proposal seminar

54
1 PROPOSAL PENELITIAN JUDUL PENELITIAN: Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory Terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014 IDENTITAS PENELITI: Nama : I Komang Agus Eka Putra NIM : 1013021087 Jurusan : Pendidikan Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam memajuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus sarana membangun manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu tujuan bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tercantum secara jelas mengenai tujuan pendidikan nasional, yaitu agar berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara umum dapat disimpulkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat guna menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Kemajuan sebuah Negara dapat dilihat dari keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan oleh suatu bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan yaitu: pertama, penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Kedua, pengalokasian anggaran pendidikan yang terus ditingkatkan. Ketiga, peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. Keempat,

Upload: gus-eka

Post on 28-Nov-2015

89 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Seminar

1

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN:

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory Terhadap

Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014

IDENTITAS PENELITI:

Nama : I Komang Agus Eka Putra

NIM : 1013021087

Jurusan : Pendidikan Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam memajuan dan mencerdaskan

kehidupan bangsa sekaligus sarana membangun manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu

tujuan bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa. Undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional tercantum secara jelas mengenai tujuan pendidikan nasional, yaitu agar

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara

umum dapat disimpulkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat

guna menghadapi persaingan global yang semakin ketat.

Kemajuan sebuah Negara dapat dilihat dari keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan

oleh suatu bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

pendidikan yaitu: pertama, penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Kedua, pengalokasian anggaran pendidikan

yang terus ditingkatkan. Ketiga, peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. Keempat,

Page 2: Proposal Seminar

2

pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah melalui dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS). Kelima, pemerataan pendidikan melalui program Sarjana Mendidik di daerah

Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Melalui upaya-upaya yang telah dilakukan,

seyogyanya tujuan pembelajaran sains dapat tercapai secara optimal.

Belajar merupakan proses interaksi edukatif yang terikat pada tujuan, terarah pada

tujuan, dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan (Suastra, 2009). Melalui proses

belajar, yang diharapkan berhasil mencapai tujuan adalah peserta didik itu sendiri. Oleh

karena itu, hal terpenting dalam interaksi belajar mengajar adalah siswa. Siswalah yang

diharapkan berinteraksi dengan bahan ajar itu, mengolahnya, dan merefleksikannya sehingga

tujuan instruksional yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Tujuan tersebut

tercermin harapan dari sebuah proses pendidikan yang diselenggarakan Indonesia yang

mengharapkan output dan outcome berkualitas dan memiliki daya saing tinggi kedepannya.

Rendahnya kualitas output dan outcome siswa menunjukkan ketidakmampuan proses

pendidikan untuk menghantarkan siswa kepada tujuan pendidikan yang telah dirancang.

Kesenjangan ini diakibatkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal siswa dalam

proses pembelajaran itu.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat terlihat dari data hasil studi

internasional, diantaranya: Pertama, Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau

education for all . Indonesia belum juga beranjak dari kategori medium atau sedang.

Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB

(UNESCO) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara. Tahun lalu,

Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara (Kompas, 2012).

Kedua, hasil PISA (Program for International Student Assesment) yang

diselenggarakan pada tahun 2009, studi ini diselenggarakan pada tahun 2000, 2003, 2006,

Page 3: Proposal Seminar

3

2009 dan seterusnya. Posisi Indonesia dibandingkan negara-negara lain berdasarkan studi

PISA dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Posisi Indonesia Dibandingkan Negara-Negara LainBerdasarkan Studi PISA

TahunStudi

Mata Pelajaran

Skor Rata-Rata

Indonesia

Skor Rata- Rata Internasional

Peringkat Indonesia

Jumlah Negara Peserta Studi

2000Membaca 371 500 39

41Matematika 369 500 39Sains 393 500 38

2003Membaca 382 500 39

40Matematika 360 500 38Sains 395 500 38

2006Membaca 393 500 48 56

Matematika 391 500 5057Sains 393 500 50

2009Membaca 402 500 57

65Matematika 371 500 61Sains 383 500 60

(Kemendikbud, 2011a)

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca, matematika,

dan sains siswa Indonesia berada signifikan dibawah rata-rata internasional. Penelitian

Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2009 prestasi literasi membaca

siswa Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 65 negara, literasi matematika berada pada

peringkat ke-61 dari 65 negara, dan literasi Sains berada pada peringkat ke-60 dari 65 negara

(Kemendikbud, 2011a).

Ketiga, hasil TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), yang

merupakan studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah menengah

pertama, di mana skor prestasi sains siswa Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke

32 dari 38 negara, pada tahun 2003 berada di peringkat ke 37 dari 46 negara, dan pada tahun

2007 berada di peringkat ke 35 dari 49 negara (Kemendikbud, 2011b).

Menurunnya prestasi belajar siswa juga terjadi di Bali yang ditunjukkan banyaknya

siswa yang yang tidak lulus Ujian Nasional. Jumlah ketidaklulusan terbanyak di Kabupaten

Page 4: Proposal Seminar

4

Buleleng, Sebanyak 182 siswa SMP di Buleleng dinyatakan tidak lulus dalam Ujian Nasional

(UN) tahun ini. Siswa yang tidak lulus ini tersebar di 31 sekolah dari 82 sekolah di Buleleng.

Siswa ini tidak lulus karena nilai rata-rata ujian nasionalnya tidak memenuhi nilai standar

kelulusan 5,5 yang sudah ditetapkan pemerintah (Bali Post, 2013).

Rendahnya prestasi belajar siswa juga dibuktikan dari hasil atau laporan beberapa

penelitian yang menunjukkan hasil bahwa pembelajaran sains belum terfokus pada

pemahaman dan konsep sains yang sebenarnya, pengajaran didominasi oleh metode ceramah

yang merupakan salah salah satu model pembelajaran konvensional (Agustiana & Tika,

2013). Pembelajatan sains yang selama ini dilakukan oleh para guru masih menggunakan

metode informatif atau konvensional, yaitu guru berbicara atau bercerita dan siswa hanya

mendengarkan dan mencatat. Secara tradisional pembelajaran sains yang berlangsung saat ini

dapat dikatakan lebih menekankan pada produk daripada proses-proses sains (Suastra, 2009).

Mardana (dalam Suardana, 2012) menyampaikan bahwa masalah pada dunia

pendidikan, khususnya dalam pembelajaran fisika adalah rendahnya pemahaman konsep dan

prestasi belajar fisika siswa. Siswa menganggap pelajaran sains (fisika) adalah pelajaran yang

rumit karena konsep-konsep, rumus-rumus, dan perhitungan-perhitungan yang sebagian besar

terlepas dari pengalaman sains sehari-hari, hal tersebut berdampak pada prestasi belajar fisika

siswa.

Kesenjangan yang terjadi antara harapan pendidikan Indonesia dan kenyataan ini

memerlukan solusi yang harus segera. Perlu dilakukan pengembangan pembelajaran yang

mengutamakan keterlibatan siswa dalam proses belajar aktif melalui kegiatan-kegiatan yang

berorientasikan pada proses sains itu sendiri (Suatra, 2009). Paham konstruktivistik

merupakan landasan dalam perkembangan model pembelajaran modern, paham ini

mebiasakan siswa untuk menemukan sesuatu dengan sendirinya dan bergelut dengan ide-ide.

Page 5: Proposal Seminar

5

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang

yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki

pengetahuan tersebut (Budiningsih, 2005). Diperlukan model pembelajaran inovatif untuk

mengatasi berbagai permasalahan pendidikan khususnya pendidikan sains. Teori belajar yang

dikemukakan J. Bruner (dalam Dahar, 1989) adalah teori pembelajaran discovery yang

sesuai dengan hakikat pembelajaran sains. Belajar penemuan (discovery learning)

memberikan kebebasan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya melalui proses

menemukan sendiri dan melalui metode sains yang terintegrasi. Tobin (dalam Parmawati,

2012) menyatakan bahwa salah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa

untuk menemukan konsepnya sendiri adalah dengan model inkuiri terbimbing. Aktivitas

dalam praktikum memiliki potensi untuk memberi peluang siswa belajar mengkontruksi

pengetahuan sainsnya sambil bekerja. Menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005),

pembelajaran yang selama ini diberikan disekolah lebih banyak menekankan pada

perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berfikir intuitif.

Padahal berfikir intuitif sangat sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang

matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep,

prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum orang dapat belajar. Cara yang baik

untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk

akhirnya samapi pada kesimpulan (discovery learning).

Pembelajaran dapat lebih efektif, efisien, menarik, dan interaktif apabila difasilitasi

dengan media pembelajaran. Media pembelajaran sendiri banyak memanfaatkan beragam

teknologi yang dikenal sebagai teknologi pendidikan. Penggunaan teknologi yang bersifat

instruksional memberikan dampak positif bagi minat dan keantusiasan peserta didik dalam

proses pembelajaran. Teknologi memang seharusnya diaplikasikan sedemikian rupa dalam

proses pembelajaran terlebih lagi dalam pembelajaran sains di jenjang sekolah dasar

Page 6: Proposal Seminar

6

(Suleman et al 2013). Mengacu kepada hasil penelitian Tim Balitbang (1996) tentang Literasi

Sains dan Teknologi, disimpulkan masih perlu melakukan usaha-usaha atau pendekatan

belajar yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran sains tersebut. Sehubungan dengan

hal itu, maka pengajaran sains disekolah seharusnya diarahkan menuju pencapaian melek

sains dan teknologi (scientific and technology literacy) (Suastra, 2009).

Soeprapto (dalam Mardana, 1998) menyatakan bahwa untuk materi fisika yang sulit

divisualisasikan dengan demonstrasi atau ekserimen biasa, maka strategi pemodelan dengan

simulasi Komputer sebagai strategi alternative pembelajaran fisika dengan pendekatan

proses. Salah satu bentuk teknologi yang memiliki kesesuaian dengan teori discovery

learning adalah laboratorium virtual (virtual laboratory). Pemanfaatan laboratorium virtual

dalam proses pembelajaran menjadikan proses pembelajaran tersebut lebih efektif dari segi

waktu dan meningkatkan prestasi belajar siswa (Tatli & Ayas, 2013). Penelitian Bajpai

(2013) yang berjudul “Developing Concepts in Physics Through Virtual Lab Experiment: An

Effectiveness Study” menyimpulkan bahwa pembelajaran konsep efek fotolistrik melalui

virtual laboratory lebih efektif dibandingkan dengan real lab. Studi tersebut juga

menunjukkan penggunaan virtual laboratory dalam pembelajaran fisika lebih baik dalam

meningkatkan pemahaman konsep siswa dibanding pembelajaran melalui real lab.

Wijaya (2013) meneliti pengaruh model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual

laboratory terhadap pemahaman konsep fisika siswa kelas VIII SMP Negeri I Negara tahun

ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan

model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual laboratory didalam pembelajaran fisika sangat

efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika dibanding model MPI dan MPK.

Berdasarkan permasalahan dan keunggulan strategi pembelajaran berbasis inkuiri

terbimbing dan metode laboratorium virtual yang telah diungkapkan sebelumnya, penulis

berkeinginan untuk menganalisis model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual

Page 7: Proposal Seminar

7

laboratory, maka penulis mengajukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory Terhadap Prestasi

Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka masalah pokok yang

akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan prestasi

belajar fisika antara kelompok siswa yang belajar mengunakan model pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan virtual laboratory, siswa yang belajar menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

konvensional?”

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

“Mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok siswa yang belajar

mengunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, siswa

yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran konvensional”.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) manfaat

teoretis yang memberikan manfaat jangka panjang dalam pengembangan teori pembelajaran

di sekolah, dan (2) manfaat praktis yang memberikan dampak secara langsung terhadap

komponen-komponen pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya perbedaan

prestasi belajar fisika antara siswa yang belajar menggunakan model inkuiri terbimbing

berbantuan virtual laboratory, model inkuiri terbimbing dan model pembelajaran

Page 8: Proposal Seminar

8

konvensional. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan Informasi yang jelas

mengenai model pembelajaran inovatif inkuiri terbimbing dan media pembelajran virtual

laboratory. Kedepannya diharapkan terjadi perubahan paradigma pembelajaran yang saat ini

kebanyakan berpusat pada guru (teacher centered) beralih ke pembelajaran yang berpusat

pada siswa (student centered) karena dalam penerapan model pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan virtual laboratory guru lebih banyak memposisikan diri sebagai

fasilitator dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar

secara mandiri, sehingga siswa menjadi subjek pembelajaran terhadap pengembangan dirinya

sendiri.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang didapatkan melalui penelitian eksperimen ini, yaitu sebagai

berikut.

1. Bagi siswa, Penelitian ini sangat bermanfaat karena penggunaan model pembelajaran

inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory memfasilitasi siswa dalam aktivitas

belajar yang lebih menekankan pada proses sains itu sendiri. Penerapan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory akan berdampak pada

proses pembelajaran sehingga diharapkan siswa memiliki prestasi belajar yang baik.

2. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari

alternatif dan inovasi model pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar

siswa seacara lebih optimal. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing

berbantuan virtual laboratory diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru

sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai motivator, fasilitator dan mediator.

Hal ini dapat merubah gaya mengajar guru dari cara mengajar konvensional hingga

berpusat pada siswa (student centered).

Page 9: Proposal Seminar

9

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti

sebagai calon guru sains dalam mempraktekkan model inkuiri terbimbing berbantuan

virtual laboratory sehingga nantinya dapat digunakan pada proses pembelajaran ketika

sudah menjadi guru. Penelitian ini dapat meningkatkan rasa keingintahuan, tanggung

jawab dan kejujuran peneliti sebagai calon pendidik yang professional

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Singaraja kelas VIII semester dua

(genap) tahun pelajaran 2013/2014. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

adalah getaran, gelombang dan bunyi yang merupakan bagian dari materi sains SMP kelas

VIII semester genap di SMP Negeri 1 Singaraja.

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar

siswa. Variabel bebasnya (independent variable) adalah model pembelajaran yang terdiri dari

tiga dimensi yaitu, model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory,

model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan model pembelajaran konvensional. Kovariat

yang diukur sebagai kontrol statistik pengaruh variabel independent terhadap variabel

dependent adalah prestasi belajar awal siswa yang diperoleh dari hasil pretest.

Perbedaan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah pada jenis perlakuan yang

diberikan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory dan model

pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol

diterapkan model pembelajaran konvensional. Masing-masing kelas mendapatkan proporsi

materi dan alokasi waktu yang sama dalam pembelajaran.

1.6 Definisi Konseptual

Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah model pembelajaran model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri

terbimbing, model pembelajaran konvensional, dan prestasi belajar

Page 10: Proposal Seminar

10

1) Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory adalah model

pembelajaran inkuiri terbimbing yang mengintegrasikan media virtual laboratory

dalam proses pembelajaran. Virtual laboratory adalah eksperimen riil yang

digantikan oleh software komputer sehingga eksperimen berlangsung dalam bentuk

simulasi. Virtual laboratory juga dapat diartikan sebagai program komputer yang

memungkinkan siswa menjalankan simulasi eksperimen baik aplikasi berbasis web

maupun aplikasi dalam bentuk offline. Hal ini memberikan kesempatan yang luas

bagi siswa untuk menjalankan aplikasi tersebut kapanpun dan dimanapun tanpa

bergantung jam pelajaran disekolah (Bajpai, 2013).

2) Model pembelajaran inkuiri terbimbing

Model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih menekankan pada siswa untuk aktif

melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya

sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Dewi et al 2013). Zawadzki

(dalam Parmawati, 2012) menyatakan inkuiri terbimbing adalah proses

pembelajaran yang beroirentasi pada penelitian untuk menghasilkan suatu

penemuan melalui ide-ide khusus, metodologi yang spesifik serta struktur yang

konsisten sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

3) Model pembelajaran konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat

pada penceramah dengan komunikasi satu arah melalui penyampaian informasi

secara lisan kepada pendengar. Model pembelajaran konvensional mengacu pada

teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi

pembelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan

memberikan respon sesuai dengan yang diceramahkan. Materi yang disampaikan

sesuai dengan urutan isi buku teks (Budiningsih, 2005).

Page 11: Proposal Seminar

11

4) Prestasi belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam

belajar. Perubahan itu sebagai hasil dari pengalaman individu dalam belajar.

Prestasi belajar juga berkaitan dengan kemajuan siswa dalam segala hal yang

dipelajari disekolah dan yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan yang

dinyatakan sesudah hasil penilaian. (Djamarah, 1994).

1.7 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah prestasi belajar awal dan dan prestasi

belajar siswa. Prestasi belajar awal merupakan skor yang diperoleh siswa pada semua kelas

sampel dalam menyelesaikan tes prestasi belajar sebelum pembelajaran (pretest). Prestasi

belajar merupakan skor yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan tes prestasi belajar

(posttest). Tes prestasi belajar terdiri dari 20 soal pilihan ganda diperluas . Tes prestasi belajar

pada penelitian ini mencakup aspek penalaran berdasarkan taksonomi Bloom pada ranah

kognitif C2 (pemahaman), C3 (penerapan), dan C4 (analisis).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran

seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan

pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkanperhatian bagaimana seseorang

mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental dan keyakinan, dan

keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa.

Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrument penting dalam

menginterretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi

tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia (Budiningsih, 2005)

Page 12: Proposal Seminar

12

Tasker (dalam Suastra, 2009) menyampaikan beberapa komponen-komponen dan

langkah-langkah dari konstruktivis dalam belajar yang dapat dirangkum sebagai berikut.

1. Pebelajar (learner) secara aktif memilih dan mengamati beberapa masukan

sensori dari lingkungannya

2. Pengetahuan awal pebelajar sangat mempengaruhi stimulus mana yang akan

diikuti atau dipilihnya.

3. Masukan yang diperhatikan dan dipilih tidak segera mempunyai makna bagi

pebelajar bersangkutan.

4. Pebelajar menyusun hubungan-hubungan antara masukan sensori dan gagasan-

gagasan yang telah ada pada dirinya yang dipandang relevan.

5. Pebelajar mengkonstruksi makna dari hubungab-hubungan antara masukan

sensori dan pengetahuan yang telah dimilikinya.

6. Pebelajar mungkin menguji makna-makna yang berlawanan dengan memori dan

pegalaman yang dirasakannya.

7. Pebelajar mungkin memasukkan konstruksi-konstruksi ke dalam salah satu

memori dengan menghubungkannya pada gagasan-gagasan yang ada atau dengan

cara restrukturisasi gagasan-gagasannya.

8. Pebelajar akan meletakkan beberapa status pada konstruksi baru dan akan diterima

atau ditolaknya.

Suastra (2009) menyatakan bahwa guru dalam kapasitasnya sebagai fasilitator dan

mediator mempunyai ciri-ciri: (1) menyiapkan kondisi yang kondusif bagi terjadinya proses

pembelajaran dengan menyiapkan masalah-masalah yang menantang bagi siswa, (2) berusaha

untuk menggali dan memahami pengetahuan awal siswa, (3) selalu mempertimbangkan

pengetahuan awal dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran, (4)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimiliki, (5) lebih

Page 13: Proposal Seminar

13

menekankan pada argumentasi atas tanggapan siswa daripada benar salahnya tanggapan

siswa, (6) tidak melakukan upaya transfer pengetahuan kepada siswa dan selalu sadar bahwa

pengetahuan dibangun dalam diri siswa, (7) menggunakan suatu strategi pembelajaran yang

dapat mengubah miskonsepsi-miskonsepsi yang dibawa siswa menuju konsep ilmiah, (8)

menyiapkan dan menyajikannya pada saat yang tepat berbagai konflik kognitif yang dapat

mengarahkan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan ilmiah.

Praktik pembelajaran konstruktivistik membantu pebelajar menginternalkan,

membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi melalui

kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil dari munculnya struktur kognitif baru.

Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong

munculnya atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para pebelajar memikirkan

ide-ide mereka sebelumnya (Santyasa, 2012). Pandangan konstruktivisme mampu membawa

perubahan pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered)

menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pandangan

konstruktivisme menekankan bahwa belajar sebagai proses pemahaman pribadi dan

pengembangan makna dimana belajar dipandang sebagai konstruksi makna bukan sebagai

menghafal fakta.

2.2 Teori Belajar Penemuan

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari

Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Discovery Learning). Inti belajar

menurut Bruner adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan

mentransformasi informasi secara aktif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa

yang dilakukan dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukan manusia setelah

memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman. Pendekatan bruner

terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi, dimana Bruner

Page 14: Proposal Seminar

14

beranggapan bahwa interaksi-interaksi kitadengan alam melibatkan kategori-kategori yang

dibutuhkan bagi pemfungsian manusia. Bruner memandang bahwa belajar dengan penemuan

adalah belajar untuk menemukan, di mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah

atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahannya

(Dahar, 1989).

Bruner menyarankan hendaknya pebelajar belajar melalui partisipasi secara aktif

dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh

pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka menemukan

prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2009). Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan

terhadap tingkah laku seseorang. Melalui teorinya yang disebut free discovery learning, ia

mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan susatu konsep, teori, aturan, atau

pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya sehari-hari

(Budiningsih, 2005).

2.3 Model Pembelajaran Inkuiri

Sains Menurut Pandey et al (2011) adalah kemampuan intelektual dalam

mengumpulkan dan menganalisa data guna memecahkan suatu permasalahan. Sains sebagai

proses, baik itu observasi, mengklasifikasi dan mengumpulkan data merupakan suatu prasarat

dari proses sains yang terintegrasi. Pembelajaran sains berdasarkan pendekatan inkuiri adalah

suatu strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa

dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertayaan

melalui suatu prosedur yang direncanakan secara jelas (Suastra, 2009). Gulo (dalam Trianto,

2009), menyatakan inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara

maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,

logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh

Page 15: Proposal Seminar

15

percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa

secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan

sistematis pada tujuan pembelajaran; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis

pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan percaya diri pada siswa tentang apa yang

ditemukan dalam proses inkuiri.

Inkuiri dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus menggunakan

kemampuan discovery. Dengan kata lain, inkuiri adalah salah satu perluasan proses-proses

discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Inkuiri mengandung proses-proses

mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan permasalahan, merancang

eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik

kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan

sebagainya (Suatra, 2009).

Trianto (2009) menyatakan bahwa untuk menciptakan kondisi pembelajran inkuiri

yang ideal, peranan guru adalah sebagai berikut:

1. Motivator, member rangsangan agar siswa aktif dan gairah berfikir.

2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.

3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.

4. Administrator, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

7. Reward, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan

model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (dalam Trianto,

2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri seperti pada Tabel 2.1.

Page 16: Proposal Seminar

16

Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran InkuiriFase Kegiatan Pembelajaran

1. Menyajikan pertanyaan atau

masalah

1. Guru membimbing siswa

mengidentifikasi masalah dan masalah

dituliskan di papan tulis. Guru membagi

siswa ke dalam kelompok-kelompok

2. Membuat hipotesis 2. Guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk tukar pendapat dalam

membentuk hipotesis. Guru

membimbing siswa dalam menentukan

hipotesis yang relevan dengan

permasalahan dan memprioritaskan

hipotesis mana yang menjadi prioritas

penyelidikan.

3. Merancang percobaan 3. Guru memberikan kesempatan pada

siswa untuk menentukan langkah-

langkah yang sesuai dengan hipotesis

yang akan dilakukan. Guru membimbing

siswa untuk mengurutkan langkah-

langkah percobaan.

4. Melakukan percobaaan untuk

memperoleh informasi

4. Guru membimbing siswa untuk

mendapatkan informasi melalui

percobaan.

5. Mengumpulkan dan menganalisis

data

5. Guru memberikan kesempatan pada tiap

kelompok untuk menyampaikan hasil

pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan 6. Guru membimbing siswa dalam

membuat kesimpulan.

Page 17: Proposal Seminar

17

2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided inquiry) yaitu suatu model pembelajaran

inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas

kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem

atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa (Andriani, 2011). Siswa di tingkat pemula

seperti TK, SD, dan SMP cocok diterapkan pembelajaran dengan inkuiri terbimbing, karena

umumnya siswa-siswa pada tingkat pemula tersbut masih banyak memerlukan bimbingan

dari guru dalam proses pembelajaran Suardana (dalam Suardana, 2012). Tanggung jawab

siswa dalam proses eksperimen dapat dilihat dan berhubungan dengan refleksi personal anak

tersebut dan seberapa banyak guru memberikan bimbingan (guidance) dalam proses instruksi

(Oge & Ifeoma, 2013). Suastra (2009) menyatakan langkah-langkah dalam melaksanakan

inkuiri terbimbing sebagai berikut.

Tabel 2.2 Sintaks Inkuiri TerbimbingFase Kegiatan Pembelajaran

1. Elisitasi gagasan awal siswa

(sebelum inkuiri)

1. Guru menggali gagasan/ide awal dari

siswa yang berkaitan dengan topic

yang akan dibicarakan.

2. Guru menganjurkan siswa untuk

membuat hipotesis terkait dengan

kegiatan yang akan dilakukan. Guru

tidak mengomentari hipotesis siswa.

2. Pengujian gagasan awal siswa

(selama inkuiri)

3. Siswa melakukan kegiatan pengujian

terhadap hipotesis yang diajukan dan

dipandu dengan LKS.

4. Guru memfasilitasi selama siswa

melakukan kegiatan inkuiri.

3. Negosiasi makna (setelah

inkuiri)

5. Siswa melakuan diskusi kelas terkait

hasil penyelidikan, kegiatan dipandu

Page 18: Proposal Seminar

18

Fase Kegiatan Pembelajaran

oleh guru untuk mendiskusikan

konsep pokok.

4. Penerapan konsep pada situasi

baru

6. Siswa menerapkan konsep-konsep

yang dimilikinya dalam situasi baru,

misalnya pemecahan masalah, latihan

soal, dan lain-lain.

5. Pembuatan kesimpulan dan

refleksi

7. Siswa membuat kesimpulan dan hasil

pengamatan yang telah mereka

lakukan dan melakukan refleksi

terhadap perkembangan belajarnya.

2.5 Media Virtual Laboratory dalam Pembelajaran Sains.

Criticos (dalam Santyasa, 2007) menyatakan bahwa media merupakan salah satu

komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses

komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru

(komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan

pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat,

pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Virtual laboratory adalah sebuah simulasi komputer yang memungkinkan fungsi-

fungsi penting dari laboratorium riil untuk dilaksanakan pada computer. Mosterman et al

(dalam Mulyono, 2011). Terdapat dua konsep utama virtual laboratory yaitu, eksperimen riil

digantikan oleh komputer sehingga eksperimen berlangsung dalam bentuk simulasi

(eksperimen virtual), dan eksperimen laboratorium dapat digambarkan sebagai virtual ketika

eksperimen tidak dikontrol oleh manipulasi langsung peralatan laboratorium, tetapi dengan

alat komputer. Virtual laboratory menggabungkan sumber daya teknologi, software yang

Page 19: Proposal Seminar

19

dapat digunakan kembali, bersifat otomatis sepanjang dengan konsep pelatihan yang benar

dan dapat mengaktifkan hands-on pelatihan yang dapat dikirim ke siapa saja, di mana saja,

dan kapan saja. Greenberg (dalam Mulyono, 2011).

Bajpai (2013) menyampaikan bahwa virtual laboratory dikembangkan untuk

memenuhi kebutuhan siswa dalam pelaksanaan discovery itu sendiri, mengingat peralatan

laboratorium yang lumrah digunakan disekolah memiliki beberapa keterbatasan. Singh

(2013) menyatakan Virtual yang dimaksud adalah eksperimen yang dilakukan oleh pebelajar

yang tidak terbatas hanya dilakukan di laboratorium di sekolah, namun laboratorium yang

telah terintegrasi ke dalam teknologi atau dikomputerisasi memungkinkan siswa

mengaksesnya dimana saja.

Lal et al (dalam Babateen, 2013) menyampaikan perbandingan antara pembelajaran

berbasis laboratorium konvensional di sekolah dengan pembelajaran berbasis laboratory

virtual ke dalam Tabel 2.3

Tabel 2.3 Pembelajaran berbasis laboratorium konvensional dan pembelajaran laboratory virtual

No. Karakteristik pembelajaran

laboratorium konvensional

Karakteristik pembelajaran Virtual

Labs

1 Lingkungan belajar yang

cenderung tertutup

Fleksibel dan lingkungan belajar

yang cenderung lebih terbuka

2 Buku dan guru sebagi sumber

utama pengetahuan

Pembelajaran bergantung dari

sumber yang bervariasi

3 Terpisah antara teori dan praktek,

dan antara kenyataan dan imajinasi

Merupakan integral antara teori

dan praktek aspek dalam situasi

virtual yang dibuat senyata

mungkin.

4 Pendidikan formal yang telah

terstandarisai

Memungkinkan pembelajaran yang

berkesinambungan baik secara

formal maupun informal

5 Pembelajaran dalam kelas besar Pembelajaran dalam kelas kecil

Page 20: Proposal Seminar

20

No. Karakteristik pembelajaran

laboratorium konvensional

Karakteristik pembelajaran Virtual

Labs

maupun individu

6 Menggunakan metode tradisional

dalam pembelajaran

Menggunakan medode yang

bervariasi dalam pembelajaran

7 Perbedaan individu tidak

dianjurkan

Diperbolehkan terjadinya

perbedaan individu dalam proses

pembelajaran

8 Partisipasi lebih didominasi oleh guru

Partisipasi positif dan aktif dari guru dan siswa

9 Metode lebih cenderung verbal (ceramah)

Metode pembelajaran lebih bervariasi

Alaydarous et al (2013) dalam penelitiannya yang berjudul ”Virtual Nuclear Laboratory for

E-Learning” menyampaikan struktur umum yang terdapat dalam simulasi virtual laboratory

yang digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Struktur Umum Simulasi Virtual Laboratory

Page 21: Proposal Seminar

21

2.6 Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional mengacu pada teori behavioristik, di mana guru

berperan sebagai pusat informasi (teacher centered). Menurut teori behavioristik belajar

adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan

respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara

stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang

berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Factor lain yang juga

dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement).

Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons (Budiningsih, 2005).

Burrowes (dalam Warpala, 2007) menyampaikan pembelajaran konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk

merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan

sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut

dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran

berpusat pada guru, (2) terjadi pasive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) ada

kelompok-kelompok kecil, tetapi bukan kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.

Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik

yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya (dalam Budiningsih, 2005) dapat digunakan

dalam merancang pembelajaran. Langkh-langkah tersebut meliputi: (1) menentukan tujuan-

tujuan pembelajaran, (2) menganalisis lngkungan kelas yang ada saat ini termasuk

mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, (3) menentukan materi pembelajaran.(4) memecah

materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokuk bahasan,

topik, dan lain sebagainya, (5) menyajikan materi pembelajaran (6) memberikan stimulus,

dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas, (7)

mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa, (8) memberikan

Page 22: Proposal Seminar

22

penguatan/reinforcement, (9) memberikan stimulus baru, (10) mengamati dan mengkaji

respons yang diberikan siswa, (11) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman, (12)

evaluasi hasil belajar.

2.7 Prestasi Belajar

Prestasi balajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran yang lazimnya ditunjukan dengan nilai yang diberikan

oleh guru. Gunarso (dalam Sunarto, 2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah

usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Prestasi dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar, prestasi

belajar juga merupakan hasil perubahan pencapain siswa dalam ranah kognitif. Fungsi

prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa setelah

menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi

setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok (Djamarah,

1994).

Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi,

1) faktor jasmani berupa kesehatan dan cacat tubuh, 2) faktor psikologis berupa inteligensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan, 3) faktor kelelahan berupa

kelelahan jasmani kelelahan rohani. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,

dan faktor masayarakat.

2.8 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini yang bekaitan

dengan inkuiri terbimbing dan virtual laboratory adalah sebagi berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Suleman et al (2013) “Role of Instructional Technology in

Enhancing Students’ Educational Attainment in General Science at Elementary Level in

Page 23: Proposal Seminar

23

District Karak (Pakistan)” menunjukkan bahwa siswa pada kelompok eksperimental

yang belajar berbantuan Instructionla Technology cenderung memiliki perhatian dan

ketertarikan dalam proses belajar dibanding kelompok kontrol yang belajar melalui

metode konvensional. Instructional Technology yang diterapkan pada penelitian ini

menunjukkan hasil yang lebih positif dalam meningkatkan prestasi belajar dan motivasi

siswa pada kelompok eksperimen dibanding kelas control. Penelitian ini berkaitan dengan

pengaplikasian Instructional Technology dalam proses pembelajaran. Teknologi yang

diterapkan memberikan dampak positif bagi kelas eksperimen dibanding kelas kontrol.

Hal ini menunjukkan siswa memiliki etertarikan dan respons positif terhadap

pengaplikasian media teknologi dalam pembelajarannya. Kedepannya pembelajaran harus

memanfaatkan media pembelajaran yang lebih kreatif dan tentunya memanfaatkan media

teknologi untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.

2. Tatli dan Ayas (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “effect of a Virtual Chemistry

laboratory on students” Schievement” menyimpulkan bahwa pengembangan dan

pemanfaatan teknologi laboratorium virtual lebih efektif dalam meningkatkan prestasi

belajar dan ketrampilan laboratorium siswa dibandingkan proses pembelajaran melalui

real laboratory. Penelitian ini memanfaatkan media VCL (Virtual Chemistry Laboratory),

media ini memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran. Hal positif yang dapat diambil

dari penelitian ini adalah pemanfaatan media virtual laboratory dapat meningkatkan

prestasi belajar dan lebih efektif disbanding pembelajaran real laboratory. Dalam

penelitian in juga disampaikan beberapa kelebihan mengenai penggunaan virtual

laboratory yang cenderung lebih mudah dipahami dan fleksibel dalam pelaksanaannya.

3. Bajpai (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Developing Concept in Physics

Through Virtual Lab Experiment: An Effectiveness Study”. Berdasarkan tes pemahaman

konsep fisika siswa, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran yang memanfaatkan

Page 24: Proposal Seminar

24

virtual lab lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dibanding

pembelajaran melalui real lab. Penelitian ini juga memberikan kejelasan mengenai

pentingnya memanfaatkan media berbasis teknologi dalam pembelajaran terutama yang

berkaitan dengan virtual laboratory. Hal tersebut didasarkan pada hasil yang dicapai pada

penelitian ini. Pemanfaatan virtual laboratory memungkinkan siswa belajar lebih aktif

dan lebih antusias karena visualisasi dari media ini ditampilkan dengan menarik.

4. Penelitian yang dilakukan Singh (2013) berjudul “Virtual Learning Environment for Next

Generation in Electronics & Telecommunications Courses” menyimpulkan bahwa

pemanfaatan VLE (Virtual Learning Environment) memberikan hasil yang serupa dengan

proses pembelajaran konvensional yang harus melakukan facr to face. Sedangkan melalui

VLE pembelajaran tidak terbatas ruang dan waktu. Analisa yang dilakukan oleh peneliti

menunjukkan VLE dapat diterapkan untuk materi yang lebih rumit sekalipun, bahkanakan

menghasilkan pemahaman siswa yang lebih baik kedepannya. Penelitian ini jelas

menekankan bahwa pemanfaatan teknologi virtual memang untuk generasi kedepan yang

tentunya memerlukan literasi sains dan teknologi.

5. Bakar et al (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “An Effective Virtual Laboratory

Approach for Chemistry” kesimpulan dari penelitian ini ialah pemanfaatana virtual

laboratory dalam sangat dianjurkan karena ditemukan bahwa siswa yang belajar

menggunakan virtual laboratory memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa

yang belajar memalui metode konvensional. Penelitian ini memberikan gamabaran

bagaimana pemanfaatan virtual laboratory secara efektif meningkatkan prestasi belajar

siswa. hal ini kembali berkaitan dengan kertertarikan dan kelebihan yang dimiliki

pembelajaran yang memanfaatkan media virtual laboratory. Pada era globalisasi seperti

ini pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran bukan merupakan hal yang tabu untuk

Page 25: Proposal Seminar

25

dilaksanakan, melainkan merupakan sebuah solusi dan keharusan dalam upaya

peningkatan prestasi belajar siswa.

6. Penelitian yang dilakukan Wijaya (2013) berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Inkuiri Berbantuan Virtual Laboratory terhadap Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas

VIII SMP Negeri I Negara Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian ini,

dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual

laboratory didalam pembelajaran fisika sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman

konsep fisika dibanding model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran

konvensional. Siswa dalam kelompok eksperimen yang belajar berbantuan virtual

laboratory menunjukkan hal yang positif dibanding MPI dan MPK. Hal ini

menunjukkan pemanfaatan virtual laboratory dalam pembelajaran bisa dijadikan solusi

kedepannya dan dapat merubah paradigm pembelajaran kea rah student centered terlebih

lagi pemanfaatan media pembelajaran dalam bentuk teknologi dapat meningkatkan

literasi siswa di bidang teknologi.

7. Mattehew dan Kenneth (2013) dalam penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa siswa

yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing memliki skor prestasi belajar

lebih baik dibanding siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Penelitian yang dilakukan Mattehew dan Kenneth (2013) berkaitan tentang inkuiri

terbimbing. Inkuiri terbimbing memberikan dampak yang positif terhadap kelompok

eksperimen dibanding kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan siswa yang belajar

secara discovery dapat membentuk pengetahuannya sendiri melalui proses discovery itu

sendiri.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Suardana (2012) pada siswa kelas VIIIc SMP Negeri 1

Amlapura tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar

Page 26: Proposal Seminar

26

IPA (Fisika). Suardana (2012) melakuakn penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP

Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan dari pemahaman konsep sains antara siswa yang

belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing bermuatan local genius, siswa

yang belajar dengan model model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan siswa yang

belajar dengan model pembelajaran reguler. Pemahaman konsep siswa yang belajar

melalui model pembelajaran reguler menunjukan hasil paling rendah dibandingkan

dengan pemahaman konsep siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing bermuatan local genius dan inkuiri terbimbing.

2.9 Kerangka Berpikir

Pendidikan adalah cerminan kekuatan suatu bangsa, bangsa yang maju selalu

mengutamakan pendidikan warga negaranya. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat

mengembangkan berbagai sektor yang dibutuhkan dalam kelangsungan bangsa baik itu

teknologi, ekonomi, industri dan lain sebagainya. Pendidikan mempersiapkan sumber daya

manusia untuk bersaing dan menjalankan kehidupan dengan baik karena pendidikan sendiri

bukan hanya berkaitan dengan kecerdasan secara integensi tapi juga bagaimana membentuk

sikap dan moral dari pebelajar.

Globalisasi menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di

bidang sains dan teknologi. Namun, pendidikan Indonesia tampaknya masih banyak

tertinggal dengan negara-negara maju di dunia. Kurang mampunya sistem pendidikan

Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas ditenggarai

diakibatkan oleh sistem pembelajaran yang diterapkan belum menyentuh hakikat pendidikan

sains yang mementingkan proses guna mencapai suatu produk atau hasil dari pembelajaran

tersebut.

Page 27: Proposal Seminar

27

Pemerintah Indonesia sendiri telah merancang beberapa kebijakan yang ditujukan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia baik dari pembaharuan kurikulum

hingga saat ini kurikulum terbaru kurikulum 2013, meningkatkan profesionalisme guru

melalui program sertifikasi, hingga pembenahan sarana prasarana dan pemerataan

pendidikan. Namun, segala upaya yang telah dilakukan pemerintah belum sepenuhnya

membuahkan hasil maksimal. Kesenjangan itu terjadi mulai dari pendidikan di tingkat dasar

hingga perguruan tinggi yang memang belum maksimal dalam mengelola dan menjalankan

proses pendidikannya.

Guru sebagai fasilitator memegang peranan penting dalam proses pembelajaran.

Sebagai penentu alur dalam proses pendidikan di dalam kelas, guru bertanggung jawab

langsung terhadap kualitas pembelajaran di dalam kelas. Namun, fakta dilapangan masih

terdapat proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dimana, dalam

menjalankan proses pembelajaran dikelas guru mengajar melalui metode ceramah tanpa

memperhatikan karakteristik pebelajar itu sendiri. Guru kurang melibatkan siswa dalam

proses pembelajaran. Hal ini berakibat siswa hanya menerima stimulus langsung dari guru,

padahal hendaknya guru memfasilitasi siswa dalam pengembangan pengetahuannya sendiri

dan bukan hanya memberikan informasi secara langsung sepanjang pembelajaran dikelas.

Metode dan model pembelajaran yang selama ini digunakan belum mampu

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Faham konstruktivistik diharapkan

mampu memberikan penjelasan bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilakukan. Faham

konstruktivistik sendiri merupakan suatu faham dimana menganggap pebelajar adalah subjek

dari proses pembelajaran itu sendiri, pebelajar membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri

dari pengetahuan awal yang mereka miliki.

Page 28: Proposal Seminar

28

Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains

yaitu sains adalah proses dan produk. Proses yang dimaksud adalah konstruksi pengetahuan

pembelajar dibentuk melalui proses sains yang melibatkan penemuan atau eksperimen.

Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan siswa

secara utuh (student centered), guru disini bertugas sebagai fasilitator. Namun, dalam

praktiknya masih terdapat berbagai kendala dalam proses pembelajaran menggunakan model

pembelajaran inkuiri yaitu: (1) proses memerlukan waktu yang panjang, (2) ketersediaan alat

laboratorium yang kurang memadai, (3) terkadang alat-alat di laboratorium kurang mampu

merepresentasikan beberapa marteri dalam fisika sehingga siswa sulit untuk memahaminya,

(4) ekperimen yang dilakukan di laboratorium kurang fleksibel karena pelaksanaannya pada

jam tertentu dan di sekolah.

Pembelajaran dapat lebih efektif, efisien, menarik dan interaktif apabila difasilitasi

dengan media pembelajaran. Media pembelajaran sendiri banyak memanfaatkan beragam

teknologi yang dikenal sebagai teknologi pendidikan. Salah satu bentuk teknologi yang

memiliki kesesuaian dengan teori discovery learning adalah laboratorium virtual (virtual

laboratory). Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory berarti

dalam proses inkuiri terbimbing akan diterapkan suatu media pembelajaran berupa virtual

laboratory. Model pembelajaran yang dikombinasikan dengan media elektronik ini diprediksi

akan meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, mengingat keunggulan dari inkuiri

terbimbing dan laboratorim virtual yang disampaikan sebelumnya.

Virtual laboratory memiliki beberapa kelebihan dibanding pembelajaran real lab

maupun model pembelajaran konvensional. Virtual laboratory cenderung lebih fleksibel

dalam penggunaannya. Terlebih lagi siswa lebih antusias dalam pembelajaran yang

melibatkan teknologi didalamnya, seperti penggunaan simulasi maupun media pembelajaran

berbasis teknologi lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti hendak meneliti pengaruh

Page 29: Proposal Seminar

29

model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory terhadap prestasi

belajar siswa.

2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu “terdapat perbedaan prestasi belajar

fisika antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing

berbantuan virtual laboratory, siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri

terbimbing dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional”.

Gambar 2.2 Diagram Alir Kerangka Berpikir

1. Siswa menerima pengetahuan dari guru atau orang lain

2. Pembelajaran bersifat teoretis & abstrak

3. Teacher centered4. Guru sebagai sumber

informasi5. Siswa pasif dalam

pembelajaran6. Suasana belajarsangat

membosankan7. Ceramah, diskusi

Pembelajaran Fisika di Sekolah

Paradigma tradisional Paradigma Konstruktivis

MPK MPIT+VL

1. Siswa membangun oengetahuannya secara mandiri

2. Pembelajaran lebih nyata dengan melibatkan siswa dalam penemuan

3. Student centered4. Guru sebagai fasilitator

dan mediator5. Siswa aktif dalam

pembelajaran6. Suasana belajar

menyenangkan 7. Discovery

Prestasi Belajar Fisiska

Virtual laboratory

pada pembelajaran

MPIT

Fleksibel dan lingkungan belajar lebih terbuka

Pembelajaran lebih menarik

Cenderung Negatif Cenderung Positif

Page 30: Proposal Seminar

30

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Desain ini

mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja tahun 2013/2014. Kelas VIII SMP Negeri 1

Singaraja terdiri dari 10 kelas yaitu kelas VIIIA1, VIIIA2, VIIIA3, VIIIA4, VIIIA5, VIIIA6,

VIIIA7, VIIIA8, VIIIA9 dan VIIIA10. Dari 10 kelas yang ada hanya 8 kelas yang dirandom

karena dua kelas merupakan kelas unggulan yaitu kelas VIIIA1 dan VIIIA10. Jumlah

keseluruhan populasi disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Distribusi Sumber Populasi PenelitianNo. Sumber Populasi Jumlah Siswa1 Kelas VIIIA2 242 Kelas VIIIA3 243 Kelas VIIIA4 244 Kelas VIIIA5 245 Kelas VIIIA6 246 Kelas VIIIA7 247 Kelas VIIIA8 248 Kelas VIIIA9 24

Total 192 (Sumber: SMP Negeri 1 Singaraja, 2013)

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2013). Pemilihan sampel yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan

kelas kontrol dilakukan dengan cara group random sampling. Teknik ini digunakan sebagai

Page 31: Proposal Seminar

31

teknik pengambilan sampel karena individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke

dalam kelas-kelas sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap

individu-individu dalam populasi. Teknik group random sampling juga memberikan peluang

yang sama bagi seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel.

Teknik random sampling dilakukan dengan cara manual yaitu dengan sistem undian.

Cara pengambilan kelas sampel dalam sistem undian tersebut adalah ketiga kelas yang

muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel. Ketiga kelas tersebut akan dirandom

lagi untuk menentukan satu kelas kontrol dan dua kelas eksperimen. Ketiga kelas yang telah

terpilih dari proses random pertama kemudian dirandom kembali untuk menentukan kelas

yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory

(MPIT+VL), model pembelajaran inkuiri terbimbing (MPIT) dan kelas yang menggunakan

model pembelajaran konvensional (MPK). Berdasarkan hasil pengundian diperoleh sampel

untuk masing-masing perlakuan seperti Tabel 3.2

Tabel 3.2 Sampel Penelitian pada Masing-masing PerlakuanModel Pembelajaran Kelas Jumlah

siswaMPIT+VL VIII A4 24

MPIT VIII A7 24MPK VIII A8 24

Total sampel 723.3 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan

melaksanakan percobaan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan

eksperimen one way pretest-posttest nonequivalent control group design yang ditunjukkan

pada Gambar 3.1.

(Diadaptasi dari Sugiyono, 2013)

Gambar 3.1 Rancangan eksperimen one way pretest-postttestnonequivalent control group design

O5 X3 O6

O3 X2 O4

O1 X1 O2

Page 32: Proposal Seminar

32

Keterangan:

O1, O3, O5 : Pengamatan awal pada kelas eksperimen dab kelas kontrol sebelum perlakuan

O2, O4, O6 : Pengamatan akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrolsetelah diberi perlakuan.

X1 : Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory

X2 : Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing

X3 : Kelompok kontrol diberi perlakuan model pembelajaran konvensional.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini adalah pengaruh variabel bebas

(independent) terhadap satu variabel terikat (dependent). Terdapat tiga variabel dalam

penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent), dan variabel

kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang meliputi tiga

dimensi, yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model

pembelajaran inkuiri terbimbing, dan model pembelajaran konvensional. Variabel terikat

yang diteliti pada penelitian ini adalah prestasi belajar fisika siswa. Sementara yang menjadi

variabel kontrol dalam penelitian ini adalah prestasi belajar awal siswa. Hubungan antar

variabel tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Hubungan antara variabel-variabel penelitian

Prestas Belajar Siswa

Prestasi Belajar Awal Siswa

Model Pembelajaran:1. Model Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory

2. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

3. Model Pembelajaran Konvensional

Page 33: Proposal Seminar

33

3.5 Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini, dapat dipaparkan

sebagai berikut.

Tabel 3.3 Prosedur PenelitianNo Tahapan Uraian kegiatan

1 Orientasi 1) Mengadakan penjajagan ke SMP Negeri 1 Singaraja

sekaligus minta izin kepada kepala sekolah untuk

mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

2) Melakukan koordinasi dengan guru fisika kelas VIII untuk

mengetahui karakteristik siswa.

3) Meminta silabus yang digunakan di sekolah tersebut.

2 Merancang

instrumen

penelitian

1) Mempersiapkan instrumen penelitian pre-test dan post-test

sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

2) Validasi pada instrumen penelitian dilakukan dengan uji

validitas isi dan uji coba instrumen.

3) Mengadakan konsultasi dengan ahli (dosen pembimbing)

berkaitan dengan instrumen yang telah dibuat.

3 Observasi awal 1) Mengadakan penarikan sampel dengan teknik simple

random sampling dari populasi yang telah ditentukan

hingga diperoleh sampel yang terdiri atas dua kelas yaitu

satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

2) Mengobservasi kegiatan belajar mengajar di kelas yang

dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

4 Uji coba instrumen 1) Melaksanakan uji coba instrumen penelitian di SMP

Negeri 1 Singaraja.

5 Revisi instrumen 1) Menganalisis hasil uji coba instrumen.

2) Melaksanakan bimbingan dengan dosen pembimbing

terkait dengan hasil uji coba instrumen.

3) Melakukan revisi terhadap instrumen, berdasarkan

masukan dari dosen pembimbing.

Page 34: Proposal Seminar

34

No Tahapan Uraian kegiatan

7 Merancang

perangkat

pembelajaran

1) Membuat RPP dan LKS berdasarkan langkah-langkah dari

masing-masing strategi pembelajaran.

2) Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing terkait

dengan perangkat pembelajaran yang telah dirancang.

8 Mengadakan tes

awal (pre-test)

1) Mengadakan observasi dan tes awal (pretest) pada kelas

kontrol maupun pada kelas eksperimen. Pemberian tes

awal ini bertujuan untuk mengetahui prestasi belajar fisika

siswa sebelum mendapat perlakuan.

2) Tes awal yang diberikan berupa tes prestasi belajar fisika

yang berupa 20 butir tes pilihan ganda diperluas.

9 Memberikan

perlakuan

1) Menerapkan model pembelajaran pada setiap kelas

eksperimen dan kontrol.

9 Mengadakan tes

akhir (post-test)

1) Mengadakan observasi dan tes akhir (posttest) pada kelas

kontrol maupun pada kelas eksperimen. Pemberian tes

akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi

pembelajaran peta konsep terhadap prestasi belajar fisika

siswa.

2) Tes akhir (posttest) yang diberikan sama dengan soal pada

tes awal (pretest).

10 Analisis data dan

pengujian hipotesis

1) Menganalisis data hasil penelitian.

2) Menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

3) Melakukan bimbingan dengan dosen terkait dengan hasil

analisis data.

11 Penyelesaian

Laporan (Skripsi)

1) Melakukan pembahasan dan membuat simpulan serta saran

untuk melengkapi laporan (skripsi).

2) Melakukan bimbingan dengan dosen mulai dari BAB I s/d

BAB V dan lampiran skripsi.

Page 35: Proposal Seminar

35

3.6 Perlakuan Penelitian

Penelitian ini melibatkan tiga kelompok belajar, yaitu dua kelas eksperimen dan satu

kelas kontrol. Kelas eksperimen, satu kelas diberikan perlakuan model pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan virtual laboratory dan satu kelas diberikan perlakuan model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional.

Rancangan materi dan alokasi waktu perlakuan untuk kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Rancangan Materi dan Alokasi Waktu PerlakuanMasing-masing Perlakuan

No Materi Indikator Alokasi

Waktu

1 Getaran dan

gelombang

1. Mendeskripsikan pengertian getaran 2 kali

pertemuan

6 × 40

menit)

2. Mengidentifikasi berbagai contoh getaran dalam kehidupan

sehari hari.

3. Menentukan periode dan frekuensi suatu getaran

4. Menentukan hubungan antara periode dan frekuensi

5. Menjelaskan pengertian gelombang dan sifat-sifat

gelombang

6. Membedakan karakteristik antara gelombang transversal

dengan gelombang longitudinal serta contohnya dalam

kehidupan sehari-hari.

2 Cahaya 1. Mengidentifikasi penyebab timbulnya bunyi dan

karakteristik gelombang bunyi

3 kali

pertemuan

(12 × 40

menit)2. Mendeskripsikan jenis bunyi berdasarkan frekuensinya

yaitu infrasonik, audiosonik, ultrasonik.

3. Menjelaskan pengertian resonansi

4. Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan sehari-hari

5. Mendeskripsikan pengertian cepat rambat gelombang

bunyi.

Page 36: Proposal Seminar

36

No Materi Indikator Alokasi

Waktu

6. Membedakan cepat rambat bunyi dengan cahaya

7. Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi cepat

rambat bunyi.

8. Menjelaskan terjadinya pemantulan bunyi

9. mengidentifikasi jenis-jenis pemantulan bunyi, dampaknya

dalam kehidupan sehari-hari beserta pemanfaatannya

3.7 Perangkat Pembelajaran

Penelitian ini menggunakan perangkat pembelajaran yang berupa Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). RPP dan LKS

dikembangkan dari silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). RPP dan LKS

disusun untuk masing-masing model pembelajaran yang digunakan.

3.7.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan dalam penelitian ini

merupakan perwujudan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual

laboratory (MPIT+VL), model pembelajaran inkuiri (MPIT), dan model pembelajaran

konvensional (MPK). Secara umum langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan

RPP adalah: (1) menganalisis materi pelajaran, (2) menetapkan standar kompetensi, (3)

menetapkan kompetensi dasar, (4) menetapkan indikator pembelajaran, (5) menetapkan

materi pelajaran, (6) merancang kegiatan pembelajaran, dan (7) menyusun alat evaluasi

pembelajaran untuk mengukur pencapaian indikator pembelajaran.

3.7.2 Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam penelitian ini digunakan untuk memfasilitasi

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan. LKS ini dikembangkan

berdasarkan RPP untuk masing-masing model pembelajaran.

Page 37: Proposal Seminar

37

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam mengumpulkan

data. Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variable yang diteliti (Sugiyono,

2013). Instrumen yang digunakan adalah tes prestasi belajar fisika siswa. Tes prestasi belajar

yang digunakan pada saat pre-test dan pos-ttest adalah sama. Skor minimal dari masing-

masing butir tes prestasi belajar adalah 0 (nol) dan skor maksimalnya adalah 4. Prosedur

pengembangan tes prestasi belajar, yaitu: (1) mengidentifikasi standard kompetensi, (2)

menidentifikasi kompetensi dasar, (3) merumuskan indikator pembelajaran yang harus

dicapai berdasarkan kompetensi dasar, (4) menyususn secara terpadu kisi-kisi tes prestasi

belajar, (5) menentukan criteria penilaian, (6) penulisan butir-butir tes, (7) uji ahli, (8) uji

lapangan, (9) analisis hasil uji lapangan, (10) revisis butir-butir tes, (11) finalisasi instrument.

Tes prestasi belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa tes pilihan ganda

diperluas. Penggunaan tes pilihan ganda diperluas menuntut siswa berpikir tentang alasan

mengapa memilih jawaban benar (Santyasa, 2006). Jumlah butir soal yang digunakan adalah

20 butir dari 30 butir soal yang diuji cobakan. Kriteria penilaian tes prestasi belajar tipe

pilihan ganda diperluas menggunakan rubrik dengan rentangan skor 0-4 yang disajikan pada

Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Rubrik asesmen extended respon tipe pilihan ganda diperluasSkor Kriteria

4 Menjawab benar, menunjukkan alasan yang benar disertai bukti-bukti,

prinsip, formula, atau perhitungan

3 Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar, namun kurang

lengkap

2 Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan, atau menunjukkan

alasan yang salah atau miskonsepsi

1 Menjawab, tetapi salah atau miskonsepsi

0 Tidak menjawab

(Santyasa, 2006)

Page 38: Proposal Seminar

38

Teknik pengumpulan data menggunakan tes prestasi belajar fisika. Data prestasi

belajar awal diperoleh dengan menggunakan pretest. Data prestasi belajar setelah siswa

mendapatkan perlakuan untuk kelas kontrol dan eksperimen diperoleh dengan menggunakan

posttest. Skor hasil pretest merupakan prestasi belajar awal siswa sebelum pembelajaran dan

skor hasil posttest berupa prestasi belajar siswa setelah mendapat perlakuan. Tes yang

digunakan pada saat pretest dan posttest adalah tes yang sama. Instrumen dan teknik

pengumpulan data yang meliputi jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data,

instrumen, validitas instrumen, dan waktu penyebaran instrumen disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis DataSumber

Data

Teknik

Pengump

ulan Data

InstrumenValiditas

InstrumenWaktu

1 Skor Hasil

Tes Prestasi

belajar awal

siswa

Siswa Tes Tes

prestasi

belajar

Validitas isi,

konsistensi

internal

butir,

reliabilitas,

daya beda,

tingkat

kesukaran.

Sebelum perlakuan

2 Skor Hasil

Tes Prestasi

belajar siswa

Siswa Tes Tes

prestasi

belajar

Validitas isi,

konsistensi

internal

butir,

reliabilitas,

daya beda,

tingkat

kesukaran.

Setelah perlakuan

Page 39: Proposal Seminar

39

3.9 Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa tes

prestasi belajar. Arikunto (2009) menyatakan semua jenis instrumen sebelum digunakan

perlu diyakinkan bahwa memang sudah baik sehingga apabila digunakan untuk

mengumpulkan data akan menghasilkan data yang betul. Itulah sebabnya sebelum digunakan

instrumen harus diujicobakan.

Instrumen evaluasi harus diuji coba, dan bila perlu harus diuji coba beberapa kali,

agar persyaratan validitas, reliabilitas, dan persyaratan instrumen lainnya dapat dipenuhi

dengan baik (Candiasa, 2010). Oleh karena itu, instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu. Pengujian terhadap

instrumen penelitian meliputi uji validitas isi, uji konsistensi internal butir, realibilitas tes,

daya beda butir, dan tingkat kesukaran butir.

Perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

Lembar Kerja Siswa (LKS) juga divalidasi. Rancangan perangkat pembelajaran berbeda

untuk masing-masing kelas karena masing-masing kelas mendapatkan perlakuan model

pembelajaran yang berbeda.

3.9.1 Validitas Isi Perangkat Pembelajaran

Menurut Candiasa (2010) validitas isi menyangkut isi dan format instrumen.

Pertanyaan yang mesti terjawab dari konsep validitas isi antara lain: 1) seberapa ketepatan

instrument, 2) apakah instrument sudah mengukur variabel yang akan diukur, 3) seberapa

ketepatan butir tes mewakili sampel materi, dan 4) sebarapa ketepatan format instrumen.

Langkah yang dilakukan dalam menguji validitas isi perangkat pembelajaran adalah

dengan mempertimbangkan dua orang ahli isi yaitu dua orang dosen pembimbing pada

bidang studi yang sama yang memiliki kualifikasi dan pengalaman kerja yang cukup.

Page 40: Proposal Seminar

40

Pertimbangan ahli isi dianggap telah refresentatif sebagai dasar pertimbangan untuk

memutuskan bahwa RPP dan LKS yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi. Proses

validasi perangkat pembelajaran dilakukan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing.

Hasil bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi kedalaman isi, sistematika

penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi agar layak digunakan.

3.9.2 Validitas Isi Instrumen Penelitian

Validitas isi artinya kejituan daripa suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes

dikatakan valid, apabila materi tes tersebut merupakan bahan-bahan yang representative

terhadap terghadap bahan-bahan yang diberikan (Nurkancana & Sunartana, 1990). Validitas

isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan atau butir pernyataan,

berdasarkan pendapat profesional (professional judgment) para penelaah.

Penelaah sebagai ahli isi dan ahli desain instrumen dalam penelitian ini adalah dua

orang dosen pembimbing. Pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh penelaah

dianggap telah refresentatif sebagai dasar pertimbangan untuk memutuskan bahwa instrumen

tes prestasi belajar yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi.

Proses validasi instrumen tes prestasi belajar adalah sebagai berikut. (1) Instrumen

yang telah dirancang dikonsultasikan dengan dosen pembimbing yang ditunjuk. (2) Hasil

bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi kedalaman isi, sistematika

penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi. (3) Hasil revisian kemudian

dikonsultasikan kembali sampai instrumen penelitian yang dimaksud layak digunakan

sebagai uji coba.

3.9.3 Indeks Daya Beda

Indeks daya beda butir diperlukan untuk mengetahui apakah tes yang dipergunakan

mampu membedakan siswa yang memang bisa menjawab soal dengan baik dan yang tidak

Page 41: Proposal Seminar

41

bisa menjawab. Persamaan yang dipakai untuk menghitung indeks daya beda butir (Santyasa,

2005) adalah sebagai berikut.

minmax ScoreScoreN

LHIDB

dengan:

H = jumlah skor kelompok atas (KA),

L = jumlah skor kelompok bawah (KB),

N = jumlah respon pada KA dan KB,

Scoremax = skor tertinggi butir,

Scoremin = skor terendah butir.

Rentangan IDB yang dapat dijadikan acuan (Santyasa, 2005) adalah sebagai berikut.

a) 0,00 < IDB ≤ 0,20 berarti sangat rendah,

b) 0,20 < IDB ≤ 0,40 berarti rendah,

c) 0,40 < IDB ≤ 0,60 berarti sedang,

d) 0,60 < IDB ≤ 0,80 berarti tinggi,

e) 0,80 < IDB ≤ 1,00 berarti sangat tinggi.

Item tes yang memungkinkan untuk tes standar dan dapat digunakan dalam penelitian

ini adalah item tes yang mempunyai IDB > 0,20 (Santyasa, 2005).

3.9.4 Indeks Kesukaran Butir

Indeks kesukaran butir menyatakan tingkat kesukaran dari tiap-tiap butir soal dilihat

dari jumlah responden yang menjawab dengan benar dan salah. IKB dihitung dengan

persamaan (Santyasa, 2005) sebagai berikut.

minmax

min

2

2

ScoreScoreN

ScoreNLHIKB

Page 42: Proposal Seminar

42

dengan:

H = jumlah skor kelompok atas (KA),

L = jumlah skor kelompok bawah (KB),

N = jumlah respon pada KA dan KB,

Scoremax = skor tertinggi butir,

Scoremin = skor terendah butir.

Rentangan IKB yang dapat dijadikan acuan (Santyasa, 2005) adalah sebagai berikut.

a) 0,00 < IKB ≤ 0,20 berarti sangat sukar,

b) 0,20 < IKB ≤ 0,40 berarti sukar,

c) 0,40 < IKB ≤ 0,60 berarti sedang,

d) 0,60 < IKB ≤ 0,80 berarti mudah,

e) 0,80 < IKB ≤ 1,00 berarti sangat mudah.

Secara umum, butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang memiliki 0,30 ≤ IKB ≤

0,70 (Santyasa, 2005).

Derajat kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring banyaknya

subyek peserta tes yang dapat menjawab dengan benar. Soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat

kesukaran butir untuk tes politomi yaitu sebagai berikut (Candiasa, 2010).

min

max min

(2 )

2 ( )

H L N SIKB

N S S

Keterangan:

H = jumlah skor kelompok atas (KA)

L = jumlah skor kelompok bawah (KB)

N = banyak peserta tes

Smax = skor tertinggi butir

Smin = skor terendah butir

Page 43: Proposal Seminar

43

Penggolongan tingkat kesukaran soal setelah dilakukan analisis dengan persamaan

yaitu IKB = 0,00 – 0,30 maka butir tergolong sukar; 0,31 – 0,70 maka butir tergolong sedang;

0,71 – 1,00 maka butir tergolong mudah. Butir dengan rentangan indeks kesukaran 0,3

sampai dengan 0,7 ditolerir sebagai butir tes yang patut dipilih (Candiasa, 2010).

3.9.5 Konsistensi Internal Butir

Konsistensi butir berkenaan dengan tingkatan atau derajat yang menunjukkan

seberapa jauh butir dapat mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Suatu item

dikatakan konsisten apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total.

Kesejajaran antara konsistensi internal dengan skor total dapat diartikan sebagai korelasi

sehingga untuk mengetahui konsistensi internal digunakan rumus korelasi (Arikunto, 2005).

Indeks korelasi butir total dapat dihitung dengan formula product moment dengan persamaan

sebagai berikut (Candiasa, 2010).

2222

))((

YYNXXN

YXXYNrxy

Keterangan:

rxy = indeks korelasi butir-total

N = jumlah sampel

X = skor butir

Y = skor total

Klasifikasi yang digunakan sebagai dasar pengujian konsistensi internal pada butir tes

yaitu indeks korelasi (rxy) dibandingkan dengan harga rtabel dengan taraf signifikan 5%. Jika rxy

> rtabel maka terdapat korelasi yang signifikan antara skor butir dengan skor total yang artinya

butir bersangkutan dinyatakan valid.

3.9.6 Konsistensi Internal Tes (Reliabilitas)

Tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan

berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan

Page 44: Proposal Seminar

44

ketepatan. Reliabilitas tes ditentukan menggunakan persamaan Alpha Cronbach yaitu sebagai

berikut (Candiasa, 2010).

2

11 21

( 1)i

t

nr

n

dimana 222

( 1)b

k X X

k k

dan 22

2

( 1)t

k Y Y

k k

Keterangan:

2i : jumlah varians skor tiap-tiap butir

2t : varians total

n : jumlah butir yang valid

X : skor butir

Y : skor total

k : jumlah responden

Sebagai kriteria derajat reliabilitas tes dapat digunakan kriteria yang dibuat oleh

Guilford (dalam Candiasa, 2010) sebagai berikut. 1) r11 ≤ 0,20 derajat reliabilitas sangat

rendah; 2) 0,20 r11 – 0,40 derajat reliabilitas rendah; 3) 0,40 r11 – 0,60 derajat reliabilitas

sedang; 4) 0,60 r11 – 0,80 derajat reliabilitas tinggi; 5) 0,80 r11 – 1,00 derajat reliabilitas

sangat tinggi. Tes dengan indeks reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat

tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai tes yang relatif baku. Rancangan validasi perangkat

pembelajaran dan uji coba instrumen penelitian disajikan dalam Tabel 3.7

Tabel 3.7 Rancangan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji Coba Instrumen Penelitian

Perangkat Pembelajaran dan Instrumen

Penelitian

Uji Coba Dasar Estimasi

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Validitas isi Dua orang dosen pembimbing

Lembar Kerja Siswa (LKS)

Validitas isi Dua orang dosen pembimbing

Tes Prestasi Belajar

Validitas isi Dua orang dosen pembimbingIndeksDaya Kriteria: IDB > 0,20

Page 45: Proposal Seminar

45

Perangkat Pembelajaran dan Instrumen

Penelitian

Uji Coba Dasar Estimasi

beda (IDB)Indeks Kesukaran Butir (IKB)

Kriteria: 0,3 ≤ IKB ≤ 0,7

Konsistensi internal butir

Membandingkan indeks korelasi dengan rtabel

Reliabilitas Koefisien Alpha Croncbach dengan kriteria: 0,40 ≤ r ≤ 0,1

3.10 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, analisis

deskriptif dan analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur. Analisis deskriptif digunakan untuk

menganalisis skor rata-rata dan standar deviasi, sedangkan ANAKOVA digunakan untuk

menguji hipotesis yang diajukan.

3.10.1 Teknik Analisis Deskriptif

Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan persentase, nilai rata-rata

dan simpangan baku. Persentase yang dideskripsikan adalah persentase prestasi belajar fisika

sebelum dan setelah perlakuan. Nilai rata-rata simpangan baku yang dideskripsikan adalah

nilai rata-rata simpangan baku hasil tes prestasi belajar awal (pretest) dan hasil tes prestasi

belajar siswa setelah perlakuan (posttest). Nilai rata-rata dan simpangan baku prestasi belajar

awal dan restasi belajar siswa setelah perlakuan dideskripsikan dengan mengacu pada norma

absolut skala lima. Nurkancana dan Sunartana (1990) menjelaskan langkah yang ditempuh

dalam mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar dengan menggunakan norma

skala lima adalah sebagai berikut:

1. Mencari skor maksimal ideal (SMI) dari tes yang diberikan.

Skor maksimal ideal adalah skor yang mungkin dicapai apabila semua item dapat

dijawab dengan benar.

Page 46: Proposal Seminar

46

2. Membuat pedoman konversi.

Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor

standar dengan norma absolut adalah didasarkan atas tingkat penguasaan terhadap

bahan yang diberikan. Pedoman konversi yang umum digunakan dalam norma

absolut skala lima adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8 Pedoman Konversi Norma Absolut Skala Lima Hasil Observasi

Tingkat Penguasaan

Skor mentah Skor standar Kualifikasi

90% - 100% 72 - 80 A Sangat Baik80% - 89% 64 - 71 B Baik65% - 79% 52 - 63 C Cukup55% - 64% 44 - 51 D Kurang0% - 54% 0 - 43 E Sangat Kurang

(diadaptasi dari Nurkancana & Sunartana, 1990)

3.10.2 Teknik Analisis Kovarian (Anakova)

Analisis kovarian (ANAKOVA) pada dasarnya sama dengan analisis varian

(ANAVA), hanya saja dalam model ANAKOVA terdapat variable numeric kovariabel.

Variable numeric dimasukkan sebagai kovariabel dengan tujuan untuk menurunkan error

variance, dengan jalan menghilangkan pengaruh variabel tersebut. ANAKOVA merupakan

kombinasi anatara analisis regresi dengan analisis varian. ANAKOVA mempersyaratkan

pemenuhan asumsi normalitas sebaran data, homogenitas varians, linieritas dan keberartian

regresi antara kovariabel dengan variabel terikat (Candiasa, 2011).

1. Pengujian Normalitas Sebaran Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data prestasi

belajar fisika siswa dari kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran

inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri

terbimbing dan model pembelajaran konvensional telah berdistribusi normal.

Candiasa (2011) menyatakan bahwa normalitas sebaran data mengunakan statistik

Kolmogorov Test dan Shapiro-Wilks Test. Kriteria pengujian data memiliki sebaran

Page 47: Proposal Seminar

47

distribusi normal jika bilangan signifikansi (sig.) yang dihasilkan lebih besar dari

taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05.

2. Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data prestasi belajar

fisika siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing

berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model

pembelajaran konvensional memiliki varians yang homogen. Candiasa (2011)

menyatakan bahwa uji homogenitas varians antar kelompok juga digunakan untuk

meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi

akibat adanya perbedaan dalam kelompok. Uji homogenitas varians antarkelompok

menggunakan Levene’s Test of Equality of Error Variance. Kriteria pengujian yang

digunakan adalah data memiliki varian yang homogen jika angka signifikansi yang

diperoleh lebih besar dari 0,05.

3. Uji Linieritas Regresi dan Keberartian Arah Regresi

Asumsi ini menyatakan bahwa model regresi diasumsikan linier dan arah

regresi diasumsikan signifikan. Artinya, hubungan antara variable kovariat dan

variabel terikat bersifat linier. Uji linieritas dilakukan untuk memperlihatkan

hubungan yang linier antara variabel kovariat dengan variabel terikat. Variabel

kovariatnya adalah skor pretest prestasi belajar awal siswa, sedangkan variabel

terikatnya adalah skor posttest prestasi belajar fisika siswa. Candiasa (2011)

menyatakan bahwa uji linieritas regresi menggunakan Test of Linierity. Pedoman

untuk melihat kelinieran adalah dengan menguji lajur Deviation from Linearity.

Sedangkan untuk melihat keberartian arah regresi pada lajur Linearity. Kriteria

pengujian: (1) data memiliki regresi linier jika angka signifikansi yang diperoleh

lebih besar dari 0,05 dan dalam hal lain data memiliki regresi tidak linier dan (2)

Page 48: Proposal Seminar

48

koefisien arah regresi berarti jika angka signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari

0,05 dan dalam hal lain koefisien arah regresi tidak berarti.

4. Uji Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji adalah terdapat pengaruh yang berupa perbedaan tingkat prestasi

belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing

berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model

pembelajaran konvensional. Berikut dijabarkan hipotesis penelitian ini.

: tidak terdapat perbedaan prestasi belajar fisika

antara siswa yang difasilitasi model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan

virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model

pembelajaran konvensional.

: terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara

siswa yang difasilitasi model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual

laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran

konvensional.

Keterangan:

= skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang model pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan virtual laboratory.

= skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang difasilitasi model

pembelajaran inkuiri terbimbing.

= skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang difasilitasi model

pembelajaran konvensional.

Uji hipotesis dilakukan dengan mengunakan uji F melalui análisis kovarian

satu jalur. Uji kovariat dilakukan terhadap angka signifikansi statistik F varian

(Candiasa, 2011). Kovariat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar awal siswa

Page 49: Proposal Seminar

49

yang dicerminkan oleh pretest prestasi belajar awal fisika siswa. Kriteria

pengujiannya adalah nilai signifikansi yang diperoleh dari perhitungan (sig.) lebih

kecil dari taraf signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka nilai Fhitung yang

diperoleh signifikan, yang berarti H1 diterima dan H0 ditolak. Hal tersebut

mengisyaratkan terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory,

model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional di

kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014.

Menurut Candiasa (2011), tindak lanjut dari uji ANAKOVA dilakukan dengan

uji signifikansi skor rata-rata antar kelompok dengan menggunakan Least Significant

Difference (LSD). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

n

MStLSD E

aN

2.2/

Keterangan:α = taraf signifikansi

MSE = mean square error

N = jumlah sampel total

a = jumlah kelompok

n = jumlah sampel dalam kelompok

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika harga mutlak |µi - µj| > LSD, yang

berarti terdapat perbedaan skor rata-rata variabel terikat antara kelompok siswa yang

belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory,

kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan

kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Pengujian

dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.00 for Windows dan

Page 50: Proposal Seminar

50

Microsoft Office Excel 2007 dengan taraf signifikansi 0,05 pada semua pengujian

hipotesis

Menurut Candiasa (2011), tindak lanjut dari uji ANAKOVA dilakukan dengan

uji signifikansi skor rata-rata antar kelompok dengan menggunakan Least Significant

Difference (LSD). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

n

MStLSD E

aN

2.2/

Keterangan:α = taraf signifikansiMSE = mean square errorN = jumlah sampel totala = jumlah kelompokn = jumlah sampel dalam kelompok

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika harga mutlak |µi - µj| > LSD, yang

berarti terdapat perbedaan skor rata-rata variabel terikat antara kelompok siswa yang

belajar dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan

virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran

konvensional. Penggujian dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS

16.00 for Windows dan Microsoft Office Excel 2007 dengan taraf signifikansi 0,05

pada semua pengujian hipotesis

Page 51: Proposal Seminar

51

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I G. A. T. & Tika, I N. 2013. Konsep dasar IPA: Aspek fisika dan kimia. Jakarta: Penerbit Ombak.

Alaydarous, A., Marghilani, A., Zaghib, S., Khan, S., Towairqi, M. A., & Alsulimane, M. 2013. Virtual nuclear laboratory for e-learning. Artikel. Tersedia pada http://eli.elc. edu.sa/2013/sites/default/files/abstract/rp3 48_0 .pdf Diakses tanggal 14 November2013.

Andriani, N., Husaini, I., & Nurliyah, I. 2011. Efektifitas penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) pada mata pelajaran fisika pokok bahasancahaya di kelaas VIII smp negeri 2 muara padang. Artikel. Tersedia pada http://portal.fi.itb.ac. id/cps/ index.php/cps/article/downl oad/13/26. Diakses pada 12 Mei 2013.

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2009. Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Babateen, H. M. 2011. The role of virtual laboratories in science education. International Converence on Distance Learning and Education, 12 (19): 100-104. Tersedia pada http://www.ipcsit.com/vol12/19ICDLE2011E10013.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.

Bajpai, M. 2013. Developing conceps in physics through virtual lab experiment: An effectiveness study. An International Journal of Education Technology, 3(1): 43-50 Tersedia pada http://www. ndpublisher.i n/admin/issues/tlv3n1f.pdf. Diakses tanggal 8 September 2013.

Bakar, N., Zaman, H. B., Kamalrudin, M., Jusoff, K., & Khamis, N. 2013. An effective virtual laboratory approach for chemistry. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 7(3): 78-74. Tersedia pada http://www.ajbasweb.com/ajbas/2013/special%2 0issue/78-84.pdf. Diakses tanggal 5 Desember 2013.

BaliPost. 2013. 182 siswa SMP di buleleng tak lulus UN. Berita BaliPost Online. Tersedia padahttp://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=76557. Diakses tanggal 14 November 2013.

Budiningsih, A. C. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rieka Cipta.

Candiasa, I M. 2010. Pengujian instrument penelitian disertai aplikasi ITEMAN dan BIGSTEPS. Singaraja: Undiksha Singaraja

.Candiasa, I M. 2011. Statistik multivariat disertai aplikasi SPSS. Singaraja: Undiksha

Singaraja.

Dahar, R. W. 1989. Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Page 52: Proposal Seminar

52

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tersedia pada http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf. Diakses tanggal 2 Juni 2013.

Dewi, N. L., Dantes, N., & Sadia, I W. 2013. Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap sikap ilmiah dan hasil belajar IPA. E-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3 (1). Tersedia pada http://pasca.und iksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_pendas/article/view/512/304. Diakses tanggal 9 Desember 2013.

Djamarah, S. B. 1994. Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Kemendikbud. 2011a. Survei internasional PISA. Tersedia pada http://litbang.kemdikbud.go. id/index.php/survei-internasional-pisa. Diakses pada tanggal 14 November 2013.

Kemendikbud. 2011a. Survei internasional TIMSS. Tersedia pada http://litbang.kemdikbud. go.id/index.php/survei-internasional-timss. Diakses pada tanggal 14 November 2013.

Kompas. 2012. Indeks Pendidikan untuk semua masih stagnan. Berita Kompas Online. Tersedia pada http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/20/04385981/Indeks.Pendidik an.untuk.Semua.Masih.Stagnan. Diakses tanggal 14 November 2013.

Mardana, I. B. P. 1998. Inovasi pendekatan keterampilan proses dengan bantuan komputer dalam pembelajaran fisika modern pada sekolah menegah umum negeri di singaraja. Aneka Widya STKIP Singaraja. 1(30):14-24. Tersedia pada isjd.pdii.lipi.go.id. Diakses tanggal 9 November 2013.

Mattehew, B. M. & Kenneth, I, O. 20113. A study on the effects of guided inquiry teaching method on students achievement in logic .The International Research Journal, 2(1), 134-140. Tersedia pada http://iresearcher.org/133-140%20BAKKE%20M.MATTHE W%20gambia.pdf. Diakses tanggal 23 April 2013.

Mulyono, E. 2011. Pembelajaran fisika dengan media eksperimen virtual. Tersedia pada http://ayobelajarfisika.blogdetik.com/pembelajaran-fisika-dengan-media-eksperimen-virtual/. Diakses tanggal 20 mei 2013.

Nurkancana, W. & Sunartana, P. P. N. 1990. Evaluasi hasil belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Oge, E. K. & Ifeoma, O. E. 2013. Effects of guided inquiry method on secondary school student’ performance in social studies curriculum in anambra state, nigeria. British journal of Education, Society & Behavioural Science, 3 (3): 206-222. Tersedia pada http://www.sciencedomain.org/download.php?f=1366084508Olibie332013BJESBS3300.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.

Pandey, A., Nanda, G. K., & Ranjan, V. 2011. Effectiveness of inquiry training model over conventional teaaching method on academic achievement of science student in india. Journal of Innovative Research in Education, 1(1): 7-20. Tersedia pada www.grpj ournal.org% 2Fdownload. Diakses tanggal 8 September 2013.

Page 53: Proposal Seminar

53

Parmawati, L. E. 2012. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar ipa (fisika) siswa kelas viiic smp negeri 1 amlapura tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Santyasa. I W. 2005. Analisis butir dan konsistensi internal tes. Makalah. Disajikan dalam Workshop bagi para Pengawas dan Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Tabanan pada tanggal 20-25 Oktober 2005, di Kediri Tabanan Bali. Tersedia pada http://johan nes.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/MEI-3-2012-ANALISIS-BUTIR.pdf. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Santyasa, I W. 2006. Pembelajaran inovatif: Model kolaboratif, basis proyek, dan orientasi NOS. Makalah. Disajikan dalam Seminar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura. Tersedia pada http:// www .freewebs.com/santyasa/PDF_Files/COLLABORATIVE_MODEL__PROJECT_BASED DAN ORIENTASI NOS.pdf. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Santyasa, I W. 2007. Landasan konseptual media pembelajaran. Makalah. Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-guru SMA Negeri Banjar Angkan pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan Klungkung. Tersedia pada http://file. upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/1947041719730MULIATI_PURWA SASMITA/MEDIA_PEMBELAJARAN.pdf. Diakses pada tanggal 14 November 2013.

Santyasa, I W. 2012. Pembelajaran inovatif. Singaraja: Undiksha Press.

Singh, K. G. 2013. Virtual Learning environment for next generation in electronics & telecommunications courses. International Journal of Technological Exploration and Learning (IJTEL), 2 (5): 1-5. Tersedia pada http://www.researchgate.net/publica tion/256442147_Virtual_Learning_environment_for_next_generation_in_electronics__telecommunications_course/file/72e7e52296c59e8426.pdf. Diakses tanggal 14 November 2013.

Suardana, I W. 2012. Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing bermuatan localgenius terhadap pemahaman konsep sains siswa kelas viii smp negeri 3 singaraja tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini: Mendekatkan siswa dengan lingkungan alamiah dan sosial budaya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Suleman, Q., Aslam, H. D., Ishtiaq, H., & Naseeruddin, M. 20113. Role of instructional technology in enhancing student’ educational attainment in general science at elementary level in district karak (pakistan). Journal of Sociological Research, 4(1): 83-98. Tersedia pada http://www.macro think.org/journal/index.php/jsr/article/view/ 3190/2722. Diakses tanggal 24 Februari 2013.

Page 54: Proposal Seminar

54

Sunarto. 2012. Pengertian prestasi belajar. Tersedia pada http://sunartombs .wordpress.com /2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/. Diakses tanggal 25 April 2013.

Tatli, Z. & Ayas, A. 2013. Effect of virtual chemistry laboratory on students’ achievement. Journal of Educational Technology and Society, 16(1): 159-170. Tersedia pada http: //www.ifets. info/journals/16_1/14.pdf. Diakses tanggal 24 Februari 2013

. Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif. Jakarta: Kencana.

Wijaya, I G. A. E. P. 2013. Pengaruh model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual laboratory terhadap pemahaman konsep fisika siswa kelas viii smp negeri 1 negara tahun ajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.