proposal penyakit kulit akibat kerja
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan
dan kesehatan. Pada tahun 1950, satu komisi bersama antara ILO dan WHO
menyusun definisi kesehatan kerja yaitu promosi dan pemeliharaan kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya. 1
Penyakit akibat kerja adalah penyakit umum yang berkaitan dengan pekerjaan
atau akibat terpapar oleh lingkungan kerjanya. Lingkungan kerja yang terdiri dari
lingkungan fisik, kimia, biologi, fisiologi dan psikologi dapat menimbulkan penyakit
apabila terjadi secara terus menerus dan melebihi jumlah waktu kontak dan
melampaui nilai ambang batas tertentu.2,3
Dalam masa pembangunan jangka panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai
era industririalisasi, salah satu focus utama pembangunan adalah pengembangan
SDM. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi sangat penting dalam
era ini, sehubungan dengan produktivitas industri. Sehingga dengan demikian
penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja yang bertujuan untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari
resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting.3
I.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah terdapat petugas laundri yang menderita penyakit kulit yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya?
b. Apakah ada upaya pencegahan yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin
Sudirohusodo untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit
kulit tersebut?
c. Apakah ada upaya pengendalian yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin
Sudirohusodo berkaitan dengan penyakit gastrointestinal tersebut?
d. Apakah ada upaya rehabilitatif yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin
Sudirohusodo?
1
I.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengkaji penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang beresiko menyebabkan
penyakit kulit akibat kerja
2. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam
pencegahan penyakit kulit akibat kerja
3. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam
pengendalian penyakit kulit akibat kerja
4. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam
rehabilitasi penyakit kulit akibat kerja
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis pada kulit dimana
pekerjaan dapat dibuktikan sebagai faktor penyebab utamanya (Lane et al, 1942). 1
Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan subkutan. Lapisan epidermis
memiliki tebal 0,1 mm dan terdiri atas lapisan keratin dan stratum korneum dimana
keduanya memegang peranan penting sebagai barrier kulit. Pada lapisan epidermis juga
terdapat keratinosit, melanosit, dan sel Langerhans.
Lapisan dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang terdiri atas kolagen dan
serat elastic. Di lapisan ini, terdapat pembuluh darah dan limfa yang merupakan media
transport bagi sel-sel imunokompeten seperti makrofag, sel mast, dan limfosit. Struktur
lain seperti folikel rambut, glandula sebasea, glandula ekrin dan apokrin, rambut, dan
musculus erector pilorum juga terdapat di lapisan dermis. Di bawah dermis, terdapat
lapisan subcutan yang berperan sebagai bantalan antara epidermis-dermis dan struktur
tubuh yang lain. 1
Kulit berperan sebagai lapisan proteksi bagi tubuh. Kekuatan peregangan dan
kelenturannya memberikan proteksi terhadap berbagai trauma. Lapisan keratin berperan
sebagai barrier terhadap iritan dan allergen, racun, dan mikroorganisme. Pigmen kulit,
melanin, dipercaya berperan melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar ultraviolet.
Pembaharuan sel-sel epidermis yang terjadi terus-menerus juga menyulitkan terjadinya
kolonisasi bakteri dan jamur. 1
Gambar 1 Anatomi kulit
3
Data mengenai morbiditas penyakit kulit akibat kerja (PKAK) tidak
didokumentasikan dengan baik diberbagai negara. Di Amerika Serikat, penyakit kulit
akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja (PAK) yang paling sering terjadi pada tahun
1970-an dan 1980-an. Diperkirakan jumlah PKAK sekitar 45 % dari semua kasus PAK.
Namun jumlah ini diduga sangat kecil bila dibandingkan dengan angka kejadian
sebenarnya (Mathias,1985). Di Swedia, dimana data mengenai PAK lebih lengkap,
PKAK merupakan 50 % dari semua PAK. 1
Data dari survey tahunan Bureau of Labour Statistic (Amerika Serikat) mengenai
kecelakan dan penyakit akibat kerja dari tahun 1973 sampai 1984 menunjukkan bahwa
insiden PKAK menurun dari 16,2/10.000 per tahun menjadi 6,3/10.000 per tahun di
semua sektor industry, dan dari 31,2/10.000 per tahun menjadi 12,3/10.000 per tahun di
sektor manufaktur (Mathias and Morrison, 1988). Meskipun demikian, angka ini masih
dianggap sebagai proporsi PAK yang cukup besar, terutama dalam sektor manufaktur. 1
Table 1 Penyakit kulit akibat kerja di Amerika Serikat, 1973-1984
Tahun
Sektor industri Sektor manufaktur
Insiden/10.000% PKAK
terhadap PAKInsiden/10.000
% PKAK
terhadap PAK
1973 16,2 44 31,2 51
1974 15,7 45 31,4 51
1975 13,6 46 26,9 49
1976 12,8 43 26,2 49
1977 12,4 45 24,6 48
1978 10,7 46 21,6 49
1979 10,5 46 20,6 48
1980 8,7 43 17,5 44
1981 7,9 41 14,8 41
1982 6,7 40 12,7 38
1983 6,2 37 11,9 35
1984 6,3 34 12,3 32
(dikutip dari kepustakaan 1)
Kurangnya pelaporan, kurangnya pemahaman dan kesalahan klasifikasi kasus
menyebabkan besarnya masalah ini menjadi kabur. Insiden PKAK yang sebenarnya
diduga 10 sampai 50 kali lebih besar dari yang dilaporkan. Alasan kurangnya pelaporan
4
antara lain ketakutan pegawai akan kehilangan pekerjaan dan pembatasan prospek
pekerjaan di masa depan; dan ketakutan pimpinan terhadap adanya kemungkinan tuntutan
hokum untuk penggantian biaya pengobatan. Alasan lain di antaranya keterbatasan akibat
penyakit kulit hanya sedikit, sehingga pasien dapat tetap bekerja; serta kausa PKAK
bersifat multifaktorial sehingga mempersulit penegakan diagnosis.1
Berdasarkan data 1727 kasus PKAK yang dicatat Kementrian Tenaga Kerja
Singapura dari tahun 1983 sampai 1987, dermatitis kontak merupakan PKAK yang paling
sering terjadi yaitu sebanyak 86% dari semua kasus (Chia dan Phoon 1993). 1/5 dari
kasus ini ditemukan pada industry konstruksi, dan 15% ditemukan pada industry
elektronik.1
Berdasarkan data 557 pasien PKAK di rumah sakit pemerintah Singapura dari
tahun 1984 sampai 1985, dermatitis kontak merupakan kasus mayoritas dimana dermatitis
kontak iritan adalah yang paling banyak (56%), diikuti dengan dermatitis kontak alergi
(39%). 5% kasus merupakan kasus non-dermatitis kontak, seperti dermatosis fiberglas,
miliaria, dan folikulitis (Goh,1987). Kebanyakan pekerja yang terkena adalah pekerja
konstruksi (30%), industry metal (21%), industry elektronik (16%) transportasi (6%), dan
usaha catering (4%). 1 Larutan penghilang, minyak, semen, cairan pelarut, detergen, dan
soldering flux merupakan iritan paling banyak. Sedangkan allergen yang paling banyak
adalah zat warna, bahan karet, damar, nikel, dan kobalt. 1
Penyakit kulit akibat kerja yang lain di antaranya urtikaria kontak, kanker kulit,
akne, dan fenomena Raynaud. 1,2
1. Dermatitis kontak iritan (DKI)
Dermatitis adalah inflamasi kulit dengan morfologi yang khas dengan penyebab
yang bervariasi. Gambaran akut dermatitis adalah kemerahan, edema, dan vesikel.
Gambaran kroniknya berupa bersisik, likenifikasi, penebalan, fissure, dan
kemungkinan perubahan pigmentasi juga dapat terjadi.1,4
Dermatitis kontak merupakan bentuk dermatitis yang terjadi akibat kontak
langsung dengan iritan atau allergen dari lingkungan. 1,4
Iritan adalah bahan yang dapat merusak kulit langsung pada daerah kontak.
Inflamasi kulit yang disebabkan oleh kontak dengan iritan disebut dermatitis kontak
iritan. Proses inflamasi pada dermatitis jenis ini tidak dimediasi oleh mekanisme
imunlogis.
a. Dermatitis kontak iritan akut (DKIA)
5
Iritan kuat, seperti larutan asam atau basa pekat atau larutan pelarut, dapat
menyebabkan DKIA setelah satu kali kontak ataupun beberapa kali kontak. 1
Di tempat kerja, DKIA biasanya terjadi akibat kecelakaan atau kebiasaan
buruk pekerja seperti tidak menggunakan sarung tangan, sepatu boot, atau apron
bila indikasikan, atau akibat kelalaian dalam menangani iritan akut. Hal ini juga
dapat terjadi akibat kegagalan pekerja (biasanya akibat pengabaian) dalam
mengenali risiko bahaya dari bahan-bahan pekerjaan. DKIA pada umumnya dapat
dicegah dan pekerja tidak perlu mencari pekerjaan lain. Bentuk pencegahan
diantaranya penggunaan sarung tangan, apron dan boot kedap air. 1
b. Dermatitis kontak iritan kumulatif
Dermatitis kontak iritan tipe ini terjadi akibat kontak berulang dengan iritan
lemah. Iritan lemah menyebabkan DKI hanya pada individu yang rentan. Rentang
waktu antara kontak pertama dengan munculnya gejala bervariasi dari beberapa
minggu hingga beberapa tahun, tergantung dari jenis iritan, frekuensi kontak, dan
kerentanan host. Manifestasi klinis yang muncul biasanya berupa dermatitis
kronik.1
Contoh dermatitis kontak iritan kumulatif adalah dermatitis kronik pada
tangan akibat air dan detergen pada tukang cuci piring dan ibu rumah tangga, dan
akibat larutan penghilang pada pekerja metal. Larutan pelarut seperti thinner dan
kerosen dapat pula mengakibatkan dermatitis kontak iritan kumulatif bila sering
digunakan secara salah sebagai pembersih kulit. 1
2. Dermatitis kontak alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi adalah bentuk inflamasi kulit akibat kontak dengan
allergen yang dimediasi oleh adanya reaksi imunologis. Individu tidak bereaksi
terhadap alergi pada saat kontak pertama kali. Terkadang, perlu kontak berulang
hingga seseorang dapat tersensitasi.1,5
Setiap zat/bahan memiliki potensi sensitasi yang berbeda-beda, serta setiap
individu juga memiliki nilai kerentanan terhadapa allergen yang berbeda-beda pula.
Apabila seseorang telah tersensitasi oleh allergen, kontak berikutnya akan memicu
reaksi hipersensitivitas tipe IV. Dermatitis biasanya muncul setelah 36 sampai 48 jam
setelah kontak dengan allergen. Dermatitis yang muncul dapat bersifat akut, subakut,
atau kronik, tergantung dari sensitivitas pekerja. Alergi terhadap suatu zat tertentu
bersifat spesifik, dan bila sekali alergi, maka alergi biasanya akan dialami seumur
hidup. 1
6
Allergen yang umum ditemukan di industry yaitu nikel, wewangian, chromat
hexavalent, bahan karet, dan dammar.1
Berbeda halnya dengan pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan, pekerja
dengan dermatitis kontak alergi terhadap bahan-bahan pekerjaan mungkin perlu
mencari pekerjaan yang lain. Oleh karena itu, sangat penting membedakan dermatitis
kontak iritan dengan dermatitis kontak alergi. Apabila suatu allergen telah
diidentifikasi sebagai penyebab dermatitis, maka pekerja harus diberitahu mengenai
sumber allergen dan agar menghindari kontak dengan allergen tersebut.
Tes tempel adalah tes definitive untuk dermatitis kontak alergi. Tes ini dapat
memberikan informasi mengenai allergen penyebab dermatitis. Tes dilakukan dengan
menempelkan allergen pada punggung selama 48 jam. Reaksi terhadap tes diperiksa
pada saat allergen dilepaskan setelah 48 jam. Setelah 96 jam, reaksi diperiksa
kembali. Tes tempel harus dilakukan oleh dermatologis yang berpengalaman untuk
mencegah false positif dan false negative. False positif dapat terjadi bila konsentrasi
allergen terlalu besar. Demikian pula sebaliknya, bila konsentrasi allergen terlalu kecil
dapat terjadi false negative (Fregert,1981). 1,5
3. Dermatitis kontak fototoxic dan fotoalergik
Zat fototoxic adalah zat yang menyerap sinar ultraviolet dan menyebabkan
inflamasi kulit. Contoh zat fototoxic adalah obat-obatan (fenotiazin dan tetrasiklin),
bahan kimia industry (tars) dan dammar. Dermatitis kontak fototoxic tidak dimediasi
oleh reaksi imunologis. Zat fototoxic menyebabkan reaksi hampir pada semua orang
yang terekspos dan reaksi yang terjadi tergantung dosis
Sama halnya dengan dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak fotoalergik juga
dimediasi oleh reaksi imunologis. Allergen menjadi aktif hanya bila terdapat sinar
ultraviolet. Contoh fotoalergen di antaranya obat-obatan, wangi-wangian, sunscreen
dan antiseptic. Tes untuk mengetahui dermatitis kontak fotoalergi adalah tes
photopatch. 1
4. Urtikaria kontak
Urtikaria kontak adalah bentuk reaksi kulit terhadap kontaktan (urtikan) berupa
kemerahan segera setelah kontak. Berbeda halnya dengan dermatitis kontak yang
muncul beberapa hari setelah kontak, urtikaria kontak muncul segera setelah kontak
dengan urtikan. Manifestasi klinis biasanya berupa erupsi urtikaria (dalam 30 menit
setelah kontak), dan pada kasus lanjut, dermatitis. 1
7
Urtikaria kontak dapat dimediasi oleh reaksi imunologis (reaksi hipersensitivitas
tipe I = urtikaria kontak alergi) maupun non-imunologis. Reaksi yang non-imunologis
biasanya terlokalisasi dan tidak mengancam jiwa. Sedangkan urtikaria kontak allergen
biasanya bersifat generalisata dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, sangat penting
untuk membedakan urtikaria kontak alergi dan urtikaria kontak non-alergi. Urtikaria
kontak alergi dapat dikonfirmasi dengan tes tusuk (tes prick).1
Penyebab urtikaria kontak antara lain makanan (daging, telur, seafood, sayuran),
gigitan ataupun produk sekresi serangga (misalnya dari ulat dan antropoda),
tumbuhan dan bumbu (rumput laut, pewangi makanan, dan cabe rawit), pewangi dan
penyedap rasa seperti kayu manis, obat-obatan (antibiotic), metal (kobalt), pengawet
(formaldehid dan asam benzoate), dan bahan karet (sarung tangan).1
5. Kanker kulit
Angka kejadian kanker kulit akibat kerja telah banyak diperdebatkan, namun
mayoritas pengamat setuju bahwa terdapat proporsi yang signifikan. Penyebab kanker
kulit akibat kerja yang paling sering adalah sinar ultraviolet, hidrokarbon polisiklik
aromatic, arsenic, radiasi berion, dan trauma.2
Jenis kanker kulit yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma sel basal. Hal ini berhubungan dengan pajanan terhadap sinar matahari
dalam jangka panjang, tetapi dapat pula disebabkan oleh tar, minyak, trauma, dan
panas. 2
Spectrum sinar matahari yang paling karsinogenik adalah dalam UVB (290-320
nm), tapi UVC (100-290 nm) dan UVA (320-400 nm) juga bersifat fotokarsinogenik.
UVA mempercepat proses keganasan yang diakibatkan oleh UVB, dan UVC dapat
ditemukan pada sinar las dan lampu germicidal. 2
Kanker akibat UVB dan UVA lebih sering terjadi pada pekerja outdoor dan
orang kulit putih, rambut tipis, dan mata berwarna. Pajanan terhadap radiasi sinar
ultraviolet tergantung pada waktu yang dihabiskan di bawah sinar matahari, garis
lintang, musim, durasi siang hari, ketinggian, dan cuaca. Sumber radiasi UV buatan di
antaranya sinar las, lampu germicidal, dan mesin terapi UV. Alat yang dapat
mengukur pajanan UV disebut radiometer. 2
Keratosis arsenic, arsenikalisme kronik, merupakan keratosis punktata multiple
berwarna kuning yang distribusinya simetris pada kedua telapak tangan dan kaki.
Karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel skuamosa intraepidermal (Bowen
Disease) dapat berkembang dari keratosis ini. Karsinoma sel basal juga dapat
8
berkembang akibat pajanan arsenic da bermanifestasi klinis sebagai lesi multiple,
superficial dan berpigmen. 2
Pajanan arsenic biasanya terjadi di tempat peleburan tembaga, pembuat
kembang api, penyulingan emas, tukang kayu (melepaskan kertas dinding tua),
pekerja semikonduktor, dan taxidermis. Arsenic juga biasa digunakan sebagai
pembasmi tikus. 2
6. Akne
Oil akne, atau oil folikulitis, adalah kondisi yang terjadi akibat pajanan minyak
yang berat. Lengan dan paha biasanya dipenuhi oleh banyak komedo (biasanya
berwarna hitam), pustule, furunkel, dan terkadang karbunkel. Dulu, angka kejadian oil
akne lebih tinggi, terutama di kilang minyak, namun saat ini sudah berkurang seiring
dengan semakin majunya teknologi dan semakin kurangnya kontak langsung dengan
minyak. Sumber minyak yang paling sering adalah percikan minyak pada masinis,
dan minyak pelumas pada mekanik. Pekerja yang menangani penyulingan tar dan batu
bara, pengebor minyak, pekerja tungku batu arang, penyulingan petroleum, pekerja
karet, pekerja pabrik tekstil, dan pembuat jalan juga sering terkena oil akne. 2
Bentuk akne akibat lingkungan yang lain adalah akne kosmetik pada actor dan
kosmetologis. Akne mekanik yang terjadi akibat tekanan, gesekan, gosokan, dan
regangan pada pekerja yang menggunakan pakaian dan helm yang berat. Akne
tropical juga sering terjadi pada iklim yang panas dan lembab. Saat perang dunia II,
ribuan anggota militer dievakuasi dari Pasifik Selatan akibat kondisi ini. Acne
McDonald’s terjadi akibat kontak dengan minyak dan lemak hamburger. 2,3
Penggunaan apron dapat mengurangi pajanan minyak. Sarung tangan tidak
dapat selalu digunakan oleh masinis maupun mekanik karena adanya risiko tersangkut
di mesin. Adanya mesin pemotong automatis telah mengurangi kontak langsung
dengan bahan berminyak. 2
Chloracne jarang terjadi. Manifestasi klinisnya berupa komedo tertutup dan
kista warna kekuningan pada kulit yang muncul setelah terpajan bahan kimia halogen
baik melalui kulit maupun secara sistemik. Tubuh yang terkena antara lain pipi, dahi,
dan leher. Punggung, dada, bahu, pantat, genitalia dan perut juga kadang dapat
terkena. Gejala lain yang dapat timbul di antaranya hipertrikosis, hiperpigmentasi, dan
porpiria kutanea tarda. Konjunctivitis, pembengkakan, secret dari kelenjar meibom,
dan warna kecoklatan pada kuku juga dapat ditemukan. Mayoritas kasus dapat
sembuh sendiri dalam 1-2 tahun setelah penghentian pajanan. 2
9
7. Fenomena Reynond’s
Hubungan antara vibrasi dan fenomena Raynaud telah diketahui sejak abad ke
20. Fenomena Raynaud ini sering pula disebut sebagai “dead fingers” dan “white
fingers”. Pengoperasian alat dengan vibrasi tinggi seperti alat bor, terutama dalam
cuaca dingin, menyebabkan vasospasme arteri digiti sehingga jari menjadi pucat,
sianosis dan eritema. Gergaji, gerinda, dan palu juga diduga dpaat menyebabkan
kondisi ini. Sensasi geli dan mati rasa, kepucatan pada ujung satu atau dua jari, dan
rasa aneh pada tangan merupakan gejala fenomena Raynaud. Gejala terkadang susah
dibedakan dengan bentuk fenomena Raynaud yang lain, namun biasanya gejala
asimetris. Fenomena ini jarang mengakibatkan keterbatasan kerja sehingga pada
umumnya pekerja tetap melanjutkan pekerjaannya. Frekuensi vibrasi yang dapat
menimbulkan fenomena ini yaitu antara 30 hingga 300 Hertz. 2
III. DIAGNOSIS
1. Anamnesis1
Riwayat pekerjaan
a. Tempat kerja
b. Jenis pekerjaan
c. Teknik penanganan material kerja
d. Penggunaan alat pelindung diri
e. Higien
Factor-faktor di lingkungan kerja yang berkaitan dengan penyakit kulit
a. Pekerjaan, material, dan teknik baru
b. Informasi tentang penaganan bahan yang aman
c. Apakah pekerja yang lain juga mengalami hal yang sama
d. Perbaikan saat libur
e. Riwayat pekerjaan sebelumnya
f. Riwayat penyakit kulit akibat kerja sebelumnya
g. Pekerjaan tambahan
Riwayat yang lain
a. Riwayat atopic
b. Riwayat penyakit kulit yang lain
c. Riwayat pengobatan penyakit kulit
d. Pajanan domestic
10
e. Hobbi
2. Pemeriksaan fisis1
a. Apakah dermatitis?
b. Apakah dermatitis kontak (eksogen)?
c. Apakah dermatitis kontak iritan atau alergi?
d. Apakah ada factor tambahan yang lain (misalnya sinar matahari)?
e. Apakah penyakit kulit non-dermatitis?
Penatalaksanaan penyakit kulit akibat kerja berupa pekerja harus menghindari agen
penyebab bila dermatitis berat. Penggantian pekerjaan untuk sementara mungkin dibutuhkan.
Pekerja dengan penyakit kulit yang sedang dianjurkan untuk tetap melanjutkan pekerjaannya
tapi dengan penggunaan alat pelindung diri yang lebih baik. 1
Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Penggunaan krim1
Efektivitas penggunaan krim masih banyak dipertanyakan. Kebanyakan penelitian
menunjukkan bahwa krim tidak banyak membantu dalam melindungi kulit. Namun,
penggunaan krim memiliki keuntungan meningkatkan kesadaran pekerja untuk
membersihkan kulitnya saat istirahat atau setelah pekerjaan selesai.
2. Penggunaan alat pelindung diri1
Alat pelindung diri (sarung tangan, apron, boot) bila digunakan dengan baik, sangat
bermanfaat dalam mencegah penyakit kulit akibat kerja. Namun kekurangan
penggunaan sarung tangan adalah adanya risiko kecelakan. Oleh karena itu pemilihan
sarung tangan harus disesuaikan dengan jenis bahan dan jenis pekerjaan yang
ditangani.
3. Surveilens1
Dokter dan perawat harus melakukan surveilens mengenai kesehatan pekerjanya
sehingga bila terjadi outbreak, dapat segera dilakukan investigasi dan penangan
segera. 1
4. Legislasi 1
Termasuk di dalamnya peraturan tentang perlengkapan untuk menjaga higien kulit,
fasilites mencuci tangan di tempat kerja, fasilitas pemeriksaan kesehatan, dan
kompensasi bagi pekerja bila sakit.1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
11
III.1. Bahan dan Cara
III.1.1.Peralatan yang diperlukan
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey (survey jalan
sepintas) dalam rangka untuk survey aspek kesehatan dan keselamatan kerja
pada petugas kasir antara lain:
- Alat tulis menulis
Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan sepintas
- Kamera digital
Berfungsi sebagai alat untuk memotret kehidupan dan kegiatan para kasir.
- Check List
Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survey
jalan sepintas yang dilakukan.
III.1.2.Cara Pemantauan
Kami merencanakan untuk memantau dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
beresiko menyebabkan penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry di RS
Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan metode walk through survey dengan
menggunakan check list.
III.2. Lokasi
Lokasi survey adalah di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.
III.3. Biaya
Biaya yang digunakan pada survey identifikasi faktor-faktor yang beresiko
menyebabkan penyakit kulit akibat kerja ini adalah swadaya.
III.4. Jadwal
Survei mengenai penyakit kulit akibat kerja petugas laundry di Unit CSSD RS
Wahidin Sudirohusodo akan dilaksanakan selama kurang lebih 1 minggu.
20 Januari 2012 : Melapor ke bagian K3 di RS. Ibnu Sina dan diberikan
pengarahan
21 Januari 2012 : Membuat makalah mengenai penyakit kulit akibat kerja
22 Januari 2012 : Membuat proposal penelitian
23 Januari 2012 : Melakukan survey di lokasi penelitian
24 Januari 2012 : Membuat laporan hasil penelitian
BAB IV
12
HASIL IDENTIFIKASI DAN PEMBAHASAN
4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.1 IDENTITAS PERJAN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO.
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit kelas A
pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai berikut:
1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)
3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333, 584888
4. Fax : (0411) 587676
5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan batas-batas
sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan jalan
poros Makassar Pare-pare.
- Sebelah Timur : Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan.
- Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian Unhas yang
diantarai DAM buatan.
- Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.
Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo akan
mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang Kegawat
Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta pelayanan penunjangnya.
4.1.2 SEJARAH
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan pada tahun 1947 dengan meminjam dua
bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925 sebagai bangsal bedah dan penyakit
dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya RS Dadi. Kemudian pada tahun 1957,
pemerintah daerah tingkat I Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di Lokasi RSU Jiwa
sebagai Rumah sakit propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng no.34 (kini Jl. Lanto Dg.
Pasewang).
Sejak tahun tersebut, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing-masing membangun
gedung-gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi tersebut, Gubernur Propinsi
13
Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr. H. Akhmad Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI, Dr.
H. Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat memindahkan RSU Dadi ke Lokasi yang
lebih strategis sebagai Rumah Sakit Rujukan dan Rumah Sakit Pendidikan.
Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea tidak jauh dari
lokasi kampus Universitas Hasanuddin. Pembangunan gedung pertama pada tahun 1988 yaitu
gedung administrasi. Atas bantuan rektor Unhas yang menghibahkan tanah Unhas seluas 8
Ha maka pada tahun 1990 pembangunan gedung-gedung mulai dilaksanakan dengan
kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan
status Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI
no.283/Menkes/SK/III/1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, karena notabene Dr.
Wahidin Sudirohusodo masih memiliki hubungan emosional dengan cucu Karaeng Galesong.
Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
No.999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 oktober 1995, Keputusan Dirjen Pelayanan Medis
No.0001311864 tentang petunjuk Teknis Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan
Keuangan sebagai unit Swadana.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan Januari 1998 lalu RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditasi Rumah Sakit Pusat, dan mulai 1
April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya menjadi pengguna PNPB. Sejak
bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di ubah menjadi PERJAN
(Perusahaan Jawatan).
4.1.3 VISI, MISI, DAN MOTTO RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Visi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu “Menjadi Rumah Sakit rujukan
tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yang mandiri, prima serta unggul dalam teknologi,
manajemen, dan sumber daya manusia”.
Misi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima, professional, dan
terjangkau.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang mendukung
pelayanan paripurna.
c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di Kawasan Timur
Indonesia.
Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah: “Dengan budaya SIPAKATAU kami
melayani dengan hati” yang berarti bahwa dalam memberikan pelayanan setiap karyawan
14
harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin
dihargai dan diperlakukan oleh orang lain.
4.1.4 SUSUNAN ORGANISASI
Susunan Direksi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terdiri dari:
- Direktur Utama : Prof. Dr. H. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K), MARS
- Direktur Medik dan Keperawatan : Dr. Khalid Saleh, Sp.PD
- Direktur SDM dan Pendidikan : Dr. Hj. Chandrawaty Husain, Sp.B.
- Direktur Keuangan : Erwin Susanto, SE
- Direktur Umum dan Operasional : Dra. Andi Kalsum, P.Apt, M.kes
4.1.5 SUMBER DAYA
a. Tenaga
Jumlah tenaga yang tersedia di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sekarang ini
sebesar 1.579 orang.
b. Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini:
Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub spesialistik
yang meliputi:
1. Pelayanan sub spesialistik Bedah
2. Pelayanan sub spesialistik Penyakit Dalam
3. Pelayanan sub spesialistik Kesehatan Anak
4. Pelayanan sub spesialistik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
5. Pelayanan sub spesialistik Mata
6. Pelayanan sub spesialistik Neurologi
7. Pelayanan sub spesialistik Kulit Kelamin
8. Pelayanan sub spesialistik Anastesi
9. Pelayanan sub spesialistik Radiologi
10. Pelayanan sub spesialistik Kardiologi
11. Pelayanan sub spesialistik Pulmonologi
c. Sarana dan Prasarana
1. Sarana
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas tanah 8,4 ha dengan luas gedung
28416.8 m2 yang terdiri dari: kantor, rawat jalan, rawat darurat, rawat inap (Lontara 1-
4; Pavilium Palem, Sawit dan Pinang), Cardiac Centre, Perawatan Intensif,
Hemodialisa, Endoskopi dan Bedah Pusat (COT), Rehabilitasi Medik, Tindakan
Khusus (Lithotripsy, Prostatron, Hyperbarik Chamber), Laboratorium, Farmasi,
15
Utility, Wisma, kamar jenasah, selasar, taman, halaman, jalan dan tempat parker,
transportasi dan alat komunikasi (ambulance 3 buah, mobil jenasah 3 buah, mobil
dinas 10 buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan dan faximile 2 buah).
Fasilitas Tempat Tidur (TT):
Kapasitas tempat tidur 559 TT + 20 TT (bayi)
1. VIP A1, A2, A3, B1 34 TT
2. Kelas I 54 TT
3. Kelas II 176 TT + 11 TT (isolasi)
4. Kelas III 264 TT
5. Perawatan Intensif 20 TT
2. Prasarana
Listrik (PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air bersih (artesis,
PDAM, sumur), tabung (gas medis, outlet O2 70 buah, NO2 14 buah), vakum ekstra 78
buah, air resusitasi 42 buah, vakum unit 1 buah 2 x 7,5 HP, kompressor O 2 14 buah,
sentral NO2 6 buah, buler 2 unit 2 x 10,5 KW, air conditioner (central cheller terdiri
dari 3 unit dengan kapasitas masing-masing 10 Kva, pump terdiri dari 3 unit,
window/split terdiri dari 120 unit), reservoir (tower, tanah, hydrant), pengelolahan
limbah (waste water treatment, incinerator, cerobong asap uap), sistem keamanan
(satpam) 10 orang, sistem pemadam kebakaran (pail alarm, genset hydrant).
4.2. HASIL WALK THROUGH SURVEY
Berikut ini adalah hasil pemantauan dan identifikasi faktor-faktor yang beresiko
menyebabkan penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry RS Wahidin
Sudirohusodo. Pemantauan dan identifikasi ini dilakukan dengan metode walk
through survey dengan menggunakan check list dan wawancara.
16
4.2.1. Denah Ruang Laundri Unit CSSD RS WAHIDIN SUDIROHUSODO
Keterangan:
1. Pintu
2. Area penggunaan APD
3. Mesin cuci
4. Mesin pengering
5. Ruang kepala ruangan
6. Gudang
7. Area tempat linen bersin
8. Area penyetrikaan
9. Area penjemuran
4.2.2. Sistem Kerja Petugas Laundri RS Wahidin Sudirohusodo
Dari hasil Walk Throught Survey yang telah dilakukan di Unit CSSD RS Wahidin
Sudirohusodo, di dapatkan informasi sebagai berikut:
Jumlah petugas laundry yang bekerja di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo
berjumlah ± 17 orang.
Masing-masing petugas kasir memiliki waktu kerja ± 8 jam sehari dengan system
kerja bergilir (shift), dimana selama waktu kerja tersebut petugas memiliki waktu
istirahat selama 1 jam.
Waktu kerja dalam sehari dibagi kedalam tiga shift antara lain :
- Shift 1 : Pukul 07.00-14.00 WITA
- Shift 2 : Pukul 14.00-21.00 WITA
- Shift 3 : Pukul 21.00-07.00 WITA
17
1
23 3 3 4443 4
5
8
9
7 6
4.2.3. Alur Pekerjaan
Alur Kerja Petugas Laundri
Gambar. Petugas laundri saat bekerja
4.2.4. Alat Kerja yang Digunakan
- Troli pakaian
- Mesin cuci
- Mesin pengering
- Meja setrika
- Setrika
4.2.5. Bahan Kerja yang Digunakan
- Detergen cair
- Larutan oxygen bleach (detergen pemutih)
- Larutan alkali
- Larutan pelembut
4.2.6. Tinjauan faktor-faktor yang berisiko yang dapat menyebabkan penyakit kulit
pada petugas laundry di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo
1. Factor pekerjaan
Pada saat melaksanakan pekerjaannya, terdapat kontak antara petugas dan
linen/pakaian. Saat proses mengambil linen/pakaian kotor sampai memasukkan ke
18
dalam mesin cuci, pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa topi, masker,
dan sarung tangan terlebih dahulu. Sedangkaan saat mengeluarkan linen/pakaian
yang telah dicuci dari mesin cuci dan kemudian memasukkannya ke dalam mesin
pengering, petugas tidak lagi menggunakan sarung tangan.
2. Factor kimia
Pada proses pencucian digunakan empat jenis larutan, yaitu detergen cair, larutan
oxygen bleach (detergen pemutih), larutan alkali, dan larutan pelembut yang
berada dalam jergen. Melalui selang, keempat jenis cairan ini dialirkan secara
otomatis dari jergen ke dalam mesin cuci. Jumlah cairan diatur secara otomatis
oleh mesin cuci. Bila cairan dalam jergen habis, maka diganti dengan jergen yang
baru.
4.2.6. Upaya-upaya K3 dalam pencegahan penyakit kulit akibat kerja
Upaya pencegahan penyakit kulit akibat kerja yang dilakukan adalah:
- Alat pelindung diri berupa sepatu boot, topi, masker, dan sarung tangan
- Penggunaan mesin cuci
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penilaian Walk Through Survey dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Didapatkan faktor-faktor yang beresiko menyebabkan penyakit kulit akibat kerja
pada petugas laundry RS Wahidin Sudirohusodo berupa kontak dengan
pakaian/linen dan cairan-cairan kimia yang digunakan dalam proses pencucian.
Namun, karena penggunaan alat pelindung diri berupa topi, masker, dan
terutama sarung tangan dilaksanakan dengan baik, sehingga kontak dengan
pakaian/linen dapat dihindari. Penggunaan mesin cuci yang canggih juga
memungkinkan kontak langsung petugas dengan zat-zat kimia dapat dihindari.
2. Upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit kulit akibat kerja di Unit Laundri RS Wahidin
Sudirohusodo sudah cukup baik yakni dengan adanya penyediaan alat pelindung
diri berupa sepatu boot, topi, masker, dan sarung tangan.
3. Belum ada tindakan rehabilitatif yang dilakukan oleh pihak K3 RSWS
5.2 SARAN
1. Diharapkan agar pengurus organisasi/unit K3 mengevaluasi masalah yang
berhubungan dengan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan kurja unit laundri
RS Wahidin Sudirohusodo.
2. Secara umum, dalam hal lingkungan kerja, diharapkan agar:
– Dilakukannya pemeriksaan kesehatan berkala dan menyeluruh sehingga
dapat memaksimalkan kinerja petugas laundri
– Penambahan jumlah pegawai sehingga kinerja petugas dapat ditingkatkan
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Koh D, Goh CL. Skin disorders. In: Jeyaratnam J, Koh David, editors. Textbook of
occupational medicine practice. Singapore: World scientific publishing co. pte. Ltd;
1996. p. 111-43.
2. Chowdhury M, Maibach HI. Occupational skin disorders. In: LaDou Jopeph, editor.
Current occupational & environmental medicine. 3rd edition. Singapore: The
McGraw-Hill companies, Inc; 2004. p. 287-306.
3. Putra IB. Penyakit kulit akibat kerja karena kosmetik. [online]. 2011. [cited_2011].
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3424/1/08E00606.pdf
4. Siregar RS. Dermatosis akibat kerja. [online]. 2011. [cited_2011]. Available from:
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/107964447.pdf
5. Kabulrachman. Penyakit kulit alergik: beberapa masalah dan penanggulangannya.
[online]. 2011. [cited_2011]. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/285/1/Kabulrachman.pdf
21