proposal 2

64
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Definisi ini membuktikan bahwa bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram mempunyai kontribusi terhadap kesehatan yang buruk ( Winkjosastro, 2007). Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi, yaitu tercatat 50 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan negara- negara di bagian ASEAN, dan penyebab kematian bayi terbanyak adalah

Upload: dhanydesember

Post on 07-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jjcgyufyfh

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal 2

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi

yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Definisi ini

membuktikan bahwa bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram

mempunyai kontribusi terhadap kesehatan yang buruk ( Winkjosastro,

2007).

Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan

masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian

Bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi, yaitu tercatat 50 per

1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran

yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan

negara- negara di bagian ASEAN, dan penyebab kematian bayi

terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian

perinatal sekitar 2 -27% disebabkan karena BBLR.

Pembangunan sektor kesehatan bertujuan untuk mewujudkan

manusia yang sehat, cerdas, dan produktif yang menyentuh seluruh

proses kehidupan manusia mulai dari kandungan dengan

memperhatikan derajat kesehatan calon ibu, bayi, balita, usia sekolah,

remaja sampai usia lanjut.

Page 2: Proposal 2

2

Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah.

Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan karena adanya

komplikasi yang menyertai seperti asfiksia, aspirasi pneumonia,

perdarahan intrakranial dan hipoglikemia.

Berdasarkan survei Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007,

kematian bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian

terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20

bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang

waktu 0-12 hari paskakelahirannya. Selaras dengan target pencapaian

Millenium Development  Goals (MDGs), Depkes telah mematok target

penurunan AKB di Indonesiadari rata-rata 36 meninggal per 1.000

kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.

Menurut perkiraan WHO, pada tahun 2007 hampir semua

(98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau

berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR

yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global

diperkirakan terdapat 25 juta persalinan pertahun dimana 17%

diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara

berkembang.

Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah

satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi

khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat

Page 3: Proposal 2

3

mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya

sehinggamembutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Angka kejadian di

Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu

berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter di peroleh angka

BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa

lanjut SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia), angka BBLR sekitar

7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran

program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%

(Depkes, 2010).

Banyak hal yang berkaitan dengan kejadian bayi lahir dengan

BBLR antara lain karena faktor usia, paritas, status gizi ibu hamil

sosial ekonomi dan faktor pendukung lain seperti faktor kehamilan

dan faktor janin.

Derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari angka

kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Salah satu tolak

ukur keberhasilan pembangunan kesehatan adalah menurunkan

angka kematian dan kesakitan, khususnya angka kematian bayi.

Indonesia merupakan negara dengan angka kematian bayi tertinggi di

lingkungan ASEAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan yang

optimal di masyarakat pemerintah negara Indonesia khususnya dalam

bidang kesehatan mulai menyusun program-program kesehatan yang

bersifat membangun.

Page 4: Proposal 2

4

Angka kematian bayi yakni angka kematian bayi sampai umur

satu tahun menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

kesehatan anak, karena merupakan cermin dari status kesehatan

anak saat ini. Secara statistik angka kesakitan dan kematian pada

neonatus di negara berkembang adalah tinggi, di Indonesia pada

tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran

hidup sedangkan angka kematian di negara-negara maju telah turun

dengan cepat dan sekarang mencapai angka di bawah 20 pada 1000

kelahiran di mana pentebab utama adalah berkaitan dengan Bayi

Berat Lahir Rendah (Wiknjosastro, 2007)

Pada tingkat ASEAN, angka kematian bayi di Indonesia 35 per

1000 kelahiran hidup yaitu hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan

angka kematian bayi Malaysia, hampir 2 kali dibandingkan dengan

Thailand dan 1,3 kali dibandingkan dengan Philipina (USAID

Indonesia, 2008). Salah satu indikator untuk mengetahui derajat

kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB). Data yang

ada saat ini memperlihatkan bahwa status kesehatan anak di

Indonesia masih merupakan masalah.

Pada tahun 2007 AKB masih tinggi yaitu sebesar 34 per 1000

kelahiran hidup. Angka ini 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

Negara Association of Southeast Asia Nation (ASEAN) yang lain

(Departemen Kesehatan Depkes, 2008). Upaya untuk meningkatkan

Page 5: Proposal 2

5

kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam

kandungan dan sangat tergantung kepada kesejahteraan ibu dan

keselamatan reproduksinya. Oleh karena itu upaya meningkatkan

status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih merupakan

masalah.

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15%

dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih

sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi

rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan

di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi

dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (World

Health Organization (WHO). Development of a strategy towards

promoting optimal fetal growth. Avaliable from Last

update :January 2007). 

Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu

daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi

di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-

17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka

BBLR sekitar 7,5 %. 

Untuk provinsi Sulawesi tenggara pada tahun 1999 tercatat

bayi dengan status BBLR sebesar 10,80 % ( Badan Pusat

Statistik/BPS, 1999 ) dan data di Ruang Bayi Rumah Sakit Umum

Page 6: Proposal 2

6

Daerah ( RSUD ) provinsi Sulawesi tenggara tahun 2003 dari 1228

persalinan terhadap 144 yang lahir BBLR ( 15,10 % ) tahun 2005 dari

persalinan 1362 terdapat 172 yang lahir BBLR ( 15,10 % ) pada tahun

2006 periode januari sampai september dari 948 kelahiran terdapat

144 kasus BBLR ( 15, 18 % ).

Hasil pengumpulan data oleh Departemen Kesehatan Republik

Indonesia pada tahun 2007 sekitar 15 – 20 %. Kejadian BBLR hasil

survey biro pusat statistik ( BPS ) tahun 2008 di provinsi Sulawesi

tenggara ditemukan prevalensi BBLR sebesar 10,80% (Dines

Kesehatan Sulawesi tenggara, 2009). Pada tahun 2010 kejadian

BBLR adalah 104 bayi dari 725 kelahiran bayi. Hal ini menunjukkan

bahwa bayi kejadian BBLR masih sangat perlu mendapat perhatian

karena merupakan masalah yang sangat penting.

Bertolak dari uraian diatas bahwa penulis menganggap perlu

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Umur Ibu

Bersalin Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit

Umum Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masaklah

pada penelitian ini adalah ‘Hubungan Umur Ibu Bersalin Dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011’

Page 7: Proposal 2

7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan umur ibu bersalin dengan kejadian

BBLR di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi kejadian BBLR di RSU Provinsi Sulawesi

Tenggara.

b. Mengidentifikasi umur ibu bersalin di RSU Provinsi Sulawesi

Tenggara.

c. Untuk mengetahui hubungan umur ibu bersalin dengan

kejadian BBLR di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara 2011.

D. Manfaat Penelitian

1. Menberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi para ibu

tentang hal-hal yang berhubungan dengan BBLR di RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara di dalam perencanaan pengolahan upaya

pencegahan bayi BBLR.

2. Dapat bermanfaat bagi institusi dalam pengembangan pendidikan

khususnya di bidang penelitian.

3. Dapat menjadi pengalaman paling berharga dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh

pendidikan di Politeknik Kesehatan Kendari jurusan kebidanan.

Page 8: Proposal 2

8

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang sudah di lakukan

oleh peneliti, hasil penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah:

1. Elvi Nurfitriani (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah, tempat penelitian RSU

Provinsi Sulawesi Tenggara periode juli – desember tahun 2010

terdapat 15,69% bayi yang lahir dengan BBLR.

2. Rita sari adam (2007). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah, tempat penelitian RSU

Provinsi Sulawesi Tenggara periode juli – desember tahun 2007

terdapat 112 bayi yang lahir dengan BBLR.

Page 9: Proposal 2

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir

kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). BBLR

biasa terdiri atas BBLR kurang bulan atau bayi lahir prematur

dan BBLR cukup bulan atau lebih bulan dengan hambatan

pertumbuhan intra uterine (IUGR). BBLR kurang bulan atau

premature khususnya yang masa kehamilannya, biasanya mengalami

penyulit seperti gangguan nafas, ikterus, infeksi dan

sebagainya,yang apabila tidak dikelola sesuai dengan

standar pelayanan medis akan berakibat fatal. Manuaba

(2008).

Sementara BBLR yang cukup atau lebih bulan pada

umumnya organtubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu

bermasalah dalam perawatannya. Dahulu neonatus dengan

berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama dengan

2.500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO

semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari

2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR).

Page 10: Proposal 2

10

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia morbiditas

dan mortalitas BBLR masih tinggi. Masalah BBLR merupakan

masalah yang perlu mendapat perhatian khusus, karena BBLR

dapat menyebabkan gangguan perkembangan fisik, pertumbuhan

terhambat dan gangguan perkembangan mental pada masa

mendatang.

Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin dari

Lubchenko, maka kebanyakan bayi prematur akan dilahirkan

dengan berat badan yang rendah.

2. Golongan BBLR

Menurut Manuaba (2008), bayi dengan BBLR dapat

dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Prematuritas murni

1.) Pengertian

Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan umur

kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat

badan sesuai dengan berat badan untuk masa

kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan -

Sesuai Masa Kehamilan (NKB- SMK). Mengingat belum

sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perIu untuk

pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian

diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu

Page 11: Proposal 2

11

diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian

makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi

serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR

Bayi prematuritas dengan cepat akan

kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,

karena pusat pengaturan panas badan belum

berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan

permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi

prematuritas harus dirawat di dalam inkubator

sehingga panas badannya mendekati dalam rahim.

Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi

dengan berat badan, 2 kg adalah 35 derajat celsius

dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah

33-34 derajat celsius. Bila inkubator tidak ada bayi

dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya

ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas

badannya dapat di pertahankan.

b. Makanan bayi premature

Alat pencemaan bayi prematur masih

belum sempuma. lambung kecil, enzim pencernaan

belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5

Page 12: Proposal 2

12

gr/kg BB dan kalori 110 Kal/kg BB sehingga

pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian

minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului

dengan menghisap cairan lambung. Refleks

menghisap masih lemah, sehingga pemberian

minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi

frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan

makanan yang paling utama, sehingga ASI yang

paling dahulu diberikan. Bila kurang, maka ASI

dapat diperas dan di minumkan perlahan-lahan atau

dengan memasang sonde menuju lambung.

Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg

BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai

sekitar 200 cc/kg BB/hari.

c. Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena

infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,

kemampuan leukosit masih kurang dan

pembentukan anti bodi belum sempuma. Oleh

karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak

pengawasan sehingga tidak terjadi persalinan

prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan

Page 13: Proposal 2

13

dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus

dan terisolasi dengan baik.

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu: faktor ibu, faktor janin, faktor

lingkungan. Faktor ibu meliputi penyakit yang

diderita ibu misalnya toksemia gravidarium,

perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,

nefritis akut, DM dan lain-lain. Usia ibu saat hamil

kurang dari 16 tahun, atau lebih dari 35 tahun, multi

gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat dan

lain-lain. Keadaan sosial ekonomi golongan sosial

ekonomi, perkawinan yang tidak sah. Sebab lain

termasuk karena ibu perokok, peminum alkohol atau

narkotik. Faktor janin, meliputi hidramnion,

kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.

Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi,

zat-zat racun.

Tanda-tanda yang dapat ditemukan antara lain:

a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang

badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala

kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari

30 cm.

Page 14: Proposal 2

14

b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu

c. Kepala lebih besar dari pada badan

d. Kulit tipis transparan

e. Lanugo halus banyak terutama pada dahi,

pelipis, telinga, dan lengan

f. Lemak subkutan kurang

g. Ubun-ubun dan sutura lebar

h. Genetalia belum sempurna, labio minora

belum tertutup oleh labia

i. mayora (pada wanita), pada laki-laki testis

belum turun

j. Pembuluh darah kulit banyak terlihat,

peristaltik usus dapat terlihat

k. Rambut tipis, halus dan teranyam

l. Tulang rawan dan daun telinga imature

(elastis daun telinga masih kurang sempurna)

m. Puting susu belum terbentuk dengan baik

n. Bayi kecil, posisi Masih posisi fetal

o. Pergerakan kurang dan lemah

p. Banyak tidur, tangis lemah. pernapasan belum

teratur dan sering mengalami serangan

apnea

Page 15: Proposal 2

15

q. Otot masih hipotonik

r. Refleks tonus leher lamah, reflek mengisap

dan menelan serta reflek batuk Mum

sempurna

s. Kulit nampak mengkilat dan licin

2.) Komplikasi Penyakit pada BBLR

Selain itu masalah yang sering terjadi pada BBLR

adalah sindrom gangguan pernafasan idiopatik,

pneumonia aspirasi, hiperbilirubinemia, hipotermia dan

pneumonia aspirasi (JNPKKR-POGI, 2005). Alat tubuh

bayi BBLR (prematur) belum berfungsi seperti pada

bayi matur, oleh sebab itu ia mengalami kesulitan untuk

hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa

kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan

alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin

mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka

kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar

kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur.

a. Sindroma gawat pernapasan (penyakit membran

hialin).

Paru-paru yang matang sangat penting

bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernapas dengan

Page 16: Proposal 2

16

bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus

dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli

bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan

yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh

paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan

permukaan.

Bayi prematur seringkali tidak

menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang

memadai, sehingga alveolinya tidak tetap

terbuka. Di antara saat-saat bernapas, paru-paru

benar-benar mengempis akibatnya terjadi

Sindroma Distres Pernapasan. Sindroma ini bisa

menyebabkan kelainan lainnya dan pada

beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi

diberikan oksigen; jika penyakitnya berat,

mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah

ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa

diteteskan secara langsung melalui sebuah

selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).

b. Ketidak matangan pada sistem saraf pusat bisa

menyebabkan gangguan refleks menghisap atau

Page 17: Proposal 2

17

menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan

otak atau serangan apneu.

Selain paru-paru yang belum berkembang,

seorang bayi prematur juga memiliki otak yang

belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan

apneu (henti nafas), karena pusat pernapasan di

otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi

frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-

obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya

terganggu, otak yang sangat tidak matang sangat

rentan terhadap perdarahan (perdarahan

intraventrikuler) atau cedera.

c. Ketidak matangan sistem pencernaan

menyebabkan intoleransi pemberian makanan.

Pada awalnya, lambung yang berukuran

kecil mungkin akan membatasi jumlah

makanan/cairan yang diberikan, sehingga

pemberian susu yang terlalu banyak dapat

menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya,

lambung yang berukuran kecil mungkin akan

membatasi jumlah makanan/cairan yang

Page 18: Proposal 2

18

diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu

banyak dapat menyebabkan bayi muntah.

d. Retinopati dan gangguan penglihatan atau

kebutaan (fibroplasia retrolental)

e. Displasia bronkopulmoner.

f. Penyakit jantung.

g. Jaundice.

Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati

dan fungsi usus yang normal untuk membuang

bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan

sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan

bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,

memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat

(yang bersifat sementara), yang dapat

menyebabkan sakit kuning (jaundice).

Peningkatan ini terjadi karena fungsi

hatinya masih belum matang dan karena

kemampuan makan dan kemampuan

mencernanya masih belum sempurna. Jaundice

kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang

sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan

bayi.

Page 19: Proposal 2

19

h. Infeksi atau septikemia.

Sistem kekebalan pada bayi prematur

belum berkembang sempurna. Mereka belum

menerima komplemen lengkap antibodi dari

ibunya melewati plasenta (ari-ari).

Resiko terjadinya infeksi yang serius

(sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi

prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis

nekrotisasi (peradangan pada usus).

i. Anemia.

j. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula

darah yang berubah-ubah, bisa tinggi

(hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).

k. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.

l. Keterbelakangan mental dan motorik.

2. Dismaturitas

Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan

kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan,

dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.

Untuk dismaturitas post term sering disebut post maturity.

Penyebab dismaturitas ialah setiap keadaan yang

mengganggu pertukaran zat antara ibu dan janin. Gejala

Page 20: Proposal 2

20

klinis dismatur dapat terjadi preterm, term, post term´. Pada

preterm akan terlihat gejala fisis bayi prematur murni

ditambah dengan gejala dismaturitas.

Menurut Yushananta, (2001) Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

a. Berat bayi lahir rendah (BBLR) : Berat Badan < 2500

gram

b. Berat bayi lahir sangat rendah (BLSR) : Berat Badan

1000 –1500 gram

c. Berat bayi lahir amat sangat rendah (BBLASR) : Berat Badan

<1000 gram

3. Karakteristik BBLR

Menurut Manuaba (2008), karakteristik Bayi Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah sebagai berikut:

a. Berat kurang dari 2.500 gram

b. Panjang badan kurang dari 45 cm

c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.

d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

e. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak

Page 21: Proposal 2

21

g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit

kurang, otot hipotonik- lemah.

h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas,

pernafasan sekitar 40- 50 kali per menit.

i. Kepala tidak mampu tegak

j. Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.

4. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan BBLR

a. Umur Ibu

Masa kehamilan merupakan masa yang rawan bagi

seorang ibu, sehingga diperlukan kesiapan yang matang

untuk menghadapinya termasuk kecukupan umur ibu. Umur

ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua

(lebih dari 35 tahun) cenderung meningkatkan frekuensi

komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hasil

penelitian terhadap 632 ibu hamil diperoleh kejadian BBLR

pada ibu hamil yang berusia 10-19 tahun dan 36-45 tahun

menunjukkan kejadian BBLR yang tinggi dibandingkan

dengan kelompok umur yang lain.

b. Umur Kehamilan

Kebutuhan zat gizi khususnya zat besi pada ibu

hamil meningkat sesuai dengan bertambahnya umur

Page 22: Proposal 2

22

kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi

tanpa disertai oleh pemasukan yang memadai, maka

cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan

terjadinya anemia. Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada

waktu hamil jauh lebih besar dari wanita tidak hamil, hal ini

dikarenakan kebutuhan Fe naik untuk kebutuhan plasenta

dan janin dalam kandungan. Pada masa trimester I

kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah dari sebelum

hamil karena tidak menstruasi dan jumlah zat besi yang

ditransfer kepada janin masih rendah. Pada waktu mulai

menginjak trimester II, terdapat peningkatan volume plasma

darah yang lebih besar dibandingkan pertambahan masa

sel darah merah sampai pada trimester III sehingga terjadi

anemia yang bersifat fisiologis.

Apabila wanita hamil tidak mempunyai simpanan zat

besi yang cukup banyak dan tidak mendapat suplemen

preparat besi, sementara janin bertambah terus dengan

pesat maka janin dalam hal ini akan berperan sebagai

parasit, ibu akhirnya akan menderita anemia, sedangkan

janin umumnya dipertahankan normal, kecuali pada

keadaan yang sangat berat misalnya kadar Hb ibu sangat

rendah maka zat besi yang kurang akan berpengaruh pula

Page 23: Proposal 2

23

terhadap janin sehingga menimbulkan BBLR (Manuaba,

2008).

Pembagian kehamilan berdasarkan usia kehamilan menurut

WHO (1979) dalam Manuaba (2008) dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu :

1) Preterm yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu

(259 hari).

2) Aterm yaitu umur kehamilan antara 37 minggu sampai

42 minggu (259 –293 hari).

3) Post-term yaitu umur kehamilan di atas 42 minggu (294

hari).

Bayi dengan BBLR sebagian besar (86%)

dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan kurang dari

37 minggu. Sehingga umur kehamilan yang kurang

dapat menyebabkan makin kecil bayi yang dilahirkan.

Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan

perkembangan organ bayi belum sempurna.

c. Paritas

Paritas adalah faktor penting dalam menentukan

nasib ibu dan janin selama kehamilan maupun melahirkan.

Dalam studinya, Sorjoenoes dalam Srimalem, di Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan bahwa prevalensi

Page 24: Proposal 2

24

kejadian BBLR berfluktuatif dengan bertambahnya paritas

yakni 46,79% untuk primipara, 30,43% untuk multipara dan

37,05% untuk grande multipara. Berdasarkan penelitian

Hanifa (2004) di RS Koja Jakarta Utara diketahui bahwa

kasus BBLR banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar

62,4%, dibandingkan dengan multipara (37,6%). Hal ini

dikarenakan fungsi organ pada kahamilan multipara lebih

siap dalam menjaga kehamilan dan menerima kahadiran

janin dalam kandungan.

d. Penyakit Penyerta

Oesman Syarif (2004) dalam penelitiannya mengenai

kejadian BBLR pada Rumah Sakit di Kabupaten Serang

dan Tangerang memperoleh hasil bahwa ibu hamil dengan

penyakit penyerta misalnya trauma fisik dan psikologis, DM,

toksemia gravidarum, dan nefritis akut kemungkinan

memiliki resiko terjadinya BBLR 6,8 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta.

Dari 100 kehamilan yang mencapai minggu ke-20, kurang

dari 2 akan menghasilkan bayi lahir dalam keadaan

meninggal atau kematian bayi dalam bulan pertama

kehidupannya. Penyebabnya agak kompleks. Lebih dari

30% kejadian penyebabnya tidak diketahui, meskipun

Page 25: Proposal 2

25

sebagian besar bayi dilahirkan prematur atau dengan

BBLR, pada saat dilahirkan. Sekitar 15% kematian terjadi

karena antepartum haemorrhage, dan jumlah yang sama

dari bayi kelainan bentuk. Hampir 6% terjadi karena

hipertensi kehamilan, dan jumlah yang sama karena

penyakit yang diderita ibu (Derek Lewelynn-Jones, 2005).

e. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses

pelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan

pengetahuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu

dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo,2005).

Berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan

bahwa terdapat kecenderungan terhadap kematian bayi

yang jumlahnya lebih banyak pada ibu yang memiliki tingkat

pendidikan rendah (SD) hinggatidak sekolah),namun dalam

uji korelasi tidak terdapat hubungan yang bermakna.

Pendidikan banyak menentukan sikap dan tindakan

dalammenghadapi berbagai masalah misalnya

membutuhkan vaksinasi untuk anaknya, memberi oralit

waktu menceret misalnya kesedian menjadipeserta

keluarga, termasuk pengaturan makanan bagi ibu hamil

untuk mencegah timbulnya bayi dengan berat badan lahir

Page 26: Proposal 2

26

rendah (BBLR) bahwa ibu mempunyai peranan yang cukup

penting dalam kesehatan danpertumbuhan, akan dapat

ditunjukan oleh kenyataan berikut, anak- anak dan ibu

mempunyai latar belakang. Pendidikan lebih tinggi

akanmendapat kesempatan hidup serta tumbuh kembang

yang baik.

Penyebab BBLR antara lain:

1. Faktor Ibu

a. Mengalami komplikasi kehamilan seperti :

Perdarahan antepartum, anemia berat, hipertensi, preeklampsia

berat, eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung

kemih dan ginjal). Menderita penyakit seperti malaria,

infeksimenular seksual, HIV/AIDS, dan malaria.

b. Usia Ibu Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada usia < 20

tahunatau lebih dari 35 tahun, kehamilan ganda (multi

gravida),

c. Jarak kelahiran Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada jarak

kelahiran terlalu dekat atau pendek (<2 tahun).

d. Pekerjaan ibu Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada ibu

yang bekerjadan memerlukan tenaga fisik yang besar.

Page 27: Proposal 2

27

e. Pendidikan ibu Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada ibu

yang memiliki pendidikan rendah.

f. Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan ini sangat

berperanan terhadap timbulnya BBLR. Kejadian tertinggi

terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini

disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan

pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pulakejadian

prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah

ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir

dari perkawinan yang sah.

g. Sebab lain ialah Ibu perokok, ibu peminum alkohol dan

pecandu obat narkotik.

2. Faktor Janin

a. Hidraminium

b. Kehamilan ganda dan

c. Kelainan kromosom

3. Faktor lingkungan meliputi Tempat tinggal di dataran tinggi,

terkena radiasi dan zat-zat racun.

5. Penatalaksanaan BBLR

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang

berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuian diri

Page 28: Proposal 2

28

dengan lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan

pengukuran suhu lingkungan, pemberian makan dan bila perlu

pemberian oksigen,mencegah infeksi, serta mencegah

kekurangan vitamin dan zat besi.

Penanganan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pengaturan suhu bayi 

Mempertahankan  suhu  BBLR  dapat dilakukan

dengan cara membungkus bayi dan meletakkan botol-botol

hangat disekitarnya atau memasang lampu petromaks di

dekat tempat tidur bayi. Dikarenakan BBLR mudah

mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya

harus dipertahankan dengan ketat.

b. Makanan bayi

Pada bayi BBLR belum sempurnanya

refleks isap. Oleh sebab itu pemberian nutrisi

harus dilakukan dengan cermat. Padakeadaan ini air

susu ibu di pompa atau dengan cara diberi susu

botolcara pemberian melalui susu botol adalah dengan

frekuensi pemberianyang lebih sering dalam jumlah

susu yang lebih sedikit. Frekuensipemberian ini makin

berkurang dengan bertambahnya berat badanbayi,

Page 29: Proposal 2

29

susunya dapat diganti dengan susu buatan yang

mengandunglemak yang mudah dicerna bayi, dan

mengandung 20 kalori per 30 ml air atau sekurang-

kurangnya bayi mendapat 110 kal/kg berat badan per

hari.

c. Penimbangan ketat

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi

bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh

sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan

dengan ketat pada setiap hari.

7. Pencegahan BBLR

Pada kasus berat lahir rendah (BBLR) pencegahan yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala

minimal 4 kali selamakurun waktu kekamilan dan dimulai

sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga

beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah melahirkan

bayiBBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk

pada institusi pelayanankesehatan yang lebih mampu.

b. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu hamil

untuk merawat danmemeriksakan kehamilan dengan baik

dan teratur dan mengkonsumsi makananyang bergizi

Page 30: Proposal 2

30

sehingga dapat menanggulangi masalah ibu hamil resiko

tinggisedini mungkin untuk menurunkan resiko lahirnya bayi

berat badan lahirrendah.

c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada

kurun reproduksi sehat( 20-34 tahun ).

d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan

dalam merekadapat meningkatkan akses terhadap

pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu

selama hamil akan lebih mudah dalam menerima informasi

kesehatan khususnya dibidang gizi sehingga dapat menambah

pengetahuandan mampu menerapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

B. Tinjauan Umum Tentang Usia Ibu

Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dalam

perkembangan alat-alat reproduksi wanita. Hal ini berkaitan dengan

fisiologis dari organ tubuh dalam menerima kehadiran yang

mendukung perkembangan janin. Dalam kurun reproduksi sehat

dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia

antara 20-35 tahun. Dan resiko kehamilan yang tinggi dijumpai pada

wanita hamil dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.

Pengaruh umur ibu terhadap terjadinya bayi bblr berkaitan

dengan perkembangan biologis dan psikologis dari ibu tersebut. Pada

Page 31: Proposal 2

31

usia antara 20-35 tahun seorang wanita secara fisioanatomis dan

psikilogis telah siap untuk hamil, sehingga upaya untuk pemeliharaan

kehamilan akan lebih baik dan adanya resiko bayi yang akan dilahirkan

dapat dikurangi. Ibu yang melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun

perkembangan organ reproduksinya belum optimal, jiwanya masih labil

sehingga kehamilannya masih sering timbul komplikasi.

Kehamilan sekitar usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

meningkatkan resiko terhadap kesehatan ibu dan anak. Setiap tahun

lebih dari 22.000 wanita hamil Indonesia meninggal karena kesulitan-

kesulitan dalam masa kehamilannya dan melahirkan yang

menyebabkan lebih dari 1 juta anak kehilanngan ibunya.

Sebagian besar dari kematian ini dapat dicegah dengan

menerapkan pengetahuan yang ada dewasa ini mengenai pentingnya

perawatan kehamilan. Penunda usia perkawinan berkaitan dengan

factor resiko selama kehamilan. Seorang ibu yang melahirka dibawah

usia 20 tahun mempunyai resiko kematian maternal terlalu tinggi. Di

jawa timur dengan sumatera pada tahun 1990 diketahui 7,75%

kematian maternal terjadi pada ibu yang melahirkan pada usia di

bawah 20 tahun.

Ibu hamil pada umur ≤ 20 tahun, rahim dan panggul belum

tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan

keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu

Page 32: Proposal 2

32

mental ibu belum cukup dewasa. Bahaya yang mungkin terjadi

antara lain, bayi lahir belum cukup umur, perdarahan bisa terjadi

sebelum bayi lahir, perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir.

Resiko pada kehamilan juga dapat dihadapi ibu hamil berumur 35

tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut terjadi perubahan

pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.

Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain

dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi, tekanan darah tinggi

dan pre-eklamsia, ketuban pecah dini, persalinan tidak lancar atau

macet, perdarahan setelah bayi lahir.

C. Landasan Teori

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir

yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat

bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Untuk keperluan di

desa berat lahir ditimbang dalam 24 jam pertama seyelah lahir

(Saifuddin, 2008)

Umur adalah lamamnya seseorang hidup. Umur

berkembang sejalan dengan berkembangnya biologis atau alat-

alat tubuh manusia. Umur ibu sangat mempengaruhi suatu

kesuksesan persalinan. Dalam kurun reprodaksi sehat dianjurkan

agar umur ibu untuk hamil antara 20-35 tahun.

Page 33: Proposal 2

33

Usia ibu dibawah 20 tahun cenderung mempunyai factor

resiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi kehamilan. Pada

penelitian bakketeig dan Hoffman, kelompok yang memiliki resiko

tersebar persalinan preterm adalah ibu yang berusia kurang dari

20 tahun.

Cunningham dan leveno melaporkan bahwa wanita yang

berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatkan

bermakna dalam insidensi hipertensi, diabetes, solusio plasenta,

persalinan premature, lahir mati dan plasenta previa. Bayi yang

dilahirkan dengan berat badan lebih rendah yang disebabkan oleh

perubahan pembulu darah ibu dan bagi ibu hamil yang usia lanjut

ketika proses faal dan tubuh mengalami kemunduran, maka hal ini

akan mempengaruhi pula keadaan rahim dan peredaran darah

sudah banyak mengalami pengapuran. Keadaan yang nantinya

akan memperoleh sirkulasi makanan kejanin yang akan

menyebabkan kelahiran dengan berat badan lahir rendah BBLR.

Page 34: Proposal 2

34

D. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Hubungan variable yang diteliti

Umur ibu Kejadian BBLR

Page 35: Proposal 2

35

E. Hipotesis

Berdsarkan pada masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka

konsep maka hipotesis yang di ajukan yakni:

1. Ha (Hipotesis Alternatif)

Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR

2. Ho (Hipotesis Null)

Tidak ada hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR

Page 36: Proposal 2

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitan analitik

dengan rancangan penelitian case control yaitu dimana untuk

mengetahui apakah ada hubungan umur ibu bersalin dengan kejadian

BBLR.

Rancangan penelitian case contol :

Faktor Resiko +

retrospektif BBLR (Kasus)

FaktorResiko –

Faktor Resiko +

retrospektif Tidak BBLR (Kontrol)

Faktor Resiko –

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di ruang delima II RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tanggal maret – juni 2012.

Semua BBL di R.Delima II RSU Provinsi SulTra

Page 37: Proposal 2

37

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang lahir dan

tercatat dalam buku register di ruang delima RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara periode juni – desember 2011 berjumlah 1546

orang bayi

2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh bayi yang lahir dan

tercatat dalam buku register di ruang delima RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara periode januari – desember 2011 berjumlah

318 orang bayi.

a. Kasus :

ibu yang melahirkan bayi yang lahir dengan berat badan

lahir rendah yang tercatat dalam buku register di ruang delima

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara periode januari - desember

tahun 2011 berjumlah 159 orang bayi.

b. Control:

Ibu yang melahirkan bayi yang lahir dengan berat badan

normal yang tercatat dalam buku register di ruang delima II

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara periode januari – desember

tahun 2011 berjumlah 159 orang bayi.

Page 38: Proposal 2

38

Perbandingan sampel :

Jumlah sampel pada kelompok kasus yang tercatat dalam buku

register di ruang delima RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

periode januari - desember tahun 2011 berjumlah 159 orang

bayi dan jumlah sampel pada kelompok control yang tercatat

dalam buku register di ruang delima II RSU Provinsi Sulawesi

Tenggara periode januari – desember tahun 2011 berjumlah

159 orang bayi. Sehingga perbandingan antara kelompok

kasus dan control yaitu 1:1 jadi total sampel sebanyak 318.

Adapun pengambilan sampel ini dilakukan dengan tehnik

random sampling, dengan menggunakan rumus jumlah

populasi dibagi jumlah sampel (1546 : 159 = 10) sehingga di

dapatkan kelipatan 10 untuk memperoleh sampel control

(Notoatmodjo, 2005)

D. Definisi Opetrasional Dan Kriteria Obyektif

1. Variabel terikat

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang umur kehamilan.

Kriteria objektif :

BBLR yaitu jika berat badan bayi pada saat lahir kurang dari

2500 gram.

Page 39: Proposal 2

39

Tidak BBLR yaitu jika berat badan bayi pada saat lahir lebih dari

2500 gram.

2. Variebel bebas

Umur ibu adalah usia ibu yang dihitung berdasarkan ulang

tahun terakhir yang tercantum dalam berkas rekam medik.

Kriteria obyektif:

Tidak beresiko: Usia ibu 20-35 tahun

Beresiko: < 20 tahun dan > 35 tahun.

E. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang

diambil dari laporan rawatan pasien dan rekam medis diruang delima

II RSU Provinsi Sulawesi Tenggara 2011.

F. Pengolahan Data

Data yang telah di kumpulkan selanjutnya akan diolah dengan

menggunakan statistik secara manual, yaitu dengan cara tabulasi

yaitu penyusunan data-data kedalam tabel distribusi frekuensi setelah

dilakukan perhitungan secara manual.

G. Analisa Data

1. Analisa Univariabel

Analisa univariad bertujuan untuk mendapatkan gambaran

variabel-variabel penelitian secara diskriptif berupa distribusi

Page 40: Proposal 2

40

frekuensi dengan menggunakan tabel dalam bentuk presentase,

pada penelitian ini hendak menggambarkan umur ibu dan

kejadian BBLR.

Dengan rumus:

f

X= × K

N

(Arikunto, 2002)

Keterangan:

X : Presentasi hasil yang dicapai

F : Frekuensi variabel yang diteliti

N : Jumlah sample : Konstanta 100%

2. Analisa Bivariabel

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel

independent (umur ibu) dengan variabel dependent (kejadian

BBLR) dilakukan dengan menggunakan uji statistik chi square

dengan tingkat kepercayaan 95% (0,05) dengan formulasi

sebagai berikut:

(o- e)2

X2 = ∑

e

Page 41: Proposal 2

41

Keterangan:

X2 : Nilai chi square

o : Frekuensi observasi (yang diamati)

e : Frekuensi eksprektasi (yang diharapkan)

Tabel uji Chi-square

Faktor resikoBBLR

JumlahKasus Kontrol

+ Ea Eb Ea + Ea

- Ec Ed Ec + Ed

Jumlah Ea + Ea Eb + Ed Ea+EB+Ec+Ed

Untuk mendapatkan nilai E digunakan rumus sebagai berikut:

(Arikunto, 2006)

Setelah itu nilai X2 hitung di bandingkan dengan nilai X2 tabel pada

taraf signifikan 0,05 (95%) sedagkan derajat kebebasan pada tabel

adalah (b-1) (k-1) di mana b adalah baris dan k adalah kolom.

Pengambilan keputusan dilakukan dengan sebagai berikut:

Jumlah baris

e= x jumlah kolom

Jumlah total sampel

Page 42: Proposal 2

42

1. Apabila X2 hitung > X2 tabel Ho di tolak atau Ha diterima artinya

ada pengaruh antara variabel independen dengan dependen.

2. Apabila X2 hitung kurang dari X2 tabel Ho di terima atau Ha

ditolak artinya ada pengaruh antara variabel independen

dengan dependen (Candra, 2008).

H. Penyajian Data

Data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

yang kemudian dinarasikan. Sehingga memberi gambaran tentang

hubungan umur ibu bersalin dengan kejadian BBLR di ruang delima II

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara 2011.

Page 43: Proposal 2

43

DAFTAR PUSTAKA

Derek Llewelllyn-Jones, (2005). Setiap Wanita, Delapratas Publishing:

Jakarta.

Manuaba, 2008, Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan & KB

untuk Pendidikan Bidan , EGC, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta,

Jakarta.

Setyowaty, dkk.1998. Pengetahuan dan Perilaku Ibu Balita Tentang Status

Gizi Ibu Pada Bayi BBLR. Majalah kedokteran indonesia. Jakarta

Sorjoenoes (1993) dalam Srimalem, 1998, Beberapa Faktor yang

Berhubungan dengan BBLR di RS PMI Bogor tahun 1998, Skripsi FKM-UI, Depok

Winknjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bida Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta

Yushananta, 2001, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta

Page 44: Proposal 2

44