proposal ptk
DESCRIPTION
proposalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara substansi keberadaan Ilmu Pengetahuan Sosial pada pendidikan
dasar adalah sarana dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang
bagaimana individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Selain itu siswa dibimbing untuk mengembangkan rasa
bangga terhadap warisan budaya yang positif dan kritis terhadap yang negatif
serta memiliki kepedulian terhadap kegiatan sosial, proses demokrasi, dan
kegagalan ekologi. Mata pelajaran IPS bertujuan memberikan pengetahuan
sosio kultural yang majemuk, mengembangkan kesadaran hidup
bermasyarakat serta memiliki keterampilan hidup secara mandiri.
Pelaksanaan pembelajaran IPS untuk mencapai tujuan dan kompetensi-
kompetensinya yang harus dikuasai siswa tersebut diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara aktif, kreatif dan
menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan siswa sehingga dengan
model pembelajaran seperti itu dapat diperoleh hasil pembelajaran yang
optimal dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran dikatakan bermakna bagi
siswa jika siswa dapat memahami dan mengerti konsep-konsep yang sedang
dipelajarinya dalam situasi apapun. Pembelajaran dapat bermakna bagi siswa
jika disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran, siswa mengalami apa yang di pelajarinya sehingga
menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya dan siswa membangun
pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, serta
menggunakan berbagai sumber atau media yang diperlukan. Namun
kenyataannya pembelajaran yang berlangsung cenderung mengikuti isi
kurikulum dan anak belajar secara verbal, keadaan semacam ini jauh dari
konsep belajar bermakna.
Berdasarkan hasil pembelajaran pra siklus pada materi perjuangan
tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada Kelas V di SD Negeri
Prapagkidul 02 Brebes, Tahun Pelajaran 2013/2014 hasilnya tidak
memuaskan. Hasil evaluasi pada materi tersebut dari 32 anak, hanya 11 siswa
yang memenuhi KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimum). Nilai rata-rata kelas
hanya mencapai 58.
Rendahnya prestasi belajar siswa pada materi tersebut diduga karena
dalam pembelajaran guru tidak mempergunakan media pembelajaran yang
tepat. Pembelajaran secara konvensional yaitu pembelajaran yang
memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan,
dan menerima informasi. Penerimaan informasi kurang efektif, karena tidak
ada proses penguatan daya ingat, walau ada proses penguatan yang berupa
catatan, siswa membuat catatan tidak sistematis. Siswa juga Masih ada yang
melakukan kegiatan di luar pembelajaran, siswa lebih banyak diam dan jarang
bertanya kepada guru. Siswa juga kurang aktif dalam berpendapat atau
menyampaikan ide-ide mereka dalam diskusi kelas maupun dalam diskusi
kelompok, beberapa siswa lebih sering ramai dan tidak ikut dalam diskusi
kelompok. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa juga
kurang dapat berkembang dengan baik.
Pada saat siswa berkelompk masih banyak siswa yang tidak bekerja
dalam menyeselesaikan tugasnya seperti saling bercanda mainan sendiri, dan
menggantungkan pekerjaannya kepada teman yang mereka anggap paling
pintar. Selain itu, pada saat proses pembelajaran kelompok kemampuan
kerjasama siswa kurang baik. Beberapa siswa lebih sering bercanda dan tidak
ikut dalam diskusi kelompok, seperti pada saat mengerjakan soal secara
berkelompok hanya sebagian siswa saja yang mengerjakan, bekerjasama, dan
saling bertanya dalam penyelesaian soal tersebut. Siswa terlihat lebih bekerja
secara individual. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa
kurang berkembang dengan baik. Padahal keterampilan kerjasama berfungsi
untuk memperlancar kerja dan tugas.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka guru harus menerapkan
strategi pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah pembelajaran
cooperative. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilda Ruandini, R.
Wakhid Akhdinirwanto, dan Nurhidayati yang berjudul Peningkatan
Kemampuan Kerjasama Melalui Pembelajaran Cooperative Tipe STAD Pada
Siswa SMP N 14 Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan kerja sama siswa. Hal tersebut terlihat dari
persentase kemampuan kerja sama siswa sebelum diterapkan model
pembelajaran cooperative tipe STAD adalah 51,09% meningkat menjadi
68,74% setelah diterapkan model pembelajaran cooperative tipe STAD untuk
siklus I. Pada siklus II kemampuan kerjasama siswa meningkat menjadi
72,49%.
Pembelajaran cooperative memang mempunyai banyak tipe. Sebagai
contoh seperti penelitian di atas, cooperative tipe STAD, kemudian ada juga
cooperative tipe make a match, dan lain-lain. Dengan memandang
karakteristik anak usia SD kelas V yang masih suka bermain, penelitian ini
mencoba menerapkan pembelajaran cooperative tipe pembelajaran berbasis
permainan. Pembelajaran berpusat pada siswa yang bermain untuk
menyelesaikan beberapa tugas dari guru yang mengandung nilai materi IPS di
dalamnya. Pembelajaran berbasis permainan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan kerja sama siswa dan hasil belajarnya.
B. Rumusan Masalah
Dengan dilandasi latar belakang masalah di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah melalui penerapan model
pembelajaran berbasis permainan dapat meningkatkan kemampuan kerja
sama siswa pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri Prapagkidul 02
Brebes tahun pelajaran 2013/2014?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja sama
siswa pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes
tahun pelajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Menambah wawasan tentang model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan kerja sama siswa.
2. Secara Praktis
a. Bagi Siswa
Temuan penelitian ini diharapkan menjadikan siswa dapat bekerja sama
dengan baik kedepannya, dan siswa mampu belajar secara kelompok.
b. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga untuk menerapkan pembelajaran
berbasis permnainan dalam pembelajaran IPS, sehingga dapat
digunakan pada mata pelajaran yang lain.
c. Bagi Perpustakaan Sekolah
Dapat menambah bahan bacaan yang dimanfaatkan rekan-rekan guru
sebagai contoh laporan penelitian tindakan kelas.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
A. Kemampuan Kerja sama
1. Pengertian kemampuan kerja sama
Mendiknas (2002) menyatakan kemampuan sebagai seperangkat
tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan
tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (www.psychologymania.com).
Kerja sama menurut para ahli selain pada definisi operasional
variabel adalah:
a. Davis mengungkapkan bahwa, kerja sama adalah keterlibatan
mental dan emosional orang di dalam situasi kelompok yang
mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dan tanggung
jawab dalam mencapai tujuan kelompok. Kontribusi tiap-tiap
individu dapat menjadi kekuatan yang terintegrasi dalam
(www.psychologymania.com).
b. Menurut Parmudji dalam kerja sama pada hakikatnya
mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi
secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam
pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada
suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur
interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak
termuat dalam satu objek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada
objek itu tidak terdapat kerjasama. Kerjasama senantiasa
menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang
seimbang, serasi dan selaras (Al-bantany, 2009).
c. Marzuki (2010: 11) “Kerja sama, yakni sikap dan perilaku yang
menunjukkan upaya dalam melakukan suatu pekerjaan bersama-
sama secara sinergis demitercapainya tujuan”.
Berdasarkan definisi para ahli di atas, Kemampuan kerja sama
dapat didefinisikan sebagai potensi yang dimiliki oleh seorang siswa
untuk bekerja dengan siswa lainnya dalam kelompok dengan
berinteraksi, berkontribusi, dan bertanggung jawab dalam
menyelesaiakan tugas bersama-sama supaya suatu tujuan tercapai secara
cepat dan tepat, efektif dan efisien serta menguntungkan semua pihak.
Kerja sama yang dilakukan siswa dapat mengembangkan
kemampuan sosial yang dimiliki siswa. Lungdren (1994) dalam Isjoni
(2010: 46-48) membagi keterampilan kerja sama (cooperarive) menjadi
tiga, antara lain:
a. Keterampilan cooperative tingkat awal, yaitu menggunakan
kesepakatan, menghargai kontribusi ide dalam kelompok,
mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam kelompok,
melaksanakan tugas, mendorong partisipasi, mengajak orang lain,
menyelesaikan tugas pada waktunya, menghormati perbedaan
individu.
b. Keterampilan tingkat menengah, yaitu menunjukan penghargaan
dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang
dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat
ringkasan, menafsirkan, mengorganisasikan, dan mengurangi
ketegangan.
c. Keterampilan tingkat mahir, yang meliputi elaborasi,
memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan
tujuan dan berkompromi.
2. Aspek kemampuan kerja sama
Siswa SD hakikatnya masih mengembangkan keterampilan
cooperative tingkat awal. Berdasarkan keterampilan cooperative tingkat
awal yang dikemukakan oleh Lungdren dan definisi kemampuan kerja
sama, Aspek kemampuan kerja sama dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Interaksi siswa
Siswa mampu berinteraksi langsung dengan temannya dengan
mendorong temannya untuk berpartisipasi, berbicara, menghormati
perbedaan individu, dan mampu membuat kesepakatan dan
menggunakannya untuk meningkatkan hubungan kerja dalam tim atau
kelompok. Interaksi ini bersifat saling menguntungkan dan
mengembangkan kemampuan verbal siswa dalam berkomunikasi.
b. Kontribusi
Siswa dalam aspek ini mampu memberikan ide-ide dan manfaat
bagi kelompok atau tim untuk mencapai tujuan. Kontribusi ini berupa
partisipasi siswa, kemampuan kognitif dan psikomotorik sangat
berperan dalam hal ini didukung afektif siswa berupa sikap bagaimana
ia memberikan idenya.
c. Tanggung jawab
Aspek ini menekankan siswa untuk bertanggung jawab secara
individual untuk menyukseskan kelompok atau timnya mencapai
tujuan. Tanggung jawab yang dipikul siswa dalam tim akan melatih
siswa untuk selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya
baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketika bertanggung jawab,
siswa harus berada dalam dalam tugas dan berada dalam kelompok
serta mampu mengambil giliran atau berbagi tugas. Berada dalam
tugas artinya siswa mampu meneruskan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Berada dalam kelompok artinya siswa selalu tetap dalam
kelompok kerja selama kegiatan berlangsung. Sedangkan mampu
mengambil giliran atau berbagi tugas adalah setiap anggota kelompok
bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung
jawab tertentu dalam kelompok.
d. Tujuan/hasil
Kerja sama selalu membuahkan hasil, dalam aspek ini siswa
mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan. Hasil apapun yang
diperoleh oleh kelompok merupakan indikator keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan.
e. Waktu
Aspek ini adalah tingkat keefektifan siswa dalam bekerja sama
untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi kemampuan kerja sama antar
siswa dalam kelompok maka semakin tepat waktu untuk mencapai
tujuan.
B. Model pembelajaran berbasis permainan
1. Pengertian model pembelajaran
Mills dalam Suprijono (2012: 45) berpendapat bahwa “Model adalah
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model
itu”.
Pembelajaran menurut Anitah W (2009: 1.18) adalah “Proses
interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.“
Jadi, model pembelajaran dapat disimpulkan sebagai representasi
proses kegiatan belajar mengajar antara siswa dengan guru pada suatu
lingkungan belajar, representasi ini merupakan pola kegiatan belajar
mengajar yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas.
2. Permainan
Permaianan merupakan hal yang selalu dialami oleh semua
manusia dalam aspek kehidupannya.
Wood dan Goddard dalam Imaddudinn (2012) mengungkapkan
terdapat ratusan permainan dadu, permainan tebak-tebakan, permaianan
kartu, permainan papan, permainan tongkat dan gelindingan, permainan
hitungan, permainan kelompok, permainan kucing-kucingan, permainan
kejar-kejaran, permainan atletik di dalam ruangan, permainan atletik di
luar ruangan, permainan bernyanyi/sajak/tari, dan berbagai permaian
lainnya telah dikatalogkan. Bahkan di Suku Aborigin memainkan lebih
dari 1.400 permainan.
Permainan menurut pendapat para ahli dalam Imaddudinn (2012)
terdapat dua kosa kata, yaitu play dan game. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a. Istilah Play
Reid (Schaefer & E. Reid, 2001: 1) lebih mengarah pada aspek
kesenangan sebagai bentuk reaksi alamiah yang dimiliki oleh
manusia dan binatang. Beach (Schaefer & E. Reid, 2001: 1)
menjelaskan bahwa istilah play merupakan aktivitas spontan yang
tidak memiliki target akhir atau tujuan, karena pada dasarnya
aktivitas bermain termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh
kesenangan.
b. Istilah Game
1) Serok & Blum (Rusmana, 2009: 4) menjelaskan
bahwa Game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan
belajar dan mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin
diri, kontrol emosional, dan adopsi peran-peran pemimpin dan
pengikut, yang kesemuanya itu merupakan komponen-
komponen penting dari sosialisasi.
2) Sutton-Smith (Schaefer & E. Reid, 2001: 2) menjelaskan
bahwa istilah Games merupakan gambaran dari kekuatan
sebuah kelompok “Model of Power”, sebuah permainan
menyediakan gambaran dari perilaku manusia dalam
menghadapi konflik, karena dalam sebuah kompetisi setiap
individu yang bertanding atau kelompok yang bersaing akan
mengerahkan segenap usaha dan kekuatan untuk memperoleh
kemenangan.
Permainan dalam penelitian ini merujuk pada games, yaitu siswa
berkelompok untuk menghadapi konflik, dan tantangan, serta
berkompetisi untuk mendapatkan kemenangan dan kesenangan.
3. Model pembelajaran berbasis permainan
Model pembelajaran berbasis permainan adalah model
pembelajaran yang melandaskan permainan sebagai kegiatan belajar
mengajar. Permainan tersebut berfungsi untuk membentuk karakter siswa
dan mendukung siswa untuk belajar secara aktif. Permainan dalam
pembelajaran ini merupakan bentuk pembelajaran cooperative learning.
Dikatakan cooperative learning karena siswa selalu berkelompok dan
bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang disediakan guru dalam
sebuah permainan.
Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2010: 16) menyebut coperative
learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sama dengan siswa lainnya dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh
dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk
suatu kelompok atau tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah
untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota
kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.
Sejalan dengan tujuan dari cooperative learning (Isjoni, 2010: 43-
46), tujuan pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan kerja sama siswa yang penting dan
sangat diperlukan dalam masyarakat.
b. Meningkatkan belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, dan
sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial (Stahl,
1994).
c. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain.
d. Berlatih mengemban tanggung jawab sebagi anggota kelompok.
e. Berlatih mempraktikkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada
situasi sosial yang bermakna bagi mereka.
Model pembelajaran berbasis permainan juga sebagai bentuk
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM). Pemikiran tersebut berdasarkan (Suprijono, 2012: x-xi).
a. Aktif
Pembelajaran berbasis permainan menumbuhkan suasana yang
aktif, karena pembelajaran berorientasi pada siswa. Siswa belajar
berkelompok untuk mengembangkan kemampuan kerja sama dan
kemampuan kognitif.
b. Inovatif
Pembelajaran berbasis permainan merupakan proses pemaknaan
atas realitas kehidupan yang dipelajari. Siswa hakikatnya suka
bermain. Menurut Semiawan (2008: 20) bagi anak, bermain adalah
“suatu kegiatan yang serius tetapi mengasyikkan. Melalui aktivitas
bermain, berbagai pekerjaannya terwujud.”
c. Kreatif
Kreatifitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan
cara baru dan tidak biasa serta menghasilkan solusi unik atas suatu
masalah. Pembelajaran berbasis permaianan merupakan
pembelajaran yang baru dengan membawa permaianan outbond di
dalam kelas. Permaian tersebut adalah Animal bag games (untuk
membentuk kelompok secara acak), Relay (untuk membentuk
kekompakkan siswa berkelompok), Terlalu banyak solusi (inti dari
pembelajaran), jaring laba-laba (alat untuk evaluasi), dan kerja
sama (permainan penutup). Permainan-permaina yang ada dalam
pembelajaran tersebut sebagai upaya untuk mengembangkan
kemampuan kerja sama siswa.
d. Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang tepat guna dan
berdaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui pembelajaran
berbasis permaianan ini tujuan pembelajaran berupa mengasah
kemampuan kerja sama siswa akan berlangsung efektif karena siswa
dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran belajar secara
berkelompok.
e. Menyenangkan
Menurut Dryden & Vos (2000) dalam Darmansyah (2010: 11),
semangat belajar muncul ketika suasana begitu menyenangkan dan
belajar akan efektif bila seseorang dalam keadaan gembira dalam
belajar. Kegembiraan dalam pembelajaran berbasis permainan ini
ditunjukkan dalam setiap permainan yang ada dalam pembelajaran.
4. Permainan yang terdapat dalam pembelajaran berbasis permainan
Dari Afifah Nur Chayatie dalam bukunya yang berjudul “112 Game
untuk Training dan Outbond”, permainan yang diambil untuk
pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
a. Permainan Animal Bag Games
1) Tujuan: pembentukan kelompok atau grouping dan membuka
komunikasi antar peserta.
2) Cara bermain
Masing-masing siswa mengambil kantong kertas yang
bergambar binatang di dalamnya. Lalu, menempelkan gambar
tersebut di pakainnya dan bersuara meniru binatang yang ada
dalam gambar tersebut, kemudian berkumpul menurut suara
yang sama.
3) Media Pendukung
a) Gambar Serigala
b) Gambar Singa
c) Kantung
b. Permainan Relay
1) Tujuan: Membangun kerja sama tim, sebagai pemanasan bagi
siswa, membuka komunikasi antar siswa, dan memperkenalkan
serta menerapkan sinergi.
2) Cara bermain:
a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri 5-7
orang.
b) Anggota masing-masing kelompok menempatkan kursi
mereka berjejer dalam satu baris. Semua subkelompok
dapat saling melihat satu sama lain. Hal ini digunakan
untuk membangun kompetisi.
c) Guru menyuruh semua subkelompok untuk duduk dan
mengatakan ini adalah sebuah kompetisi.
3) Peraturan
a) Para pemain di salah satu ujung barisan harus mengambil
sebuah kartu dari tumpukan kartu yang berada di lantai di
samping kursinya. Apabila mereka telah mengambil satu
kartu, mereka harus memberikannya ke tangan angota tim
terdekat yang duduk di sampingnya. Lalu, anggota tim yang
kedua meletakkan kartu itu di tangan satunya, kemudian
memberikannya ke tangan terdekat anggota tim ketiga, dan
seterusnya. Ketika sampai pada anggota tim yang terakhir,
dia harus meletakkannya di samping kursinya hingga
membentuk tumpukkan kartu seperti semula.
b) Jika seorang anggota tim menjatuhkan sebuah kartu,
anggota lainnya harus menunggu hingga kartu itu di ambil
kembali, kemudian melanjutkan permainan. Masing-masing
anggota tim tidak boleh memegang lebih dari satu kartu
pada saat yang bersamaan.
c) Seluruh kartu yang dipakai akan dibacakan gambar apa
yang ada dalam kartu tersebut di akhir permnainan.
d) Tim diberikan waktu lima menit untuk merencanakan
strategi mereka sebelum memulai permainan. Tim yang
selesai lebih dahulu menyelesaikan permainan dinyatakan
sebagai pemenang.
4) Media pendukung
a) Kartu dalam permainan tersebut adalah gambar-gambar
pekerja dalam suatu pekerjaan dan gambar-gambar
hasil dari pekerjaan tersebut.
b) Gambar pekerja untuk kelompok Serigala dan gambar
hasil pekerjaan untuk kelompok Singa.
c. Permainan Terlalu banyak solusi
1) Tujuan: mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah dan menghasilkan sebanyak mungkin ide dari
sekelompok siswa dengan menggunakan teknik
pengungkapan pendapat (brainstorming).
2) Cara bermain:
a) Bagi siswa menjadi tim yang terdiri dari 5-7 siswa.
b) Berikan sebuah masalah kepada tim untuk diatasi.
Masalah berupa sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaan atau pelajaran khusus untuk pelajar. Masalah
ini berupa pertanyaan terbuka yang dapat dijawab
dengan berbagai kemungkinan. Dalam penelitian ini
pertanyaan yang dibuat berkaitan dengan materi jenis-
jenis pekerjaan.
3) Peraturan:
a) Masing-masing tim harus memilih seoarang juru tulis
dan juru bicara. Juru tulis harus menggali ide sebanyak
mungkin dari anggota timnya selama 10-15 menit.
Tidak ada diskusi pendapat selama 10-15 menit
tersebut.
b) Juru tulis diminta mendorong anggota timnya
mengeluarkan ide apapun, meski menggelikan atau
tidak masuk akal.
c) Setelah 10-15 menit habis. Masing-masing tim harus
mengevaluasi setiap ide yang dihasilkan timnya, lalu
memutuskan tiga ide terbaik. Setelah memperoleh
kesepakatan, masing-masing juru bicara harus
mempresentasikan hasil yang diperoleh timnya kepada
seluruh siswa.
d) Setelah masing-masing tim mempresentasikan idenya,
seluruh siswa kemudian harus memutuskan satu ide
terbaik yang telah disebutkan.
d. Permainan Jaring laba-laba
1) Tujuan:
a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memberikan pesan dan kesan kepada seluruh siswa
lain.
b) Mendorong jaringan kerja antar siswa pada masa yang
akan datang.
2) Cara bermain
a) Seluruh siswa diminta berdiri dan membentuk sebuah
lingkaran kecil.
b) Jaring laba-laba dimulai dengan melemparkan
komentar guru kepada seluruh siswa. Guru bisa
mengatakan tentang apa yang telah diperoleh dari
pembelajaran ini, apa yang ingin dilihat di masa depan
dengan informasi baru yang diberikan. Setelah guru
mengatakan sepatah dua patah kata, pegang ujung
benang dan lemparkan gulungan benang tersebut
kepada siswa di seberang lingkaran.
c) Si penerima gulungan memberikan pesan terakhir
kepada siswa lainnya, kemudian melemparkan
gulungan benang kepada siswa lainnya lagi sambil
memegangi bagian benang yang terurai. Proses ini
berlanjut hingga seluruh siswa mendapatkan
kesempatan berbicara. Di akhir latihan seluruh siswa
akan memegang benang tersebut dan membentuk
bentuk yang serupa dengan jaring laba-laba.
e. Permainan Kerja sama
1) Tujuan
Membuat siswa melihat bahwa mereka dapat mencapai
lebih banyak tujuan jika mereka bekerja sama daripada
bersaing satu sama lain.
2) Cara Bermain
a) Guru meminta anggota kelompok berdiri dan
berpasang-pasangan.
b) Guru mengatakan kepada setiap pasangan untuk saling
berhadapan dan memegang tangan kanan temannya
dengan tangan kanannya sendiri. Sama seperti berjabat
tangan.
c) Kemudian guru memberitahukan kepada seluruh siswa
agar mengucapkan keinginan sebanyak yang mereka
bisa selama 60 detik, dengan tetap memegang tangan
temannya.
d) Selama 60 detik, guru mengatakan kepada seluruh
siswa bahwa satu keinginan mereka akan terkabul
setiap kali mereka berhasil memegang pinggul sebelah
kanan mereka sendiri dengan menggunakan tangan
kanan mereka (sambil tetap memegang tangan kanan
temannya). Sekarang siswa memiliki waktu 60 detik
untuk berusaha mengabulkan keinginan sebanyak-
banyaknya.
e) Setelah waktu habis, tanyakan berapa pasang siswa
yang tidak satupun keinginannya terkabul. Kemudian,
tanyakan ada berapa pasang siswa yang yang 1-5
keinginannya terkabul. Akhirnya siapa yang seluruh
keinginannya terkabul, lebih dari cukup.
f) Kemudian, guru harus meminta satu pasangan dari
setiap kategori untuk menunjukkan bagaimana mereka
mencoba mengabulkan keinginan mereka. Mulai dari
yang nilainya 0 dan seterusnya hingga nilai tertinggi.
Dengan menunjukkan seperti ini seluruh siswa tahu
bahwa dengan bekerja sama akan memperoleh banyak
keinginan daripada yang tidak bekerja sama.
5. Faktor yang mempengaruhi pembelajaran berbasis permainan
Pembelajaran berbasis permainan hakikatnya adalah pembelajaran
cooperative, maka keberhasilan pembelajaran ini dipengaruhi oleh
kekompakkan siswa dalam berkelompok. Bennet (1995) dalam Isjoni
(2010: 41) menyatakan lima unsur pembelajaran yang cooperative,
yaitu:
a. Positive Interdepedence (ketergantungan positif)
b. Interaction Face to face (interaksi antar muka)
c. Tanggung jawab siswa
d. Membutuhkan keluwesan
e. Keterampilan kerja sama dalam memecahkan masalah.
Dari pendapat Bennet tersebut, maka faktor dalam pembelajaran
berbasis permainan adalah sebagai berikut:
a. Faktor kepentingan bersama
Siswa harus merasakan bahwa dalam pembelajaran ini
keberhasilan kelompok dipengaruhi oleh keberhasilan siswa itu
sendiri. Faktor ini merupakan faktor siswa untuk saling
ketergantungan positif anatar siswa dalam kelompoknya.
b. Faktor Interaksi
Siswa berintraksi dengan siswa dalam kelompoknya secara
face to face. Pola interaksi siswa bersifat verbal dan non verbal.
Siswa dapat berlatih untuk meningkatkan hubungan timbal balik
yang positif. Kemampuan interaksi siswa ini sangat berpengaruh
terhadap pembelajaran berbasis permainan.
c. Faktor tanggung jawab
Siswa yang merasa bertanggung jawab dalam tim, maka
akan berusaha untuk bekerja dalam tim guna menyukseskan misi
tim menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.
d. Faktor keluwesan
Siswa harus menciptakan suasana hubungan antar pribadi
yang harmonis guna mengembangkan kemampuan kelompok.
Jika hubungan antar anggota harmonis maka dalam
menyelesaikan masalah akan efektif.
e. Faktor kemampuan kerja sama
Faktor ini dipengaruhi oleh karakter siswa dalam
bersosialisasi dengan temannya dan kemampuan kognitif serta
kemampuan psikomotoriknya. Siswa yang mempunyai
kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotorik yang lebih,
maka akan menonjol dalam kerja tim.
6. Langkah-langkah pembelajaran berbasis permainan
Sintak model pembelajaran berbasis permainan mengacu pada
sintak model pembelajaran cooperative, dengan menggabungkan
permainan didalamnya.
Tabel 1
Sintak Model Pembelajaran Cooperative
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran
dan mempersiapkan siswa siap
belajar
Fase 2 : Present Information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi
kepada siswa secara verbal
Fase 3 : Organize students into
learning teams
Mengorganisir siswa ke dalam
tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada
siswa tentang tatacara
pembentukan tim belajar dan
kelompok melakukan tarsnsisi
yang efisien
Fase 4 : Assist team work and
study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama
siswa mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa
mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempresentasikan
hasilnya
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan penghargaan
Mempersiapkan cara untuk
mengakui usaha dan prestasi
individu maupun kelompok
Sumber: (Suprijono, 2012: 65)
Sintak pembelajaran berbasis permainan berdasarkan sintak
pembelajaran cooperative di atas adalah sebagai berikut:
a. Fase pertama
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
siswa serta ruangan untuk belajar secara tim.
b. Fase kedua
Guru menuliskan tema pada papan tulis dan
mempersiapkan alat-alat yang diperlukan.
c. Fase ketiga
Guru membentuk kelompok dengan permainan animal bag
games.
d. Fase keempat
1) Guru mengondisikan siswa untuk bermain permainan relay
dengan menjelaskan aturan mainnya yang berlangsung kurang
lebih 5 menit. Media yang dipakai adalah gambar pekerjaan
seseoarang dan beberapa gambar hasil pekerjaan seseorang.
2) Guru menjelaskan kegiatan yang sudah terjadi terkait dengan
materi pembelajaran.
3) Kemudian guru mengondisikan siswa untuk bermain
permainan terlalu banyak solusi. Permainan ini berlangsung
kurang lebih 30 menit.
4) Guru mengondisikan siswa untuk bermain permainan Jaring
laba-laba. Pada fase ini, merupakan fase dimana siswa
menyimpulkan pembelajaran.
e. Fase kelima, guru melakukan evaluasi, kemudian mengondisikan
siswa untuk melakukan permainan kerja sama. permainan
berlangsung selama 5 menit sebagai salah satu bentuk untuk
mengukur kemampuan kerja sama siswa.
f. Fase keeam, guru memberikan reward kepada tim yang sudah
menang dan tim yang kalah.
C. Kerangka Berpikir
Kajian sejarah, pada materi pembelajaran aspek kognitif memerlukan
strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda
dengan materi konsep, prinsip, maupun materi jenis prosedur. Oleh karena itu
diperlukan pembelajaran yang bermakna. Salah satunya dengan pembelajaran
berbasis permainan. Materi sejarah perjuangan bangsa akan disisipkan secara
tidak langsung pada tiap permainan yang dibutuhkan kekompakkan siswa
dalam berkelompok. Siswa yang canggung dalam berkelompok akan dituntut
berkontribusi menyukseskan kelompoknya sehingga kemampuan kerja sama
siswa dapat berkembang.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang
dapat dirumuskan adalah “Ada peningkatan kemampuan kerja sama siswa
melalui model pembelajaran berbasis permainan di kelas V SD Negeri
Prapagkidul 02 Brebes”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes pada semester
II tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan observasi awal, kemampuan kerja
sama dan hasil belajar siswa rendah. Maka dilakukan upaya meningkatkan
prestasi belajar siswa pada pembelajaran IPS melalui penggunaan model
pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Siklus Hari, Tanggal Waktu Materi Pokok
IKamis, 20 Januari
20133 x 35 menit
Organisasi –
organisasi
bentukan Jepang
IIKamis, 27 Januari
20133 x 35 menit
Perlawanan
Rakyat Terhadap
Jepang
B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus, masing-masing siklus
terdiri dari satu kali pertemuan ( 3x 35 menit). Proses penelitian ini masing-
masing meliputi empat tahap, yaitu (1) Rencana tindakan; (2) Pelaksanaan;
(3) Pengamatan; (4) Analisis dan Refleks
Tahap- tahap penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Spiral Penelitian Tindakan Kelas
Refleksi Pelaksanaan
n
Pengamatan
n
Jika
berhasil
membuat
laporan
Siklus 2
Perencanaan
Pengamatan
Siklus 1 PelaksanaanRefleksi
Perencanaan
Sumber: Suharsimi Arikunto (2008:16) dengan sedikit modifikasi.
Gambar 3.1. Blok Diagram Tahap- tahap Penelitian
1. SIKLUS I
a. Tahap persiapan
Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti
mengidentifikasi masalah mengenai materi pembelajaran, dan
mempersiapkan instrumen penelitian.
1) Identifikasi Masalah
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti
mengidentifikasi masalah prestasi siswa tentang sejarah dengan
studi pendahuluan. Tahap studi pendahuluan ini dengan
pembelajaran IPS pada siswa kelas V semester 2 tahun pelajaran
2011/2012. Hal ini untuk mengetahui permasalahan
pembelajaran IPS khususnya tentang sejarah.
Dari hasil identifikasi, faktor penyebab belum
berhasilnya pembelajaran pada materi tersebut karena
kemampuan kerja sama siswa rendah. Maka peneliti
mengadakan diskusi dengan teman sejawat berkenaan dengan
kemungkinan dilakukannya peneliti tindakan untuk
meningkatkan kemampuan kerja sama siwa pada mapel IPS
materi sejarah perjuangan bangsa. Untuk merencanakan masalah
tersebut, peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat
merencanakan pembelajaran berbasis permainan.
2) Analisis Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran pada penelitian ini dengan kompetensi
dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh dan pejuang pada
masa penjajahan Belanda dan Jepang. Alokasi waktu untuk
pembelajaran materi tersebut adalah 12 jam pelajaran, namun
karena terbatasnya waktu penelitian, hanya dapat merencanakan 6
jam atau dua kali tatap muka, materi selanjutnya disampaikan guru
kelas V.
3) Mempersiapkan Silabus
Silabus disusun dengan mengambil satu kompetensi dari empat
kompetensi dasar yang ada pada kurikulum kelas V Semester 2 .
4) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sesuai dengan
Standar Proses.
5) Menyiapkan instrumen pengambil data, berupa soal tes, angket,
lembar observasi pembelajaran, catatan lapangan, dan analisis
kemampuan kerja sama siswa.
b. Rencana Tindakan
1. Siklus I
a) Tahap Perencanaan Tindakan Penelitian Siklus I
Rencana tindakan siklus I menggunakan pembelajaran
berbasis permainan. Rencana pembelajaran dibuat dengan
menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, kegiatan
siswa, kegiatan guru, materi pembelajaran, evaluasi hasil
pembelajaran, lembar pengamatan, dan catatan lapangan,
indikator peningkatan prestasi belajar IPS materi sejarah
perjuangan bangsa.
Proses pembelajaran siklus I terdiri dari 1
pertemuan (3 x 35 menit). Hasil pengamatan pada siklus I
sebagai dasar untuk menentukan tindakan berikutnya.
Rencana tindakan siklus I meliputi:
1) Merencanakan pembelajaran dengan pembelajaran
berbasis permainan.
2) Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
materi pokok yang dituangkan dalam silabus
pembelajaran.
3) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran yang
berkaitan dengan kajian sejarah materi fakta, peta pulau
Jawa, alat-alat membuat Mind Mapping.
5) Meyusun instrumen penelitian.
- Silabus.
- Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- Lembar kerja siswa 1.
- Soal tes siklus 1.
- Lembar observasi pembelajaran.
- Lembar catatan lapangan.
- Daftar hasil tes tertulis.
b) Tahap pelaksanaan tindakan siklus 1
Pelaksanan tindakan pada siklus 1 yakni satu pertemuan tatap
muka ( 3 x 35 menit). Pelaksanaan seperti pada RPP.
c) Tahap Pengamatanan
Dalam proses tindakan I pengamatan yang seksama dan
berpusat pada masalah penelitian. Pengamatan dicatat dalam
catatan lapangan dan lembar observasi.
d) Tahap Refleksi
Hasil observasi, catatan lapangan, angket dan hasil tes
dikaji dan direnungkan kembali, kemudian dilakukan evaluasi
guna menyempurnakan tindakan berikutnya.
Menurut Hopkins (dalam Sukardjono, 2008: 98), refleksi
dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap
hasil pengamatan atas hasil tindakan yang dilakukan. Jika ada
permasalahan dalam proses refleksi maka dilakukan pengkajian
ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi perencanaan
ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang, sehingga
permasalahan dapat diatasi.
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
1) Mengidentifikasi kesulitan dan hambatan pembelajaran
pada siklus I.
2) Memperbaiki tindakan berdasar kesulitan dan hambatan
yang ditemukan dan pengolahan nilai yang diperoleh
tingkat pemahaman siswa siswa.
2. Siklus II
Siklus II sifatnya tentatif, apabila pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I belum berhasil dalam arti skor siswa
belum memenuhi target pencapaian penelitian.
a. Persiapan
Kegiatan persiapan siklus dilaksanakan pada hasil
analisis data dan refleksi siklus I yang memerlukan tindak
lanjut tindakan.
Tahap persiapan meliputi:
1. Menentukan alternatif pemecahan masalah pembelajaran
pada siklus I.
2. Merencanakan pembelajaran sesuai hasil analisis refleksi
siklus I.
3. Menentukan analisis Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar dan materi pokok yang telah ada dalam silabus,
untuk materi selanjutnya jika siklus II perlu dilaksanakan.
4. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran siklus II.
5. Menyiapkan lembar kerja siswa siklus II.
6. Menyiapkan soal evaluasi siklus II.
7. Menyiapkan daftar nilai siklus II.
8. Menyiapkan sumber belajar dan media pembelajaran yaitu
buku teks pelajaran dan alat untuk membuat Mind
Mapping.
9. Menyiapkan instrumen penelitian lainnya, yaitu lembar
observasi, catatan lapangan dan blangko analisis
peningkatan hasil belajar.
b. Tahap Perencanaan Tindakan Siklus II
Pada perencanaanya siklus II dilaksanakan pembelajaran
satu kali pertemuan (3 x 35 menit), jika tindakan siklus I belum
berhasil.
c. Tahap Tindakan Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan dengan
langkah-langkah pembelajaran seperti pada pembelajaran
berbasis permainan yang terlampir pada RPP.
d. Tahap Pengamatan
Pengamatan pada siklus ini meliputi:
1. Mengamati kesulitan siswa dalam kerja kelompok.
2. Melakukan pengumpulan data dan penghitung persentase
tingkat keberhasilan pembelajaran.
e. Refleksi
a) Mengidentifikasi kesulitan, pembelajaran pada siklus II.
b) Menganalisis hasil belajar siswa dan kemampuan kerja
sama siswa.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dan dilakukan dengan menggunakan:
1. Observasi
Menurut Arikunto ( 2007: 127 ) observasi adalah kegiatan
pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek
tindakan telah mencapai sasaran. Observasi dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja sama siswa yang
dilaksanakan bersama guru kelas V secara kolaboratif.
2. Angket
Menurut Sukestyarno (2009: 47) angket adalah bentuk pertanyaan-
pertanyaan yang sudah disusun secara urut, untuk dapat dijawab oleh
responden. Pertanyaan biasanya dilengkapi dengan petunjuk yang jelas.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan
kerja sama secara individu.
3. Tes
Sukestyarno (2009: 47 ) menyatakan tes merupakan data yang
diperoleh berupa ukuran kemampuan masing-masing responden. Tes
dalam penelitian ini digunakan mengukur kemampuan dasar dan
pencapaian atau prestasi belajar. Tes diberikan kepada siswa untuk
mengetahui kemampuan kognitif siswa. Tes ini dikerjakan siswa secara
individual setelah mempelajari suatu materi. Tes ini dilaksanakan pada
saat proses pembelajaran dan tes akhir pembelajaran pada setiap siklus.
4. Catatan lapangan
Arikunto ( 2007: 78) menyatakan catatan lapangan adalah alat
yang dipakai untuk mengumpulkan data secara objektif yang tidak dapat
terekam melalui lembar observasi. Catatan lapangan dalam peneltian ini
digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung yang bertujuan untuk memperkuat data.
Tabel 2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian untuk Angket dan Obsevasi
Variabel
terikat (Y)Aspek Indikator
Kemampuan
kerja sama
siswa
Interaksi
siwa
Mendorong temannya untuk
berpartisipasi
Berbicara (berkomunikasi) dengan
teman setimmnya
Menghormati perbedaan individu
Membuat kesepakatan
Kontribusi
Memberikan ide
Berpartisipasi dalam menyukseskan
timnya
Mempunyai pengaruh terhadap
kelompok atau tim
Tanggung
jawab
Mampu mengambil giliran atau berbagi
tugas
Berada dalam tugas
Berada dalam kelompok
Tujuan/hasilTujuan tercapai dengan baik
Tujuan tercapai dengan tidak baik
Waktu
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu
yang lama
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu
yang sedikit
D. Analisis Data
Analisis data adalah suatu cara menganalisis data yang diperoleh selama
peneliti mengadakan penelitian. Sehingga akan diketahui kebenaran suatu
permasalahan.
1. Analisis data yang berkaitan dengan keterampilan guru dalam
pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa
kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai
berikut:
E % = --------- X 100 %
N
Keterangan :
E = Jumlah nilai yang di peroleh
N = Nilai total tertinggi
% = Tingkat keberhasilan yang dicapai
Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif.
Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu
kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Guru
Pencapaian Tujuan
PembelajaranKualifikasi
Tingkat
Keberhasilan
Pembelajaran
85 – 100 % Sangat Baik (SB) Berhasil
65 – 84 % Baik (B) Berhasil
55 – 64 % Cukup (C) Tidak Berhasil
0 – 54 % Kurang (K) Tidak Berhasil
(Aqib, 2008:161)
2. Analisis data yang berkaitan dengan siswa dalam pembelajaran IPS
materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa kelas V SD Negeri
Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai berikut:
P= FN
x 100 %
Keterangan:
P = Persentase kemampuan kerja sama siswa
F = Jumlah skor aspek yang muncul
N = Jumlah skor aspek yang diamati
(Arikunto, 2002:246)
Hasil perhitungan berdasarkan hasil observasi dan hasil angket
kemudian dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian
persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang,
cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Kerja sama
Pencapaian Tujuan
PembelajaranKualifikasi
Tingkat
Keberhasilan
Pembelajaran
85 – 100 % Sangat Baik (SB) Sangat Baik
65 – 84 % Baik (B) Baik
55 – 64 % Cukup (C) Cukup
0 – 54 % Kurang (K) Buruk
(Aqib, 2008:161)
3. Analisis data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang, dimana setiap
jawaban benar di beri skor 10 dan setiap jawaban salah di beri skor 0,
dengan menggunakan rumus:
Na= nN
x100 %
Keterangan:
Na = Nilai akhir persentase ketuntasan siswa
n = Jumlah siswa yang nilainya tuntas
N = Jumlah siswa (Arikunto, 2006:103)
Hasil perhitungan di konsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif.
Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu
kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai
berikut:
Tabel 3.3. Tabel Kriteria Deskriptif Hasil Belajar
Pencapaian Tujuan Kualifikasi Tingkat
PembelajaranKeberhasilan
Pembelajaran
85 – 100 % Sangat Baik (SB)Hasil belajar sangat
baik
65 – 84 % Baik (B) Hasil belajar baik
55 – 64 % Cukup (C) Hasil belajar cukup
0 – 54 % Kurang (K) Hasil belajar kurang
(Aqib, 2008:161)
E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02
Brebes menggunakan model pembelajaran berbasis permainan adalah
sebagai berikut :
a. Guru dapat mengelola kelas dan dapat menjadi fasilitator yang baik
bagi siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
permainan, sekurang-kurangnya 80% dengan nilai kategori baik.
b. Kemampuan kerja sama siswa dapat meningkat hingga 85%, sehingga
timbul kerja sama siswa kelompok yang baik dalam belajar.
c. Sebanyak 75% siswa memenuhi nilai ketuntasan yaitu nilai 65 pada
siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes pada mata pelajaran
IPS, materi penjajahan pada masa jepang. Nilai tersebut berdasarkan
nilai KKM mata pelajaran IPS di SD tersebut pada tahun pelajaran
2013/2014.
F. Jadwal Penelitian
No Pelaksanaan Penelitian Januari Februari Maret April1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Proposal PTK x x
2 Siklus I : Perencanaan, Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
3 Siklus II : Perencanaan, Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
4 Pelaporan PTK x