proposal penelitian skizofrenia
DESCRIPTION
skizo ikmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat
yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang menimbulkan
masalah baik medik, psikologik, maupun sosial yang dapat menimbulkan
disfungsi sosial, pekerjaan, maupun perawatan diri.1,2
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat
dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya.3,4
1
Skizofrenia adalah kumpulan gejala yang bermanifestasi sebagai
gangguan yang masif pada proses pikir, mood, dan tingkah laku. Penyakit
ini dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Walaupun demikian beberapa
referensi menyebutkan adanya beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan pada penderita skizofrenia, antara lain kultur, umur dan
jenis kelamin. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995
menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75%
Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan
ini penuh stresor. 3,5
I. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan referensi dan latar belakang yang telah disebutkan
terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pada penderita
skizofrenia, antara lain ras, umur, jenis kelamin,status perkawinan, jenis
pekerjaan dan tingkat pendidikan formal.
Luasnya cakupan penderita skizofrenia dan adanya tendensi
peningkatan jumlah penyakit ini dari tahun ke tahun membuat penulis
tertarik untuk meneliti karakteristik penderita skizofrenia.
I. 3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi populasi dalam periode
Januari- Mei 2013 serta lokasi pengambilan populasi dan sampel (pasien
yang di rawat inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan) serta beberapa faktor yang dianggap akan memberikan gambaran
2
khas tentang penderita skizofrenia, yaitu umur, jenis kelamin, suku,
pekerjaan, status perkawinan, tingkat pendidikan formal yang dimiliki
I. 4 Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita skizofernia
yang dirawat inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut golongan
umur.
b. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut jenis kelamin.
c. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut suku.
d. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut status
perkawinan dan ada/tidaknya anak dalam keluarga.
e. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut jenis
pekerjaan.
f. Untuk mengetahui distribusi penderita skizofrenia menurut tingkat
pendidikan formal yang dijalani.
3
I. 5 Manfaat penelitian
Penulis berharap agar sekiranya hasil penelitian ini dapat
memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain:
1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum kepada
masyarakat tentang karakteristik penderita skizofrenia, yang mungkin
dapat memperbaiki sikap dan pola pikir mereka terhadap penderita
skizofrenia.
2. Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, diharapkan agar
hasil penelitian ini dapat memberi masukan yang berarti bagi penanganan
pasien skizofrenia.
3. Instansi kesehatan lainnya, sebagai suatu bahan masukan demi
meningkatkan mutu pelayanan serta perbaikan program penanganan pasien
skizofrenia.
4. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan,
ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
5. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga penelitian ini dapat menjadi
pembelajaran yang berharga terutama untuk perkembangan keilmuan
peneliti.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Gambaran Umum
Konsep gangguan jiwa adalah bahwa gangguan jiwa adalah suatu
sindrom atau pola perilaku atau psikologis seseorang yang secara klinis
cukup bermakna dan dihubungkan dengan suatu gejala penderitaan atau
disability atau dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan,
disability, atau kehilangan kebebasan. Dari konsep tersebut di atas, dapat
dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan jiwa didapatkan butir-butir:1
1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa:
a. Sindrom atau pola perilaku
b. Sindrom atau pola psikologis
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, antara lain dapat
berupa rasa nyeri, rasa tidak nyaman, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disability dalam kehidupan
aktivitas sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan
diri dan kelangsungan hidup.
Berdasarkan ICD-10 1992 yang diterbitkan oleh WHO yang
dimuat dalam PPDGJ III, penyakit ini diklasifikasikan dalam gangguan
5
mental psikotik, chapter F20-29 yaitu skizofrenia, gangguan skizotipal dan
gangguan waham, nomor F20 yaitu skizofrenia1
II. 2 Epidemiologi
1. Internasional
Prevalensi skizofrenia adalah sekitar 1% di seluruh dunia. Studi
internasional telah menemukan bahwa orang dengan skizofrenia yang
tinggal di negara-negara berkembang memiliki prognosis yang lebih baik
daripada mereka yang tinggal di negara-negara dengan derajat yang lebih
tinggi di daerah perindustrian6
2. Mortalitas/Morbiditas
Orang dengan skizofrenia memiliki risiko untuk bunuh diri sebesar 10%.
Kematian juga meningkat karena penyakit medis, karena kombinasi dari
gaya hidup yang tidak sehat, efek samping obat, dan perawatan kesehatan
yang menurun.6
3. Ras
Belum diketahui perbedaan ras dalam prevalensi skizofrenia. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia didiagnosis lebih sering pada
orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih. Temuan ini telah
dikaitkan dengan bias budaya dari para praktisi.6
4. Jenis kelamin
6
Meskipun keseluruhan rasio hampir sama, laki-laki cenderung memiliki
onset awal dari perempuan7
5. Umur
Usia puncak onset adalah 10 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35
tahun bagi perempuan. Tidak seperti pria, wanita menampilkan distribusi
usia bimodal, dengan puncak kedua terjadi pada usia pertengahan. Sekitar
3 sampai 10 persen wanita dengan skizofrenia hadir dengan onset penyakit
setelah usia 40. Penelitian tentang karakteristik pasien skizofrenia juga
pernah dilakukan di RS Grhasia Yogyakarta pada periode 2007-2009 dan
didapatkan kelompok terbanyak penyakit skizofrenia pada pada tahun
2007,2008, dan 2009 berusia antara 31-50 tahun, mencapai 50 persen.
Pasien berusia 51-80 tahun, merupakan kelompok usia yang paling sedikit
mengalami skizofrenia dengan persentase 9 %. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa kelompok usia 31-50 tahun merupakan jumlah
terbanyak pasien skizofrenia di RS Grhasia.8,9
II. 3 Etiologi Skizofrenia
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri
hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari
hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang
pancaindra). 3
7
Skizofrenia memiliki dasar kelainan organis, dengan pengaruh
factor keturunan yang tinggi. Faktor-faktor yang dianggap berperan
sebagai etiologi skizofrenia adalah:10
1. Faktor neurobiologis
a. CT scan dan MRI menunjukkan adanya pembesaran ventrikel dan
sulci serta atropi pada daerah limbus dan thalamus. Perubahan
anatomis ini lebih sering didapatkan pada pria
b. Selama pemeriksaan kognitif, pemeriksaan fungsi radiologis
menunjukkan penurunan aliran darah dan konsumsi glukosa pada
korteks prefrontal serta penurunan respon terhadap persepsi bicara
pada korteks temporal kiri, sedangkan yang kanan mengalami
peningkatan
c. Disfungsi neurotransmitter
2. Faktor genetik
a. Prevalensinya hampir 50% pada kembar monozigot
b. Adanya indikasi suatu faktor keturunan heterogen
3. Faktor lingkungan
a. Adanya stress dapat mempercepat onset penyakit
b. Insidens skizofrenia meningkat pada individu yang lahir pada
musim dingin dan awal musim semi, mungkin sebagai akibat
tingginya prevalensi dari penyakit viral dalam kandungan
II. 4 Gejala Klinis dan Penegakan Diagnosis Skizofrenia
Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia 1
8
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “Thought echo” : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
“Thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“Thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. “Delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
“Delusional perception” : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik:
9
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
d. Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
10
d. Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
• Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih.
• Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
atitude), dan penarikan diri secara sosial.
II. 5 Klasifikasi Skizofrenia
Jenis-jenis skizofrenia menurut PPDGJ III adalah:1,4
1. F20.0 Skizofrenia paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
- Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
11
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
·Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
2. F20.1 Skizofrenia hebefrenik
Pedoman Diagnostik
Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini
Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama
2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku yang tidak
12
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada
kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan
hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien yang dangkal
(shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan
(gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum
sendiri (self absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyerigai, (grimaces), bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalami disorganisasi
dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak
menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations,
dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud
(empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal, dan
bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
3. F20.2 Skizofrenia katatonik
Pedoman Diagnostik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
13
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi
gambaran klinisnya:
(a). Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau
mutisme (tidak berbicara);
(b).Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak
bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal);
(c). Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela
mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang
tidak wajar atau aneh);
(d).Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan,
atau pergerakan ke arah yang berlawanan);
(e). Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggerakkan dirinya);
(f). Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” (mempertahankan
anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk
dari luar); dan
(g).Gejala-gejala lain seperti “command automatism”
(kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan
pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku
dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus
ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya
14
gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala
katatonik bukan petunjuk diagnosis untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif
4. F20.3 Skizofrenia tak terinci
Pedoman diagnostik :
(1) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,
katatonik.
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia
5. F20.4 Depresi pasca skizofrenia
Pedoman diagnostik
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
(a). Pasien telah menderita skizofrenia ( yang memenuhi
kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b).Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak
lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
(c). Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu,
memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif
15
(F32), dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia,
diagnosis menjadi episode depresif (F32). Bila gejala skizofrenia
masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari
subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0-F20.3).
6. F20.5 Skizofrenia residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di
penuhi semua:
(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketidakadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang
buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom negatif dari skizofrenia
16
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik
lainnya, depresi kronis yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
7. F20.6 Skizofrenia simpleks
Pedoman diagnostik
Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif
dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik. Dan (2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku
pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibanding dengan sub
type skisofrenia lainnya.
8. F20.8 Skizofrenia lainnya
9. F20.9 Skizofrenia YTT
17
II. 6 Diagnosis Banding Skizofrenia
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai
macam keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai
macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis
nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai
adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan
katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali
sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus
mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii
dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang
jelas.11
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti
tiga pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama,
klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik
jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau
adanya variasi dalam tingkat kesadaran. Kedua, klinisi harus berusaha
untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lengkap, termasuk riwayat
gangguan medis, neurologis, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik,
bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. 11
Berpura-pura dan Gangguan buatan
18
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan
suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia
tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang ini telah meniru
menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik.
Pasien tersebut biasanya memilki alasan finansial dan hukum yang jelas
untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan
(factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali
berpura-pura mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah
sakit.11
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik
dengan yang terlihat pada gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan psikotik singkat adalah diagnosis yang tepat jika
gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan
jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan
skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif
berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang
tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa
adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood. 11
Gangguan Mood
19
Untuk mendiagnosa skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit,
tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif
untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus
relatif singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain
dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, dan bukan membuat diagnosis
bahwa pasien tersebut menderita skizofrenia 11
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan bersama dengan
suatu ciri skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan
ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip
dengan gejala skizofrenia. Gangguan kepribadian, tidak seperti
skizofrenia, karena mempunyai gejala yang ringan dan tidak adanya onset
yang dapat diidentifikasi. 11
II. 7 Pengobatan Skizofrenia
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia
memiliki berbagai macam sifat farmakologi, tapi semua berguna untuk
memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak.
Antipsikotik dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama:
antipsikotik konvensional, yang juga disebut sebagai antipsikotik generasi
pertama atau antagonis reseptor dopamin, dan obat-obat baru, yang telah
disebut generasi kedua atau antipsikotik antagonis dopamin serotonin
(SDA). Obat anti psikosis dibagi menjadi dua yaitu obat anti-psikosis
20
tipikal seperti chlorpromazine, perphenazine, trifluoperazine,
fluphenazine, thioridazine, haloperidol dan pimozide, dan anti psikosis
atipikal yaitu supiride, clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine,
risperidon, aripriprazole.8,12,13
Risperidone adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada
reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi obat lini pertama
dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini lebih efektif
dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal.11
Clozapine (Clozaril) adalah suatu obat antipsikotik yang efektif.
Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu
antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi merupakan antagonis yang
kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistik pada
reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping yang
mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks darah. Obat
ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive
dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak
disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan
tersebut.Clozapine merupakan antipsikotik yang efektif pertama dengan
tidak ada efek samping ekstrapiramidal , ditemukan pada tahun 1958 dan
pertama kali digunakan pada tahun 1960-an. Namun, pada tahun 1976,
tercatat bahwa clozapine dikaitkan dengan risiko besar agranulositosis.
Pada tahun 1990, clozapine akhirnya tersedia di Amerika Serikat, namun
21
penggunaannya dibatasi untuk pasien yang merespon buruk terhadap agen
lainnya.8,11
Obat Lain11
Lithium
Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50
persen pasien dengan skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan
untuk dicoba pada pasien yang tidak mampu menggunakan medikasi
antipsikotik.
Antikonvulsan
Carbamazepine dan valproat dapat digunakan sendiri-sendiri atau
dalam kombinasi dengan lithium atau suatu antipsikotik. Walaupun
tidak terbukti efektif dalam menurunkan gejala psikotik pada
skizofrenia, namun jika digunakan sendiri-sendiri mungkin efektif
dalam menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien
skizofrenia.
Benzodiazepin
Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi
pasien yang tidak berespo terhadap pemberian antipsikotik saja, dan
pasien skizofrenia yang berespon terhadap dosis tinggi diazepam
( valium ) saja. Tetapi keparahan psikosis dapat di eksaserbasi setelah
putus dari benzodiazepine.
Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan
perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan, yaitu :14
22
1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang
mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.
2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar
monozigotik adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh banyak
peneliti untuk menyarankan bahwa faktor lingkungan dan psikologis
memiliki kemungkinan spesifik telah berperan dalam perkembangan
gangguan.
3. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan
terapeutik tunggal jarang untuk mengatasinya. Oleh karena itu
diperlukan intervensi lainnya.
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan
skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial
dapat memperkuat perbaikan klinis.
II. 8 Komplikasi Skizofrenia14
1. Penyakit medis
Studi telah melaporkan bahwa orang dengan penyakit mental yang
berat lebih menderita karena masalah kesehatan serius daripada mereka
yang tidak mengalami gangguan mental, dan mereka cenderung tidak
menerima bantuan medis. Penyalahgunaan zat merupakan faktor yang
signifikan untuk menyebabkan risiko yang lebih tinggi.
23
2. Depresi
Depresi sering terjadi pada orang dewasa. Meskipun gangguan
mood ini dapat timbul sebagai akibat dari dampak sosial negatif dari
skizofrenia, beberapa dokter percaya bahwa depresi adalah bagian dari
proses skizofrenia itu sendiri.
3. Efek pada inteligens
Dalam sebuah studi, sekitar setengah dari pasien mengalami
penurunan IQ(10 poin atau lebih) tetapi pada setengah sampel lainnya
inteligensnya tetap sama. Para peneliti percaya bahwa penurunan IQ
mencerminkan kerusakan saraf awal tetapi itu bukan merupakan
konsekuensi yang tak terelakkan dari proses penyakit.
4. Bunuh diri
Antara 20%-50% dari pasien skizofrenia melakukan upaya bunuh
diri. Diperkirakan sekitar 9%-13% pasien meninggal karena bunuh diri.
II. 9 Prognosis14
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5
sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit
karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan
memliki hasil yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan
memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang
berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha
24
bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut,
skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk,
dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan dalam literatur adalah
dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari
semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak
normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang
sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh
gangguannya selama seluruh hidupnya.
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:
1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.
2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih
jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.
25
BAB III
KERANGKA KONSEP
III. 1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan literature yang ada, serta sesuai dengan tujuan khusus
dari penelitian yang dilakukan, maka penulis mendeskripsikan dasar
pemikiran dari variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Umur
Meskipun dikatakan bahwa skizofrenia dapat mengenai semua golongan
umur, namun beberapa penulis dan peneliti mengajukan batasan umur
tertentu dimana terjadi peningkatan kasus skizofrenia. Dikatakan bahwa
onset penyakit ini biasanya pada usia remaja akhir dan pertengahan usia
30-an, namun juga dapat muncul pada usia di atas 40 tahun terutama pada
wanita
2. Jenis kelamin
Skizofrenia dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dengan
angka kejadian yang hampir sama, meskipun terdapat perbedaan dari segi
onset umur terjadinya penyakit
3. Suku
Dikatakan dalam literature bahwa beberapa peneliti pernah membuat
banyak diagnosa skizofrenia pada grup etnis tertentu. Hal ini mungkin
26
berhubungan dengan kebudayaan pada etnis tertentu, misalnya pola
interaksi masyarakat, pengekspresian emosi, serta kebudayaan tradisional
yang berbau magis.
4. Status perkawinan
Pengaruh keluarga sangat penting artinya dalam pengontrolan emosi
seseorang, dan juga sebagai penangkal stressor yang terjadi, bahkan dapat
menjadi sumber stress itu sendiri berkaitan dengan tanggung jawab dalam
keluarga, yang akan memicu terjadinya skizofrenia.
5. Jenis pekerjaan
Pekerjaan dengan tanggung jawab yang besar sangat mungkin menjadi
stressor yang dapat menimbulkan depresi pada seseorang, meskipun hal ini
tergantung pada cara individu menghadapi beban kerja. Penulis ingin
melihat sejauh mana variabel ini memberikan kontribusi terhadap
terjadinya kasus skizofrenia.
6. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki
Peneliti ingin melihat ada tidaknya gambaran distribusi yang khas dari
penderita skizofrenia berdasarkan tingkat pendidikan formal yang dimiliki.
Dasar pemikirannya adalah untuk melihat sejauh mana tingkat pendidikan
formal mempengaruhi faktor- faktor yang dapat menjadi pemicu
timbulnya skizofrenia
27
DIAGRAM DESKRIPSI VARIABEL
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
III. 2 Definisi Operasional
1. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
(menurut kriteria PPDGJ III untuk skizofrenia).
28
Faktor Individu :
- Tipe kepribadian
- Riwayat peristiwa traumatis
Faktor Lingkungan :
- Interaksi sosial
- Stressor sosial
Faktor Genetik
Faktor Neurobiologi :
- Hasil CT-Scan dan MRI
- Disfungsi neurotransmitter
- Umur
- Jenis Kelamin
- Suku
- Status Pernikahan
- Jenis Pekerjaan
- Tingkat Pendidikan Formal
Yang Dimiliki
2. Umur ialah masa hidup penderita yaitu sejak lahir sampai saat masuk
rumah sakit, yang dinyatakan dalam satuan tahun. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan penggolongan umur sebagai berikut:
a. kurang dari 15 tahun
b. 15-24 tahun
c. 25-34 tahun
d. 35-44 tahun
e. 45-54 tahun
f. lebih dari 55 tahun
3. Jenis kelamin menyatakan perbedaan secara seksual yang terdiri dari laki-
laki dan perempuan
4. Suku menyatakan keragaman etnis yang dibatasi oleh penulis sebagai etnis
yang berada di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, yaitu terdiri
dari:
a. Makassar
b. Bugis
c. Mandar
d. Toraja
e. Suku lain
29
5. Status perkawinan menunjukkan status pernikahan penderita,
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Belum menikah
b. Sudah menikah
6. Jenis pekerjaan menunjukkan aktivitas yang dilakukan dan memperoleh
penghasilan atasnya yang digunakan untuk keseluruhan atau sebagian
besar untuk biaya hidup sehari-hari. Jenis pekerjaan dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b. Pegawai swasta
c. Petani
d. Pekerjaan lain
e. Pengangguran
7. Tingkat pendidikan formal menunjukkan jenjang pendidikan yang pernah
mereka ikuti, pengelompokkannya adalah sebagai berikut:
a. SD
b.SMP
c. SMA
d. Perguruan tinggi
30
e. Tidak bersekolah
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV. 1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif, di mana penulis mencoba untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang karakteristik penderita skizofrenia secara objektif
berdasarkan data-data sekunder yang didapatkan.
IV.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi yang diteliti adalah semua penderita skizofrenia yang dirawat
inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan periode
Januari-Mei 2013.
2. Sampel diambil dengan menggunakan total sampling
IV.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder berupa rekam
medis Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
32
IV.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik
dengan menggunakan program spss dan kemudian data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya; 2003.p.7, 46-48
2. Agus Dharmadi. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pasien Skizofrenia.
[Online] 2012 [cited 2012 September 3]. Available at:
http://digilib.litbang.depkes.go.id.
3. Psychology mania. Gangguan Skizofrenia Merupakan Gangguan Psikosis
Fungsional. [Online] 2012 [cited 2012 September 3]. Available at:
http://www.psychologymania.com/2011/09/gangguan-skizofrenia-
merupakan-gangguan.html.2011
4. Kuntjoro Zainuddin. Mengenal Gangguan Jiwa Pada Lansia. [Online]
2012 [cited 2012 September 3]. Available at: http://www.e-
psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=181.
5. Eisendarth Stuart J; Lichtmacher Jonathan E. Psychiatric
Disorders .Current Medical Diagnosis and Treatment. New York:
McGraw-Hill; 2008. p.927
6. Frankenburg, Frances. Schizophrenia. [Online] 2012 [cited 2012
September 3].Available at: http://emedicine.medscape.com/article/288259-
overview#a0199.
7. DSM-IV. Schizophrenia. 295.1-295.3, 295.90
8. Sadock Benjamin J; Sadock Virginia A. Schizophrenia. Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry
34
10th ed. New York: New York University School of Medicine;
2007.p.468,488
9. Qosim J. Identifikasi Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Grhasia Yogyakarta Periode Januari 2007- Desember 2009. 2012.
10. Stevens, Vivian. Schizophrenia and Psychotic Disorder in Behavioral
Science. USA: Mosby Inc; 1992. p 93-104
11. Yuindartanto A. Skizofrenia. [Online] 2012 [cited 2012 September 5]
Available at: http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/
12. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2007.p. 14-17
13. Adam. Schizophrenia. [Online] 2012 [cited 2012 September 5].Available
at:http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/109-penyebab-
skizofrenia-.html
14. Phi-D. Penyebab Schizophrenia. [Online] 2012 [cited 2012 September 5].
Available at:
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/schizophrenia/complicatio
ns.html
15. Qosim J. Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta Periode Januari 2007- Desember 2009
35