panas tidak

dipengaruhi langsung oleh auksin dan giberelin. Kedua fitohormon tersebut

mempunyai pengaruh besar terhadap fenologi tanaman seperti pembesaran sel,

dominansi pucuk dan perkembangan organ-organ tanaman (Harjadi 1979). Pada

dasarnya auksin dan giberelin sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu

(fotoperiode). Pengurangan intensitas cahaya dengan menggunakan naungan

dapat menyebabkan penyebaran auksin tidak merata dan penghambatan sintesa

auksin dan giberelin sehingga mengakibatkan perkecambahan perkembangan

organ reproduksi tanaman menjadi terganggu. Hal tersebut terjadi pada tanaman

yang berada dalam naungan.

Kondisi morfologi tanaman dalam naungan 50% tidak terlalu berbeda

dengan tanaman tanpa naungan karena kerapatan pada naungan 50% masih dapat

ditoleransi sehingga radiasi dan suhu disekitar tanaman masih dinilai cukup untuk

perkembangan tanaman. Hal ini dibuktikan dengan selisih waktu dan hasil panen

yang tidak terlalu jauh dari tanaman tanpa naungan. Kondisi morfologi tanaman

dalam naungan 75% sangat jauh berbeda dengan tanaman tanpa naungan dan

19

naungan 50%. Fase vegetatif ketiga (fase muncul cabang pertama) pada tanaman

dengan naungan 75% konstan hingga tanaman mati karena terkena antraknosa.

Tinggi tanaman pada naungan 75% lebih besar daripada tanaman dengan

perlakuan lainnya dan memiliki batang yang kecil (etiolasi). Hal tersebut

mengindikasikan bahwa penyebaran auksin dan giberelin pada tanaman dengan

kondisi defisit cahaya tidak merata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Profil vertikal suhu udara dan kelembaban disekitar tajuk tanaman cabai

merah sangat fluktuatif pada setiap ketinggian. Secara keseluruhan, selisih nilai

suhu pada pola lapse rate berkisar 0.1 ᵒC – 0.6 ᵒC, pola inversi berkisar 0 ᵒC – 0.6

ᵒC sedangkan selisih nilai kelembaban relatif pada setiap ketinggian berkisar 0% –

3%. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah lebih baik ditanam

pada kondisi tanpa naungan dengan upaya pengendalian hama penyakit tanaman

yang tepat karena cabai varietas seloka IPB rentan dengan penyakit antraknosa.

Perlakuan naungan berpengaruh nyata terhadap akumulasi panas dan

perkembangan tanaman cabai merah varietas seloka IPB. Pemakaian naungan

paranet, secara keseluruhan dapat menurunkan suhu udara sebesar 0.3 ᵒC.

Akumulasi panas tanaman cabai merah tanpa naungan sebesar 1750 Cohari.

Tanaman cabai merah pada naungan 50% memerlukan akumulasi panas 15%

lebih besar daripada tanpa naungan sehingga menyebabkan waktu panen yang

lebih lama. Penanaman cabai merah menggunakan naungan 50% cukup potensial,

tetapi hasil produksinya lebih rendah dibandingkan dengan tanpa naungan.

Tanaman cabai merah tidak cocok ditanam dengan menggunakan naungan 75%

karena fase generatif tanaman menjadi sangat terhambat.

Saran

Penentuan pengukuran profil suhu dan kelembaban udara perlu disesuaikan

dengan fase perkembangan tanaman agar mampu didapat pola profil suhu dan

kelembaban yang konstan. Upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman serta

pemeliharaan tanaman seperti pemberian pupuk harus diperhatikan lagi dosisnya

agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih optimal. Penelitian

mengenai pengukuran suhu daun harus dilakukan karena hal tersebut sangat

berkaitan dengan proses fotosintesis yang berhubungan langsung dengan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

20

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration-

guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage

Paper No56.Rome (IT): FAO.

Darmawan J, Baharsjah J. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID):

SITC.

Ernila. 2012. Keragaman 28 genotipe cabai (Capsicum annuum L.) dari berbagai

grup danketahanannya terhadap penyakitantraknosa yang disebabkan

olehColletotrichum acutatum s. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Felwess G. 2006. Phenology.Didalam Yulia ND. 2007. Kajian fenologi fase

pembungaan dan pembuahan Paphiopedilum glaucophyllum J.J.Sm. var

glaucophyllum. J Biodivers. 8(1):58-62.

Feng BL, Chai Y, Gao JF. 2001. Progress and prospect of buckwheat cultivation

in China. 1: 8-10. Didalam Wang Y. dan Campbell CG. 2004. Buckwheat

Production, Utilization, and Research in China. Review Paper. Fagopyrum 21:

123-133.

George RAT. 2010. Vegetable Seed Production 3rd

Edition. Wallingford (GB):

CAB International.

Handoko.1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk

Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Harjadi MMSS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): Gramedia.

Koesmaryono Y. 1996. Studies on photosynthesis growth and yield of soybean

(Glycine max (L) Merr.) in relation to climatological environment [disertasi].

Matsuyama (JP): Ehime University.

Kunri S. 2010. Red Chilli De-Hydration Plant. Karachi (PK): Sindh Board of

Investment.

Marwanti S. 1985. Studi fenologi penentuan masak fisiologis dan pengaruh

pengeringan terhadap viabilitas benih cabai merah (Capsicum annuum

L).Didalam Harini FL. 1997. Pengaruh penggunaan pupuk kandang dan

effective microorganisms 4 (EM4) terhadap produksi dan viabilitas benih cabai

merah (Capsicum annuum L.) di lapang [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Sujiprihati S. 2010. Phenologi

pertumbuhan dan produksi gandum pada lingkungan tropika basah.Prosiding

Pekan Serealia Nasional. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Perdinan. 2002. Efisiensi pemanfaatan radiasi surya, profil suhu udara dan

akumulasi panas tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di dataran

tinggi Pasir Sarongge Cianjur Jawa Barat.[skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

PoliiMGM. 2003. Penentuan umur berbuah tanaman cabe merah (Capsicum

anuum var.longum Sendt) pada tiga tinggi tempat

yangberbedamenggunakanmetodesatuanpanas. Eugenia 9 (2) :104-108.

Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi

Prajnanta F. 2007. Agribisnis Cabai Hybrida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Reifsnyder WE. 2005. A half century of agricultural meteorology [Internet].

[diacu Feb 4 2013]. Tersedia padahttp:// bill.reifsnyder.net/ half_ century.html.

21

Rittner D, McCabe TL. 2004. Encyclopedia of Biology. New York (NY): Facts

On File Inc.

Sangadji S. 2001. Pengaruh iklim tropis di dua ketinggian tempat yang berbeda

terhadap potensi hasil tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench)

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID):

UGM Press Supijatno, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Lontoh AP, Idris K. 2006. Fisiologi

dan pemuliaan padi gogo untuk toleransi ganda terhadap kondisi biofisik lahan

kering dibawah naungan.Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan

Pemberdayaan Masyarakat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syakur A. 2012. Analisis iklim mikro di dalam rumah tanaman untukmemprediksi

waktu pembungaan dan masak fisiologistanaman tomat menggunakan metode

heat unit danartificial neural network. [disertasi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Tabla VP, Vargas CF. 2004. Phenology and phenotypic natural selection on the

flowering time of a deceit-pollinated tropical orchid, Myrmecophila christiane.

Ann Botany 94:243-250.

[TI] Texas Instruments. 2013. LM35 precision centigrade temperature sensors

revised edition [Internet]. [diunduh 24 September 2013]. Tersedia pada

http://www.ti.com/lit/ds/symlink/lm35.

Valenzuela H. 2010. Farm and Foresty Production and Marketing Profile for

Chili Pepper (Capsicum annuum). Hawai (US): Permanent Agriculture

Resources.

Wibowo MH, Noviana D, Siregar IZ. 2010. Varietas Unggul IPB. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Wiryanta BTW. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Jakarta (ID):

Agromedia Pustaka.

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data perhitungan akumulasi panas (heat unit)

HSS

N0 N50

T

(oC)

Tb

(oC)

SP

(oC)

AP

(Cohari)

s T

(oC)

Tb

(oC)

SP

(oC)

AP

(Cohari)

s

1 26.3 11.8 15 15 0.008 26.3 11.8 15 15 0.007

2 27.0 11.8 15.2 30 0.017 27.0 11.8 15.2 30 0.015

3 27.2 11.8 15.4 45(FV1) 0.026 27.2 11.8 15.4 45(FV1) 0.020

4 28.4 11.8 16.6 62 0.035 28.4 11.8 16.6 58 0.029

5 28.6 11.8 16.8 79 0.045 28.6 11.8 16.8 74 0.037

6 28.2 11.8 16.4 95 0.054 28.2 11.8 16.4 91 0.045

7 27.3 11.8 15.5 111(FV2) 0.063 27.3 11.8 15.5 111(FV2) 0.053

8 28.7 11.8 16.9 127 0.073 28.7 11.8 16.9 123 0.061

9 27.5 11.8 15.7 143 0.082 27.5 11.8 15.7 139 0.069

10 28.2 11.8 16.4 160 0.091 28.2 11.8 16.4 155 0.077

11 26.5 11.8 14.7 174 0.100 26.5 11.8 14.7 170 0.085

12 25.3 11.8 13.5 188 0.107 25.3 11.8 13.5 184 0.092

13 26.9 11.8 15.1 203 0.116 26.9 11.8 15.1 199 0.099

14 28.3 11.8 16.5 219 0.125 28.3 11.8 16.5 215 0.107

15 25.5 11.8 13.7 233 0.133 25.5 11.8 13.7 229 0.114

16 25.5 11.8 13.7 247 0.141 25.5 11.8 13.7 243 0.121

17 26.4 11.8 14.6 261 0.149 26.4 11.8 14.6 257 0.128

18 28.0 11.8 16.2 278 0.159 28.0 11.8 16.2 273 0.136

19 26.2 11.8 14.4 292 0.167 26.2 11.8 14.4 288 0.144

20 28.6 11.8 16.8 309 0.176 28.6 11.8 16.8 305 0.152

21 27.7 11.8 15.9 325 0.186 27.7 11.8 15.9 320 0.160

22 26.7 11.8 14.9 340 0.194 26.7 11.8 14.9 335 0.167

23 26.0 11.8 14.2 354 0.202 26.0 11.8 14.2 350 0.174

24 27.8 11.8 16.0 370 0.211 27.8 11.8 16.0 366 0.182

25 27.2 11.8 15.4 385 0.220 27.2 11.8 15.4 381 0.190

26 27.3 11.8 15.5 401 0.229 27.3 11.8 15.5 396 0.198

27 27.6 11.8 15.8 416 0.238 27.6 11.8 15.8 412 0.206

28 28.3 11.8 16.5 433 0.247 28.3 11.8 16.5 429 0.214

29 26.8 11.8 15.0 448 0.256 26.8 11.8 15.0 444 0.221

30 27.1 11.8 15.3 463 0.265 27.1 11.8 15.3 459 0.229

31 30.2 11.8 18.4 482 0.275 30.2 11.8 18.4 477 0.238

32 27.1 11.8 15.3 497 0.284 27.1 11.8 15.3 493 0.246

33 28.3 11.8 16.5 513 0.293 28.3 11.8 16.5 509 0.254

34 27.4 11.8 15.6 529 0.302 27.4 11.8 15.6 525 0.262

35 26.7 11.8 14.9 544 0.311 26.4 11.8 14.6 539 0.269

36 28.0 11.8 16.2 560 0.320 27.4 11.8 15.6 555 0.277

37 27.4 11.8 15.6 576 0.329 27.2 11.8 15.4 570 0.284

38 27.1 11.8 15.3 591 0.338 26.9 11.8 15.1 586 0.292

39 27.3 11.8 15.5 606 0.347 27.2 11.8 15.4 601 0.300

40 27.0 11.8 15.2 622 0.355 26.8 11.8 15.0 616 0.307

41 28.1 11.8 16.3 638 0.365 27.8 11.8 16.0 632 0.315

42 27.2 11.8 15.4 653(FV3) 0.373 27.0 11.8 15.2 647 0.323

23

43 28.7 11.8 16.9 670 0.383 28.3 11.8 16.5 664 0.331

44 26.5 11.8 14.7 685 0.391 26.4 11.8 14.6 678 0.338

45 27.3 11.8 15.5 701 0.400 27.1 11.8 15.3 694(FV3) 0.346

46 27.6 11.8 15.8 716 0.409 27.4 11.8 15.6 709 0.354

47 28.0 9.6 18.4 735(FG1) 0.420 27.8 11.8 16.0 725 0.362

48 26.5 9.6 16.9 752 0.430 26.4 11.8 14.6 740 0.369

49 27.8 9.6 18.2 770 0.440 27.6 11.8 15.8 756 0.377

50 27.3 9.6 17.7 788 0.450 27.0 11.8 15.2 771 0.384

51 27.2 9.6 17.6 805 0.460 27.0 11.8 15.2 786 0.392

52 28.1 9.6 18.5 824 0.471 27.8 11.8 16.0 802 0.400

53 28.5 9.6 18.9 843 0.482 28.4 9.6 18.8 821(FG1) 0.409

54 27.6 9.6 18.0 860 0.492 27.4 9.6 17.8 839 0.418

55 27.1 9.6 17.5 878 0.502 26.9 9.6 17.3 856 0.427

56 26.3 9.6 16.7 895 0.511 26.2 9.6 16.6 873 0.435

57 27.8 9.6 18.2 913(FG2) 0.522 27.6 9.6 18.0 891 0.444

58 27.9 9.6 18.3 931 0.532 27.7 9.6 18.1 909 0.453

59 27.4 9.6 17.8 949(FG3) 0.542 27.2 9.6 17.6 926(FG2) 0.462

60 26.4 9.6 16.8 966 0.552 26.2 9.6 16.6 943 0.470

61 28.0 9.6 18.4 984 0.562 27.7 9.6 18.1 961 0.479

62 28.3 9.6 18.7 1003 0.573 28.1 9.6 18.5 980 0.488

63 26.9 9.6 17.3 1020(FG4) 0.583 26.3 9.6 16.7 996(FG3) 0.497

64 28.2 9.6 18.6 1039 0.594 28.0 9.6 18.4 1015 0.506

65 27.5 9.6 17.9 1057 0.604 27.4 9.6 17.8 1032(FG4) 0.515

66 28.1 9.6 18.5 1075 0.615 27.9 9.6 18.3 1051 0.524

67 27.1 9.6 17.5 1093 0.625 27.0 9.6 17.4 1068 0.533

68 27.9 9.6 18.3 1111(FG5) 0.635 27.8 9.6 18.2 1086(FG5) 0.542

69 27.6 9.6 18.0 1129 0.645 27.3 9.6 17.7 1104 0.551

70 26.7 9.6 17.1 1146 0.655 26.4 9.6 16.8 1121 0.559

71 27.3 9.6 17.7 1164 0.665 27.0 9.6 17.4 1138 0.568

72 28.0 9.6 18.4 1182 0.676 27.9 9.6 18.3 1157 0.577

73 28.2 9.6 18.6 1201 0.686 28.0 9.6 18.4 1175 0.586

74 28.0 9.6 18.4 1219 0.697 27.8 9.6 18.2 1193 0.595

75 27.6 9.6 18.0 1237 0.707 27.5 9.6 17.9 1211 0.604

76 26.8 9.6 17.2 1254 0.717 26.6 9.6 17.0 1228 0.612

77 26.8 10.7 16.1 1271(FG6) 0.726 26.5 9.6 16.9 1245 0.621

78 27.8 10.7 17.1 1288 0.736 27.5 9.6 17.9 1263 0.630

79 27.4 10.7 16.7 1304 0.745 27.1 9.6 17.5 1280 0.638

80 26.2 10.7 15.5 1320 0.754 26.1 9.6 16.5 1297 0.647

81 26.8 10.7 16.1 1336 0.764 26.7 9.6 17.1 1314 0.655

82 27.7 10.7 17.0 1353(FG7) 0.773 27.4 10.7 16.7 1331(FG6) 0.664

83 26.9 10.7 16.2 1369 0.783 26.7 10.7 16.0 1347 0.672

84 28.2 10.7 17.5 1387 0.793 28.1 10.7 17.4 1364 0.680

85 27.2 10.7 16.5 1403 0.802 27.0 10.7 16.3 1380 0.688

86 28.6 10.7 17.9 1421 0.812 28.4 10.7 17.7 1398 0.697

87 27.0 10.7 16.3 1437 0.821 26.7 10.7 16.0 1414(FG7) 0.705

88 27.4 10.7 16.7 1454 0.831 27.3 10.7 16.6 1431 0.713

89 27.0 10.7 16.3 1470(FG8) 0.840 26.9 10.7 16.2 1447 0.722

90 27.5 10.7 16.8 1487 0.850 27.4 10.7 16.7 1464 0.730

91 26.7 10.7 16.0 1503 0.859 26.5 10.7 15.8 1479 0.738

92 27.6 10.7 16.9 1520 0.869 27.5 10.7 16.8 1496 0.746

93 26.6 10.7 15.9 1536 0.878 26.4 10.7 15.7 1512 0.754

94 26.4 10.7 15.7 1552 0.887 26.1 10.7 15.4 1527 0.762

24

95 27.5 10.7 16.8 1569 0.896 27.2 10.7 16.5 1544 0.770

96 27.2 10.7 16.5 1585 0.906 27.3 10.7 16.6 1560 0.778

97 27.1 10.7 16.4 1601 0.915 27.0 10.7 16.3 1577 0.786

98 26.6 10.7 15.9 1617 0.924 26.4 10.7 15.7 1592 0.794

99 26.8 10.7 16.1 1633 0.934 26.5 10.7 15.8 1608 0.802

100 27.4 10.7 16.7 1650(FG9) 0.943 27.1 10.7 16.4 1625 0.810

101 26.7 10.7 16.0 1666 0.952 26.5 10.7 15.8 1640 0.818

102 26.7 10.7 16.0 1682 0.961 26.5 10.7 15.8 1656 0.826

103 28.4 10.7 17.7 1700 0.971 28.2 10.7 17.5 1674 0.835

104 27.8 10.7 17.1 1717(FG10) 0.981 27.7 10.7 17.0 1691(FG8) 0.843

105 27.1 10.7 16.4 1733 0.991 27.0 10.7 16.3 1707 0.851

106 27.1 10.7 16.4 1750(FG11) 1.000 26.9 10.7 16.2 1723 0.859

107

27.4 10.7 16.7 1740 0.868

108

28.5 10.7 17.8 1758 0.877

109

27.2 10.7 16.5 1774 0.885

110

26.1 10.7 15.4 1790 0.892

111

26.5 10.7 15.8 1805(FG9) 0.900

112 26.4 10.7 15.7 1821 0.908

113

27.4 10.7 16.7 1838 0.916

114

28.3 10.7 17.6 1855 0.925

115

28.2 10.7 17.5 1873(FG10) 0.934

116

26.6 10.7 15.9 1889 0.942

117

26.6 10.7 15.9 1905 0.950

118

26.7 10.7 16.0 1921 0.958

119

27.4 10.7 16.7 1937 0.966

120

27.5 10.7 16.8 1954 0.974

121 27.2 10.7 16.5 1971 0.983

122 28.4 10.7 17.7 1988 0.992

123 27.7 10.7 17.0 2005(FG11) 1.000

Keterangan: N0 = tanpa naungan, N50 = naungan 50%, N75 = naungan 75%, HSS = hari setelah

semai, T = suhu udara rata-rata harian, Tb = suhu dasar, SP = satuan panas, AP =

akumulasi panas, s = proporsi satuan panas terhadap akumulasi panas, nilai AP yang

dicetak tebal merupakan akumulasi panas tiap fase perkembangan dan FVn = fase

vegetatif ke- n, FGn = fase generatif ke-n

25

Lampiran 2 Persentase perpindahan fase perkembangan tanaman cabai merah

Simbol

Fase Dskripsi Fase Perkembangan

Persentase

Perpindahan Fase (%)

Tanpa

Naungan

Naungan

50%

FV1 Perkecambahan 53.7

FV2 Muncul Daun Pertama 54.9

FV3 Muncul Cabang Pertama 51.2 53.1

FG1

Kuncup baru muncul: mahkota bunga

belum mekar, tetapi masih tertutup

oleh kelopak bunga

53.7 53.7

FG2 Mahkota bunga mulai muncul 53.7 54.3

FG3 Mahkota bunga makin mengembang

dan hampir mekar 53 58

FG4 Mahkota bunga mekar penuh 54.9 51.2

FG5

Mahkota bunga menutup kembali,

layu, dan akhirnya terlepas dari

tangkainya

55.5 56.2

FG6

Buah mulai terbentuk, berwarna hijau

muda, kulit buah sangat lunak, panjang

buah kira-kira 2 cm

58 59.8

FG7

Buah telah berkembang menjadi lebih

besar, panjangnya 5-6 cm, berwarna

hijau muda dan masih lunak

50.6 52.4

FG8

Buah masih berwarna hijau muda,

tetapi kulit buah dan tangkai buah agak

liat, panjang buah 8-10 cm

57.4 56.2

FG9 Warna kulit buah mulai memerah pada

seperempat ujungnya 53.7 56.2

FG10 Kulit buah memerah pada separoh

ujungnya 59.3 53.7

FG11 Buah berwarna merah merata dengan

tangkai liat 54.3 53.1

Keterangan: FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n

26

Lampiran 3 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa semai

HSS es TBK

(kPa)

es TBB

(kPa)

Ea

(kPa)

RH

(%)

1 3.4 2.9 2.7 78

2 3.6 3.1 3.0 83

3 3.6 3.1 2.9 81

4 3.9 3.0 2.7 70

5 3.9 2.8 2.4 62

6 3.8 3.1 2.8 73

7 3.6 3.0 2.8 77

8 3.9 3.0 2.7 68

9 3.7 2.9 2.6 72

10 3.8 3.2 3.0 78

11 3.5 2.9 2.7 79

12 3.2 2.9 2.8 86

13 3.5 3.1 3.0 83

14 3.8 3.1 2.9 75

15 3.3 2.8 2.6 80

16 3.3 2.8 2.7 82

17 3.4 3.0 2.9 84

18 3.8 3.2 3.0 80

19 3.4 2.9 2.7 80

20 3.9 3.2 3.0 77

21 3.7 3.0 2.8 75

22 3.5 2.9 2.7 78

23 3.4 2.8 2.6 77

24 3.7 3.0 2.7 73

25 3.6 3.1 2.9 81

26 3.6 3.0 2.7 75

27 3.7 2.9 2.7 72

28 3.9 3.2 3.0 78

29 3.5 2.9 2.7 77

30 3.6 2.9 2.7 75

31 4.3 3.4 3.1 72

32 3.6 3.1 2.9 82

33 3.8 3.2 3.0 78

34 3.7 3.0 2.8 76 Keterangan: es TBK = tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering, es TBB = tekanan uap air

jenuh pada suhu bola basah, ea = tekanan uap aktual.

27

Lampiran 4 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa tanam

HSS

Tanpa Naungan Naungan 50%

es

TBK

(kPa)

es

TBB

(kPa)

ea

(kPa)

RH

(%)

es

TBK

(kPa)

es

TBB

(kPa)

ea

(kPa)

RH

(%)

1 3.5 3.0 2.8 80 3.4 3.0 2.8 83

2 3.8 3.1 2.9 76 3.6 3.0 2.8 78

3 3.6 3.1 2.9 79 3.6 3.1 2.9 80

4 3.6 3.1 2.9 82 3.5 3.1 2.9 83

5 3.6 3.1 2.9 80 3.6 3.1 2.9 82

6 3.6 3.1 2.9 83 3.5 3.1 3.0 84

7 3.8 3.1 2.9 75 3.7 3.1 2.9 77

8 3.6 3.2 3.0 83 3.6 3.1 3.0 84

9 3.9 3.2 2.9 75 3.8 3.2 3.0 77

10 3.5 3.1 3.0 87 3.4 3.2 3.1 89

11 3.6 3.2 3.0 82 3.6 3.1 3.0 83

12 3.7 3.1 2.9 79 3.7 3.1 2.9 80

13 3.8 3.2 3.0 80 3.7 3.2 3.0 81

14 3.5 3.1 3.0 86 3.4 3.1 2.9 86

15 3.7 3.2 3.0 80 3.7 3.2 3.0 81

16 3.6 3.0 2.8 78 3.6 3.0 2.8 78

17 3.6 3.1 3.0 83 3.6 3.1 3.0 84

18 3.8 3.2 3.0 78 3.7 3.1 2.9 78

19 3.9 3.3 3.1 80 3.9 3.4 3.2 83

20 3.7 3.1 2.9 78 3.6 3.1 2.9 81

21 3.6 3.1 2.9 80 3.5 3.1 2.9 82

22 3.4 3.0 2.8 82 3.4 3.0 2.9 84

23 3.7 3.2 3.0 81 3.7 3.2 3.0 82

24 3.8 3.0 2.8 74 3.7 3.0 2.8 74

25 3.6 3.0 2.8 77 3.6 3.0 2.9 79

26 3.4 3.3 3.2 93 3.4 3.2 3.2 94

27 3.8 3.0 2.8 74 3.7 3.0 2.8 76

28 3.8 3.3 3.1 80 3.8 3.2 3.0 80

29 3.6 3.1 2.9 82 3.4 3.1 2.9 85

30 3.8 3.1 2.9 75 3.8 3.1 2.9 76

31 3.7 3.2 3.1 84 3.6 3.2 3.1 85

32 3.8 3.0 2.7 71 3.8 3.0 2.8 74

33 3.6 2.9 2.7 76 3.6 2.9 2.6 74

34 3.8 3.1 2.8 75 3.7 3.1 2.9 77

35 3.7 3.2 3.1 83 3.6 3.2 3.0 83

36 3.5 2.9 2.7 76 3.4 2.9 2.6 77

37 3.6 3.0 2.7 76 3.6 3.0 2.8 77

38 3.8 3.1 2.8 75 3.8 3.1 2.9 76

39 3.8 3.1 2.8 74 3.8 3.1 2.8 75

28

40 3.8 3.1 2.8 75 3.7 3.1 2.9 77

41 3.7 3.1 3.0 80 3.7 3.2 3.0 82

42 3.5 2.9 2.6 74 3.5 2.9 2.6 76

43 3.5 2.9 2.6 75 3.5 2.8 2.6 76

44 3.7 3.3 3.2 85 3.7 3.3 3.2 86

45 3.6 3.0 2.8 76 3.6 3.0 2.8 78

46 3.4 3.0 2.8 84 3.4 3.0 2.9 86

47 3.5 3.0 2.9 81 3.5 3.1 2.9 83

48 3.7 3.2 3.0 81 3.7 3.1 3.0 82

49 3.5 3.0 2.8 80 3.5 3.0 2.8 81

50 3.8 3.4 3.2 85 3.8 3.4 3.2 85

51 3.6 3.2 3.0 84 3.6 3.2 3.0 85

52 3.9 3.3 3.1 80 3.9 3.3 3.2 82

53 3.6 3.1 3.0 84 3.5 3.1 3.0 86

54 3.6 3.2 3.0 82 3.6 3.2 3.0 83

55 3.6 3.1 3.0 83 3.5 3.1 3.0 84

56 3.7 3.2 3.0 82 3.6 3.2 3.0 83

57 3.5 3.1 3.0 85 3.5 2.9 2.7 77

58 3.7 3.1 2.9 79 3.7 3.1 2.9 79

59 3.5 3.0 2.8 81 3.4 3.0 2.9 83

60 3.4 3.0 2.8 81 3.4 2.9 2.8 82

61 3.7 3.4 3.3 89 3.6 3.4 3.3 91

62 3.6 3.0 2.8 79 3.6 3.1 2.9 80

63 3.6 2.9 2.6 73 3.6 2.9 2.7 75

64 3.5 2.9 2.8 79 3.4 3.0 2.8 81

65 3.5 3.1 3.0 84 3.5 3.1 3.0 85

66 3.6 3.1 2.9 80 3.6 3.1 2.9 82

67 3.5 3.0 2.8 80 3.5 3.0 2.8 80

68 3.5 3.0 2.8 80 3.5 3.0 2.8 81

69 3.9 3.2 2.9 76 3.8 3.1 2.9 76

70 3.7 3.2 3.1 82 3.7 3.2 3.0 82

71 3.6 3.2 3.0 84 3.6 3.1 3.0 84

72 3.6 3.0 2.8 77 3.5 3.0 2.8 79

73 3.7 3.0 2.8 75 3.6 3.0 2.8 77

74 3.9 3.1 2.9 74 3.9 3.2 3.0 76

75 3.7 3.1 2.9 79 3.6 3.1 2.9 81

76 3.4 3.1 3.0 87 3.4 3.1 3.0 87

77 3.5 3.1 2.9 83 3.5 3.0 2.9 84

78 3.4 2.9 2.8 80

79 3.6 3.1 2.9 79

80 3.8 3.3 3.1 80

81 3.8 3.2 3.0 79

82 3.5 3.2 3.1 89

83 3.5 3.0 2.8 81

29

84 3.5 3.0 2.8 80

85 3.6 3.1 3.0 81

86 3.7 3.0 2.8 77

87 3.6 2.9 2.7 75

88 3.9 3.2 3.0 78

89 3.7 3.1 2.9 77

90 3.7 3.0 2.8 75

91 3.5 2.9 2.7 78

92 3.6 2.9 2.7 76

93 3.5 2.9 2.7 79 Keterangan: es TBK = tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering, es TBB = tekanan uap air

jenuh pada suhu bola basah, ea = tekanan uap aktual.

Lampiran 5 Data selisih hari setiap fase perkembangan antar naungan

Simbol

Fase

Selisih (hari)

N0-N50 N0-N75 N50-N75

FV1 0 0 0

FV2 0 0 0

FV3 3 3 1

FG1 6 - -

FG2 2 - -

FG3 4 - -

FG4 2 - -

FG5 0 - -

FG6 5 - -

FG7 5 - -

FG8 15 - -

FG9 11 - -

FG10 11 - -

FG11 18 - - Keterangan: FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n, N0 = tanpa naungan, N50 =

naungan 50%, dan N75 = naungan 75%

30

Lampiran 6 Data selisih hari antar selang fase perkembanganpada kondisi tanpa

naungan 0% dan naungan 50%

Selang Fase Selisih hari

N0 N50

FV1-FV2 4 4

FV2-FV3 35 38

FV3-FG1 5 8

FG1-FG2 10 6

FG2-FG3 2 4

FG3-FG4 4 2

FG4-FG5 5 3

FG5-FG6 9 14

FG6-FG7 5 5

FG7-FG8 7 17

FG8-FG9 11 7

FG9-FG10 4 4

FG10-FG11 1 8 Keterangan: FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n, N0 = tanpa naungan, N50 =

naungan 50%, dan N75 = naungan 75%

Lampiran 7 Data selisih nilai suhu udara pada setiap ketinggian

2 MST

Tanpa naungan

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.3oC 0.2

oC -0.1

oC 0.1

oC 0.1

oC

Naungan 50%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.3oC 0.3

oC -0.2

oC 0.1

oC -0.1

oC

Naungan 75%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.3oC 0.3

oC -0.2

oC 0.2

oC 0.0

oC

8 MST

Tanpa naungan

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.3oC 0.5

oC -0.3

oC 0.4

oC -0.3

oC

Naungan 50%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.6oC 0.6

oC -0.3

oC 0.4

oC -0.2

oC

Naungan 75%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

-0.3oC 0.4

oC -0.3

oC 0.2

oC -0.2

oC

Keterangan: Nilai negatif menunjukkan penurunan suhu (lapse rate) dan nilai positif

menunjukkan peningkatan suhu (inversi)

31

Lampiran 8 Data selisih nilai kelembaban udara (RH) pada setiap ketinggian

2 MST

Tanpa naungan

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

1% -1% -1% 1% -1%

Naungan 50%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

3% -1% -1% 1% 0%

Naungan 75%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

1% -1% 0% -1% -1%

8 MST

Tanpa naungan

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

1% -3% 2% -1% 2%

Naungan 50%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

3% -2% 0% -1% 1%

Naungan 75%

0-20cm 20-40cm 40-60 cm 60-80 cm 80-100 cm

1% -1% 2% 0% 1% Keterangan: Nilai negatif menunjukkan penurunan kelembaban relatif dan nilai positif

menunjukkan peningkatan kelembaban relatif

Lampiran 9 Data produksi panen cabai merah Seloka IPB

Tanggal Panen ke

Produksi panen

(kg)

N0 N50 N75 N0 N50 N75

12 Juni 2013 1 - - 6.97 - -

16 Juni 2013 2 - - 6.59 - -

20 Juni 2013 3 - - 6.23 - -

28 Juni 2013 4 1 - 12.16 5.09 -

1 Juli 2013 5 2 1 4.28 2.16 0.54

5 Juli 2013 6 3 2 5.32 4.38 0.87

9 Juli 2013 7 4 3 2.79 4.79 0.24

15 Juli 2013 8 5 4 1.58 2.13 1.35 Keterangan: N0 = tanpa naungan, N50 = naungan 50%, dan N75 = naungan 75%

Lampiran 10 Data kalibrasi sensor suhu bola basah dan bola kering

Sensor suhu 1 untuk akumulasi panas

Lokasi kalibrasi pada sensor suhu 1 yaitu di Stasiun Klimatologi Klas

1 BMKG Dramaga Bogor. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan

32

nilai suhu pengukuran sensor suhu LM35D dengan pengukuran suhu dari

BMKG setiap satu jam sekali selama satu hari kemudian dibuat persamaan

regresi linearnya.Adapun data hasil kalibrasi sensor suhu 1 adalah sebagai

berikut:

Waktu

Sensor Suhu 1

(oC)

Pengukuran

suhu dari

BMKG (oC)

BB BK BB BK

6.50 24.9 26.2 22 23.5

7.50 26.8 28.5 24 26

8.50 26.3 28.7 24 27.2

9.50 26.5 28.8 24.6 28.1

10.50 27.7 30.3 25.1 29.6

11.50 28.1 30.5 25.3 29

12.50 27.4 29.4 25.8 28.6

13.50 27.3 29.4 25.4 28.6

14.50 25.7 27.4 24.6 27.2

15.50 25.3 26 23.8 24.8

16.50 25 25.7 24.2 24.8

17.50 24.6 25.3 23.6 24.6 Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Korelasi sensor

suhu 1 dengan

BMKG

Rata-rata selisih

sensor suhu 1

dengan BMKG

BK BB BK BB 0.98 0.78 1.2 1.9

Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Persamaan regresi linear: - suhu bola kering (BK) : y = 1.030x - 2.028

dengan R² = 0.862

- suhu bola basah (BB) : y = 0.669x + 6.765

dengan R² = 0.610

Sensor suhu 2 untuk profil suhu udara

Lokasi kalibrasi pada sensor suhu 2 yaitu di Laboratorium

Instrumentasi Meteorologi IPB. Kalibrasi dilakukan dengan

membandingkan nilai suhu pengukuran sensor suhu LM35D dengan

termometer raksasebanyak 10 kali kemudian dicari rataan nilai selisih dan

didapat nilai koreksi untuk suhu bola basah dan bola kering secara berturut-

turut adalah +0.3 oC dan -0.4

oC. Adapun data hasil kalibrasi sensor suhu 2

adalah sebagai berikut:

33

LM35D

untuk BK

(oC)

LM35D

untuk BB

(oC)

Selisih

30.6 29.9 0.7

30.7 30 0.7

30.8 30 0.8

30.8 30.1 0.7

30.8 30.1 0.7

30.9 30.1 0.8

31 30.1 0.9

31 30.3 0.7

31.1 30.3 0.8

31.1 30.3 0.8

Rataan 0.7 Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Lampiran 11 Analisis ragam regresi linear suhu bola kering dengan naungan

Sumber keragaman

Jumlah kuadrat Derajat

bebas Kuadrat

tengah F Nilai-p

Regresi 7.4 1 7.4 18.7 0.000

Galat 112.6 283 0.4

Total 120 284

Lampiran 12 Analisis ragam regresi linear kelembaban relatif dengan naungan

Sumber keragaman

Jumlah kuadrat Derajat

bebas Kuadrat

tengah F Nilai-p

Regresi 281.6 1 281.6 18.2 0.000

Galat 4369.4 283 15.4

Total 4651 284

Lampiran 13 Deskripsi lengkap cabai merah varietas Seloka IPB

Asal : dalam negeri

Silsilah : seleksi bulk dimodifikasi hasil persilangan

IPBC2 x IPB C5

Golongan varietas : bersari bebas

Tinggi tanaman : 45.09–76.87 cm

Bentuk penampang batang : bulat

Diameter batang : 0.99–1.72 cm

Warna batang : hijau

Warna daun : hijau

34

Bentuk daun : oval Ukuran daun : panjang 7.66 – 11.91 cm

lebar 2.78–3.79 cm Bentuk bunga : intermediate

Warna kelopak bunga : hijau

Warna mahkota bunga : putih

Warna kepala putik : putih

Warna benang sari : biru Umur mulai berbunga : 25–29 hari setelah tanam Umur mulai panen : 71–78 hari setelah tanam Bentuk buah : memanjang Ukuran buah : panjang 12.07 - 15.77 cm

diameter 1.49 - 1.88 cm Warna buah muda : hijau

Warna buah tua : merah Tebal kulit buah : 0.11 - 0.19 cm Rasa buah : sangat pedas dengan kadar capsaicin

917.25 - 979.15 ppm

Bentuk biji : pipih

Warna biji : kuningj erami

Berat 1.000 biji : 5.0 - 5.2g

Berat per buah : 10.33 - 12.57 g Jumlah buah pert anaman : 51–80 buah Berat buah per tanaman : 482.16 g (320.97 – 695.66 g)

Daya simpan buah : 8 - 10HST (pada suhu 27 - 28 oC)

Hasil buah per hektar : 11.59 ton (7.34 – 17.49 ton) Populasi per hektar : 25.000 tanaman Kebutuhan benih per hektar : 200 - 300g Penciri utama : perubahan warna buah muda hingga buah

matang: hijau tua – coklat – merah, daun

tua mengarah ke bawah, bentuk tajuk

melebar,ujung buah agak melengkung

Keunggulan varietas : umur panen genjah (62.42 – 86.87 hari

setelah tanam), tingkat kepedasan sangat

tinggi (939.13 – 1000.98 ppm),

produktifitas tinggi (dapat mencapai 17

ton/ha)

Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baikdidataran rendah

dengan ketinggian 100– 250 m dpl

Pemohon : Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut

Pertanian Bogor, Departemen Agronomi

dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut

Pertanian Bogor

Pemulia : Muhamad Syukur, Sriani Sujiprihati,

Rahmi Yuniati

Peneliti : Widodo, Undang, Abdul Hakim,

Tiara Yudilastari, Arya Widura Ritonga,

Vitria P. Rahadi

35

Lampiran 14 Perubahan fase pada tanaman cabai merah tanpa naungan

(FV1) Perkecambahan

(FV2) Muncul Daun Pertama

(FV3) Muncul Cabang Pertama

(FG1) Kuncup baru muncul: mahkota

bunga belum mekar, tetapi masih tertutup

oleh kelopak bunga

(FG2) Mahkota bunga mulai muncul

(FG3)Mahkota bunga makin

mengembang dan hampir mekar

36

(FG4) Mahkota bunga mekar penuh

(FG5) Mahkota bunga menutup kembali,

layu, dan akhirnya terlepas dari

tangkainya

(FG6) Buah mulai terbentuk, berwarna

hijau muda, kulit buah sangat lunak,

panjang buah kira-kira 2 cm

(FG7) Buah telah berkembang menjadi

lebih besar, panjangnya 5-6 cm, berwarna

hijau muda dan masih lunak

(FG8) Buah masih berwarna hijau muda,

tetapi kulit buah dan tangkai buah agak liat,

panjang buah 8-10 cm

(FG9) Warna kulit buah mulai memerah

pada seperempat ujungnya

37

Lampiran 15 Penyakit tanaman cabai merah (a) antraknosa (b) keriting daun

(a)

(b)

Lampiran 16 Kondisi lahan penelitian ketika masa (a) semai dan (b) tanam

(a)

(b)

(FG10) Kulit buah memerah pada separoh

ujungnya

(FG11) Buah berwarna merah merata

dengan tangkai liat

38

Lampiran 17 Sensor suhu bola basah dan bola kering

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada

tanggal 27 September 1989. Penulis merupakan anak kedua

dari empat bersaudara, dari Bapak Bastian Pati Siregar dan

Ibu Kurniasih. Penulis mulai menduduki bangku sekolah

dasar pada tahun 1996 di SDN Kebon Manggis 09 Pagi,

Jakarta Timur sampai dengan kelas 4 dan lulus dari SDN

Pakutandang 1 Ciparay, Kabupaten Bandung pada tahun

2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan

pendidikan di SMP Negeri 1 Ciparay. Pada tahun 2008,

penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciparay dan diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa

Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.Semasa menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Kepala

Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Profesi Mahasiswa

Agrometerologi (HIMAGRETO) tahun 2011-2012. Tahun 2011 penulis

bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa PPS Betako Merpati Putih Kolat

IPB.Tahun 2013 penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah

Agrometeorolgi.