proposal ptk

86
IMPLEMENTASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS Oleh: Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan. Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian. A. Diagnosis dan Penetapan Masalah Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan- persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu ”ditawarkan” kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen. Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya. Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini

Upload: smkfarmasi

Post on 13-Dec-2014

1.550 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal ptk

IMPLEMENTASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh: Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.

A. Diagnosis dan Penetapan Masalah Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu ”ditawarkan” kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional.PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional. Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”. Contoh permasalahan ada di Lampiran 1.Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu. Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru serta dosen (bersama) untuk memecahkan salah satu atau beberapa di antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan

Page 2: Proposal ptk

mampu belajar?Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:• Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang “ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut;• Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?• Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?• Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi?• Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan. Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini. Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin ”hands on” atau ”minds on”, bahkan juga kalau mungkin ”hearts on”).Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk ”Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara ”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on” ?Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara ”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on”..

Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.B. Bentuk dan Skenario TindakanGagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih.Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh dosen dan guru.Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing .Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005).

Page 3: Proposal ptk

C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan TindakanInstrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati.1. Dari sisi prosesDari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil). a. Instrumen untuk inputInstrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst.b. Instrumen untuk prosesInstrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih. c. Instrumen untuk outputAdapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

2. Dari sisi Hal yang DiamatiSelain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992).

a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record). Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:1) pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, 3) hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan 4) pengamatan harus dilakukan secara objektif.

Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events), b) Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form), c) Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns), d) Pengamatan Terstruktur (Structured Observation), e) Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),

Page 4: Proposal ptk

f) Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions), g) Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-Teaching Activities) ,h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb.

b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization), b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map), c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms), d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment), e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews), f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.

c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan. Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Tes Diagnostik (Diagnostic Test) , b) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students), b) Format Bayangan (Shadowing Form), c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students), d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart), e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons), f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection), h) Sosiogram, dsb

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud:

(1) Pedoman Pengamatan.Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .

Page 5: Proposal ptk

(2) Pedoman WawancaraUntuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan .Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.

(3) Angket atau kuesioner Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.

(4) Pedoman Pengkajian Data dokumenDokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.

(5) Tes dan Asesmen AlternatifPengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).

Dalam Lampiran 3—17 dicontohkan beberapa macam instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti (Chotimah dkk. 2005; Tim Biologi SMA Lab. UM 2005)

Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.

Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian

Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.

1. Analisis Data Penelitian.Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik);

Page 6: Proposal ptk

b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut2. Validasi hipotesisValidasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif.

3. Interpretasi Data PenelitianInterpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan.

4. Penyusunan Laporan PenelitianDi Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal.Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.E. PenutupPTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen sendiri-sendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat saling berkolaborasi. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara kolaboratif melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan keprofesionalannya. Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber-sumber mengenai penelitian tindakan kelas.

Page 7: Proposal ptk

Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya sampaikan harapan masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin banyak guru maupun dosen sains seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK.Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi (majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Melalui pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan guru dan dosen.Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah profesi yang memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap guru dan dosen harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau mengembangkan keprofesionalannya.

Daftar Rujukan

Chotimah, Husnul, dkk. 2005. “Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester II Tahun Pelajaran 2004-2005”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang: SMA Laboratorium UM.Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Dikmenum.Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall.Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc.Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi Prentice Hall.Tim Biologi SMA Lab UM. 2005. “Jurnal Belajar Biologi Kelas X”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek PGSM, Dikti.

Implementasi Penelitian Tindakan Kelas

Oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono    Tuesday, 25 December 2007 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.

Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.

A. Diagnosis dan Penetapan Masalah

Page 8: Proposal ptk

Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu “ditawarkan” kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.

Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.

Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional.PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional. Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”. Contoh permasalahan ada di Lampiran 1.

Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu.

Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru serta dosen (bersama) untuk memecahkan salah satu atau beberapa di antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:

Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang “ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut;

Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?

Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya

Page 9: Proposal ptk

mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?

Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi?

Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.

Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.

Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan.

Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini.Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.

Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.

Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin “hands on” atau “minds on”, bahkan juga kalau mungkin “hearts on”).Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk “Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”

Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on” ?

Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitianContoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on”..

Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.

B. Bentuk dan Skenario Tindakan

Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih.Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh dosen dan guru.

Page 10: Proposal ptk

Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing .

Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005).

C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati.1. Dari sisi proses

Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil).a. Instrumen untuk input

Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst.

b. Instrumen untuk proses

Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih.c. Instrumen untuk output

Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

2. Dari sisi Hal yang Diamati

Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992).

Page 11: Proposal ptk

a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)

Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record).

Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:

pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan  pengamatan harus dilakukan secara objektif.

Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events),

Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form),

Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns),

Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),

Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),

Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),

Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-Teaching Activities) ,

Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb.

b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)

Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.

Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Page 12: Proposal ptk

a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization),

b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),

c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),

d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment),

e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews),

f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.

c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).

Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan.

Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Tes Diagnostik (Diagnostic Test) ,

a) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),

b) Format Bayangan (Shadowing Form),

c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),

d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),

e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons),

f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),

g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),

h) Sosiogram, dsb

Page 13: Proposal ptk

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud:

(1) Pedoman Pengamatan.

Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .

(2) Pedoman Wawancara

Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan .

Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.

(3) Angket atau kuesioner

Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.

(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen

Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.

(5) Tes dan Asesmen Alternatif

Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).

Dalam Lampiran 3-17 dicontohkan beberapa macam instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti (Chotimah dkk. 2005; Tim Biologi SMA Lab. UM 2005)

Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.

Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian

Page 14: Proposal ptk

penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian

Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.

1. Analisis Data Penelitian.

Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:

a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik);

b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;

c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.

Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut

2. Validasi hipotesis

Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.

Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif.

3. Interpretasi Data Penelitian

Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan.

Page 15: Proposal ptk

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.

Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal.

Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.

Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.

E. Penutup

PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen sendiri-sendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat saling berkolaborasi. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara kolaboratif melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan keprofesionalannya.

Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber-sumber mengenai penelitian tindakan kelas.

Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya sampaikan harapan masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin banyak guru maupun dosen sains seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK.

Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi (majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Melalui pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan guru dan dosen.

Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah profesi yang memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap guru dan dosen harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat

Page 16: Proposal ptk

yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau mengembangkan keprofesionalannya.

Daftar Rujukan

Chotimah, Husnul, dkk. 2005. “Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester II Tahun Pelajaran 2004-2005″. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang: SMA Laboratorium UM.

Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Dikmenum.

Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall.

Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc.

Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi Prentice Hall.

Tim Biologi SMA Lab UM. 2005. “Jurnal Belajar Biologi Kelas X”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek PGSM, Dikti.

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

( PTK )

 

 

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MELALUI TEHNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH

BAGI SISWA  KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 1 SAMUDRA KULON

 

Page 17: Proposal ptk

 

 

 Disusun oleh :

NURSIDIK KURNIAWAN, A.Ma.Pd.SD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

 

Page 18: Proposal ptk

 

I. JUDUL

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEHNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAHBAGI SISWA  KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 1 SAMUDRA KULON

 

II. BIDANG KAJIAN

Pembelajaran Matematika dan Pemberian Pekerjaan Rumah.

 

III. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk.

Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problemmatika ( permasalahan ) klasik dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana mesti harus diawali.

Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar ( SD ) dan Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) sampai saat ini masih jauh dan apa yang kita harapkan. Betapa kita masih ingat dengan hangat akan standarisasi Ujian Akhir Sekolah ( UAS ) dengan nilai masing – masing mata pelajaran 4,51 dikeluhkan oleh semua para pendidik bahkan oleh orang – orang tua siswa sendiri, karena anak atau siswanya tidak dapat lulus. Hal lucu yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Melihat kondisi rendahnya prestasi atau hasil belajar siswa tersebut beberapa upaya dilakukan salah satunya adalah pemberian tugas berupa kepada siswa. Dengan pemberian pekerjaan rumah kepada siswa diharapkan siswa dapat meningkatkan aktifitas belajarnya, sehingga terjadi pengulangan dan penguatan terhadap meteri yang diberikan di sekolah dengan harapan siswa mampu meningkatkan hasil belajar atau prestasi siswa.

 

IV. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH

 

Page 19: Proposal ptk

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :

Apakah melalui tehnik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika bagi siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1 Samudra Kulon ?

 

1. Pemecahan Masalah

Siswa yang mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus tentunya akan menghasilkan atau menguasai yang berbeda pula dalam sebuah kelas atau kelompok bahkan perlakuan individual sekaligus dengan diberikanya perlakuan dan perhatian yang lebih baik dalam belajar di sekolah maupun di rumah, tentunya akan lebih baik pula penguasaan kertramilan atau konsep terhadap mata pelajaran – mata pelajaran yang dipelajarinya. Dengan pemberian PR secara rutin dan terorganisir dengan baik paling tidak akan mampu mengkondisikan dalam bentuk motifasi ekstinsik bagi siswa itu sendiri.

Moh. Uzer ( 1996:29) menjelaskan “Motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, atau paksaan orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar, misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh orang tua untuk mendapatkan peringkat pertama.”

Demikian halnya dengan guru memberikan PR dengan harapan baik itu dirasa memaksa bagi siswa atau itu karena disuruh sebagai tugas dengan perasaan terpaksa, yang jelas mengkondisikan siswa harus belajar. Dengan pola demikian tentunya anak yang lebih banyak belajar dirumah akan lebih baik misalnya dalam mata pelajaran yang dikerjakan..

a.     Hipotensis

Hipotensisi yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah :

“ Melalui tehnik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat meningkatkan hasil belajar matematika bagi siswa kelas VI SDN 1 Samudra Kulon”

 

V. TUJUAN PENELITIAN

 

1.  Tujuan Umum

Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru dan siswa untuk meningkatkan belajar di rumah.

2.  Tujuan Khusus

Page 20: Proposal ptk

Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini :

“Untuk mengetahui apakah melalui pemberian pekerjaan rumah dapat meningkatkan prestasi belajar matematika bagi siswa kelas VI SDN 1 Samudra Kulon.”

 

VI. MANFAAT HASIL PENELITIAN

 

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a.       SDN 1 Samudra Kulon

Dengan hasil penelitian ini diharapkan SD Negeri 1 Samudra Kulon dapat lebih meningkatkan pemberdayaan pemberian pekerjaan rumah agar prestasi belajar siswa lebih baik dan perlu dicoba untuk diterapkan pada pelajaran lain.

b.       Guru

Sebagai bahan masukan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya.

c.       Siswa

Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk memanfaatkan pekerjaan rumah dalam rangka meningkatkan prestasi belajarnya.

 

VII. KAJIAN PUSTAKA

 

1. Landasan Teori

1.       Matematika

Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani “Mathematikos” secara ilmu pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah – kaidah  tertentu melalui deduksi (Ensiklopedia Indonesia).

Dalam Garis Besar Program Pembelajaran ( GBPP )terdapat istilah Matematika Sekolah yang dimaksudnya untuk memberi penekanan bahwa materi atau pokok bahasan yang

Page 21: Proposal ptk

terdapat dalam GBPP merupakan materi atau pokok bahasan yang diajarkan pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Direkdikdas : 1994 )

1. Belajar

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru ( Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )

Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang diberikan olh guru agar mendapat dan mampu menguasai apa yang telah diterimanya dalam hal ini adalah pelajaran Matematika.

1. Prestasi Belajar.

Prestasi belajar berasal dari kata “ prestasi “ dan “belajar’ prestasi berarti hasil yang telah dicapai (Depdikbud, 1995 : 787 ). Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau lmu (Depdikbud, 1995 : 14 ). Jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi dalam penilitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh siswa pada mata pelajaran matematika dalam bentuk nilai berupa angka yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas yang diberikan padanya

1. Teknik   

Dalam  umum bahasa Indonesia teknik diartikakan cara (kepandaian, dsb) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berkenaan dengan kesenian  (purwadarminta,: 1035). Sedangkan teknik yang dimaksud disini adalah cara tertentu yang dilakukan oleh guru yang akan dikenakan kepada siswanya dalam rangka mendapatkan informasi atau laporan yang diinginkan.                                                                                                                               

1. Pekerjaan rumah

 Pekerjaan rumah atau yang lazim disebut PR dalam bahasa Inggris “Homework “ yang artinya mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam penilitian ini yang dimaksudkan dengan PR adalah sebuah tugas atau pekerjaan tertentu baik tertulis atau lisan yang harus dikerjakan diluar jam sekolah      (terutama dirumah) berkaitan dengan pelajaran yang telah disampaikan guru untuk meningkatkan penguasaan konsep atau ketrampilan dan sekaligus memberikan pengembangan.

 

VIII. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN

 

1. Rencana Penelitian

Page 22: Proposal ptk

1.  Subjek penelitian

Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Samudra Kulon  kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas jumlah siswa 38 orang.

Pertimbangan penulis mengambil subyek penilitiann tersebut dimana siswa kelas VI telah mampu dan memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas seperti PR, karena siswa kelas VI telah mampu  membaca dan menulis serta berhitung yang cukup. Selain itu penulis pengajar di kelas VI.

2.  Tempat Penelitian

Dalam penilitian ini penulis mengambil lokasi di SD Negeri 1 Samudra Kulon, kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas penulis mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penlitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis.

3.  Waktu Penelitian

Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama 3 bulan Agustus s.d Oktober. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester I Tahun pelajaran 2007/2008.

4. Lama Tidakan

Waktu untuk melaksanakan tindakan pada bulan Okteber, mulai dari siklus I, Siklus II dan Siklus III.

 

1. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang diterapkan dalam hal ini antara lain :

1.       Perencanaan

Meliputi penyampaian materi pelajaran, latian soal, pembahasan latian soal, tugas pekerjaan rumah ( kegiatan penelitian utama ) pembahasan PR, ulangan harian.

 

2.       Tindakan ( Action )/ Kegiatan, mencakup

a.     Siklus I, meliputi : Pendahuluan, kegiatan pokok dan penutup.

b.     Siklus II ( sama dengan I )

Page 23: Proposal ptk

c.     Siklus III ( sama dengan I dan II )

3.       Refleksi, dimana perlu adanya pembahasan antara siklus – siklus tersebut untuk dapat menentukan kesimpulan atau hasil dari penelitian.

 

IX. JADWAL PENELITIAN

 

Page 24: Proposal ptk

No KEGIATAN MINGGU KE……..

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Perencanaan                        

2 Proses pembelajaran                        

3 Evaluasi                        

4 Pengumpulan Data                        

5 Analisis Data                        

6 Penyusunan Hasil                        

7 Pelaporan Hasil                        

Page 25: Proposal ptk

 

 

X. BIAYA PENELITIAN

Akibat yang timbul dari penelitian ini menjadi tanggung jawab peneliti, adapun biaya tersebut adalah :

1. Fotocopy Naskah                   : Rp 2. Kerta folio 1 pack                  : Rp 3. jilid buku                              : Rp 4. Rental Komputer                   : Rp 5. lain – lain                             : Rp

JUMLAH                                  : Rp

 

XI. PERSONALIA PENELITI

Penelitian ini melibatkan Tim peneliti, identitas dari Tim tersebut adalah :

1. Nama                                      : NURSIDIK KURNIAWAN

    NIM                                       : 813846371

    Pekerjaan                                : Guru Wiyata Bakti SDN 1 Samudra Kulon

    Tugas dalam penelitian : Pengumpulan dan  Analisis Data

Mendengar + Membaca = 10 x Berbicara Pergunakanlah waktu anda untuk mendengarkan dan membaca kira-kira sepuluh kali waktu anda berbicara.  Ini akan memastikan anda terus belajar serta memperbaiki diri. (Gerald McGinnis, Presiden Direktur Respironics, Inc.)

Page 26: Proposal ptk

Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Saturday, 22 December 2007 Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian tindakan (lihat misalnya Cohen dan Manion, 1908; Taba dan Noel, 1982; Winter, 1989). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan.

Secara alami, langkah-langkah itu biasanya tidak terjadi dalam alur yang lurus. Apabila terjadi perubahan masalah pada waktu dilakukan analisis masalah, maka diperlukan identifikasi masalah yang baru. Data diperlukan untuk memfokuskan masalahnya dengan mengidentifikasi faktor penyebab, dalam menentukan hipotesis tindakan, dalam evaluasi dsb.   

1. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Seperti telah disinggung di muka, PTK Anda dilakukan untuk mengubah perilaku Anda sendiri, perilaku sejawat dan murid-murid Anda, atau mengubah kerangka kerja, proses pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku Anda dan sejawat serta murid-murid Anda. Singkatnya, PTK Anda lakukan untuk meningkatkan praktik pembelajaran Anda. Contoh-contoh bidang garapan PTK:

1) metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan;

2) strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar;

3) prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;

4) penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;

5) pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diri;

6) pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan

7) administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181).

 a. Identifikasi masalah

Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian tindakan adalah mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah yang menentukan. Masalah yang akan diteliti harus dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat dalam proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan yang dirasakan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi, kreativitas, dsb. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.

Page 27: Proposal ptk

   Masalahnya hendaknya bersifat tematik seperti telah disebutkan di atas dan dapat diidentifikasi dengan pertolongan tabel dua arah model Aristoteles. Misalnya dalam bidang pendidikan, ada empat sel lajur dan kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa ada empat komponen pokok yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa, bidang studi, dan lingkungan.  Semua komponen tersebut berinteraksi dalam proses belajar-mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu peneliti perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen tersebut.

  Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah: (a) Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program; (b) Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal.

Berikut ini beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan (6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas.

Masalah hendaknya diidentifikasi melalui proses refleksi dan evaluasi, yang dalam model Kemmis dan Taggart disebut reconnaissance, terhadap data pengamatan awal. Masalah rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut (lihat nomor 5 di atas) diidentifikasi berdasarkan hasil pengamatan awal terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Sebagai contoh, cuplikan proses pembelajaran bermasalah tersebut disajikan dalam Gambar 3.1  di bawah ini.

 

 

Page 28: Proposal ptk
Page 29: Proposal ptk

Gambar 3.1 Vignette Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas IV SD

 

Seperti dapat dilihat dalam Gambar 3.1, guru telah melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi kegiatannya terbatas pada pembelajaran tentang lafal, dan terjemahan kata per kata, lalu membuat kalimat terpisah. Tampak bahwa siswa terlibat aktif, tetapi ditinjau dari sudut pandang pembelajaran bahasa komunikatif, proses pembelajaran tersebut belum baik karena belum melibatkan siswa dalam kegiatan menggunakan ungkapan-ungkapan yang dipelajari untuk berkomunikasi, misalnya lewat permainan dan bermain peran.

Data awal tersedia dalam beberapa vignette yang dicermati bersama oleh peneliti dan kolaboratornya dalam suasana terbuka di mana setiap peserta penelitian mendapatkan hak berbicara sehingga terjadi dialog profesional yang enak. Tentu saja masalah yang ditemukan tidak mungkin hanya satu; biasanya ada sederet masalah. Maka, peneliti bersama kolaboratornya perlu membatasi  masalah, atau menentukan fokus penelitian. Dalam kasus pengajaran bahasa Inggris di atas, kualitas pembelajaran di kelas dianggap sebagai masalah yang perlu segera dipecahkan agar hasil pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai, yaitu keterampilan  menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi. Setelah ditentukan, masalah perlu dirumuskan.

 b. Perumusan masalah

Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada intinya, rumusan masalah harus mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Contoh-contoh masalah di atas akan diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 3.1 di bawah.

            Seperti dapat dilihat pada Tabel 3.1, dalam rumusan ada deskripsi tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis dari pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau hendaknya mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang  perlu diingat adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk menuntun peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses analisis masalah.

            Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis tindakan atau pertanyaan penelitian.  

 2. Analisis Masalah

Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk memberikan penekanan yang memadai.

   Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan, bergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya; analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta penelitian dan fasilitatornya,

Page 30: Proposal ptk

juga kajian pustaka yang gayut.

 Tabel 3.1: Masalah dan Rumusannya 

            Untuk mempertajam hasil analisis, peneliti dapat berusaha menjawab sebagian pertanyaan di bawah ini yang dianggap gayut dengan permasalahannya (Kemmis dan McTaggart, 1988):

a.       Apa hubungan antara individu dan kelompok dalam situasi ini?

b.      Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara jati diri individual dan budayanya?

c.       Bagaimana situasi ini menunjukkan kerja hubungan antara nilai-nilai orang dan kepentingan diri  mereka?

d.      Sejauh mana situasi ini dibentuk oleh kondisi objektif, dan sejauh mana situasi dibentuk oleh kondisi subjektif (harapan, cara memahami dunia) orang-orang yang terlibat.

e.       Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang kekuatan, khususnya hubungan antara kendali dan perlawanan?

f.        Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pertentangan  dan perlembagaan?

g.       Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara agen manusia (kapasitas kemauan manusia) dan struktur sosial (kerangka kerja sosial) yang membentuk dan membatasi kapasitas untuk melaksanakan kemauan?

h.       Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara teori  dan praktik?

i.         Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara proses dan produk?

j.        Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pendidikan dan  masyarakat?

k.      Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara reproduksi  dan transformasi?

l.         Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara stabilitas (atau kesinambungan sejarah) dan perubahan (atau keputusan sejarah)?

m.     Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara keadaan dan konsekuensi, atau tentang hubungan antara tujuan dan pencapaian?

 

Tentu saja peneliti mungkin dapat menjawab semua pertanyaan di atas atau menjawab semua pertanyaan secara menyeluruh. Namun daftar pertanyaan ini dapat membantu peneliti

Page 31: Proposal ptk

dalam memahami situasi yang ada bersama gejala-gejala yang perlu diteliti.

   Pertanyaan-pertanyaan  di atas mungkin akan membuat peneliti merasa miskin pengetahuan tentang situasi yang akan diteliti sehingga mampu melihat kekurangan pada dirinya. Kemampuan untuk melihat kekurangan yang ada pada dirinya adalah  salah satu persyaratan bagi keberhasilan penelitian tindakan itu sendiri, seperti telah disebutkan pada Bab II. Bandingkan siratan semua pertanyaan di atas dengan komentar yang terkenal dari Isaac Newton seperti dikutip di bawah ini.

I don’t know what I may appear to the world, but to myself I seem to have been only a boy playing on the sea-shore, and diverting myself in now and again finding a smother pebble or the prettier shell than ordinary, whilst the great ocean of truth lay all undiscovered before me. ( dalam Kemmis dan McTagart, 1988: 99)

(Saya tidak tahu bagaimana saya ini tampak di dunia, tetapi saya sendiri merasa hanyalah seorang bocah laki-laki yang bermain di pantai, dan lari mondar-mandir ke segala arah dari waktu ke waktu untuk menemukan batu kecil yang lebih halus atau kerang yang lebih cantik dari biasanya, sementara samudera kebenaran terbentang di depanku penuh rahasia).

3. Perumusan Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu.

            Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedur tindakan yang dianggap tepat. Dalam menimbang-nimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari masukan dari sejawat atau orang-orang yang peduli lainnya dan mencari ilham dari teori/hasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat..

            Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para siswa akan meningkat kecepatan membacanya.” Apabila setelah dilaksanakan tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini ternyata meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi ... begitu seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.             

            Untuk masalah-masalah yang dicontohkan di atas, diberikan contoh rumusan hipotesis tindakannya dalam Tabel 3.2 di bawah.        

 Tabel 3.2: Masalah, Rumusan Masalah dan Hipotesis Tindakan

 

Page 32: Proposal ptk
Page 33: Proposal ptk

Untuk melengkapi contoh hipotesis tindakan, berikut disajikan hipotesis tindakan suatu proyek penelitian tindakan yang dilaporkan oleh Elliott (1988) seperti disajikan di bawah.

a. Guru tidak mungkin bergeser dari situasi formal kalau mereka menggunakan pendekatan terstruktur jangka pendek

Yang dimaksud dengan pendekatan terstruktur jangka pendek adalah pendekatan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan dalam waktu yang singkat. Penggunaan terstruktur jangka pendek cenderung menceburkan guru ke dalam salah satu dari dua dilema yang mungkin timbul. Pertama, ada kemungkinan bahwa siswa menggunakan alur penalaran yang berbeda dengan alur penalaran yang diinginkan oleh guru. Katakan misalnya, guru telah menentukan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan. Karena ada perbedaan alur penalaran antara dia dan siswanya, dia terpaksa mencapai tujuan itu dalam waktu yang lebih lama, atau dia harus mengendalikan penalaran siswa agar sama dengan alur penalarannya. Jika cara kedua yang dipilih, ketergantungan intelektual siswa pada posisi orang yang berwenang pasti bertambah. Kedua,  siswa mungkin sama sekali tidak dapat melakukan banyak penalaran. Lagi-lagi, agar mencapai tujuan dalam waktu yang ditentukan guru mungkin membimbing siswa ke arah tujuan itu dengan memberinya terlalu banyak petunjuk. Dalam situasi seperti itu kemungkinan besar siswa banyak menebak ke arah mana jawaban yang diinginkan oleh guru karena mereka tidak ingin terlalu menyimpang dari jawaban yang diinginkan oleh guru. Dengan demikian, siswa mulai kehilangan kemerdekaan penalarannya. Dengan kata lain, ketergantungan siswa kepada guru meningkat.

b.  Untuk menghilangkan tebak-menebak dan bergeser dari situasi formal ke situasi informal, guru mungkin harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal berikut:

1)      Mengubah topik

Guru mengubah topik yang sedang dibicarakan mungkin menghambat siswa dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasan-gagasannya sendiri karena siswa cenderung menafsirkan perubahan tersebut sebagai usaha untuk mendapatkan kesesuaian dengan alur penalaran tertentu.

2)      Penguatan positif

Ungkapan tanggapan positif yang terlalu mantap, seperti ‘bagus’, ‘menarik’, dan ‘betul’ sebagai tanggapan terhadap gagasan tertentu yang diungkapkan siswa dapat menghalangi pengungkapan dan pembahasan gagasan-gagasan yang lain karena siswa cenderung menafsirkan penguatan tersebut sebagai usaha untuk mengesahkan pengembangan gagasan tertentu saja, dan menutup kemungkinan pengembangan gagasan-gagasan yang lain.

Page 34: Proposal ptk

3)      Pengajuan pertanyaan kritis secara selektif

Guru yang mengajukan pertanyaan yang kritis kepada siswa-siswa tertentu saja dan bukan kepada siswa-siswa lainnya mungkin menghalangi kelompok siswa pertama untuk mengembangkan gagasan-gagasannya karena pertanyaan demikian cenderung ditafsirkan sebagai evaluasi negatif terhadap gagasan-gagasan yang diungkapkan.

4)      Pertanyaan dan pernyataan yang mengarah

Pertanyaan dan pernyataan yang mengandung informasi tentang jawaban yang diinginkan guru mungkin menghalangi siswa untuk mengembangkan gagasan-gagasan sendiri karena mereka cenderung menafsirkan tindakan demikian sebagai usaha menghambat atau membatasi arah pemikiran mereka.

5)      Mengundang kesepakatan bulat

Guru menanggapi gagasan-gagasan siswa dengan pertanyaan seperti ‘Apakah kalian semua setuju?’ atau ‘Apakah ada yang tidak setuju?’ cenderung menghalangi pengungkapan keragaman pikiran atau pendapat.

6)      Urutan pertanyaan/jawaban

Guru yang selalu mengajukan pertanyaan setelah mendengar jawaban siswa terhadap pertanyaan sebelumnya mungkin menghalangi siswa untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka sendiri karena siswa mungkin menafsirkan pola demikian sebagai usaha untuk mengendalikan masukan dan urutan gagasan.

7)      Mengendalikan informasi faktual

Guru yang menyampaikan informasi faktual secara pribadi, apakah secara lisan atau tertulis, mungkin menghalangi siswa untuk mengevaluasinya karena siswa cenderung menafsirkan intervensi demikian sebagai usaha untuk membuat mereka menerima kebenaran.

8)      Tidak meminta evaluasi

Guru yang tidak meminta siswanya untuk mengevaluasi informasi yang mereka pelajari mungkin menghalangi mereka untuk mengritik karena siswa cenderung menafsirkan situasi tersebut sebagai hal yang melarang adanya kritik.

 c.  Guru yang menggunakan pendekatan terstruktur jangka panjang dalam konteks di mana siswa secara psikologis bergantung kepada guru lebih kecil kemungkinannya untuk bergeser dari situasi formal dibandingkan dengan guru yang menggunakan pendekatan tak terstruktur.

Ketika siswa sangat bergantung kepada guru secara psikologis, guru mungkin dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan jalan meyakinkan bahwa mereka tidak dapat mendapatkan jawaban daripadanya. Pertanda apa pun yang menunjukkan digunakannya pendekatan terstruktur, meskipun dalam jangka panjang, mendorong mereka untuk menghabiskan tenaganya untuk medapatkan jawaban dari gurunya. Tentu saja, guru dapat berusaha meyakinkan siswanya bahwa dia tidak memiliki jawaban yang diinginkan, tetapi mungkin cara yang baik adalah mengusahakan mencapai tujuan-tujuan yang tak terstruktur sehingga siswa lebih leluasa dalam mengembangkan gagasan-gagasan mereka untuk sampai pada jawaban yang diinginkan.

Page 35: Proposal ptk

Implementasi Penelitian Tindakan Kelas

Oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono    Tuesday, 25 December 2007 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.

Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.

A. Diagnosis dan Penetapan Masalah

Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu “ditawarkan” kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.

Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.

Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional.PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara

Page 36: Proposal ptk

profesional. Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”. Contoh permasalahan ada di Lampiran 1.

Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu.

Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru serta dosen (bersama) untuk memecahkan salah satu atau beberapa di antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:

Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang “ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut;

Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?

Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?

Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi?

Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.

Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.

Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan.

Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini.Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.

Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.

Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin “hands on” atau “minds on”, bahkan juga kalau mungkin “hearts on”).Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?

Page 37: Proposal ptk

Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk “Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”

Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on” ?

Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitianContoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on”..

Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.

B. Bentuk dan Skenario Tindakan

Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih.Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh dosen dan guru.

Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing .

Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005).

C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati.1. Dari sisi proses

Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil).a. Instrumen untuk input

Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada

Page 38: Proposal ptk

pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst.

b. Instrumen untuk proses

Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih.c. Instrumen untuk output

Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

2. Dari sisi Hal yang Diamati

Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992).

a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)

Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record).

Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:

pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan  pengamatan harus dilakukan secara objektif.

Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events),

Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form),

Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns),

Page 39: Proposal ptk

Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),

Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),

Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),

Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-Teaching Activities) ,

Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb.

b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)

Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.

Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization),

b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),

c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),

d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment),

e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews),

f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.

c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).

Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan.

Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Page 40: Proposal ptk

Tes Diagnostik (Diagnostic Test) ,

a) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),

b) Format Bayangan (Shadowing Form),

c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),

d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),

e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons),

f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),

g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),

h) Sosiogram, dsb

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud:

(1) Pedoman Pengamatan.

Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .

(2) Pedoman Wawancara

Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan .

Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.

(3) Angket atau kuesioner

Page 41: Proposal ptk

Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.

(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen

Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.

(5) Tes dan Asesmen Alternatif

Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).

Dalam Lampiran 3-17 dicontohkan beberapa macam instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti (Chotimah dkk. 2005; Tim Biologi SMA Lab. UM 2005)

Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.

Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian

Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.

1. Analisis Data Penelitian.

Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:

a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik);

b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;

c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.

Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi

Page 42: Proposal ptk

seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut

2. Validasi hipotesis

Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.

Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif.

3. Interpretasi Data Penelitian

Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.

Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal.

Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.

Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.

E. Penutup

PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen sendiri-sendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat saling berkolaborasi. Tahapan

Page 43: Proposal ptk

penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara kolaboratif melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan keprofesionalannya.

Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber-sumber mengenai penelitian tindakan kelas.

Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya sampaikan harapan masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin banyak guru maupun dosen sains seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK.

Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi (majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Melalui pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan guru dan dosen.

Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah profesi yang memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap guru dan dosen harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau mengembangkan keprofesionalannya.

Daftar Rujukan

Chotimah, Husnul, dkk. 2005. “Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester II Tahun Pelajaran 2004-2005″. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang: SMA Laboratorium UM.

Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Dikmenum.

Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall.

Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc.

Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi Prentice Hall.

Tim Biologi SMA Lab UM. 2005. “Jurnal Belajar Biologi Kelas X”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek PGSM, Dikti.

Page 44: Proposal ptk

Friday, 28 December 2007 Keberhasilan PTK sangat ditentukan oleh banyak faktor yag saling kait mengait.  McNiff, Lomax dan Whitehead (2003) menyatakan ada 10 syarat agar PTK berhasil, yaitu sebagai berikut:

1. Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkankualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelasdalam melakukan intervensi tersebut.

2. Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. 3. Tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural,

yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri.

4. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan.5. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.6. Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik

terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi.7. Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio,  riwayat subjektif

yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional.8. Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh

(dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu.

9. Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.

10. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya  dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.

Faktor-faktor Yang Dapat Menurunkan Motivasi Belajar Siswa

Page 45: Proposal ptk

Sunday, 25 November 2007 Dalam dunia pendidikan, motivasi untuk belajar merupakan salah satu hal yang penting. Tanpa motivasi, seseorang tentu tidak akan mendapatkan proses belajar yang baik. Motivasi merupakan langkah awal terjadinya pembelajaran yang baik. Pembelajaran dikatakan baik jika tujuan awal, umum dan khusus tercapai.

Orang dewasa yang mempunyai need to know / kebutuhan akan keingintahuan yang tinggi, mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal psikologis mereka. Motivasi belajar tentu berkaitan dengan psikologis peserta didik orang dewasa. Terkadang, motivasi belajar dapat pula terpengaruh oleh beberapa sebab, berikut dijabarkan berbagai sebab/faktor yang dapat menurunkan motivasi belajar peserta didik orang dewasa;

• Kehilangan harga diriPengaruh dari hilangnya harga diri bagi orang dewasa sangat besar. Tanpa harga diri, peserta didik orang dewasa akan berlaku sangat emosional dan pasti menurunkan motivasi belajarnya. Penting bagi tutor/guru untuk menyadari hal ini. Berhati-hati dengan latar belakang dan tidak menyinggung perasaan orang lain merupakan hal yang harus diperhatikan tutor/guru untuk peserta didik orang dewasa. Contohnya; jika seorang peserta didik orang dewasa dihukum dengan cara maju kedepan dan menjewer kupingnya sendiri dan kakinya diangkat satu, niscaya ia tidak akan respek lagi terhadap guru/tutornya dan mungkin materi serta keseluruhan proses belajarnya. Bahkan ia dapat seketika keluar kelas tanpa kembali lagi selamanya.

• Ketidaknyamanan fisikFisik merupakan aspek fisiologis/penampakan yang penting untuk meningkatkan motivasi belajar. Seorang peserta didik dewasa biasanya selalu memperhatikan penampilan fisiknya. Jika fisiknya tidak membuat ia nyaman, motivasi belajarnya pun akan menurun. Contoh; seorang yang mempunyai badan yang besar akan mengalami penurunan motivasi jika ia diminta untuk belajar lari sprint dilapangan.

• FrustasiKendala dan masalah hidup yang dihadapi oleh orang dewasa merupakan hal yang harus dijalani. Terkadang dapat diatasi, terkadang tidak. Mereka yang mengalami masalah yang tidak tertanggulangi biasanya akan cepat frustasi. Peserta didik seperti ini tentu fokus utamanya menghadapi problem hidupnya yang sedang carut-marut itu. Motivasi untuk terus belajar akan menurun sejalan dengan rasa frustasinya. Tutor/guru seharusnya dapat memahami apa yang dihadapi peserta didiknya. Tutor/guru harus dapat menyampingkan rasa frustasi peserta didiknya dengan menjadikan proses pembelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan dan refreshing.

• Teguran yang tidak dimengertiOrang dewasa tidak hanya manusia yang mempunyai pemikiran dan pengalaman luas ttapi juga prasangka yang besar pula. Jika tutor/guru menegur dengan tanpa ia mengerti, peserta didik orang dewasa itu pun akan merasa bingung dan berprasangka macam-macam yang pada akhirnya menjadi faktor penurun motivasi belajarnya. Contohnya, tutor/guru yang kesal dengan peserta didiknya yang terlambat menacung-acungkan jari dengan cepat kepada peserta didik tersebut. Peserta didik orang dewasa tersebut tentu bingung dan berfikir apa yang salah dengannya, dan ia berinisiatif untuk tidak menghadiri kelas tersebut, mungkin untuk selamanya.

• Menguji yang belum dibicarakan/diajarkanTutor/guru yang tidak memahami peserta didiknya dan mempunyai jam terbang rendah, nampaknya kesulitan dan dapat saja ia lupa atau sengaja untuk menampilkan soal-soal ujian yang sulit atau belum diajarkanya karena berbagai sebab. Peserta didik orang dewasa yang mengikuti pembelajarannya akan tidak dapat menjawab atau menjawab dengan kurang tepat sehingga mereka merasa kesal atau merasa dipermainkan tutornya. Hal ini menjadi kontra produktif terhadap proses pembelajaran tersebut.

• Materi terlalu sulit/mudahMateri pembelajaran dapat diukur dengan menerapkan pratest dan pengidentifikasian sasaran peserta didik. Terkadang hal ini tidak diperhatikan tutor/guru sehingga materi yang

Page 46: Proposal ptk

diajarkan terlalu sulit/mudah. Bagi peserta didik orang dewasa, mereka tentu sangat bosan dengan materi yang terlampau mudah dan sangat frustasi dengan materi yang terlampau sulit. Keduanya mempengaruhi motivasi belajar peserta didik ketingkat terendah.

• Persaingan yang tidak sehatSetiap peserta didik orang dewasa mempunyai perbedaan satu sama lainya. Kadang-kadang dalam ujian ada saja yang berbuat curang. Peserta didik yang berbuat jujur merasa tidak adil kepada mereka yang mencontek dan mendapat nilai bagus sementara dirinya bersungguh-sungguh dalam belajar tetapi nilainya standar saja. Hal ini menyebabkan motivasi belajarnya menurun bahkan menjadikan proses belajar tidak lagi kondusif.

• Presentasi yang membosankanPembelajaran tidak terlepas dari proses penyajian materi. Tutor harus dapat menyajikan materi yang baik. Menarik, jelas dan melingkupi seluruh materi menjadikan suatu presentasi diterima dengan baik. Jika hal itu bertolak belakang, peserta didik orang dewasa akan cepat bosan dan menurunkan motivasinya untuk belajar. Contohnya, presentasi disajikan dengan huruf yang terlampau kecil sehinga sulit untuk dibaca, warna yang ditampilkan tidak menunjukan gradasi yang jelas, atau penyaji hanya menggunakan metode ceramah saja, dll.

• Pelatih/fasilitator tidak menaruh minatTutor dalam perannya sebagai fasilitator di kelas sangat penting untuk memperlihatkan minatnya pada materi yang diajarkan. Jika tidak, peserta didik orang dewasa akan berfikir bahwa materi tersebut tidak penting dan membosankan. Hal itu akan sangat berdampak pada penurunan motivsi belajar mereka.

• Tidak mendapatkan umpan balikPembelajaran yang efektif harus menyertakan umpan balik pada komponen komunikasi antar individu. Peserta didik orang dewasa dan tutor/guru selayaknya mendapatkan umpan balik satu dan lainnya. Jika hal ini tidak terjadi, peserta dan tutor/guru akan mengarah pada komunikasi searah saja. Hal ini berkebalikan dengan proses pembelajaran yang seharusnya. Peserta tidak mendapatkan apa yang ia butuhkan dan begitu juga guru/tutor tidak mendapatkan respon dari peserta. Penurunan motivasi belajar tentu terjadi karena hal tersebut. Contohnya, tutor yang mengajar dengan hanya metode ceramah tanpa melakukan diskusi dan melontarkan pertanyaan, juga tidak memperhatikan peserta didiknya (mengacuhkan) akan tidak mendapat umpan balik yang diperlukan untuk melihat sejauh mana peserta didik menguasai materi. Begitu juga peserta didik yang melihat tidak adanya kesempatan bertanya dan berpendapat dan mengkritisi materi, akan merasa bosan dan menganggap umpan balik dari guru/tutor tidak ada. Mereka dapat segera keluar dari kelas tanpa dipedulikan tutor/gurunya.

• Harus belajar dengan kecepatan yang samaPembelajaran merupakan suatu proses dimana pesrta didiknya memiliki perbedaan baik dalam hal kecepatan daya serap atau pengalaman dan kemampuan lainnya. Jika tutor memberikan pola pengajaran yang kecepatannya sama tiap-tiap peserta didik, dikhawatirkan akan terjadi kebosanan pada pesrta didik orang dewsa yang lebih cepat penyerapannya dan terjadi rasa frusrtasi yang sangat bagi peserta didik yang proses penyerapannya lambat. Kedua hal ni dapat menurunkan motivsi belajar pesrta didik orang dewasa.

• Berkelompok dengan peserta yang sama sama kurangMetode pembelajaran kelompok merupakan suatu metode stratgis untuk tutor/guru agar peserta didik dapat saling mengisi dan menanggulangi masalah yang disampaikan tutor/guru. Jika dalam satu kelompok anggotanya berkemampuan rendah semua, kegiatan kelompok tidak akan berjalamn baik. Proses yang diharapkan guru/tutor agar saling mengisi dan bertukar pendapat akan tidak berjalan dikarenakan seluruh anggorannya berkemampuan rendah. Peserta didik pun akan merasa tidak mencapai progres yang baik dan tidak mencapai target. Keadaan tersebut akan menurunkan motivasi belajarnya.

Page 47: Proposal ptk

• Harus bertingkah yang tidak sesuai dengan pembimbingnyaTingkah laku orang dewasa dipengaruhi oleh pemahamannya. Peserta didik orang dewasa mempunyai karakter yang khas satu sama lainnya. Pembimbing/tutor tidak dapt memaksakan kehenaknya kepada peserta didiknya agar sesuai dengannya. Jika hal ini terjadi, peserta didik orang dewasa akan bertindak tidak sesuai denga pribadinya dan hal ini menimbulkan gejolak didalam hatinya dan mungkin mereka akan keluar kelas untuk selamanya. Contohnya, seorang peserta didik orang dewasa yang cerdas dan biasa mengutarakan pendapatnya dengan gamblang dan selalu kritis, dalam suatu pembelajaran kelas, tutor mengharapakan tidak ada satupun peserta yang bicara, berpendapat atau bertanya dan mengkritisinya dikelas. Peserta didik orang dewasa ini berfikir dan berprasangka bahwa tutor orang yang otoriter dan kemampuan argumentatifnya rendah juga kemampuan pemahaman materinya rendah pula. Peserta didik ini pun dengan sukarela akan dapat meninggalkan kelas secepatnya dan tidak kembali lagi.

Page 48: Proposal ptk

Bullying Sebabkan Gangguan Mental pada Anak

Oleh Administrator    Thursday, 15 November 2007

 Anak yang menjadi korban bullying atau tindakan kekerasan fisik, verbal, atau pun psikologis di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental di masa mendatang.

Tindakan yang bisa dikategorikan sebagai bullying di antaranya pengucilan, pelecahan, pemalakan, intimidasi, ejekan, gosip, fitnah, serta kekerasan fisik atau mental secara luas, yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok anak terhadap anak lainnya.

Bullying bisa terjadi pada semua tingkatan sekolah, dari TK sampai SLTA, bahkan universitas. Contoh bullying yang terjadi pada mahasiswa yakni kematian praja IPDN, Cliff Muntu, beberapa waktu lalu. Contoh bullying secara verbal misalnya ejekan gendut atau bodoh.

Studi terbaru mengenai dampak dari bullying dilakukan peneliti di Finland terhadap 2.540 anak laki-laki dan dipublikasikan dalam Journal Pediatircs. Pada usia 8 tahun anak-anak tersebut ditanyai apakah mereka melakukan tindakan bullying pada anak lain ataukah menjadi korban. Orangtua dan guru-guru mereka juga diwawancara untuk mengetahui adanya gejala kelainan mental yang dialami anak-anak mereka.

Informasi tersebut lantas dibandingkan dengan gejala-gejala kelainan mental yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak. Secara umum terbukti anak pelaku bullying cenderung memiliki kepribadian antisosial, kriminal dan suka sewenang-wenang saat mereka dewasa. Di lain pihak, anak yang kerap menjadi korban bullying akan tumbuh menjadi orang yang pencemas. Dampak langsung dari bullying pada anak antara lain sulit konsentrasi, mudah gugup dan takut, hingga tak bisa bicara.

Kerjasama

Untuk mengatasi dan mencegah masalah bullying diperlukan kerjasama antara guru dan orangtua murid. Di sekolah sebaiknya guru menyediakan jam khusus untuk berinteraksi dengan anak didik di luar kelas. Selain itu anak-anak seharusnya juga dibekali pengetahuan yang berhubungan dengan interaksi sosial, seperti saling menghormati, kemampuan komunikasi, dan sebagainya.

Di rumah, idealnya anak memiliki interaksi dan komunikasi yang baik dengan orangtuanya. Para ahli menilai anak yang memiliki interaksi kurang mulus dengan ayahnya cenderung menjadi pelaku atau korban bullying.

Sumber: Harian Kompas

Page 49: Proposal ptk

Sama halnya dengan keunikan tiap individu, masing-masing anak ternyata memiliki gaya belajar sendiri. Nah, sudahkah Anda mengenali gaya belajar anak di rumah? Siapa tahu selama ini kita salah menuduhnya malas belajar.

Meski bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama, gaya belajar setiap anak ternyata tidak pernah sama. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga, seperti beda dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun.

Contohnya saat mengikuti pelajaran di kelas, menurut Ike Sugianto, Psi., ada murid yang begitu tekun menyimak meski si guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak anak yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan murid sebagai pendengar setia.

Secara keseluruhan, lanjut psikolog dari Klinik Anakku Jakarta, ada anak yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktek. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata ketimbang mendengar penjelasan si guru. Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.

Tidak hanya itu. Ada anak yang harus bersemedi dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang "dibaca".

KONTRIBUSI ORANG TUA

Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh orang yang berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula.

Itulah mengapa, Ike merasa perlu menggarisbawahi agar setiap orang tua turun tangan mengamati gaya belajar masing-masing anak. Dengan memahami hal itu, sebetulnya orang tua sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar anaknya karena si anak jadi mudah menangkap materi pelajaran.

Buktinya, ketidakpahaman orang tua dan guru terhadap gaya belajar anak kerap menimbulkan kesalahpahaman. Ada guru yang tidak senang melihat muridnya asyik bikin coretan-coretan selagi di kelas. Atau ada juga guru yang langsung menegur anak yang terlihat tak bisa diam saat sedang diajar.

Padahal, tandasnya, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti berarti ia enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran lewat corat-coretnya tadi. "Tidak sedikit anak yang cepat ngerti kalau materi pelajarannya disampaikan lewat gambar atau ilustrasi. Nah, karena guru tidak membuatnya, maka si anaklah yang tergerak menggambari bukunya semata-mata untuk memudahkan dirinya."

Demikian pula dengan anak-anak yang terlihat aktif bergerak ke sana kemari selama di kelas. Anak seperti ini boleh jadi merupakan tipe aktif yang selalu kelebihan energi. Ia menyukai aktivitas fisik dan mudah bosan pada omongan/penjelasan panjang lebar.

Page 50: Proposal ptk

MASUK TIPE YANG MANA?

Menurut Ike, ada 3 tipe gaya belajar yang biasa dijumpai:

Visual Learner

Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar si anak paham. Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya.

Konkretnya, yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

Untuk mendukung gaya belajar ini, ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai. Caranya, gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran. Perangkat grafis tersebut bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri yang dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan. Ike sendiri pernah memiliki klien yang setiap kali rela mengubah materi pelajaran menjadi sebuah komik menarik agar anaknya bisa menangkap isi pelajaran tersebut.

Auditory Learner

Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.

Untuk membantu anak-anak seperti ini, orang tua bisa membekali anaknya dengan tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.

Kinesthetic/Tactile Learner

Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.

Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.

Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.

Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung

Page 51: Proposal ptk

memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.

Nah, mereka yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dianjurkan untuk belajar melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya.

Hanya saja dalam kenyataannya, pengelompokan ketiga gaya belajar ini tidaklah sederhana. Terbukti, pada beberapa anak ditemukan kombinasi antara satu gaya belajar dengan gaya belajar lainnya. Contohnya adalah anak-anak yang gemar membuat gambar/ilustrasi selagi belajar, tapi juga sibuk merekam pelajaran gurunya. Kendati begitu, "Pasti ada gaya belajar yang dominan dan subdominan. Untuk mengetahui mana yang dominan dan mana yang subdominan, harus dilakukan observasi menyeluruh."

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

Kapan gaya belajar ini mulai dimiliki anak? "Sebenarnya, gaya belajar anak dipengaruhi oleh faktor bawaan atau sudah dari sananya." Ada anak-anak yang memang memiliki fisik kuat dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat dalam dirinya.

Ike lantas menganalogikan fenomena ini dengan kompensasi. Jika salah satu indra kurang berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya, para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat tajam.

Selain itu, pola asuh juga memegang peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng, boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual. Nah, bagaimana dengan anak Anda?

 

KENALI CIRI-CIRINYA

Secara rinci Ike menyebutkan ciri-ciri dari masing-masing gaya belajar.

* Auditory Learner

- Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas. - Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet. - Cenderung banyak omong. - Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya. - Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis. - Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.

Page 52: Proposal ptk

* Visual Learner

- Senantiasa berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar. - Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya anak akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak. - Cenderung menggunakan gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat mengungkapkan sesuatu. - Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. - Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan. - Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan. - Biasanya dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.

* Kinesthetic/Tactile Learner

- Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya. - Amat sulit untuk berdiam diri/duduk manis. - Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif. - Memiliki koordinasi tubuh yang baik. - Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar. - Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat sulit oleh anak dengan gaya belajar ini. - Cenderung terlihat "agak tertinggal" dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar anak dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.

Sumber : www.tabloid-nakita.com

Mengenali Jenis-jenis Kecerdasan Anak

Oleh Administrator    Friday, 21 September 2007

Page 53: Proposal ptk

Bagaimana cara mengenali jenis-jenis kecerdasan anak kita apakah mereka memiliki kecerdasan bahasa, logika, spasial, atau yang lain?

Thomas Armstrong, pakar Multiple Intelligences, menyatakan ada dua cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mengenali jenis-jenis kecerdasan anak-anak. Pendapat Thomas Armstrong itu ditujukan buat para guru, tapi dapat juga kita aplikasikan di luar kelas. Salah satu cara yang baik untuk mengenali kecerdasan yang paling berkembang dari anak-anak adalah dengan mengamati "kenakalan" mereka di kelas.

Kenakalan siswa adalah semacam "seruan pemberontakan" terhadap gaya belajar tertentu yang dipaksakan. Karena anak-anak itu menganggap gaya belajar yang diterapkan kepadanya tidak sesuai dengan gaya belajar alamiah mereka, mereka berteriak minta tolong. Dan cara anak-anak mengekspresikan permintaan tolong itu adalah dengan melakukan hal-hal yang dianggap orang dewasa sebagai kenakalan.

Kalau diamati, ternyata kenakalan anak-anak itu berbeda-beda ekspresinya. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik biasanya sering membuat celetukan dan canda kata-kata. Anak yang memiliki kecerdasan spasial akan mencoret-coret.

Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal akan mengobrol dengan teman-temannya.

Sedangkan anak yang memiliki kecerdasan kinestetis-jasmani tidak bisa duduk diam dan terus bermain kejar-kejaran bersama temannya.

Indikator pengamatan lain yang sederhana dan dapat digunakan adalah mengamati cara anak-anak menggunakan waktu luang mereka. Pada saat jadwal anak tidak diatur secara eksternal oleh orang lain, anak-anak dapat tampil alamiah dan apa adanya. Mereka bebas memilih kegiatan apa saja yang disukainya. Oleh karena itu, aktivitas mereka menunjukkan bagaimana cara mereka belajar (learning style) dan jenis-jenis kecerdasan yang menonjol pada diri mereka. Tentu saja pengamatan ini sangat sederhana.

Tapi yang sederhana ini dapat kita terapkan di rumah pada anak-anak di rumah. Walaupun kita bukan ahli psikologi, at least, kita dapat belajar semakin mengenal anak-anak kita. Dengan demikian, kita dapat lebih efektif saat memfasilitasi tumbuh-kembang anak-anak kita.

Sumber: http://forum.webgaul.com

Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa

Oleh ISMAIL KUSMAYADI, S.Pd.- Pengajar di SMA 1 Banjaran    Wednesday, 19 September 2007 "Mengapa kursi disebut kursi, mengapa itu disebut meja, dan yang ini disebut baju? Siapa yang memberi nama itu?" Riuhlah suasana kelas dengan gelak tawa ketika seorang siswa bertanya seperti di atas. TEMAN-TEMANNYA meng-anggap pertanyaan siswa tadi mungkin terlalu "bodoh" untuk ditanyakan. Akan tetapi, bagi saya, hal ini menjadi catatan yang sangat penting. Pertama, pertanyaan tersebut adalah pertanyaan paling serius yang pernah saya temui berkenaan dengan pelajaran bahasa Indonesia. Kedua, saya salut dengan keberanian dan kejelian berpikir dia yang kemudian dia ungkapkan de-ngan penuh percaya diri.

Page 54: Proposal ptk

Dalam tulisan ini, saya akan membahas catatan yang kedua. Sebab, salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih menjadi faktor penghambat proses pembelajaran di kelas adalah ketidakpercayaan diri siswa dalam menyampaikan pendapat atau bahkan mengajukan pertanyaan.

Kondisi ini tentunya bukan hanya disebabkan oleh faktor guru, tapi faktor diri siswa sendiri. Pembelajaran yang sedianya dilaksanakan secara interaktif, kembali menjadi satu arah. Akhirnya, proses belajar-mengajar tidak berkembang,a tidak menarik, dan mengalami kejenuhan. Para siswa datang ke sekolah hanya sebatas memenuhi kewajiban presensi, tanpa ada tujuan yang jelas. Jika hal itu terjadi, para siswa tidak akan memperoleh pengalaman belajar apa pun saat pulang dari sekolah.

Menumbuhkan kepercayaan diri siswa untuk menampilkan kemampuan dirinya tidaklah mudah. Hal ini membutuhkan dorongan, motivasi, dan perhatin dari para guru yang mengajarnya. Apalagi dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, rasa percaya diri siswa harus betul-betul dapat dimunculkan. Bagaimana guru dapat memberikan penilaian atas kemampuan berbicara kalau siswanya tidak mau tampil berbicara atau sekadar membacakan cerita di depan kelas. Jika hanya merujuk pada tes tulis, berarti kita tetap hanya mengukur kemampuan kognitif.

Sejatinya, di era keterbukaan seperti sekarang ini, para siswa tidak perlu lagi merasa takut mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan. Begitu pula para guru, sudah selayaknya mereka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyampaikan penda-pat dan menghargai apa pun pendapat yang disampaikan siswa. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih banyak siswa yang masih merasa takut, malu atau sungkan mengemukakan keinginan atau pendapatnya secara terbuka. Pada situasi dan perasaan seperti itu, siswa lebih memilih diam daripada membuka dialog dengan guru atau teman-temannya.

Melihat kondisi seperti itu, kita perlu menanamkan kemampuan asertif dalam diri siswa, khususnya siswa SMP dan SMA yang sedang mengalami masa remaja. Kemampuan asertif merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mengemukakan pendapat, saran, dan keinginan yang dimilikinya secara langsung, jujur, dan terbuka kepada orang lain.

Siswa yang asertif adalah siswa yang memiliki keberanian mengeks-presikan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya, mempertahankan hak-hak pribadinya, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak beralasan (Rathus, 1982). Asertivitas bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya, tetapi di dalam asertivitas juga terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.

Asertivitas ini akan berkembang sejalan dengan usia seseorang. Semakin dewasa, kemampuan asertif ini akan semakin matang. Dengan begitu, penguasaan sikap dan perilaku asertif pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak positif bagi periode-periode selanjutnya.

Siswa yang memiliki kemampuan asertif pada umumnya akan lebih aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di kelas. Dengan senang hati mereka mau mengemukakan pendapat. Dengan begitu, kegiatan pembelajaran akan lebih berkesan dan bermakna.

Sumber: http://www.lazuardi.web.id

Page 55: Proposal ptk

Kesulitan Belajar Siswa Dan Bimbingan Belajar

Oleh Drs. Akhmad Sudrajat,M.Pd.    Thursday, 13 September 2007 <!--[if !supportLists]-->A.     <!--[endif]-->Kesulitan Belajar.

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah,  kita dihadapkan dengan  sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam.

Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga  hasil belajar yang dicapainya  lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.

Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai  permainan volley dengan baik.

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Under Achiever  mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan  tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Slow Learner  atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih  lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Learning Disabilities atau ketidakmampuan  belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,

Page 56: Proposal ptk

sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan  tampak dari  berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

<!--[if !supportLists]-->6.      <!--[endif]-->Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner  atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

Terdapat  empat  ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4)  kepribadian. 

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Tujuan pendidikan

Page 57: Proposal ptk

Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar.

Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka  sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai  dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.

Secara statistik,  berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai.

Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah  kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.

Teknik yang dapat digunakan ialah dengan menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Kedudukan dalam Kelompok

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan  adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi  hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok  diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Perbandingan antara potensi dan prestasi

Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik  yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan  sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori  cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya  hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya  dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar,

Page 58: Proposal ptk

yang biasa disebut dengan istilah underachiever.

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Kepribadian

Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.

<!--[if !supportLists]-->A.     <!--[endif]-->Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya.  Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat  ditempuh melalui langkah-langkah seperti tampak dalam bagan berikut :  

Identifikasi Kasus

Identifikasi Masalah

Diagnosis

Prognosis

Remedial/Referal 

Datang Sendiri/Dicari

Informasi yang Ada/Dicari

Informasi yang Ada/Dicari

Page 59: Proposal ptk

Informasi yang Ada/Dicari

Evaluasi/Follow Up<!--[if !vml]--> <!--[endif]--> 

 

 <!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Identifikasi kasus; merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson  dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :  

<!--[if !supportLists]-->a.       <!--[endif]-->Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi  jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.

<!--[if !supportLists]-->c.       <!--[endif]-->Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari  suatu tes, seperti  tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. 

<!--[if !supportLists]-->e.       <!--[endif]-->Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat  ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik  kesulitan atau masalah yang dihadapi  siswa.  Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional;   (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut  Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.  W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :  (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi  psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan

Page 60: Proposal ptk

sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya,  Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama  menangani kasus  -  kasus yang  dihadapi.

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

<!--[if !supportLists]-->6.      <!--[endif]-->Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan   terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.

Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan  belajar,  yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Perasaan positif  sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu  apabila:

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya

<!--[if !supportLists]-->6.      <!--[endif]-->Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.

Page 61: Proposal ptk

<!--[if !supportLists]-->7.      <!--[endif]-->Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya

 

Sumber bacaan :

Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Prayitno dan Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud

Prayitno (2003),  Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah

Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995),  Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBI

Winkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia

Page 62: Proposal ptk

Anak Introvert, Bukan Berarti Tidak Normal

Oleh Nancy R. Fenn    Thursday, 11 January 2007

Page 63: Proposal ptk

Guru atau orang tua sering risau dengan anaknya yang mempunyai sifat introvert.  Mereka menganggap anak itu bermasalah, sehingga berusaha mencari informasi bagaimana terapinya.  Lebih-lebih, apabila orangtuanya termasuk golongan ekstrovert. Secara kuantitatif, jumlah anak/orang yang introvert sebesar 30% dari populasi penduduk.  Ada yang secara filosofis menggugat besaran persentase tersebut.  Ihwal introvert didefinisikan oleh orang-orang yang menganggap dirinya ekstrovert.  Bagaimana seandainya yang mendefinisikan  atau yang memacawanakan ”ke-trovert-an” ini adalah orang yang introvert.  Orang yang tergolong ektrovert akan dianggap bermasalah.

Secara sepintas, orang yang introvert dicitrakan sebagai orang “yang tidak menyukai orang lain”, atau pemalu atau cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan anak yang introvert.  Mereka adalah anak-anak yang sangat normal, lazimnya anak-anak yang dianggap ’normal’.  Sebenarnya, orang introvert memberikan energi kepada orang lain.  Mereka menghindari interaksi sosial bukan karena mereka antisocial, tetapi karena mereka menganggap bahwa aktivitas sosial hanya membuat lelah/letih saja.  Mereka yang dianggap dirinya ekstrovert dan terlihat begitu ceria dalam suatu kelompok sebenarnya ’mengambil energi’ dari teman-temannay yang introvert.

Makin kita bisa memahami keintrovertan sebagai sebuah tipe kepribadian yang normal, makin besar peluang kita untuk mampu membantu anak kita mengembangkan citra diri yang positif.  Kita dapat membantu mereka untuk ’memenangkan’ dunia berdasarkan nilai-nilai yang berbeda.

Jangan paksa mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.  Mereka justru malah akan stress dan merasa akan menjadi pecundang.

Berikut ini beberapa aktivitas atau hobi yang sesuai dengan anak introvert:

• Koleksi  (perangkos, kupu-kupu, koin, pin) • Menulis (jurnal, puisi, surat) • Fotografi • Binatang piaraan • Bermain musik • Sahabat pena (terutama jika mereka sedang belajar bahasa asing) • Bidang Internet• Olahraga yang tidak memerlukan team work • Mendekorasi ruang • Mendengarkan musik • Bepergian sendirian (independent traveling) • Fashion, arsitektur, seni • Membaca • Kerja sosial (volunteer work)

Page 64: Proposal ptk

Asertif? Mungkin ada yang belum pernah mendengar kata ini. Asertif itu kira-kira cara kita mengekspresikan pikiran atau perasaan kita kepada orang lain. Tapi, kalau kita jujur, apa orang lain enggak tersinggung? Ya, jangan sampai tersinggung dong. Itu baru namanya asertif!

Stres akibat adanya perkembangan yang menyangkut perubahan fisik, psikologi, dan hubungan dengan orang lain cenderung membuat remaja merasa menghadapi masalah. Sebenarnya, masalah ini bersumber dari pencarian aktif remaja untuk mencari identitas diri yang sesuai dengan gambaran idealnya. Pencarian jati diri sebagai remaja dipengaruhi hubungan dengan teman atau gang, hubungan orangtua-anak, pola asuh orangtua, dan komunikasi di dalam keluarga. Jika salah satu dari hal yang disebutkan itu ada masalah, remaja jadi cenderung merasa bermasalah.

Modeling dan konformitas

Ketika bersama teman-teman, remaja berusaha sama seperti mereka. Gaya dandan, hobi, atau idola remaja pasti lebih banyak yang sama. Ini yang namanya modeling.

Modeling yang dimaksud di sini bukan melenggak-lenggok di atas titian peraga atau catwalk, tapi kecenderungan meniru orang lain. Dalam mencari identitas diri secara aktif, remaja sering melakukan modeling.

Berbeda dengan masa anak-anak, di mana anak mencari model dalam keluarga, pada masa remaja model berasal dari kelompok sebaya. Kelompok ini menganggap bahwa aturan kelompok sebaya jauh lebih penting daripada keinginan individu. Hal ini membuat remaja menyesuaikan diri dengan kelompok dan menyebabkan si remaja mengikuti sikap, pendapat, dan perilaku yang berlaku dalam kelompok. Penyesuaian diri dengan kelompok terjadi karena remaja takut dan tidak mau sendirian. Penyesuaian dengan hal lain di luar individu namanya konformitas.

Efek dari konformitas bergantung pada kelompok teman yang menjadi model. Kalau kelompok teman si remaja memiliki sikap, pendapat, dan perilaku positif, maka remaja cenderung akan berperilaku dan berpandangan positif. Efek positif akan membuat remaja mempunyai kemampuan dan keterampilan yang positif juga.

Sebaliknya, kalau kelompok teman si remaja memiliki sikap, pendapat,dan perilaku negatif, maka remaja akan cenderung berperilaku dan berpandangan negatif. Efek negatif konformitas adalah kenakalan remaja (juvenile delinquency), seperti penyalahgunaan narkoba, perkelahian pelajar, membolos, kebut-kebutan, berjudi, mencoret-coret, dan merusak benda milik umum (vandalisme), ataupun perilaku seksual yang tidak sehat.

Akan tetapi, enggak secara otomatis kalau si remaja punya teman bandel, remaja juga bakal jadi bandel. Kalau si remaja punya teman bandel, mereka kadang mengajak remaja untuk bersikap atau berperilaku seperti mereka. Nah, kalau itu terjadi, ia harus tahu bahwa ia punya pilihan untuk bersikap mandiri dan bebas.

Remaja tidak harus selalu ikut aturan kelompok teman-temannya. Ini berarti, ia mampu mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tanpa merasa khawatir akan tekanan yang diberikan teman-temannya. Ini yang namanya sikap asertif.Jujur dan terbuka

Bersikap asertif ketika remaja mampu berkata “tidak”, mampu meminta pertolongan, mampu mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara wajar, dan mampu mengkomunikasikan tentang hal-hal yang bersifat umum. Jadi, asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran , perasaan, dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat, dan tidak mengganggu hak orang lain. Jadi, berani untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran dengan apa adanya tanpa menyakiti orang lain.

Page 65: Proposal ptk

Sikap asertif itu perlu supaya remaja lebih mengenal diri dan lebih jujur dalam membina hubungan. Dengan bersikap asertif, remaja dapat belajar untuk lebih menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan positif dan negatif, percaya diri, mau mendengarkan orang lain, mengembangkan kontrol diri, mengembangkan kemampuan untuk menolak tanpa merasa bersalah, dan berani meminta bantuan orang lain ketika membutuhkan.

Kalau remaja jujur kepada orang lain tentang dirinya  sendiri, ia jadi tahu tentang dirinya  sendiri. Kadang remaja menahan apa yang ada dalam hati dan pikirannya  karena takut atau enggak enak hati. Karena perasaan dan pikiran yang ia tahan, perasaan dan pikiran itu kemudian mengendap. Jadi, enggak sadar ia sama perasaan atau pikirannya  sendiri. Atau, mungkin ia sadar dengan perasaannya , tapi merasa enggak nyaman dengan perasaannya  itu. Ia jadi enggak terlalu kenal sama dirinya  sendiri.

Lalu, bagaimana caranya untuk jadi asertif? Jadi asertif itu cukup mudah. Sikap asertif terutama dibutuhkan ketika remaja dan temannya  memiliki keinginan atau pikiran yang berbeda. Remaja bersikap asertif ketika ia menyatakan perasaan dan masalah diri dengan menjelaskan bahwa tingkah laku dan masalah orang lain yang mengganggu dan merugikan dirinya , misalnya “saya merasa tertekan bila kamu memaksakan keinginanmu”.

Ketika berkomunikasi dengan orang lain, nyatakanlah keinginan dan alasan dengan jelas, seperti “saya tidak ingin kamu memaksa saya ikut bolos sekolah karena saya tidak siap dengan risiko yang akan saya hadapi”. Kemudian, tanyakanlah pendapat kawan bicara mengenai keinginan dan alasan kita itu.

Jika teman kita tetap merasa keberatan, sampaikanlah penolakan secara halus, seperti “maaf, saya tetap tidak bisa membolos”. Atau, bisa juga kita membuat kesepakatan dengan teman kita itu, seperti “daripada kita bolos, lebih baik kita jalan-jalan setelah pulang sekolah”.

Ketika kita bicara asertif, kita dituntut untuk tahu alasan-alasan mengapa kita menolak atau menerima ajakan teman. Jadi, kita tahu akibat dan sebab sesuatu yang akan kita lakukan. Dengan bersikap asertif, tidak serta-merta keinginan kita diterima orang lain. Namun, lewat sikap asertif, kita dapat belajar berpikir logis dan belajar memahami teman.

Page 66: Proposal ptk
Page 67: Proposal ptk