proposal ptk
TRANSCRIPT
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA GERAK LURUS MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA KELAS X
MIA SMA GITA PGRI CIGOMBONG
(Penelitian di SMA GITA PGRI Cigombong Kabupaten Bogor)
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Oleh:ANJARSARI
SEKOLAH MENENGAH ATAS GITA PGRI CIGOMBONGPROGRAM MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM
BOGOR2014
1
A. Latar Belakang
Fisika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang
pendidikan di Indonesia. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala alam dan interaksi di dalamnya. Oleh karena itu,
dengan mempelajari Fisika berarti mempelajari hakikat alam semesta.1
Fisika bagian dari IPA yang merupakan hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Fisika
merupakan mata pelajaran yang dapat membantu kita memecahkan masalah
yang ada di sekitar secara mudah dan dapat menemukan cara-cara atau alat-
alat yang dapat membantu mempermudah usahanya dalam memenuhi
kebutuhan hidupan manusia.
Agar pelajaran Fisika dapat dikuasai dengan mudah, maka sebaiknya
dipelajari dengan mudah dan menyenangkan. Namun banyak sekali
anggapan bahwa Fisika adalah pelajaran yang sangat sulit dan
membosankan sehingga pelajaran ini dianggap tidak menyenangkan.
Sampai sekarang Fisika masih dianggap sebagai sebagai bidang studi yang
menakutkan oleh banyak siswa sehingga siswa memperoleh hasil belajar
yang kurang memuaskan. Kesulitan siswa dalam mempelajari Fisika di
sekolah juga tidak terlepas dari metode yang selama ini digunakan oleh
guru.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) Fisika banyak guru yang
menggunakan metode cermah. Dengan metode ini guru merasa dapat
mengontrol dan mengawasi siswa dalam keterlibatannya terhadap pelajaran
yang disampaikan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Hal ini
berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan di SMA Gita PGRI
Cigombong kelas X Tahun Ajaran 2013-2014 ditemukan banyak
kelemahan yang mempengaruhi hasil belajar dan respon siswa terhadap
1 Moh Nurudin, Perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Menggunakan Problem Based Learning dengan Direct Instruction Eksperimen di Madrasah Aliyah Negeri Ciledug, Cirebon), (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 1
2
pembelajaran Fisika di sekolah, diantaranya proses belajar mengajar hanya
berpusat pada guru (teacher centre) sehingga siswa tidak ikut interaktif
dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar siswa cenderung di bawah KKM (Kriteri Ketuntasan
Minimum) sehingga setiap kali diadakan eveluasi belajar hampir seluruh
siswa mengikuti remedial. Hal ini terus berlangsung dari mulai tahun ajaran
baru hingga menjelang pergantian ajaran baru. Minat belajar siswa terhadap
pelajaran fisika juga sangat rendah, ini berdasarkan observasi yang saya
lakukan terhadap para siswa. Mereka menganggap fisika adalah pelajaran
yang sangat sulit sehingga minat belajar siswa cenderung rendah.
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah (Kamdi 2007: 77). PBL atau pembelajran
berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran.
PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan
kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang
apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan siswa dapat menerapkannya
dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. PBL dalam pembelajaran
dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.
Pengalam ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana
berkembangnya pola piker dan pola kerja seseorang bergantung pada
bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PBL dapat
meningkatkan pemahaman siswa sehingga hasil belajar meningkat. Oleh
3
karena itu dalam penelitian tindakan kelas ini akan digunakan model
Problem Based Learning dalam kegiatan pembelajaran.
Konsep yang akan digunakan adalah “Gerak Lurus.” Dalam pokok
bahasan penjumlahan vektor dipelajari besaran-besaran pada gerak luru,
gerak lurus bertauran, gerak lurus berubah beraturan.
Pada penelitian ini akan diterapkan model Problem Based Learning
karena model ini diasumsikan akan mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan siswa yang menganggap sulit terhadap materi yang telah
diajarkan.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian
dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Gerak Lurus Melalui
Penerapan Model Problem Based Learning pada Kelas X Mia Sma
Gita Pgri Cigombong”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kurikulum 2013 terlalu menuntut pendekatan scientific
2. Minat belajar siswa yang rendah
3. Metode pembelajaran yang monoton
4. Hasi belajar siswa yang rendah
5. Problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi maslah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka pembatasan pada penelitian ini adalah:
1. Minat belajar siswa yang rendah
2. Hasi belajar siswa yang rendah
3. Problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa
4
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Apakah penerapan mobel problem based learning
dapat meningkatkan hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA di SMA
Gita PGRI Cigombong?”
E. Pemecahan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka pemecahan masalah
penelitian ini adalah “Penerapan model based learning dapat meningkatkan
hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA di SMA Gita PGRI Cigombong”
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemecahan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah “Mengetahui peningkatan hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA
di SMA Gita PGRI Cigombong”
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk
meningkatkan hasil belajar Fisika dan belajar Fisika menjadi lebih
menyenangkan.
2. Bagi guru Fisika, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat dan lebih efisien
dalam pembelajaran Fisika.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberi wawasan baru dalam bidang
penelitian pendidikan dan metode yang akan menjadi bekal untuk
diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan studinya.
5
H. Kajian teori
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah (Kamdi 2007: 77). PBL atau pembelajran
berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran.
PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan
kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang
apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan siswa dapat menerapkannya
dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. PBL dalam pembelajaran
dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.
Pengalam ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana
berkembangnya pola piker dan pola kerja seseorang bergantung pada
bagaimana dia membelajarkan dirinya.
1. Hakikat Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Setiap hari mulai dari lahir kita selalu belajar mempelajari hal-hal
baru sehingga kita dapat melakukan banyak hal. Belajar tidak hanya di
kelas, tapi dimana saja dan. Namun sebagian orang berpendapat belajar
hanyalah duduk di dalam kelas dan hanya mendengarkan penjelasan dari
guru saja, mengerjakan latihan soal atau menghafal fakta-fakta yang tersaji
dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Untuk menghindari
kesalahpahaman tentang belajar, ada beberapa definisi dari para ahli seperti
Skinner, Gagne dan Witherington.
6
Menurut Skinner berpandangan bahwa belajar adalah poses adaptasi
(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.2 Menurut
Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar.3 Belajar menurut Witherington adalah perubahan relatif menetap di
dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru pada reaksi
yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu
pengertian.4
Dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses perubahan dan
penyesuaian tingkah laku, serta penerimaan informasi yang terjadi dalam
diri organisme, manusia atau hewan. Belajar merupakan kebutuhan
mendasar bagi manusia dalam perkembangannya menghadapi perubahan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena itu belajar tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia sejak kita lahir sampai akhir hayat.
b. Tahap-tahap dalam Proses Belajar
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai tahap-tahap dalam
proses belajar. Diantaranya:
1) Jerome S. Bruner
Menurut Bruner dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga
tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Tahap enaktif atau tahap
kegiatan yang berkaitan dengan benda-benda kongkret. Tahap ekonin
penyajian berupa gambar atau grafik. Dan tahap simbolik menggunakan
kata-kata atau simbol. 5
2 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 60.3 Ismawanto, Teori Belajar Menurut Gagne, diakses dari
http://10310188.blogspot.com/2011/07/teori-belajar-menurut-gagne.html pada tanggal 26 Maret 2012.
4 Sutrisno, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share terhadap Hasil Belajar Matematika, (artikel IKIP PGRI Semarang Vol.4, Desember 2007), h. 37
5 Realin Setiamihardja, Kusmiyati, Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasa (Jurnal Pendidikan Dasar Nomor. 8 – Oktober, 2007), h. 3.
7
2) Arno F. Witting
Menurut Witting setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga
tingkatan, yaitu tingkatan acquasistion, tingkatan storage dan tingkatan
Retrieval.
Pada tingkatan acquasistion (tahap perolehan atau penerimaan
informasi), seorang siswa menerima informasi sebagai stimulus dan
melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan
perilaku baru. Pada tingkatan storage (tahap penyimpanan informasi),
seorang siswa otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman
dan prilaku baru yang ia peroleh ketika mengalami proses acquisition. Pada
tingkatan Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), seorang siswa
akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketia
ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. 6
3) Albert Bandura
Menurut Bandura terdapat empat tahap dalam proses belajar sosial,
yaitu tahap perhatian, tahap penyimpanan, tahap reproduksi dan tahap
motivasi.
Tahap perhatian (attentional phase), siswa umumnya memusatkan
perhatian pada objek materi atau prilaku model yang lebih menarik terutama
karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang
sebelumnya telah mereka ketahui. Tahap penyimpanan dalam tingkatan
(rentention phase), informasi berupa materi dan perilaku model itu
ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori. Tahap reproduksi
(reproduction phase), segala bayangan atau citra mental (imagery) atau
kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang
telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu kembali diproduksi
kembali. Tahap motivasi (motivation phase), pada tahap ini guru dianjurkan
untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada peserta didik yang
berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belum
6 Suparman Ali, Upaya Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Akutansi di SMA Al-Mus’udiyah Bandung (Jurnal Ilmiah Pend. Ekonomi Akutansi Vol. III No. 1, 2009), h. 79.
8
menunjukan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting
penguasaan materi atau perilaku bagi kehidupan mereka. 7
c. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Abror, hasil belajar adalah perubahan keterampilan dan
kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian, pengetahuan, dan apresiasi, yang
dikenal dengan istilah kognitif, afektif dan psikomotor melalui perbuatan
belajar. Sedangkan Hamalik berpendapat siswa dikatakan berhasil dalam
belajarnya apabila dapat mengembangkan kemampuan pengetahuan dan
pengembangan sikap. Pendapat lain dari Nawawi, hasil belajar diartikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai
sejumlah materi pelajaran tertentu. 8
Dapat disimpulkan hasil belajar adalah keberhasilan siswa untuk
mencapai serta mengembangkan pengetahuan atau keterampilan yang
dinyatakan dengan simbol angka ataupun huruf. Berdasarkan teori
Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga
kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.9
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
jenjang proses berikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang
yang paling tinggi. Yaitu pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis) dan penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
7 Inayah, Tinjauan Psikologis Efek Komunikasi Massa (Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, 2011), h. 171.
8 Theresia K. Brahim, Peningkatan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IV Sekolah Dasar, Melalui Pendekatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati di Lingkungan Sekitar (Jurnal Pendidikan Penabur - No.09/Tahun ke-6/Desember 2007), h. 39
9 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 49.
9
istilah, ide, gelaja, rumus-rumus dan lain sebagainya. Pemahaman
(comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Penerapan
(application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, rumus-
rumus dan lain sebagainya.
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih
kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-
faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Sintesis (synthesis) adalah
kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir
analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian
atau unsur-unsur secara logis sehingga menjelma menjadi suatu pola yang
terstruktur atau berbentuk pola baru. Penilaian (evaluation) adalah
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi
situasi, nilai atau ide.10
2) Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawannya
ditaksonomikan menjadi lebih rinci ke dalam lima jenjang, yaitu menerima
atau memperhatikan (receiving), menanggapi (responding),
menilai/menghargai (valuting), mengatur (organization) dan karakterisasi
(characterization).11
Menerima/memperhatikan (receiving), termasuk kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
10 Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keuangan Melalui Media Komik untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa (Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, 2011), h. 72.
11 Asmaniar Bahar, Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN Melalui Model Value Clarification Technique (VCT) Games (Jurnal Pemnelajaran Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2008), h. 122.
10
Menanggapi (responding), reaksi yang diberikan, ketepatan seaksi,
dan perasaan kepuasan. Menilai/menghargai (valuting) kesadaran menerima
norma, sitem nilai dan sebagainya. Mengatur (organization) yakni
pengembangan norma, sistem nilai dam sebagainya. Karakterisasi
(characterization) yakni sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah laku.
3) Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Orang pertama yang mengembangkan ranah ini adalah
Simpson memberikan tujuh jenjang psikomotor yang bersifat hierarkis yaitu
persepsi, kesiapan, penanggapan terpimpin, mekanistik, penanggapan yang
bersifat kompleks, adaptasi, dan originalitas.12
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara garis besar, terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor ekternal.
1) Faktor internal (keadaan atau kondisi jasmani siswa)
Faktor yang berada dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu aspek
fisiologis dan psikologis. 13 Faktor fisiologis, kondisi umum jasmani dan
tonus (tegangan otot) yang menandai tingkah laku kebugaran organ-organ
tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tuhuh yang lemah, apalagi
jika disertai sakit kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta
(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas.
Kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat juga mempengaruhi kemampuan siswa
12 Imam Gunawan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Togethet, diakses dari http://masimamgun.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html pada tanggal 15 Maret 2012.
13 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,2010), h. 128 – 136.
11
dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan
dalam kelas. Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah
umumnya, akan menyulitkan sensori register dalam menyerap informasi
yang bersifat echoic dan echonic (gema dan citra). Akibat negatif
selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh
sistem memori siswa tersebut.
Aspek fisiologis banyak dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan hasil belajar siswa,
diantaranya tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa, sikap siswa, bakat
siswa, minat siswa dan motivasi siswa.
Intelegensi merupakan kemampuan psikologi fisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tingkat kecerdasan
atau intelektual (IQ) mempengaruhi hasil belajar siswa. Semakin tinggi
kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya
untuk meraih sukses. Sebaliknya jika semakin rendah kemampuan
intelegensi siswa maka semakin kecil peluangnnya untuk memperoleh
informasi.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecerdasan untuk mereaksi atau merespon dengan cara relatif tetap terhadap
objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif atau negatif. Sikap
(attitude) siswa yang positif kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan
pada siswa merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa
tesebut. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran
yang disajikan pada siswa akan menimbulkan kesulitan belajar siswa
tersebut.
Bakat merupakan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan. Setiap orang memiliki bakat yang
berbeda-beda untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara umum bakat itu mirip dengan
intelegensi. Itulah sebabnya seseorang anak yang berintelegensi sangat
cerdas dan disebut dengan anak berbakat.
12
Minat (interest) berarti kecendrungan atau kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi
kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.
Motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia ataupun hewan
yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat mendorong
seseorang untuk mencapai keberasilan siswa. Karena itu sebaiknya guru
pada saat proses belajar memberikan motivasi kepada siswa agar terus
termotivasi.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal siswa diantaranya keluarga, sekolah, masyarakat
dan lingkungan sekitar. Keluarga adalah ayah, ibu dan anak-anak serta
sodara yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar anak. Tinggi rendahnya orang tua, besar
kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang
tua, harmonis atau tidaknya hubungan orang tua dan akrab atau tidaknya
orang tua dengan anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu
turut mempengaruhi pencapaian belajar.
Keadaan sekolah mulai dari kualitas guru, metode mengajarnya,
kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau
perlengkapak di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas,
pelaksanaan tata tertib sekolah dan sebagainya, turut mempengaruhi
keberhasilan belajar anak.
Keadaan masyarakan teridri dari orang-orang berpendidikan,
terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal
ini akan mendorong anak giat belajar. Begitu pula sebaliknya.
Lingkungan sekitar meliputi bangunan rumah, suasana sekitar,
keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya bila bangunan rumah
penduduk sangat rapat, keadaan lalu lintas yang membisingkan, suasana
hirup pikuk, suasana pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu ekstrim, dan
sebagainya akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. 14
14 M. Dalyono , Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 59 – 60.
13
e. Pengukuran Hasil Belajar
Pengukuran hasil belajar digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa memahami atau menguasai konsep yang telah diajarkan.
Salah satu alat yang dapat kita gunakan adalah dengan tes hasil belajar. Tes
dapat diartikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan atau psikologik
tertentu, dan setiap butir pertanyaan mempunyai jawaban tertentu yang
dianggap benar.15
Pelaksanaan tes dan pengukuran hasil belajar pada hakikatnya adalah
upaya untuk mengetahui ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan. Suatu
proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam satu satuan pendidikan di
sekolah tidak dapat diketahui hasilnya apabila guru tidak mampu melakukan
pengukuran hasil belajar. Dengan dilakukannya pengukuran hasil belajar,
guru akan mampu mengetahui keberhasilan belajar siswanya dan menjadi
umpan balik bagi guru dan peserta didik dalam melakukan proses
pembelajaran.
15 Asmawi Zainul dan Agus, Tes dan Asesmen di SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.1.3.
14