proposal fera
DESCRIPTION
proposalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan masalah kesehatan yang
cukup tinggi dan merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan
obstetrik. Jika Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi berarti pelayanan
obstetrik masih buruk sehingga memerlukan perbaikan. Angka Kematian Ibu
(AKI) juga merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan dan dijadikan acuan juga dalam penggolongan suatu negara
dikatakan negara maju atau negara berkembang (Depkes, 2012).
Banyak faktor yang mempengaruhi Angka Kematian Ibu (AKI)
terutama pada ibu hamil pada saat akan melahirkan, Salah satu komplikasi
yang mungkin terjadi pada ibu hamil adalah ketuban pecah dini. Ketuban
Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah.
Ketuban Pecah Dini merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan
persalinan yang berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian
meternal-perinatal yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana
selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi
sudah tidak ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya
(Manuaba, 2008).
1
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu resiko persalinan
yang menurut WHO mempunyai persentase yang tinggi yaitu menempati
angka 0,31% - 36,2%. Dari persentase angka yang sangat tinggi itulah perlu
dilakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko kematian Ketuban
Pecah Dini (KPD) yang semakin tinggi. Tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi resiko tersebut adalah dengan melakukan tindakan Sectio
Caesarea (Jayanti, 2008).
Sectio Caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko yang akan terjadi pada ibu dengan
indikasi ketuban pecah dini. Sectio Caesarea ini memberikan jalan keluar
bagi kesulitan yang timbul bila persalinan pervaginam tidak mungkin atau
berbahaya (Mochtar, 2012).
Peran perawat sangat penting dalam keberhasilan perawatan Post
Sectio Caesarea. Hal ini dikarenakan ibu dengan Post Sectio Caesarea
memiliki luka insisi di abdomen sehingga memerlukan perawatan yang
kompleks. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam perawatan
Post Sectio Caesarea antara lain perawatan luka, nutrisi, mobilisasi yang
bermanfaat untuk mempercepat proses pemulihan sehingga ibu akan merasa
nyaman dan tercegah dari resiko setelah pembedahan. Fokus perawatan Post
Sectio Caesarea ini yaitu menekan jumlah kematian akibat Sectio Caesarea
(Reeder dkk., 2011).
2
Post partum dengan Sectio Caesarea dapat menyebabkan
perubahan atau adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusi,
lochea, fisiknya, perubahan pada periode post partum, proses menjadi orang
tua dan adaptasi psikologis. Selain itu juga terdapat luka post Sectio Caesarea
yang menimbulkan gangguan ketidaknyamanan nyeri dan resiko infeksi yang
dikarenakan terputusnya jaringan yang mengakibatkan jaringan terbuka
sehingga memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi.
Upaya memberikan perawatan yang efektif dan aman bagi ibu resiko tinggi
membutuhkan usaha dari seluruh anggota tim kesehatan secara bersama-
sama, agar menghasilkan hasil akhir yang optimal bagi ibu dan bayi. Pasien
dengan Post Sectio Caesarea dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD)
salah satu kasus yang memerlukan perawatan dari perawat yang terampil
untuk menjaga luka pasca-operasi tidak terjadi komplikasi (Mochtar, 2012).
Mengingat perawatan pasien dengan Post Sectio Caesarea
merupakan masalah yang rawan karena banyaknya komplikasi yang bisa
didapatkan baik pada ibu dan janin seperti aspirasi metabolisme pulmonary,
infeksi pada luka, hemorragic, infeksi saluran kemih, cedera bladder atau
bowel dan komplikasi akibat anestesi di antaranya adalah perubahan pola
nafas, bradikardi maupun kelemahan fisik, maka penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Ny.X Dengan Post Sectio Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini Hari Ke-1
Di Ruang Nusa Indah RSUD Dr.Soeselo Slawi Tahun 2014”.
B. TUJUAN PENULISAN
3
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan Post Sectio
Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian analisis data dan perumusan diagnosa
keperawatan klien deangan post sectio caesarea dengan indikasi
Ketuban Pecah Dini (KPD) .
b. Melakukan perencanaan keperawatan pada klien post sectio caesarea
atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) .
c. Melakukan pelaksaan rencana keperawatan pada klien post sectio
caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) .
d. Melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien post
sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).
e. Melakukan pendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien post sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini
(KPD) dalam bentuk karya tulis ilmiah.
C. MANFAAT PENULISAN
1. Institusi Pendidikan
Dapat memberikan masukan yang positif dalam proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan pada pasien post operasi Sectio Caesarea
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) yang dapat dijadikan sebagai
acuan bagi praktik mahasiswa keperawatan.
2. Institusi Rumah Sakit
4
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek layanan keperawatan khususnya pada pasien Post Sectio Caesarea
dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).
3. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
khususnya dalam bidang Keperawatan Maternitas pada pasien Post Sectio
Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).
D. METODE PENULISAN
Menurut Sarwono (2008) metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Mempelajari berbagai literatur yang ada relevansinya dengan ketuban
pecah dini antara lain : Membaca buku dari berbagai sumber, mengakses
data melalui internet, dan mempelajari karya tulis yang ada.
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dalam
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa /
masalah aktual maupun potensial, implementasi dan evaluasi serta
mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien
post sectio caesaria indikasi ketuban pecah dini. Untuk memperoleh data
yang akurat maka penulis menggunakan teknik :
a. Anamnese
5
Penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluaganya, di
ruang Nusa Indah RSUD Dr. Soeselo Slawi guna mendapatkan data
yang diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis mulai kepala sampai
kaki yang meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan diagnostik lainnya seperti ultrasonografi (USG),
elektrokardiografi (EKG), foto rontgen dan lain lain.
3. Studi Dokumenter
Membaca dan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber dari
catatan dokter, bidan, perawat, petugas laboratorium dan hasil
pemeriksaan penunjang lainya.
4. Diskusi
Mengadakan konsultasi dengan dokter, bidan dan perawat yang
menangani konsultasi langsung klien tersebut serta mengadakan diskusi
dengan pembibing karya tulis ilmiah mengenai masalah yang dialami
klien yaitu ketuban pecah dini.
Adapun model konseptual keperawatan yang penulis pilih adalah model
konseptual menurut Dorothea orem 1978. Hal ini di karenakan model ini
mengajarkan kemandirian pada pasien post Sectio Caesarea untuk melatih
mobilisasi fisik pada klien. Menurut OREM asuhan keperawatan dilakukan
6
dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat
diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara
kesehatan dan kesejahteraan.
Teori ini dikenal dengan TEORI SELF CARE (Perawatan Diri) Orang
dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia dan orang sakit
membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas self care mereka. Orem
mengklasifikasikan self care dalam 3 syarat - Syarat universal : fisiologi dan
psikososial termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, sosial, pencegahan bahaya.
Syarat pengembangan : untuk meningkatkan proses perkembangan
sepanjang siklus hidup. Penyimpangan kesehatan berhubungan dengan kerusakan
atau penyimpangan cara, struktur norma dan integritas yang dapat mengganggu
kemampuan seseorang untuk melakukan self care. Asuhan keperawatan mandiri
dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau kebutuhan pasien
dan kemampuan pasien.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR NIFAS
1. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lama masa nifas 6-8
minggu (Ambarwati, 2009). Masa nifas disebut juga masa post partum yaitu
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim
sampai 6 minggu (Suherni, 2009).
2. Periode Nifas
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia
yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan
mempunyai komplikasi.
(Handayani, 2011).
8
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Menurut Handayani (2011), perubahan fisiologis masa nifas yaitu :
1. Sistem Reproduksi
a. Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada di tengah garis, kira-kira 2 cm di bawah
umbilicus dengan bagian fundus bersandar. Dalam waktu 12 jam tinggi
fundus uteri kurang lebih 1 cm di atas umbilicus, fundus turun kira-kira
1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 pasca partum fundus norm dan
simfisis pubis. Pada hari ke-9 uterus tidak dapat dipalpasi pada
abdomen. Uterus pada waktu penuh beratnya 11 kali berat sebelum
hamil.
b. Kontraksi
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur, karena penting untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama ini.
c. Afterpains
Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di
tempat uterus terlalu teregang (pada bayi besar, kembar) menyusui dan
oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.
9
d. Tempat plasenta
Setelah plasenta lahir dan ketuban dikeluarkan kontraksi vascular dan
trombosis menurun tempat plasenta ke satu area yang meninggi dan
tidak teratur. Proses penyembuhan ini memerlukan endometrium
menjalankan siklusnya dan memungkinkan implantasi plasenta untuk
kehamilan di masa yang akan datang.
e. Lochea
1). Lochea Rubra
Mengandung darah setelah 3 sampai 4 hari.
2). Lochea Serosa
Terdiri dari darah lama (Old blood), leukosit dan debris jaringan
sekitar 10 hari setelah bayi lahir.
3). Lochea Alba
Mengandung leukosit, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea
alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.
f. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula sekitar 18 jam setelah melahirkan. Pada hari ke-4
sampai 6 setelah melahirkan dua jari mungkin masih dapat
dimasukkan ke dalam muara serviks. Pada akhir minggu ke-2 hanya
tangki kuret kecil yang dapat dimasukkan.
10
g. Vagina dan Perineum
Terjadi penipisan mukosa dan tidak ditemukan adanya penonjolan
rugae. Rugae atau tonjolan pada vagina akan kembali setelah 4 minggu
persalinan, sedangkan vagina dan perineum akan pulih setelah 6-8
minggu.
h. Topangan otot panggul
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu
melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali tonus
semula yang disebut relaksasi panggul.
i. Sistem Endokrin
Beberapa perubahan terjadi pada sistem endokrin selama masa
puerperium yaitu hormon plasenta menurun dengan cepat setelah
persalinan. Keadaan hormon plasenta lactogen (HPL) mencapai
keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Kadar estrogen dan
progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar
terendahnya dicapai kira-kira satu minggu post partum penurunan
kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan di
uterus cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa
hamil.
Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi
daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke-17. Pada
hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meningkat dengan
11
cepat selama kehamilan. Pada waktu menyusui kadar prolaktin tetap
meningkat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Pada wanita
yang tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin mencapai
rentang sebelum hamil dalam dua minggu.
j. Sistem Urinaria
Kandung kemih merupakan hasil filtrasi ginjal, terjadi penekanan oleh
uterus yang membesar selama kehamilan dan akan kembali normal
setelah beberapa bulan.
k. Sistem Gastro Intestinal
Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot tractus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Efek dari analgesia dan
anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal. Buang air besar bisa tertunda dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan, keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa postpartum.
Pada anestesi general dalam pembedahan berakibat pada penurunan
kerja tonus otot saluran pencernaan, sehingga motilitas makanan lebih
lama berada di saluran pencernaan akibat pembesaran rahim. Pada
umumnya terjadi gangguan nutrisi pada 24 jam pertama setelah
persalinan.
l. Payudara
Sekresi dan ekresi kolustrum berlangsung hari ke-2 dan ke-3 setelah
persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri, tetapi
12
setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan terasa lebih
nyaman.
m. Sistem Kardiovaskuler
Pada post operasi volume darah cenderung mengalami penurunan dan
kadang diikuti peningkatan suhu selama 24 jam pertama. Pada 6-8 jam
pertama biasanya terjadi bradikardi dan perubahan pola napas akibat
efek anestesi.
n. Sistem Muskuluskeletal
Hilangnya tonus otot disebabkan karena adanya peregangan otot-otot
dinding abdomen selama kehamilan. Setelah trimester tiga rectus
abdominalis menjadi terpisah yang menyebabkan isi abdomen
menonjol pada garis tengahnya. Umbilikus menjadi datar bahkan
menonjol setelah kelahiran, otot-otot tersebut secara berangsur-angsur
kembali seperti semula.
o. Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman neurologis yang di induksi kehamilan akan
menghilang setelah wanita melahirkan.
p. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir.
q. Tanda Vital
Peningkatan kecil sementara baik peningkatan tekanan darah systole
maupun diastole dapat timbul dan berlangsung sekitar empat hari
13
setelah melahirkan. Fungsi pernapasan kembali normal seperti sebelum
hamil pada bulan keenam setelah melahirkan.
4. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Menurut Ambarwati (2009), perubahan psikologis masa nifas yaitu :
a. Fase Taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu berfokus
terutama pada dirinya sendiri dan menceritakan proses persalinan yang
dialaminya dari awal sampai akhir. Ketidaknyamanan fisik yang di alami
ibu pada fase ini seperti rasa lemes, pusing, kurang tidur, nyeri pada
jahitan, kelelahan.
b. Fase Taking Hold
Fase ini merupakan periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Oleh karena itu ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya
sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan, ibu sudah mulai
14
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh. (Sarwono, 2008). Sedangkan menurut Mochtar (2012),
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
Menurut Mochtar (2012), jenis-jenis Sectio Caesarea yaitu :
a. Sectio Caesarea Abdominalis
1). Sectio Caesarea Transperitonealis
(a). Sectio Caesarea klasik (korporal) dengan insisi memanjang
pada korpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
(1). Pengeluaran janin lebih cepat.
(2). Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih.
(3). Sayatan bisa diperpanjang ke proksimal.
15
Kekurangan :
(1). Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealisasi yang baik.
(2). Pada persalinan berikutnya lebih terjadi ruptur uteri
spontan.
(b). Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang pada segmen bawah rahim kira-kira
sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
(1). Penjahitan luka lebih mudah.
(2). Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
(3). Tumpang tindih dari peritoneal untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
(4). Perdarahan kurang.
(5). Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan
rupture uteri spontan lebih kecil.
Kekurangan :
(1). Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah,
sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang
banyak.
(2). Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah
pembedahan.
16
(c). Sectio Caesarea Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka
peritonium dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal.
b. Sectio Caesarea Vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio Caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
1). Sayatan memanjang (longitudinal).
2). Sayatan melintang (transversal).
3). Sayatan huruf T.
3. Indikasi Sectio Caesarea
Menurut Mochtar ( 2012), indikasi Sectio Caesarea yaitu :
a. Plasenta previa.
b. Panggul sempit.
c. Disproporsi sefalopelvik.
d. Ruptura uteri.
e. Partus lama.
f. Partus tak maju.
g. Distosia serviks.
h. Pre-eklamsia dan hipertensi.
i. Malpresentasi janin.
17
4. Komplikasi
Menurut Mochtar (2012), komplikasi pada Sectio Caesarea yaitu :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1). Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2). Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3). Berat, infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar,
sebelum timbul infeksi nifas, telah menjadi infeksi intra partum
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan
1). Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2). Atonia uteri..
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
5. Perawatan Praoperasi dan Pasca Sectio Casarea
Menurut Liu (2008), perawatan dibagi menjadi dua yaitu
perawatan pra-operasi dan perawatan pasca-operasi sebagai berikut :
a. Perawatan Pra-operasi
1) Pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid.
2) Riwayat obstetrik dan riwayat medis harus ditinjau ulang.
3) Diskusikan jenis anesthesia dengan dokter anesthesia dan ibu.
18
4) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.
a) Informed consent telah ditandatangani oleh pihak keluarga pasien.
b) Perawat memberi support kepada pasien.
5) Mencukur daerah yang akan diinsisi dan telah dibersihkan.
6) Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV).
7) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine) dan USG.
8) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
b. Perawatan Pasca Sectio Caesarea
Setelah dari ruang operasi, pasien akan dibawa ke ruang
pemulihan. Berbagai pemeriksaan akan dilakukan. Persalinan yang
dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lebih
lama di rumah sakit. Hal ini tergantung dari cepat lambatnya
kesembuhan ibu akibat proses pembedahan hal ini membutuhkan
waktu sekitar 3-5 hari setelah operasi. Di bawah ini merupakan
tindakan atau pemeriksaan yang dilakukan selama perawatan di
rumah sakit di antaranya yaitu :
1). Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa dengan interval teratur 15
menit sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta
jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini
bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari, mengukur suhu
19
tubuh apabila suhu tubuh mencapai 380C atau lebih maka harus
dicari penyebabnya. Kemungkinan terjadi infeksi dalam tubuh.
2). Lihat tinggi fundus
Adanya perdarahan dari luka dan jumlah lochea. Hal ini
khususnya penting jika persalinan berlangsung lama, jika
uterus telah mengembang oleh polihidramnion atau kehamilan
multiple dan jika terdapat ancaman defek koagulasi, contohnya
setelah perdarahan antepartum dan toxsemia preeklamsi.
3). Vesika Urinarius
Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin
cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan
infeksi dan ibu semakin cepat melakukan mobilisasi. Kateter
untuk membuang air kecil akan terus digunakan sampai sekitar
12-24 jam pascabedah.
4). Defekasi
Pada umumnya kebanyakan ibu akan susah buang air besar
setelah persalinan karena sejumlah besar cairan hilang dari
tubuh, sedangkan dubur menyerap air sebanyak mungkin dari
tinja agar cairan tubuh seimbang. Keadaan ini biasanya terjadi
pada hari-hari pertama sampai hari kelima setelah sectio
caesarea. Oleh karena itu, kalau mengalami kesukaran
melakukan buang air besar, ibu bisa minta obat pencahar.
6). Minum dan makan
20
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas
meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk
proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup. Makanan yang dikonsumsi
harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein, banyak
cairan serta banyak buah-buahan dan sayuran karena ibu
setelah melahirkan mengalami hemokosentrasi.
7). Ambulasi
Gerak tubuh ini akan membantu ibu memperoleh kembali
kekuatan dengan cepat dan memudahkan kerja usus besar dan
kandung kemih, paling tidak sampai ibu bisa buang gas.
Aktivitas ini juga akan membantu mempercepat organ-organ
tubuh kembali bekerja seperti semula.
8). Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat
payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk
melancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara pasca
persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa
hamil.
9). Istirahat
21
Dokter akan menganjurkan beristirahat di tempat tidur dan
memberi suntikan untuk mengurangi nyeri sehingga lebih
mudah beristirahat karena kegairahan dan ketegangan
persalinan.
10). Rasa Nyeri
Pada hari pertama, rasa sakit atau perih di bagian perut mulai
terasa setelah efek bius sudah habis. Beberapa dokter akan
memberi obat mengurangi rasa sakit ini. Namun, rasa sakit
tersebut biasanya agak berkurang pada keesokan harinya. Rasa
sakit yang dirasakan itu berasal dari luka yang terdapat pada
perut. Adapun bekas potongan yang dilakukan pada otot-otot
perut dilapisan sebelah dalam. Sebenarnya mati rasa atau kebal
karena ujung-ujung saraf yang terrdapat di lapisan-lapisan otot-
otot perut ikut terpotong pada saat pembedahan.
11). Lochea
Lochea yang mencakup darah, jaringan desidua dan hasil
pembuahan yang masih tertahan, harus diobservasi dua kali
sehari. Jumlah dan warna lochea akan berkurang secara
progresif sampai hari ke-14 dimana pada saat itu, dari vagina
hanya keluar sedikit sekret yang berwarna putih atau hampir
tidak berwarna.
12). Laboratorium
22
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi
hematokrit tersebut harus segera dicek kembali bila terdapat
kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang
menunjukkan hipovolemia.
13). Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari karena dikhawatirkan terjadi
perdarahan atau infeksi pada bekas luka tersebut, pembalut
luka yang alternatif lembut, ringan tanpa banyak plester sangat
menguntungkan. Kasa perut harus dilihat satu hari pasca bedah,
apabila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
Umumnya kasa perut atau balutan dapat diganti hari ke 3-4
pasca operasi sebelum pulang dan seterusnya pasien
menggantinya setiap hari.
14). Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan
ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi
hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.
C. KETUBAN PECAH DINI
23
1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4cm (Fase
Laten) (Nugroho, 2012). Sedangkan menurut Sarwono (2008), ketuban
dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
2. Etiologi
Menurut Nugroho (2012), penyebab Ketuban Pecah Dini (KPD) belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa faktor-faktor
yang dapat menyebabkan Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah :
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini.
b. Servik Inkompetensia, serviks yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri akibat persalinan dan curettage.
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan,
misalnya trauma, hidramnion, gameli.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membrane bagian bawah.
3. Tanda dan Gejala
24
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini (KPD)
yaitu :
a. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban yang merembes
melalui vagina.
b. Aroma air ketuban berbau dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cirri pucat dan
bergaris warna darah.
c. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi
sampai kelahiran.
d. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1). Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,
dan bau.
2). Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban ,
urine, atau secret vagina.
3). Secret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.
4). Tes lakmus, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban.
25
5). Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan di biarkan kering.
(Nugroho, 2012).
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit (Nugroho, 2012).
26
5. Pathway
(Sarwono,2008)
27
Kanalis Servikalis
Kelainan letak janin (sungsang)
Infeksi Genetalia
Serviks inkompeten
Tekanan intra uteri
Ketuban Pecah Dini / keluar terlalu banyak
Mudahnya pengeluaran
Tidak ada bagian terendah yang menutupi PAP
Selaput ketuban
mudah pecah
Selaput ketuban Menonjol & mudah pecah
Serviks tidak bisa menahan tekanan
Sectio Caesarea
Prosedur pembedahan
Gangguan rasa nyaman nyeri
Luka Insisi
Resiko Infeksi
Intoleransi aktifitas
Kelemahan fisik
Ansietas
Kurang informasi
D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Menurut Bobak, (2005) :
1). Aktivitas / istirahat
(a). Melaporkan kelebihan, kurang energi.
(b) Letargi, mengantung akibat anestesi.
2). Sirkulasi
(a).Tekanan Darah (TD) dapat meningkat.
(b).Kehilangan darah pada tindakan sectio caesaria mencapai
kurang lebih 600-800 ml.
(c). Perdarahan vagina mungkin ada.
3). Eliminasi
(a). Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada.
(b). Kateter urinarius mungkin terpasang.
4). Integritas ego
(a). Mungkin sangat cemas dan ketakutan.
(b). Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan
sampai ketakutan, marah dan menarik diri.
(c).Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
28
5). Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber,
misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung
kemih / adomen, efek-efek anestesi.
6). Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
7). Makanan atau cairan
Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh
anestesi).
8). Seksualitas
(a). Kehamilan multiple atau gestasi, melahirkan secara Caesarea
sebelumnya.
(b). Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
9). Pemeriksaan penunjang
(a). Hitung sel darah lengkap.
(b). Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT,
PTT, dan fibrinogen).
(c). Pemeriksaan silang darah dan enzim hati.
(d). Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen
biasanya normal atau menurun.
(e). Pemeriksaan silang darah dan enzim hati.
29
b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Bobak, (2005) :
1). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.
2). Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan.
3). Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan.
4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan nyeri.
5). Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
6). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
perawatan pasca persalinan.
7). Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
8). Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang
tidak adekuat.
c. Rencana Keperawatan
Menurut Bobak, (2005) :
1). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.
(a). Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
30
(b). Kriteria Hasil :
(1). Klien merasa nyeri berkurang/hilang.
(2). Klien tampak rileks, ekspresi wajah tenang.
(c). Intervensi :
(1). Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri.
Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri,
membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi
(misal : ileus, retensi kandung kemih).
(2). Monitor tekanan darah dan nadi.
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan
nadi meningkat.
(3). Anjurkan penggunaan tehknik nafas dalam, relaksasi dan
distraksi.
Rasional : Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan
sensori nyaman.
(4). Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
2). Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan.
(a). Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
(b). Kriteria hasil :
(1). Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, panas, nyeri,
adanya pembengkakkan, kehilangan fungsi jaringan kulit).
31
(2). Tanda-tanda vital (TTV) normal terutama suhu (36-37ºC).
(c). Intervensi :
(1). Monitor TTV.
Rasional : Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadi
infeksi.
(2). Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi
adanya pus.
(3). Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien,
teknik rawat luka dengan antisep dan antiseptik.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran
organism infeksius.
(4). Catat / pantau kadar Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit
(Ht).
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan
buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
(5). Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
32
3). Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan.
(a). Tujuan : Tidak terjadi defisit volume cairan, meminimalkan
defisit volume cairan.
(b). Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering,
Hb 12 gr/dl.
(c). Intervensi :
(1). Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu
dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan
pengganti dan menunjang intervensi.
(2). Berikan bantuan berkemih sesuai kebutuhan, misal privasi,
posisi duduk, air mengalir dalam bak, mengalirkan air
hangat di atas perineum.
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan
memudahkan upaya pengosongan.
(3). Catat munculnya mual dan muntah.
Rasional : Masa post operasi, semakin lama durasi anestesi
semakin besar resiko untuk muncul. Mual yang lebih dari
3 hari post operasi mungkin dihubungkan untuk
mengontrol rasa sakit.
33
(4). Periksa pembalut, banyaknya perdarahan.
Rasional : Pendarahan yang berlebihan dapat mengacu
pada hemoragi.
(5). Kolaborasi pemberian cairan infus yang telah hilang.
Rasional : Untuk menggantikan cairan yang hilang.
4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi
pembedahan dan nyeri.
(a). Tujuan : Klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas
sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.
(b). Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktivitas.
(c). Intervensi :
(1). Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
klien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang
berkenaan dengan aktifitas.
(2). Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus
pada waktu klien sadar.
Rasional : Pengaruh anestesi yang berlebihan.
(3). Anjurkan klien untuk istirahat.
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat
pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks.
34
(4). Bantu dalam pemeriksaan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan.
Rasional : Dapat memberikan rasa aman dan tenang pada
klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat
terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.
(5). Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan
klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses
penyembuhan dan kemampuan koping emosional.
5). Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
(a). Tujuan : Defisit keperawatan tidak terjadi.
(b). Kriteria hasil :
(1). Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
(2). Klien mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber
yang ada.
(c). Intervensi :
(1). Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan.
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan
perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus
pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
35
(2). Tentukan posisi yang tepat
Rasional : Menjaga supaya jahitan pasca-operasi tetap utuh
sampai luka kering/sembuh.
(3). Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti
flebitis.
(4). Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut,
mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal).
Rasional : Meningkatkan harga diri, meningkatkan
perasaan kesejahteraan.
(5). Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama
ambulasi).
Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun
tergantung pada bantuan professional.
(6). Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan
perawatan diri.
6). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
perawatan pasca persalinan.
(a). Tujuan : Klien dapat mengerti dan memahami cara perawatan
pasca persalinan.
36
(b).Kriteria hasil : Klien dapat belajar dan menyerap informasi
yang diberikan, dapat melakukan perawatan post partum.
(c). Intervensi :
(1). Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Penyuluhan diberikan untuk membantu
mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan
kompetensi.
(2). Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi
konsentrasi dalam menerima penyuluhan.
(3).Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan
psikologis yang normal.
Rasional : Membantu untuk mengenali perubahan normal.
(4). Diskusikan program latihan yang tepat sesuai kemampuan.
Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran
keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.
(5). Demonstrasikan tehknik-tehknik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua penguasaan tugas-tugas
baru.
37
7). Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.
(a). Tujuan : Konstipasi tidak terjadi.
(b). Kriteria hasil :
(1). Klien dapat mengerti penyebab konstipasi.
(2). Klien dapat BAB, BAB tidak keras.
(c). Intervensi :
(1). Auskultasi terhadap adanya bising usus pada kuadran ke-4.
Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian per
oral
(2). Palpasi abdomen perhatikan distensi/ketidaknyamanan.
Rasional : Menentukan pembentukan gas dan akumulasi
atau kemungkinan ileus paralitik.
(3). Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas/hari), peningkatan
diet makanan serat.
Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan
sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah
konstipasi.
(4). Kolaborasi pemberian obat pelunak feses (suppositoria).
Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik dan
membantu mengembalikan fungsi usus.
8). Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang
tidak adekuat.
(a). Tujuan : ASI dapat keluar secara lancar.
38
(b). Kriteria hasil : Ibu merasa senang bayi tidak rewel lagi, tidur
nyenyak dan ASI dapat keluar.
(c). Intervensi :
(1). Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : Menentukan untuk memberikan perawatan
yang tepat.
(2). Ajarkan tekhnik breast care menyusui yang efektif.
Rasional : Memperlancar laktasi.
(3). Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI ekslusif.
Rasional : ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
bayi secara optimal.
(4). Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya
laktasi.
(5).Ajarkan bagaimana cara memeras, menangani,
menyimpan dan memberikan ASI dengan aman.
Rasional : Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan
tetap hygienis bagi bayi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.
Depkes. 2012. Angka Kematian Ibu (AKI). (On Line), (http://www.depkes.go.id/downloads/BUKU_PANDUAN_HKN_48_TAHUN_2012_SUDAH_OKE.pdf, diakses tanggal 30 Januari 2014, 15.00 WIB).
Handayani. 2011. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Gosyen
Publishing.
Jayanti. 2008. Ketuban Pecah Dini (KPD). (On Line), (https://sites.google.com/site/etrijayantidagomez/kti-ketuban-pecah-dini-etri-jayanti_dagomez, 30 Januari 2014, jam 16.00 WIB).
Liu, David T. Y. 2008. Manual Persalinan (Labour ward Manual). Edisi :
3. Jakarta : EGC.
Manuaba I.B.G. 2008 Gawat Darurat, Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk profesi bidan, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC.
Nugroho. 2012. OBSGYN : Obstetri & Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Reeder,dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi &
Keluarga. Jakarta: EGC
Sarwono,P. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
40
Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
41