promkes imunisasi
DESCRIPTION
promkes imunisasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan pembangunan
berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk
mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini,
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus
dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap
kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan
hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena
penyakit menular. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi
dan balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan
pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan.1,2
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila
kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.
Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme of
Immunization (EPI) atau program pengembangan imunisasi. Program
imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita. Program ini
memiliki 6 penyakit target seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,
Polio dan Campak, sedangkan Hepatitis B baru ditambahkan pada awal
tahun 1980-an karena baru ditemukan. Idealnya bayi harus mendapat
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4
kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali.3 Kementerian Kesehatan Indonesia
menetapkan imunisasi sebagai upaya nyata pemerintah untuk mencapai
Millennium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan
angka kematian anak. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur
dengan pencapaian UCI (Universal Child Immunization) baik di tingkat
1
2
nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa/kelurahan, yaitu
minimal 80% bayi telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap untuk BCG,
DPT, polio, campak, dan hepatitis B.1
Menurut Kemenkes RI pada tahun 2011, diketahui bahwa
persentase bayi pada usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar
lengkap adalah sebesar 93,4% namun persentase desa yang mencapai UCI
hanyalah 74,16% yaitu 10% dibawah target. Hal ini masih kontradiksi
mengingat target dari Kemenkes RI untuk mencapai MDGs dibutuhkan
angka pencapaian UCI yang sesuai target yaitu di atas 80%. Cakupan
imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan di provinsi sumatera selatan
ialah 95,1% sedikit di bawah provinsi Jambi yang memperoleh angka
cakupan 99.9%.4,5
Hal-hal tersebut dapat disebabkan antara lain karena kurang
perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi,
kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan,
dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate. Selain itu
juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan
swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. Guna mecapai target
100% UCI desa/ kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya
percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai
UCI (GAIN UCI).1
Oleh karena masih rendahnya angka pencapaian UCI pada bayi,
maka diperlukan program promosi kesehatan tentang Imunisasi dasar pada
bayi usia 0-11 bulan khususnya di wilayah Puskesmas Kenten, Kecamatan
Ilir Timur II, Kota Palembang. Selain itu peran tenaga kesehatan dalam
upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi sangat diperlukan.
Tidak hanya tenaga kesehatan saja yang bertanggung jawab untuk
menanggulangi kasus tersebut namun peran dari seluruh lapisan masyarakat
sangat diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam program pemerintah
untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi akibat kurang
3
optimalnya program promosi kesehatan tentang imunisasi. Sehubungan
dengan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian mengenai
manajemen program promosi Imunisasi di Puskesmas Kenten.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana desain program promosi kesehatan Imunisasi Dasar yang bisa
mengatasi ibu – ibu yang beranggapan bahwa imunisasi itu berdampak
negatif bagi bayinya ?
2. Bagaimana manajemen kegiatan promosi Imunisasi Dasar di Puskesmas
Kenten ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menyusun perencanaaan program-program yang dapat dan harus
dilakukan untuk menunjang Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui besar pencapaian bayi mendapat Imunisasi
sebagai hasil kegiatan promosi Imunisasi Dasar.
b. Mengetahui kendala dan cara mengatasi nya dalam
pelaksanaan kegiatan promosi Imunisasi di Puskesmas
Kenten
c. Menjelaskan membuat perencanaan program promosi
kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas
Kenten
d. Menjelaskan tujuan, sasaran, dan isi program promosi
kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas
Kenten
e. Memaparkan penerapan program promosi kesehatan
mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten
4
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
manajemen dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan promosi kesehatan bayi
mendapat imunisasi sehingga bermanfaat menambah wawasan Ibu/pihak terkait
mengenai pentingnya imunisasi sehingga para Ibu/pihak terkait mengetahui hal
yang terbaik yang dapat dilakukan untuk pemberian imunisasi.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman penelitian dalam bidang promosi kesehatan sekaligus sebagai sumber
informasi bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua
jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif
adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu
sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau
kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin.
Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh.
Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih
pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat
terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.
Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya
memori imunologik.6,7
2.2 Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.7
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan,
gizi dan trauma.
1. Umur. Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan
orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat
muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit
menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok
umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah
6
2. Seks. Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan
difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.
3. Kehamilan. Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio,
pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan
meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.
4. Gizi. Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh
terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi
berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi
5. Trauma. Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab
kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tententu.8
2.4 Jenis Imunisasi
Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program
Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi
dan menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan
untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak seberat kelompok pertama.
Jenis imunisasi wajib terdiri dari 6 yaitu:8
2.4.1 BCG
Bacille Calmete-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga
didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Namun untuk
mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjurkan
pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.9
Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1
tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio M. Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha).
7
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat
mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,
sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila
uji tuberculin negatif.
Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan
dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan
Mycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu
2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam
waktu 8 jam.8
Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG
Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang
superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh
dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila
dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila
penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.
1. Limfadenitis
Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai
setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu
diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat
dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian
obat anti tuberculosis sistemik tidak efektif.
2. BCG-itis diseminasi
Berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasinya adalah
eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus
diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.1
Kontra indikasi BCG
- Reaksi uji tuberculin >5 mm.
- Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,
8
mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum
tulang atau system limfe.
- Menderita gizi buruk.
- Menderita demam tinggi.
- Menderita infeksi kulit yang luas.
- Pernah sakit tuberculosis.
- Kehamilan.
2.4.2 Hepatitis B
Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi
diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan
di region deltoid.8
Imunisasi aktif
- Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir.
- Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun
optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan,
terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
- Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi
kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2
bukan dari imunisasi kedua.
- Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.
- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1
bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui
dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag
9
positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml
sebelum bayi berumur 7 hari.
- Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan
HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.
- Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi
dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu
imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs
- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh
imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan
jadwal 3x pemberian (catch up vaccination).
Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja
yang belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang
seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini
diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan
kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8
minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama.
- Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12
tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10µg/ml).8-10
Imunisasi pasif
Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan
memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan).
HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg
diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada
needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48
jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg
diberikan 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak
terakhir.8-10
10
Efek samping
Umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara.
Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.8,9
Kontra indikasi
Tidak ada kontraindikasi yang absolut.
2.4.3 DTwP (whole-cell pertussis) dan DTap (acelluler pertussis)
Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP
tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan,
DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan booster DTP
selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan
DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.8,9 Pada booster umur 5 tahun harus
tetap diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP
untuk mengurangi demam pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis pada
dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi telah sangat rendah sehingga
dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.
DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DT-6
diberikan pada usia 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur
lebih dari 10 tahun. Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml,
intramuscular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis
pada usia yaitu 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis
ke 4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. Kombinasi
toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan
pada anak yang memiliki kontra indikasi terhadap pemberian yang pertusis.8,9
Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP
- Reaksi lokal kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi
pada separuh penerima DTP.
11
- Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan diantaranya dapat
mengalami hiperpireksia.
- Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca
suntikan (inconsolable crying).
- Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah vaksinasi
yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.
- Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau
reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.
Kontra indikasi
Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontraindikasi mutlak
terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell maupun acelular yaitu :
- anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.
- Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.
- Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).
Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian
pertama dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif
dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat
kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP
Riwayat kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak berhubungan
dengan pemberian vaksin sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau
alergi terhadap vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap pemberian
vaksin DTaP. Walaupun demikian keputusan untuk pemberian vaksin pertusis
harus dipertimbangkan secara individual dengan memperhitungkan
keuntungan dan resiko pemberiannya.8,9
2.4.4 Vaksin pertusis aseluler
Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi
komponen spesifik toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih sebagai dasar yang
berguna dalam patogenesis pertusis dan perannya dalam memicu antibodi yang
berguna untuk pencegahan terhadap pertusis secara klinis.10
12
2.4.5 Polio
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus
ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda
dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat
terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, 50% kasus
terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.8,9
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala
ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang
memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak
menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat
membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya
jika diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak
mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala
ini disebut sindrom post-polio.
Imunisasi Polio
Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak
untuk mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang
seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi
masal adalah vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan
polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania
pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang
dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat
menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio,
juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang
yang sehat. Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
13
poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu
maupun kedua lengan/tungkai, otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan
hingga menyebabkan kematian.8-10
Terdapat 2 macam vaksin polio yaitu :
- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang
telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
- OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan
1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun
setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada
saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang
tertinggi. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan
IPV. Namun sebaiknya diberikan OPV. penderita denga gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),
dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang
menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya
pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa
menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari.
Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada
salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan
14
mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan
daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap
serangan virus polio.8
Usia Pemberian
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada
usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu
dibarengi dengan vaksin DTP.
Cara Pemberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat
mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah
OPV.
Efek Samping
Pusing, diare ringan, dan sakit otot serta kelumpuhan dan kejang-kejang
merupakan efek samping dari imunisasi inin namun sangat jarang terjadi.
Kontraindikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan;
HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum;
serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
2.4.6. Campak (Morbilli)
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini
disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak
terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak
SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan
kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak
sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
15
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau
lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9
bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus disarankan
untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan
tubuh meningkat.8-10
Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak
mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali
terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya
diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak
akan terkena lagi. Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap
penyakit campak sampai seumur hidup.
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus ini dapat dicegah jika
seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6
– 59 bulan dan masa SD (6 – 12 tahun). Upaya imunisasi campak tambahan yang
dilakukan bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian
karena penyakit campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat
menyerang setiap anak, dan menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasi
seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga (otitis media) dan radang
otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran air ludah (droplet)
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah
muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair,
merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul
16
bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami
diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-
40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan
ciri khas penyakit ini. Predileksi awalnya ialah di bagian leher, bawah telinga,
dada, wajah, tangan dan kaki. Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam
akan turun dengan sendirinya dan akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik,
disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas sembuh dengan
sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh
benar dari sisa-sisa campak. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati
berdasarkan gejala yang muncul. komplikasi, terutama pada campak yang berat.
Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak
membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang
paru-paru (bronchopneumonia) dan radang otak (ensefalitis).8-10
Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM
70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut.
Komposisi
Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus Campak >=
1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg, Erithromycin <= 30 mcg
Dosis dan Cara Pemberian
Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara
Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus
menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya
dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku
hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta
terlindung dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum
digunakan.
17
Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap
infeksi. Di negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit
campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi
terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di
negara-negara dengan kasus campak yang sedikit, maka imunisasi boleh
dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika
diberikan bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan
IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.8-10
Usia & Jumlah Pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.
Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12
bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping
Umumnya tidak ada namun beberapa anak, dapat menyebabkan demam
dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontraindikasi
Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap
kanamycin dan erithromycin. Efek vaksin virus campak hidup terhadap janin
belum diketahui, maka wanita hamil juga termasuk kontraindikasi. Individu
pengidap virus HIV (Human Immunodficiency Virus). Vaksin Campak
kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap penyakit immune
deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena
leukimia, lymphoma atau generalized malignancy.
Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul.
18
2.5 Teknik dan ukuran jarum
Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali
pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena
resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada
perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
- pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan
bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan
panjang 16 mm.
- untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25
dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27
dengan panjang 12 mm.
- untuk suntikan intramuscular pada orang dewasa yang sangat gemuk
(obese) diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.
- untuk suntikan untradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-
27 dengan panjang 10 mm.
2.6 Arah sudut jarum pada suntikan Intramuscular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot
vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus
diarahkan kea rah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dam pembuluh vascular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.
2.7 Tempat suntikan yang dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid adalah
alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang dapat
berjalan) dan orang dewasa.
19
Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah
anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan
tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko kerusakan saraf
iskhiadika (nervus ischiadicus).
Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih
banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih
tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di daerah gluteal
dengan tidak disengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi local yang
lebih berat. Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di daerah gluteal
kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur. Sedangkan untuk vaksin
BCG, harus disuntik pada kulit diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab
suntikan-suntikan diatas puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid.
2.8 Posisi anak dan lokasi suntikan
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di bawahh
12 bulan adalah:
- Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah
gluteal.
- Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
- Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila
disuntikkan di daerah gluteal.
- Menghindari resiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan ditempat
suntikan yang menahun.
- Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
Vastus lateralis, posisi anak dan lokasi suntikan
Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi
bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara
sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan
20
kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit
selebar ujung jari diatas (kearah proksiimal) batas hubungan bagian atas dan
sepertiga tengah otot.
Gambar 2.1 Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.
Gambar 2.2 Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik
Lokasi suntikan pada vastus lateralis
- Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.
- Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.
- Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi,
tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan
vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut
21
(bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh
tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)
- Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara
sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari diatas batas
tersebut.
Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan
- Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid
ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
- Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh
bayi,sementara lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua atau
pengasuh.
- Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung
aman dan berhasil.
- Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar
dan meningkatkan resiko penetrasi saraf.
Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas dari
pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh
antara akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan
membuat sudut 450-600 mengarah pada akromion. Bila bagian bawah deltoid yang
disuntik, ada resiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan
muncul dari otot trisep.
Perhatian untuk suntikan subkutan
- Arah jarum 450 terhadap kulit.
- Cubit tebal untuk suntikan subkutan
- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
22
Gambar 2.3 Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Perhatian untuk penyuntikan intramuscular
- Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
- Suntik dengan arah jarum 450 – 600 , lakukan dengan cepat.
- Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat
jaruum ditusukkan.
- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak
masuk dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan
suntikan baru.
- Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.
2.9 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh
diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,
khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat
diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya
pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B,
dan polio.
Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang
sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup yang
kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang pertama,
sebab respons terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak berkurang.
Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-
23
vaksin yang berbeda yangdiberikan pada seseorang pada hari yang sama harus
disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang
berbeda.
Gambar 2.4. Jadwal Imunisasi 2008 menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDAI)
24
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS KENTEN
3.1 Visi dan Misi
a. Visi
“Tercapainya puskesmas kenten sebagai pusat pelayanan kesehatan
yang prima, Menuju Palembang Sehat.”
b. Misi
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu prima merata
dan terjangkau
2. Meningkatkan profesionalisme yang berorientasi pada standar
pelayanan kesehatan
3. Meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan lingkungan nya
melalui pemberdayaan masyarakat
3.2 Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Sebagai pemberdayaan masyarakat serta keluarga
3. Sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama
3.3 Program Puskesmas
Merupakan wujud dari pelaksanaan dari fungsi puskesmas di atas,
program puskesmas dapat dibagi menjadi Program Pokok dan Program
Pengembangan yang akan diperjelas sebagai berikut :
3.3.1 Program Pokok Puskesmas Kesehatan
Program dasar puskesmas berdasarkan kebutuhan kesehatan
sebagian besar masyarakat dan mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam
mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang
berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas meliputi 6 pokok program
dasar adalah :
25
1. Promosi Kesehatan
2. Kesehatan Lingkungan
3. Kesehatan Ibu dan anak,, KB
4. Gizi
5. Pemberantasan penyakit menular
6. Pengobatan
3.3.2 Program Pengembangan
Puskesmas mengenal pokok program kegiatan dengan perubahan –
perubahan program dasar dapat masuk dalam kelompok program
pengembangan yang terkait. Merupakan program yang spesifik sesuai
dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan tuntutan
masyarakat sebagai program inovatif. Program spesifik puskesmas kenten
adalah :
1. TB Paru
2. Geriatri (Puskesmas santun Lansia)
3. Gerakan sayang ibu
3.3.3 Kegiatan Dalam Gedung
a. Klinik Gilingan Mas (Sanitasi, Imunisasi, Gizi)
b. Klinik MTBS
c. KESGA (pelayanan ibu hamil, nifas dan menyusui,pelayanan
akseptor KB, Klinik Laktasi, pelayanan reproduksi remaja,
Balita)
d. Pengobatan program TB Paru, Diare dan ISPA
e. Pengobatan Umum dan tindakan darurat serta pengobatan gigi
f. Kesehatan Kerja
g. Penyuluhan dan PHN
h. Laboratorium Sederhana
i. SP2TP
j. Penilaian kinerja Puskesmas
26
3.3.4 Kegiatan Luar Gedung
a. Posyandu balita sebanyak 24 buah
b. Posyandu Lansia sebanyak 8 buah
c. UKS dan UKGS
d. Penyuluhan
e. Pelayanan KB
f. Pelayanan P3K
3.4 Geografi dan Topografi
Puskesmas Kenten memiliki batasan administrasi sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Musi.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Duku,5 Ilir,Lawang
kidul.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan 20 Ilir, 9 Ilir,10 Ilir dan
11 Ilir
Wilayah kerja puskesmas kenten terdiri dari 2 kelurahan yaitu :
Kelurahan 8 ilir
Kelurahan Kuto Batu
Dengan memiliki 2 PUSTU
3.5 Data Umum Puskesmas
Data Umum Puskesmas
Tabel1. Peta Demografi di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten
No DeskripsiNama Kelurahan Jumlah
Total1 2
8 ILIRKUTO
BATU
1 Jumlah Penduduk 24285 15173 39458
- Laki-laki 11843 7338 19181
27
- Perempuan 12442 7835 20277
2Jumlah Kepala Keluarga
(KK)
a. KK Gakin 1178 1752 2930
b. KK Non Gakin 22846 13549 36395
3 Jumlah Ibu Bersalin (Bulin) 456 285 741
4 Jumlah Ibu Meneteki (Buteki) 456 285 741
5 Jumlah Ibu Nifas (Bufas) 456 285 741
6Jumlah Wanita Usia Subur
(WUS)456 285 741
7Jumlah Wanita Peserta KB
Aktif3.225 2.280 5505
8 Jumlah Bayi 437 273 710
9 Jumlah Anak Balita 2021 1262 3283
10 Jumlah Anak Batita 808 504 1312
11 Jumlah Anak Baduta 323 201 524
12 Jumlah Remaja 4421 2767 7188
13 Jumlah Usila 1.705 844 2549
14Jumlah Taman Kanak Kanak
(TK)10 3 13
15Jumlah SD / Madrasah
Ibtidaiyah
a. Negeri 5 5 10
b. Swasta 3 1 4
16Jumlah SMP / Madrasah
Tsanawiyah
a. Negeri 1 0 1
b. Swasta 2 0 2
17Jumlah SMA / Madrasah
Aliyah
28
a. Negeri 1 0 1
b. Swasta 3 0 3
18 Jumlah Akademi
a. Negeri 0 0 0
b. Swasta 1 0 1
19 Jumlah Perguruan Tinggi
a. Negeri 0 0 0
b. Swasta 1 0 1
20 Jumlah Kantor 15 8 23
21 Jumlah Hotel 2 0 2
22 Jumlah Toko 8 9 17
23 Jumlah Pasar 0 1 1
24Jumlah Restoran / Rumah
Makan49 22 71
25 Salon Kecantikan 10 0 10
26 Jumlah Masjid 12 1 13
27 Jumlah Pesantren 0 0 0
28 Jumlah Langgar / Musholla 0 13 13
29 Jumlah Gereja 4 1 5
30 Jumlah Pura 1 0 1
31 Jumlah Kelenteng / Vihara 2 0 2
32 Jumlah Rumah 4203 1949 6152
33 Jumlah Rumah Sehat 3284 1834 5118
34 Jumlah Jamban Sehat 3284 1834 5118
35 Sumber Air Bersih (PDAM) 3284 1834 5118
36 SAB Sumur Gali 0 0 0
37 SAB Sumur Tangan 0 0 0
38 SAB Sumur Artesis 0 0 0
39 SAB Air Hujan 0 0 0
40 SAB Air Sungai 0 0 0
41 Peserta Asuransi Kesehatan 6468 3.396 9864
29
(Askes)
42 Asuransi Jamsostek 0 0 0
43 Asuransi Kesehatan Lainnya 0 0 0
44 Jumlah Panti Jompo 0 0 0
45 Jumlah Panti Pijat 1 0 1
46 Jumlah Praktek Bidan 6 1 7
47Jumlah Pengobatan
Tradisional11 4 15
48Jumlah Rumah Sakit
Pemerintah0 0 0
49 Jumlah Rumah Sakit Swasta 0 0 0
50 Jumlah Balai Pengobatan 1 0 1
51 Jumlah Praktek Dr Umum 3 8 11
52 Jumlah Praktek Dr Gigi 2 2 4
53 Jumlah Praktek Dr Bersama 0 0 0
54Jumlah Laboratorium
Kesehatan0 0 0
55 Jumlah Apotik 3 3 6
56 Jumlah Optik 1 0 1
57 Jumlah Toko Obat 0 1 1
3.6 Demografi
Wilayah kerja puskesmas kenten meliputi dua Kelurahan yaitu
Kelurahan 8 Ilir dan Kelurahan Kutobatu, dengan luas Wilayah kerja
39,79 Km meliputi dataran tinggi,rendah dan rawa rawa, terletak strategis
karena terletak pada jalan besar. Puskesmas kenten dapat dijangkau pasien
dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat tetapi terbatas
pada beberapa kelurahan. Hal ini mengakibatkan perlunya usaha keras dari
pihak puskesmas untuk merangkul kunjungan.
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Kenten
30
No Nama Desa Jumlah penduduk (jiwa)
1 Kelurahan 8 ilir 24285
2 Kelurahan Kuto Batu 15173
Jumlah 39458
3.7 Sumber Daya Tenaga Kesehatan Puskesmas Kenten
Tenaga Puskesmas Kenten dan 2 PUSTU berjumlah 32 orang, yaitu
seperti pada tabel 3.2.
Tabel 2. Staf/Tenaga di Puskesmas Kenten
N
O.
Jenis
Keterangan
Yang ada
SekarangKekurangan
Status
KepegawaianKet
I. Puskesmas
induk.
1 Dokter 2 - PNS
2 Dokter gigi 1 - PNS
3 Sarjana / D3
a. SKM 3 - PNS
b. Akper 3 - PNS
c. Akbid 4 - PNS
d. Akademi
Gizi- - -
e. Lain lain - - -
4 Bidan 1 - PNS
5 Perawat ( SPK ) 2 - PNS
6 Perawat Gigi 2 - PNS
7 Sanitarian 1 - PNS
8 SPAG 1 0 -
9Tenaga
Laboratorium1 -
Honor
Daerah
10 Pengelola Obat 2 1 PNS
31
11 LCPK 2 - PNS
12 SMA 1 1 PNS
II.Puskesmas
Pembantu
13Perawat
Kesehatan2 - PNS
14 Bidan 2 - PNS
3.8 Cakupan Pemberian Imunisasi Puskesmas Kenten
Berdasarkan profil puskesmas Kenten tahun 2013 didapatkan data
cakupan pemberian imunisasi adalah didalam tabel 3.3. Adapun nilai
cakupan imunisasi didapatkan dengan menggunakan rumus
Cakupan Imunisasi = Jumlah bayi yang datang dan diimunisasi x 100%
Disatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran bayi disatu wilayah kerja dalam
Dalam kurun waktu yang sama
Tabel 3.3 Cakupan Pemberian Imunisasi Bayi di Puskesmas Kenten tahun
2013
No Jenis
Imunisasi
Jumlah Bayi yang
diimunisasi tahun
Cakupan
imunisasi bayi
32
2013 tahun 2013
1 BCG 713 97.3 %
2 Polio 1 713 97.3 %
3 Polio 2 706 96.3 %
4 Polio 3 688 93.9 %
5 Polio 4 672 91.7 %
6 DTP-HB 1 707 96.5 %
7 DTP-HB 2 687 93.7 %
8 DTP-HB 3 672 91.7 %
9 Campak 675 92.1 %
Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
cakupan imunisasi bayi di wilayah kerja Puskesmas Kenten rata-rata berada pada
angka 90-97% pada tahun 2013 yang telah mencapai atau melampaui target
standar pelayanan minimal bayi imunisasi yakni 82%.
BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH
4.1 Upaya Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar
33
Kegiatan Imunisasi dasar biasa dilakukan di Puskesmas karena
termasuk salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas dengan tujuan untuk
mencegah dan memberantas penyakit menular sesuai dengan target dan
ketentuan Menteri Kesehatan yaitu sebesar 82% .
Promosi kesehatan merupakan proses pendidikan kesehatan yang
diimplementasikan. Berdasarkan Notoatmodjo (2003), pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan orang atau
keluarga dalam masyarakat. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan
perilaku kesehatan masyarakat supaya lebih efektif perlu diperhatikan tiga
faktor utama, yaitu: 11
1. Faktor predisposisi
Faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi.
2. Faktor pemungkin
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, dokter, bidan praktek swasta, dan sebagainya.
3. Faktor penguat
Faktor – faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan – peraturan
baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan
kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang – kadang bukan
hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas.
kesehaan saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para
tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas
kesehatan.
34
4.2 Kerangka Teori Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar
Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang kompleks
dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.12
Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan
mempengaruhi, dimana bagian atau elemen tersebut ialah sesuatu yang
mutlak harus harus ditemukan. 13
- Sarana - P1 Cakupan Target
program
- Prasarana - P2 Imunisasi Dasar
- Tenaga - P3
- Dana
Lingkungan
Gambar 4.1. Kerangka teori program bayi mendapat Imunisasi dasar
Keterangan :
P1: Perencanaan
P2: Penggerakan Pelaksanaan (kerjasama)
P3: Monitoring dan evaluasi
Bagian atau elemen suatu sistem dapat dikelompokkan dalam enam unsur,
yaitu: 13
1. Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Masukan ini
dikenal pula dengan nama perangkat manajemen (tools of administration).
Masukan tersebut banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang terpenting
INPUT PROSES OUTPUT OUT COME
35
adalah sumber (sumber tenaga, sumber modal), prosedur, dan kesanggupan
(capacity) atau keadaan fisik, mental, dan biologis tenaga pelaksana.
2. Proses
Proses (Process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya proses ini merupakan
tanggung jawab pimpinan.
3. Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Umpan Balik
Umpan Balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem
tersebut.
5. Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6. Lingkungan
Lingkungan (environtment) adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
4.3 Perencanaan Program Promosi Kesehatan Untuk Menunjang Bayi
Sehat di Puskesmas Kenten
4.3.1 Diagnosis Sosial
a. Beberapa ibu bekerja sehingga tidak sempat untuk membawa bayinya
mendapatkan imunisasi
b. Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di kalangan
ibu-ibu tentang imunisasi yang akhirnya mempengaruhi pemberian
imunisasi pada bayi
36
c. Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang mempengaruhi
pemberian imunisasi
4.3.2 Diagnosis Epidemiologi
Persentase bayi yang mendapatkan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas
Kenten yakni sebesar 90-97%, namun diupayakan untuk menjadi 100%
demi mewujudkan bayi Indonesia Sehat.
4.3.3 Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
1. Diagnosis Perilaku
a. Banyak Ibu yang kurang atau belum mengetahui manfaat imunisasi pada
bayinya
b. Kurangnya kesadaran ibu untuk membawa anaknya mendapatkan
imunisasi hingga usia 1 tahun
2. Diagnosis Lingkungan
a. Kurangnya sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas Kenten yang
mendukung keberhasilan Imunisasi dasar
b. Kurangnya poster-poster mengenai Imunisasi dasar di tempat-tempat
strategis di wilayah kerja puskesmas Kenten.
c. Kurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar lengkap
4.3.4 Diagnosis Pendidikan dan Organisasi
4.3.4.1 Faktor predisposisi (predisposing factors)
a. Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya bagi
kesehatan bayi
b. Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan tambahan
saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular pada bayinya
c. Para ibu meyakini bahwa vaksin imunisasi tidak halal (terbuat dari
babi)
37
d. Beberapa ibu meyakini bahwa imunisasi dapat menyebabkan autisme
pada anak
4.3.4.2 Faktor pemungkin (enabling factors)
a. Kurang tersedianya sarana kesehatan yang dapat dijangkau dengan
mudah oleh ibu-ibu seperti posyandu atau puskesmas
b. Belum tersedianya fasilitas yang memadai di tempat posyandu
c. Masih terdapatnya kader yang meminta pungutan liar atau bayaran
terhadap ibu
4.3.4.3 Faktor penguat (reinforcing factors)
a. Kurangnya partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader kesehatan mengenai penyuksesan
program imunisasi.
b. Kurang ramahnya petugas kesehatan atau kader terhadap ibu dan
bayi
c. Efek samping yang timbul setelah bayi diimunisasi
4.3.5 Diagnosis Administrasi dan Kebijakaan
1. Sumber daya
a. Pihak Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Puskesmas Kenten sangat
mendukung terwujudnya program “Bayi Sehat”
2. Hambatan
a. Prilaku para ibu yang tidak membawa anaknya untuk diberikan
imunisasi dasar lengkap
b. Kurangnya komitmen dari Tokoh Masyrakat,Tokoh Agama, Tenaga
Kesehatan Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader Kesehatan/Ibu-Ibu-PKK
terhadap keberlangsungan program promosi kesehatan Imunisasi dasar.
3. Kebijakan
a. Pemerintah pusat dan daerah telah mengeluarkan peraturan mengenai
Imunisasi.
4.4 Implementasi/penerapan
38
4.4.1 Metode Penentuan Prioritas Masalah
Dalam rangka mewujudkan promosi kesehatan mengenai Imunisasi
di Wilayah Puskesmas Kenten diperlukan serangkaian program untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Namun, tidak semua masalah tersebut
dapat diatasi secara bersamaan. Oleh karena itu, kita harus menentukan
terlebih dahulu masalah mana yang harus diprioritaskan. Dalam hal ini,
pemilihan prioritas masalah dilakukan dengan metode USG.
Tabel 4.1 Tabel Metode USG
Masalah U S G Total
Beberapa ibu bekerja sehingga tidak sempat untuk membawa
bayinya mendapatkan imunisasi
2 2 3 12
Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di
kalangan ibu-ibu tentang imunisasi yang akhirnya
mempengaruhi pemberian imunisasi pada bayi
2 3 4 24
Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang
mempengaruhi pemberian imunisasi
2 3 2 12
Persentase bayi yang mendapatkan Imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas Kenten yakni sebesar 90-97% dan belum mencapai
100%.
3 4 4 48
Banyak Ibu yang kurang atau belum mengetahui manfaat
imunisasi pada bayinya
3 4 4 48
Kurangnya kesadaran ibu untuk membawa anaknya
mendapatkan imunisasi hingga usia 1 tahun
4 4 3 48
Kurangnya sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas
Kenten yang mendukung keberhasilan Imunisasi dasar
3 3 3 27
Kurangnya poster-poster mengenai Imunisasi dasar di tempat-
tempat strategis di wilayah kerja puskesmas Kenten.
2 4 3 24
Kurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar
lengkap
2 3 3 18
Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi
berbahaya bagi kesehatan bayi
4 4 4 64
39
Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan
tambahan saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular
pada bayinya
4 3 3 36
Para ibu meyakini bahwa vaksin imunisasi tidak halal (terbuat
dari babi)
2 3 4 24
Beberapa ibu meyakini bahwa imunisasi dapat menyebabkan
autisme pada anak
2 3 4 24
Belum tersedianya sarana kesehatan yang dapat dijangkau
dengan mudah oleh ibu-ibu seperti posyandu atau puskesmas
2 3 3 18
Belum tersedianya fasilitas yang memadai di tempat posyandu 3 3 3 27
Masih terdapatnya kader yang meminta pungutan liar atau
bayaran terhadap ibu
3 3 4 36
Kurangnya partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader kesehatan mengenai
penyuksesan program imunisasi.
3 3 4 36
Kurang ramahnya petugas kesehatan atau kader terhadap ibu
dan bayi
2 3 3 18
Efek samping yang timbul setelah bayi diimunisasi 2 3 3 18
Dari metode ini, maka prioritas utama dalam permasalahan di atas
adalah beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya
bagi kesehatan bayi.
DR. Kaoru Ishikawa mengemukakan bahwa suatu masalah seringkali
disebabkan oleh masalah yang lain. Hal ini dapat digambarkan dalam
diagram tulang ikan (Fishbone diagram) atau diagram pohon. Salah satu
sasaran upaya promosi kesehatan bayi mendapat Imunisasi Dasar adalah
pengetahuan ibu mengenai manfaat dan keamanan dari Imunisasi, dapat
diketahui dengan menggunakan Fishbone diagram seperti tertera dalam
gambar berikut
Sarana
Beberapa ibu meyakini dengan pemberian ASI dan makanan tambahan saja sudah cukup untuk mencegah penyakit menular pada bayinyaKurangnya iklan di tv atau radio mengenai imunisasi dasar lengkap
Beberapa ibu meyakini bahwa pemberian imunisasi berbahaya bagi kesehatan bayi
Ibu meyakini imunisasi dapat menyebabkan autisme pada anak
man
Man Masih ada ibu yang melahirkan dengan dukun yang mempengaruhi pemberian imunisasi
Banyaknya mitos atau kepercayaan yang salah berkembang di kalangan ibu-ibu tentang imunisasi
Lingkungan
Kurangnya perhatian dan informasi bagi petugas kesehatan mengenai imunisasi
40
Gambar 4.2 Fish Bone Diagram
4.4.2 Komponen Promosi Kesehatan
Upaya yang dilakukan dalam promosi kesehatan imunisasi dasar di
wilayah kerja Puskesmas Kenten untuk menunjang bayi Indonesia sehat
adalah sebagai berikut :
1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi Dasar
2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader
Kesehatan
3. Program Melahirkan Gratis dengan Imunisasi
Rincian pelaksanaan masing-masing promosi kesehatan diatas
dapat dilihat dibawah ini :
1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi dasar
a. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para ibu
mengenai manfaat dan pentingnya Imunisasi
2. Meningkatkan cakupan pemberian Imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas Kenten.
41
3. Terwujudnya kesadaran ibu-ibu mengenai pemberian imunisasi
pada bayinya
4. Terbentuknya sistem pendukung yang baik bagi terlaksananya
pemberian Imunisasi, baik dari suami, keluarga, dan
masyarakat.
b. Sasaran
1. Sasaran primer (pemberdayaan masyarakat) : Para ibu terutama
ibu yang memiliki bayi, ibu hamil, ibu, remaja putri di wilayah
kerja Puskesmas Kenten.
2. Sasaran sekunder (dukungan) : suami, keluarga, warga
masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama yang akan
mempermudah sosialisasi Imunisasi.
3. Sasaran tersier (advokasi) : dukungan dari pembuat kebijakan
dan sarana dan prasarana mulai dari RT hingga ke tingkat kota
Palembang.
c. Isi
1. Imunisasi merupakan zat kekebalan yang mengandung kuman
yang dilemahkan. Zat ini tidak berbahaya melainkan membantu
bagi tubuh sang bayi untuh membentuk sistem kekebalan tubuh
sendiri agar terhindar dari penyakit menular seperti Diphteri,
Tetanus, Pertusis, Campak, Polio, tuberkulosis dan hepatitis.
2. Imunisasi bertujuan untuk mencegah atau mengurangi derajat
kesakitan bila terjangkit penyakit menular tersebut dan
imunisasi ini dilakukan satu kali seumur hidup.
3. Keunggulan-keunggulan Imunisasi ini hanya dapat diperoleh
apabila bayi secara optimal mendapatkan imunisasi dasar
secara lengkap hingga usia 1 tahun.
d. Metode
1. Sosialisasi
2. Seminar terbuka
3. Pemasangan spanduk dan baliho mengenai pentingnya Imunisasi
42
4. Pemasangan iklan di televisi, radio, dan koran
e. Media
a. Lisan (seminar)
b. Pos ter
c. Radio
d. Televisi
e. Spanduk
f. Baliho
f. Evaluasi
- Evaluasi proses
1. Diterimanya Proposal sesuai standar instansi terkait
2. Ditandatanganinya proposal.
3. Tersedianya media seminar dan ceramah umum.
4. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan termasuk
biaya yang mencukupi.
5. Terlaksananya kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat.
6. Terpasangnya Poster di tempat stategis di wilayah kerja
Puskesmas Kenten
- Evaluasi dampak
1. Persentasi Ibu yang memiliki bayi dan kelompok masyarakat
lainnya menghadiri ceramah, diskusi
2. Perubahan ibu yang mengimunisasikan anaknya
3. Menimbulkan pengetahuan akan imunisasi
- Hasil evaluasi
Peningkatan Pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Kenten
43
g. Jadwal Pelaksanaan
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan dan
pembuatan
proposal
2 Persentasi ke
pihak Dinas
Kesehatan Kota
Palembang
2 Perizinan
3 Sosialisasi
program
4 Pemasangan
Iklan di Koran,
radio dan televisi
5 Pemasangan
poster, spanduk,
dan baliho
mengenai
Imunisasi dasar
di tempat
strategis di
wilayah
Puskesmas
Kenten
6 Evaluasi
h. Anggaran dana
No Kegiatan Biaya Sumber
1 Persiapan Pembuatan
Proposal
Rp. 250.000,00 Bantuan dinas
kesehatan
44
Kota
Palembang
/Instansi
Swasta/Tokoh
Masyarakat/
Sponsor
Surat Rp. 100.000,00
Snack rapat Rp. 500.000,00
Uang
Transportasi
Rp. 250.000,00
2 Sosialisasi
Imunisasi
dasar
Honor
pembicara
Rp.2.000.000,00
Materi
sosialisasi
Rp. 500.000,00
Snack Rp. 750.000,00
3 Seminar
terbuka
Peminjaman
Alat
Rp. 250.000,00
Snack Rp. 500.000,00
4 Pemasangan
iklan di
Radio,
televisi, dan
Koran
Pemasangan
iklan di
Koran
“Sriwijaya
Post”
Rp. 300.000,00
Pemasangan
iklan di radio
“Momea FM”
Rp. 300.000,00
Pemasangan
iklan di
televisi lokal
Rp. 500.000,00
5 Pembuatan
poster,
spanduk
dan baliho
Pembuatan
poster
Rp.1.000.000,00
Pembuatan
spanduk
Rp.1.000.000,00
Pembuatan
baliho
Rp.1.000.000,00
Total Rp.9.200.000,00
45
2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader
Kesehatan
a. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan para tenaga dan kader kesehatan
mengenai manfaat dan pentingnya Imunisasi dasar.
2. Meningkatkan keahlian para tenaga dan kader kesehatan mengenai
dalam hal konseling imunisasi
3. Meningkatkan cakupan pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Kenten.
4. Terwujudnya kemampuan konseling pemberian Imunisasi dasar
pada tenaga kesehatan dan kader kesehatan
5. Terbentuknya sistem pendukung yang baik bagi terlaksananya
pemberian Imunisasi dasar, yaitu dari pihak pemberi layanan
kesehatan.
b. Sasaran
Tenaga kesehatan dan Kader Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Kenten
c. Isi
Keberhasilan program Imunisasi dasar tercapai apabiila ada dukungan
antara penerima layanan kesehatan (para Ibu) dan pemberi layanan
kesehatan (para tenaga dan kader kesehatan). Pelatihan konseling
imunisasi dilakukan selama 3 hari dengan kuota peserta yang ikut 50
orang/periode. Setiap kader/tenaga kesehatan yang ikut akan diberikan
sertifikat dan juga diberikan hak untuk memberikan konseling
imunisasi bagi para Ibu di wilayah kerja puskesmas Kenten
d. Metode
Pelatihan Konseling imunisasi dengan mengundang ahli di bidangnya.
46
e. Media
1. Pelatihan konseling imunisasi
2. Konseling berjenjang dari tenaga kesehatan dan kader kesehatan
terlatih yang bersertifikat kepada para Ibu
f. Evaluasi
- Evaluasi proses
Banyaknya jumlah peserta yang ingin ikut dalam konseling
imunisasi
- Evaluasi dampak
Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan dan kader kesehatan
dalam konseling imunisai.
- Hasil evaluasi
1. Kemampuan konseling tenaga kesehatan dan kader kesehatan
meningkat
2. Peningkatan Pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Kenten
g. Jadwal Pelaksanaan
No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 Persiapan dan
pembuatan
proposal
2 Penyiapan
materi dan
pembicara
3 Pelaksanaan
pelatihan
4 Evaluasi
47
h. Anggaran dana
No Kegiatan Biaya Sumber
1 Persiapan Pembuatan
Proposal
Rp. 250.000,00 1. Bantuan dinas
kesehatan kota
palembang/Insta
nsi
Swasta/Tokoh
Masyarakat/Spo
nsor
2. Biaya
Pendaftaran
peserta
Surat Rp. 100.000,00
Snack rapat Rp. 500.000,00
Uang
Transportasi
Rp. 250.000,00
2 Pelatihan
Konseling
Menyusui
Honor
pembicara
Rp.3.000.000,00
Materi
pelatihan
Rp. 750.000,00
Snack Rp. 750.000,00
Makan
siang
Rp.2.000.000,00
Goodie bag Rp.1.500.000,00
Total Rp.9.100.000,00
3. Program Melahirkan Gratis dengan Imunisasi
a. Tujuan
1. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Kenten
2. Menurunkan Angka Kematian Bayi dengan Imunisasi sesegara
setelah lahir
b. Sasaran
Semua ibu yang melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Kenten
c. Isi
Setiap ibu yang akan melahirkan, dapat dibantu tanpa dipungut biaya
persalinan dengan syarat bayinya mau diimunisasi setelah lahir.
d. Metode
48
1. Pelayanan bersalin dilakukan di Puskesmas Induk
2. Setiap bayi setelah lahir, kemudian wajib mendapatkan
imunisasi
e. Media
- Iklan layanan masyarakat di televisi, radio, dan koran setempat
- Pemasangan spanduk-spanduk di jalanan yang berisi ajakan untuk
bersalin gratis dengan syarat di imunisasi
f. Evaluasi
- Evaluasi proses
Banyaknya ibu yang bersalin di puskesmas Kenten
- Evaluasi dampak
Meningkatnya cakupan imunisasi di wilayah kerja puskesmas
Kenten
- Hasil evaluasi
1. Peningkatan pemberian Imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Kenten
g. Jadwal pelaksanaan
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan dan
pembuatan
Proposal
2 Pelaksanaan
Kegiatan
3 Evaluasi
h. Anggaran dana
N
o
Kegiatan Biaya Sumber
1 Persiapan Pembuatan Rp. 250.000,00 Bantuan dinas
49
Proposal kesehatan ota
Palembang/Instan
si Swasta/Tokoh
Masyarakat/
Sponsor
Surat Rp. 100.000,00
Snack rapat Rp. 500.000,00
Uang
Transportas
i
Rp. 250.000,00
2 Pelaksanaa
n kegiatan
Honor
petugas
Rp
2.000.000,00/bln
3 Evaluasi ATK dan
pengandaan
hasil
evaluasi
Rp. 100.000,00
Total Rp. 3.200.000,00
Jadwal Evaluasi Program Promosi Kesehatan Imunisasi Dasar di Puskesmas
Kenten
No Program
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
1
12
1 Program sosialisasi
mengenai Imunisasi
2 Program Pelatihan
Konseling Pemberian
Imunisasi pada Tenaga
& Kader Kesehatan
3 Program melahirkan
gratis dengan imunisasi
50
Keterangan
Pelaksanaan program
Evaluasi proses akan dilakukan setiap 1 bulan untuk setiap program.
Evaluasi dampak akan dilakukan setelah 6 bulan program berjalan, yaitu
pada bulan Agustus – Desember 2014
Evaluasi hasil akan dilakukan pada akhir tahun dengan indikator
keberhasilan adalah meningkatnya presentase ibu bayi usia 0-11 bulan
yang memberikan imunisasi lengkap di wilayah kerja Puskesmas Kenten.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Imunisasi dasar merupakan suatu agen kekebalan tubuh yang berguna
untuk membentuk daya tahan tubuh bayi terhadap penyakit-penyakit
menular. Imunisasi sendiri mengandung kuman yang dilemahkan tetapi
tidak berbahaya sama sekali bagi tubuh bayi. Banyak penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi diantaranya adalah Tuberculosis, Campak,
Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Polio.
Cakupan pemberian Imunisasi dasar di puskesmas Kenten yang
berkisar 90-97% ini memang telah melampaui target dari data kesehatan
Indonesia yaitu sebesar 82%, namun diupayakan agar menjadi 100% sesuai
51
dengan target standar pelayanan minimal UCI dan juga demi mewujudkan
bayi Indonesia sehat.
Oleh karena itu, program promosi kesehatan yang akan dilakukan di
wilayah kerja puskesmas Kenten mengenai Imunisasi Dasar diharapkan
dapat meningkatkan cakupan pemberian imunisasi dasar hingga 100% dan
mewujudkan bayi Indonesia sehat melalui program yaitu :
1. Program sosialisasi mengenai Imunisasi Dasar
2. Program Pelatihan Konseling Imunisasi pada Tenaga dan Kader
Kesehatan
3. Program melahirkan gratis dengan imunisasi
2. Saran
1. Program-progam yang diajukan dalam promosi kesehatan sebaiknya
didukung penuh oleh pihak Kota Palembang, dinas kesehatan,
dinas-dinas terkait lainnya, televisi, radio , koran, masyarakat, serta
dari penanggung jawab dalam hal ini yaitu pimpinan puskesmas
beserta anggotanya agar dapat berjalan lancar
2. Memantau aktivitas program dan melakukan evaluasi keberhasilan
ptrogram mengenai pemberian Imunisasi dasar
3. Perlunya dilakukan penelitian untuk menilai apakah pengetahuan
dan persepsi tentang Imunisasi telah meningkat atau belum.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Muamalah, Siti. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi Difteri Pertusis Tetanus (Dpt) Dan Campak. Dapat diunduh dari http://id.scribd.com/doc/53187122/FAKTOR, diakses pada tanggal 05 Januari 2014. 2006
2. Menyongsong Program Indonesia Sehat 2010 Gairahkan Spirit Imunisasi Bayi dan Balita. Dapat diunduh dari http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=27905&kat=Daerah, diakses pada tanggal 05 Januari 2014. 2010
3. WHO. Program Imunisasi Dan Pengembangan Vaksin. Dapat diunduh dari http://www.who.or.id, diakses pada tanggal 05 Januari 2014.
4. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2010. Dapat diunduh dari http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2014
53
5. Kementerian Kesehatan Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Dapat diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2011.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2014
6. Ranuh I.G.N. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2005.
7. Entjang, Indan. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2000
8. Ilyas, Sadeli. Imunisasi. Dapat diunduh dari http:// akfarsam.ac.id/downlot.php?file=IMUNISASI.pdf, diakses pada tanggal 10 Januari 2014
9. Jenis Macam Vaksin Imunisasi untuk Anak. Dapat diunduh dari http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-grey-2003-supraptini-1631-imunisasi [Diakses pada tanggal 10 Januari 2014]
10. Epidemiologi Imunisasi Dan Kesehatan Matra. Dapat diunduh dari http://www.jakarta.go.id [diakses tanggal 10 Januari 2014]. Pemutakhiran Terakhir (Senin, 18 April 2011 14:26)
11. Notoatmojo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta
12. Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
13. Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta