program pendidikan untuk semua

28
Halaman Pengesahan PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK SEMUA BAGI PENDERITA AUTISME KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis (LKT) Olimpiade Ilmu Sosial 2008 Tingkat Nasional (Pendidikan Untuk Semua) 2008 Oleh : Atik Prihatiningrum NIS : 8866 Tiara Wahyuni NIS : 9075 Yody Ferdiansyah NIS : 9095 Telah diperiksa dan disahkan, pada tanggal (........................) Mengetahui, Kepala SMAN 2 Drs. Yandiono NIP : Pembimbing, Yunial Fahmi, S.Pd NIP : 450010529

Upload: wiswisnu

Post on 05-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Program Pendidikan Untuk Semua

TRANSCRIPT

Page 1: Program Pendidikan Untuk Semua

Halaman Pengesahan

PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAGI PENDERITA AUTISME

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis (LKT)

Olimpiade Ilmu Sosial 2008 Tingkat Nasional

(Pendidikan Untuk Semua)

2008

Oleh :

Atik Prihatiningrum NIS : 8866

Tiara Wahyuni NIS : 9075

Yody Ferdiansyah NIS : 9095

Telah diperiksa dan disahkan, pada tanggal (........................)

Mengetahui,Kepala SMAN 2

Drs. Yandiono

NIP : 131930647

Pembimbing,

Yunial Fahmi, S.Pd

NIP : 450010529

Page 2: Program Pendidikan Untuk Semua

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-

Nya kami dapat meyelesaikan penyusunan karya tulis ini yang disusun dalam rangka

mengikuti olipiade ilmu sosial yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Sosial dan ilmu politik Universitas Indonesia tahun 2008.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan.

Karena keterbatasan yang ada pada penulis, sekalipun penulis telah berupaya secara

optimal agar karya tulis ini tersusun dengan baik. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan usul, kritik, dan saran yang sifatnya membangun.

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan

dari semua pihak. Oleh sebab itu, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih yang

sebebsar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Yandiono selaku kepala sekolah SMA Negeri 2 Kota

Bengkulu.

2. Bapak Yunial Fahmi,S.Pd Selaku guru pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk kepada kami demi

kebaikan makalah ini.

3. Orang tua saudara kami yang selalu memberikan dorongan dan

motivasi.

4. Teman-teman kelas XI IPA B tahun ajaran 2007/2008

Demikian secara ringkas apa yang dapat kami kemukakan sebagai penulis karya

tulis ini. Mudah-mudahan karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua yang

membacanya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bengkulu, Desember 2007

Page 3: Program Pendidikan Untuk Semua

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan.............................................................i

Kata Pengantar......................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................iii

Bab I Pendahuluan................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................1

B. Permasalahan...........................................................................3

C. Tujuan Penulisan....................................................................3

D. Kerangka Teoritik...................................................................4

1. Program Pendidikan Untuk Semua...................................4

2. Pemberian layanan Pendidikan.........................................5

3. Pendidikan Bagi Anak Penyandang Autisme…...........6

E. Metode Penulisan.....................................................................9

Bab II Pembahasan...............................................................................11

A. Perkembangan Jumlah Anak Penyandang Autisme..........11

B. Pendidikan Anak-anak Penyandang Autisme…………….12

C. Program Pendidikan Untuk Semua Di Kota Bengkulu....13

Bab III Penutup........................................................................................14

A. Kesimpulan.............................................................................14

B. Saran........................................................................................14

Daftar Pustaka.......................................................................................................

Format Identitas...................................................................................................

Page 4: Program Pendidikan Untuk Semua

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan

sistematis yang berlangsung secara terus menerus dalam rangka mengalihkan

pengetahuan dari seseorang kepada orang lain (Wursanto, 2003:297).

Pendidikan juga diartikan sebagai proses seseorang mengembangkan

kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat

mereka hidup (Fattah, 1996:4). Dari kedua pengertian di atas secara

sederhana dapat dimaknai bahwa pendidikan adalah suatu proses

mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan sikap seseorang sebagai bekal

hidup di dalam masyarakat.

Berdasarkan makna pendidikan tersebut, maka sudah sepantasnyalah

setiap orang perlu dan berhak mendapatkan pendidikan, karena dengan

pendidikan itulah manusia dapat meningkatkan peradabannya. Pentingnya

pendidikan bagi setiap orang ini menjadi latar belakang dicanangkannya

program Pendidikan Untuk Semua.

Konsep pendidikan untuk semua merupakan implementasi dari hak

setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Dasar yang menegaskan

akan hak tersebut adalah Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada pasal 5

ayat (1) sampai (5) yang berbunyi:

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;

Page 5: Program Pendidikan Untuk Semua

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus;

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus;

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus;

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Mengacu kepada pasal 5 Undang-Undang Negara Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tersebut jelaslah bahwa setiap warga negara

mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan tanpa terkecuali. Hak tersebut

melekat pada setiap individu, baik yang berada di perkotaan maupun di

daerah terpencil, baik dari kalangan yang berkemampuan ekonomi maupun

yang miskin, baik yang sehat maupun yang memiliki kelainan fisik,

emosional, atau mental.

Diantara warga negara yang memiliki hak untuk memperoleh

pendidikan adalah anak yang menderita autisme yaitu anak yang mengalami

hambatan mental dan gangguan belajar. Saat ini terutama di daerah-daerah

luar pulau Jawa ada kecenderungan bahwa anak-anak yang menderita

autisme sulit mendapatkan sekolah. Berbagai alasan diajukan pihak sekolah

untuk menolak keikutsertaan mereka belajar di sekolah tersebut, seperti tidak

tersedianya guru yang khusus untuk mereka, tidak tersedianya fasilitas untuk

kegiatan pembelajaran mereka, tidak tersedianya dana, dan sebagainya.

Kesulitan pihak sekolah untuk menerima anak-anak penderita autisme

mencerminkan kurang tanggapnya pihak pemerintah dalam menangani masalah

ini. Padahal kecenderungan jumlah anak-anak penderita autisme semakin

bertambah. Semula ada anggapan bahwa lima dari 10.000 orang adalah

penyandang autisme (Peeters, 2004:2), tapi penelitian epidemiologi saat ini

yang menggunakan kriteria Diagnostic Statistical Manual (DSM) edisi ke-3

menunjukkan hasil yang lebih besar yaitu 10 dari 10.000 orang. Bahkan jika

Page 6: Program Pendidikan Untuk Semua

menggunakan definisi autisme secara edukasional terdapat paling sedikit 20

dari 10.000 orang yang menyandang autisme. Besarnya jumlah anak penderita

autisme ini seharusnya menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk

menyediakan sekolah khusus bagi mereka pada seluruh daerah di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan isi pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa warga negara yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak

memperoleh pendidikan khusus.

Fenomena yang menunjukkan sulitnya anak-anak penderita autisme

untuk memperoleh pendidikan pada sekolah-sekolah formal juga dirasakan

oleh masyarakat Kota Bengkulu. Banyak orang tua yang menyampaikan

keluh-kesahnya karena anaknya tidak dapat diterima di Sekolah Dasar di

daerah tersebut, padahal usia anak mereka sudah berada pada usia sekolah.

Kondisi ini cukup memprihatinkan, apalagi kejadiannya justru pada saat

pemerintah sedang gencar-gencarnya mencanangkan program Pendidikan

Untuk Semua.

Keadaan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat karya

tulis ilmiah yang berjudul:

PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAGI PENDERITA AUTISME

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kota Bengkulu)

B. Permasalahan

Permasalahan dalam karya tulis ini adalah: Bagaimanakah Program

Pendidikan Untuk Semua bagi Penderita Autisme di Kota Bengkulu ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mendeskripsikan Program

Pendidikan Untuk Semua bagi Penderita Autisme di Kota Bengkulu.

Page 7: Program Pendidikan Untuk Semua

D. Kerangka Teoritik

1. Program Pendidikan Untuk Semua

Program Pendidikan Untuk Semua (PUS) merupakan komitmen yang

termuat dalam kerangka aksi yang disepakati di Dakar, Senegal, pada tahun

2000. Dalam kerangka aksi tersebut ditentukan tujuan-tujuan Program

Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All sebagai berikut: (1)

memperluas dan memperbaiki perawatan dan pendidikan anak-anak dini usia,

khususnya anak-anak yang paling terancam dan kurang beruntung; (2)

memastikan bahwa kebutuhan belajar seluruh pemuda dan dewasa terpenuhi

melalui akses yang sama pada pembelajaran yang sesuai dan program-

program keterampilan hidup; (3) mencapai 50 % perbaikan dalam tingkat

keaksaraan orang dewasa pada tahun 2015, khususnya bagi wanita, serta

akses yang sama pada pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi

semua orang dewasa; (4) memperbaiki seluruh aspek mutu pendidikan dan

menjamin keunggulan secara keseluruhan, sehingga hasil belajar yang diakui

dan terukur dapat dicapai oleh semuanya, khususnya dalam keaksaraan,

kepandaian berhitung dan keterampilan hidup yang pokok.

Di Indonesia sektor yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

program Pendidikan Untuk Semua (PUS) ini adalah Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas). Komitmen Departemen Pendidikan Nasional dalam

melaksanakan program ini ditegaskan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada

tanggal 21 September 2001 dengan menjadikan program Pendidikan Untuk

Semua sebagai visi kegiatan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2002 –

2004.

Dalam pelaksanaan program Pendidikan Untuk Semua (PUS) di

Indonesia terdapat enam kegiatan utama beserta tujuan yang ingin dicapai,

Page 8: Program Pendidikan Untuk Semua

yaitu: (1) Perluasan dan peningkatan secara menyeluruh pendidikan dan

perawatan bagi anak dini usia, terutama bagi mereka yang dalam kondisi

sangat rawan dan kurang beruntung; (2) memastikan bahwa pada tahun 2015

semua anak (terutama perempuan, anak golongan minoritas, dan anak-anak

yang kurang beruntung) memperoleh akses dan dapat menyelesaikan

pendidikan dasar yang bermutu secara gratis; (3) memastikan bahwa

kebutuhan belajar dari semua pemuda dan orang dewasa terpenuhi melalui

akses yang merata terhadap program pembelajaran dan keterampilan untuk

hidup (life skills); (4) tercapainya peningkatan sebesar 50 persen dari angka

melek huruf orang dewasa (terutama perempuan) pada tahun 2015 dan akses

yang sama terhadap pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi

semua orang dewasa; (5) penghapusan kesenjangan gender pada pendidikan

dasar dan menengah pada tahun 2005 dan mencapai kesetaraan gender pada

tahun 2015 dengan focus pada akses dan prestasi yang sama pada pendidikan

dasar yang bermutu; dan (6) peningkatan semua aspek dari kualitas

pendidikan yang diberikan kepada semua peserta didik dan peningkatan itu

tercermin pada ukuran-ukuran luaran yang dapat diandalkan. Aspek kualitas

pendidikan tersebut terutama dalam hal baca/tulis, berhitung, dan keterampilan

utama untuk hidup (essential life skills).

Pendidikan Untuk Semua (PUS) mencakup pendidikan bagi semua

umur yang meliputi anak usia dini, anak usia pendidikan dasar, pemuda, dan

orang dewasa. PUS juga mencakup anak-anak dalam kondisi rawan dan

kurang beruntung, serta golongan minoritas. Diantara anak-anak yang dalam

kondisi rawan tersebut adalah anak-anak yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial.

2. Pemberian Layanan Pendidikan

Hakikat Pendidikan Untuk Semua (PUS) adalah pemberian layanan

pendidikan kepada semua warga negara terutama yang berada pada usia

sekolah. Kebijakan ini antara lain dioperasionalkan dalam bentuk program

Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Pemerintah melalui Departemen

Page 9: Program Pendidikan Untuk Semua

Pendidikan Nasional menargetkan bahwa mulai tahun 2008/2009 semua anak

sesuai dengan usianya harus dipastikan dapat memperoleh pendidikan dasar.

Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun,

diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 tahun di

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang

sederajat. Sekolah Dasar adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang

menyelenggarakan program 6 tahun yang bertujuan untuk memberikan bekal

kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya

sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan umat manusia serta

mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang setara. Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan

program belajar 3 tahun dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar

yang merupakan perluasan dan peningkatan pengetahuan serta kemampuan

yang diperoleh dari Sekolah Dasar.

Layanan pendidikan dasar ini juga diberikan kepada anak yang

tergabung dalam golongan minoritas serta termajinalkan dalam akses terhadap

pendidikan. Disamping itu pendidikan dasar wajib diberikan kepada kelompok

anak-anak yang kurang beruntung yaitu anak-anak yang memiliki kelainan,

diantaranya adalah anak-anak yang menyandang gangguan autisme.

3. Pendidikan Bagi Anak Penyandang Autisme

A. Pengertian Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif antara hambatan

mental dan gangguan perkembangan spesifik (Peeters, 2004:3). Dalam

Diagnostic Statistical Manual (DSM) edisi ke-4 autisme didefinisikan

sebagai berikut:

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling

sedikit dua diantara cirri-ciri berikut ini: (1) gangguan yang jelas dalam

penggunaan berbagai perilaku non verbal (bukan lisan) seperti kontak

Page 10: Program Pendidikan Untuk Semua

mata, ekspresi wajah, dan gerak isarat untuk melakukan interaksi social;

(2) ketidakmampuan dalam mengembangkan hubungan pertemanan

sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya; (3)

ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain; (4)

kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal balik

dengan orang lain.

2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling

sedikit salah satu dari yang berikut: (1) keterlambatan atau kekurangan

secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai dengan mimik

muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi); (2) ciri gangguan

yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan

pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana;

(3) penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip

(meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (bicara asing); (4) kurang

beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang

lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, dan stereotip seperti yang

ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut: (1) keasyikan

dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas yang bersifat abnormal

baik dalam intensitas maupun focus; (2) kepatuhan yang tampaknya

didorong oleh rutinitas yang tidak berhubungan dengan fungsi; (3)

perilaku gerakan yang repetitif atau stereotip, seperti terus menerus

membuka tutup genggaman, memuntir jari atau tangan, atau

menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks; (d) keasyikan yang

terus menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda

Dengan ciri-ciri tersebut autisme tidak dapat dikategorikan sebagai

penyakit mental maupun kejiwaan (psikosis). Oleh karena itu cara

menghadapi anak-anak yang menyandang autisme tidak sama dengan cara

menghadapi orang-orang yang menderita penyakit mental atau kejiwaan.

Anak-anak penyandang autisme memerlukan perlakuan khusus serta

Page 11: Program Pendidikan Untuk Semua

pendidikan khusus yang menjadi prioritas utama dalam perawatannya. Pada

kondisi tertentu juga memerlukan perawatan psikiatrik karena anak-anak

penyandang autisme acap kali merasa tertekan ketika keinginannya untuk

melakukan sesuatu tidak dapat dia lakukan karena ketidakberdayaannya.

B. Pendidikan khusus anak autis

Anak-anak penyandang autisme memerlukan pendidikan khusus baik

pendidikan formal maupun informal. Bahkan menurut Peeters (2004:12)

pendidikan khusus tersebut dibutuhkan secara terus menerus. Tentu saja hal

ini memerlukan perhatian yang lebih serta membutuhkan fasilitas yang

spesifik, mulai dari keperluan alat-alat belajar (media pembelajaran), tenaga

pengajar yang spesifik serta memiliki kompetensi yang sesuai untuk

membimbing mereka.

Pada jenjang pendidikan formal materi pendidikan bagi anak-anak

penyandang autisme diusahakan tetap mengacu kepada kurikulum umum

dengan memberikan kurikulum tambahan berupa self atau keterampilan

diri/motorik, perbedaannya dengan anak-anak normal hanya pada perlakuan

dan metode mengajarnya. Sedangkan untuk pembinaan yang lebih fokus

diusahakan ada kelas khusus bagi anak-anak autis.

C. Pemerintah Fasilitator Pendidikan Bagi Penyandang Autisme

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

mengamanatkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk

memfasilitasi berbagai keperluan pendidikan bagi setiap warga negara tanpa

diskriminasi. Ketentuan ini termaktub dalam pasal 11 ayat (1) dan (2),

yang berbunyi:

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun.

Page 12: Program Pendidikan Untuk Semua

Berpedoman kepada isi pasal 11 di atas, maka jelaslah bahwa

Pemerintah merupakan fasilitator yang paling bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan pendidikan untuk semua warga negara tanpa diskriminatif,

termasuk pendidikan bagi anak-anak penyandang autisme. Oleh karena itu

maka perhatian serta komitmen Pemerintah merupakan salah satu faktor

yang sangat menentukan perolehan pendidikan dan masa depan pendidikan

anak-anak penderita autisme.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu dengan

mendiskripsikan berbagai variabel serta menghubungkan antara variabel-variabel

yang menjadi sasaran karya tulis ini.. Metode ini menurut Danim (2002:35)

bertujuan memberi makna atas fenomena secara holistik. Data yang

dikumpulkan lebih bersifat kata-kata atau keterangan-keterangan yang diperoleh

dengan teknik interviu atau wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Interview yang sering disebut dengan wawancara atau kuisioner lisan

adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh

informasi atau data dari terwawancara (Arikunto, 1988:145). Dalam penulisan

ini, pengumpulan data penulis lakukan dengan teknik interviu tidak terstruktur

yaitu wawancara secara bebas guna memperoleh keterangan sebanyak-banyaknya

dan seluas-luasnya.

Selain interview, penulis juga mengumpulkan data dengan teknik

observasi. Menurut Asyari (1983:82) observasi adalah pengamatan yang khusus

dan pencatatan yang sistematis ditujukan pada satu atau beberapa faset masalah

di dalam rangka penulisan dengan maksud untuk mendapatkan data yang

diperlukan untuk pemecahan permasalahan yang dihadapi. Observasi atau

pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu dengan

menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 1988:146).

Teknik pengumpulan data berikutnya adalah teknik dokumentasi.

Menurut Arikunto (1988:149) dokumentasi merupakan benda-benda tertulis,

seperti buku-buku, majalah-majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen

Page 13: Program Pendidikan Untuk Semua

rapat, catatan-catatan, dan sebagainya. Dengan menyelidiki dokumen yang ada

maka akan diperoleh data-data yang dibutuhkan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Jumlah Anak Penyandang Autisme

Secara kuantitas sulit diketahui berapa jumlah anak-anak penderita

autisme setiap tahunnya karena sampai saat ini belum ada lembaga khusus

yang telah melakukan pendataan secara menyeluruh. Walaupun demikian untuk

mengetahui perkembangan jumlah anak autis ini dapat dilakukan dengan cara

mengumpulkan data secara langsung ke lembaga-lembaga pembinaan anak autis

dan anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental, emosional, intelektual

dan kejiwaan yang terdapat di kota-kota pada berbagai wilayah di Indonesia.

Di Kota Bengkulu saat ini memiliki dua lembaga pendidikan formal

yang menangani anak-anak bermasalah baik fisik maupun mental, intelektual,

atau emosional, yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Sekolah Luar

Biasa (SLB). Sedangkan lembaga non formal baru ada satu, yaitu Klinik Autis

Jalan Lematang Padang Harapan Bengkulu.

Pada tulisan ini, penulis hanya mendapatkan data-data yang

menunjukkan perkembangan jumlah anak-anak penderita autisme dari Klinik

Autis Jalan Lematang Padang Harapan Bengkulu pimpinan Heru. M.R.

Sedangkan dari Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Sekolah Luar Biasa

(SLB) tidak diperoleh data perkembangan yang dapat dianalisis. Dari Klinik

Autis diketahui bahwa memang telah terjadi perkembangan jumlah anak-anak

penderita autisme dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui perkembangan jumlah

anak-anak penderita autisme di Kota Bengkulu dapat di lihat pada Tabel

berikut:

Page 14: Program Pendidikan Untuk Semua

Tabel. Data Perkembangan Jumlah Anak Autis Yang Yang Mendapat Terapi Pada Klinik Autis di Kota Bengkulu Tahun 2005 – 2007

No. Tahun Jumlah Anak Autis1. 2005 12 orang

2. 2006 19 orang

3. 2007 25 orang

Dari Tabel di atas dapat diperoleh gambaran bahwa jumlah anak-anak

penyandang autisme di Kota Bengkulu semakin berkembang setiap tahunnya.

Menurut Heru. M.R jumlah tersebut belum menunjukkan angka sebenarnya,

karena pada tahun 2007 ini Klinik Autis belum mampu menampung semua

anak-anak autis yang ingin di terapi di klinik tersebut, artinya masih banyak

lagi anak-anak autis yang belum mendapat kesempatan di terapi, hal ini

disebabkan jumlah tenaga pembimbing dan fasilitas yang dimiliki masih sangat

terbatas.

B. Pendidikan Anak-anak Penyandang Autisme

Di Kota Bengkulu belum terdapat sekolah khusus untuk anak-anak

penderita autisme. Pada Sekolah Luar Biasa (SLB) tidak satupun anak-anak

penderita autis yang memperoleh kesempatan untuk belajar. Semua siswa

Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya terdiri dari anak-anak yang mengalami

gangguan fisik, tuna netra, dan tuna wicara saja. Menurut Kepala Sekolah Luar

Biasa (SLB) Bengkulu “pihak sekolah belum dapat menerima siswa dari

kelompok anak-anak autis karena belum adanya tenaga guru yang khusus dan

memiliki kompetensi untuk membimbing mereka”.

Pada Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Kota Bengkulu yang

merupakan Sekolah Dasar Negeri milik pemerintah, saat ini belum ada kelas

khusus untuk anak-anak penyandang autis. Akan tetapi sekolah ini sejak tahun

2005 telah menampung anak autis untuk sekolah di sana, hanya saja sifatnya

Page 15: Program Pendidikan Untuk Semua

masih sangat terbatas, yaitu setiap tahun hanya dapat menerima satu orang

anak saja. Sebagaimana halnya di Sekolah Luar Biasa (SLB) pada Sekolah

Dasar Luar Biasa (SDLB) ini kendalanya adalah sama, yaitu tidak adanya

tenaga pengajar yang khusus untuk membimbing anak-anak penderita autisme.

Berdasarkan keadaan tersebut dapat dikatakan bahwa anak-anak

penyandang autisme di Kota Bengkulu terancam tidak mendapatkan pendidikan

formal sebagaimana layaknya anak-anak usia sekolah lainnya.

C. Program Pendidikan Untuk Semua Di Kota Bengkulu

Pelaksanaan program Pendidikan Untuk Semua (PUS) di Kota

Bengkulu sangat tergantung dengan komitmen Pemerintah Daerah Kota

Bengkulu dan pihak Dinas Pendidikan Nasional (Diknas). Setelah melalui

observasi dan interviu kepada pihak-pihak tersebut diperoleh gambaran bahwa

Pemerintah Kota Bengkulu dan Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu

belum memberikan perhatiannya terhadap pendidikan untuk anak-anak

penyandang autisme. Sampai tulisan ini dibuat belum ada satupun program

Dinas Pendidikan Nasional dan Pemerintah Kota Bengkulu yang dibuat dan

direncanakan bagi pendidikan anak-anak penyandang autisme.

Jika dirujuk dengan kendala yang dikemukakan pihak Sekolah Luar

Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) maka pihak Pemerintah

Kota Bengkulu seharusnya dapat mengatasi permasalahan ini, seperti merekrut

tenaga-tenaga pengajar yang memiliki keahlian khusus menangani anak-anak

autis, padahal setiap tahun Pemerintah Kota Bengkulu melakukan penerimaan

Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) termasuk Guru.

Page 16: Program Pendidikan Untuk Semua

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Program Pendidikan Untuk Semua (PUS) di Kota Bengkulu belum

menyentuh kebutuhan pendidikan bagi anak-anak penderita autisme.

2. Anak-anak penderita autisme di Kota Bengkulu terancam tidak dapat

memperoleh pendidikan formal.

3. Kendala utama pihak penyelenggara pendidikan luar biasa di Kota Bengkulu

untuk menampung anak-anak penderita autisme adalah tidak tersedianya atau

kurangnya tenaga guru yang memiliki kemampuan khusus untuk mengajar

anak-anak autis.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari karya tulis ini, maka disarankan kepada

Pemerintah Kota Bengkulu untuk:

1. Menyertakan program pendidikan bagi anak-anak penderita autisme dalam

program sektor pendidikan serta mengalokasikan anggaran yang khusus

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Menyiapkan tenaga guru yang cukup serta memiliki kompetensi untuk

membimbing dan mengajar anak-anak penderita autisme.

Page 17: Program Pendidikan Untuk Semua

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Asyari, Sapari Imam. 1983. Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Usaha Nasional.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Peeters, Theo. 2004. Autisme Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autisme. Jakarta: Dian Rakyat.

Wursanto. 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Untuk Semua. 2005. Kerangka Acuan Kegiatan Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.

Unesco. 2000. Panduan Perencanaan Pendidikan Untuk Semua.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.