proposal iis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran
penting dalam pendidikan. Hal ini dilihat dari waktu yang digunakan dalam
pelajaran matematika disekolah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran
lainnya, serta pelaksanaan pendidikan diberikan pada semua jenjang pendidikan
yang dimulai dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Peranan matematika yang sangat penting tersebut menuntut siswa untuk
dapat menguasai konsep–konsep matematika dengan baik. Kemampuan siswa
dalam menguasai konsep–konsep matematika ini dapat dilihat dari hasil belajar
matematika siswa di sekolah. Pada umunya, siswa yang mampu menguasai
konsep–konsep matematika dengan baik, memiliki hasil belajar yang baik pula.
Sebaliknya, siswa yang memiliki penguasaan yang kurang terhadap konsep–
konsep matematika memiliki hasil belajar yang tidak maksimal. Hal ini menuntut
guru sebagai tenaga pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan sehingga dapat menarik minat siswa dan memotivasi siswa dalam
menguasai konsep-konsep matematika dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di kelas VIII-3, Jumat 18
Januari 2013 pada materi phytagoras, proses pembelajaran matematika yang
dilakukan guru matematika SMP Muhammadiyah menggunakan pendekatan
deduktif yakni cara mengajar yang penyajian materi atau topik berdasarkan
penalaran deduktif yaitu berjalan dari yang umum ke yang khusus, dari yang
1
abstrak ke yang konkrit, dari rumus atau teorema kemudian guru memberi contoh-
contoh, langkah selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang
relevan menggunakan rumus atau teorema yang telah diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika yang
mengajar di kelas VIII bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa masih
tergolong rendah, hal ini terlihat dari nilai ulangan matematika semester ganjil
tahun pelajaran 2012-2013 lebih dari 50% dari tiap-tiap kelas siswa memperoleh
nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh pihak
sekolah yaitu 70, sehingga harus dilakukan remidial (perbaikan). Guru sudah
berusaha semaksimal mungkin dalam mengajar. Namun, target untuk siswa
mendapat nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berkisar 80% dari tiap-
tiap kelas masih belum tercapai.
Salah satu materi yang penguasaan siswa tergolong rendah yaitu pada
materi bangun ruang yang berhubungan dengan menghitung luas permukaan dan
volumenya seperti kubus dan balok. Masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita pada soal bangun ruang yang diberikan
oleh guru. Berdasarkan daftar nilai ulangan harian tahun lalu pada materi kubus
dan balok menunjukan kurang dari 40% siswa yang tuntas dari tiap-tiap kelas,
sehingga harus dilakukan remidial (perbaikan) juga.
Untuk membantu memecahkan kesulitan yang dialami siswa diatas,
peneliti menggunakan pendekatan induktif yang merupakan kebalikan dari
pendekatan deduktif. Pendekatan induktif adalah suatu cara mengajar yang
penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif, yaitu
2
berjalan dari yang konkrit ke abstrak atau dari yang khusus ke umum dan dari
contoh-contoh menuju ke umum. Pada hakikatnya, ciri atau karakteristik
matematika adalah berpola pikir deduktif, namun dalam pembelajaran matematika
disekolah terutama di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih sangat
diperlukan penggunaan pola pikir induktif. Pola pikir induktif digunakan
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa
dan sebagai salah satu bentuk usaha guru dalam mengurangi sifat abstrak dari
objek matematika itu sendiri sehingga memudahkan siswa memahami pelajaran
matematika disekolah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Materi Kubus dan Balok Pada
Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah Palangka Raya Antara Pembelajaran
Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif .”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitan
adalah sebagai berikut.
1. Hasil belajar matematika siswa kelas VIII belim maksimal.
2. Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal-
soal yang berkaitan dengan menghitung luas permukaan dan volume kubus
dan balok.
3. Guru menetapkan siswa mendapat nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) berkisar 80% dari tiap-tiap kelas masih belum tercapai.
3
4. Pemahaman terhadap materi ini sangat penting karena akan berkaitan dengan
materi selanjutnya yaitu bangun ruang prisma dan limas.
5. Guru belum pernah menerapkan pendekatan induktif disekolah.
1.3 Pembatasan masalah
Agar ruang lingkup penelitian tidak meluas, peneliti memandang perlu
adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu peneliti memiliki batasan sebagai
berikut.
1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan deduktif pada kelas kontrol dan pendekatan induktif pada kelas
eksperimen.
2. Materi yang diajarkan pada sub pokok bahasan luas permukaan dan volume
kubus dan balok.
3. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini hanya pada aspek kognitif.
4. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut: ”Apakah hasil belajar materi kubus dan balok di
kelas VIII SMP Muhammadiyah Palangka Raya yang diajarkan menggunakan
pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan menggunakan pendekatan
deduktif .”
4
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar materi kubus dan balok pada
siswa kelas VIII SMP Muhammdiyah Palangka Raya yang diajarkan
menggunakan pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan
menggunakan pendekatan deduktif.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi sekolah tempat penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk pengembangan program pengajaran matematika disekolah.
2. Bagi guru mata pelajaran matematika dapat digunakan sebagai informasi
untuk bahan pertimbangan dalam memilih pendekatan pembelajaran
matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
3. Bagi peneliti berikutnya, sebagai sarana informasi dan acuan bagi peneliti
selanjutnya.
5
H GE F
D C
A B
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Analisis Teoritis dan Penelitian yang Relevan
2.1.1 Luas Permukaan dan Volume Balok dan Kubus
Gambar di samping merupakan salah
benda yang berbentuk balok. Balok adalah prisma
persegipanjang siku-siku (Kohn, 2003: 150).
Jadi, balok adalah bangun ruang yang memiliki
tiga pasang sisi berbentuk persegi panjang yang Gambar 1. Kayu
setiap pasangnya kongruen.
Gambar 2. Balok
Balok kayu di atas dipresentasikan ke dalam bentuk bayangan visual
gambar. Kemudian dipresentasikan lagi ke dalam bentuk simbol yakni setiap titik
sudut diberi simbol huruf. Sehingga gambar tersebut dinamakan balok
ABCD.EFGH (dapat dilihat pada gambar 2).
6
BA
CD
E
G
F
H
Hal ini berlaku pula untuk kubus, seperti pada
gambar disamping, biasanya kita kenal dengan nama dadu.
Kubus merupakan prisma bujur sangkar siku-siku yang
semua rusuk-rusuknya mempunyai panjang yang sama
(Kohn, 2003: 152). Jadi, kubus adalah bangun
ruang yang memiliki 6 sisi berbentuk persegi Gambar 3. Dadu
yang kongruen.
Gambar 4. Kubus
Gambar 4 tersebut dipresentasikan ke dalam bentuk bayangan visual gambar.
Kemudian dipresentasikan lagi ke dalam bentuk simbol yakni setiap titik sudut
diberi simbol huruf. Sehingga gambar tersebut dinamakan kubus ABCD.EFGH
(dapat dilihat pada Gambar 4).
1. Luas Permukaan Balok dan Kubus
Perhatikan gambar kubus ABCD.EFGH serta salah satu contoh jaring-
jaringnya. Jaring-jaring kubus merupakan rentangan dari permukaan kubus.
Sehingga untuk menghitung luas permukaan kubus sama dengan menghitung luas
jaring-jaringnya.
7
H GE F
D C
A B
D HH G
A E F GE F
D C
A B
H GD C G H D
A B F E A
E F
Balok Balok dengan beberapa sudut terpotong Jaring-jaring balok
ppp
l
lltt
t
Gambar 5. Balok dan Jaring-jaringnya
Sebuah balok memiliki tiga pasang sisi berupa persegi panjang. Setiap sisi
dan pasangannya saling berhadapan, sejajar, dan kongruen (sama bentuk dan
ukurannya). Ketiga pasang sisi tersebut adalah:
(i) Sisi atas dan bawah. Jumlah Luas = 2 × (p × l)
(ii) Sisi depan dan belakang. Jumlah luas = 2 × (p × t)
(iii) Sisi kanan dan kiri. Jumlah luas = 2 × (l × t)
Sehingga luas permukaan balok adalah total jumlah ketiga pasang sisi-sisi
tersebut.
L = 2 × (p × l) + 2 × (p × t) + 2 × (l × t)
= 2 {(p × l) + (p × t) +(l × t)} (Fadjar, 2009)
Dengan L = Luas permukaan balok
p = panjang balok
l = lebar balok
t = tinggi balok
8
H GE F
D C
A B
HH H G
E E GE F F
D C
A B
H G
H D C G H
E A B F E
E FKubus Kubus dengan beberapa Jaring-jaring kubus
rusuk terpotong
s
s
s ss
s
s
BALOK
Bagian Lebar =3 balok satuan
Bagian Panjang = 5 balok satuan
Bagian Tinggi = 4 balok satuan
Gambar 6. Kubus dan Jaring-jaringnya
Gambar 6 menunjukkan sebuah kubus yang panjang setiap rusuknya adalah s.
Sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama panjang. Keenam
sisi tersebut adalah sisi ABCD, ABFE, BCGF, EFGH, CDHG, dan ADHE.
Karena panjang setiap rusuk kubus s, maka luas setiap sisi kubus = s . s = s2.
Dengan demikian, luas permukaan kubus = 6s2.
2. Volume Balok dan Kubus
Untuk menentukan volume kubus (V). Perhatikan gambar 7 berikut ini
9
L = 6s2, dengan L = luas permukaan kubus
s = panjang rusuk kubus, (Fadjar, 2009)
Banyaknya balok satuan pada balok
Banyaknya balok satuan pada bagian
panjang
5 balok satuan 3 balok satuan ……………
Volume balok
4 balok satuan
Banyaknya balok satuan pada bagian
lebar
Banyaknya balok satuan pada bagian
tinggi
Volume balok
60 balok satuan
Pada gambar datas menunjukkan beberapa balok satuan dimasukkan ke dalam
balok besar sampai penuh (disusun teratur). Kemudian hitung banyaknya balok
satuan tersebut pada bagian yang menunjukkan panjang, lebar, dan tinggi, serta
hitung pula jumlah seluruh balok satuan yang ada pada balok besar. Banyaknya
balok satuan pada bagian panjang adalah 5 balok satuan, pada bagian lebar = 3
balok satuan, pada bagian tinggi = 4 balok satuan, dan jumlah seluruh balok
satuan yang ada pada balok besar adalah 60 balok satuan. Jika banyaknya balok
satuan yang ada pada balok besar adalah volume balok tersebut, maka:
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa banyaknya balok satuan
yang ada pada balok besar tidak sama walaupun balok-balok satuan tersebut
disusun di tempat yang sama (balok besar). Sehingga menyebabkan volume kedua
balok besar tersebut berbeda. Hal ini dikarenakan ukuran panjang balok satuan
pada kedua gambar tersebut berbeda. Jadi, untuk menentukan volume balok (V)
perlu memperhatikan bagian panjang (p), lebar (l), maupun tinggi (t) yang
dirumuskan sebagai berikut.
.
10
V = panjang lebar tinggi
= p l t (Fadjar, 2009)
km3
x 1000
x 1000
x 1000
x 1000
x 1000
x 1000
hm3
dam3
m3
dm3
cm3
mm3
1 ml = 1 cm3 = 1 cc1 liter = 1 dm3
KUBUS
bagian panjang = 3 kubus satuan
bagian tinggi = 3 kubus satuan
bagian lebar = 3 kubus satuan
Hubungan antara satuan volume yang satu dengan yang lainnya dapat ditunjukkan
sebagai berikut.
Untuk menentukan volume balok (V). Perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 8. Aplikasi Kubus
11
Banyaknya kubus satuan pada kubus besarBanyaknya kubus satuan pada bagian panjang
3 kubus satuan 3 kubus satuan Volume kubus 3 kubus satuan
Banyaknya kubus satuan pada bagian lebarBanyaknya kubus satuan pada bagian tinggi
Volume kubus 27 kubus satuan
Gambar diatas menunjukkan beberapa kubus kecil (kubus satuan) dimasukkan ke
dalam kubus besar sampai penuh (disusun teratur). Kemudian hitung banyaknya
kubus satuan tersebut pada bagian yang menunjukkan panjang, lebar, dan tinggi,
serta hitung pula jumlah seluruh kubus satuan yang ada pada kubus besar. Bagian
panjang = bagian lebar = bagian tinggi = rusuk. Jika banyaknya kubus satuan yang
ada pada kubus besar adalah volume kubus tesebut, maka:
Jadi, diperoleh rumus volume kubus (V) dengan bagian panjang = bagian lebar =
bagian tinggi = rusuk (s) sebagai berikut.
V = rusuk rusuk rusuk
= s s s
= s3 (Fadjar, 2009)
2.1.2 Hasil Belajar Balok dan Kubus
Sanjaya (2010: 107) menyatakan “belajar adalah proses berfikir.” Belajar
berfikir menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui
interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses
pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan
materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk
12
memperoleh pengetahuannya sendiri. Abdillah dalam Aunurrahman (2009: 35)
berpendapat “belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan
lingkungannya”.
Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dengan hasil belajar siswa. “Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya, yang pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.” (Sudjana, 2010: 22).
Hasil belajar siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan pembelajaran
yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan
guru sebagai perencana belajar mengajar. Untuk itu guru dituntut menguasai
taksonomi hasil belajar yang selama ini dijadikan pedoman dalam perumusan
tujuan pembelajaran yang tidak asing lagi bagi setiap guru dimanapun ia bertugas.
Hasil belajar yang dimaksudkan adalah penguasaan materi menghitung
luas permukaan dan volume balok dan kubus oleh siswa setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dan
merupakan hasil evaluasi (pengukuran dan penilaian). Jadi hasil belajar dalam
penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal-
soal yang berkaitan dengan materi luas permukaan dan volume balok dan kubus
yang dilihat dari arah kognitifnya. Tingkat pemahaman konsep yang diberikan
kepada siswa pada saat mengajarkan matematika harus sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Oleh sebab itu, guru harus mengetahui tingkat perkembangan
13
intelektual siswa dan bagaimana proses pembelajaran yang harus dilakukan sesuai
tahap perkembangan intelektual siswa tersebut agar siswa tidak mengalami
kesulitan dan mampu menyerap materi yang diberikan.
2.1.3 Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dipandang sebagai upaya dalam strategi yang
dapat memperjelas arah strategi yang ditetapkan, sering kali juga disebut sebagai
kebijaksanaan guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dikenal dua
penekanan pengertian pendekatan, khususnya dalam pembelajaran matematika,
yaitu: (1) Pendekatan Materi (Material Approach) dan (2) Pendekatan
Pembelajaran (intructional Approach). Keduanya dapat dimaksudkan untuk
mempermudah siswa memahami materi pelajaran. “Macam-macam pendekatan
pembelajaran yaitu pendekatan spiral, pendekatan formal, pendekatan informal,
pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan analitik, pendekatan
sintetik, dan pendekatan intuitif” (Anitah & Manoy, 2007: 9.6).
2.1.3.1 Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris
Perancis Bacon, yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada
fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin. Pendekatan induktif dimulai dengan
bermacam-macam contoh. Dari contoh tersebut siswa mengerti keteraturan dan
kemudian mengambil keputusan yang bersifat umum. Guru biasanya menciptakan
suasana aktif belajar dengan mendorong siswa mengadakan pengamatan dan
memfokuskan pengamatan melalui pertanyaan-pertanyaan. Biasanya
pembelajaran ini dilakukan dengan cara eksperimen, diskusi, dan demonstrasi.
14
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sagala (2010: 77) yang mengatakan dalam konteks pembelajaran pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau aturan. Sedangkan pendekatan induktif adalah cara mengajar yang penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif, yaitu berjalan dari yang konkrit ke abstrak atau dari yang khusus ke umum. Pendekatan ini adalah pendekatan yang digunakan untuk menyusun rumus umum dengan bantuan contoh-contoh konkrit untuk menurunkan/menduga rumus umum tersebut (Anitah & Manoy, 2010: 9.7).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
induktif adalah pendekatan pengajaran berdasarkan penalaran induktif yang
berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat
disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.
Menurut Sagala (2010: 77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:
1. Memilih dan mementukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum,
prinsip dan sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.
2. Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum
itu sehingga memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara)
yang bersifat umum.
3. Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan
tujuan membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.
4. Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan
umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik
dilakukan oleh guru atau oleh siswa.
Suatu pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pendekatan induktif adalah:
15
1. Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :
a. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau
menemukan sendiri suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih
baik.
b. Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau
terjadi keraguan mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih
awal.
c. Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
2. kekurangan dari pendekatan induktif antara lain :
a. Memerlukan banyak waktu.
b. Kadang-kadang hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif.
c. Sifat dan rumus yang diperoleh masih memerlukan latihan atau aplikasi
untuk memahaminya.
d. Secara matematik (formal) sifat atau rumus yang diperoleh dengan
pendekatan induktif masih belum menjamin berlaku umum.
2.1.3.2 Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif.
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran
tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan
teori. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru
mentransfer informasi atau pengetahuan.
Menurut Anitah (2010: 9.8) berpendapat bahwa pendekatan deduktif adalah cara mengajar yang penyajian materi atau topik berjalan dari yang umum ke yang khusus, dari yang abstrak ke yang konkrit, atau dari definisi, rumus atau teorema selanjutnya guru memberi contoh-contoh, langkah selanjutnya
16
siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang relevan menggunakan rumus atau teorema yang telah diberikan. Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76), pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum ke keadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.
Dari penjelasan beberapa teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendekatan deduktif adalah proses menggeneralisasikan suatu aturan berdasarkan
penalaran deduktif yaitu cara penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum
ke hal-hal yang bersifat khusus.
Menurut Sagala (2010: 76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam
pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah
1. Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan
deduktif,
2. Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan bukti
dan contoh-contohnya,
3. Guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun
hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,
4. Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan
bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran pendekatan deduktif adalah
sebagai berikut:
1. Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:
a. Tidak memerlukan banyak waktu.
17
b. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam
soal-soal atau masalah yang konkrit.
2. Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:
a. Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam
pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep
setelah disajikan berbagai contoh.
b. Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna
siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh
guru.
c. Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan
deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep matematika dari
guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.
2.1.4 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan yang menggunakan pendekatan induktif yang
diantaranya adalah
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rubitah (2006) yang menyimpulkan bahwa
dari hasil tes awal dan tes akhir penguasaan siswa terhadap materi mengalami
peningkatan yaitu dengan tingkat penguasaan adalah tinggi dengan nilai rata-
rata siswa dari 33,48 menjadi 75,68.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nirmala (2007), menyimpulkan bahwa
prestasi belajar siswa meningkat, hal ini dapat diketahui dari peningkatan
rata-rata kelas tes II dibandingkan dengan rata-rata kelas tes I yaitu dari 72,79
18
meningat menjadi 88,87. Selain itu, lebih dari 75% (92,3%) dari
seluruh siswa telah tuntas belajar dan memperoleh nilai minimal 70.
2.2 Kerangka Berfikir
Sampai saat ini, kenyataan yang terjadi dilapangan bahwa masih banyak
siswa yang kesulitan dalam belajar matematika. Terdapat siswa yang menyenangi
matematika hanya pada tahap permulaan saja, yakni ketika mereka mengenal
matematika yang sederhana, makin tinggi sekolahnya, makin sukar matematika
yang dipelajarinya makin kurang minatnya. Siswa beranggapan matematika itu
sulit, salah satunya ketika siswa diberikan soal-soal yang berbeda atau tidak
relevan dengan contoh soal yang dijelaskan, mereka tidak bisa menyelesaikannya.
Hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa.
Hasil belajar dan proses belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain,
sebab hasil belajar yang dsicapai siswa merupakan akibat dari proses
pembelajaran yang ditempuh (pengalaman belajarnya). Guru sebagai manager of
learning (pengolola belajar) harus senantiasa siap membimbing dan membantu
siswa untuk mencapai hasil yang optimal. Peran guru sangat penting dalam proses
pembelajaran, yaitu memilih pendekatan yang tepat untuk proses pembelajaran
agar dapat mencapai hasil yang optimal.
Pendekatan induktif adalah cara penyajian materi yang dilakukan oleh
guru yang dimulai dari contoh-contoh yaitu hal-hal khusus, selanjutnya secara
bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Kesimpulan itu dapat berupa definisi, teorema, atau aturan dalam matematika.
Sedangkan pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif.
19
Pendekatan ini berproses dari umum ke khusus, dari definisi, teorema, atau aturan
dalam matematika yang diikuti dengan contoh-contoh atau penerapannya.
Selanjutnya diberikan soal-soal yang relevan dengan aturan yang telah diberikan.
Penerapan pendekatan yang berbeda dalam proses pembelajaran
memungkinkan timbul hasil belajar yang berbeda pula. Berdasarkan paparan
tersebut yang didasari oleh kajian teori serta penelitian yang relevan, dapat diduga
bahwa hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok yang diajarkan
menggunakan pendekatan induktif lebih besar daripada yang diajarkan dengan
pendekatan deduktif.
2.3 Pengajuan Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah “Hasil belajar siswa
pada materi kubus dan balok yang diajarkan menggunakan pembelajaran
pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan pembelajaran pendekatan
deduktif.”
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini digunakan penelitian kuantitatif dengan metode
penelitian eksperimen semu. Penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada
tidaknya akibat dari “sesuatu” yang digunakan pada subjek selidik. Dengan kata
lain, penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat
dengan cara membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberikan
perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima
perlakuan. Perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran
pendekatan induktif pada kelas eksperimen. Pada akhir eksperimen, hasil pada
kedua kelompok dibandingkan. Perbedaan hasil akan merupakan efek dari
pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen.
3.2 Rancangan Penelitian
3.2.1 Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas berupa pembelajaran dengan pendekatan induktif dan
deduktif. Sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar matematika siswa.
3.2.2 Desain Penelitian
Adapun desain penelitian eksperimen ini adalah posttest only control
design yang digambarkan pada gambar berikut.
21
Gambar 9. Desain Penelitian
Dimana:
R = Random
X = Perlakuan pembelajaran pendekatan induktif
O1,2 = Posttest
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan variabel yang terdapat
dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa definisi berikut :
1. Pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran berdasarkan penalaran
induktif yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus
kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.
2. Pendekatan deduktif adalah adalah proses menggeneralisasikan suatu aturan
berdasarkan penalaran deduktif yaitu cara penarikan kesimpulan dari hal yang
bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
3. Hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
kubus dan balok setelah menerima pelajarannnya.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah Palangka Raya Tahun ajaran 2012/2013. Adapun kelas VIII
22
R X O1
R O2
tersebut terdiri dari 5 (lima) kelas yaitu VIII-1, VIII-2, VIII-3, VIII-4, VIII-5.
Tabel 3
Populasi Siswa Kelas VIII
Kelas Jumlah Siswa
VIII-1
VIII-2
VIII-3
VIII-4
VIII-5
35
32
33
32
32
Total 164
Sumber: TU SMP Muhammadiyah Palangkaraya
3.4.2 Sampel
Pada penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel, yaitu satu kelas
eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran pendekatan
induktif dan satu kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran pendekatan
deduktif. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Cluster
yang dimaksud adalah kelas-kelas yang menjadi bagian dari populasi dan diambil
secara random/acak, dengan pertimbangan siswa mendapat materi berdasarkan
kurikulum yang sama, siswa duduk pada kelas yang sama, penggunaan model,
pendekatan dan metode pembelajaran yang sama , serta tidak ada kelas unggulan
dalam populasi. Sehingga semua kelas pada populasi mempunyai peluang yang
sama untuk terambil menjadi sampel. Cara sampling yang digunakan adalah
dengan cara undian yaitu sebagai berikut:
23
1. Kelima kelas yang akan dipilih menjadi anggota sampel ditulis pada masing-
masing kertas.
2. Kertas tersebut digulung kemudian dimasukan kedalam kotak, setelah
dikocok kemudian diambil dua kelas, kelas tersebutlah digunakan sebagai
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.5 Instrumen Penelitian
Proses pengambilan data diperoleh dengan pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti dan tes akhir.
3.5.1 Pengembangan Instrumen Tes Akhir
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes tertulis
berbentuk pilihan ganda. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam
menyusun instrumen penelitian yaitu:
1. Mengidentifikasi materi yang diajarkan.
2. Menyusun kisi-kisi butir soal yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 matematika.
3. Menyusun butir soal berdasarkan kisi-kisi yang ada .
4. Instrumen diujicobakan pada kelas lain yang tidak termasuk kelas sampel.
5. Menganalisis data hasil uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas soal.
6. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan langkah 5.
7. Satu jawaban benar skornya 1 dan jawaban salah skornya 0, dengan skor
maksimal 25 dan minimal 0.
24
Di bawah ini adalah kisi-kisi instrumen tes yang digunakan untuk
menyusun instrumen tes akhir.
Tabel 4.
Kisi-Kisi Instrumen
Satuan Pendidikan : SMP
Kelas/Semester : VIII/ Genap
Mata Pelajaran : Matematika
Acuan : KTSP
Bentuk Soal : Uraian
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit
Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
IndikatorBanyak
soal5.3 Menghitun
g luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas
Kubus dan Balok
5.3.1 Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan kubus
5.3.2 Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan balok
5.3.3 Menggunakan rumus untuk menghitung volume kubus
5.3.4 Menggunakan rumus untuk menghitung volume balok
5
5
8
7
Berikut contoh soal beserta pedoman penskron:
Soal:
1. Sebuah kubus panjang rusuknya 2,5 cm. Luas permukaan kubus itu adalah . . .
a. 35,5 cm2
b. 36,5 cm2
c. 37,5 cm2
d. 38,5 cm2
25
Diketahui : Panjang rusuk = 2,5cm
Ditanya : Luas permukaan =.....?
Penyelesaian : L = 6s2
= 6s2
= 6 × (2,5)2
= 6 × 6,25
= 37,5 cm2
Jawaban = C.................................................................... 1
3.5.2 Validitas Instrumen
“Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2012: 121). Sebelum instrumen digunakan
sebagai alat ukur yang berguna untuk mendapatkan data posttest, maka instrumen
tersebut harus valid dengan uji coba instrumen dilakukan terhadap kelas lain yang
bukan merupakan kelas sampel. Dalam menguji validitas instrumen dilakukan
analisis butir soal yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang
baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Analisis butir soal dilakukan dengan
menghitung Indeks Kesukaran (IK) dan Daya Pembeda (DP).
“Indeks kesukaran (difficulty indeks) suatu butir soal didefinisikan sebagai
proporsi atau presentase subjek yang menjawab butir soal tertentu dengan benar.”
(Rasyid & Mansur: 2007: 223). Untuk menentukan IK soal pilihan ganda
digunakan rumus berikut:
IK =mean
skor maksimum ; Mean =
jumlah skor siswa pada tiap soaljumlah siswa
26
Kriteria Indeks Kesukaran (IK)
Soal dengan 0,00 ≤ IK 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan 0,30 ≤ IK 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan 0,70 ≤ IK ≤ 1,00 adalah soal mudah
“Daya Pembeda (DP) soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai”
(Rasyid & Mansur, 2007: 235). Untuk menentukan Daya Pembeda (DP) soal
pilihan ganda digunakan rumus sebagai berikut:
DP = mean kelompok atas−mean kelompok bawa h
skor maksimum
Dengan:
Mean Kelompok Atas = jumla hskor siswakelompok atas pada tiap soal
Banyak siswa kelompok atas
Mean Kelompok Bawah = jumla h skor siswakelompok bawa h padatiap soal
B anyak siswakelompok bawa h
Kriteria Daya Pembeda (DP) yaitu:
−1,00 ≤ DP < 0,00: soal digolongkan sangat jelek
0,00 ≤ DP < 0,20: soal digolongkan jelek
0,20 ≤ DP < 0,40: soal digolongkan cukup
0,40 ≤ DP < 0,70: soal digolongkan baik
0,70 ≤ DP ≤ 1,00: soal digolongkan baik sekali
27
Kriteria soal yang valid dalam penelitian ini adalah jika soal berkriteria
indeks kesukaran mudah, sedang dan sukar, dengan rentang 0,30 ≤IK 0,70 dan
mempunyai daya pembeda berkriteria baik dengan rentang DP 40.
3.5.3 Reliabilitas Instrumen Penelitian
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menguji reliabilitas instrumen
penelitian berupa tes bentuk pilihan ganda dapat digunakan rumus Hoyt
(Arikunto, 2010: 234) yaitu sebagai berikut:
r11=1−
V s
Vr
Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
Vr = Varians responden
Vs = Varians sisa
Kriteria reliabelitas yaitu:
r11 ≥ 0,70 tes dinyatakan reliable
r11 ¿ 0,70 tes dinyatakan tidak reliabel
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pengamatan dan tes akhir. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengumpulan data, yaitu:
1. Persiapan
28
a. Menentukan kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan
menggunakan cluster sampling yang terlebih dahulu ditentukan sampel
minimalnya.
b. Menyusun kisi-kisi instrumen.
c. Menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi.
d. Melaksanakan uji coba soal pada kelas uji coba.
e. Memeriksa dan menganalisis uji coba instrumen untuk mengetahui validitas
dan reliabilitas instrumen.
f. Menetapkan soal yang dapat digunakan untuk pengambilan data.
2. Pelaksanaan pengumpulan data
a. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan
induktif pada kelas eksperimen dan pendekatan deduktif pada kelas control.
b. Mengadakan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas control.
3. Pengolahan data hasil penelitian
a. Memberikan skor pada masing-masing sampel.
b. Analisis data hasil penelitian (uji hipotesis hasil penelitian).
c. Menarik kesimpulan.
3.7 Teknik Analisa Data
3.7.1 Uji Keseimbangan
Untuk menguji hipotesis digunakan uji perbedaan dua rata-rata. Nilai rata-
rata diperoleh dari tes akhir setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda.
Namun sebelum itu kemampuan awal kedua kelompok sampel di uji terlebih
29
dahulu dengan menggunakan uji-t. Adapun hipotesis statistik uji kemampuan awal
tersebut adalah :
H0 = kemampuan awal kedua kelompok sampel sama.
Ha = kemampuan awal kedua kelompok sampel berbeda.
Ho : μ1=μ2
Ha :μ1 ≠ μ2
μ1= rata-rata hasil ulangan umum matematika siswa yang akan diajarkan
menggunakan pembelajaran pendekatan induktif.
μ2 = rata-rata hasil ulangan umum matematika siswa yang akan diajarkan
menggunakan pembelajaran pendekatan deduktif.
Dengan kriteria penerimaan H0¿ t
(1−12
α )< thitung <t(1− 1
2α )
Selanjutnya hipotesis dalam penelitian ini dapat diuji dengan
menggunakan uji-t . Adapun hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:
H0= hasil belajar matematika siswa pada materi balok dan kubus yang
diajarkan menggunakan pembelajaran pendekatan induktif sama dengan
siswa yang diajarkan dengan pendekatan deduktif.
Ha= hasil belajar matematika siswa pada materi balok dan kubus yang
diajarkan menggunakan pembelajaran pendekatan induktif lebih baik
dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pendekatan deduktif.
Ho : μ1 ≤ μ2
Ha :μ1>μ2
μ1= rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan
pembelajaran pendekatan induktif.
μ2 = rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan
30
pembelajaran pendekatan deduktif
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji t sebagai berikut:
t =
x1−x2
s √ 1n1
+ 1n2
dengan
s2= (n1−1 ) s1
2+(n2−1)s22
n1+n2−2 (Sudjana, 2005: 239)
Keterangan :
t = signifikansi koefisien
x1 = mean dari kelompok 1
n1 = jumlah sampel dari kelompok 1
s1 = standar deviasi kelompok 1
x2 = mean dari kelompok 2
n2 = jumlah sampel dari kelompok 2
s2 = standar deviasi kelompok 2
Kriteria pengujian yang berlaku adalah Ho diterima jika t < , di
mana didapat dari daftar distribusi t dengan taraf nyata (taraf signifikan)
= 0,05, derajat kebebasan = (n1 + n2 2). Untuk harga-harga t lainnya Ho ditolak
dan Ha diterima (Sudjana, 2005: 243).
3.8 Uji Persyaratan Analisis
Sebelum menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan pengujian
normalitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji normal atau tidaknya
31
distribusi data pada kelompok sampel. Uji normalitas ini menggunakan rumus Chi
Kuadrat, yaitu untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh dari nilai tes
masing-masing kelompok siswa tersebut (Sugiyono, 2011 : 107). Rumus Chi
Kuadrat tersebut adalah :
χ2=∑ (f o−f h)2
f h
Keterangan :
χ2 = Nilai Chi Kuadrat
f o = Frekuensi observasi (hasil observasi)
f h = Frekuensi harapan
Kriteria pengujian adalah membandingkan nilai xhitung2 dengan x tabel
2 pada
taraf signifikan 5 % dengan derajat kebebasan dk (n - 1) yaitu:
1. Jika harga χhitung2 ≤ χ tabel
2 , berarti data berdistribusi normal.
2. Jika harga χhitung2 > χ tabel
2 ,, berarti data tidak berdistribusi normal.
Untuk mencari variannya digunakan Rumus Fisher berikut (Sugiyono, 2011:
57).
s2 =∑ (x i−x )2
n−1
Keterangan:
s2 = varian sampel
x i = data kelompok ke- i
x❑ = rata-rata
n = jumlah sampel
32
i=1
Untuk mengetahui homogen atau tidaknya kedua varians digunakan uji
homogenitas dengan rumus uji F (Sugiyono, 2011: 140) sebagai berikut:
F= varian besarvarian kecil
Keterangan:
F = Koefisien Ftes
Kriteria :
- Fhitung≤ Ftabel, maka kedua variansi tersebut homogen.
- Fhitung>F tabel, maka kedua variansi tersebut tidak homogen.
Fh itungpada dk pembilang (n1−1 ) dan dk penyebut (n2−1 ) dengan taraf
signifikan 5 %.
Apabila data tersebut tidak berdistribusi normal, maka analisis tes akhirnya
menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Uji tersebut
menggabungkan kedua sampel dan membuat peringkat atas semua hasil
pengamatan dari yang paling kecil hingga paling besar. Rumus yang digunakan
adalah (Daniel, 1989: 108):
T = S−
n1(n1+1 )2
Dengan S adalah jumlah peringkat hasil-hasil pengamatan yang merupakan
sampel dari populasi. Apabila n1 dan n2 lebih besar dari 20, maka pendekatan
kurva normal rumus z dapat digunakan:
zhitung =
T−n1 n2
2
√ n1 n2(n1+n2+1 )12
Dimana :
33
T = Statistik uji
n1 = besar sampel kelompok eksperimen
n2 = besar sampel kelompok kontrol
Kriteria pengujian adalah Ha diterima jika zhitung>z 1
2(1−α), dimana z 1
2(1−α)
didapat dari daftar distribusi z dengan taraf signifikan α= 0,05. Untuk harga-harga
z lainnya Ha ditolak dan Ho diterima.
34