proposal penelitian tesis ikbal 2011
TRANSCRIPT
1
B A B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan sebuah konsep yang multidimensional,
yang mengaju pada serangkaian karateristik dan segenap aspek kehidupan
baik aspek hukum, aspek politik, aspek ekonomi maupun aspek sosial.
Pembagunan adalah proses multidimensi yang mencakup perubahan-
perubahan penting dalam struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga
nasional (menurut Todaro dalam Bryant and White (1987:3-4), dalam tesis
Perencanaan Pembangunan Parsitipatif program Desa Mandiri di Kabupaten
Gorontalo Victor F. Nanlessy 2006:1).
Salah satu kegiatan yang penting dalam usaha pembangunan adalah
perencanaan. Menurut Kunarjo (2002:14) perencanaan adalah merupakan
penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan
datang dan diarahkan pada tujuan tertentu. Definisi ini menunjukan bahwa
perencanaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : (1) berhubungan
dengan masa depan, (2) menyusun seperangkat program kegiatan secara
sistematis, dan (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu (Victor Nanlessy
2006:1).
2
Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan, melalui
perencanaan dapat dirumuskan kegiatan pembangunan secara efisien dan
efektif, dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Menurut Conyers dan Hills 1994 dalam bukunya Haryanto dan
Sahmuddin 2008:57, mendefinisikan perencanaan sebagai “suatu proses
yang berkesinambungan”, yang mencakup “keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan atas berbagai alternative penggunaan sumberdaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa akan datang. Jadi definisi
tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yaitu : (1) pemilihan,
“merencanakan berarti memilih”, (2) sumberdaya, perencanaan merupakan
alat pengalokasian sumberdaya, (3) tujuan, perencanaan merupakan alat
untuk mencapai tujuan, dan (4) waktu, perencanaan mengacu ke masa
depan.
Dengan demikian perencanaan selain merupakan kebutuhan
pembangunan tapi perencanaan merupakan suatu konsep yang harus
dilakukan/dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematis untuk
mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu secara efesian dan efektif.
Menurut Raharjo Adisasmita 2011:2, mengatakan bahwa Manajemen
Pemerintah yang efektif dan efisein dimaksudkan sebagai manajemen yang
mampu menyelesaikan tugas pekerjaan kepemerintahan secara cepat
3
(dalam kurun waktu singkat), ringkas dan tidak berbelit-belit, berkinerja
(berprestasi) tinggi, tidak mengalami pemborosan atau pemborosan waktu
maupun dana dan daya, serta menghasilkan pelayanan yang berkualitas. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai berdayaguna dan berhasil guna.
Manajemen Perencanaan yang efektif diartikan mampu mencapai hasil
sesuai sasaran yang telah ditetapkan, yang diukur dengan cara
mambandingkan antara realisasi yang dicapai dengan target yang
direncanakan. Sedangkan Manajemen Perencanaan yang efisien berarti
segala kegiatan yang menggunakan berbagai input yang menghasilakn
output dengan biaya yang minim atau tidak terjadi pemborosan.
Sehingga dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Manajemen
Perencaan harus berbasis kinerja serta berbasis transparansi dan
akuntabilitas dimana semua tindakan dan kegiatan yang dilakukan harus
terbuka dan diketahui oleh semua masyarakat secara individu ataupun
kelompok/golongan yang berhak menanyakan mengenai hal-hal yang
dianggap tidak jelas ataupun mengkritisi hal-hal yang dianggap tidak benar.
Selama ini perencanaan pembangunan yang digunakan bertumpu
pada paradigma kalsik (trickle down efek) atau efek tetesan kebawah yang
merupakan mekanisme pembangunan yang instruktif dan bersifat top down.
Masyarakat sekedar sebagai objek dan suplemen pembangunan (Adisasmita
2005:23). Dengan demikian program pembangunan menjadi tidak aspiratif
4
terhadap masalah, potensi dan kebutuhan masyarakat sebagai penerima
program pemerintah.
Pada saat ini paradigma pembangunan telah mengalami suatu
perubahan yang signifikan, dari pembangunan yang bertumpu pada Negara
menjadi paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat atau
yang dikenal dengan istilah pembangunan masyarakat (community
development). Menurut Amin (2005:196), model perencanaan yang dinilai
sesuai dengan kondisi saat ini adalah model perencanaan yang melibatkan
sebanyak mungkin unsur/peran masyarakat. Model perencanaan tersebut
adalah model perencanaan partisipatif.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977:26) partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan adalah bagaimana masyarakat diajak untuk
mendefinisikan apa kebutuhan/masalah mereka, bagaimana cara yang tepat
untuk memecahkan masalah/memenuhi kebutuhan mereka, memikirkan
bagaimana proses penyelesaian masalah tersebut dilakukan dan
merundingkan bagaimana penyelesaian masalah/pemenuhan kebutuhan
tersebut dinilai keberhasilannya.
Tentu saja, setiap individu, kelompok bahkan masyarakat dalam suatu
komunitas tidak akan mencapai tingkat partisipasi yang sama, tetapi yang
bisa menjadi indikator penilaian adalah sejauhmana masyarakat ikut
menghadiri, ikut memberi saran, ikut mempengaruhi keputusan dan ikut
merekomendasikan rencana pembangunan sesuai kemampuannya.
5
Dalam perencanaan pembangunaan saat ini yang mencakup segala
aspek kehidupan yang didalamnya perencanaan pembangunan di bidang
hukum. Salah satu unsur penting penting yang saat ini mendapat perhatian
pemerintah dalam pembangunan di bidang hukum salah satunya adalah
Pembentukan Desa Sadar Hukum dalam mewujudkan masyarakat yang
sadar hukum.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan prasyarat untuk tercapainya
perwujudan dan pengamalan Negara hukum, sebagaimana tertuang dan
tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Oleh karena itu, Indonesia sebagai Negara hukum yang demokratis,
kesadaran hukum masyarakat diharapkan mampu menjaga dinamika
pemerintahan, dinamika pembangunan dan dinamika lainnya untuk
kepentingan nasional.
Seharusnya, kesadaran hukum masyarakat selalu diupayakan dan
dibudayakan dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan keadaan dan
kondisi serta kebutuhan dan kepentingan pemerintah. Hal ini merupakan
upaya pemerintah untuk menyukseskan program-program yang diarahkan
untuk kepentingan masyarakat sendiri.
Pada konsideran menimbang dalam Undang-Undang Nomor : 10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menyatakan bahwa pembentukan perundang-undangan merupakan salah
satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang dapat
6
diwujudkan dengan didukung oleh metode, cara yang pasti, baku, dan
standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan
perundang-undangan. Hal ini sangat penting mengingat arah kebijakan
hukum kita menegaskan tentang perlunya kesadaran hukum dan kepatuhan
hukum masyarakat dalam rangka supremasi hukum dan tegaknya Negara
hukum.
Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha
yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah
satu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan
Sadar Hukum adalah sebuah desa atau kelurahan yang dibina secara
swakarsa dan swadaya dari dan oleh masyarakat sendiri untuk meningkatkan
kesadaran hukum warganya. Penghargaan Desa/Kelurahan Sadar
Hukum merupakan wujud apresiasi pemerintah dalam hal ini Kementerian
Hukum dan HAM, melalui BPHN dan Tugas Pokok dan Fungsi Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia, dan juga
adanya kerjasama antar instansi (SKPD Provinsi, Kota/Kabupaten) dalam
membina masyarakat, karena masyarakat di desa/kelurahan tersebut telah
mampu menjaga tingkat kesadaran hukumnya dengan mentaati berbagai
norma dan aturan hukum dari berbagai peraturan perundang undangan dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari serta didukung
dengan program/kegiatan dari Instansi/SKPD terkait. Dengan ditetapkannya
7
sebuah Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Sadar Hukum maka
diharapkan masyarakat di Desa/Kelurahan tersebut mampu menjaga
kredibilitasnya sebagai masyarakat yang sadar, taat dan cerdas hukum, serta
menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat di Desa/Kelurahan sekitarnya,
sehingga secara bertahap semua Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Kelompok Sadar Hukum dan Desa Sadar Hukum menjadi indikator
kesadaran hukum masyarakat yang ditetapkan oleh Bappenas, Sampai pada
triwulan pertama tahun 2011, Indonesia baru memiliki 2838 Kelompok Sadar
Hukum dan 969 Desa Sadar Hukum, atau baru sekitar 1 persen dari jumlah
desa di seluruh Indonesia (artikel/data internet, bahan laporan Kepala Pusat
Penyuluhan Hukum BPHN). Tentu angka ini akan terus bertambah
mengingat program pembinaan kelompok kadarkum dan desa sadar hukum
terus digalakkan oleh Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum
Nasional, melalui kantor wilayah-kantor wilayah Kementerian Hukum dan
HAM di seluruh Indonesia dan didukung dengan perencanaan program
kegiatan dari Instansi/SKPD baik Provinsi/Kota/Kabupaten.
Desa Sadar Hukum telah menjadi tolok ukur kesadaran hukum
masyarakat. Dalam rencana strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun
2010-2014 program pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum
dilaksanakan melalui serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara
lain seluruh Desa di Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah
8
satu unit yang melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah
Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum.
Selain itu pula bahwa Pembentukan Desa Sadar Hukum ini
sebagaimana diketahui bahwa dengan dicanangkannya Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAk Asasi Manusia Sebagai Kantor Pelayanan
Hukum dan Hak Asasi Manusi atau disebut dengan LAW AND HUMAN
RIGHT CENTER, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor : 14 Tahun
2008 Kerbukaan Informasi Publik dan Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM
RI Nomor : M.HH.03.03-14 Tahun 2010 Tanggal 11 November 2010 Tentang
Kementerian Hukum dan HAM sebagai LAW AND HUMAN RIGHT CENTER
dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Hukum dan HAM.
Dengan demikian untuk mewujudkan terlaksananya program tersebut
diatas memang telah tercantum dalam RENSTRA Kementerian Hukum dan
HAM RI, akan tetapi dalam hal ini perlu perencanaan strategik dan didukung
dengan bantuan kerjasama instansi/SKPD baik itu di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota yang terkait dalam rangka pencapaian sasaran program
Pembentukan Desa Sadar Hukum.
Cikal bakal berdirinya desa sadar hukum adalah adanya kelompok-
kelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) di desa tersebut. Kelompok
keluarga sadar hukum (kadarkum) adalah kelompok yang beranggotakan
9
lebih kurang 25 warga desa yang secara rutin setiap bulan bertemu untuk
membahas permasalahan hukum yang mereka alami melalui temu sadar
hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah, diskusi dan
simulasi. Kelompok-kelompok ini dibina oleh perangkat desa bekerjasama
dengan penyuluh hukum dari kantor wilayah kementerian hukum dan Ham
setempat serta Instansi/SKPD yang terkait.
Pembentukan Desa Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu
desa/kelurahan yang telah memiliki kelompok kadarkum sebagai Desa
Binaan. Desa/Kelurahan Binaan terus dibina oleh Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM beserta Pemerintah Daerah setempat untuk menjadi Desa
Sadar Hukum. Gubernur menetapkan Desa /Kelurahan Binaan menjadi
Desa/Kelurahan sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul
Bupati/Walikota dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM. Desa/Kelurahan Sadar Hukum oleh Kantor Wilayah dengan
persetujuan Gubernur, diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk
memperoleh penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Anubhawa Sasana
Kelurahan.
Desa Sadar Hukum merupakan wujud nyata dari kesadaran hukum
masyarakat karena memenuhi kriteria-kriteria kesadaran hukum sebuah desa
dan telah menjalani proses panjang dari pembentukan kelompok kadarkum,
10
desa binaan hingga akhirnya memperoleh penghargaan Anubhawa Sasana
desa/Kelurahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
proposal ini adalah :
1. Bagaimanakah peranan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku dalam hal ini Bidang Pelayanan Hukum pada Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM melakukan pembentukan Desa Sadar
Hukum ?
2. Bagaimanakah Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar
Hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Maluku ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peranan Bidang Pelayanan pada Divisi Pelayanan
Hukum dan HAM dalam membentuk Desa Sadar Hukum.
2. Untuk menganalis Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar
Hukum oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Maluku.
11
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan mampu/dapat memberikan kontribusi dan
manfaat dalam rangka pembangunan hukum dalam hal :
1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Maluku dan Pemerintah Daerah utama Pemerintah Kota
Ambon secara bersama dan bekerjasama serta berkoordinasi dengan
Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon@@##
dalam upaya pelaksanaan perencanaan pembentukan Desa sadar
Hukum di Kota Ambon.
2. Menjadi bahan masukan bagi Kementerian Hukum dan HAM
khususnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Maluku untuk
memperbaiki dan merencanakan program kegiatan Pembentukan
Desa Sadar Hukum di tahun-tahun mendatang yang didukung oleh
semua pihak yang berkepentingan, sumber daya baik sarana dan
prasarana serta anggaran yang memadai.
3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan
dengan proses perencanaan pembangunan hukum khususnya
perencanaan pembentukan Desa sadar Hukum yang merupakan
tugas pokok dan fungsi penulis sebagai pegawai pada Kanwil
Kementerian Hukum dan HAM Maluku.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pembangunan
Konsep perencanaan sebenarnya sangat kompleks menurut para
pakar berbeda-beda mendefinisikan pengertian perencanaan, sehingga
belum ada pengertian/definisi yang pasti dan memuaskan mengenai
perencanaan itu sendiri. Menurut Tjokroamidjojo (1987:24) mendefinisikan
perencanaan sebagai suatu usaha yang berkenaan dengan suatu system
pemecahan masalah. Sedangkan menurut Kunarjo (2002:14) mendefinisikan
perencanaan sebagai suatu penyiapan seperangkat keputusan untuk
dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan
tertentu. Dengan demikian perencanaan mempunyai unsur-unsur antara lain
yaitu : (1) berhubungan dengan hari depan, (2) menyusun seperangkat
kegiatan secara sistematik, (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara itu menurut Kunarto (1996:80) mengemukakan bahwa
perencanaan adalah suatu peyerapan seperangkat keputusan untuk
dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan
tertentu.
Menurut Conyers & Hills (1994) Haryanto & Sahmuddin 2008:57,
mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan,
yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan atas berbagai
13
alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
pada masa yang akan dating, yaitu :
1. Pemilihan, “merencanakan berarti memilih”, perencanaan merupakan
proses memilih diantara berbagai kegiatan yang diinginkan dan tidak
semua kegiatan yang diinginkan dilaksanakan dan dicapai dalam
waktu yang bersamaan.
2. Sumber daya, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber
daya, sumber daya menunjukan sesuatu yang dianggap berguna
dalam pencapaian suatu tujuan tertentu, sumber daya mencakup
sumber daya manusia, sumbaer daya alam, sumber daya keuangan
dan modal.
3. Tujuan, perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep
perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan
dengan sifat dan proses penetapan tujuan.
4. Waktu, perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsure
penting dalam perencanaan adalah waktu, jadi waktu berkitan dengan
masa depan.
Munculnya perencanaan sebagai akibat dari perkembangan system
perencanaan dunia, sehingga menurut pendapat Sarwoto (1986:40)
mengemukakan manfaat perencanaan antara lain adalah : (a) perencanaan
penting karena didalamnya digariskan pula bahwa apa yang harus dilakukan
agar tujua-tujuan tersebut tercapai, (b) perencanaan merupakan bentuk
14
petunjuk jalan bagi seluruh anggota organisasi yang ikut serta dalam
pelaksanaan perencanaan itu, (c) perencanaan bukan suatu karya yang
sekaligus saja tetapi suatu proses yang terus menerus, maka setiap
perencanaan diharapkan dapat memberikan perhatian yang terus menerus
untuk menunjukkan dan mempertinggi praktek dan berbagai cara para
anggota organisasi, (d) prencanaan merupakan alat pengendali untuk
mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan , dan (e) perencanaan yang
baik menjamin penggunaan sumber-sumber yang tersedia baik itu sumber
daya alam ataupun sumber daya manusia yang dipergunakan dan atau
dimanfaatkan secara efektif dan efisien serta dapat menghindari pemborosan
yang tidak perlu.
Disamping itu diperlukan perencanaan yang bersifat strategis sebagai
langkah dalam mengatasi persoalan atau yang dihadapi. Rahardjo
Adisasmita (2011:68), perencanaan strategic merupakan proses secara
sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang memiliki
resiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif,
mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan
tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan
sistematis.
Perencanaan strategik merupakan integrasi antara keahlian
sumberdaya manusia dan sumbardaya lainnya agar mampu menjawab
15
tuntutan perkembangan lingkungan strategik, nasional dan global serta tetap
berada dalam tatanan system manajeme perencanaan nasional.
Bila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan, maka terdapat
beberapa unsur penting yang harus ada dalam perencanaan pembangunan
yaitu : adanya kebijaksanaan atau strategic dasar rencana pembangunan,
adanya kerangka rencana, prakiraan sumber-sumber daya untuk
pembangunan, dan kerangka kebijakan yang konsisten.
Model perencanaan pembangunan ;pada masa lalu, dimana peran
pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah dan sasaran
pembangunan nasional sehingga pemerintah daerah kurang menjalankan
aspirasi masyarakat didaerahnya. Namun dengan adanya perubahan baik
pada tingkat nasional sebagai akibat pelaksanaan otonomi daerah, maka
konsep perannya pun mengalami perubahan. Konsekuensinya adalah
perubahan pada strategis sistem dan pengendalian pembangunan.
Dengan adanya perubahan tersebut maka sistem perencanaan
pembangunan dilakukan pada masing-masing lingkup baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah yang harus dilakukan secara independen melalui
suatu mekanisme tertentu untuk mencapai kebijakan secara efektif, efisien,
akuntabel, transparan dan legitimatif.
##Secara umum dapat dijelaskan system perencanaan yang dilkukan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sampai
pada masing-masing tingkatan didaerah baik itu Kanwil Kemenkum HAM di
16
Daerah Provinsi maupun Unit Pelaksana Teknis di tingkat Kabupaten/Kota
khususnya perencanaan pembangunan hukum, pada dasarnya mengacu
pada pedoman Rencana Strategi pembangunan hukum dan program
pembangunan yang berkeadilan (Indra J. Piliang, 2010:13) dari Kementerian
Hukum dan HAM RI. Sehingga Kantor Wilayah dan Unit Pelaksanaan Teknis
yang terdapat di Provinsi, Kabupaten/Kota hanya menyusun rencana
program/kegiatan yang dibutuhkan dalam rencana kerja tersebut. Setelah itu
dilanjutkan dengan kegiatan rapat kerja yang dilaksanakan oleh Kantor
Wilayah dalam menyusun dan memuat rencana kerja apa saja yang memang
diperlukan dan dibutuhkan, menyusun rencana kegiatan
anggaran/pembiayaan tahunan baik Kantor Wilayah maupun Unit Pelaksana
Tekins (UPT) yang seluruhnya akan dirangkum menjadi satu rencana kerja
Kantor Wilayah.
Dari seluruh rencana kegiatan yang sudah disusun menjadi satu
rencana kegiatan Kantor Wilayah, kemudian rencana kegiatan tersebut akan
dibahas di Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta. Kemudian dari hasil
akhir dari pembahasan mengenai rencana kerja dari semua unsur yang
merupakan bagian dari Kementerian hukum dan HAM RI yang disebut
dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Hukum dan HAM RI.
Menurut Kunarjo, (2002:76), bahwa dalam perencanaan dapat dibagi
menjadi kelompok yang satu sama lain berkaitan, kelompok perencanaan
tersebut adalah : (a) Perencanaan Makro, (b) Perencanaan Sektoral, (c)
17
Perencanaan Regional, dan (d) Perencanaan Mikro atau Proyek namun
sekarang ini sudah berganti sebutan dengan kegiatan.
Dari keempat kelompok perencanaan diatas saling berkiatan satu
sama lain, oleh karena itu untuk mencapai suatu hasil yang maksimal perlu
dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya. Bila dikaitkan dengan hubungan
antara Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan Kantor Wilayah
Kementerian HUkum dan HAM di Proninsi maupun Unit Pelaksanaan Teknis
yang terdapat di Kabupaten/Kota maka koordinasi antara perencanaan
makro dan perencanaan mikro (Proyek/Kegiatan sebutannya sekarang ini)
disebut koordinasi vertical.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan HAM RI dalam
Pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program, dan pengawasan,
(b) pembinaan dibidang hukum dan hak asasi manusia, (c) penegakkan
hukum dibidang pemasyarakatan, keimigrasian, administrasi hukum umum
dan hak kekayaan intelektual, (d) perlindungan, pemajuan, pemenuhan,
penegakan dan pengharmonisasian hak asasi manusia, (e) pelayanan
hukum, (f) pengembangan budaya hukum dan pemberian informasi hukum,
penyuluhan hukum, dan diseminasi hak asasi manusia, (g) pelaksanaan
kebijakan dan pembinaan teknis di bidang administrasi di lingkungan Kantor
Wilayah.
18
Dalam pelaksanaan tugasnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
merupakan instansi vertical Kementerian Hukum dan HAM yang
berkedudukan di Provinsi yang berada dibawah dan bertanggungjawab
kepada Menteri Hukum dan HAM RI. Sehingga dengan demikian Kantor
Wilayah dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah.
Sedangkan Kepala Kantor Wilayah dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh antara lain : (a) Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, (c)
Divisi Keimigrasian, dan (d) Divisi Pelayanan Hukum dan HAM. Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Kepala Kantor Wilayah
berpedoman, mematuhi dan mengikuti petunjuk pelaksanaan pada Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang
kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-
09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI.
Sehubungan dengan hal tersebut, demikian halnya dengan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku yang
merupakan instansi vertical dari Kementerian HUkum dan HAM RI yang
berkedudukan di Provinsi yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Provinsi Maluku dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah. Dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kepala Kantor Wilayah Kementerian
19
Hukum dan HAM Provinsi Maluku dibantu oleh Kepala Divisi Administrasi
yang mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Maluku dalam
melaksanakan pembinaan administrasi dan pelaksanaan teknis di wilayah
Provinsi Maluku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Divisi Pemasyarakatan mempunyai tugas membantu Kepala
Kantor Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagaian tugas
Kantor Wilayah Provinsi Maluku di bidang pemasyarakatan berdasarkan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Kepala Divisi Keimigrasian mempuyai tugas membantu Kepala Kantor
Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagian tugas di bidang
keimigrasian berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Imigrasi. Dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi
Manusia mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Provinsi
Malukudalam melaksanakan sebagian tugas Kepala Kantor Wilayah Maluku
di bidang pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusiaberdasarkan Kebijakan
teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal dan atau Kepala Badan terkait.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah diatas maka
dalam hal perencanaan program pembangunan hukum yang berkeadilandi
provinsi Maluku, diawali dengan pembuatan rancangan usulan program
kegiatan yang harus dibuat oleh Divisi Administarasi, Divisi Pemasyarakatan,
Divisi Imigrasi dan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta rancangan usulan
program kegiatan oleh Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, Balai
20
Pemasyarakatan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara serta Kantor
Cabang Rumah Tahanan yang terdapat di Kabupaten dan Kota di Provinsi
Maluku.
Dalam pelaksanaannya digambarkan bahwa mekanisme perencanaan
program kegiatan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Provinsi Maluku beserta Unit Pelaksana Teknis yang terdapat baik di Provinsi
maupun Kabupaten/Kota dimulai dari usulan perencanaan program kegiatan
dari setiap Divisi dan Unit Pelaksana Teknis yang disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Bidang Penyusunan Program dan
Laporan yang bertanggung jawab atas perencanaan program kegiatan
dengan pengawasan dari Kepala Divisi Administrasi sebagai koordinator
perencanaan program. Selanjutnya usulan perencanaan program kegiatan
tersebut akan dilaksanakan dengan kegiatan Rapat Koordinasi (RAKOR)
yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Maluku. Dalam Rakor tersebut setiap Kepala Divisi dan Kepala Unit
Pelaksanaan Teknis yang berada di bawah wewenang Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Maluku memaparkan visi dan misi serta
menyampaikan usulan perencanaan program kegiatan. Kemudian Rakor
dilanjutkan dengan keputusan hasil usulan program kegiatan dan disahkan
oleh Kepala Kantor Wilayah Provinsi Maluku.
Kegiatan belum selesai pada tahap pengasahan Kepala Kantor
Wilayah saja, tetapi Hasil Usulan tersebut akan dibawa ke Kementerian
21
Hukum dan HAM RI di Jakarta dan dilanjutkan dengan Musrembang
Kementerian Hukum dan HAM RI yang stiap Provinsi diwakili oleh Kepala
Kantor Wilayah, Kepala Divisi Administrasi, Kepala Bidang Penyusunan
Program dan Laporan, Kepala Sub Bidang Keuangan dan Perlengkapan dan
Staf Bidang Penyusunan Program Laporan dan Staf Sub Bidang Keuangan.
Hail dari pembahasan tersebut selanjutnya ditetapkan dalam RKA-KL
Kementerian Hukum dan HAM RI dan disesuiakan dengan usulan program
kegiatan dan besar anggaran yang dimintakan oleh maing-masing Kantor
Wilayah. Selain itu juga usulan program kegiatan harus disesuaikan dengan
Rencana Strategi (RENSTRA) Kementerian HUkum dan HAM RI yang harus
diikuti pula oleh setiap Kantor Wilayah, dengan tujuan adanya keterpaduan
dan sinergitas setiap program kegiatan pembangunan dibidang hukum dan
hak asasi manusia yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk itu, sesungguhnya program perencanaan kegiatan perencanaan
pembentukan desa sadar hukum merupakan program kegiatan yang
sesungguhnya merupakan kegiatan yang masuk dalam program
perencanaan kegiatan yang terdapat dalam Renstra Kementerian Hukum dan
HAM RI. Perencanaan pembantukan desa sadar hukum merupakan program
kegiatan dari Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bidang Pelayanan HUkum
Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Ham Maluku.
Perencanaan pembentukan desa sadar hukum dalam pelaksanaanya
didukung oleh beberapa kegiatan yang merupakan bagian tupoksi dari
22
Bidang Pelayanan Hukum dan HAM Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, yang
mana program kegiatannya terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukan guna terlaksananya pembantukan desa
sadar hukum di Provinsi Maluku.
B. Pembentukan Desa Sadar Hukum
Saat ini, pada tataran masyarakat akar rumput di pedesaan, ada 957
desa yang sudah membangun diri mereka untuk menjadi desa sadar hukum.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM RI beserta Pemerintah
Daerah setempat memberikan apresiasi dengan Anugerah Anubawa Sasana
Desa yang diberikan kepada desa-desa sadar hukum tersebut.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RepubIik
Indonesia Nomor : M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan
Hukum, Desa atau Kelurahan Sadar Hukum adalah desa atau kelurahan
yang telah dibina atau karena swakarsa dan swadaya, memenuhi criteria
sebagai desa sadar hukum atau kelurahan sadar hukum.
Pembentukan Desa Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu
desa/kelurahan yang telah memiliki kelompok kadarkum sebagai Desa
Binaan. Desa/Kelurahan Binaan terus dibina oleh Kanwil Kemeneterian
hukum dan Hak Asasi Manusia/Pemerintah Daerah setempat untuk menjadi
Desa Sadar Hukum. Gubernur menetapkan Desa /Kelurahan Binaan menjadi
Desa/Kelurahan sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul
23
Bupati/Walikota dan Kanwil Kemkumham. Desa/Kelurahan Sadar Hukum
oleh Kanwil dengan persetujuan Gubernur.
Menurut Liestiarini Wulandari, Kepala Bidang Pembudayaan Pusat
Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (07/03) tujuan dari
pembentukan desa sadar hukum (DSH), “tujuannya ialah untuk memberikan
kesempatan yang merata ke seluruh wilayah Indonesia melalui
Desa/Kelurahan agar sadar akan hukum, terkait hak dan kewajibannya”.
Ada beberapa kriteria agar sebuah desa/kelurahan untuk diresmikan
menjadi DSH, “seperti (a) pelunasan kewajiban membayar PBB mencapai 90
% atau lebih, (b) tidak adanya perkawinan di bawah usia berdasarkan
ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (c) angka
kriminalitas rendah, (d) rendahnya kasus narkoba, (d) tingginya kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan dan (e)
beberapa kriteria lain yang ditetapkan Daerah.
Dari perspektif modal pembangunan, keberadaan kelompok kadarkum
dan desa sadar hukum bisa menjadi modal sosial dalam pembangunan.
Fukuyama mendefinisikan modal sosial secara sederhana yakni eksistensi
dari serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal tertentu yang
dibagikan di antara anggota-anggota dari kelompok yang membuat
kerjasama di antara mereka. Modal sosial timbul karena kepercayaan di
antara masyarakat tersebut. (Fukuyama 1997). Masyarakat yang memiliki
24
modal sosial yang tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, guyub,
merasa aman untuk berbicara dan mengatasi perbedaaan-perbedaan di
antara mereka.
Modal sosial dapat diartikan sebagai hasil dari relasi yang intim dan
konsisten di antara masyarakat. Elemen utama social
capital mencakup norms, reciprocity, trust, dan network. Keempat elemen
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerjasama untuk
mencapai hasil yang diinginkan yang mampu mengakomodasi kepentingan
individu yang melakukan kerjasama maupun kelompok secara kolektif.
Menurut World Bank (1998) social capital tidaklah sesederhana hanya
sebagai penjumlahan dari institusi-institusi yang dibentuk oleh masyarakat,
tetapi juga merupakan perekat dan penguat yang menyatukan mereka secara
bersama-sama. Social capital meliputi shared values dan rules bagi perilaku
sosial yang terekspresikan dalam hubungan-hubungan antar
personal, trust dan common sense tentang tanggung jawab terhadap
masyarakat, semua hal tersebut menjadikan masyarakat lebih dari sekedar
kumpulan individu individu.
Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya
kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas
kelurahan ikatan sosial akan terbanguan apabila ada kerjasama di antara
semua warga masyarakat. Kerjasama akan terbangun dengan baik apabila
25
berlandaskan kepercayaan di antara para anggotanya. Kemampuan
komunitas atau kelompok – kelompok untuk bekerjasama dan menumbuhkan
kepercayaan baik di antara anggota – anggotanya maupun dengan pihak luar
merupakan kekuatan yang besar untuk bekerjasama dan menumbuhkan
kepercayaan pihak lain, karena itulah disebut ‘modal sosial’. Jika warga
masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan
kepada nilai – nilai universal yang ada , maka tidak akan ada sikap saling
curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya sehingga ketimpangan
– ketimpangan antara kelompok yang miskin dengan yang kaya akan bisa
diminimalkan.
Modal dasar dari Desa Sadar Hukum adalah Komunitas Kelompok
Kadarkum. Di dalam komunitas kadarkum ini, nilai-nilai seperti gotong-
royong, kepercayaan, kohesifitas, altruisme, jaringan dan kolaborasi sosial
diartikulasi di setiap pertemuannya, baik melalui metode simulasi, temu sadar
hukum atau diskusi. Modal sosial bersifat bottom-up, seperti halnya
komunitas kadarkum yang merupakan upaya swadaya dari masyarakat untuk
menjadikan diri mereka sadar hukum.
Melihat Desa Sadar Hukum dari perspektif Modal Sosial, kiranya
keberadaan desa ini dapat dimanfaatkan oleh banyak stake holder
pembangunan. Misalnya, BNN dalam rangka pencegahan narkoba dan
pemberdayaan masyarakat dapat memanfaatkan keberadaan kelompok
26
kadarkum serta desa sadar hukum ini. BNN bisa mensinergikan program-
programnya di daerah rawan narkoba (red district) untuk dibentuk kelompok
kadarkum yang pada gilirannya daerah tersebut bisa menjadi desa sadar
hukum. (kris dalam desa sadar hukum sebagai modal sosial dalam
pembangunan).
Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha
yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah
ssatu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan.
Penghargaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum merupakan wujud apresiasi
pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM melalui BPHN
kepada masyarakat, karena masyarakat di desa/kelurahan telah mampu
menjaga tingkat kesadaran hukumnya dengan mentaati berbagai norma dan
aturan hukum dari berbagai peraturan perundang undangan dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari. Dengan
ditetapkannya sebuah Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Sadar
Hukum maka diharapkan masyarakat di Desa/Kelurahan tersebut mampu
menjaga kredibilitasnya sebagai masyarakat yang sadar, taat dan cerdas
hukum, serta menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat di
Desa/Kelurahan sekitarnya, sehingga secara bertahap semua
Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
27
Cikal bakal berdirinya desa sadar hukum adalah adanya kelompok-
kelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) di desa/kelurahan. Kelompok
keluarga sadar hukum (kadarkum) adalah kelompok yang beranggotakan
lebih kurang 25 warga desa yang secara rutin setiap bulan bertemu untuk
membahas permasalahan hukum yang mereka alami melalui temu sadar
hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah, diskusi dan
simulasi. Kelompok-kelompok ini dibina oleh perangkat desa bekerjasama
dengan penyuluh hukum dari kantor wilayah kementerian hukum dan Ham
setempat
Penyuluhan hukum merupakan program kegitan yang dilaksanakan
oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka
mewujudkan kesadaran hukum masyarakat kearah yang lebih baik dan
menggerakkan, membina setiap anggota masyarakat dalam suatu
desa/kelurahan untuk menjadi desa/kelurahan binaan hukum yang pada akhir
proses pembinaan desa/kelurahan tersebut menjadi desa/kelurahan sadar
hukum.
Menurut Mulyana W. Kusumah, dkk. (1998:70) penyuluhan hukum
adalah serangkaian kegiatan penyebarluasan informasi kepada seluruh
warga masyarakat tentang hukum yang berlaku, dan membina kesadaran
hukum masyarakat. Hukum memiliki banyak fungsi, salah satu dari fungsi
hukum adalah a tool of social atau alat rekayasa social. Sehubungan dengan
fungsi ini, maka proses sosialisasi peraturan perundang-undangan yang
28
menjadi bagian penting dalam proses pemebetukan desa/kelurahan sadar
hukum diupayakan agar peraturan-perturan tersebut benar-benar efektif
diberlakukan.
Menurut Achmad Ali (1998:195) tujuan sosialisasi antara lain adalah :
1. Agar warga masyarakat mengetahui kehadiran suatu undang-undang atau
peraturan;
2. Agar warga masyarakat dapat mengetahui isi suatu undang-undang;
3. Agar warga masyarakat dapat menyesuaikan diri atau pola piker dan
tingka laku dengan tujuan yang dikehendaki oleh Undang-Undang atau
peraturan hukum tersebut.
Pengaruh sosialisasi dan komunikasi sangat besar pengaruhnya
dalam rangka penegakkan hukum serta dalam rangka pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum. Menurut Sajtipto Rahardjo (1982:91) Efektifitas
dari sosialisasi dan komunikasi hukum adalah :
1. Makin banyak saluran untuk pembeitahuan keputusan, makin besar
dampaknya;
2. Informasi mengenai ketentuan tentang kepatuhan terhadap suatu
keputusan akan mendatangkan dampak lebih besar daripada diskusi
secara umum mengenai suatu kasus;
3. Pemberitaan tentang reaksi negative dengan segera, cenderung untuk
menaikkan ketidakpatuhan.
29
Meskipun dinyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui
hukum, akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Oleh karena itu dalam
rangka pembentukan desa/kelurahan sadar hukum ini Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM mengemban tugas yang sangat berat yakni
harus selalu melakukan penyebarluasan pengetahuan hukum kepada setiap
anggota masyarakat baik itu di wilayah Provinsi, Kabupaten dan kota agar
jumlah anggota masyarakat di setiap desa/kelurahan bertambah
pengetahuan hukum. Dengan bertambahnya setiap anggota masyarakat
yang mengetahui hukum maka diharapkan kita semua dapat lebih sadar akan
manfaat hukum dalam kehidupan benegara dan bermasyarakat.
Selanjutnya pembangunan di Negara kita yang merupakan
pembangunan di segala bidang, didasarkan pada asas pembangunan
nasional, salah satu diantaranya adalah asas kesadaran hukum. Setiap
warga Negara Indonesia haarus selalu sadar dan taat kepada hukum, dan
Negara berkewajiban untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Menurut Soerjono Soekanto (1982:72) salah satu persyaratan agar
hukum dapat berfungsi dengan baik adalah adanya kepatuhan hukum yaitu
jika setiap orang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Kepatuhan
terhadap ketentuan-ketentuan hukum menunjukkan efektifitas keberlakuan
hukum ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, jika kaidah hukum
30
dipatuhi atau digunakan maka hukum itu mampu mempunyai pengaruh positif
yang biasa disebut efektifitas hukum menurut Rusli Effendy, dkk (1991:76).
Lebih lanjut Scholten (Chairuddin, 1991:104) mengatakan bahwa
kesadaran hukum itu tidak lain adalah suatu kesadaran yang ada dalam
kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat kepada hukum. Menurut
Liaca Marzuki (1995:96) fungsi kesadaran hukum rakyat berkaitan dengan
kepatuhan hukum, sekalipun kepatuhan hukum belum tentu mencerminkan
kesadaran hukum para anggota masyarakat. Kepatuhan hkum yang
didasarkan kepada pemaksaan, niscaya tidak dapat lahir dari sikap batiniah
yang memancarkan nilai kesadaran hukum.
Kiranya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum yang menjadi bagian penting dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan dengan
berbagai program kegiatan temu sadar hukum, sosialisasi peraturan
perundang-undangan, ceramah penyuluhan hukum, diskusi dan simulasi
adalah bagian penting dalam pembangunan hukum. Oleh karena itu
perencanaan, pengelolaan, dan pelaksanaan program kegiatan tersebut
diatas dilakukan dengan lebih merata dan menjangkau seluruh
lapisan/golongan masyarakat yang lebih luas, melalui berbagai pola
penyuluhan hukum dengan mengusahakan tetap adanya koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi antar instansi Menurut Mulyana W Kusumah, dkk, 1998:7-8).
31
(Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dengan PEMDA Provinsi,
Kabupaten dan Kota).
Upaya untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat merupakan
keadaan yang tidak mudah karena sangat berkaitan dengan pelbagai
kehidupan, meskipun kesadaran hukum itu dapat dibentuk. Menurut Mustafa
Abdullah dan Soerjono Soekanto (1982:213) bahwa kesadaran hukum dapat
dibentuk melalui program-program pendidikan tertentu, yang memberikan
suatu bimbingan kearah kemampuan untuk dapat memberikan penilain
kepada hukum, bahkan hukum dapat pula dijadikan sarana untuk itu.
Menurut Satjipto Raharjo (1983) membuat analisis bagaimana
sebenarnya budaya hukum yanga berlaku dalam masyarakat Indonesia. Hal
yang tidak dapat diabaikan adalah peranan orang-orang atau anggota
masyarakat yang menjadi sasaran pengaturan hukum itu. Hukum yang
dijalankan dalam masyarakat banyak ditentukan oleh sikap, pandangan serta
nilai-nilai yang hidup dan dihayati dan dianut oleh masyarakat.
Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha
yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah
satu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan
Sadar Hukum. Berdasarkan data Badan Pembinaan HUkum Nasional
sampai dengan tahun 2010 jumlah desa sadar hukum sebanyak 734 desa
32
atau hanya satu persen dari jumlah desa di seluruh Indonesia. Sedangkan
jumlah kelompok Kadarkum sebagai cikal bakal desa sadar hukum adalah
2022. Desa Sadar Hukum telah menjadi tolok ukur kesadaran hukum
masyarakat. Dalam rencana strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun
2010-2014 program pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum
dilaksanakan melalui serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara
lain seluruh Desa di Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah
satu unit yang melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah
Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum, yang
kemudian kebijakan dan kegiatan prioritas menjadikan desa/kelurahan
menjadi sadar hukum diteruskan ke Kantor Wilayah kmenterian Hukum dan
Hak Asasi manusia Maluku yang secara terprogram menjalankan program
kegiatan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum.
Dalam menjalankan program kegiatan pembentukan desa/kelurahan
sadar hukum Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Hak Asasi Manusia
Maluku tetap mengacu pada petunjuk teknis dari Badan pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Disamping itu
menurut keterangan dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan
Ham Maluku yang menjabat pada periode Tahun 2010 mengatakan bahwa
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku menargetkan
sejumlah desa sadar hukum dan mengerti tentang masalah HAM. Lebih
33
lanjut disampaikanm bahwa untuk sementara, sudah 5 desa dan 1 kelurahan
yang telah dijadikan sasaran desa sadar hukum di Kota Ambon meliputi desa
Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, kelurahan Waehaong Kecamatan
Nusaniwe, Desa Batumerah Kecamatan Sirimau, Desa Waiheru Kecamatan
Baguala, Desa Leihari Kecamatan Leitmur dan Hunuth/Durian Patah,
kecamatan Baguala," kata Kakanwil Depkum HAM Maluku, Chris Leihitu.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku
mengeharapkan dari puluhan ribu desa/keluraha di Maluku ini, ada yang
betul-betul menjadi andalan sebagai desa sadar hukum, dimana
masyarakatnya taat membayar pajak, mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tidak membuat pelanggaran dan benar-benar
memahami yang namanya hak asasi manusia.
Pembentukan desa sadar hukum sudah menjadi tugas pokok dan tanggung
jawab Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku pada Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM di bidang pelayanan hukum.
Proses pembentukannya diawali Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM dan Ketua Pengadilan Negeri dan bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah setempat untuk dibina, kemudian diajukan ke Gubernur untuk
memperoleh keputusan dan nantinya diresmikan.
"Tapi tentunya dalam menjalankan program pembentukan desa sadar hukum
ini tidak semudah membalik telapak dan kita akan dorong terus karena sudah
menjadi salah satu tugas pokok Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
34
HAM Maluku katanya. Selain tiga lokasi kecamatan di Pulau Ambon, Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku secara bertahap akan
melancarkan program pembinaan desa sadar hukum di kabupaten lain di
Pulau Buru, Pulau Seram, Maluku Tenggara dan Kota Tual sampai ke
Maluku Barat Daya (MBD).
C. Kerangka Pemikiran
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan
Kanwil Kemenkumham dalam hal ini Bidang Pelayanan Hukum pada Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM melakukan pembentukan Desa Sadar Hukum
dan menganalisa proses Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar
Hukum di Kota Ambon, dimana Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Maluku memilki program kegiatan yang dalam penyusunan program
kegiatan perencanaan pembungunan dibidang hukum harus berkoordinasi
dengan Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, Divisi Keimigrasian, dan
Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta Unit Pelaksana Teknis di wilayah
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Maluku dalam penyusun program kegiatan.
Dalam hal ini, unsur koordinasi merupakan suatu proses yang sangat
dibutuhkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan secara idealnya
dilakukan.
35
Berdasarkan kenyataan bahwa dalam proses penyusunan
perencanaan program kegiatan sebagaimana yang telah diuraikan pada latar
belakang penelitian bahwa proses pengusulan dan sampai pada penyusunan
program kegiatan, kewenangan Kantor Wilayah dalam proses penyusunan
hanya pada pengusulan program kegiatan yang harus disesuiakan dengan
kondisi geografis wilayah dan disesuaikan dan dipadukan dengan Rencana
Strategis Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Program
kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan desa/kelurahan desa sadar
hukum, pelaksanaannya dilaksanakan oleh Divisi Pelayanan Hukum dan
HAM bidang Pelayanan Hukum. Untuk mendukung terlaksananya
pembentukan desa/kelurahan sadar hukum terdapat program kegiatan yang
menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan dan di program secara
berkesinambungan yaitu : kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu,
kegiatan temu sadar hukum, kegiatan inventarisasi desa/kelurahan binaan
atau desa/kelurahan sadar hukum, sosialisasi peraturan perundang-
undangan, diskusi dan simulasi sehingga menghasilkan masyarakat yang
sadar hukum meskipun diakui bahwa untuk membangun kesadaran hukum
masyarakat tidak mudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu
diperlukan perencanaan program kegiatan yang terencana dan terarah serta
didukung dengan sarana dan prasarana yang mendukung tercapainya tujuan
yang dikehendaki.
36
Sedangkan untuk proses pembentukan desa sadar hukum itu harus di
dasarkan dan mengikuti petunjuk pelaksanaan dari : Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang kemudian
diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-
09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI,
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005
tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku, Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola
Penyuluhan , Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008
Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Laporan-laporan Kegiatan Penyuluhan
Hukum/Temu Sadar Hukum, Inventarisasi Desa/Kelurahan Binaan atau
Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Penetapan Walikota Ambon tentang
Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan.
Bila dilihat dari pengalaman peneliti bahwa dalam penyusunan
program kegiatan khususnya pada bidang pelayanan hukum Divisi pelayanan
hukum dan HAM, itu terasa masih terdapat keterbatasan dalam penyusunan
dan pengusulan program kegiatan yang menunjang perencanaan
terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon serta kurangnya
37
koordinasi yang berkesinambungan sehingga bila dikaji lebih lanjut, maka
masih terdapat program-program kegiatan yang menjadi program prioritas
dalam mendukung terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon
tidak berjalan dengan dukungan program kegiatan yang tersedia dalam
APBN, kurangnya sarana dan prasarana, volume kegiatan yang sedikit,
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang, kurangnya
koordinai dengan PEMDA Provinsi, Kabupaten dan Kota serta ketersediaan
anggaran atau alokasi keuangan yang belum optimal dalam mendukung
terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon..
Situasi ini mengakibatkan terhambatnya perencanaan pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum yang dilaksanakan oleh Bidang pelayanan
Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan HAM pada Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku. Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian ini dapat
dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
38
Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum di Kota Ambon
Peranan Kantor Wilayah Faktor Penghambat Proses Pembentukan
1. Tugas Pokok dan Fungsi 1. Kurangnya Program 1. Tugas pokok dan Kantor Wilayah Kegiatan fungsi bidang
2. Program Kegiatan sesuai dengan 2. Jumlah Personil Kurang pelayanan hukumRENSTRA 3. Kurang SDM 2. Pola Penyuluhan
3. Menyelaraskan dan mengikuti 4. Kurangnya anggaran HukumPetunjuk dan Bimbingan 5. Kurangnya Koordinasi 3. Pembentukan dan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan Pihak PEMDA Pembinaan KADAR KUM
4. Program-program Kegiatan dalam Pembentukan
desa/kelurahan Sadar hukum
5. laporan kegiatan Penyuluhan
Hukum Kegiatan Temu sadar Hukum, Kegiatan
iventarisasi Desa/kelurahan Binaan
TERBENTUKNYA DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM DI KOTA AMBON
B. METODE PENELITIAN
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Wilayah Kementerian hukum dan
Hak Asasi Manusia Maluku dan penelitian dilaksanakan 5 Desa dan 1
Kelurahan di Kota Ambon. Untuk lebih focus terhadap penelitian maka yang
menjadi lokasi penelitian yaitu Desa Batumerah Kecamatan Sirimau dan
Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon yang menjadi
39
sasaran penelitian berdasarkan Penetapan Walikota Ambon tentang
pembinaan pada desa dan kelurahan tersebut. Waktu penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah bidang Pelayanan Hukum Divisi
Pelayanan Hukum dan HAM di bawah Kantor Wilayahn Kementerian Hukum
dan HAM Maluku antara lain :
1. Kepala Kantor Wilayah
2. Kadiv Yankum HAM
3. Kepala Bidang Pelayanan Hukum
4. Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
5. Staf Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum
Sedangkan untuk wilayah Kota Ambon sendiri penelitiannya antara
lain yaitu :
1. Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon
2. Kantor Camat Nusaniwe, Kantor Camat Sirimau, Kantor Camat
Baguala, Kantor Camat Leitimur Selatan, dan Kecamatan teluk Ambon
di Kota Ambon
3. Kepalam Desa, Tokoh Masyarakat dan anggota masyarakat Desa
Latuhalat, Kelurahan Waihaong, Desa Batumerah, Desa Waiheru,
Desa Leihari, dan Desa Hunuth/Durian Pata di Kota Ambon.
40
Sehingga seluruh responden diharapkan dapat mewakili populasi
penelitian.
3. Pengumpulan dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam studi ini adalah dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Kuesioner yaitu responden menjawab sejumlah pertanyaan yang
telah dipersiapkan, disusun secara sistematis yang tujukan kepada
para pejabat dan pegawai dilingkungan Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Maluku, Pemda Kota Ambon, Para Camat dan
masyarakat.
b. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan baik
melalui wawancara berstruktur maupun wawancara bebas, secara
langsung kepada responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan.
c. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan melalui
pengamatan langsung terhadap objek kegiatan perencanaan
pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.
d. Dokumen yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan catatan kejadian yang sudah lampau yang
dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan dan karya bentuk yang
41
brekaitan langsung dengan perencanaan pembentukan
desa/kelurahan sadar hukum.
e. Dokumentasi yaitu pengumpulan data dari dokumen-dokumen
mengenai peranan dan proses pembentukan desa sadar hukum di
Kota Ambon.
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif diskriptif yaitu
pengumpulan data dengan menjelaskan, menguraikan, dan
menggambarkan situasi sesuai dengan permasalahan yang erat
kaitannya dengan penelitian ini, sehingga dapat jawaban dan
kesimpulan mengenai perencanaan pembentukan desa/kelurahan sadar
hukum di Kota Ambon.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, M 2005 Membangun Desa Partisipatif, Universitas Hasanuddin Makassar.
Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama: Jakarta
Agustinus Tangkemanda, 2006, Efektifitas Penyuluhan Hukum Dalam Mewujudkan Masyarakat Sadar Hukum di Kecamatan Baruga Kota Kendari, UNHAS Makassar.
Amien, A. M, 2003b Kemandirian Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan, Makassar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin.
Armansyah, 2004, Koordinasi Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Dompu NTB, UNHAS Makassar.
Bryan Coralie dan White Louise, 1987, Managemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, LP3S, Jakarta.
Chairuddin, 1991, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika: Jakarta.
Christian Leihitu, 2010, Desa Sadar Hukum Diharapkan Mengerti Masalah HAM, Antara Ambon.
Cohen, J. M. and Uphoff, N. T. 1977, Rural Development Participatory. Cornell University, Itacha.
Conyer dan Hills, 1994, Perencanaan Yang Berkesinambungan.
Fukuyama, 1997, Desa Sadar Hukum Sebagai Modal Sosial Dalam Pembangunan, BPHN, Jakarta.
Haryanto dan Sahmuddin, 2008, Perencanaan dan Penganggaran Daerah Pendekatan Kinerja, Badan Penerbit UNDIP Semarang.
Indra J Pilliang, 2010, Refleksi Akhir Tahun Kementerian Hukum Dan HAM, Membudayakan Hukum dan HAM, Majalah Hukum, Jakarta.
Kunarjo, A., 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, UI-Press Jakarta.
43
Kunarto, 1996. Sejarah perencanaan Pembagunan Suatu Tinjauan Singkat., Jakarta Prisma Edisi 25.
Leony Anggraeny, 2005 Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Maros (Studi Kasus Pada Pemusyarawatan Tudang Sipulung di Kecamatan Turikale), UNHAS Makassar
Liaca MArzuki, 1995, Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar (sebuah Telaah Filsafat Hukum). Penerbit Hasanuddin University Press: Makassar.
Liestiarini Wulandari, 2010, Pembentukan DSH Sebagai Tolak Ukur Tingkat Kesadaran Hukum di Masyarakat, BPHNTV Jakarta.
Mulyana W Kusumah, dkk., 1998. Konsep dan Pola Penyuluhan Hukum., Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta.
Rahardjo Adisasmita, 2011, Manajemen Pemerintah Daerah. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Rusli Effendi, dkk, 1991, Teori Hukum. Hasanuddin University Press, Ujung Pandang.
Sarwoto, 1986, Dasar-dasar Managemen, Penerbit Ghalia Jakarta.
Satjipto Raharjo, 1982, Ilmu Hukum, Alumni Bandung.
, 1983, Budaya Hukum dalam Permasalahan Hukum di Indonesia, Seminar Budaya Hukum Nasional Ke Empat, Bina Cipta, Bandung.
Soerjono Seokanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Rajawali, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1987, Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Victor F. Nanlessy, 2006, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Program Desa Mandiri Di Kabupaten Gorontalo (Studi Kasus Di Desa Toyidito Kecamatan Polubala), UNHAS Makassar.
Dokumen Perundang-undangan
44
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola Penyuluhan.
Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008 Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.HH-01.PR.01.01 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2010-2014.
http://www. kemenkumhamri.go.id
http://www. bphn.go.id
http://www.kemenhukhammaluku.go.id
BPHNTV, Kementerian Hukum dan HAM RI.
POTRET DESA SADAR HUKUM, Metro TV , Sabtu 27 Nopember 2010.